PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM
SISTEM KEHIDUPAN
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
oleh
Arief Muttaqiin NIM. 1302205
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH PASCASARJANA
Pengaruh Model
Discovery Learning
dengan Sisipan Membaca Kritis
Terhadap Penguasaan Konsep dan
Berpikir Kritis Siswa SMP Pada
Konsep Energi dalam Sistem
Kehidupan
Oleh Arief Muttaqiin S.Pd UPI Bandung, 2012
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana UPI
© Arief Muttaqiin 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ARIEF MUTTAQIIN
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR
KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM SISTEM KEHIDUPAN
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing,
Dr. Wahyu Sopandi, M.A. NIP. 196605251990011001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPA
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM
SISTEM KEHIDUPAN
Abstrak
Salah satu hal yang dapat menunjang hasil belajar baik penguasaan konsep maupun berpikir kritis adalah kegiatan membaca, khususnya membaca kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh dari pembelajaran model discovery learning dengan sisipan membaca kritis terhadap penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa kelas VII pada salah satu SMP di Cimahi. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Quasi Experimental dengan desain The Static-Group Pretest-Posttest. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan sampel penelitian diambil secara purposive yakni kelas VII K sebagai kelompok eksperimen (diberi perlakuan sisipan membaca kritis/ DL-MK) dan VII L sebagai kelompok kontrol (diberi perlakuan membaca biasa/ DL-MB). Pengumpulan data dilakukan dengan tes penguasaan konsep dan tes uraian berpikir kritis pada awal dan akhir pembelajaran, kemudian data dianalisis dengan uji beda dua rata-rata (uji t atau uji U-Mann Whitney dengan α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan penguasaan konsep pada kedua kelompok secara signifikan (sig. N-gain = 0,610, t = -0,512). Hasil lainnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada aspek strategi dan taktik pada kedua kelompok penelitian secara signifikan (sig. N-gain = 0,014, z = -2,456). Sementara itu, hasil pengujian statistik kemampuan berpikir kritis pada aspek memberikan penjelasan dasar (sig. N-gain = 0,520, z = -0,644) dan menyimpulkan (sig. N-gain = 0,144, z = -1,460) menunjukkan tidak terdapat perbedaan peningkatan rata-rata yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kegiatan membaca kritis yang disisipkan dalam model Discovery Learning hanya berpengaruh pada aspek strategi dan taktik saja.
THE EFFECT OF DISCOVERY LEARNING MODEL WITH CRITICAL
READING INSERTION TOWARD JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS’
CONCEPTS MASTERY AND CRITICAL THINKING ON ENERGY IN LIFE SYSTEM CONCEPT
Abstract
One thing that can support learning outcomes either mastery of concepts and critical thinking is the activity of reading, particularly the critical reading. This study aimed to describe the influence of discovery learning model with critical reading insertion toward student’s concepts mastery and critical thinking skills of class VII at one junior high school in Cimahi. The method used was Quasi Experimental with The Static-group pretest-posttest design. The population was all students of class VII, the sample of research are class VII K as an experimental group (treated critical reading insertion/ DL-MK) and VII L as the control group (untreated regular reading/ DL-MB). Data collected by the test of concepts mastery and critical thinking test at the beginning and at the end of the study. Data were analyzed with two different test average (t test or Mann-Whitney U test with α = 0.05). The results showed that there was no significantly difference in the average of Ngain in mastery of concepts in both groups (sig. Ngain = 0.610, t = -0.512). Other results showed that there was significantly difference in the average of N-gain in the critical thinking skills on aspects of strategy and tactics in both study groups (sig. N-gain = 0.014, z = -2.456). Meanwhile, the results of statistical tests of critical thinking skills in explaining basic aspects (sig. N-gain = 0.520, z = -0.644) and conclude (sig. N-gain = 0.144, z = -1.460) showed no significantly difference in average of N-gain between experimental group and control group. A critical reading activity that was inserted in the model of Discovery Learning only affects the strategic and tactical aspects of the course.
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i
Ucapan Terima Kasih ... ii
Abstrak ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... x
Daftar Lampiran ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 8
C. Batasan Masalah Penelitian... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 11
F. Asumsi Penelitian ... 12
G. Hipotesis Penelitian ... 13
H. Struktur Organisasi Tesis ... 13
BAB II PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM SISTEM KEHIDUPAN ... 16
A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) ... 16
B. Membaca Kritis ... 21
C. Penguasaan Konsep ... 26
D. Berpikir Kritis ... 31
E. Energi dalam Sistem Kehidupan ... 36
F. Keterkaitan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning), Membaca Kritis, Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Energi dalam Sistem Kehidupan ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
A. Metode dan Desain Penelitian ... 44
B. Definisi Operasional... 46
D. Populasi dan Sampel ... 48
E. Instrumen Penelitian... 49
F. Prosedur Penelitian... 65
G. Analisis Data ... 67
H. Alur Penelitian ... 73
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 74
A. Keterlaksanaan Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 74
B. Penguasaan konsep Siswa melalui Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 79
C. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 96
D. Tanggapan Siswa Setelah Pelaksanaan Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 118
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 122
A. Simpulan ... 122
B. Implikasi ... 124
C. Rekomendasi ... 124
Daftar Pustaka ... 125
Lampiran ... 135
Daftar Tabel
Tabel Halaman
2.1 Langkah-langkah Operasional Implementasi Model
Discovery Learning dalam Pembelajaran ... 19
2.2 Interaksi antara Guru dan Pembaca ... 22
2.3 Elemen-elemen Membaca Kritis IPA... 24
2.4 Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-proses Kognitif yang Diadopsi dari Anderson dan Krathwohl ... 29
2.5 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Ennis ... 32
2.6 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelas VII pada Materi Energi dalam Sistem Kehidupan ... 37
2.7 Deskripsi Materi Energi dalam Sistem Kehidupan ... 38
3.1 Desain Penelitian The Static-Group Pretest-Posttest Design ... 44
3.2 Perlakuan Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 45
3.3 Perhitungan Statistik Deskriptif, Uji Normalitas dan Uji Homogenitas dan Uji Beda Dua Rat-rata Nilai Semester I ... 49
3.4 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Penguasaan Konsep ... 50
3.5 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Berpikir Kritis ... 51
3.6 Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Sebelum Penelitian ... 53
3.7 Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Setelah Pembelajaran dan Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan Sisipan Membaca Kritis... 53
3.8 Kisi-kisi Wawancara Mengenai Pembelajaran discovery learning dengan sisipan membaca kritis ... 55
3.9 Makna Koefisien Korelasi Product Moment ... 56
3.10 Kategori Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 58
3.11 Interpretasi Indeks Kesukaran Instrumen Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis... 58
3.12 Persentase Soal Penelitian Berdasarkan Tingkat Kesulitan ... 58
3.14 Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Penguasaan Konsep dan
Berpikir Kritis ... 60
3.15 Nilai Reliabilitas Hasil Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis ... 62
