• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT BIOSOLID SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PRODUKSI BATU BATA TANPA PEMBAKARAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT BIOSOLID SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PRODUKSI BATU BATA TANPA PEMBAKARAN."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BATA TANPA PEMBAKARAN

DISUSUN OLEH : HEVI EKA PRASTIYO

(0831010035)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

2012

(2)

SKRIPSI

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT BIOSOLID SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PRODUKSI BATU BATA TANPA

PEMBAKARAN

DisusunOleh :

1. MEISWITA ROMALAWATI (0831010033)

2. HEVI EKA PRASTIYO (0831010035)

Surabaya , Juni 2012

Mengetahui :

DosenPembimbing

Bapak ErwanAdiSaputro,ST,MT

(3)

PEMBAKARAN

Disusun Oleh :

HEVI EKA PRASTIYO 0831010035

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Dosen Penguji pada tanggal : 6 Juni 2012

Tim Penguji : Pembimbing :

Mengetahui ,

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2.

Ir.Novel Karaman,MT NIP. 19580801 198703 1 001 1.

Ir. Ketut Sumada, MS NIP. 19620118 198893 1 001

 

Erwan Adi Saputro,ST, MT NIP. 19800410 200501 1 001  

  

Ir. Sutiyono, MT NIP. 19600713 198703 1 001

(4)

sertahidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul

“Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Biosolid Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata Tanpa Pembakaran”. Laporan ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang disusun berdasarkan teori dan literature , sumber dari internet serta petunjuk dari dosen pembimbing.

Laporan dan hasil penelitian yang kami susun atas kerjasama dan berkat bantuan dari

berbagai pihak.Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”

Jawa Timur.

2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa

Timur.

3. Ibu Ir. Suprihatin,MT selaku sekretaris jurusan Teknik Kimia UPN”Veteran” Jawa

Timur.

4. Bapak Erwan Adi Saputro,ST,MT selaku Dosen Pembimbing Skripsi atau Penelitian.

5. Bapak dan Ibu Dosen pengajar serta seluruh karyawan Jurusan Teknik Kimia.

6. Orang tua serta saudara-saudara kami, atas doa, bimbingan, perhatian, dan kasih

sayang yang selalu tercurah selama ini.

7. Teman-teman yang telah memberikan semangat penyusunan Laporan dan hasil

penelitian.

Penyusun menyadari bahwa laporan hasil penelitian kami masih banyak terdapat

kekurangan-kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun

terima dengan lapang dada. Akhir kata, semoga laporan penelitian ini dapat memberi manfaat

bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Allah SWT memberikan balasan kepada

semua pihak yang telah member bantuan kepada penyusun. Amin.

Surabaya, 6 Juni 2012

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

INTISARI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN …………...……….……… 1

I.1. Latar Belakang ………..……...……….……… 1

I.2. Tujuan Penelitian ……….. 2

I.3. Manfaat Penelitian ……….... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 3

II.1. Batu Bata ……….……… 3

II.2. Tanah Liat (Lempung) ……..………... 5

II.3. LimbahPadat (Biosolid) ………...

II.4. Abu Terbang (Fly ash)Batu Bara ……….………

II.5. Semen ………....

II.6. Ikatan Ion Atau Kovalen Dan Logam Pada Batu Bata……….. 6

7

10

10

12

(6)

BAB IV

III.1. Bahan-bahan Yang Digunakan ..……….

III.1.1. Bahan Utama ……… ...

III.1.2.Bahan Pembantu ………..

III.2. Alat-alat Yang Digunakan ……….

III.3. Gambar Susunan ALat ………

III.4. Variabel yang Dijalankan ………

III.5. MetodePenelitian ………...

III.5.1. Kajian Proses Pencampuran (Mixing) dan pengeringan…...

III.5.2. Kajian Kualitas Produk Batu Bata ………...

III.5.3. Prosedur penelitian….………..

III.5.4. Prosedur analisa………

III.5.4. Jadwal Pelaksanaan...

HASIL DAN PENGAMATAN.………..

IV.1. Analisa Bahan Baku...………...

IV.2. Hasil Analisa...……….

IV.2.1. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -7...

IV.2.2. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -14...

IV.2.3. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -21...

IV.2.4. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -28...

(7)

IV.3.1.2 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash ,

dan Kuat Tekan Hari ke – 14...

IV.3.1.3 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash ,

dan Kuat Tekan Hari ke – 21...

IV.3.1.4 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash ,

dan Kuat Tekan Hari ke – 28...

IV.3.1.5 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada

Kadar Fly Ash 10%...

IV.3.1.6 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada

Kadar Fly Ash 20%...

IV.3.1.7 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada

Kadar Fly Ash 30%...

IV.3.1.8 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada

Kadar Fly Ash 40%...

IV.3.1.9 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada

Kadar Fly Ash 50%...

IV.3.2. Grafik Uji Daya Serap Air...

IV.3.2.1 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash ,

dan Daya Serap AirHari ke – 7...

IV.3.2.2 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash ,

dan Daya Serap Air Hari ke – 14...

IV.3.2.3 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash ,

dan Daya Serap AirHari ke – 21...

(8)

BAB V

Pada Kadar Fly Ash 10%...

IV.3.2.6 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air

Pada Kadar Fly Ash 20%...

IV.3.2.7 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air

Pada Kadar Fly Ash 30%...

IV.3.2.8 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air

Pada Kadar Fly Ash 40%...

IV.3.2.9 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air

Pada Kadar Fly Ash 50%...

IV.3.3. Simpulan Pembahasan ………...

(9)

Tabel 2.1.1 Ukuran Dan Toleransi Batu Bata...4

Tabel 2.1.2 Kuat Tekan Dan Koefisien Variasi Batu Bata...4

Tabel 2.4.1 Komposisi Kimia Abu Terbang Batubara...10

Tabel 3.5.5 Tabel Jadwal Pelaksanaan...19

Tabel 4.1 Hasil Analisa Bahan ...20

Tabel 4.2.1 Tabel Hasil Uji Tekan Dengan Pengeringan Hari Ke-7...22

Tabel 4.2.2 Tabel Hasil Uji Tekan Dengan Pengeringan Hari Ke-14...23

Tabel 4.2.3 Tabel Hasil Uji Tekan Dengan Pengeringan Hari Ke-21...24

Tabel 4.2.4 Tabel Hasil Uji Tekan Dengan Pengeringan Hari Ke-28...25

Tabel 4.3.3 Simpulan Pembahasan...42

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.a Batu bata merah …………...……….…… 3

Gambar. b Biosolid ………. 6

Gambar 2.3. Instalasi Pengolahan Air Limbah Secara Biologi ………..…… 6

Gambar.c Fly Ash ...………...…… 7

Gambar.d Semen ………..……….……. 10

Gambar 4.1 Alat Press Batu Bata ………..……….…16

Gambar.2. Prosedur Batu Bata ……….………...…. 18

Gambar Grafik Uji Kuat Tekan ... 28

Gambar Grafik Uji Daya Serap ... 36

Gambar Lampiran

(11)

Penelitian Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Biosolid Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata Tanpa Pembakaran bertujuan untuk menghasilkan produk

batu bata yang memenuhi standar SNI 15-2094-2000. Kajian ini merupakan pengembangan

bahan baku alternative produksi batubata dengan proses sederhana tanpa pembakaran.

