RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA
PADA FASE VEGETATIF
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur
Disusun Oleh :
NYOTO WASIS
NPM : 1025010036
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA
PADA FASE VEGETATIF
Dipersiapkan dan Disusun oleh :
NYOTO WASIS NPM : 1025010036
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional
“ Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 20 Januari 2014
Telah disetujui oleh :
Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. NIP 19620205 198703 1005
Ketua Program Studi
4. Ir. Djarwatiningsih MP.
RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA
PADA FASE VEGETATIF
Dipersiapkan dan Disusun oleh :
NYOTO WASIS NPM : 1025010036
Tanggal : ... 2014
Telah direvisi oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. Juli Santoso P, MP Ir. Hadi Suhardjono, MTP
NIP. 195907091988031001 NIP. 196312021990031002
Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroteknologi
Ir. Mulyadi, MS.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis serta shalawat dan salam semoga
terlimpah atas junjungan kita nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Proposal penelitian yang berjudul “Respon
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Sistem Ratoon Terhadap Tinggi
Pemangkasan dan Pemberian Dosis Mkoiza’’.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan
gelar sarjana Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dan selesai dengan baik tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, melalui tulisan ini
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:
1.
Dr. Ir. Juli Santoso P, MP selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir, HadiSuhardjono, MTP selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang dengan
segala bimbingan, perhatian dan kesabaran mulai dari awal hingga akhir
dalam penyusunan proposal ini.
2.
Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS Selaku Dekan Fakultas Pertanian UniversitasPembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Ir. Mulyadi. MS , Selaku Ketua Program Studi Agroteknologi FakultasPertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ayah dan Ibu serta kakak dan adiku tercinta yang telah susah payahmendidik penulis hingga sekarang dan memberikan dukungan baik moril
5.
Teman-teman seangkatan yang selalu membantu dan saling memberikanpengarahan sehingga proposal ini dapat terselesaikan.
6.
Semua pihak yang sengaja ataupun tidak sengaja memberikan bantuandalam penyusunan proposal penelitian ini.
Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan, limpahan, berkah,
rahmat dan karunia-Nya, Amien.
Surabaya, Januari 2014.
SURAT PERNYATAAN
Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan
Permendiknas No. 17 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 1 tentang Plagiatisme.
Maka saya sebagai penulis skripsi dengan judul:
Respon Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Sistem Ratoon Terhadap Tinggi
Pemangkasan dan Pemberian Dosis Mkoiza
Menyatakan bahwa skripsi tersebut diatas bebas dari Plagiatisme.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
saya sanggup mempertanggungjawabkan sesuai dengan hukum dan
perundangan yang berlaku.
Surabaya, Februari 2014
Yang membuat pernyataan
Nyoto Wasis NPM. 1025010036
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 3
D. Manfaat Penelitian... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA... 5
A. Klasifikasi Tanaman Padi ... 5
B. Deskripsi Tanaman Padi... 5
C. Tanaman Padi Ratoon/Salibu ... 6
D. Tinggi Pemangkasan ... 8
E. Fungi Mikoriza ... 9
F. Proses Infeksi Mikoriza ... 11
G. Hipotesis ... 12
III. METODOLOGI ... 13
A. Waktu dan Tempat ... 14
B. Alat dan Bahan ... 14
C.
Metode Penelitian
... 14D. Pelaksanaan ... 16
E. Pengamatan ... 17
F. Analisa Data ... 18
ii
A. Hasil ... 19
1. Jumlah Anakan... 19
2. Panjang Tanaman ... 22
3. Berat Kering Tanaman ... 24
B. Pembahasan ... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
A. Kesimpulan ... 30
B. Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
LAMPIRAN ... 33
RESPON TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SISTEM RATOON TERHADAP TINGGI PEMANGKASAN DAN DOSIS PEMBERIAN MIKORIZA PADA FASE
VEGETATIF
Nyoto Wasis. NPM 1025010036. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Juli Santoso P., MP dan Ir. Hadi Suhardjono, MTP. Fakultas Pertanian UPN “ VETERAN” Jawa
Timur
ABSTRAK
Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat dan tidak diimbangi dengan bertambahnya lahan pertanian untuk meningkatkan kebutuhan akan pangan, maka dapat dipastikan kebutuhan akan pangan untuk masyarakat khususnya beras yang berasal dari tanaman padi ini akan berbanding terbalik dengan luasnya lahan yang semakin berkurang sehingga dibutuhkan suatu inovasi teknologi untuk dapat menunjang akan kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti respon tanaman padi (Oryza sativa) salibu/ratoon terhadap tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza pada fase vegetatif. Interaksi antara perlakuan pemangkasan dan pemberian dosis mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang, berat kering, dan kadar air tanaman tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada minggu ke empat pada pemangkasan 1 cm dengan pemberian mikoriza dengan dosis tertinggi 7,5 gram memberikan hasil yang lebih baik. Tinggi pemangkasan sangat mempengaruhi dalam budidaya padi sistem ratoon khususnya pada fase vegetatif, semakin tinggi pemangkasan maka jumlah anakan maka semakin sedikit akan tetapi pertumbuhan sangat cepat dan kemungkinan besar masa panen akan lebih cepat dengan jumlah anakan yang tidak banyak. Pada perlakuan P1 dengan pemangkasan 1 cm menunjukan hasil yang paling tinggi pada beberapa parameter. Mikoriza berpengaruh nyata terhadap semua parameter perlakuan yang ada, perlakuan M3 dengan dosis mikoriza 7,5 gram per rumpun merupakan hasil terbaik dari semua perlakuan dosis mikoriza dan dimungkinkan perlakuan dosis mikoriza dapat ditingkatkan karena bersifat linier terhadap semua parameter pengamatan. Dalam budidaya tanaman padi sistem ratoon, sebaiknya tanaman dipangkas 1cm dari permukaan tanah dan untuk dosis pemberian mikoriza sebaiknya dengan dosis 7,5 gram, dosis tersebut masih bersifat linier dan dimungkinkan untuk dilakukan penambahan dosis dan perlu dilakukan penelitian dengan meningkatkan dosis mikoriza.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang sangat penting
keberadaannya di Indonesia karena beras yang dihasilkan merupakan sumber
makanan pokok dan bahkan bagi separoh penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta
jiwa dari 3 milyar penduduk Asia termasuk 200 juta penduduk Indonesia,
menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara di Afrika dan
Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar, 100 juta diantaranya pun
hidup dari beras. Oleh karena itu, di Negara-negara Asia beras memiliki nilai
ekonomis sangat berarti. Oleh karena itu padi dapat mempengaruhi kestabilan
politik, ekonomi dan pertanian negara, serta mempengaruhi biaya kerja dan
harga bahan lainnya (Andoko, 2010).
