• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Discovery Learning Dengan Sisipan Membaca Kritis Terhadap Penguasaan Konsep Dan Berpikir Kritis Siswa Smp Pada Konsep Energi Dalam Sistem Kehidupan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Discovery Learning Dengan Sisipan Membaca Kritis Terhadap Penguasaan Konsep Dan Berpikir Kritis Siswa Smp Pada Konsep Energi Dalam Sistem Kehidupan."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM

SISTEM KEHIDUPAN

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

oleh

Arief Muttaqiin NIM. 1302205

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Pengaruh Model

Discovery Learning

dengan Sisipan Membaca Kritis

Terhadap Penguasaan Konsep dan

Berpikir Kritis Siswa SMP Pada

Konsep Energi dalam Sistem

Kehidupan

Oleh Arief Muttaqiin S.Pd UPI Bandung, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana UPI

© Arief Muttaqiin 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

ARIEF MUTTAQIIN

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR

KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM SISTEM KEHIDUPAN

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing,

Dr. Wahyu Sopandi, M.A. NIP. 196605251990011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPA

(4)

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM

SISTEM KEHIDUPAN

Abstrak

Salah satu hal yang dapat menunjang hasil belajar baik penguasaan konsep maupun berpikir kritis adalah kegiatan membaca, khususnya membaca kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh dari pembelajaran model discovery learning dengan sisipan membaca kritis terhadap penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa kelas VII pada salah satu SMP di Cimahi. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Quasi Experimental dengan desain The Static-Group Pretest-Posttest. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan sampel penelitian diambil secara purposive yakni kelas VII K sebagai kelompok eksperimen (diberi perlakuan sisipan membaca kritis/ DL-MK) dan VII L sebagai kelompok kontrol (diberi perlakuan membaca biasa/ DL-MB). Pengumpulan data dilakukan dengan tes penguasaan konsep dan tes uraian berpikir kritis pada awal dan akhir pembelajaran, kemudian data dianalisis dengan uji beda dua rata-rata (uji t atau uji U-Mann Whitney dengan α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan penguasaan konsep pada kedua kelompok secara signifikan (sig. N-gain = 0,610, t = -0,512). Hasil lainnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada aspek strategi dan taktik pada kedua kelompok penelitian secara signifikan (sig. N-gain = 0,014, z = -2,456). Sementara itu, hasil pengujian statistik kemampuan berpikir kritis pada aspek memberikan penjelasan dasar (sig. N-gain = 0,520, z = -0,644) dan menyimpulkan (sig. N-gain = 0,144, z = -1,460) menunjukkan tidak terdapat perbedaan peningkatan rata-rata yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kegiatan membaca kritis yang disisipkan dalam model Discovery Learning hanya berpengaruh pada aspek strategi dan taktik saja.

(5)

THE EFFECT OF DISCOVERY LEARNING MODEL WITH CRITICAL

READING INSERTION TOWARD JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS’

CONCEPTS MASTERY AND CRITICAL THINKING ON ENERGY IN LIFE SYSTEM CONCEPT

Abstract

One thing that can support learning outcomes either mastery of concepts and critical thinking is the activity of reading, particularly the critical reading. This study aimed to describe the influence of discovery learning model with critical reading insertion toward student’s concepts mastery and critical thinking skills of class VII at one junior high school in Cimahi. The method used was Quasi Experimental with The Static-group pretest-posttest design. The population was all students of class VII, the sample of research are class VII K as an experimental group (treated critical reading insertion/ DL-MK) and VII L as the control group (untreated regular reading/ DL-MB). Data collected by the test of concepts mastery and critical thinking test at the beginning and at the end of the study. Data were analyzed with two different test average (t test or Mann-Whitney U test with α = 0.05). The results showed that there was no significantly difference in the average of Ngain in mastery of concepts in both groups (sig. Ngain = 0.610, t = -0.512). Other results showed that there was significantly difference in the average of N-gain in the critical thinking skills on aspects of strategy and tactics in both study groups (sig. N-gain = 0.014, z = -2.456). Meanwhile, the results of statistical tests of critical thinking skills in explaining basic aspects (sig. N-gain = 0.520, z = -0.644) and conclude (sig. N-gain = 0.144, z = -1.460) showed no significantly difference in average of N-gain between experimental group and control group. A critical reading activity that was inserted in the model of Discovery Learning only affects the strategic and tactical aspects of the course.