3.16 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda dan Kualitas Pengecoh Hasil Uji Coba Instrumen Pilihan Ganda (Penguasaan Konsep) ... 63
3.17 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Uraian (Berpikir Kritis) ... 64
3.18 Jenis Instrumen Utama Penelitian untuk Menjaring Data berdasarkan Pertanyaan Penelitian ... 64
3.19 Interpretasi Nilai N-gain ... 68
3.20 Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 71
3.21 Predikat Nilai Sikap ... 72
4.1 Persentase Ketercapaian Pretest, Posttest dan N-Gain Penguasaan Konsep Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB per Indikator (a) oleh Guru, (b) Oleh Siswa. ... 81
4.2 Perolehan Nilai Posttest Hasil Penelitian dan Sebelum Penelitian ... 83
4.3 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Penguasaan Konsep Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB ... 93
4.4 Persentase Ketercapaian Pretest, Postest dan N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB per Indikator ... 98
4.5 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Keseluruhan) ... 102
4.6 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Aspek Memberikan Penjelasan Dasar) ... 106
4.7 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Aspek Menyimpulkan) ... 110
4.8 Persentase Capaian Elemen-elemen Membaca Kritis ... 113
4.9 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Aspek Strategi dan Taktik) .. 114
4.11 Hasil Pengamatan Kegiatan Praktikum Kelompok DL-MK
dan DL-MB ... 117
4.12 Tanggapan Siswa Terkait Membaca pada Kelompok DL-MK
Daftar Gambar
Gambar Halaman
2.1 Model Pengolahan Informasi dalam Pembelajaran ... 17
2.2 Hierarki Hasil Belajar ... 28
2.3 Bagan Keterpaduan IPA dengan Tipe Shared Berdasarkan Fogarty ... 37
2.4 Pemanfaatan Energi Angin Dan Tenaga Surya Untuk Menghasilkan Energi Listrik ... 39
2.5 Fotosintesis ... 40
3.1 Alur Pengolahan Statistik Interferensi ... 70
3.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho ... 70
3.3 Bagan Alur Penelitian ... 73
4.1 Persentase Keterlaksanaan Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 75
4.2 Grafik Rata-rata N-Gain Penguasaan Konsep Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB per Indikator ... 86
4.3 Perolehan N-gain Siswa yang Membaca dan Tidak Membaca pada Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB ... 87
4.4 Perolehan Nilai Siswa dengan Minat Membaca Rendah antara Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 90
4.5 Grafik Rata-rata N-gain (<g>) Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB per Aspek ... 99
4.6 Persentase Membaca Siswa Sebelum Pembelajaran pada Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 108
4.7 Persentase Latar Belakang Kebiasaan Membaca Siswa pada Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 108
4.8 Persentase Sikap Siswa pada Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 117
Daftar Lampiran
Lampiran Halaman
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 136
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 150
A.3 Instrumen Penguasaan Konsep ... 164
A.4 Instrumen Berpikir Kritis ... 170
A.5 Angket ... 174
A.6 Lembar Kerja Siswa ... 180
A.7 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 202
A.8 Lembar Observasi Sikap Siswa ... 208
A.9 Lembar Observasi Keterampilan Siswa ... 210
A.10 Lembar Wawancara ... 212
B.1 Hasil Analisis Butir Soal Penguasaan Konsep ... 214
B.2 Hasil Analisis Butir Soal Berpikir Kritis ... 221
B.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Penguasaan Konsep ... 225
B.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Berpikir Kritis ... 225
B.5 Hasil Pretest, Posttest dan N-Gain Penguasaan Konsep ... 227
B.6 Hasil Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis ... 229
B.7 Hasil Uji Statistik Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis ... 231
B.8 Hasil Pengolahan Angket ... 243
B.9 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 244
B.10 Hasil Observasi Sikap Siswa ... 246
B.11 Hasil Observasi Keterampilan Siswa ... 248
B.12 Hasil Wawancara Guru ... 249
B.13 Daftar Nilai Membaca Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 251
C.1 Dokumentasi ... 253
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Penerapan kurikulum 2013 merupakan suatu upaya untuk menjawab
tantangan dalam menyongsong era globalisasi di mana persaingan akan tercipta
tidak hanya dalam ruang lingkup nasional, tetapi juga dalam ruang lingkup
internasional. Target utama dilakukannya pembaharuan kurikulum adalah dalam
rangka memperbaiki hasil belajar siswa, misalnya dalam ranah pengetahuan siswa
agar siswa dapat memiliki softskill dan hardskill yang lebih baik (Kemendikbud,
2014, hlm. 10-11). Ranah pengetahuan yang dikembangkan dalam Kurikulum
2013 selama proses pembelajaran meliputi elemen mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi (Kemendikbud, 2014, hlm. 13).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013 tidak hanya menuntut
siswa untuk melakukan pembelajaran yang bertujuan agar dapat menguasai
konsep-konsep pada tingkatan yang rendah, tetapi juga menuntut pembelajaran
yang merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis.
Adanya penekanan kurikulum 2013 terhadap perlunya pembelajaran yang
berbasis peningkatan penguasaan konsep dan berpikir kritis ini sejalan dengan
kecenderungan pembelajaran yang sedang berkembang pada abad ke 21.
Pembelajaran pada abad 21 menekankan pada partisipasi siswa di kelas,
mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dimiliki
siswa agar siswa memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia kerja yang
kompetitif untuk mengisi peran sebagai masyarakat aktif. Keterampilan yang
perlu dikembangkan pada masyarakat global adalah meningkatkan pemahaman
terkait perolehan informasi dan keterampilan berpikir kritis (Ornstein, Levene &
Gutek, 2011, hlm. 429).
Pembelajaran yang menuntut penguasaan konsep dan kemampuan berpikir
secara kritis ini diperlukan terkait informasi yang diperoleh dari situs resmi
ASEAN yakni asean.org, di mana mulai tahun 2015, negara-negara di kawasan
Asia Tenggara akan melakukan perdagangan bebas antar kawasan. Kedepannya,
siswa akan bersaing pada tingkat yang lebih tinggi karena tidak hanya bersaing
membekali setiap siswa bersaing di kancah internasional, maka salah satu
pembelajaran harus mengarah kepada pendidikan kecakapan hidup (life skills).
Kecakapan hidup (life skills) terutama kecakapan hidup generik diperlukan untuk
membekali setiap warga negara dalam menguasai keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mempertahankan hidupnya dalam menghadapi berbagai
persoalan yang dihadapinya agar dapat dipecahkan (Susiwi, 2007).
Pembelajaran yang berlandaskan kecakapan hidup di antaranya adalah
pembelajaran kecakapan berpikir (thinking skill) yang terdiri dari kecakapan
menggali, menemukan dan mengolah informasi agar dapat memproses berbagai
informasi yang diterimanya menjadi suatu kesimpulan. Kemampuan dasar yang
dapat menunjang kecakapan tersebut secara fungsional dapat berupa membaca
dan berpikir (Satori, 2002 dalam Susiwi, 2007). Dengan demikian, siswa akan
lebih terlatih dalam hal kecakapan berpikir setelah diimplementasikannya
pembelajaran berlandaskan kecakapan hidup di kelas.
Aspek pengetahuan (penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis)
akan mempengaruhi kesuksesan seseorang, sehingga siswa perlu dibekali dan
dilatih melalui pembelajaran yang mengarahkan siswa meningkatkan penguasaan
konsep dan berpikir kritisnya (Slamet, 2002). Penguasaan konsep dan berpikir
kritis diperlukan dalam pekerjaan maupun kehidupan karena dapat digunakan
sebagai alat untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk dalam segala
hal yang dilakukan (Paul & Elder, 2002, hlm. 44). Pembelajaran yang
menekankan penguasaan konsep dan berpikir kritis dianggap penting untuk
memecahkan masalah karena di dalamnya mengandung pendekatan sistematis
yang menuntut siswa untuk terampil mengevaluasi informasi hingga memperoleh
solusi yang layak untuk mengatasi berbagai masalah baik terstruktur maupun
tidak terstruktur (Laxman, 2010; Shah, 2010; & Winch, 2006 dalam Thompson,
2011).