Padi merupakan komponen utama dalam sistem ketahanan pangan
nasional. Rata-rata peningkatan produksi padi nasional beberapa tahun terakhir
masih rendah, yaitu 2.2 - 2.3 persen per tahun. Berdasarkan angka ramalan III
bulan November 2010, produksi padi nasional tahun 2010 meningkat hingga 2.5
persen dan diprediksi mencapai 65.9 juta ton gabah kering giling (GKG), atau
setara dengan beras sebanyak 36.9 juta ton (Suswono 2010). Berdasarkan
angka tetap tahun 2009 produktivitas padi nasional 4.99 t/ha GKG (BPS 2010).
Padahal dengan laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 1.49% dan laju
konsumsi beras nasional 1.34% per tahun, rata-rata produktivitas padi nasional
seharusnya minimal 6.0 t/ha (Makarim dan Suhartatik 2006; Suswono 2010,
dalam Susilowati, 2011).
Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat dan tidak
diimbangi dengan bertambahnya lahan pertanian untuk meningkatkan kebutuhan
akan pangan, maka dapat dipastikan kebutuhan akan pangan untuk masyarakat
khususnya beras yang berasal dari tanaman padi ini akan berbanding terbalik
dengan luasnya lahan yang semakin berkurang sehingga dibutuhkan suatu
inovasi teknologi untuk dapat menunjang akan kebutuhan pangan yang semakin
meningkat.
Di tengah rumitnya upaya peningkatan produksi padi ternyata di
Kabupaten Tanah Datar ada suatu inovasi teknologi sejak tahun 2007 telah
dikembangkan oleh masyarakat dan sangat mudah dilaksanakan. Inovasi
tersebut adalah Teknologi Padi Salibu atau ratoon dengan teknik yang sudah
diperbaharui dari system ratoon sebelumnya, namun yang menjadi
permasalahan bahwa kebanyakan petani masih belum mau menerapkan
teknologi tersebut karena petani masih percaya dengan teknologi tradisional
(cara lama) yang selalu dilakukan setiap periode tanam, sehingga para penyuluh
pertanian maupun badan pertanian setempat sulit untuk memberikan sosialisasi
mengenai padi salibu ini. Padi salibu merupakan sebutan oleh masyarakat
Minangkabau terhadap tunas padi yang tumbuh setelah batangnya dipotong
ketika dipanen. Di daerah lain orang menyebutnya padi suli, padi berlanjut, ratun
atau singgang (Jawa) atau turiang(Sunda) dan lain-lain sesuai bahasa daerah
masing-masing. Selama ini padi salibu hanya dijadikan hijauan makananan
ternak, karena gabah yang dihasilkan tidak menguntungkan secara ekonomis
(Juliadi, 2013).
Budidaya padi salibu adalah salah satu inovasi teknologi untuk memacu
produktivitas/ peningkatan produksi. Pada budidaya padi salibu ada beberapa
faktor yang berpengaruh antara lain; 1) tinggi pemotongan batang sisa panen, 2)
varietas, 3) kondisi air tanah setelah panen, dan 4) pemupukan (Edirman, 2012).
Berdasarkan penelitian Alfandi (2006) menyimpulkan ratoon padi sawah cukup
potensial untuk meningkatkan produksi padi khususnya pada daerah yang
3
permukaan tanah dapat dilakukan pada budidaya padi ratoon akan tetapi perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut pada musim yang berbeda dan terutama tinggi
pemangkasan lebih rendah dari 5 cm, karena hubunganya masih bersifat linier.
Keberadaan cendawan dalam tanah ada yang bermanfaat, juga tidak
bermanfaat, bahkan menjadi masalah pada tanaman. Dalam lingkungan tumbuh
tanaman (Rhizosfer) terdapat komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik
seperti cendawan, bakteri, dan nematoda, ada yang dapat dimanfaatkan untuk
pengendalian tanaman, juga untuk membantu penyerapan unsur hara dan air,
dalam tanah. Salah satunya adalah cendawan mikoriza, yang diketahui dapat
berassosiasi dengan akar tanaman, sehingga dapat membantu dalam hal
penyerapan unsur hara dan air (Talanca dan Adnan, 2005).
Usaha meningkatkan kemampuan tanaman agar lebih dapat beradaptasi
terhadap lingkungannya dapat dilakukan dengan pemberian mikoriza pada awal
penanaman. Mikoriza berpotensi sebagai salah satu alternatif teknologi untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian mikoriza mampu meningkatkan kemampuan
tanaman dalam beradaptasi terhadap lingkungan, baik dalam bentuk penyerapan
air maupun unsur hara karena mikoriza mampu meningkatkan kapasitas
penyerapan unsur hara serta berfungsi untuk meningkatkan produktivitas
tanaman. Mikoriza akan tumbuh pada akar tanaman selama tanaman tersebut
hidup, sehingga pemberiannya cukup satu kali seumur hidup tanaman
(Anggraini, 2012).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahanya dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah dengan pemangkasan di bawah 5 cm pada batang tanaman
mempengaruhi pertumbuhan padi ratoon?