(6)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... i

Ucapan Terima Kasih ... ii

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

C. Batasan Masalah Penelitian... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Asumsi Penelitian ... 12

G. Hipotesis Penelitian ... 13

H. Struktur Organisasi Tesis ... 13

BAB II PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN SISIPAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA KONSEP ENERGI DALAM SISTEM KEHIDUPAN ... 16

A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) ... 16

B. Membaca Kritis ... 21

C. Penguasaan Konsep ... 26

D. Berpikir Kritis ... 31

E. Energi dalam Sistem Kehidupan ... 36

F. Keterkaitan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning), Membaca Kritis, Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Energi dalam Sistem Kehidupan ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Metode dan Desain Penelitian ... 44

B. Definisi Operasional... 46

(7)

D. Populasi dan Sampel ... 48

E. Instrumen Penelitian... 49

F. Prosedur Penelitian... 65

G. Analisis Data ... 67

H. Alur Penelitian ... 73

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Keterlaksanaan Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 74

B. Penguasaan konsep Siswa melalui Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 79

C. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 96

D. Tanggapan Siswa Setelah Pelaksanaan Pembelajaran Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 118

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 122

A. Simpulan ... 122

B. Implikasi ... 124

C. Rekomendasi ... 124

Daftar Pustaka ... 125

Lampiran ... 135

(8)

Daftar Tabel

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Operasional Implementasi Model

Discovery Learning dalam Pembelajaran ... 19

2.2 Interaksi antara Guru dan Pembaca ... 22

2.3 Elemen-elemen Membaca Kritis IPA... 24

2.4 Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-proses Kognitif yang Diadopsi dari Anderson dan Krathwohl ... 29

2.5 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Ennis ... 32

2.6 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelas VII pada Materi Energi dalam Sistem Kehidupan ... 37

2.7 Deskripsi Materi Energi dalam Sistem Kehidupan ... 38

3.1 Desain Penelitian The Static-Group Pretest-Posttest Design ... 44

3.2 Perlakuan Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 45

3.3 Perhitungan Statistik Deskriptif, Uji Normalitas dan Uji Homogenitas dan Uji Beda Dua Rat-rata Nilai Semester I ... 49

3.4 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Penguasaan Konsep ... 50

3.5 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Berpikir Kritis ... 51

3.6 Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Sebelum Penelitian ... 53

3.7 Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Setelah Pembelajaran dan Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan Sisipan Membaca Kritis... 53

3.8 Kisi-kisi Wawancara Mengenai Pembelajaran discovery learning dengan sisipan membaca kritis ... 55

3.9 Makna Koefisien Korelasi Product Moment ... 56

3.10 Kategori Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 58

3.11 Interpretasi Indeks Kesukaran Instrumen Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis... 58

3.12 Persentase Soal Penelitian Berdasarkan Tingkat Kesulitan ... 58

(9)

3.14 Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Penguasaan Konsep dan

Berpikir Kritis ... 60

3.15 Nilai Reliabilitas Hasil Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis ... 62

3.16 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda dan Kualitas Pengecoh Hasil Uji Coba Instrumen Pilihan Ganda (Penguasaan Konsep) ... 63

3.17 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Uraian (Berpikir Kritis) ... 64

3.18 Jenis Instrumen Utama Penelitian untuk Menjaring Data berdasarkan Pertanyaan Penelitian ... 64

3.19 Interpretasi Nilai N-gain ... 68

3.20 Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 71

3.21 Predikat Nilai Sikap ... 72

4.1 Persentase Ketercapaian Pretest, Posttest dan N-Gain Penguasaan Konsep Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB per Indikator (a) oleh Guru, (b) Oleh Siswa. ... 81

4.2 Perolehan Nilai Posttest Hasil Penelitian dan Sebelum Penelitian ... 83

4.3 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Penguasaan Konsep Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB ... 93

4.4 Persentase Ketercapaian Pretest, Postest dan N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB per Indikator ... 98

4.5 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Keseluruhan) ... 102

4.6 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Aspek Memberikan Penjelasan Dasar) ... 106

4.7 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Aspek Menyimpulkan) ... 110