Limbah padat biosolid ini merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh industri yang

mengaplikasikan pengolahan air limbah secara biologi, limbah padat ini bersifat organik,

berwarna kuning sampai kecoklatan, berbentuk tanah dengan ukuran kecil, mengandung

senyawa seperti silika (SiO2), kalsium oksida (CaO), magnesium oksida (MgO) , kalium

oksida (K2O) , Ferri oksida (Fe2O3), tersedia dalam jumlah yang cukup besar dan tidak

mempunyai nilai ekonomi. Pengkombinasian limbah padat biosolid dengan limbah fly ash

batubara dan semen dapat menghasilkan produk batu bata. Fly ash dengan kadar 10%, 20%,

30%,40%, 50% dikombinasikan dengan semen berkadar 10%, 15%, 20%, 25%, 30%.

Kemudian batu bata diberi perlakuan waktu pengeringan 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari.

Batu yang telah mengalami pengeringan diuji kuat tekannya dan daya serap air.

Hasil terbaik untuk menghasilkan batu bata yang sesuai dengan SNI 15-2094-2000

yaitu batu bata bata dengan komposisi fly ash 30%, semen 25%, dan waktu pengeringan 28

hari, dengan kuat tekan 64,51 kg/cm2 dan daya serap air sebanyak 19,39 %.

 

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Limbah padat biosolid merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh

beberapa industri yang mengaplikasikan pengolahan air limbah secara

biologi. Limbah padat biosolid bersifat organik, berwarna kuning sampai

kecoklatan, berbentuk tanah dengan ukuran kecil, tersedia dalam jumlah yang

cukup besar dapat mencapai ribuan ton per bulan, masih menjadi

permasalahan bagi industri dan tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah

padat ini mengandung senyawa seperti silika (SiO2), kalsium oksida (CaO),

magnesium oksida (MgO), kalium oksida (K2O), Ferri Oksida (Fe2O3).

Berdasarkan kualitas tersebut, limbah padat biosolid ini dapat dimanfaatkan

menjadi bahan baku alternatif untuk mengembangkan industri kreatif

(rumahan) berbahan bahan baku tanah liat.

Batu bata merupakan unsur bangunan yang umumnya digunakan dalam

bidang pembuatan konstruksi bangunan. Kebutuhan akan batu bata sebagai

bahan bangunan semakin meningkat. Salah satu aplikasi penggunaan batu

bata yaitu sebagai bahan pasangan dinding untuk rumah. Rumah merupakan

tempat tinggal yang menjadi kebutuhan setiap manusia, kebutuhan akan

rumah semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk sehingga

kebutuhan akan bahan bangunan rumah semakin meningkat. Bahan bangunan

rumah khususnya untuk pasangan dinding rumah pada umumnya

mempergunakan bata merah dan batako.

Pada umumnya, batu bata diproduksi dengan berbahan baku tanah liat,

namun bila tanah liat terus menerus digali, makan akan merusak stabilitas

lingkungan. Maka dari itu, beberapa penelitian telah dilakukan untuk

(13)

bahan baku. Salah satunya, Abdullah Bin Ahmad, (2006), “Bata Tanpa

Bakar”, penelitian ini mengkaji penggunaan tanah liat sebagai bahan baku

utama. Proses produksinya tanah liat dicampur dengan semen. Kemudian,

Henggar Hardiani ,(2009). Pemanfaatan Limbah Sludge Industri Kertas Sigaret Untuk Bahan Baku Bata Beton: Balai Besar Pulp dan kertas, Bandung. Penelitian pemanfaatan limbah padat IPAL industri kertas telah

dilakukan sebagai bahan campuran pembuatan bata beton. Dengan

memvariasikan semen dengan campuran sludge dan pasir yang komposisinya

divariasikan.

I.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi biosolid Instalasi

Pengolahan Air Limbah PT. SIER, fly ash batu bara, semen, dan waktu

pengeringan alami terhadap kualitas batu bata untuk menghasilkan produk

batu bata yang memenuhi SNI 15-2094-2000.

I.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Biosolid

Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata Tanpa Pembakaran

adalah :

a. Menghindari pencemaran dan kerusakan lingkungan yang lebih serius

akibat penggalian tanah liat (lempung) sebagai bahan baku produksi

industri kreatif (rumahan) seperti produk : batu bata, keramik , dan produk

lainnya.

b. Menjaga keberlanjutan dan mengembangkan produksi industri kreatif

(rumahan).

c. Menghindari pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat pembuangan

limbah padat biosolid dari berbagai industri.

d. Menghasilkan lapangan kerja baru dan kesempatan kerja bagi masyarakat

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. BATU BATA

Batu bata sebagai wakil dari material

yang dibuat oleh home industry adalah suatu

unsur bangunan yang diperuntukkan

pembuatan konstruksi bangunan dan dibuat

dari tanah dengan atau tanpa campuran

bahan-bahan lain, dibakar dengan suhu yang

Gambar.a Batu bata cukup tinggi sehingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air. Batu bata biasanya dipergunakan sebagai bahan

pasangan dinding baik untuk rumah dan pagar rumah.

Proses produksi batu bata pada umumnya meliputi : perlakuan awal

tanah liat, pencetakan, pengeringan alami dan pembakaran. Jika batu bata

yang dibuat tanpa pembakaran, maka proses produksi meliputi :

pencampuran dengan bahan lain dan pengeringan alami.

BATU BATA MENURUT STANDART

1. Standar Nasional Indonesia

Persyaratan mutu batu bata untuk bahan bangunan telah diatur dalam

SNI 15-2094-2000 meliputi :

a. Sifat Tampak

Harus berbentuk prisma segi empat panjang, mempunyai

rusuk-rusuk yang siku, bidang-bidang datar yang rata, dan tidak

menunjukkan retak-retak

(15)

Ukuran dan toleransi batu bata seperti tabel 2.1

Tabel 2.1.1. Ukuran dan Toleransi Batu Bata Modul Tinggi (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

M-5a 65 ± 2 90 ± 3 190 ± 4

M-5b 65 ± 2 100 ± 3 190 ± 4

M-6a 52 ± 3 110 ± 4 230 ± 5

M-6b 55 ± 3 110 ± 6 230 ± 5

M-6c 70 ± 3 110 ± 6 230 ± 5

M-6d 80 ± 3 110 ± 6 230 ± 5

c. Kuat Tekan

Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan

untuk bata merah seperti tabel 2.2

Tabel 2.1.2. Kuat Tekan dan Koefisien Variasi Batu Bata

Kelas Kuat Tekan

Kg/cm2 (MPa)

Koefisien Variasi

50 50 (5) 22

100 100 (10) 15

150 150 (15) 15

d. Garam yang membahayakan

(16)

Garam yang mudah larut dan membahayakan: Magnesium Sulfat

(MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4) dan kalium sulfat (K2SO4),

kadar garam maksimum 1 persen (%).

e. Kerapatan Semu

Kerapatan semu minimum batu bata merah 1,2 gram/cm3.

f. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimum batu bata merah adalah 20 %.

