• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA PADA FASE VEGETATIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA PADA FASE VEGETATIF."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA

PADA FASE VEGETATIF

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh :

NYOTO WASIS

NPM : 1025010036

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA

PADA FASE VEGETATIF

Dipersiapkan dan Disusun oleh :

NYOTO WASIS NPM : 1025010036

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

“ Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 20 Januari 2014

Telah disetujui oleh :

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. NIP 19620205 198703 1005

Ketua Program Studi

4. Ir. Djarwatiningsih MP.

(3)

RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA

PADA FASE VEGETATIF

Dipersiapkan dan Disusun oleh :

NYOTO WASIS NPM : 1025010036

Tanggal : ... 2014

Telah direvisi oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Juli Santoso P, MP Ir. Hadi Suhardjono, MTP

NIP. 195907091988031001 NIP. 196312021990031002

Mengetahui :

Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir. Mulyadi, MS.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis serta shalawat dan salam semoga

terlimpah atas junjungan kita nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Proposal penelitian yang berjudul “Respon

Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Sistem Ratoon Terhadap Tinggi

Pemangkasan dan Pemberian Dosis Mkoiza’’.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan

gelar sarjana Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dan selesai dengan baik tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, melalui tulisan ini

penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

yang terhormat:

1.

Dr. Ir. Juli Santoso P, MP selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir, Hadi

Suhardjono, MTP selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang dengan

segala bimbingan, perhatian dan kesabaran mulai dari awal hingga akhir

dalam penyusunan proposal ini.

2.

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Ir. Mulyadi. MS , Selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4.

Ayah dan Ibu serta kakak dan adiku tercinta yang telah susah payah

mendidik penulis hingga sekarang dan memberikan dukungan baik moril

(5)

5.

Teman-teman seangkatan yang selalu membantu dan saling memberikan

pengarahan sehingga proposal ini dapat terselesaikan.

6.

Semua pihak yang sengaja ataupun tidak sengaja memberikan bantuan

dalam penyusunan proposal penelitian ini.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan, limpahan, berkah,

rahmat dan karunia-Nya, Amien.

Surabaya, Januari 2014.

(6)

SURAT PERNYATAAN

Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan

Permendiknas No. 17 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 1 tentang Plagiatisme.

Maka saya sebagai penulis skripsi dengan judul:

Respon Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Sistem Ratoon Terhadap Tinggi

Pemangkasan dan Pemberian Dosis Mkoiza

Menyatakan bahwa skripsi tersebut diatas bebas dari Plagiatisme.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

saya sanggup mempertanggungjawabkan sesuai dengan hukum dan

perundangan yang berlaku.

Surabaya, Februari 2014

Yang membuat pernyataan

Nyoto Wasis NPM. 1025010036

(7)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

A. Klasifikasi Tanaman Padi ... 5

B. Deskripsi Tanaman Padi... 5

C. Tanaman Padi Ratoon/Salibu ... 6

D. Tinggi Pemangkasan ... 8

E. Fungi Mikoriza ... 9

F. Proses Infeksi Mikoriza ... 11

G. Hipotesis ... 12

III. METODOLOGI ... 13

A. Waktu dan Tempat ... 14

B. Alat dan Bahan ... 14

C.

Metode Penelitian

... 14

D. Pelaksanaan ... 16

E. Pengamatan ... 17

F. Analisa Data ... 18

(8)

ii

A. Hasil ... 19

1. Jumlah Anakan... 19

2. Panjang Tanaman ... 22

3. Berat Kering Tanaman ... 24

B. Pembahasan ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

A. Kesimpulan ... 30

B. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 33

(9)

RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA PADA FASE

VEGETATIF

Nyoto Wasis. NPM 1025010036. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Juli Santoso P., MP dan Ir. Hadi Suhardjono, MTP. Fakultas Pertanian UPN “ VETERAN” Jawa

Timur

ABSTRAK

Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat dan tidak diimbangi dengan bertambahnya lahan pertanian untuk meningkatkan kebutuhan akan pangan, maka dapat dipastikan kebutuhan akan pangan untuk masyarakat khususnya beras yang berasal dari tanaman padi ini akan berbanding terbalik dengan luasnya lahan yang semakin berkurang sehingga dibutuhkan suatu inovasi teknologi untuk dapat menunjang akan kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti respon tanaman padi (Oryza sativa) salibu/ratoon terhadap tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza pada fase vegetatif. Interaksi antara perlakuan pemangkasan dan pemberian dosis mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang, berat kering, dan kadar air tanaman tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada minggu ke empat pada pemangkasan 1 cm dengan pemberian mikoriza dengan dosis tertinggi 7,5 gram memberikan hasil yang lebih baik. Tinggi pemangkasan sangat mempengaruhi dalam budidaya padi sistem ratoon khususnya pada fase vegetatif, semakin tinggi pemangkasan maka jumlah anakan maka semakin sedikit akan tetapi pertumbuhan sangat cepat dan kemungkinan besar masa panen akan lebih cepat dengan jumlah anakan yang tidak banyak. Pada perlakuan P1 dengan pemangkasan 1 cm menunjukan hasil yang paling tinggi pada beberapa parameter. Mikoriza berpengaruh nyata terhadap semua parameter perlakuan yang ada, perlakuan M3 dengan dosis mikoriza 7,5 gram per rumpun merupakan hasil terbaik dari semua perlakuan dosis mikoriza dan dimungkinkan perlakuan dosis mikoriza dapat ditingkatkan karena bersifat linier terhadap semua parameter pengamatan. Dalam budidaya tanaman padi sistem ratoon, sebaiknya tanaman dipangkas 1cm dari permukaan tanah dan untuk dosis pemberian mikoriza sebaiknya dengan dosis 7,5 gram, dosis tersebut masih bersifat linier dan dimungkinkan untuk dilakukan penambahan dosis dan perlu dilakukan penelitian dengan meningkatkan dosis mikoriza.