Terkait pentingnya penguasaan konsep dan berpikir kritis, upaya
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengasah penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis ini sangatlah bervariasi. Terdapat beberapa model
pembelajaran alternatif yang dapat digunakan dan telah disarankan pada
Learning dan Project Based Learning (Kemendikbud, 2014, hlm. 33-42). Ketiga
model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan masing-masing dan cenderung
menggiring siswa untuk dapat lebih berpartisipasi/ aktif selama pembelajaran.
Perlunya pengembangan model pembelajaran yang menekankan
partisipasi siswa di kelas dikarenakan pembelajaran yang digunakan secara umum
di Indonesia selama ini masih bersifat teacher-centered atau kurang melibatkan
keaktifan/ partisipasi siswa selama pembelajaran. Dengan demikian, motivasi
siswa dalam belajar kurang maksimal, begitupun hasil belajar berupa penguasaan
konsep dan berpikir kritis siswa pun cenderung kurang memuaskan karena
pembelajaran cenderung kurang inovatif (Armbuster, 1991). Pada lampiran IV
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A
Tahun 2013, dinyatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang dirancang haruslah
mencakup beberapa aspek yakni: (1) berpusat pada peserta didik, (2)
mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan
kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui
penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Berdasarkan hasil analisis mengenai pembelajaran yang selama ini
digunakan dan tuntutan kurikulum 2013, ditemukan adanya kesenjangan antara
harapan yang disuratkan kurikulum dengan kenyataan di lapangan. Pembelajaran
selama ini masih berupa transfer pengetahuan dan kurang melatihkan berpikir
kritis, direfleksikan oleh hasil penelitian internasional mengenai prestasi IPA
siswa sekolah lanjutan tingkat pertama yang dikoordinasikan oleh IEA (The
International Association for the Evaluation of Educational Achievement) atau
yang biasa kita sebut sebagai TIMSS (Trend in International Mathematics and
Science Study). Hasil TIMSS pada tahun 2007 mngungkapkan bahwa Indonesia
masih berada pada urutan 35 dari 49 negara, di mana skor yang diperoleh masih
jauh dibawah skor rata-rata internasional (Kemendikbud, 2011).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa hasil TIMSS pada tahun 2007 dan 2011,
lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu mencapai level menengah dalam
penelitian PISA (The Program for International Student Assessment)
menempatkan Indonesia pada posisi di bawah rata-rata (Stacey, 2010). Hasil studi
tersebut menyebutkan bahwa hampir seluruh siswa Indonesia hanya mampu
menguasai pelajaran IPA hingga level menengah atau menerapkan strategi
pemecahan masalah yang sederhana saja (Kemendikbud, 2014, hlm. 5; CPE,
2015).
Berdasarkan berbagai data hasil penelitian mengenai prestasi IPA tesebut,
dapat dikatakan bahwa dengan pembelajaran yang selama ini digunakan, siswa
masih belum terampil menguasai pelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Walau demikian, tingkat penguasaan konsep pada level rendah pun
tetap perlu dilatihkan karena dapat digunakan sebagai landasan untuk berpikir
tingkat tinggi. Untuk melatih siswa menguasai pelajaran IPA dari level rendah
hingga tinggi, terdapat beberapa alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, salah satunya adalah model
discovery learning. Model tersebut dapat mengasah keterampilan untuk
meningkatkan partisipasi siswa sehingga siswa lebih termotivasi karena terlibat
secara langsung dalam proses belajar dengan melibatkan proses mental dalam
menemukan konsep-konsep serta merangsang kemampuan berpikirnya (Amien,
1987, hlm. 126).
Discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang
menekankan pada proses penemuan suatu konsep. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Furtak, dkk. (2012), ditemukan bahwa model pembelajaran
discovery learning memiliki keefektifan untuk membelajarkan siswa dalam
memahami konsep serta menunjukkan dampak positif terhadap pembelajaran
siswa. Hal ini dikarenakan keterlibatan siswa pada model discovery learning
dapat meningkatkan tingkat berpikir siswa ke tingkat yang lebih tinggi sehingga
tidak hanya penguasaan konsep saja yang diasah, namun kemampuan berpikir
kritispun dapat diasah (Amien, 1987, hlm. 132).
Walau demikian, Discovery learning belum seutuhnya memberikan
dampak positif terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis studi pendahuluan
(wawancara terhadap guru) mengindikasikan bahwa model pembelajaran
kepada siswa, namun model ini belum mampu memberikan kontribusi yang besar
bagi penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa. Discovery learning yang hanya
digunakan tanpa memberikan bimbingan atau bantuan tidak memberi manfaat
yang berarti bagi siswa (Alfieri, dkk. 2011; Mayer, 2004). Oleh karena itu,
diperlukan pengembangan yang lebih baik agar hasil belajar siswa dapat
meningkat, baik dari aspek pengetahuan secara konsep, ataupun aspek
keterampilan berpikir.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan peranan
model discovery learning agar lebih optimal adalah dengan menyisipkan kegiatan
membaca kritis pada model pembelajaran tersebut. Kebanyakan siswa memiliki
kemampuan untuk berpikir kritis, namun mereka tidak memiliki kesempatan
untuk melatihnya di kelas (Giancarlo, Blohm & Urdan, 2004). Pembelajaran abad
ke-21 cenderung mengarahkan guru untuk melatih dan mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Kalelioglu & Gulbahar, 2014) dan
memberikan banyak pengalaman belajar kepada siswa (Kettler, 2014). Dengan
demikian, penguasaan konsep dan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui
pengalamaan belajar seperti kegiatan membaca kritis.
Berdasarkan penelitian terkait dengan kegiatan membaca dalam proses
pembelajaran, Tsai, dkk. (2013) menemukan bahwa guru-guru di sekolah
seringkali menggunakan bacaan IPA sebagai material sisipan dalam mengajar,
namun ditemukan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan
mengevaluasi isi bacaan. Dengan demikian, dilakukan penelitian dengan
menyisipkan strategi membaca kritis pada proses pembelajaran yaitu dengan
mengaitkan bacaan IPA pada konten pelajaran dan diperoleh hasil bahwa
kelompok dengan kegiatan membaca kritis yang dikaitkan dengan konten
pelajaran menunjukan hasil yang lebih baik.
Oleh karena itu, strategi pembelajaran dengan sisipan membaca kritis
dianggap mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam menafsirkan isi bacaan.
Dengan kemampuan menafsirkan bacaan yang baik, siswa diharapkan mampu
menggunakan keterampilan berpikir pada berbagai tingkatan khususnya
penguasaan konsep dan berpikir kritis dalam merespon isu yang terjadi
diterapkan karena kurikulum IPA dapat bersifat kontekstual (Kemendikbud, 2014,
hlm. 8), di mana keterampilan ini akan berfokus pada masalah dan isu-isu yang
membutuhkan berpikir kritis (Bailin, 2002).
Dengan membaca kritis, siswa diharapkan dapat menemukan berbagai
informasi baik fakta maupun opini (Graney, 1990) terkait dengan konsep-konsep
yang dipelajari di sekolah melalui proses berpikir. Selain itu, siswa juga
diharapkan mampu membangun hubungan antara pengetahuannya mengenai IPA
dengan isi bacaannya sehingga siswa mampu memahami isi bacaan dan
menganalisisnya secara kritis (Oliveras, Marquez & Sanmarti, 2013). Dengan
kegiatan membaca kritis yang disisipkan dalam pembelajaran dengan dikaitkan
materi pelajaran, siswa berpeluang sukses secara akademik (Marschall & Davis,
2012).