2. Apakah pemberian mikoriza dengan berbagai dosis mempengaruhi
pertumbuhan pada tanaman padi ratoon?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti respon tanaman padi (Oryza sativa)
salibu/ratoon terhadap tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza pada
fase vegetatif.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dalam mempelajari pertumbuhan tanaman padi menggunakan
metode salibu/ ratoon dengan tinggi pemangkasan yang terbaik dan optimal
serta bagamana mikoriza memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman,
sehingga dari penelitian ini memungkinkan untuk mendapatkan pertumbuhan
yang terbaik pada tanaman padi dan pada akhirnya akan meningkatakan dan
memperkaya pengetahuan akan teknologi dalam upaya peningkatan kebutuhan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Tanaman Padi
Klasifikasi dari tanaman Padi Berdasarkan ilmu sistematis
tumbuh-tumbuhan (taksonomi). diklasifikasikan sebagi berikut (Steenis, 2005) :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae,
Ordo : Poales,
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Species : Oryza sativa L.
B. Deskripsi tanaman padi
Tanaman padi (Oryza sativa) termasuk keluarga padi-padian atau
Poaceae. Tanaman ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : batangnya beruas-
ruas yang didalamnya berongga, tingginya 1 sampai 1,5 meter. Pada tiap buku
batang tumbuh daun yang berbentuk pita dan berpelepah, tulang daun sejajar,
helaian daun berbentuk garis, panjang 15-80 cm, kebanyakan dengan tepi kasar,
akarnya serabut. Malai panjang 15-40 cm, tumbuh ke atas ujung menggantung,
cabang malai kasar. Anak bulir sangat aneka ragam; tidak 5 berjarum, berjarum
pendek atau panjang, berjarum licin atau kasar, hijau ataucoklat, gundul atau
berambut; panjang 7-10 mm. Bunga majemuk dengan satuan bunga berupa
floret, floret tersusun dalam spikelet. Buah dan biji sulit dibedakan karena
merupakan bulir atau kariopsis. Pada waktu masak buah kuning rontok atau
tidak. Buah berbeda, kadang-kadang kaya pati, kadang-kadang kaya perekat
(ketan). Dipelihara atau liar ; kebanyakan di tempat yang basah atau rawa
tergantung pada batang lama, tunas ini bisa membelah atau bertunas lagi seperti
padi tanaman pindah biasa, inilah yang membuat pertumbuhan dan produksinya
sama atau lebih tinggi dibanding tanaman pertama. Padi salibu berbeda dengan
padi ratun, ratun adalah padi yang tumbuh dari batang sisa panen tanpa
dilakukan pemangkasan batang, tunas akan muncul pada buku paling atas,
suplay hara tetap dari batang lama. Bila dilihat dari sisi perbedaan antara
budidaya system ratoon dengan system konvensional (Tabel 1) terlihat
perbedaan yang sangat signifikan (Edirman, 2012).
Tabel 1. Perbandingan Budidaya Sistem Ratoon dengan Sistem Konvensional (Erdiman, 2012).
Parameter Ratoon Tanam Pindah
Panan sebelumnya Lebih awal 10 hari Biasa
Persiapan Lahan Penyemprotan Gulma
Penggenangan 2-3 hri Pemotongan batang sisa panen (7 hsp)
Pembersihan jerami sisa panen
Pengolahan Tanah Tidak ada Di bajak 2 kali
Persemaian Tidak ada Ada
Tanam Tidak ada Tanam pindah
Pemupukan Rekomendasi dan
ditingkatkan N 25-50%
Sesuai rekomendasi
Penjarangan Penyisipan Penjarangan/ penyisipan umur 20 hari
Ada, umur 25-30 hari
Penyiangan Lebih awal Standar OPT
Pemeliharaan Standart OPT Standar OPT
Umur Panen Lebih awal 20% dari
umur biasa
7
Pertumbuhan tunas setelah dipotong sangat dipengaruhi oleh
ketesrsedian air tanah, dan pada saat panen sebaiknya kondisi air tanah dalam
keadaan kapasitas lapang. Untuk mengimbangi kebutuhan unsur hara pada
masa pertumbuhan anakan padi salibu perlu pemupukan yang cukup, terutama
hara nitrogen (Surowinoto, 1980 dalam Edirman, 2012). Unsur nitrogen
merupakan komponen utama dalam sintesis protein, sehingga sangat dibutuhkan
pada fase vegetatif tanaman, khususnya dalam proses pembelahan sel.
Tanaman yang cukup mendapatkan nitrogen memperlihatkan daun yang hijau
tua dan lebar, fotosintesis berjalan dengan baik, unsur nitrogen adalah faktor
penting untuk produktivitas tanaman (Tisdale dan Nelson, 1990 dalam Edirman,
2012).
Menurut Susilowati (2011) Ratoon merupakan rumpun tanaman padi
yang tumbuh kembali menghasilkan anakan baru yang dapat dipanen jika
menghasilkan malai berisi. Keunggulan ratun ialah memberikan tambahan
produksi padi per musim tanam, hemat input produksi, biaya, tenaga, dan waktu
persiapan tanam. Varietas-varietas hibrida dan padi tipe baru (PTB) memiliki
keunggulan secara morfologi, fisiologi dan hasil. Kemampuan tunggul bekas
panen dalam menghasilkan tunas-tunas baru ratun perlu dievaluasi dari
genotipe-genotipe tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan
memperoleh genotipe padi dengan potensi ratun tinggi, sekaligus mendapatkan
paket teknologi pengelolaan ratoon dengan produksi tinggi.