II. 2. TANAH LIAT (LEMPUNG)

Tanah liat (lempung) merupakan tanah yang berasal dari pelapukan

batu-batuan yang mengandung mineral. Mineral – mineral ini tersusun atas

silika (SiO2), alumina (Al2O3), dengan gabungan kalium oksida (K2O),

natrium oksida (Na2O), magnesium oksida (MgO), dan kalsium oksida

(CaO). Peranan setiap mineral dalam tanah liat (lempung) sebagai berikut,

mineral silika (SiO2) berfungsi sebagai kerangka bodi dan kecerahan warna,

mineral kalsium oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO) membantu

proses peleburan pada saat terjadi proses vitrifikasi. vitrifikasi adalah

merupakan suatu metode efektif dalam menguraikan berbagai senyawa

organik dan anorganik menjadi elemen-elemen dasar dari sebuah senyawa,

sehingga dapat dipergunakan kembali (reuse) dan didaur ulang (recycle).

Kualitas tanah liat (lempung) berbeda-beda pada setiap daerah tetapi secara

umum mengandung silika (SiO2), alumina (Al2O3), dengan gabungan

gabungan kalium oksida (K2O), natrium oksida (Na2O), magnesium oksida

(MgO), dan kalsium oksida (CaO). Kandungan SiO2 dan Al2O3 yang tinggi

merupakan indicator penting dalam pembentuk bata dan genteng.

Tanah liat (lempung) yang telah dicetak pada peralatan cetak

(pembentukan), jika dilakukan pemanasan (pembakaran) pada temperature

di atas 800o C maka partikel air akan berkurang sehingga ikatan antar atom

(17)

Tanah liat (lempung) dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada

industri kreatif (rumahan) seperti produksi batu bata, keramik, peralatan

rumah, dan kerajinan lainnya. Keberlanjutan industri kreatif (rumahan) ini

sangat bergantung pada keberadaan tanah liat, jumlah produksi industri

kreatif setiap tahun mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini

disebabkan oleh keterbatasan ketersediaan tanah liat.

II. 3. LIMBAH PADAT (BIOSOLIDS)

Gambar. b Biosolid

Pengoperasian instalasi pengolahan air limbah secara biologi pada

berbagai industri akan menghasilkan limbah padat berupa mikroorganisme

(biologi) yang dikenal dengan limbah padat biosolid. Limbah padat biosolid

ini dihasilkan secara kontinyu dan jumlahnya cukup besar serta tidak

mempunyai nilai ekonomi. Proses pengolahan air limbah secara biologi

seperti gambar 2.1.

Air Limbah  CLARIFIER

BLOWER 

PROSES BIOLOGI

RECYCLE

MIKROORGANISME MIKROORGANISME/ BIOLOGI

(18)

Limbah yang keluar dari instalasi pengolahan air limbah masih berupa

slurry, slurry ini dilakukan proses filtrasi dan pengeringan akan diperoleh

mikroorganisme padat yang disebut dengan limbah padat biosolid.

KUALITAS LIMBAH PADAT BIOSOLID

Berdasarkan kajian awal analisis laboratorium kualitas limbah padat

biosolid dari salah satu jenis industri diketahui limbah padat biosolid ini

mengandung bahan organic yang tinggi, berwarna kuning sampai

kecoklatan, berbentuk tanah dengan ukuran kecil, mengandung senyawa

seperti silica (SiO2), kalsium oksida (CaCO3), magnesium oksida (MgO),

kalium oksida (K2O), Ferri Oksida (Fe2O3), tersedia dalam jumlah yang

cukup besar dan tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah padat ini dapat

merekatkan struktur lahan menjadi lebih liat sehingga meningkatkan daya

serap air. Kualitas limbah biosolid yang dihasilkan oleh industry

berbeda-beda tergantung jenis air limbah yang diolah dan teknologi pengolahan air

limbahnya.

Di Negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Kanada, China dan

Negara lainnya limbah padat biosolid yang telah memenuhi regulasi

(peraturan) Pemerintah setempat dan Internasional telah diaplikasikan untuk

kebutuhan reklamasi lahan pertanian, lahan pertambangan, pengembangan

bahan bakar dan bahan konstruksi. (http://shinbisbrain.blogspot.com)

II. 4. ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA

(19)

Abu terbang (fly ash) batubara adalah

bahan yang berbutir halus yang bersifat pozzolanic

yang merupakan bahan alami atau buatan yang

diperoleh dari sisa pembakaran batubara dan

Gambar.c Fly Ash pabrik pembangkit panas. Fly ash sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan

kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang

dikandung oleh fly ash akan bereaksi secara kimia dengan kalsium

hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat

yang memiliki kemampuan mengikat. Kondisi ini oleh para peneliti

terdahulu dapat dikurangi pengaruhnya dengan penambahan fly ash yang

diperoleh dari limbah batu bara.

Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran

di dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa

pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatic precipitator.

Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang dihasilkan dari

pembakaran batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat pembangkit listrik.

Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di dalam batu bara yang

telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan ini memadat selama

berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan menggunakan

presipitator elektrostatik. Karena partikel-partikel ini memadat selama

tersuspensi di dalam gas-gas buangan, partikel-partikel fly ash umumnya

berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul pada presipitator

elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005 mm). Bahan ini

terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3) dan

ferri oksida (Fe2O3).

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam kandungan mineral

fly ash (abu terbang) dari batu bara adalah:  Komposisi kimia batu bara

(20)

 Proses pembakaran batu bara

 Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian

korosi.

Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang kelas F yang

dihasilkan dari pembakaran batubara jenis anthracite dan bituminous dan abu

terbang kelas C yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignite dan

subbituminous. Abu terbang kelas C mengandung kapur (lime) lebih dari

10% beratnya (Tri Mulyono, 2005).

Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangat menguntungkan di

dalam menunjang pemanfaatannya yaitu :

1. Sifat Fisik

Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya

berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil

pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan

abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area

spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine)

antara 170 sampai 1000 m2/kg. Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain :  Warna : abu-abu keputihan

 Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88 %

2. Sifat Kimia

Komponen utama dari abu terbang batubara yag berasal dari

pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan ferri

oksida(Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang.

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis

batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya.

(21)

terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada

bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang

lebih sedikit daripada bituminous. Abu terbang batubara terdiri dari

butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran

partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil

dari 0,075 mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100-3000 kg/m3

dan luas area spesifiknya antara 170-1000 m2/kg.

Tabel 2.4.1. Komposisi kimia abu terbang batubara

Komponen Bituminous Sub-

bituminous

Lignite

SiO2 20-60% 40-60% 15-45%

Al2O3 5-35% 20-30% 10-25%

paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai

bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan

pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan

berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses

Gambar.d Semen pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang

mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah

liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika (SiO2),

Alumunium Oksida (Al2O3), Ferri oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida

(MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai

meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian

(22)

dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.

Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat

rata-rata 40 kg atau 50 kg.

II. 6. IKATAN ION ATAU KOVALEN DAN LOGAM PADA B ATU BATA

Dua jenis ikatan dapat terjadi dalam batu bata, yakni ikatan ionik dan

kovalen. Sifat keseluruhan material bergantung pada ikatan yang dominan.

Klasifikasi Bahan batu bata dapat dibedakan menjadi dua kelas : kristalin

dan amorf (non kristalin). Dalam material kristalin terdapat keteraturan jarak

dekat maupun jarak jauh, sedang dalam material amorf mungkin keteraturan

jarak pendeknya ada, namun pada jarak jauh keteraturannya tidak ada.

Beberapa batu bata dapat berada dalam kedua bentuk tersebut, misalnya

SiO2. Jenis ikatan yang dominan (ionik atau kovalen) dan struktur internal

(kristalin atau amorf) mempengaruhi sifat-sifat bahan batu bata. Umumnya

senyawa batu bata lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia

dibandingkan elemennya. Sifat batu bata sangat ditentukan oleh struktur

kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat batu

bata juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh.

Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron

bebas. Kurangnya beberapa elektron bebas batu bata membuat sebagian

besar bahan batu bata secara kelistrikan bukan merupakan konduktor. Di

samping itu batu bata mempunyai sifat rapuh, keras, dan kaku. Batu bata secara

umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya.

Batu bata mengandungi beberapa unsur yang berlainan ukuran. Ikatan di

antara atom-atom bagi struktur ini adalah jenis kovalen yang melibatkan

perkongsian elektron, dan ionic yaitu ikatan dasar di antara ion-ion yang

berlawanan. Kedua-dua ikatan ini jauh lebih kuat dari pada ikatan logam.

Dengan itu ada beberapa sifat batu bata yang lebih baik dari pada logam,

terutamanya kekerasannya dan sifat ketahanan panas dan listrik.

Dua karakteristik komponen ion (kation dan anion) dalam material

(23)

 Besar muatan listrik masing-masing ion (jumlah ion kation harus seimbang dengan jumlah anionnya sehingga kristal menjadi netral

CF2 ( 1 ion C2+ dan 2 ion F- ).

 Ukuran kation dan anion akan berpengaruh pada kestabilan kristal batu bata ( kristal batu bata stabil jika seluruh ion anion yang

berada disekeliling ion kation bersentuhan dengan kation).

II. 7. PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

Penelitian – penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan usulan

penelitian diantaranya :

a. Abdullah Bin Ahmad, (2006). “Bata Tanpa Bakar”, penelitian ini

mengkaji penggunaan tanah liat sebagai bahan baku utama. Proses

produksinya tanah liat dicampur dengan semen yang bervariasi 10%,

20%, 30%, 40%, dan 50%, ditambahkan dengan air sebesar 20%,

dilakukan pencetakan dengan ukuran 70 x 70 x 70 mm dan dilakukan

pengeringan secara alami selama 21, 30, dan 40 hari. Kulaitas produk

ditentukan berdasarkan kuat tekan dan daya serap air yang mengacu

kepada standar BS 3921. Hasil penelitian menunjukkan semakin besar

penambahan semen, daya serap air semakin rendah, dari variasi

penambahan semen, penambahan semen 10% tidak memenuhi standar.

Sumber : Tesis University Technology Malaysia (diunduh melalui internet)

b. Henggar Hardiani, (2009). “Pemanfaatan Limbah Sludge Industri Kertas Sigaret Untuk Bahan Baku Bata Beton”. Balai Besar Pulp dan kertas, Bandung. Industri kertas merupakan salah satu industri

yang banyakmenghasilkan limbah, terutama limbah padat dari instalasi

pengolahan air limbah (IPAL). Jumlah produksi limbah padat IPAL

industri kertas sangat besar berkisar antara 3-4 % dari kapasitas

produksinya. Saat ini, pengelolaan limbah padat IPAL industri kertas

di Indonesia belum dilakukan secara baik. Penelitia pemanfaatan

(24)

limbah padat IPAL industri kertas yang mengandung kalsium karbonat

telah dilakukan sebagai bahan campuran pembuatan bata beton.

Dengan memvariasikan semen (PC) dengan agregat. Agregat terdiri

dari campuran sludge dan pasir yang komposisinya divariasikan.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi campuran

limbah padat IPAL, sebagai bahan baku pembautan bata beton. Yaitu

dapat menghasilkan produk sesuai standar. Produk bata beton yang

dihasilkan diuji kekuatan tekan dan uji TCLP. Hasil penelitian

menunjukkan bata beton dapat dibuat dengan campuran 1 PC : 6

agregat (40% limbah padat dengan 60% pasir) atau campuran 1 PC : 8

agregat (30% limbah padat dengan 70% pasir) dimana bata betn yang

dihasilkan termasuk kelas II dan III menurut SNI 03-0348-1989

tentang mutu bata batu beton pejal. Penelitian terhadap aspek

lingkungan menunjukkan bahwa uji TCLP produk bata beton tidak

memberikan risiko pencermaran lingkungan.

c. Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Industri Bleaching Earth sebagai Bata Dekorasi, Tahun 2002. Limbah padat industri bleacing earth bersumber dari pengolahan air limbah dengan mempergunakan

kalium oksida (CaO), komposisi utamanya : SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan

CaO. Penelitian ini mengkombinasikan limbah padat industri

bleaching earth dengan semen, selanjutnya dilakukan pembentukan

(press) dan dikeringkan secara alami selama 1 bulan. Bentuk produksi

bata dekorasi tebal 3 cm, panjang sama dengan lebar : 20 cm. Hasil

penelitian menunjukkan semakin besar prosentase penambahan semen,

kekuatan tekannya semakin meningkat tetapi warna produk menjadi

lebih gelap.

d. Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Industri Gas (PT. Gas Negara) sebagai Bata Tanpa Pembakaran, Tahun 2003. Limbah

padat industri gas bersumber dari pengolahan air limbah dengan

(25)

CaCO3, dan Al2O3, berwarna putih. Penelitian ini mengkombinasikan

limbah padat industri gas dengan semen, selanjutnya dilakukan

pembentukan (press) dan dikeringkan secara alami selama 1 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan semakin besar prosentase penambahan

semen, kekuatan tekannya semakin meningkat. Prosentase semen

terbaik dan ekonomis adalah 20 – 25%.

e. Kajian Pemanfaatan Limbah Padat Fly Ash Batubara Industri Kertas sebagai Bata Merah, Tahun 2001. Limbah padat fly ash

batubara diperoleh dari PT. TJIWI KIMIA, Mojokerto, Jawa Timur.