Terkait dengan kegiatan membaca kritis dan ketersediaan bahan bacaan,
saat ini keberadaan internet memungkinkan bacaan berupa artikel ataupun koran
dan sejenisnya dapat diakses dengan mudah secara online tanpa harus
mengeluarkan banyak uang (Salman dkk., 2011). Walaupun ketersediaan bahan
bacaan semakin beragam, hal yang harus diperhatikan adalah minat dari membaca
itu sendiri. Berdasarkan data yang dilansir UNESCO pada tahun 2012, indeks
minat baca masyarakat di Indonesia adalah 0,001, artinya adalah 1 berbanding
1000 di mana hanya 1 orang yang memiliki minat membaca dari 1000 orang
(Hazliansyah, 2013). Hasil ini tentu berhubungan dengan rendahnya prestasi IPA
siswa berdasarkan hasil analisis TIMSS dan PISA yang telah dijelaskan
sebelumnya. Minat membaca akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika
siswa memiliki minat membaca yang tinggi tanpa paksaan maupun tanpa
ditugaskan oleh guru, maka akan berdampak positif terhadap prestasi belajarnya
(Larson, 2004). Namun, jika kegiatan membaca siswa ini rendah, maka prestasi
belajar pun cenderung rendah. Dengan rendahnya minat membaca siswa di
Indonesia, prestasi belajar pun akan rendah. Dengan disisipkannya kegiatan
membaca kritis ini, minat siswa dalam membaca akan semakin baik sehingga
penguasaan konsep dan bepikir kritis siswa dapat menjadi lebih baik.
Untuk meningkatkan minat membaca kritis siswa, maka diperlukan suatu
meningkat (Abeberese, Kumler & Linden, 2011) dan siswa akan cenderung
mendalami bacaan dan menggunakan keterampilan berpikir tingkat tingginya
(Hermida, 2009). Dengan demikian, diharapkan minat siswa dalam membaca
kritis pun akan meningkat. Beberapa penelitian mengenai kegiatan membaca di
dalam kelas menunjukkan bahwa kegiatan membaca dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa (Fang & Wei, 2010). Demikian juga dengan menambahkan kegiatan
membaca menggunakan elemen-elemen membaca kritis (Oliveras, Marquez &
Sanmarti, 2013; Tsai, dkk. 2013), prestasi belajar akan lebih baik karena kegiatan
membaca dapat mendukung pembelajaran IPA (Glynn & Muth, 1994). Maka
dengan disisipkannya kegiatan membaca kritis dalam pembelajaran, diharapkan
prestasi belajar siswa seperti penguasaan konsep dan kemampuan berpikir siswa
dapat lebih baik.
Kegiatan membaca kritis yang dimaksud bukanlah sekedar membaca dan
mengerti isi bacaan, namun juga mengkritisi isi bacaan dalam berbagai media
massa (NRC, 1996; Wellington, 1991 dalam Tsai, dkk. 2013). Hal ini didasarkan
kepada asumsi bahwa dalam pembelajaran IPA siswa diharapkan mampu
memahami dan mengevaluasi informasi-informasi yang terdapat dalam isi bacaan
pada media massa, tidak hanya bertujuan untuk menemukan fakta dan menerima
informasi tersebut (Tsai, dkk., 2013). Dengan meningkatnya kemampuan dalam
membaca kritis, siswa diharapkan mampu berpikir dan bertindak dalam
menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan nyata (Leksono, Rustaman &
Redjeki, 2015).
Salah satu isu yang sedang menjadi perhatian saat ini adalah isu terkait
energi. Dilansir dari situs BBC Indonesia, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
mengajak seluruh dunia untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan tiga
kali lipat lebih banyak untuk menghambat peningkatan jumlah emisi karbon
karena terkait dengan kenaikan temperatur global. Terdapat banyak upaya yang
dilakukan untuk mengatasi hal ini, contohnya adalah dengan mengurangi
penggunaan energi transportasi (penggunaan bahan bakar fosil/ bensin) dan
menggantinya dengan kendaraan tenaga surya (U.S. Energy Information
Administration/ EIA, 2014). Energi diperlukan oleh makhluk hidup untuk
selalu membutuhkan energi dalam setiap aktivitasnya. Dengan pentingnya isu
tersebut, maka terdapat peluang untuk melatihkan penguasaan konsep dan berpikir
kritis siswa dalam proses pembelajaran terkait permasalahan energi.
Dengan berbagai deskripsi yang telah dijelaskan, muncul suatu gagasan
untuk mengatasi permasalahan yang ada, yaitu pembelajaran dapat dirancang
dengan mengarahkan siswa untuk lebih banyak terlibat dengan melatihkan
beberapa keterampilan dasar sebagai bekal sebagai keterampilan hidupnya. Model
Discovery Learning dianggap cocok untuk melatihkan keterampilan berpikir,
namun diperlukan bantuan untuk menunjang proses penemuan ini agar
mendapatkan hasil yang lebih baik (Alfieri, dkk., 2010) dan penyisipan membaca
kritis dianggap menunjang proses pembelajaran untuk melatihkan keterampilan
dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik.
Terkait kelebihan yang dimiliki membaca kritis dalam merangsang
kemampuan berpikir siswa, dan beberapa penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa membaca kritis memiliki dampak positif terhadap
perkembangan berpikir siswa, maka peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan model pembelajaran yang digunakan dalam
Kurikulum 2013 yakni Model Discovery Learning dengan disisipkan kegiatan
membaca bacaan terkait materi pada konsep Energi dalam Sistem Kehidupan.
Konsep Energi dalam Sistem Kehidupan dipilih karena konsep ini merupakan
suatu fenomena penting di mana kita sebagai manusia harus mampu mengatasi
masalah ini dengan baik. Dengan pertimbangan ini, maka penulis mengambil judul: “Pengaruh Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis terhadap Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Konsep Energi dalam Sistem Kehidupan”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keterlaksanaan model Discovery Learning dengan sisipan
membaca kritis dan dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam
Sistem Kehidupan?
2. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep siswa melalui pembelajaran
model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dibandingkan
dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam Sistem Kehidupan?
3. Bagaimanakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui
pembelajaran model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis
dibandingkan dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam
Sistem Kehidupan?
4. Bagaimanakah tanggapan siswa setelah pelaksanaan pembelajaran model
Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan membaca
biasa pada konsep Energi dalam Sistem Kehidupan?
C. Batasan Masalah Penelitian
Batasan masalah dimaksudkan agar penelitian yang dilaksanakan lebih
terarah dan tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan. Adapun batasan masalah
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis yang dimaksud
adalah melakukan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013,
yakni salah satunya dengan menggunakan model Discovery Learning atau
yang sering disebut pembelajaran penemuan dengan disisipkan kegiatan
membaca kritis di dalamnya. Model Discovery Learning yang dilaksanakan
adalah sesuai dengan tuntunan buku pelatihan guru yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan kegiatan membaca
kritis didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Oliveras, Marquez dan
Sanmarti (2013).
2. Membaca kritis yang diterapkan pada pembelajaran di kelas eksperimen
merupakan kegiatan membaca yang disisipkan pada salah satu langkah model
membaca kritis dipandu oleh enam buah pertanyaan yang didasarkan pada
elemen-elemen membaca kritis yang diadaptasi dari elemen-elemen membaca
kritis yang digagas Oliveras, Marques & Sanmarti (2013).