(10)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang sangat penting

keberadaannya di Indonesia karena beras yang dihasilkan merupakan sumber

makanan pokok dan bahkan bagi separoh penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta

jiwa dari 3 milyar penduduk Asia termasuk 200 juta penduduk Indonesia,

menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara di Afrika dan

Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar, 100 juta diantaranya pun

hidup dari beras. Oleh karena itu, di Negara-negara Asia beras memiliki nilai

ekonomis sangat berarti. Oleh karena itu padi dapat mempengaruhi kestabilan

politik, ekonomi dan pertanian negara, serta mempengaruhi biaya kerja dan

harga bahan lainnya (Andoko, 2010).

Padi merupakan komponen utama dalam sistem ketahanan pangan

nasional. Rata-rata peningkatan produksi padi nasional beberapa tahun terakhir

masih rendah, yaitu 2.2 - 2.3 persen per tahun. Berdasarkan angka ramalan III

bulan November 2010, produksi padi nasional tahun 2010 meningkat hingga 2.5

persen dan diprediksi mencapai 65.9 juta ton gabah kering giling (GKG), atau

setara dengan beras sebanyak 36.9 juta ton (Suswono 2010). Berdasarkan

angka tetap tahun 2009 produktivitas padi nasional 4.99 t/ha GKG (BPS 2010).

Padahal dengan laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 1.49% dan laju

konsumsi beras nasional 1.34% per tahun, rata-rata produktivitas padi nasional

seharusnya minimal 6.0 t/ha (Makarim dan Suhartatik 2006; Suswono 2010,

dalam Susilowati, 2011).

Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat dan tidak

diimbangi dengan bertambahnya lahan pertanian untuk meningkatkan kebutuhan

akan pangan, maka dapat dipastikan kebutuhan akan pangan untuk masyarakat

(11)

khususnya beras yang berasal dari tanaman padi ini akan berbanding terbalik

dengan luasnya lahan yang semakin berkurang sehingga dibutuhkan suatu

inovasi teknologi untuk dapat menunjang akan kebutuhan pangan yang semakin

meningkat.

Di tengah rumitnya upaya peningkatan produksi padi ternyata di

Kabupaten Tanah Datar ada suatu inovasi teknologi sejak tahun 2007 telah

dikembangkan oleh masyarakat dan sangat mudah dilaksanakan. Inovasi

tersebut adalah Teknologi Padi Salibu atau ratoon dengan teknik yang sudah

diperbaharui dari system ratoon sebelumnya, namun yang menjadi

permasalahan bahwa kebanyakan petani masih belum mau menerapkan

teknologi tersebut karena petani masih percaya dengan teknologi tradisional

(cara lama) yang selalu dilakukan setiap periode tanam, sehingga para penyuluh

pertanian maupun badan pertanian setempat sulit untuk memberikan sosialisasi

mengenai padi salibu ini. Padi salibu merupakan sebutan oleh masyarakat

Minangkabau terhadap tunas padi yang tumbuh setelah batangnya dipotong

ketika dipanen. Di daerah lain orang menyebutnya padi suli, padi berlanjut, ratun

atau singgang (Jawa) atau turiang(Sunda) dan lain-lain sesuai bahasa daerah

masing-masing. Selama ini padi salibu hanya dijadikan hijauan makananan

ternak, karena gabah yang dihasilkan tidak menguntungkan secara ekonomis

(Juliadi, 2013).

Budidaya padi salibu adalah salah satu inovasi teknologi untuk memacu

produktivitas/ peningkatan produksi. Pada budidaya padi salibu ada beberapa

faktor yang berpengaruh antara lain; 1) tinggi pemotongan batang sisa panen, 2)

varietas, 3) kondisi air tanah setelah panen, dan 4) pemupukan (Edirman, 2012).

Berdasarkan penelitian Alfandi (2006) menyimpulkan ratoon padi sawah cukup

potensial untuk meningkatkan produksi padi khususnya pada daerah yang

(12)

3

permukaan tanah dapat dilakukan pada budidaya padi ratoon akan tetapi perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut pada musim yang berbeda dan terutama tinggi

pemangkasan lebih rendah dari 5 cm, karena hubunganya masih bersifat linier.

Keberadaan cendawan dalam tanah ada yang bermanfaat, juga tidak

bermanfaat, bahkan menjadi masalah pada tanaman. Dalam lingkungan tumbuh

tanaman (Rhizosfer) terdapat komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik

seperti cendawan, bakteri, dan nematoda, ada yang dapat dimanfaatkan untuk

pengendalian tanaman, juga untuk membantu penyerapan unsur hara dan air,

dalam tanah. Salah satunya adalah cendawan mikoriza, yang diketahui dapat

berassosiasi dengan akar tanaman, sehingga dapat membantu dalam hal

penyerapan unsur hara dan air (Talanca dan Adnan, 2005).

Usaha meningkatkan kemampuan tanaman agar lebih dapat beradaptasi

terhadap lingkungannya dapat dilakukan dengan pemberian mikoriza pada awal

penanaman. Mikoriza berpotensi sebagai salah satu alternatif teknologi untuk

meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pemberian mikoriza mampu meningkatkan kemampuan

tanaman dalam beradaptasi terhadap lingkungan, baik dalam bentuk penyerapan

air maupun unsur hara karena mikoriza mampu meningkatkan kapasitas

penyerapan unsur hara serta berfungsi untuk meningkatkan produktivitas

tanaman. Mikoriza akan tumbuh pada akar tanaman selama tanaman tersebut

hidup, sehingga pemberiannya cukup satu kali seumur hidup tanaman

(Anggraini, 2012).

(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahanya dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah dengan pemangkasan di bawah 5 cm pada batang tanaman

mempengaruhi pertumbuhan padi ratoon?