Limbah fly ash batubara bersumber dari pemakaian batubara sebagai

bahan bakar, kualitas fly ash batubara meliputi kandungan : SiO2,

Al2O3, Fe2O3, dan CaO. Berwarna kuning dan kecoklatan. Penelitian

ini mengkombinasikan limbah padat fly ash batubara dengan lumpur

aktif (biosolid) selanjutnya dilakukan pembentukan (press),

pengeringan alami dan pembakaran dalam furnace. Penelitian

dilakukan dalam skala laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan

semakin besar prosentase penambahan lumpur aktif (biosolid)

campuran semakin liat, kekuatan tekannya berkurang dan berwarna

bata. Hasil pembakaran semakin merah, kuat tekan 60kg/cm2 dan daya

serap air 10-20 % diperoleh pada penambahan lumpur aktif 30-40%.

Temperatur pembakaran 70oC dan waktu pembakaran 4 jam.

(26)
(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Bahan – bahan yang digunakan III.1.1. Bahan utama

Limbah padat (Biosolid)

III.1.2. Bahan pembantu

a. Abu terbang (fly ash) batubara.

b. Semen.

c. Air (H2O).

III.2. Alat – alat yang digunakan

a. Alat Press Batu Bata III.3. Gambar Susunan Alat

III.4. Variabel

a. Kadar Fly ash Batubara (FAB) (%) : 10, 20, 30, 40, 50.

b. Kadar Semen (%) : 10, 15, 20, 25, 30.

c. Waktu pengeringan (hari) : 7, 14, 21, 28. Gambar 4.1 Alat Press Batu Bata

(28)

III.5. Metode Penelitian

III.5.1. Kajian Proses Pencampuran (Mixing), Pencetakan, dan Pengeringan.

Kajian ini dimaksudkan untuk menentukan kombinasi campuran

limbah padat biosolid dengan fly ash batubara dan semen yang kemudian

di press yang menghasilkan produk batu bata yang terbaik (sesuai dengan

standar nasional indonesia SNI). Berbagai kajian yang dilakukan meliputi :

Kadar fly ash batubara 5 (lima) variabel : 10%, 20%, 30%, 40%, 50%.

 Kadar semen 5 (lima) variabel : 10 %, 15% , 20% , 25% , 30%.

 Modul batu bata : 1 (satu) modul yaitu modul M-6b.

Hasil yang diharapkan dalam kajian ini :

o Prosentase penambahan fly ash batubara terbaik.

o Prosentase penambahan semen terbaik..

Waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan 28 (dua puluh delapan) hari

dan setiap 7 (tujuh) hari dilakukan pengujian kualitas dan setiap pengujian

dibutuhkan 2 (dua) produk maka :

jumlah sampel : 1 x 5 x 5 x 1 x 4 x 2= 200

III.5.2. Kajian Kualitas Produk Batu Bata

Kualitas produk batu bata mengacu kepada Standar Nasional

Indonesia (SNI) yaitu SNI 15- 2094-2000 meliputi : kuat tekan dan daya

serap air.

Uji tekan

Jumlah sampel : 1 x 5 x 5 x 1 x 4 x 1= 100

(29)

Jumlah sampel : 1 x 5 x 5 x 1 x 4 x 1= 100

III.5.3. Prosedur

LIMBAH

PADAT

BIOSOLID

LIMBAH FLY ASH

BATUBARA

(10%, 20%, 30%,

40%, 50%)

MIXING (PENCAMPURAN)

PROSES PENCETAKAN

PROSES PENGERINGAN

ALAMI

PRODUK BATU BATA SIAP

DIUJI KUALITAS

HASIL DAN KESIMPULAN

AIR

SEMEN

(10%, 15%,

20%, 25%, 30%)

 

Gambar.2. Prosedur Batu Bata

(30)

III.5.4. Prosedur Analisa

1. Analisa Daya Tekan

Untuk uji kuat tekan dalam Kajian Pemanfaatan Limbah Padat

(Biosolid) Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata Tanpa

Pembakaran ini dilakukan di Laboratorium Beton dan Bahan

Bangunan, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Uji Kuat

Tekan batu bata dilakukan dengan menggunakan alat Hydraulic

Presses.

2. Analisa Daya Serap

Untuk uji daya serap air dalam Kajian Pemanfaatan Limbah

Padat (Biosolid) Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata

Tanpa Pembakaran ini dilakukan secara mandiri. Adapun tahapan

analisa adalah sebagai berikut :

a. Persiapan alat dan bahan untuk merendam.

b. Penakaran air sebanyak 3 Liter, kemudian dimasukkan ke dalam

bejana.

c. Rendam batu bata dalam air tersebut, angkat setelah 24 jam.

d. Takar ulang air dalam bejana, dan hitung penurunan volume air

yang terjadi. Volume air yang hilang merupakan volume air yang

(31)

III.5.5. Jadwal Pelaksanaan

No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6

1. Persiapan

2. Mixing &

Pencetakan

3. Pengeringan

4. Uji tekan & daya

serap air

5. Analisa &

laporan

 

(32)

BAB IV

HASIL DAN PENGAMATAN

IV.1. ANALISA BAHAN BAKU

Adapun analisa yang dilakukan yaitu :

1. Uji Kuat Tekan Batu Bata

Untuk uji kuat tekan dalam Kajian Pemanfaatan Limbah Padat

(Biosolid) Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata Tanpa

Pembakaran ini dilakukan di Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan,

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

2. Daya Serap Air Batu Bata

Untuk uji daya serap air dalam Kajian Pemanfaatan Limbah

Padat (Biosolid) Sebagai Bahan Baku Alternatif Produksi Batu Bata

Tanpa Pembakaran ini dilakukan secara mandiri.

Analisa Bahan Baku

Berdasarkan hasil analisa bahan awal (limbah padat biosolid)

diperoleh data sebagai berikut : 

Tabel 4.1 Hasil Analisa Bahan

NAMA SAMPEL KADAR

1. Limbah Padat (Biosolid) 

a. SiO2

b. Fe2O3

 

26,54% 

(33)

   

Sumber : Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya (2011),

Laboratorium Instrumentasi UPN “Veteran” Jawa Timur (2011) 

 

Persyaratan mutu batu bata untuk bahan bangunan :

a. Kuat Tekan

Tabel 2.1.2. Kuat Tekan dan Koefisien Variasi Batu Bata

Kelas Kuat Tekan

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-2094-2000.

b. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimum batu bata merah adalah 20 %.  