3. Membaca biasa yang diterapkan pada pembelajaran di kelas kontrol
merupakan kegiatan membaca yang disisipkan pada langkah pengumpulan
data kemudian siswa diinstruksikan menjawab pertanyaan yang tersurat dalam
teks.
4. Penguasaan konsep yang dimaksud adalah kemampuan ranah kognitif
(pengetahuan) siswa yang merujuk pada Taksonomi Bloom Revisi yang
didasarkan pada ketercapaian penguasaan Kompetensi Dasar (mencakup ranah
C1 sampai C5) pada materi energi dalam sistem kehidupan.
5. Kemampuan berpikir kritis yang dianalisis merujuk pada aspek keterampilan
berpikir kritis menurut Ennis (dalam Costa, 1985, hlm. 54-56) yang terdiri dari
4 sub aspek kemampuan berpikir kritis yakni memfokuskan pertanyaan,
menganalisis argumen, membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan
dan memutuskan suatu tindakan.
6. Konsep Energi dalam Sistem Kehidupan yang dibahas meliputi pengertian
energi, bentuk-bentuk energi, sumber-sumber energi, transformasi energi dan
fotosintesis.
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya,
maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh model
Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis terhadap penguasaan konsep
dan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep Energi dalam Sistem
Kehidupan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan keterlaksanaan model Discovery Learning dengan sisipan
membaca kritis dan dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam
Sistem Kehidupan.
2. Menganalisis perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa pada konsep
Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan sisipan
membaca biasa.
3. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada
konsep Energi dalam Sistem Kehidupan antara kelas yang melaksanakan
model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan sisipan
membaca biasa.
4. Mendeskripsikan tanggapan siswa setelah penggunaan model Discovery
Learning dengan sisipan membaca pada konsep Energi dalam Sistem
Kehidupan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis baik bagi yang
terlibat langsung dalam penelitian maupun tidak, dalam rangka sebagai upaya
untuk perbaikan pembelajaran. Manfaat yang diharapkan peneliti di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat dari Segi Teori
Dari segi teori, manfaat yang dapat diambil adalah verifikasi mengenai
teori-teori yang ada. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendukung teori-teori
yang ada sehingga teori tersebut akan lebih dipercaya. Namun, jika hasil
penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang ada, maka harus dilakukan
refleksi, apakah terdapat batasan yang menyebabkan hasil penelitian berbeda
dengan teori yang ada. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan apakah teori-teori yang ada di mana sebagian besar berasal dari
luar negeri cocok diterapkan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pendidikan di Indonesia dalam hal kajian teori
sebagai wahana untuk memperkaya teori-teori yang sudah ada.
2. Manfaat dari Segi Kebijakan
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah negeri di Kota Cimahi.
Jika penelitian ini dapat membuat hasil belajar siswa, utamanya penguasaan
konsep dan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik, maka model yang
dilaksanakan dalam penelitian ini dapat direkomendasikan untuk diterapkan di
baik, utamanya bagi sekolah dan akan lebih baik lagi jika dapat diterapkan pada
cakupan yang lebih luas.
3. Manfaat dari Segi Praktis
Dari segi praktis, penelitian ini tentulah dapat dijadikan pertimbangan
untuk digunakan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PBB (2012),
minat membaca orang Indonesia masih sangat kurang, yakni 1 : 1000. Oleh
karena itu, dengan mulai dibiasakannya siswa untuk melakukan kegiatan
membaca sejak dini, diharapkan generasi mendatang Indonesia memiliki minat
yang lebih baik dalam hal membaca. Hal ini dikarenakan membaca merupakan
aspek penting dalam perolehan pengetahuan.
4. Manfaat dari Segi Isu serta Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan minatnya
dalam membaca sehingga siswa tersebut akan memperoleh pengetahuan yang
banyak melalui kegiatan membaca. Dengan demikian, siswa akan memiliki rasa
tanggap terhadap keadaan sekitar dan isu yang sedang beredar. Dengan
dilatihkannya kegiatan membaca secara kritis, siswa dituntut untuk mampu
mengatasi berbagai masalah yang ada dalam kehidupan nyata, minimal untuk
mengatasi masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri, dan lebih baik lagi jika
dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada di masyarakat.
F. Asumsi Penelitian
Beberapa asumsi untuk merumuskan dan melandasi hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar seperti penguasaan konsep dan berpikir kritis akan lebih
baik jika diterapkan menggunakan model yang melibatkan keikutsertaan
siswa, misalnya model discovery learning. Hal ini dikarenakan siswa akan
mengalami langsung proses penemuan konsep sehingga lebih baik dalam
mengingatnya (Amien, 1987, hlm. 125; Ormrod, 2008, hlm. 107).
2. Membaca kritis dapat membantu siswa menghubungkan berbagai konsep
dan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar, dalam hal ini penguasaan
konsep dan berpikir kritis (Oliveraz, Marques & Sanmarti, 2013; Tsai,
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan peningkatan rata-rata penguasaan konsep siswa pada
konsep Energi dalam Sistem Kehidupan antara kelas yang melaksanakan
model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan
sisipan membaca biasa.
2. Terdapat perbedaan peningkatan rata-rata berpikir kritis siswa pada konsep
Energi dalam Sistem Kehidupan antara kelas yang melaksanakan model
Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan sisipan
membaca biasa.
H. Struktur Organisasi Tesis
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh dari model
pembelajaran penemuan (discovery learning) yang disisipi oleh kegiatan
membaca kritis. Penelitian ini diawali dengan beberapa temuan di lingkungan
sekolah yang kemudian dilakukan kajian literatur. Kegiatan membaca merupakan
isu yang sedang hangat diperbincangkan belakangan ini karena indeks membaca
masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Ini ditunjukkan dengan data yang
dirilis oleh UNESCO, di mana Indonesia memiliki indeks 0,001, yang artinya dari
1000 orang hanya terdapat 1 orang saja yang membaca.
Dengan adanya temuan ini, maka peneliti mencoba untuk meneliti dengan
menyisipkan kegiatan membaca ke dalam pembelajaran yang biasa digunakan
oleh siswa sehari-hari. Jenis membaca yang digunakan adalah kegiatan membaca
kritis karena siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai konsep, tetapi juga
dituntut untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tingginya (dalam
penelitian ini berpikir tingkat tinggi yang dimaksud adalah berpikir kritis).
Pada Bab I atau Bab Pendahuluan, peneliti mendeskripsikan mengenai
latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian. Hal ini merupakan esensi dari penelitian itu sendiri. Pada Bab ini,
peneliti mendeskripsikan beberapa masalah yang ditemukan dan harus dipecahkan
terkait dengan kegiatan membaca beserta hal-hal lain yang mendukungnya.
dengan menentukan tujuan dari penelitian ini, di mana siswa diharapkan dapat
terpengaruh baik oleh model discovery learning yang disisipi dengan kegiatan
membaca kritis ini. Berbagai manfaat yang diperoleh dari model discovery
learning dengan sisipan membaca kritis ini pun dipaparkan secara rinci yang
dikupas dari segi teori, kebijakan, praktik dan isu/aksi sosial.
Pada Bab II atau Bab Kajian Literatur, berisi tentang berbagai kajian
mengenai judul penelitian ini dari masing-masing variabel yang terkait.