Hasil penelitian Susilowati (2011) menunjukkan kemampuan
menghasilkan ratoon berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif tanaman
sebelum panen. Varietas padi tipe baru memiliki pertumbuhan vegetatif yang
lebih baik dan menghasilkan ratoon lebih tinggi dibandingkan galur-galur PTB
lainnya. Tunas-tunas ratoon mulai berkembang 2-7 hari setelah panen, dengan
jumlah 2-4 daun per batang.
D. Tinggi Pemangkasan
Menurut Chaunchan, (1985) dalam Alfandi (2006) Tinggi pemangkasan
batang menentukan jumlah mata tunas yang ada untuk pertumbuhan ulang,
maka tinggi pangkasan berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan ratoon
berbeda-beda. Percobaan pada padi PB 5 dan PB 8 kurang lebih 4 ruas dari
tanah, mata tunas akan tumbuh secara potensial. Disamping karena regenerasi
terjadi paling awal akan tumbuh lebih cepat dan akan masak lebih awal. Varietas
CH 10 menghasilkan gabah lebih banyak bila dipangkas 15 cm dari pada
dipangkas 30 cm atau tidak dipangkas.
Ketika batang padi dipotong waktu melakukan panen, maka kurang lebih
tiga hari kemudian pada ruas terdekat dari bekas pemotongan batang biasanya
akan muncul tunas baru. Munculnya tunas tersebut dipengaruhi oleh keadaan
suatu zat hormon dalam tubuh tanaman yang disebut dengan auksin. Zat yang
cenderung selalu bergerak menuju ke arah bagian ujung atau pucuk tanaman,
karena bagian ujungnya telah terpotong maka hormon tersebut tertumpuk pada
bagian luka bekas pemotongan dan merangsang pertumbuhan tunas baru
disekitar luka. Pergerakan air dari akar ke bagian ujung tanaman mengalami
proses berlawanan terhadap gaya grafitasi melalui pipa kapiler yang terdapat
di dalam batang dengan proses kapilaritas sehingga tunas yang baru terbentuk
di bagian ujung batang memperoleh air dan zat makanan lainnya dari akar,
sehingga tunas yang baru muncul menjadi lebih kerdil dibanding yang
9 Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
PMR: Rata-rata panjang malai per rumpun GB: Rata-rata jumlah gabah bernas per malai BH: Rata-rata jumlah butir hijau per malai JMR: Rata-rata jumlah malai per rumpun
Hasil penelitian Alfandi (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi ratoon
(dari permukaan tanah) maka semakin pendek malai dan semakin sedikit jumlah
malai yang dihasilkan (Tabel 2), demikian pila jumlah gabah bernas semakin
sedikit. Hal ini disebabkan pada pemangkasan batang terpanjang menyebabkan
pertumbuhan yang lebih cepat untuk mencapai masa generatif sehingga
menghasilkan malai yang pendek dan jumlah malai yang sedikit. Tetapi
sebaliknya pemangkasan yang terpendek (sisa 5 cm dari permukaan tanah)
menghasilkan panjang dan jumlah malai serta jumlah gabah bernas yang lebih
banyak dibandingkan dengan pemangkasan yang terpanjang. Hal ini disebabkan
tunas/anakan yang keluar berasal dari buku pertama dan ketiga sehingga
pertumbuhan vegetatifnya lebih optimum dan menghasilkan pertumbuhan
generatif lebih sempurna.
E. Fungi Mikoriza
Mikoriza adalah simbiosis antara fungi tanah dengan akar tanaman yang
memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah membantu meningkatkan status
hara tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, penyakit,
dan kondisi tidak menguntungkan lainnya. Terdapat dua macam mikoriza, yaitu
ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jamurnya menyelubungi
masing-masing cabang akar dalam selubung atau mantel hifa. Hifa-hifa itu hanya
menembus antarsel korteks akar. Pada endomikoriza, jamurnya tidak
membentuk suatu selubung luar tetapi hidup di dalam sel-sel akar (intraseluler)
dan membentuk hubungan langsung antar sel akar dan tanah sekitarnya (Rao,
1994).
Mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada
tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai
titik awal sejarah mikoriza. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah
suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang
saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan satu
atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari
asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang
sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun
penyebaranya. Mikoriza tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan
dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis
tumbuhan yang ada.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Musfal (2010), banyak manfaat
yang diberikan oleh Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA), antara lain
meningkatkan serapan P oleh tanaman, bobot kering tanaman, dan hasil pipilan
kering jagung. Aplikasi CMA juga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk
hingga 50%. Penggunaan CMA tidak mencemari lingkungan, bahkan dalam
jangka panjang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah serta berguna
sebagai bioremediasi lingkungan. CMA berpotensi untuk dikembangkan karena
11
lapangan sangat mudah dilakukan oleh petani tanpa perlu tanaman inang dan
perlakuan yang khusus.
Tabel 3. Pengaruh Mikoriza Terhadap Komponen Hasil (Syamsiyah, 2008).
sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%.
Hasil penelitian Syamsiyah (2008) Inokulasi mikoriza secara nyata
meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 16,49%, panjang malai sebesar
6,92%, jumlah gabah isi sebesar 17,45% (Tabel 3).
F. Proses Infeksi Mikoriza
Menurut Talanca dan Adnan (2005), terjadinya infeksi mikoriza pada akar
tanaman melalui beberapa tahap, yakni :
1. Pra infeksi. Spora dari mikoriza benrkecambah membentuk appressoria.
2. Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada akar tanaman.
3. Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa tumbuh secara intra
selluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah penetrasi. Arbuskula
percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel.
Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan
pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa
cendawan mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana
vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan
hifa.
4. Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat tiga fase:
a. Fase awal dimana saat infeksi primer.
b. Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya dalam
akar lebih cepat .
c. Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.
5. Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari
akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur cendawan disebut
hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah,
dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifa eksternal tidak bersepta dan
membentuk percabangan dikotom.
Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokan menjadi Ektomikoriza (jamur yang menginfeksi tidak masuk ke
dalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan
korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang), Endomikoriza (Jamur
yang menginfeksi masuk ke dalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi
tidak membesar)
(Rao, 1994)
. Peranan penting mikoriza dalam pertumbuhantanaman adalah kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik makro
maupun mikro. Selain itu akar yang mempunyai mikoriza dapat menyerap unsur
hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal
pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah
menjadi senyawa polifosfat (Intan, 2007).
G. Hipotesis
- Diduga terdapat interaksi kombinasi antara perlakuan pemangkasan 1 cm
dengan pemberian mikoriza 7,5 gram yang signifikan dalam fase
vegetatif.
- Diduga perlakuan pemangkasan pada sistem padi ratoon pada tinggi
pemangkasan 1 cm dari permukaan tanah memperoleh hasil yang paling
13
- Diduga dalam perlakuan dosis pemberian mikoriza, dosis tertinggi dengan
pemberian 7,5 gram akan memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap padi sistem ratoon.
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di lahan petani yang terletak di Desa Ganung Kidul,
Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk dengan ketinggian tempat 300 m dpl.
Penelitian dilaksanakan mulai November 2013 sampai dengan Januari 2014.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cangkul, sabit, mesin
pompa air, selang plastik, timbangan, plastik dan ember,. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah bekas panen padi Ciherang, KCl, mikoriza.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang disusun berdasarkan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor dan diulang 3 kali
(Gambar 1).
Faktor I, tinggi pemangkasan (P) terdiri dari 3 level:
- P1: dipangkas dengan tinggi 1 cm dari permukaan tanah
- P2: dipangkas dengan tinggi 3 cm dari permukaan tanah
- P3: dipangkas dengan tinggi 5 cm dari permukaan tanah
Faktor II, dosis mikoriza (M) terdiri dari 4 level:
- M0: tanpa pemberian mikoriza
- M1: pemberian mikoriza dengan dosis 2,5 gram per rumpun
- M2: pemberian mikoriza dengan dosis 5 gram per rumpun
- M3: pemberian mikoriza dengan dosis 7,5 gram per rumpun
Terdapat 12 perlakuan kombinasi yaitu:
P1M0 P1M2 P2M0 P2M2 P3M0 P3M2
15
D. Pelaksanaan
1. Menjaga Kelembaban Tanah
Pada kondisi lahan sawah yang terlalu kering, segera setelah padi di
panen lahan digenangi air setinggi ± 5 cm selama 2-3 hari, kemudian saluran
pembuangan air dilepas kembali. Tujuannya adalah untuk menjaga kelembapan
tanah dan menghindari agar batang padi yang masih berdiri tidak mati
kekeringan.
2. Pemangkasan Batang Jerami
Sebelum melakukan pemangkasan batang, pupuk kandang diberikan
pada lahan terlebih dahulu dengan kebutuhan 1 ton/ha. Pemangkasan dilakukan
dengan tinggi yang berbeda sesuai perlakuan yaitu 1 cm dari permukaan tanah,
3 cm dari permukaan tanah, 5 cm dari permukaan tanah. Selanjutnya
pemangkasan dilakukan pada pangkal batang menggunakan sabit dengan
ketinggian sesuai dengan perlakuan yang direncanakan yaitu 1cm dari
permukaan tanah, 3 cm dari permukaan tanah, dan 5 cm dari permukaan tanah.
Setelah selesai melakukan pemotongan maka semua jerami baik sisa
pemanenan ataupun bekas pemotongan batang ditabur merata di permukaan
lahan. Tunggul padi tidak ada yang tertutup oleh tumpukan jerami, kalau itu
terjadi maka tunas baru tidak akan tumbuh.
3. Pemberian Mikoriza
Pemberian mikoriza dilakukan pada saat sehari setelah pemangkasan
sudah selesai dengan dosis perlakuan yang sudah ditentukan yaitu tanpa
pemberian mikoriza. 2,5 gram perumpun, 5 grm perumpun, 7,5 gram perumpun.
Mikoriza ditaburkan pada merata pada sekitar tanaman sesuai dengan
17
4. Pemupukan
Pemupkan ditujukan untuk merangsang pertumbuhan maka kurang lebih
dua minggu setelah pemotongan pangkal batang atau setelah sebagian besar
tunas muncul ke permukaan maka dilakukan pemupukan dengan cara
menaburkan pupuk Urea diantara rumpun padi secara merata sebanyak 150 kg/
ha. Untuk menjaga pertumbuhan dan ketersediaan air maka pertahankan kondisi
air di permukaan lahan dalam keadaan lembab tidak tergenang.
5. Pengairan
Penelitian ini pelaksanaanya pada waktu musim kemarau sehingga
mengairi lahan setiap hari untuk menjaga kebutuhan air dari tanaman itu sendiri
akan tetapi tidak sampai menggenang.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tidak ada masa berat antara satu daur
hidup tanaman dengan daur hidup berikutnya maka penerapan sistem budidaya
padi ratoon akan lebih rentan terhadap berbagai kemungkinan serangan hama
dan penyakit.
E. Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengamatan vegetatif
yang meliputi:
1. Panjang Tanaman (cm)
Panjang tanaman diukur dari permukaan tanah sampai bagian tanaman
terpanjang, mulai diukur seminggu setelah pemangkasan dengan interval 7 hari
setelah pemangkasan selama 30 hari setelah pemangkasan.