 

c. CaO

d. MgO

e. K2O 

2. Abu Terbang (Fly Ash) 

a. SiO2 

(34)

 

IV.2. HASIL ANALISA

IV.2.1. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -7

(35)

21 50 10 40 33,83 18,95

22 50 15 35 32,98 17,86

23 50 20 30 32,98 16,04

24 50 25 25 30,44 16,04

25 50 30 20 29,60 14,94

IV.2.2. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -14

Tabel 4.2.2. Tabel Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-14

Variabel

(36)

16 40 10 50 43,52 21,58

IV.2.3. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -21

Tabel 4.2.3. Tabel Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-21

(37)

11 30 10 60 51,90 22,67

IV.2.4. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata Pada Hari Ke -28

Tabel 4.2.4. Tabel Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-28

Variabel

(38)

6 20 10 70 49,72 23,18

7 20 15 65 49,73 22,45

8 20 20 60 55,00 22,45

9 20 25 55 56,21 21,58

10 20 30 50 56,63 20,70

11 30 10 60 54,73 21,80

12 30 15 55 54,74 21,29

13 30 20 50 59,16 18,81

14 30 25 45 64,51 19,39

15 30 30 40 61,86 18,08

16 40 10 50 50,11 20,92

17 40 15 45 51,07 20,19

18 40 20 40 48,97 18,52

19 40 25 35 46,17 16,91

20 40 30 30 45,70 14,73

21 50 10 40 44,99 17,72

22 50 15 35 43,76 16,91

23 50 20 30 43,56 14,00

24 50 25 25 40,89 14,43

(39)

IV.3. PEMBAHASAN

IV.3.1. Grafik Uji Kuat Tekan

IV.3.1.1 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Kuat Tekan Hari ke - 7

Grafik 4.3.3.1. Grafik Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-7

Pada grafik 4.3.3.1 menunjukkan bahwa untuk pengeringan batu

bata hingga hari ke-7, Kuat tekan batu bata berkisar 20 sampai 50

kg/cm2. Hal ini dikarenakan pengeringan dilakukan dengan waktu yang

singkat, sehingga batu bata yang dihasilkan masih memiliki kelembaban

yang tinggi (belum kering). Jika komposisi semen yang digunakan terlalu

rendah, maka hasil uji tekan juga rendah sehingga kualitas batu bata

rendah. Namun, jika komposisi semen yang digunakan terlalu tinggi,

maka hasil uji kuat tekan juga rendah sehingga kualitas batu bata yang

dihasilkan juga rendah. Untuk mendapatkan hasil batu bata yang

maksimal, diperlukan komposisi semen tidak terlalu tinggi ataupun

rendah. Nilai optimum dicapai pada titik kadar semen 20-30% berat.

(40)

IV.3.1.2 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Kuat Tekan Hari ke - 14

Grafik 4.3.1.2. Grafik Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-14

Pada grafik 4.3.1.2 menunjukkan bahwa untuk pengeringan batu bata

hingga hari ke-14, Kuat tekan batu bata mengalami peningkatan . Hal ini

dikarenakan batu bata yang dihasilkan semakin mengering, walaupun

perubahannya tidak begitu banyak. Kualitas tekan batu bata yang dihasilkan

juga semakin meningkat.

(41)

Grafik 4.3.1.3 Grafik Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-21

Pada grafik 4.3.1.3 menunjukkan bahwa untuk pengeringan batu

bata hingga hari ke-21, Kuat tekan batu bata juga mengalami

peningkatan. Pada kondisi ini, angka perubahan tekan tidak terlalu

banyak seperti hari ke-14. Namun, batu bata memiliki kualitas yang

cukup baik sesuai SNI 15-2094-2000 (50 kg/cm2).

IV.3.1.4 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Kuat Tekan Hari ke - 28

Grafik 4.3.1.4. Grafik Hasil Uji Tekan dengan pengeringan hari ke-28

Pada grafik 4.3.4 menunjukkan bahwa untuk pengeringan batu

bata hingga hari ke-28, Kuat tekan batu bata mengalami perubahan.

Perubahan kualitas batu bata juga berbeda-beda. Untuk batu bata, dengan

kadar semen dan fly ash yang rendah mengalami peningkatan kuat tekan

yang sangat rendah. Untuk batu bata dengan kadar semen dan fly ash

yang terlalu tinggi juga mengalami peningkatan angkata kuat tekan yang

rendah namun tidak serendah dengan kadar semen dan fly ash yang

rendah. Angka kuat tekan maksimum dicapai dengan kadar semen dan

fly ash yang setara atau sebanding dengan jumlah biosolid.

(42)

IV.3.1.5 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada Kadar Fly Ash 10%

Grafik 4.3.1.5. Grafik Hasil Uji Tekan dengan Kadar Fly Ash 10%

Pada grafik 4.3.1.5 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 10% maka semakin tinggi

kuat tekan yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya semakin rendah kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 10% maka semakin rendah

kuat tekan yang dihasilkan. Disamping itu lama pengeringan

mempengaruhi kuat tekan batu bata, semakin lama pengeringan batu bata

maka batu bata mengalami peningkatan kuat tekan.Hal ini dikarenakan

kondisi batu bata semakin mengering setiap harinya, dimana kadar air

yang terkandung lebih sedikit.Sehingga semen dan fly ash dapat

(43)

IV.3.1.6 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada kadar Fly Ash 20%

Grafik 4.3.1.6. Grafik Hasil Uji Tekan dengan kadar Fly Ash 20%

Pada grafik 4.3.1.6 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 20% maka semakin tinggi

kuat tekan yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya semakin rendah kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 20% maka semakin rendah

kuat tekan yang dihasilkan. Namun pada penambahan fly ash yang terlalu

banyak menyebabkan terjadinya penurunan kuat tekan batu bata.

Disamping itu lama pengeringan mempengaruhi kuat tekan batu bata,

semakin lama pengeringan batu bata maka batu bata mengalami

peningkatan kuat tekan. Hal ini dikarenakan kondisi batu bata semakin

mengering setiap harinya, dimana kadar air yang terkandung lebih

sedikit.Sehingga semen dan fly ash dapat menigikat biosolid secara

maksimal.

(44)

IV.3.1.7 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada kadar Fly Ash 30%

Grafik 4.3.1.7. Grafik Hasil Uji Tekan dengan Kadar Fly Ash 30%

Pada grafik 4.3.1.7 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 30% maka semakin tinggi

kuat tekan yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya semakin rendah kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 30% maka semakin rendah

kuat tekan yang dihasilkan. Namun pada penambahan fly ash yang terlalu

banyak menyebabkan terjadinya penurunan kuat tekan batu bata.

Disamping itu lama pengeringan mempengaruhi kuat tekan batu bata,

semakin lama pengeringan batu bata maka batu bata mengalami

peningkatan kuat tekan.Hal ini dikarenakan kondisi batu bata semakin

mengering setiap harinya, dimana kadar air yang terkandung lebih

sedikit. Sehingga semen dan fly ash dapat menigikat biosolid secara

(45)

IV.3.1.8 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada kadar Fly Ash 40%

Grafik 4.3.1.8. Grafik Hasil Uji Tekan dengan Kadar Fly Ash 40%

. Pada grafik 4.3.1.8 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 40% maka semakin rendah

kuat tekan yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya semakin rendah kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 40% maka semakin tinggi

kuat tekan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan apabila penggunaan

semen terlalu banyak, menyebabkan penyusutan pada batu bata juga membesar,

sehingga kemampuan batu bata untuk menahan beban ikut berkurang dan

mempengaruhi kuat tekan batu bata. Disamping itu lama pengeringan

mempengaruhi kuat tekan batu bata, semakin lama pengeringan batu bata

maka batu bata mengalami peningkatan kuat tekan.