4.8 Persentase Capaian Elemen-elemen Membaca Kritis ... 113

4.9 Uji Beda Dua Rata-rata Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB (Aspek Strategi dan Taktik) .. 114

(10)

4.11 Hasil Pengamatan Kegiatan Praktikum Kelompok DL-MK

dan DL-MB ... 117

4.12 Tanggapan Siswa Terkait Membaca pada Kelompok DL-MK

(11)

Daftar Gambar

Gambar Halaman

2.1 Model Pengolahan Informasi dalam Pembelajaran ... 17

2.2 Hierarki Hasil Belajar ... 28

2.3 Bagan Keterpaduan IPA dengan Tipe Shared Berdasarkan Fogarty ... 37

2.4 Pemanfaatan Energi Angin Dan Tenaga Surya Untuk Menghasilkan Energi Listrik ... 39

2.5 Fotosintesis ... 40

3.1 Alur Pengolahan Statistik Interferensi ... 70

3.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho ... 70

3.3 Bagan Alur Penelitian ... 73

4.1 Persentase Keterlaksanaan Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis dan dengan Sisipan Membaca Biasa ... 75

4.2 Grafik Rata-rata N-Gain Penguasaan Konsep Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB per Indikator ... 86

4.3 Perolehan N-gain Siswa yang Membaca dan Tidak Membaca pada Kelompok DL-MK dan Kelompok DL-MB ... 87

4.4 Perolehan Nilai Siswa dengan Minat Membaca Rendah antara Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 90

4.5 Grafik Rata-rata N-gain (<g>) Berpikir Kritis Kelompok DL-MK dan DL-MB per Aspek ... 99

4.6 Persentase Membaca Siswa Sebelum Pembelajaran pada Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 108

4.7 Persentase Latar Belakang Kebiasaan Membaca Siswa pada Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 108

4.8 Persentase Sikap Siswa pada Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 117

(12)

Daftar Lampiran

Lampiran Halaman

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 136

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 150

A.3 Instrumen Penguasaan Konsep ... 164

A.4 Instrumen Berpikir Kritis ... 170

A.5 Angket ... 174

A.6 Lembar Kerja Siswa ... 180

A.7 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 202

A.8 Lembar Observasi Sikap Siswa ... 208

A.9 Lembar Observasi Keterampilan Siswa ... 210

A.10 Lembar Wawancara ... 212

B.1 Hasil Analisis Butir Soal Penguasaan Konsep ... 214

B.2 Hasil Analisis Butir Soal Berpikir Kritis ... 221

B.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Penguasaan Konsep ... 225

B.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Berpikir Kritis ... 225

B.5 Hasil Pretest, Posttest dan N-Gain Penguasaan Konsep ... 227

B.6 Hasil Pretest, Posttest dan N-Gain Berpikir Kritis ... 229

B.7 Hasil Uji Statistik Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis ... 231

B.8 Hasil Pengolahan Angket ... 243

B.9 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 244

B.10 Hasil Observasi Sikap Siswa ... 246

B.11 Hasil Observasi Keterampilan Siswa ... 248

B.12 Hasil Wawancara Guru ... 249

B.13 Daftar Nilai Membaca Kelompok DL-MK dan DL-MB ... 251

C.1 Dokumentasi ... 253

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penerapan kurikulum 2013 merupakan suatu upaya untuk menjawab

tantangan dalam menyongsong era globalisasi di mana persaingan akan tercipta

tidak hanya dalam ruang lingkup nasional, tetapi juga dalam ruang lingkup

internasional. Target utama dilakukannya pembaharuan kurikulum adalah dalam

rangka memperbaiki hasil belajar siswa, misalnya dalam ranah pengetahuan siswa

agar siswa dapat memiliki softskill dan hardskill yang lebih baik (Kemendikbud,

2014, hlm. 10-11). Ranah pengetahuan yang dikembangkan dalam Kurikulum

2013 selama proses pembelajaran meliputi elemen mengetahui, memahami,

menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi (Kemendikbud, 2014, hlm. 13).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013 tidak hanya menuntut

siswa untuk melakukan pembelajaran yang bertujuan agar dapat menguasai

konsep-konsep pada tingkatan yang rendah, tetapi juga menuntut pembelajaran

yang merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis.