2. Jumlah Tanaman per Rumpun
Penghitungan jumlah tanaman per rumpun, melihat pada bagian sekitar
atau dekat dengan tunggul atau tanaman yang sudah tumbuh bila terlihat
munculnya tunas anakan baru yang di tandai munculnya 1-2 daun pada sela-sela
tanaman.
3. Berat Kering Tanaman (g)
Mengukur berat kering dengan mengambil tanaman dari lahan percobaan
untuk selanjutnya di oven pada suhu 80°C selama 2 hari (48 jam) sampai
mendapatkan berat yang konstan. Tanaman yang sudah kering diukur dengan
timbangan digital.
F. Analisa Data
Analisa data menggunakan Anova (Analisa variansi) ganda
(Sastrosupadi, 2000) dengan kriteria pengujian yaitu:
F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak
F hitung ≤ F tabel, mako Ho diterima
Jika hasil analisa menunjukan F hitung > tabel dianjurkan uji perbandingan
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Jumlah Tanaman Per Rumpun
Interaksi antara perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis mikoriza
menunjukan perlakuan kombinasi P1M3 lebih banyak jumlah tanaman per
rumpunya dibandingkan dengan kombinasi lainya.
Interaksi perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza
dengan rata-rata sebagai berikut (Tabel 4):
Tabel 4. Interaksi Antara Pemangkasan dan Dosis Mikoriza Terhadap Jumlah Tanaman Per Rumpun 4 MSP (Minggu Setelah Pemangkasan)
Perlakuan Rat a-rata
P1M 0 (pemangkasan 1 cm dan tanpa mikoriza) 10,8 ef P1M 1 (pemangkasan 1 cm dan 2,5 g mikoriza) 12,1 fg P1M 2 (pemangkasan 1 cm dan 5 g mikoriza) 13,9 h P1M 3 (pemangkasan 1 cm dan 7,5 g mikoriza) 17,1 i P2M 0 (pemangkasan 3 cm dan tanpa mikoriza) 9,2 bcd P2M 1 (pemangkasan 3 cm dan 2,5 g mikoriza) 10,8 ef berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.
tn = Tidak Nyata
Pemangkasan secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap
peningkatan jumlah tanaman per rumpun (Tabel lampiran 1). Penerapan
pemangkasan yaitu (P1, P2, P3) pada penelitian ini meningkatkan jumlah
tanaman per rumpun pada tiap minggunya, pada pengamatan minggu jumlah
tanaman per rumpun pada setiap perlakuan belum terjadi interaksi sama sekali
sehingga pada pengamatan awal minggu pertama tidak berpengaruh nyata, akan
tetapi mulai dari minggu kedua sampai minggu keempat terjadi interaksi yang
cukup berbeda nyata dari setiap perlakuan pemangkasan, hasilnya P1
mempunyai jumlah tanaman per rumpun paling banyak dari P2 yaitu dengan
jumlah tanaman per rumpun minggu terakhir rata-rata 13,5 sedangkan P2
mempunyai rata-rata jumlah tanaman pr rumpun pada minggu terakhir 10,95
yang dimana jumlah jumlah tanaman per rumpun dari P2 ini lebih besar dari P3
yaitu dengan jumlah rata-rata tanaman per rumpun 8,88 (Gambar 2).
Gambar 2: Pengaruh Tinggi Pemangkasan terhadap Jumlah Tanaman per Rumpun.
Mikoriza secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap
peningkatan jumlah tanaman per rumpun (Tabel lampiran 4). Penerapan
pemangkasan yaitu (M0, M1, M2, M3) pada penelitian ini meningkatkan jumlah
anakan pada tiap minggunya, pada pengamatan minggu jumlah tanaman per
rumpun pada setiap perlakuan belum terjadi interaksi sama sekali sehingga pada
pengamatan awal minggu pertama tidak berpengaruh nyata, akan tetapi mulai
dari minggu kedua sampai minggu keempat terjadi interaksi yang cukup berbeda
nyata dari setiap perlakuan pemangkasan, hasilnya M3 mempunyai jumlah
tanaman per rumpun paling banyak dari M2 yaitu dengan jumlah tanaman per
rumpun minggu terakhir rata-rata 13,4 sedangkan M2 mempunyai rata-rata
21
tanaman per rumpun dari M2 ini lebih besar dari M1 yaitu dengan jumlah
rata-rata anakan 10,6 dan lebih besar dari M0 9,02 (Gambar 3).
Gambar 3: Pengaruh Dosis Pemberian Mikoriza
Perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza dengan
rata-rata jumlah tanaman per rumpun sebagai berikut (Tabel 5):
Tabel 5. Rata-rata Jumlah Tanaman per rumpun pada Umur 1 - 3 Minggu Setelah Pemangkasan, Pengaruh Perlakuan Pemankasan (P) dan Dosis Pemberian Mikoriza (M).
Perlakuan
1 MSP 2 MSP 3 MSP
Pemangkasan
P1 (pemangkasan 1 cm) 5,82 8,83 ab 12,15 c
P2 (pemangkasan 3 cm) 6,28 8,28 ab 10,28 b
P3 (pemangkasan 5 cm) 5,37 6,33 a 7,60 a
BNJ 5% tn 1,44 1,18
Dosis Mikoriza
M0 (tanpa mikoriza) 4,89 6,11 a 7,98 a
M1 (dosis mikoriza 2,5 g) 6,36 8,18 b 9,73 b
M2 (dosis mikoriza 5 g) 6,51 8,31 bc 10,73 bc
M3 (dosis mikoriza 7,5 g) 5,53 8,67 bc 11,60 c
BNJ 5% tn 1,84 1,51
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata dan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.
tn = Tidak Nyata
MSP = Minggu Setelah Pemangkasan
2. Panjang Tanaman
Perlakuan tinggi pemangkasan dan dosis mikoriza menunjukan tidak ada
interaksi antar perlakuan kombinasi.