(46)

IV.3.1.9 Hubungan Prosentase Semen dengan Kuat Tekan Pada kadar Fly Ash 50%  

Grafik 4.3.1.9. Grafik Hasil Uji Tekan dengan Kadar Fly Ash 50%

Pada grafik 4.3.1.9 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen yang di padukan dengan kadar fly ash 40% maka semakin

rendah kuat tekan yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya semakin

rendah kadar semen yang di padukan dengan kadar fly ash 40% maka

semakin tinggi kuat tekan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan apabila

jumlah semen terlalu banyak maka batu bata sulit dipadatkan, sehingga

kuat tekannya menjadi rendah. Namun jika jumlah semen terlalu sedikit

akan menyebabkan jumlah air yang berlebihan, sehingga kuat tekan

batu bata juga menjadi rendah Disamping itu lama pengeringan

mempengaruhi kuat tekan batu bata, semakin lama pengeringan batu

(47)

IV.3.2 Hasil Uji Daya Serap

IV.3.2.1 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Daya Serap Hari ke – 7

Grafik 4.3.2.1. Grafik Hasil Uji Daya Serap Dengan Pengeringan Hari Ke-7

Pada grafik 4.3.2.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dan fly ash yang digunakan, maka semakin rendah daya serap batu

bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar semen yang tinggi

memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat. Sehingga, besar air

yang dapat diserap semakin kecil.

IV.3.2.2 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Daya Serap Hari ke – 14

(48)

Grafik 4.3.2.2. Grafik Hasil Uji Daya Serap Dengan Pengeringan Hari Ke-14

Pada grafik 4.3.2.2 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dan fly ash yang digunakan, maka semakin rendah daya serap batu

bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar semen yang tinggi

memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat. Sehingga, besar air

yang dapat diserap semakin kecil. Pada hari ke 14, daya serap air batu

bata mengalami kenaikan angka. Hal ini disebabkan kadar air yang

terkandung dalam batu bata lebih kecil daripada pengeringan hari ke-7.

Sehingga air yang diserap semakin banyak.

IV.3.2.3 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Daya Serap Hari ke – 21

(49)

Pada grafik 4.3.2.3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dan fly ash yang digunakan, maka semakin rendah daya serap batu

bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar semen yang tinggi

memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat. Sehingga, besar air

yang dapat diserap semakin kecil. Pada hari ke 21, daya serap air batu

bata mengalami kenaikan angka namun tidak terlalu besar. Hal ini

disebabkan kadar air yang terkandung dalam batu bata lebih kecil

daripada pengeringan hari ke-14. Sehingga air yang diserap semakin

banyak.

IV.3.2.4 Hubungan Prosentase Semen , Prosentase Fly Ash , dan Daya Serap Hari ke – 28

Grafik 4.3.2.4 Grafik Hasil Uji Daya Serap Dengan Pengeringan Hari Ke-28

Pada grafik 4.3.2.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dan fly ash yang digunakan, maka semakin rendah daya serap batu

bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar semen yang tinggi

memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat. Sehingga, besar air

yang dapat diserap semakin kecil. Pada hari ke 28, daya serap air batu

bata mengalami kenaikan angka. Hal ini disebabkan kadar air yang

terkandung dalam batu bata lebih kecil daripada pengeringan hari ke-21.

Sehingga air yang diserap semakin banyak.

(50)

IV.3.2.5 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air Pada kadar Fly Ash 10%

Grafik 4.3.2.5. Grafik Hasil Uji Daya Serap dengan Kadar Fly Ash 10%

Pada grafik 4.3.2.5 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dengan paduan kadar fly ash 10% yang digunakan, maka semakin

rendah daya serap batu bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar

semen yang tinggi memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat.

Sehingga, besar air yang dapat diserap semakin kecil. Pada hari ke 28,

daya serap air pada kondisi fly ash 10% hingga 50% didapat hasil yang

konstan dan memiliki perbedaan yang kecil.

(51)

Grafik 4.3.2.6. Grafik Hasil Uji Daya Serap dengan Kadar Fly Ash 20%

Pada grafik 4.3.2.6 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dengan paduan kadar fly ash 20% yang digunakan, maka semakin

rendah daya serap batu bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar

semen yang tinggi memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat.

Sehingga, besar air yang dapat diserap semakin kecil. Adapun perubahan

penurunan daya serap bersifat konstan.

IV.3.2.7 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air Pada kadar Fly Ash 30%

Grafik 4.3.2.7. Grafik Hasil Uji Daya Serap dengan Kadar Fly Ash 30%

Pada grafik 4.3.2.7 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dengan paduan kadar fly ash 30% yang digunakan, maka semakin

rendah daya serap batu bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar

D

(52)

semen yang tinggi memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat.

Sehingga, besar air yang dapat diserap semakin kecil. Adapun perubahan

penurunan daya serap pada titik tertentu tidak terlalu besar. Pada kadar

fly ash 30%, terjadi penurunan daya serap dibanding dengan kadar fly

ash 20%. Fly ash juga memiliki pori-pori yang cukup rapat, sehingga

mempersulit air untuk masuk ke pori-pori batu bata.

IV.3.2.8 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air Pada kadar Fly Ash 40%

Grafik 4.3.2.8. Grafik Hasil Uji Daya serap dengan Kadar Fly Ash 40%

Pada grafik 4.3.2.8 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar semen

dengan paduan kadar fly ash 40% yang digunakan, maka semakin rendah daya

serap batu bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar semen yang

tinggi memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat. Sehingga, besar

air yang dapat diserap semakin kecil. Pada grafik diatas daya serap yang

dihasilkan terdapat titik dimana komposisi tersebut tidak memenuhi SNI

15-2094-2000 yaitu kurang dari 20%. Pada kadar fly ash 40%, terjadi

penurunan daya serap dibanding dengan kadar fly ash 30%. Fly ash juga

memiliki pori-pori yang cukup rapat, sehingga mempersulit air untuk

masuk ke pori-pori batu bata.

(53)

IV.3.2.9 Hubungan Prosentase Semen dengan Daya Serap Air Pada kadar Fly Ash 50%

Grafik 4.3.2.9. Grafik Hasil Uji Daya Serap dengan Kadar Fly Ash 50%

Pada grafik 4.3.2.9 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar

semen dengan paduan kadar fly ash 50% yang digunakan, maka semakin

rendah daya serap batu bata. Hal ini dikarenakan batu bata dengan kadar

semen yang tinggi memiliki pori-pori permukaan yang sangat rapat.

Sehingga, besar air yang dapat diserap semakin kecil. Pada grafik diatas

daya serap yang dihasilkan terdapat titik dimana komposisi tersebut tidak

memenuhi SNI 15-2094-2000 yaitu kurang dari 20%. Pada kadar fly ash

50%, terjadi penurunan daya serap dibanding dengan kadar fly ash 40%.

Fly ash juga memiliki pori-pori yang cukup rapat, sehingga mempersulit

air untuk masuk ke pori-pori batu bata.