2. Apakah pemberian mikoriza dengan berbagai dosis mempengaruhi

pertumbuhan pada tanaman padi ratoon?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti respon tanaman padi (Oryza sativa)

salibu/ratoon terhadap tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza pada

fase vegetatif.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dalam mempelajari pertumbuhan tanaman padi menggunakan

metode salibu/ ratoon dengan tinggi pemangkasan yang terbaik dan optimal

serta bagamana mikoriza memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman,

sehingga dari penelitian ini memungkinkan untuk mendapatkan pertumbuhan

yang terbaik pada tanaman padi dan pada akhirnya akan meningkatakan dan

memperkaya pengetahuan akan teknologi dalam upaya peningkatan kebutuhan

(14)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Tanaman Padi

Klasifikasi dari tanaman Padi Berdasarkan ilmu sistematis

tumbuh-tumbuhan (taksonomi). diklasifikasikan sebagi berikut (Steenis, 2005) :

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae,

Ordo : Poales,

Famili : Graminae

Genus : Oryza Linn

Species : Oryza sativa L.

B. Deskripsi tanaman padi

Tanaman padi (Oryza sativa) termasuk keluarga padi-padian atau

Poaceae. Tanaman ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : batangnya beruas-

ruas yang didalamnya berongga, tingginya 1 sampai 1,5 meter. Pada tiap buku

batang tumbuh daun yang berbentuk pita dan berpelepah, tulang daun sejajar,

helaian daun berbentuk garis, panjang 15-80 cm, kebanyakan dengan tepi kasar,

akarnya serabut. Malai panjang 15-40 cm, tumbuh ke atas ujung menggantung,

cabang malai kasar. Anak bulir sangat aneka ragam; tidak 5 berjarum, berjarum

pendek atau panjang, berjarum licin atau kasar, hijau ataucoklat, gundul atau

berambut; panjang 7-10 mm. Bunga majemuk dengan satuan bunga berupa

floret, floret tersusun dalam spikelet. Buah dan biji sulit dibedakan karena

merupakan bulir atau kariopsis. Pada waktu masak buah kuning rontok atau

tidak. Buah berbeda, kadang-kadang kaya pati, kadang-kadang kaya perekat

(15)

(ketan). Dipelihara atau liar ; kebanyakan di tempat yang basah atau rawa

tergantung pada batang lama, tunas ini bisa membelah atau bertunas lagi seperti

padi tanaman pindah biasa, inilah yang membuat pertumbuhan dan produksinya

sama atau lebih tinggi dibanding tanaman pertama. Padi salibu berbeda dengan

padi ratun, ratun adalah padi yang tumbuh dari batang sisa panen tanpa

dilakukan pemangkasan batang, tunas akan muncul pada buku paling atas,

suplay hara tetap dari batang lama. Bila dilihat dari sisi perbedaan antara

budidaya system ratoon dengan system konvensional (Tabel 1) terlihat

perbedaan yang sangat signifikan (Edirman, 2012).

Tabel 1. Perbandingan Budidaya Sistem Ratoon dengan Sistem Konvensional (Erdiman, 2012).

Parameter Ratoon Tanam Pindah

Panan sebelumnya Lebih awal 10 hari Biasa

Persiapan Lahan Penyemprotan Gulma

Penggenangan 2-3 hri Pemotongan batang sisa panen (7 hsp)

Pembersihan jerami sisa panen

Pengolahan Tanah Tidak ada Di bajak 2 kali

Persemaian Tidak ada Ada

Tanam Tidak ada Tanam pindah

Pemupukan Rekomendasi dan

ditingkatkan N 25-50%

Sesuai rekomendasi

Penjarangan Penyisipan Penjarangan/ penyisipan umur 20 hari

Ada, umur 25-30 hari

Penyiangan Lebih awal Standar OPT

Pemeliharaan Standart OPT Standar OPT

Umur Panen Lebih awal 20% dari

umur biasa

(16)

7

Pertumbuhan tunas setelah dipotong sangat dipengaruhi oleh

ketesrsedian air tanah, dan pada saat panen sebaiknya kondisi air tanah dalam

keadaan kapasitas lapang. Untuk mengimbangi kebutuhan unsur hara pada

masa pertumbuhan anakan padi salibu perlu pemupukan yang cukup, terutama

hara nitrogen (Surowinoto, 1980 dalam Edirman, 2012). Unsur nitrogen

merupakan komponen utama dalam sintesis protein, sehingga sangat dibutuhkan

pada fase vegetatif tanaman, khususnya dalam proses pembelahan sel.

Tanaman yang cukup mendapatkan nitrogen memperlihatkan daun yang hijau

tua dan lebar, fotosintesis berjalan dengan baik, unsur nitrogen adalah faktor

penting untuk produktivitas tanaman (Tisdale dan Nelson, 1990 dalam Edirman,

2012).

Menurut Susilowati (2011) Ratoon merupakan rumpun tanaman padi

yang tumbuh kembali menghasilkan anakan baru yang dapat dipanen jika

menghasilkan malai berisi. Keunggulan ratun ialah memberikan tambahan

produksi padi per musim tanam, hemat input produksi, biaya, tenaga, dan waktu

persiapan tanam. Varietas-varietas hibrida dan padi tipe baru (PTB) memiliki

keunggulan secara morfologi, fisiologi dan hasil. Kemampuan tunggul bekas

panen dalam menghasilkan tunas-tunas baru ratun perlu dievaluasi dari

genotipe-genotipe tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan

memperoleh genotipe padi dengan potensi ratun tinggi, sekaligus mendapatkan

paket teknologi pengelolaan ratoon dengan produksi tinggi.

Hasil penelitian Susilowati (2011) menunjukkan kemampuan

menghasilkan ratoon berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif tanaman

sebelum panen. Varietas padi tipe baru memiliki pertumbuhan vegetatif yang

lebih baik dan menghasilkan ratoon lebih tinggi dibandingkan galur-galur PTB

lainnya. Tunas-tunas ratoon mulai berkembang 2-7 hari setelah panen, dengan

jumlah 2-4 daun per batang.