Pemangkasan secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap
peningkatan panjang tanaman (Tabel lampiran 1-4). Penerapan pemangkasan
yaitu (P1, P2, P3) pada penelitian ini meningkatkan Panjang tanaman pada tiap
minggunya, hasilnya P3 mempunyai panjang tanaman paling banyak dari P2
yaitu dengan jumlah anakan minggu terakhir rata-rata 36,7 sedangkan P2
mempunyai rata-rata jumlah anakan pada minggu terakhir 31,83 yang dimana
jumlah anakan dari P2 ini lebih besar dari P1 yaitu dengan panjang rata-rata
tanaman 29,27.
Mikoriza secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap peningkatan
panjang tanaman (Tabel lampiran). Penerapan Mikoriza yaitu (M0, M1, M2, M3)
pada penelitian ini meningkatkan Panjang tanaman pada tiap minggunya,
hasilnya M3 mempunyai panjang tanaman paling banyak dari M2 yaitu dengan
panjang tanaman minggu terakhir rata-rata 36 cm sedangkan M2 mempunyai
rata-rata jumlah anakan pada minggu terakhir 34,2 cm yang dimana jumlah
anakan dari M2 ini lebih besar dari M1 yaitu dengan panjang rata-rata tanaman
23
Tabel 6. Rata-rata Panjang Tanaman (cm) pada Umur 1 - 4 Minggu Setelah Pemangkasan oleh Pengaruh Perlakuan Pemankasan (P) dan Dosis Pemberian Mikoriza (M). berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.
tn = Tidak Nyata
MSP = Minggu Setelah Pemangkasan
3. Berat Kering Tanaman
Pemangkasan berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman seperti
yang dapat dilihat dari lampiran tabel. Pada pemangkasan P1 menunjukan
bahwa berat kering tanaman dengan rata-rata 7,39 gram per rumpun, lebih berat
dari P2 dengan berat 6,51 gram per rumpun dan rata-rata P2 lebih berat dengan
P3 yaitu dengan rata-rata 5,99 gram per rumpun.
Pemberian dosis mikoriza berpengaruh nyata terhadap berat kering
tanaman berdasarkan pada (Tabel 7). Dosis pemberian mikoriza M3 mempunyai
berat kering tanaman yang lebih besar dibandingkan dengan M2 yaitu dengan
rata-rata 7,78 gram per rumpun, M2 memiliki berat kering rata-rata 6, 86 gram
per rumpun dan lebih berat dengan M1 yaitu dengan rata-rata 6,43 gram per
rumpun sedangkan M0 dengan berat rata-rata 5,45 gram per rumpun.
Tabel 7. Rata-rata berat kering (gram) pada Umur 1 - 4 Minggu Setelah Pemangkasan oleh Pengaruh Perlakuan Pemankasan (P) dan Dosis Pemberian Mikoriza. berbeda berarti berbeda nyata pada taraf uji BNJ α=0,05.
tn = Tidak Nyata
B. Pembahasan
Interaksi antara pemangkasan dan dosis pemberian mikoriza sebagian
besar dari perlakuan tidak menunjukan hasil adanya interaksi akan tetapi pada
parameter jumlah tanaman per rumpun di minggu ke empat menunjukan adanya
interaksi (Tabel Lampiran 4).
Jumlah tanaman per rumpun pada hasil percobaan menunjukan berbeda
nyata dilihat dari uji sidik ragam dan Pemangkasan pada sistem ratoon ini
memberikan kontribusi besar dalam tumbuhnya jumlah tanaman pada setiap
rumpun, dari hasil menunjukan pemangkasan dengan tinggi 1 cm memperoleh
jumlah tanaman per rumpun yang cukup besar dibandingkan dengan 3 cm dan 5
cm, ini disebabkan tunas yang tumbuh dari buku-buku batang pada P1 sudah
menyentuh tanah sehingga akar dapat cepat keluar dari ruas batang tersebut
sehingga tidak hanya mendapatkan unsur hara dari perakaran lama akan tetapi
25
rumpun lebih banyak dibandingkan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan dengan
pemangkasan semakin tinggi, tunas yang tumbuh dari buku batang sulit
mencapai permukaan tanah (Gambar 4).
Gambar 4: Pengaruh Pemangkasan Terhadap Jumlah Tanaman
Akan tetapi pertumbuhan dan panjang tanaman pada perlakuan P3
mengalami percepatan pertumbuhan yang lebih cepat dari perlakuan lainya,
jumlah unsur hara yang terambil oleh tanaman hanya diserap oleh beberapa
anakan sehingga pertumbuhan anakan yang sedikit itu mendapatakan asupan
hara yang tinggi, selain itu oleh ini masih adanya pengaruh dari tanaman
sebelumnya dan beregenerasi sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari P1
(Gambar 5).
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00
mgg1 mm g2 mgg3 mgg4
p1
p2
p3
Gambar 5: Pengaruh Pemangkasan Terhadap Panjang Tanaman
Gambar 6: Pengaruh Pemangkasan Terhadap Berat Kering
Tingginya batang yang dipotong menentukan jumlah tunas yang akan
tumbuh, ini merupakan efek dari tingginya pemotongan batang padi dan jumlah
ruas/buku karena padi ratoon tergantung pada tunas batang jerami yang tidak
aktif agar tetap dapat hidup. Pada IR 5 dan IR 8 setiap 4 ruas dari atas tanah
memiliki tunas dengan pertumbuhan kembali yang potensial. Tanaman dari ruas
yang lebih tinggi akan beregenerasi lebih cepat, tumbuh lebih awal dan panen
labih awal (Prashar, 1970 dalam Alfandi, 2006).