D

(54)

IV.3.3. SIMPULAN PEMBAHASAN

Perbandingan analisa produk dengan SNI 15-2094-2000 untuk modul batu

bata M-6b :

Tabel 4.3.3 Simpulan Pembahasan

Untuk 28 Hari dengan kadar fly ash 30%

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan analisa kuat tekan yang dilakukan pada batu bata berbahan

baku biosolid, diperoleh komposisi yang maksimal untuk menghasilkan

batu bata yang sesuai dengan SNI 15-2094-2000 yaitu batu bata dengan

komposisi kadar fly ash 30%, semen 25%, dengan waktu pengeringan

28 hari sebesar 64,51 kg/cm2. (Laboratorium Beton dan Bahan

Bangunan,Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Sepuluh November, Surabaya)

2. Berdasarkan analisa daya serap air yang dilakukan pada batu bata

berbahan baku biosolid, diperoleh komposisi yang maksimal untuk

menghasilkan batu bata yang sesuai dengan SNI 15-2094-2000 yaitu

batu bata dengan komposisi kadar fly ash 50%, semen 20%, dengan

waktu pengeringan 28 hari sebesar 13,63%. (Mandiri)

3. Berdasarkan SNI 2094-2000, batu bata yang sesuai dengan SNI

15-2094-2000 yaitu bata dengan komposisi fly ash 30%, semen 25%, dan

waktu pengeringan 28 hari, dengan kuat tekan 64,51 kg/cm2 dan daya

serap air sebanyak 19,39 %.

4. Limbah padat biosolid dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif

produksi batu bata tanpa pembakaran. Kadar biosolid yang memenuhi

untuk dijadikan komposisi batu bata sesuai SNI 15-2094-2000 yaitu

batu bata dengan kadar biosolid 45%.

5.2. Saran

1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya biosolid dapat diolah menjadi

berbagai macam produk, karena jumlah biosolid sangat banyak.

(56)

2. Pada pencampuran bahan baku, diharapkan limbah padat (biosolid)

dalam keadaan kering, sehingga komposisi bahan baku dapat terukur

dengan maksimal (kandungan air dalam biosolid rendah).

3. Sebaiknya biosolid yang digunakan dalam ukuran yang seragam, agar

didapat batu bata yang memiliki kerapatan rata.

4. Saat uji daya serap air diharapkan pada peneliti berikutnya, saat

merendam batu bata air rendamannya sebelumnya dipanaskan terlebih

dahulu.

5. Sebaiknya saat mencetak batu bata, tekanan mesin press batu bata

diketahui, agar didapat hasil yang seragam dengan tekanan yang

konstan.

(57)

http://dafi017.blogspot.com/2009/03/pemanfaatan-fly-ash-abu-terbang-dari.html

Anynomous.(2007). Diakses pada tanggal : 22 Juni 2011

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/limbah-padat/

Anynomous.(2008).Diakses pada tanggal : 22 Juni 2011

http://bimbinganbelajarku.wordpress.com/2008/10/05/pengaruh-penggunaan-abu-terbang-fly-ash-terhadap-kuat-tekan-dan-serapan-air-pada-mortar/

Anynomous.(2009). Diakses pada tanggal : 22 Juni 2011

http://www.bbpk.go.id/main/bbsfiles/vol44no2/4.%2044Des09%20Artikel%20Henggar.

pdf

Anynomous.(2009). Diakses pada tanggal : 28 Juni 2011

http://pasir-ku.blogspot.com/2009/08/semen.html

Anynomous.(2009). Diakses pada tanggal : 28 Juni 2011

http://www.scribd.com/doc/38737084/Batu-Bata

Anynomous.(2010). Diakses pada tanggal : 22 Juni 2011

http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=1817&q=PEMANFAATAN%20LIMBAH%20PADA

T%20%28SLUDGE%29%20PABRIK%20KERTAS%20SEBAGAI%20BATA%20BET

ON%20%28BATAKO%29%20UNTUK%20MEREDUKSI%20KUANTITAS%20LIM

BAH

Girovich, Mark J. (1996). BIOSOLIDS TREATMENT AND MANAGEMENT : Processes for

Beneficial Use. New York : Marcel Dekker, Inc.

Habudin.(2008). Pengaruh Perawatan Terhadap Kuat Tekan dan Absorption Beton

K-300.From :http://eprints.undip.ac.id. Diaksespadatanggal : 3 Juni 2012

Mulyono, Tri. 2005. Teknologi Beton, Penerbit Andi. Yogyakarta.

(58)

Portland Tipe I. Skripsi. Program Studi Teknik Material. Fakultas Teknik Industri

Institut Teknologi Bandung.

SNI 15-2094-2000, Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding, Balitbang Departemen

Pekerjaan Umum, Jakarta.

Wang, Lawrence K. (2008). HANDBOOK OF ENVIROMENTAL ENGINEERING VOLUME

7 : Biosolids Engineering and Management. Totowa : Humana Press.

Yogendran., V, et al., 1987. Silica Fume in High-Strength Concrate. Technical Paper. Title

(59)

A. ANALI

SA DAYA SERAP

a. Menghi

tung daya serap air

Air mula-mula = 3 Liter

Air Setelah direndam= x Liter

Sehingga, air yang diserap = (3 - x) Liter

Contoh : Pada batu bata dengan kadar 40% fly ash, 25% semen setelah direndam

selama 24 jam, air menjadi 2730 ml. maka :

air yang terserap = 3 Liter – 2.73 liter

= 270mL = 270 cm3

Dimensibata :

 Panjang = 21.5 cm  Lebar = 11 cm  Tinggi = 5.8 cm

Volume Batu Bata = p x l x t

= 21.5 cm x 11 cm x 5.8 cm

= 1371.70 cm3

Prosentase daya serap air (%) = Vair yang terserap

Volume batu bata

= 270 cm3 x 100%

1371.70 cm3

= 19.68%

Gambar

Tabel 2.1.2. Kuat Tekan dan Koefisien Variasi Batu Bata
Gambar. b Biosolid
Tabel 2.4.1. Komposisi kimia abu terbang batubara
Gambar 4.1  Alat Press Batu Bata
+7

Referensi

Dokumen terkait

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Jadi pernikahan yang sah menyebabkan laki- laki dan perempuan akan dapat

Sistem Informasi adalah kumpulan dari sub-sub sistem baik pisik maupun non pisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan

Berdasarkan uji hipotesis penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Terdapat hubungan yang positif dan sig- nifikan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru

Penerapan pembelajaran matematika realistik dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing dilaksanakan dengan perencanaan yang telah disusun dan menggunakan

Nilai pengaturan faktor yang digunakan adalah nilai hasil optimasi yang telah ditransformasi dan dilakukan pembulatan untuk menyesuaikan dengan

Algoritma SVM digunakan untuk memprediksi kunjungan wisata musium di Jakarta, di mana terdapat variabel tempat destinasi, bulan, jenis pengunjung dan jumlah pengunjung.. Di mana

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah YME atas berkah dan kasih- Nya sehingga dapat diselesaikannya penelitian ini dengan judul “PENGARUH KUALITAS LAYANAN,

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI NOMOR : 14 TAHUN 2012 TANGGAL : 2012