(17)

D. Tinggi Pemangkasan

Menurut Chaunchan, (1985) dalam Alfandi (2006) Tinggi pemangkasan

batang menentukan jumlah mata tunas yang ada untuk pertumbuhan ulang,

maka tinggi pangkasan berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan ratoon

berbeda-beda. Percobaan pada padi PB 5 dan PB 8 kurang lebih 4 ruas dari

tanah, mata tunas akan tumbuh secara potensial. Disamping karena regenerasi

terjadi paling awal akan tumbuh lebih cepat dan akan masak lebih awal. Varietas

CH 10 menghasilkan gabah lebih banyak bila dipangkas 15 cm dari pada

dipangkas 30 cm atau tidak dipangkas.

Ketika batang padi dipotong waktu melakukan panen, maka kurang lebih

tiga hari kemudian pada ruas terdekat dari bekas pemotongan batang biasanya

akan muncul tunas baru. Munculnya tunas tersebut dipengaruhi oleh keadaan

suatu zat hormon dalam tubuh tanaman yang disebut dengan auksin. Zat yang

cenderung selalu bergerak menuju ke arah bagian ujung atau pucuk tanaman,

karena bagian ujungnya telah terpotong maka hormon tersebut tertumpuk pada

bagian luka bekas pemotongan dan merangsang pertumbuhan tunas baru

disekitar luka. Pergerakan air dari akar ke bagian ujung tanaman mengalami

proses berlawanan terhadap gaya grafitasi melalui pipa kapiler yang terdapat

di dalam batang dengan proses kapilaritas sehingga tunas yang baru terbentuk

di bagian ujung batang memperoleh air dan zat makanan lainnya dari akar,

sehingga tunas yang baru muncul menjadi lebih kerdil dibanding yang

(18)

9 Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

PMR: Rata-rata panjang malai per rumpun GB: Rata-rata jumlah gabah bernas per malai BH: Rata-rata jumlah butir hijau per malai JMR: Rata-rata jumlah malai per rumpun

Hasil penelitian Alfandi (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi ratoon

(dari permukaan tanah) maka semakin pendek malai dan semakin sedikit jumlah

malai yang dihasilkan (Tabel 2), demikian pila jumlah gabah bernas semakin

sedikit. Hal ini disebabkan pada pemangkasan batang terpanjang menyebabkan

pertumbuhan yang lebih cepat untuk mencapai masa generatif sehingga

menghasilkan malai yang pendek dan jumlah malai yang sedikit. Tetapi

sebaliknya pemangkasan yang terpendek (sisa 5 cm dari permukaan tanah)

menghasilkan panjang dan jumlah malai serta jumlah gabah bernas yang lebih

banyak dibandingkan dengan pemangkasan yang terpanjang. Hal ini disebabkan

tunas/anakan yang keluar berasal dari buku pertama dan ketiga sehingga

pertumbuhan vegetatifnya lebih optimum dan menghasilkan pertumbuhan

generatif lebih sempurna.

E. Fungi Mikoriza

Mikoriza adalah simbiosis antara fungi tanah dengan akar tanaman yang

memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah membantu meningkatkan status

(19)

hara tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, penyakit,

dan kondisi tidak menguntungkan lainnya. Terdapat dua macam mikoriza, yaitu

ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jamurnya menyelubungi

masing-masing cabang akar dalam selubung atau mantel hifa. Hifa-hifa itu hanya

menembus antarsel korteks akar. Pada endomikoriza, jamurnya tidak

membentuk suatu selubung luar tetapi hidup di dalam sel-sel akar (intraseluler)

dan membentuk hubungan langsung antar sel akar dan tanah sekitarnya (Rao,

1994).

Mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada

tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai

titik awal sejarah mikoriza. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah

suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang

saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan satu

atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari

asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang

sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun

penyebaranya. Mikoriza tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan

dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis

tumbuhan yang ada.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Musfal (2010), banyak manfaat

yang diberikan oleh Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA), antara lain

meningkatkan serapan P oleh tanaman, bobot kering tanaman, dan hasil pipilan

kering jagung. Aplikasi CMA juga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk

hingga 50%. Penggunaan CMA tidak mencemari lingkungan, bahkan dalam

jangka panjang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah serta berguna

sebagai bioremediasi lingkungan. CMA berpotensi untuk dikembangkan karena

(20)

11

lapangan sangat mudah dilakukan oleh petani tanpa perlu tanaman inang dan

perlakuan yang khusus.

Tabel 3. Pengaruh Mikoriza Terhadap Komponen Hasil (Syamsiyah, 2008).

sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%.

Hasil penelitian Syamsiyah (2008) Inokulasi mikoriza secara nyata

meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 16,49%, panjang malai sebesar

6,92%, jumlah gabah isi sebesar 17,45% (Tabel 3).

F. Proses Infeksi Mikoriza

Menurut Talanca dan Adnan (2005), terjadinya infeksi mikoriza pada akar

tanaman melalui beberapa tahap, yakni :

1. Pra infeksi. Spora dari mikoriza benrkecambah membentuk appressoria.

2. Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada akar tanaman.

3. Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa tumbuh secara intra

selluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah penetrasi. Arbuskula

percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel.

Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan

pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa

cendawan mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana

vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan

hifa.

4. Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat tiga fase:

a. Fase awal dimana saat infeksi primer.

(21)

b. Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya dalam

akar lebih cepat .

c. Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.

5. Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari

akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur cendawan disebut

hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah,

dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifa eksternal tidak bersepta dan

membentuk percabangan dikotom.

Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat

dikelompokan menjadi Ektomikoriza (jamur yang menginfeksi tidak masuk ke

dalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan

korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang), Endomikoriza (Jamur

yang menginfeksi masuk ke dalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi

tidak membesar)

(Rao, 1994)

. Peranan penting mikoriza dalam pertumbuhan

tanaman adalah kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik makro

maupun mikro. Selain itu akar yang mempunyai mikoriza dapat menyerap unsur

hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal

pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah

menjadi senyawa polifosfat (Intan, 2007).

G. Hipotesis

- Diduga terdapat interaksi kombinasi antara perlakuan pemangkasan 1 cm

dengan pemberian mikoriza 7,5 gram yang signifikan dalam fase

vegetatif.