Kajian-kajian literatur ini terdiri dari Kajian-kajian tentang Model Discovery Learning atau yang
sering kita sebut sebagai pembelajaran penemuan, membaca kritis, penguasaan
konsep, berpikir kritis dan tentang konsep yang dipelajari siswa selama penelitian
yakni konsep energi dalam sistem kehidupan. Pada akhir bab ini, disajikan
hubungan antar variabel yang telah dikaji sebelumnya sehingga dapat
dideskripsikan mengenai keterkaitan antar variabel.
Pada Bab III atau Bab Metodologi Penelitian, dijelaskan mengenai metode
dan desain penelitian yang digunakan, di mana penelitian ini menggunakan
metode Quasi Eksperimen dengan The Static Group Pretest Posttest Design.
Selain itu, dijelaskan pula mengenai partisipan beserta teknik pengambilan sampel
dan berbagai hal mengenai instrumen yang digunakan. Lebih jauh mengenai alur
penelitian ini pun dijelaskan pada bab ini disertai cara menganalisis data yang
diperoleh.
Pada Bab IV dijelaskan mengenai temuan dan pembahasan penelitian.
Pemaparan pada Bab IV ini diuraikan dengan pola pemaparan tematik, artinya
setiap temuan akan dipaparkan yang kemudian diikuti dengan pembahasan. Hal
ini dilakukan untuk memudahkan pembaca dalam menangkap esensi dari hasil
penelitian. Selain itu, dengan menggunakan pola pemaparan tematik, informasi
yang diperoleh dari penelitian secara mudah dipahami karena setiap data
penemuan yang muncul akan langsung dibahas, dan tidak terpisah-pisah
(Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah UPI, 2014).
Bab V merupakan bagian penutup yang di dalamnya terdiri dari simpulan,
implikasi dan rekomendasi. Dalam Bab V, terdapat jawaban dari masing-masing
pertanyaan penelitian dan berisi deskripsi mengenai hal-hal positif yang dapat
dan rekomendasi yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran berupa saran
yang dapat diberikan kepada pembaca jika ingin melakukan penelitian lanjutan
pada partisipan yang berbeda.
Kegiatan membaca kritis merupakan suatu upaya untuk meningkatkan
penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, kajian literatur dari
berbagai sumber dihimpun untuk mengetahui seberapa penting kegiatan membaca
itu dapat berpengaruh terhadap penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa.
Kajian literatur juga dilaksanakan dalam rangka mencari kelebihan dan
kekurangan dari model discovery learning dan membaca kritis.
Setelah dilakukan kajian literatur, metode dan desain penelitian dirancang
berdasarkan kajian yang telah dilakukan. Untuk melihat pengaruh dari model
discovery learning dengan sisipan membaca kritis, maka dilakukan intervensi
terhadap kelompok eksperimen yang dibandingkn dengan kelompok lain sebagai
kelompok kontrol. Instrumen yang telah divalidasi digunakan untuk menjaring
data pretest dan posttest. Data yang diperoleh dianalisis untuk selanjutnya
dilakukan pengujian statistik yang selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan
penelitian.
Dengan demikian, antara Bab I hingga Bab V terdapat suatu benang
merah, sehingga penelitian untuk mengetahui pengaruh kegiatan membaca kritis
yang disisipkan dalam model discovery learning ini akan dapat ditelusuri.
Penelitian berikutnya dapat dilakukan setelah pembaca membaca secara umum
struktur organisasi tesis ini. Jika memungkinkan, penelitian berikutnya diharapkan
dapat menyempurnakan hasil penelitian ini agar dapat memberikan kontribusi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “ Quasi-eksperimental design” (Fraenkel, Wallen & Hyun, 2012, hlm. 275). Metode ini
dipilih karena dalam penelitian sosial, khususnya penelitian pendidikan, terdapat
faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol secara penuh (Campbell & Stanley, 1966,
hlm. 34).
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Non-equivalen Control Group
Design (Sugiyono, 2009, hlm. 116), karena dalam penelitian ini dijaring beberapa
data melalui pretest dan posttest baik untuk penguasaan konsep maupun berpikir
kritis. Desain ini digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok yang
diberi perlakuan dengan yang tidak diberi perlakuan. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1. Desain Penelitian Non-equivalen Control Group Design
Kelompok Eksperimen O1 X1 O2
Kelompok Kontrol O3 X2 O4
Keterangan:
O1 : Data hasil pretest pada kelas eksperimen O2 : Data hasil posttest pada kelas eksperimen O3 : Data hasil pretest pada kelas kontrol O4 : Data hasil posttest pada kelas kontrol
X1
Perlakuan yang diberikan (Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis)
X2 : Perlakuan yang diberikan (Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Biasa)
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini pada kelas eksperimen
adalah melaksanakan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning
dengan sisipan membaca kritis. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
model Discovery Learning yang telah biasa digunakan oleh siswa sesuai tuntutan
Kurikulum 2013. Namun, pada salah satu tahapan pada model tersebut, yakni
pada tahapan data collection atau pengumpulan data (lebih jelas lihat Bab II
atau bacaan terkait materi yang sedang dipelajari. Dalam kegiatan membaca
tersebut, siswa ditugaskan untuk berpikir, yakni berpikir kritis, dengan membaca
seluruh teks atau bacaan yang disediakan. Kemudian siswa ditugaskan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirancang dan diadaptasi sesuai
dengan elemen membaca kritis menurut Oliveraz, Marquez dan Sanmarti (2013).
Dengan demikian siswa dilatihkan untuk berpikir kritis melalui kegitan membaca.
Sementara itu, pada kelas kontrol, perlakuan yang diberikan hampir sama
dengan perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen. Perbedaan yang tampak
adalah dengan kegiatan membaca yang dilakukan. Pada kelas kontrol, siswa tidak
dituntut untuk membaca secara kritis. Namun, siswa ditugaskan untuk membaca
biasa, di mana pertanyaan yang diberikan merupakan pertanyaan yang bentuknya
tersurat dan secara eksplisit terdapat pada teks sehingga siswa tidak memerlukan
proses berpikir yang kompleks. Alasan diberikan pelakuan yang hampir sama agar
perlakuan yang diberikan tidak terlalu berbeda jauh. Sebelum penelitian
dilaksanakan, dilakukan pembiasaan terhadap siswa yang menjadi sampel
penelitian agar siswa terbiasa dengan perlakuan yang akan diberikan. Pembiasaan
dilakukan sebanyak satu kali, baik pada kelas yang akan dijadikan sebagai kelas
eksperimen maupun kelas yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dikarenakan
waktu yang terbatas. Pembiasaan pada kelas yang akan dijadikan sebagai kelas
eksperimen dilakukan dengan cara menyisipkan kegiatan membaca kritis pada
proses pembelajarannya, sementara itu pada kelas yang akan dijadikan kelas
kontrol, pembiasaan dilakukan dengan menyisipkan kegiatan membaca biasa pada
pembelajarannya. Pembiasaan pada kedua kelas dilaksanakan pada materi yang
sama yaitu, materi suhu dan kalor. Tabel 3.1 menunjukan desain penelitian
menurut Fraenkel, Wallen & Hyun (2012). Lebih rinci perbedaan perlakuan pada
kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Perlakuan Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Pretest Pretest
Model Pembelajaran Discovery Learning
disisipi Membaca Biasa
Model Pembelajaran Discovery Learning
disisipi Membaca Kritis*
Posttest Posttest
B. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan mengenai hal-hal terkait
variabel penelitian. Definisi operasional menjelaskan bagaimana setiap variabel
digunakan selama penelitian ini berlangsung. Untuk mengetahui lebih jauh
mengenai definisi operasional pada penelitian ini, akan dipaparkan sebagai
berikut.