Adanya penekanan kurikulum 2013 terhadap perlunya pembelajaran yang

berbasis peningkatan penguasaan konsep dan berpikir kritis ini sejalan dengan

kecenderungan pembelajaran yang sedang berkembang pada abad ke 21.

Pembelajaran pada abad 21 menekankan pada partisipasi siswa di kelas,

mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dimiliki

siswa agar siswa memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia kerja yang

kompetitif untuk mengisi peran sebagai masyarakat aktif. Keterampilan yang

perlu dikembangkan pada masyarakat global adalah meningkatkan pemahaman

terkait perolehan informasi dan keterampilan berpikir kritis (Ornstein, Levene &

Gutek, 2011, hlm. 429).

Pembelajaran yang menuntut penguasaan konsep dan kemampuan berpikir

secara kritis ini diperlukan terkait informasi yang diperoleh dari situs resmi

ASEAN yakni asean.org, di mana mulai tahun 2015, negara-negara di kawasan

Asia Tenggara akan melakukan perdagangan bebas antar kawasan. Kedepannya,

siswa akan bersaing pada tingkat yang lebih tinggi karena tidak hanya bersaing

(14)

membekali setiap siswa bersaing di kancah internasional, maka salah satu

pembelajaran harus mengarah kepada pendidikan kecakapan hidup (life skills).

Kecakapan hidup (life skills) terutama kecakapan hidup generik diperlukan untuk

membekali setiap warga negara dalam menguasai keterampilan-keterampilan yang

diperlukan untuk mempertahankan hidupnya dalam menghadapi berbagai

persoalan yang dihadapinya agar dapat dipecahkan (Susiwi, 2007).

Pembelajaran yang berlandaskan kecakapan hidup di antaranya adalah

pembelajaran kecakapan berpikir (thinking skill) yang terdiri dari kecakapan

menggali, menemukan dan mengolah informasi agar dapat memproses berbagai

informasi yang diterimanya menjadi suatu kesimpulan. Kemampuan dasar yang

dapat menunjang kecakapan tersebut secara fungsional dapat berupa membaca

dan berpikir (Satori, 2002 dalam Susiwi, 2007). Dengan demikian, siswa akan

lebih terlatih dalam hal kecakapan berpikir setelah diimplementasikannya

pembelajaran berlandaskan kecakapan hidup di kelas.

Aspek pengetahuan (penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis)

akan mempengaruhi kesuksesan seseorang, sehingga siswa perlu dibekali dan

dilatih melalui pembelajaran yang mengarahkan siswa meningkatkan penguasaan

konsep dan berpikir kritisnya (Slamet, 2002). Penguasaan konsep dan berpikir

kritis diperlukan dalam pekerjaan maupun kehidupan karena dapat digunakan

sebagai alat untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk dalam segala

hal yang dilakukan (Paul & Elder, 2002, hlm. 44). Pembelajaran yang

menekankan penguasaan konsep dan berpikir kritis dianggap penting untuk

memecahkan masalah karena di dalamnya mengandung pendekatan sistematis

yang menuntut siswa untuk terampil mengevaluasi informasi hingga memperoleh

solusi yang layak untuk mengatasi berbagai masalah baik terstruktur maupun

tidak terstruktur (Laxman, 2010; Shah, 2010; & Winch, 2006 dalam Thompson,

2011).

Terkait pentingnya penguasaan konsep dan berpikir kritis, upaya

pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengasah penguasaan konsep dan

keterampilan berpikir kritis ini sangatlah bervariasi. Terdapat beberapa model

pembelajaran alternatif yang dapat digunakan dan telah disarankan pada

(15)

Learning dan Project Based Learning (Kemendikbud, 2014, hlm. 33-42). Ketiga

model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan masing-masing dan cenderung

menggiring siswa untuk dapat lebih berpartisipasi/ aktif selama pembelajaran.