- Diduga perlakuan pemangkasan pada sistem padi ratoon pada tinggi

pemangkasan 1 cm dari permukaan tanah memperoleh hasil yang paling

(22)

13

- Diduga dalam perlakuan dosis pemberian mikoriza, dosis tertinggi dengan

pemberian 7,5 gram akan memberikan pengaruh yang lebih besar

terhadap padi sistem ratoon.

(23)

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di lahan petani yang terletak di Desa Ganung Kidul,

Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk dengan ketinggian tempat 300 m dpl.

Penelitian dilaksanakan mulai November 2013 sampai dengan Januari 2014.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cangkul, sabit, mesin

pompa air, selang plastik, timbangan, plastik dan ember,. Sedangkan bahan

yang digunakan adalah bekas panen padi Ciherang, KCl, mikoriza.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang disusun berdasarkan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor dan diulang 3 kali

(Gambar 1).

Faktor I, tinggi pemangkasan (P) terdiri dari 3 level:

- P1: dipangkas dengan tinggi 1 cm dari permukaan tanah

- P2: dipangkas dengan tinggi 3 cm dari permukaan tanah

- P3: dipangkas dengan tinggi 5 cm dari permukaan tanah

Faktor II, dosis mikoriza (M) terdiri dari 4 level:

- M0: tanpa pemberian mikoriza

- M1: pemberian mikoriza dengan dosis 2,5 gram per rumpun

- M2: pemberian mikoriza dengan dosis 5 gram per rumpun

- M3: pemberian mikoriza dengan dosis 7,5 gram per rumpun

Terdapat 12 perlakuan kombinasi yaitu:

P1M0 P1M2 P2M0 P2M2 P3M0 P3M2

(24)

15

(25)

D. Pelaksanaan

1. Menjaga Kelembaban Tanah

Pada kondisi lahan sawah yang terlalu kering, segera setelah padi di

panen lahan digenangi air setinggi ± 5 cm selama 2-3 hari, kemudian saluran

pembuangan air dilepas kembali. Tujuannya adalah untuk menjaga kelembapan

tanah dan menghindari agar batang padi yang masih berdiri tidak mati

kekeringan.

2. Pemangkasan Batang Jerami

Sebelum melakukan pemangkasan batang, pupuk kandang diberikan

pada lahan terlebih dahulu dengan kebutuhan 1 ton/ha. Pemangkasan dilakukan

dengan tinggi yang berbeda sesuai perlakuan yaitu 1 cm dari permukaan tanah,

3 cm dari permukaan tanah, 5 cm dari permukaan tanah. Selanjutnya

pemangkasan dilakukan pada pangkal batang menggunakan sabit dengan

ketinggian sesuai dengan perlakuan yang direncanakan yaitu 1cm dari

permukaan tanah, 3 cm dari permukaan tanah, dan 5 cm dari permukaan tanah.

Setelah selesai melakukan pemotongan maka semua jerami baik sisa

pemanenan ataupun bekas pemotongan batang ditabur merata di permukaan

lahan. Tunggul padi tidak ada yang tertutup oleh tumpukan jerami, kalau itu

terjadi maka tunas baru tidak akan tumbuh.

3. Pemberian Mikoriza

Pemberian mikoriza dilakukan pada saat sehari setelah pemangkasan

sudah selesai dengan dosis perlakuan yang sudah ditentukan yaitu tanpa

pemberian mikoriza. 2,5 gram perumpun, 5 grm perumpun, 7,5 gram perumpun.

Mikoriza ditaburkan pada merata pada sekitar tanaman sesuai dengan

(26)

17

4. Pemupukan

Pemupkan ditujukan untuk merangsang pertumbuhan maka kurang lebih

dua minggu setelah pemotongan pangkal batang atau setelah sebagian besar

tunas muncul ke permukaan maka dilakukan pemupukan dengan cara

menaburkan pupuk Urea diantara rumpun padi secara merata sebanyak 150 kg/

ha. Untuk menjaga pertumbuhan dan ketersediaan air maka pertahankan kondisi

air di permukaan lahan dalam keadaan lembab tidak tergenang.

5. Pengairan

Penelitian ini pelaksanaanya pada waktu musim kemarau sehingga

mengairi lahan setiap hari untuk menjaga kebutuhan air dari tanaman itu sendiri

akan tetapi tidak sampai menggenang.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tidak ada masa berat antara satu daur

hidup tanaman dengan daur hidup berikutnya maka penerapan sistem budidaya

padi ratoon akan lebih rentan terhadap berbagai kemungkinan serangan hama

dan penyakit.

E. Pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengamatan vegetatif

yang meliputi:

1. Panjang Tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur dari permukaan tanah sampai bagian tanaman

terpanjang, mulai diukur seminggu setelah pemangkasan dengan interval 7 hari

setelah pemangkasan selama 30 hari setelah pemangkasan.

(27)

2. Jumlah Tanaman per Rumpun

Penghitungan jumlah tanaman per rumpun, melihat pada bagian sekitar

atau dekat dengan tunggul atau tanaman yang sudah tumbuh bila terlihat

munculnya tunas anakan baru yang di tandai munculnya 1-2 daun pada sela-sela

tanaman.

3. Berat Kering Tanaman (g)

Mengukur berat kering dengan mengambil tanaman dari lahan percobaan

untuk selanjutnya di oven pada suhu 80°C selama 2 hari (48 jam) sampai

mendapatkan berat yang konstan. Tanaman yang sudah kering diukur dengan

timbangan digital.

F. Analisa Data

Analisa data menggunakan Anova (Analisa variansi) ganda

(Sastrosupadi, 2000) dengan kriteria pengujian yaitu:

F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak

F hitung ≤ F tabel, mako Ho diterima

Jika hasil analisa menunjukan F hitung > tabel dianjurkan uji perbandingan

(28)

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Jumlah Tanaman Per Rumpun

Interaksi antara perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis mikoriza

menunjukan perlakuan kombinasi P1M3 lebih banyak jumlah tanaman per

rumpunya dibandingkan dengan kombinasi lainya.