27
Pemangkasan batang untuk merangsang tumbuhnya tunas dan akar baru
sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah anakan dan jumlah daun
tanaman. Menghilangkan batang dan daun tua berarti menghilangkan sumber
auksin dan dengan demikian pertumbuhan tunas baru akan terbentuk begitu juga
akarnya, mengingat fungsi auksin dapat menghambat pertumbuhan tunas dan
dapat menstimulir pertumbuhan akar baik panjang maupun jumlahnya (Zaenal,
1993).
Mikoriza secara keseluruhan berdasarkan hasil uji sidik ragam semakin
tinggi dosis yang diberikan maka hasil yang diperoleh dalam setiap perlakuan
akan menunjukan perbedaan yang signifikan (Gamabar 8) dan yang mempunyai
pertumbuhan maksimal pada perlakuan M3 (Gambar 7).
Gambar 9: Pengaruh Mikoriza Terhadap Panjang Tanaman
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
mgg1 mgg2 mgg3 mgg4
M 0
M 1
M 2
M 3
Gambar 8: Pengaruh Mikoriza Terhadap Jumlah Tanaman Per Rumpun
Berdasarkan hasil dari uji sidik ragam berat kering menunjukan semakin
tinggi dosis mikoriza yaitu dosis mikoriza 7,5 gram, maka berat kering tanaman
semakin tinggi sehingga dosis dengan 7,5 gram per rumpun belum tentu
merupakan dosis yang paling optimal pada karena masih bersifat linier dan
dimungkinkan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk memastikan hasil optimal
dari dosis pemberian mikoriza (Gambar 11)
Gambar 11: Pengaruh Mikoriza Terhadap Berat kering
29
Seperti pernyataan Syamsiyah (2008) dalam penelitianya mikoriza
meningkatkan pertumbuhan Vegetatif (tinggi tanaman 4%, dan Jumlah anakan
22%) dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza.
Akan tetapi pada minggu-minggu awal pengaplikasian belum menunjukan
perbedaan dari setiap perlakuan terutama pada pengamatan jumlah anakan
karena spora mikoriza belum sepenuhnya bersimbiosis dengan akar tanaman.
Seperti yang dikemukaan oleh Fauara (1988) dalam Syamsiyah (2008) spora
cendawan masih mengalami perkecambahan pada awal pertumbuhan tanaman.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Interaksi antara perlakuan pemangkasan dan pemberian dosis mikoriza
tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang, berat kering, dan
kadar air tanaman tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan
pada minggu ke empat pada pemangkasan 1 cm dengan pemberian
mikoriza dengan dosis tertinggi 7,5 gram memberikan hasil yang lebih
baik.
2. Tinggi pemangkasan sangat mempengaruhi dalam budidaya padi sistem
ratoon khususnya pada fase vegetatif, semakin tinggi pemangkasan
maka jumlah anakan maka semakin sedikit akan tetapi pertumbuhan
sangat cepat dan kemungkinan besar masa panen akan lebih cepat
dengan jumlah anakan yang tidak banyak. Pada perlakuan P1 dengan
pemangkasan 1 cm menunjukan hasil yang paling tinggi pada beberapa
parameter.
3. Mikoriza berpengaruh nyata terhadap semua parameter perlakuan yang
ada, perlakuan M3 dengan dosis mikoriza 7,5 gram per rumpun
merupakan hasil terbaik dari semua perlakuan dosis mikoriza dan
dimungkinkan perlakuan dosis mikoriza dapat ditingkatkan karena bersifat
linier terhadap semua parameter pengamatan.
2. Saran
Dalam budidaya tanaman padi sistem ratoon, sebaiknya tanaman
dipangkas 1cm dari permukaan tanah dan untuk dosis pemberian mikoriza
sebaiknya dengan dosis 7,5 gram, dosis tersebut masih bersifat linier dan
dimungkinkan untuk dilakukan penambahan dosis dan perlu dilakukan penelitian
31
DAFTAR PUSTAKA
Alfandi. 2006. Pengaruh Tinggi Pemangkasan (Ratoon ) dan Pupuk Nitrogen Terhadap Produksi Padi (Oryza sativa L.) Kultivar Ciherang. Hal 3-4
Andoko, A. 2010. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anggarini A.M. 2012. Pengaruh Mikoriza Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sorgum Manis (sorghum bicolor l. Moench) Pada Tunggul Pertama dan Kedua. Hal 3.
Edirman. 2012.
Teknologi Salibu Meningkatkan Produktivitas Lahan (3-6 Ton/Ha/Tahun) Dan Pendapatan Petani (Rp.15-25 Juta/Tahun). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumtera Barat. Hal 5.Harminto S. 2003. Biologi Umum, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.
Intan R.D.A. 2007. Peran, Prospek Dan Kendala Dalam Pemanfaatan Endomikoriza
Juliadi N. 2013. Aplikasi Budidaya Padi Salibu I (satu) dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Padi Sawah (Oryza sativa l.) Di Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar. Hal 2.
Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil
Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera
Utara.
Nuhamara, S.T., 1994. Peranan Mikoriza Untuk Reklamasi Lahan Kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.
Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 117
Rao, N.S Su., 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.
Sastrosupadi A, Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Syamsiyah S., 2008 Respon Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) Terhadap Stres Air dan Inokulasi Mikoriza. Hal 32.
Susilowati. 2011. Agronomi Ratun Genotipe-genotipe Padi Potensial Untuk Lahan Pasang Surut. Hal 12.
Talanca A.H dan Adnan A.M. 2005. Mikoriza Dan Manfaatnya Pada Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 312.
Wulandari A. 2011. Efek Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada
Tanaman Leguminosa Merambat dalam Kondisi Cekaman
Kekeringan.