Perlunya pengembangan model pembelajaran yang menekankan

partisipasi siswa di kelas dikarenakan pembelajaran yang digunakan secara umum

di Indonesia selama ini masih bersifat teacher-centered atau kurang melibatkan

keaktifan/ partisipasi siswa selama pembelajaran. Dengan demikian, motivasi

siswa dalam belajar kurang maksimal, begitupun hasil belajar berupa penguasaan

konsep dan berpikir kritis siswa pun cenderung kurang memuaskan karena

pembelajaran cenderung kurang inovatif (Armbuster, 1991). Pada lampiran IV

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A

Tahun 2013, dinyatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang dirancang haruslah

mencakup beberapa aspek yakni: (1) berpusat pada peserta didik, (2)

mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi

menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan

kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui

penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,

kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

Berdasarkan hasil analisis mengenai pembelajaran yang selama ini

digunakan dan tuntutan kurikulum 2013, ditemukan adanya kesenjangan antara

harapan yang disuratkan kurikulum dengan kenyataan di lapangan. Pembelajaran

selama ini masih berupa transfer pengetahuan dan kurang melatihkan berpikir

kritis, direfleksikan oleh hasil penelitian internasional mengenai prestasi IPA

siswa sekolah lanjutan tingkat pertama yang dikoordinasikan oleh IEA (The

International Association for the Evaluation of Educational Achievement) atau

yang biasa kita sebut sebagai TIMSS (Trend in International Mathematics and

Science Study). Hasil TIMSS pada tahun 2007 mngungkapkan bahwa Indonesia

masih berada pada urutan 35 dari 49 negara, di mana skor yang diperoleh masih

jauh dibawah skor rata-rata internasional (Kemendikbud, 2011).

Lebih lanjut dinyatakan bahwa hasil TIMSS pada tahun 2007 dan 2011,

lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu mencapai level menengah dalam

(16)

penelitian PISA (The Program for International Student Assessment)

menempatkan Indonesia pada posisi di bawah rata-rata (Stacey, 2010). Hasil studi

tersebut menyebutkan bahwa hampir seluruh siswa Indonesia hanya mampu

menguasai pelajaran IPA hingga level menengah atau menerapkan strategi

pemecahan masalah yang sederhana saja (Kemendikbud, 2014, hlm. 5; CPE,

2015).

Berdasarkan berbagai data hasil penelitian mengenai prestasi IPA tesebut,

dapat dikatakan bahwa dengan pembelajaran yang selama ini digunakan, siswa

masih belum terampil menguasai pelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Walau demikian, tingkat penguasaan konsep pada level rendah pun

tetap perlu dilatihkan karena dapat digunakan sebagai landasan untuk berpikir

tingkat tinggi. Untuk melatih siswa menguasai pelajaran IPA dari level rendah

hingga tinggi, terdapat beberapa alternatif model pembelajaran yang dapat

digunakan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, salah satunya adalah model

discovery learning. Model tersebut dapat mengasah keterampilan untuk

meningkatkan partisipasi siswa sehingga siswa lebih termotivasi karena terlibat

secara langsung dalam proses belajar dengan melibatkan proses mental dalam

menemukan konsep-konsep serta merangsang kemampuan berpikirnya (Amien,

1987, hlm. 126).

Discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang

menekankan pada proses penemuan suatu konsep. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Furtak, dkk. (2012), ditemukan bahwa model pembelajaran

discovery learning memiliki keefektifan untuk membelajarkan siswa dalam

memahami konsep serta menunjukkan dampak positif terhadap pembelajaran

siswa. Hal ini dikarenakan keterlibatan siswa pada model discovery learning

dapat meningkatkan tingkat berpikir siswa ke tingkat yang lebih tinggi sehingga

tidak hanya penguasaan konsep saja yang diasah, namun kemampuan berpikir

kritispun dapat diasah (Amien, 1987, hlm. 132).

Walau demikian, Discovery learning belum seutuhnya memberikan

dampak positif terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis studi pendahuluan