Interaksi perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza

dengan rata-rata sebagai berikut (Tabel 4):

Tabel 4. Interaksi Antara Pemangkasan dan Dosis Mikoriza Terhadap Jumlah Tanaman Per Rumpun 4 MSP (Minggu Setelah Pemangkasan)

Perlakuan Rat a-rata

P1M 0 (pemangkasan 1 cm dan tanpa mikoriza) 10,8 ef P1M 1 (pemangkasan 1 cm dan 2,5 g mikoriza) 12,1 fg P1M 2 (pemangkasan 1 cm dan 5 g mikoriza) 13,9 h P1M 3 (pemangkasan 1 cm dan 7,5 g mikoriza) 17,1 i P2M 0 (pemangkasan 3 cm dan tanpa mikoriza) 9,2 bcd P2M 1 (pemangkasan 3 cm dan 2,5 g mikoriza) 10,8 ef berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.

tn = Tidak Nyata

Pemangkasan secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap

peningkatan jumlah tanaman per rumpun (Tabel lampiran 1). Penerapan

pemangkasan yaitu (P1, P2, P3) pada penelitian ini meningkatkan jumlah

tanaman per rumpun pada tiap minggunya, pada pengamatan minggu jumlah

tanaman per rumpun pada setiap perlakuan belum terjadi interaksi sama sekali

(29)

sehingga pada pengamatan awal minggu pertama tidak berpengaruh nyata, akan

tetapi mulai dari minggu kedua sampai minggu keempat terjadi interaksi yang

cukup berbeda nyata dari setiap perlakuan pemangkasan, hasilnya P1

mempunyai jumlah tanaman per rumpun paling banyak dari P2 yaitu dengan

jumlah tanaman per rumpun minggu terakhir rata-rata 13,5 sedangkan P2

mempunyai rata-rata jumlah tanaman pr rumpun pada minggu terakhir 10,95

yang dimana jumlah jumlah tanaman per rumpun dari P2 ini lebih besar dari P3

yaitu dengan jumlah rata-rata tanaman per rumpun 8,88 (Gambar 2).

Gambar 2: Pengaruh Tinggi Pemangkasan terhadap Jumlah Tanaman per Rumpun.

Mikoriza secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap

peningkatan jumlah tanaman per rumpun (Tabel lampiran 4). Penerapan

pemangkasan yaitu (M0, M1, M2, M3) pada penelitian ini meningkatkan jumlah

anakan pada tiap minggunya, pada pengamatan minggu jumlah tanaman per

rumpun pada setiap perlakuan belum terjadi interaksi sama sekali sehingga pada

pengamatan awal minggu pertama tidak berpengaruh nyata, akan tetapi mulai

dari minggu kedua sampai minggu keempat terjadi interaksi yang cukup berbeda

nyata dari setiap perlakuan pemangkasan, hasilnya M3 mempunyai jumlah

tanaman per rumpun paling banyak dari M2 yaitu dengan jumlah tanaman per

rumpun minggu terakhir rata-rata 13,4 sedangkan M2 mempunyai rata-rata

(30)

21

tanaman per rumpun dari M2 ini lebih besar dari M1 yaitu dengan jumlah

rata-rata anakan 10,6 dan lebih besar dari M0 9,02 (Gambar 3).

Gambar 3: Pengaruh Dosis Pemberian Mikoriza

Perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza dengan

rata-rata jumlah tanaman per rumpun sebagai berikut (Tabel 5):

Tabel 5. Rata-rata Jumlah Tanaman per rumpun pada Umur 1 - 3 Minggu Setelah Pemangkasan, Pengaruh Perlakuan Pemankasan (P) dan Dosis Pemberian Mikoriza (M).

Perlakuan

1 MSP 2 MSP 3 MSP

Pemangkasan

P1 (pemangkasan 1 cm) 5,82 8,83 ab 12,15 c

P2 (pemangkasan 3 cm) 6,28 8,28 ab 10,28 b

P3 (pemangkasan 5 cm) 5,37 6,33 a 7,60 a

BNJ 5% tn 1,44 1,18

Dosis Mikoriza

M0 (tanpa mikoriza) 4,89 6,11 a 7,98 a

M1 (dosis mikoriza 2,5 g) 6,36 8,18 b 9,73 b

M2 (dosis mikoriza 5 g) 6,51 8,31 bc 10,73 bc

M3 (dosis mikoriza 7,5 g) 5,53 8,67 bc 11,60 c

BNJ 5% tn 1,84 1,51

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata dan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.

tn = Tidak Nyata

MSP = Minggu Setelah Pemangkasan

(31)

2. Panjang Tanaman

Perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis mikoriza menunjukan tidak ada

interaksi antar perlakuan kombinasi.

Pemangkasan secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap

peningkatan panjang tanaman (Tabel lampiran 1-4). Penerapan pemangkasan

yaitu (P1, P2, P3) pada penelitian ini meningkatkan Panjang tanaman pada tiap

minggunya, hasilnya P3 mempunyai panjang tanaman paling banyak dari P2

yaitu dengan jumlah anakan minggu terakhir rata-rata 36,7 sedangkan P2

mempunyai rata-rata jumlah anakan pada minggu terakhir 31,83 yang dimana

jumlah anakan dari P2 ini lebih besar dari P1 yaitu dengan panjang rata-rata

tanaman 29,27.