1. Metode Discovery Learning adalah metode belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila kepada peseserta didik tidak disajikan
bahan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2014, hlm. 36). Dengan kata lain,
pembelajaran yang dilaksanakan merupakan kegiatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep secara
mandiri berdasarkan arahan guru. Pembelajaran dilaksanakan dalam 3
pertemuan, yakni 3 jam pelajaran pada pertemua I & III, dan 2 jam pelajaran
pada pertemuan II.
2. Sisipan membaca kritis yang dimaksud adalah kegiatan membaca kritis yang
disisipkan dalam proses pembelajaran dengan Model Discovery Learning.
Membaca kritis siswa dilaksanakan dengan menggunakan elemen-elemen
membaca kritis menurut Oliveras, Marquez dan Sanmarti (2013). Kegiatan
membaca kritis diadakan pada setiap pertemuan yang disisipkan pada sintak
model Discovery Learning yakni pada tahap pengumpulan informasi.
3. Penguasaan konsep adalah nilai hasil pretest dan posttest yang dijaring
menggunakan soal pilihan ganda dengan tingkat kognitif C1 hingga C5.
4. Berpikir kritis yang dimaksud adalah kemampuan berpikir yang dijaring
dengan pemberian pretest dan posttest bentuk uraian dengan rubrik yang telah
ditentukan. Kemampuan berpikir kritis yang dianalisis adalah merujuk pada
aspek kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (1985), yaitu (1) memberikan
penjelasan dasar; (2) menyimpulkan; dan (3) strategi dan taktik.
5. Energi dalam Sistem Kehidupan yang dibahas meliputi pengertian energi,
bentuk-bentuk energi, sumber-sumber energi, transformasi energi dan
fotosintesis yang dibelajarkan menggunakan model discovery learning dengan
C. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu SMP Negeri di Cimahi. Hal ini
dilakukan karena sekolah ini telah menggunakan Kurikulum 2013 selama 3
semester sehingga sudah terbiasa dalam menggunakan kuikulum 2013 dan bukan
merupakan sesuatu yang baru lagi. Selain itu, kurikulum 2013 ini juga digunakan
sebagai dasar penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam
penelitian ini (dapat dilihat pada Lampiran A.1-A.2). Partisipan atau peserta pada
penelitian ini terdiri dari satu orang peneliti yang bertindak sebagai pengajar, dua
orang observer untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran di kelas, dan
sejumlah siswa dari dua rombongan belajar kelas VII (subyek penelitian) dan tiga
rombongan belajar kelas VIII (subyek uji coba bahan bacaan dan instrumen tes).
Subyek penelitian ini tidak hanya berasal dari siswa kelas VII, namun juga
berasal dari siswa kelas VIII, yakni siswa kelas VIII L, siswa VIII M dan siswa
VIII N. Masing-masing siswa dari kelas tersebut memiliki peranan yang berbeda.
Siswa kelas VIII L ditugaskan untuk membaca bacaan dan menjawab pertanyaan
yang disediakan, di mana bacaan dan pertanyaan tersebut akan digunakan pada
kelas kontrol. Sama halnya dengan siswa kelas VIII L, siswa di kelas VIII N pun
diberi tugas yang sama yakni membaca bacaan dan menjawab pertanyaan yang
disediakan, namun daftar pertanyaan yang dimuat berbeda dengan kelas VIII L.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui keterbacaan dari teks atau bacaan, waktu
yang diperlukan untuk kegiatan membaca masing-masing bacaan dan
kecenderungan jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disediakan.
Hasil dari uji coba keterbacaan terkait bahan bacaan tersebut digunakan untuk
menyempurnakan bahan bacaan yang akan digunakan dalam penelitian.
Sementara itu, siswa kelas VIII M berperan sebagai subyek dalam hal
analisis pokok uji butir soal. Uji coba instrumen ini dilakukan pada kelas VIII M
sebanyak dua kali dalam waktu yang berbeda. Uji coba dilakukan dua kali
dikarenakan dalam pengujian pertama masih terdapat soal-soal yang belum valid
pada setiap indikator sehingga dilakukan pengujian kedua. Untuk lebih
lengkapnya akan dibahas pada bab ini pada sub-bab mengenai analisis butir soal.
Dasar pemilihan partisipan atau subyek penelitian terkait sampel penelitian
yang sama dalam suatu populasi. Dengan demikian, pemilihan partisipan diawali
dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap guru mengenai kelas yang
homogen atau kelas yang memiliki kemampuan hampir sama, kemudian
dilakukan perhitungan statistik untuk menguji homogenitas dari sampel yang
ditentukan tersebut.
D. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini, populasi diambil berdasarkan beberapa pertimbangan,
yakni sekolah yang menggunakan kurikulum 2013. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah dengan teknik Purposive Sampling. Penelitian
dilaksanakan pada salah satu SMP di kota Cimahi, dengan populasi siswa kelas
VII. Dari populasi tersebut, dipilih dua kelas yang memiliki kesamaan atau
kesetaraan satu sama lain. Prosesnya dimulai dengan melakukan wawancara
kepada guru-guru kelas VII. Terdapat dua guru yang diwawancarai terkait
pencarian kelas yang homogen. Kedua guru saling berdiskusi untuk memberikan
informasi kepada peneliti terkait kelas yang homogen menurut pengamatan
guru-guru tersebut selama ini. Dasar pemilihan tersebut adalah kemampuan siswa yang
tidak berbeda jauh atau hampir sama. Dari proses diskusi tersebut, diperoleh
beberapa kelas yang memiliki kesamaan atau homogen menurut guru-guru
tersebut. Kemudian peneliti melakukan tes homogenitas kepada kelas yang
dianggap homogen berdasarkan nilai yang telah diperoleh dari kelas tersebut.
Kelas yang dimaksud adalah kelas VII K dan VII L.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software SPSSTM
16.00, diperoleh hasil bahwa kemampuan siswa kelas VII K dan VII L
berdistribusi secara tidak normal, yakni ekstrim kanan dan ekstrim kiri cenderung
kurang merata. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 3.3, di mana nilai sig. dari kedua
kelas tersebut kurang dari 0,05 (α=5%). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas
yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok yakni kelas VII K dan
VII L berasal dari populasi dengan varians yang sama. Dapat kita lihat pada Tabel
3.3, bahwa berdasarkan pengujian statistik yang diambil dari nilai siswa
sebelumnya, diperoleh hasil bahwa kedua kelas tersebut tidak berasal dari
homogen jika nilai sig. < 0,05 (α=5%). Uji dua rata-rata pun dilaksanakan dan
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan, dan
dijadikan sebagai sampel penelitian.
Tabel 3.3. Perhitungan Statistik Deskriptif, Uji Normalitas dan Uji Homogenitas dan Uji Beda
Dua Rata-rata Nilai Semester I
Instrumen penelitian ini digunakan sebagai alat untuk memperoleh data
dengan cara mengukur aspek tertentu sehingga dapat melihat capaian siswa.
Pengukuran ini terkait dengan istilah asesmen atau evaluasi dan secara teknis,
pengukuran ini merupakan bentuk angka-angka yang dapat memberi arti
kuantitatif (Wiersma & Jurs, 1990, hlm. 7-8).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dua bentuk, yakni
bentuk tes dan non-tes. Instrumen tes digunakan untuk menguji penguasaan
konsep dan berpikir kritis siswa (berupa pilihan ganda dan uraian/ essay),
sedangkan instrumen non-tes terdiri dari berbagai bentuk seperti lembar observasi
dan angket. Instrumen ini dijudge oleh ahli dan diujicoba sebelum digunakan.
1. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjaring
penguasaan konsep siswa berbentuk soal pilihan ganda, yang berjumlah 12 soal.
Soal pilihan ganda ini terdiri dari beberapa bagian yang terdiri dari stem (bagian
soal yang menanyakan jawaban, atau memuat informasi yang harus dikerjakan
siswa, atau menyatakan masalah yang harus dipecahkan oleh siswa), distractors
menjadi suatu kesatuan untuk menjaring 12 indikator (dapat dilihat pada
Lampiran A.1-A.2 dan Lampiran A.3-A.4) yang dirancang (Nitko & Brookhart,
2007, hlm. 148-149). Soal pilihan ganda ini dirancang berdasarkan ranah kognitif
yang dikembangkan oleh Bloom yang mencakup C1-C5 (Anderson & Krathwohl,
2010, hlm. 99-102).
Lebih lanjut Nitko dan Brookhart (2007, hlm. 151-152) menjelaskan
bahwa soal pilihan ganda ini memiliki kelebihan, di antaranya adalah dapat
menilai tujuan pembelajaran yang bervariasi dan berfokus pada membaca dan
berpikir serta memiliki kesempatan yang kecil untuk menebak jawaban yang
benar. Untuk melihat gambaran mengenai instrumen penguasaan konsep yang
digunakan, yakni pada materi energi dalam sistem kehidupan, Tabel 3.4
menunjukkan kisi-kisi dari instrumen pilihan ganda yang dimaksud.
Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Penguasaan Konsep
No Indikator Pembelajaran Ranah Kognitif
C1 C2 C3 C4 C5 C6
1 Mendefinisikan konsep energi. 2 Menghitung energi kinetik. 3 Menghitung energi potensial.
4 Membedakan energi potensial dan energi kinetik.
5 Menguraikan sumber energi terbarukan dan tak terbarukan.
6 Mengidentifikasi jenis transformasi energi. 7 Menunjukkan konsep kekekalan energi. 8 Menjelaskan pengertian metabolisme sel
dalam sistem kehidupan.
9 Menyimpulkan pengertian transformasi energi. 10 Menjelaskan proses fotosintesis yang
dilakukan oleh tumbuhan hijau.
11 Menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis.
12 Menyatakan hasil fotosintesis berdasarkan data percobaan.
Meskipun demikian, soal pilihan ganda memiliki kekurangan, salah satu di
antaranya adalah siswa kurang dilatih untuk mengungkapkan gagasan (Wood,
1977 dalam Nitko & Brookhart, 2007, hlm. 152) sehingga tes dikombinasikan
Pada penelitian ini, soal uraian yang digunakan sebanyak 4 soal, di mana telah
dilakukan pengujian dan analisis butir soal.
Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Berpikir Kritis
Soal tersebut disusun berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh
Ennis (dalam Costa, 1985, hlm. 54-57) yang meliputi aspek strategi dan taktik
(memutuskan hal-hal yang dilakukan), memberi penjelasan dasar (mencari
persamaan dan perbedaan & memformulasikan pertanyaan) dan menyimpulkan
(mengaplikasikan prinsip). Untuk melihat gambaran mengenai soal uraian yang
digunakan untuk menjaring kemampuan berpikir kritis siswa, dapat dilihat pada
Tabel 3.5.
Soal bentuk uraian ini dipilih karena sesuai jika digunakan untuk menilai
keterampilan dan memiliki keunikan yaitu memberi kesempatan kepada siswa
untuk menunjukkan kemampuannya dalam menulis, merancang, mengemukakan
pendapat dan menjelaskan berbagai keterhubungan gagasan (Nitko & Brookhart,
memperoleh informasi mengenai penguasaan siswa dalam hal berpikir kompleks
(Stiggins, 1994, hlm. 245).
Soal yang digunakan memiliki rubrik-rubrik sebagai kriteria penilaian
untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa yang dapat dilihat pada
Lampiran A.4. Penskoran soal uraian ini menggunakan teknik rating scale option
(Stiggins, 1994, hlm. 152). Seluruh instrumen berbentuk tes merupakan soal-soal
yang terkait dengan materi Energi dalam Sistem Kehidupan yang diajarkan pada
siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan penelitian yang
dilaksanakan. Soal ini diberikan sebelum dan setelah pembelajaran dilaksanakan.
2. Instrumen Non-Tes
Selain penjaringan data yang dilakukan melalui tes, terdapat beberapa data
yang dijaring dengan instrumen non-tes seperti angket atau lembar observasi.
Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap
penggunaan model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis yang
digunakan saat proses pembelajaran, baik dari segi penyampaian materi maupun
proses pada pembelajaran.
Berikut ini adalah instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Model Discovery Learning dengan
Sisipan Membaca Kritis.
Lembar keterlaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dirancang dengan
metode checklist (Nitko & Brookhart, 2007, hlm. 276) di mana terdapat
beberapa langkah atau prosedur dari pembelajaran dengan model discovery
learning dengan sisipan membaca kritis ini. Untuk instrumen lembar
keterlaksanaan yang lebih detil dapat dilihat pada Lampiran B.9.
b. Angket
Angket merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk melihat gambaran
data secara luas pada satu waktu atau saat yang sama (Fraenkel, Wallen &
Hyun, 2012, hlm. 125). Data dari angket yang digunakan dianalisis dengan
menggunakan Guttman Scalling (Abdi, 2010). Angket yang digunakan pada
1) Angket sebelum pelaksanaan penelitian
Angket ini diberikan sebelum penelitian dilaksanakan bahkan sebelum
pembiasaan. Angket ini bertujuan untuk melihat gambaran secara umum
kebiasaan siswa dalam membaca buku paket pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam atau IPA selama ini sebelum pembelajaran di kelas dilaksanakan
dengan sisipan kegiatan membaca. Kisi-kisi angket mengenai gambaran
kebiasaan membaca siswa sebelum penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Sebelum Penelitian
No Aspek Nomor Jumlah
1 Minat membaca siswa terkait pelajaran IPA 1, 2, 3, 12 4
2 Kebiasaan membaca siswa terkait pelajaran
IPA 4, 5, 6, 7 4
3 Siswa lebih menyenangi membaca buku paket
IPA dibandingkan sumber bacaan lainnya. 9, 10 2
4 Seringnya siswa membaca tekait pelajaran IPA 8, 11 2
2) Angket sebelum pembelajaran
Melihat gambaran besarnya persentase siswa yang membaca di rumah
serta mengetahui gambaran alasan yang dikemukakan oleh siswa.
Instrumen dapat dilihat pada Lampiran A.6.
3) Angket setelah pembelajaran
Angket setelah pembelajaran digunakan untuk mengetahui apakah
pembelajaran dengan sisipan membaca kritis mempengaruhi kebiasaan
membaca siswa serta melihat gambaran umum respon siswa terhadap
pembelajaran dengan sisipan membaca kritis. Kisi-kisi yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Setelah Pembelajaran dan Respon Siswa terhadap Pembelajaran
dengan Sisipan Membaca Kritis
No Aspek Nomor Jumlah
1 Minat membaca siswa terkait materi energi
dalam sistem kehidupan 1, 2, 3, 12 4
2 Kebiasaan membaca siswa terkait materi
energi dalam sistem kehidupan 4, 5, 6, 7 4
3 Siswa lebih menyenangi membaca buku paket