(wawancara terhadap guru) mengindikasikan bahwa model pembelajaran

(17)

kepada siswa, namun model ini belum mampu memberikan kontribusi yang besar

bagi penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa. Discovery learning yang hanya

digunakan tanpa memberikan bimbingan atau bantuan tidak memberi manfaat

yang berarti bagi siswa (Alfieri, dkk. 2011; Mayer, 2004). Oleh karena itu,

diperlukan pengembangan yang lebih baik agar hasil belajar siswa dapat

meningkat, baik dari aspek pengetahuan secara konsep, ataupun aspek

keterampilan berpikir.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan peranan

model discovery learning agar lebih optimal adalah dengan menyisipkan kegiatan

membaca kritis pada model pembelajaran tersebut. Kebanyakan siswa memiliki

kemampuan untuk berpikir kritis, namun mereka tidak memiliki kesempatan

untuk melatihnya di kelas (Giancarlo, Blohm & Urdan, 2004). Pembelajaran abad

ke-21 cenderung mengarahkan guru untuk melatih dan mengembangkan

keterampilan berpikir tingkat tinggi (Kalelioglu & Gulbahar, 2014) dan

memberikan banyak pengalaman belajar kepada siswa (Kettler, 2014). Dengan

demikian, penguasaan konsep dan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui

pengalamaan belajar seperti kegiatan membaca kritis.

Berdasarkan penelitian terkait dengan kegiatan membaca dalam proses

pembelajaran, Tsai, dkk. (2013) menemukan bahwa guru-guru di sekolah

seringkali menggunakan bacaan IPA sebagai material sisipan dalam mengajar,

namun ditemukan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan

mengevaluasi isi bacaan. Dengan demikian, dilakukan penelitian dengan

menyisipkan strategi membaca kritis pada proses pembelajaran yaitu dengan

mengaitkan bacaan IPA pada konten pelajaran dan diperoleh hasil bahwa

kelompok dengan kegiatan membaca kritis yang dikaitkan dengan konten

pelajaran menunjukan hasil yang lebih baik.

Oleh karena itu, strategi pembelajaran dengan sisipan membaca kritis

dianggap mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam menafsirkan isi bacaan.

Dengan kemampuan menafsirkan bacaan yang baik, siswa diharapkan mampu

menggunakan keterampilan berpikir pada berbagai tingkatan khususnya

penguasaan konsep dan berpikir kritis dalam merespon isu yang terjadi

(18)

diterapkan karena kurikulum IPA dapat bersifat kontekstual (Kemendikbud, 2014,

hlm. 8), di mana keterampilan ini akan berfokus pada masalah dan isu-isu yang

membutuhkan berpikir kritis (Bailin, 2002).

Dengan membaca kritis, siswa diharapkan dapat menemukan berbagai

informasi baik fakta maupun opini (Graney, 1990) terkait dengan konsep-konsep

yang dipelajari di sekolah melalui proses berpikir. Selain itu, siswa juga

diharapkan mampu membangun hubungan antara pengetahuannya mengenai IPA

dengan isi bacaannya sehingga siswa mampu memahami isi bacaan dan

menganalisisnya secara kritis (Oliveras, Marquez & Sanmarti, 2013). Dengan

kegiatan membaca kritis yang disisipkan dalam pembelajaran dengan dikaitkan

materi pelajaran, siswa berpeluang sukses secara akademik (Marschall & Davis,

2012).

Terkait dengan kegiatan membaca kritis dan ketersediaan bahan bacaan,

saat ini keberadaan internet memungkinkan bacaan berupa artikel ataupun koran

dan sejenisnya dapat diakses dengan mudah secara online tanpa harus

mengeluarkan banyak uang (Salman dkk., 2011). Walaupun ketersediaan bahan

bacaan semakin beragam, hal yang harus diperhatikan adalah minat dari membaca

itu sendiri. Berdasarkan data yang dilansir UNESCO pada tahun 2012, indeks

minat baca masyarakat di Indonesia adalah 0,001, artinya adalah 1 berbanding

1000 di mana hanya 1 orang yang memiliki minat membaca dari 1000 orang

(Hazliansyah, 2013). Hasil ini tentu berhubungan dengan rendahnya prestasi IPA

siswa berdasarkan hasil analisis TIMSS dan PISA yang telah dijelaskan

sebelumnya. Minat membaca akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika

siswa memiliki minat membaca yang tinggi tanpa paksaan maupun tanpa

ditugaskan oleh guru, maka akan berdampak positif terhadap prestasi belajarnya

(Larson, 2004). Namun, jika kegiatan membaca siswa ini rendah, maka prestasi

belajar pun cenderung rendah. Dengan rendahnya minat membaca siswa di

Indonesia, prestasi belajar pun akan rendah. Dengan disisipkannya kegiatan

membaca kritis ini, minat siswa dalam membaca akan semakin baik sehingga

penguasaan konsep dan bepikir kritis siswa dapat menjadi lebih baik.