Mikoriza secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap peningkatan

panjang tanaman (Tabel lampiran). Penerapan Mikoriza yaitu (M0, M1, M2, M3)

pada penelitian ini meningkatkan Panjang tanaman pada tiap minggunya,

hasilnya M3 mempunyai panjang tanaman paling banyak dari M2 yaitu dengan

panjang tanaman minggu terakhir rata-rata 36 cm sedangkan M2 mempunyai

rata-rata jumlah anakan pada minggu terakhir 34,2 cm yang dimana jumlah

anakan dari M2 ini lebih besar dari M1 yaitu dengan panjang rata-rata tanaman

(32)

23

Tabel 6. Rata-rata Panjang Tanaman (cm) pada Umur 1 - 4 Minggu Setelah Pemangkasan oleh Pengaruh Perlakuan Pemankasan (P) dan Dosis Pemberian Mikoriza (M). berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.

tn = Tidak Nyata

MSP = Minggu Setelah Pemangkasan

3. Berat Kering Tanaman

Pemangkasan berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman seperti

yang dapat dilihat dari lampiran tabel. Pada pemangkasan P1 menunjukan

bahwa berat kering tanaman dengan rata-rata 7,39 gram per rumpun, lebih berat

dari P2 dengan berat 6,51 gram per rumpun dan rata-rata P2 lebih berat dengan

P3 yaitu dengan rata-rata 5,99 gram per rumpun.

Pemberian dosis mikoriza berpengaruh nyata terhadap berat kering

tanaman berdasarkan pada (Tabel 7). Dosis pemberian mikoriza M3 mempunyai

berat kering tanaman yang lebih besar dibandingkan dengan M2 yaitu dengan

rata-rata 7,78 gram per rumpun, M2 memiliki berat kering rata-rata 6, 86 gram

per rumpun dan lebih berat dengan M1 yaitu dengan rata-rata 6,43 gram per

rumpun sedangkan M0 dengan berat rata-rata 5,45 gram per rumpun.

(33)

Tabel 7. Rata-rata berat kering (gram) pada Umur 1 - 4 Minggu Setelah Pemangkasan oleh Pengaruh Perlakuan Pemankasan (P) dan Dosis Pemberian Mikoriza. berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.

tn = Tidak Nyata

B. Pembahasan

Interaksi antara pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza sebagian

besar dari perlakuan tidak menunjukan hasil adanya interaksi akan tetapi pada

parameter jumlah tanaman per rumpun di minggu ke empat menunjukan adanya

interaksi (Tabel Lampiran 4).

Jumlah tanaman per rumpun pada hasil percobaan menunjukan berbeda

nyata dilihat dari uji sidik ragam dan Pemangkasan pada sistem ratoon ini

memberikan kontribusi besar dalam tumbuhnya jumlah tanaman pada setiap

rumpun, dari hasil menunjukan pemangkasan dengan tinggi 1 cm memperoleh

jumlah tanaman per rumpun yang cukup besar dibandingkan dengan 3 cm dan 5

cm, ini disebabkan tunas yang tumbuh dari buku-buku batang pada P1 sudah

menyentuh tanah sehingga akar dapat cepat keluar dari ruas batang tersebut

sehingga tidak hanya mendapatkan unsur hara dari perakaran lama akan tetapi

(34)

25

rumpun lebih banyak dibandingkan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan dengan

pemangkasan semakin tinggi, tunas yang tumbuh dari buku batang sulit

mencapai permukaan tanah (Gambar 4).

Gambar 4: Pengaruh Pemangkasan Terhadap Jumlah Tanaman

Akan tetapi pertumbuhan dan panjang tanaman pada perlakuan P3

mengalami percepatan pertumbuhan yang lebih cepat dari perlakuan lainya,

jumlah unsur hara yang terambil oleh tanaman hanya diserap oleh beberapa

anakan sehingga pertumbuhan anakan yang sedikit itu mendapatakan asupan

hara yang tinggi, selain itu oleh ini masih adanya pengaruh dari tanaman

sebelumnya dan beregenerasi sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari P1

(Gambar 5).

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00

mgg1 mm g2 mgg3 mgg4

p1

p2

p3

(35)

Gambar 5: Pengaruh Pemangkasan Terhadap Panjang Tanaman

Gambar 6: Pengaruh Pemangkasan Terhadap Berat Kering

Tingginya batang yang dipotong menentukan jumlah tunas yang akan

tumbuh, ini merupakan efek dari tingginya pemotongan batang padi dan jumlah

ruas/buku karena padi ratoon tergantung pada tunas batang jerami yang tidak

aktif agar tetap dapat hidup. Pada IR 5 dan IR 8 setiap 4 ruas dari atas tanah

memiliki tunas dengan pertumbuhan kembali yang potensial. Tanaman dari ruas

yang lebih tinggi akan beregenerasi lebih cepat, tumbuh lebih awal dan panen

labih awal (Prashar, 1970 dalam Alfandi, 2006).

(36)

27

Pemangkasan batang untuk merangsang tumbuhnya tunas dan akar baru

sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah anakan dan jumlah daun

tanaman. Menghilangkan batang dan daun tua berarti menghilangkan sumber

auksin dan dengan demikian pertumbuhan tunas baru akan terbentuk begitu juga

akarnya, mengingat fungsi auksin dapat menghambat pertumbuhan tunas dan

dapat menstimulir pertumbuhan akar baik panjang maupun jumlahnya (Zaenal,

1993).

Mikoriza secara keseluruhan berdasarkan hasil uji sidik ragam semakin

tinggi dosis yang diberikan maka hasil yang diperoleh dalam setiap perlakuan

akan menunjukan perbedaan yang signifikan (Gamabar 8) dan yang mempunyai

pertumbuhan maksimal pada perlakuan M3 (Gambar 7).

Gambar 9: Pengaruh Mikoriza Terhadap Panjang Tanaman

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

mgg1 mgg2 mgg3 mgg4

M 0

M 1

M 2

M 3

(37)

Gambar 8: Pengaruh Mikoriza Terhadap Jumlah Tanaman Per Rumpun

Berdasarkan hasil dari uji sidik ragam berat kering menunjukan semakin

tinggi dosis mikoriza yaitu dosis mikoriza 7,5 gram, maka berat kering tanaman

semakin tinggi sehingga dosis dengan 7,5 gram per rumpun belum tentu

merupakan dosis yang paling optimal pada karena masih bersifat linier dan

dimungkinkan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk memastikan hasil optimal

dari dosis pemberian mikoriza (Gambar 11)

Gambar 11: Pengaruh Mikoriza Terhadap Berat kering

(38)

29

Seperti pernyataan Syamsiyah (2008) dalam penelitianya mikoriza

meningkatkan pertumbuhan Vegetatif (tinggi tanaman 4%, dan Jumlah anakan

22%) dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza.

Akan tetapi pada minggu-minggu awal pengaplikasian belum menunjukan

perbedaan dari setiap perlakuan terutama pada pengamatan jumlah anakan

karena spora mikoriza belum sepenuhnya bersimbiosis dengan akar tanaman.

Seperti yang dikemukaan oleh Fauara (1988) dalam Syamsiyah (2008) spora

cendawan masih mengalami perkecambahan pada awal pertumbuhan tanaman.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1. Interaksi antara perlakuan pemangkasan dan pemberian dosis mikoriza

tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang, berat kering, dan

kadar air tanaman tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan

pada minggu ke empat pada pemangkasan 1 cm dengan pemberian

mikoriza dengan dosis tertinggi 7,5 gram memberikan hasil yang lebih

baik.

2. Tinggi pemangkasan sangat mempengaruhi dalam budidaya padi sistem

ratoon khususnya pada fase vegetatif, semakin tinggi pemangkasan

maka jumlah anakan maka semakin sedikit akan tetapi pertumbuhan

sangat cepat dan kemungkinan besar masa panen akan lebih cepat

dengan jumlah anakan yang tidak banyak. Pada perlakuan P1 dengan

pemangkasan 1 cm menunjukan hasil yang paling tinggi pada beberapa

parameter.

3. Mikoriza berpengaruh nyata terhadap semua parameter perlakuan yang

ada, perlakuan M3 dengan dosis mikoriza 7,5 gram per rumpun

merupakan hasil terbaik dari semua perlakuan dosis mikoriza dan

dimungkinkan perlakuan dosis mikoriza dapat ditingkatkan karena bersifat

linier terhadap semua parameter pengamatan.

2. Saran

Dalam budidaya tanaman padi sistem ratoon, sebaiknya tanaman

dipangkas 1cm dari permukaan tanah dan untuk dosis pemberian mikoriza

sebaiknya dengan dosis 7,5 gram, dosis tersebut masih bersifat linier dan

dimungkinkan untuk dilakukan penambahan dosis dan perlu dilakukan penelitian

(40)

31

DAFTAR PUSTAKA

Alfandi. 2006. Pengaruh Tinggi Pemangkasan (Ratoon ) dan Pupuk Nitrogen Terhadap Produksi Padi (Oryza sativa L.) Kultivar Ciherang. Hal 3-4

Andoko, A. 2010. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anggarini A.M. 2012. Pengaruh Mikoriza Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sorgum Manis (sorghum bicolor l. Moench) Pada Tunggul Pertama dan Kedua. Hal 3.

Edirman. 2012.

Teknologi Salibu Meningkatkan Produktivitas Lahan (3-6 Ton/Ha/Tahun) Dan Pendapatan Petani (Rp.15-25 Juta/Tahun). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumtera Barat. Hal 5.

Harminto S. 2003. Biologi Umum, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.

Intan R.D.A. 2007. Peran, Prospek Dan Kendala Dalam Pemanfaatan Endomikoriza

Juliadi N. 2013. Aplikasi Budidaya Padi Salibu I (satu) dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Padi Sawah (Oryza sativa l.) Di Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar. Hal 2.

Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil

Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera

Utara.

Nuhamara, S.T., 1994. Peranan Mikoriza Untuk Reklamasi Lahan Kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.

Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 117

Rao, N.S Su., 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.

Sastrosupadi A, Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Syamsiyah S., 2008 Respon Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) Terhadap Stres Air dan Inokulasi Mikoriza. Hal 32.

Susilowati. 2011. Agronomi Ratun Genotipe-genotipe Padi Potensial Untuk Lahan Pasang Surut. Hal 12.

Talanca A.H dan Adnan A.M. 2005. Mikoriza Dan Manfaatnya Pada Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 312.

Wulandari A. 2011. Efek Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada

Tanaman Leguminosa Merambat dalam Kondisi Cekaman

Kekeringan.

(41)

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Budidaya Sistem Ratoon dengan Sistem Konvensional (Erdiman, 2012)
Tabel 2. Pengaruh Tinggi Pemangkasan Batang Padi dan Dosis Pupuk Urea Terhadap Panjang Malai (cm), Jumlah Malai per Rumpun (buah),  Jumlah Gabah Bernas Per Malai (butir) dan Jumlah Butir Hijau per Malai (butir) (Alfandi, 2006)
Tabel 3. Pengaruh Mikoriza Terhadap Komponen Hasil (Syamsiyah, 2008).
Tabel 4. Interaksi Antara Pemangkasan dan Dosis Mikoriza Terhadap Jumlah Tanaman Per Rumpun 4 MSP (Minggu Setelah Pemangkasan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batuan dicirikan dengan semakin banyaknya komponen intraklas yang berupa kepingan batugamping terumbu koral-ganggang-bryozoa, batugamping bioklastika, dan batugamping

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia, nikmat dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ Penggunaan Zeolit dan Pupuk

Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah untuk membangun sebuah Aplikasi Pendataan Pelatihan Manajemen Kepegawaian pada Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang ini yang

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Apliakasi Sensor Ultrasonik pada Rancang Bangun

Justeru itu, UTM telah mengambil langkah dengan memantapkan dan membangunkan pelajar yang tinggal di kolej kediaman kerana beranggapan kehidupan di asrama atau

Padahal bangsa Indonesia mengaut kemandirian dalam mengelola semua sumber daya alam, 67 sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 UUD 1945 berbunyi: “Bumi, air

secara sengaja mendorong seseorang ke jalur bus yang tengah lewat. Beberapa contoh lain adalah tindakan membakar stasiun pompa bensin atau meledakkan gudang

Artikel Pendidikan Seks Remaja ( Analisis Wacana Kritis Artikel Seksualitas Majalah Hai Edisi 1995-2004) Muria Endah Sokowati Kualit atif Media massa Media Cetak