Untuk meningkatkan minat membaca kritis siswa, maka diperlukan suatu

(19)

meningkat (Abeberese, Kumler & Linden, 2011) dan siswa akan cenderung

mendalami bacaan dan menggunakan keterampilan berpikir tingkat tingginya

(Hermida, 2009). Dengan demikian, diharapkan minat siswa dalam membaca

kritis pun akan meningkat. Beberapa penelitian mengenai kegiatan membaca di

dalam kelas menunjukkan bahwa kegiatan membaca dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa (Fang & Wei, 2010). Demikian juga dengan menambahkan kegiatan

membaca menggunakan elemen-elemen membaca kritis (Oliveras, Marquez &

Sanmarti, 2013; Tsai, dkk. 2013), prestasi belajar akan lebih baik karena kegiatan

membaca dapat mendukung pembelajaran IPA (Glynn & Muth, 1994). Maka

dengan disisipkannya kegiatan membaca kritis dalam pembelajaran, diharapkan

prestasi belajar siswa seperti penguasaan konsep dan kemampuan berpikir siswa

dapat lebih baik.

Kegiatan membaca kritis yang dimaksud bukanlah sekedar membaca dan

mengerti isi bacaan, namun juga mengkritisi isi bacaan dalam berbagai media

massa (NRC, 1996; Wellington, 1991 dalam Tsai, dkk. 2013). Hal ini didasarkan

kepada asumsi bahwa dalam pembelajaran IPA siswa diharapkan mampu

memahami dan mengevaluasi informasi-informasi yang terdapat dalam isi bacaan

pada media massa, tidak hanya bertujuan untuk menemukan fakta dan menerima

informasi tersebut (Tsai, dkk., 2013). Dengan meningkatnya kemampuan dalam

membaca kritis, siswa diharapkan mampu berpikir dan bertindak dalam

menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan nyata (Leksono, Rustaman &

Redjeki, 2015).

Salah satu isu yang sedang menjadi perhatian saat ini adalah isu terkait

energi. Dilansir dari situs BBC Indonesia, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)

mengajak seluruh dunia untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan tiga

kali lipat lebih banyak untuk menghambat peningkatan jumlah emisi karbon

karena terkait dengan kenaikan temperatur global. Terdapat banyak upaya yang

dilakukan untuk mengatasi hal ini, contohnya adalah dengan mengurangi

penggunaan energi transportasi (penggunaan bahan bakar fosil/ bensin) dan

menggantinya dengan kendaraan tenaga surya (U.S. Energy Information

Administration/ EIA, 2014). Energi diperlukan oleh makhluk hidup untuk

(20)

selalu membutuhkan energi dalam setiap aktivitasnya. Dengan pentingnya isu

tersebut, maka terdapat peluang untuk melatihkan penguasaan konsep dan berpikir

kritis siswa dalam proses pembelajaran terkait permasalahan energi.

Dengan berbagai deskripsi yang telah dijelaskan, muncul suatu gagasan

untuk mengatasi permasalahan yang ada, yaitu pembelajaran dapat dirancang

dengan mengarahkan siswa untuk lebih banyak terlibat dengan melatihkan

beberapa keterampilan dasar sebagai bekal sebagai keterampilan hidupnya. Model

Discovery Learning dianggap cocok untuk melatihkan keterampilan berpikir,

namun diperlukan bantuan untuk menunjang proses penemuan ini agar

mendapatkan hasil yang lebih baik (Alfieri, dkk., 2010) dan penyisipan membaca

kritis dianggap menunjang proses pembelajaran untuk melatihkan keterampilan

dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik.

Terkait kelebihan yang dimiliki membaca kritis dalam merangsang

kemampuan berpikir siswa, dan beberapa penelitian sebelumnya yang

menunjukkan bahwa membaca kritis memiliki dampak positif terhadap

perkembangan berpikir siswa, maka peneliti bermaksud untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan model pembelajaran yang digunakan dalam

Kurikulum 2013 yakni Model Discovery Learning dengan disisipkan kegiatan

membaca bacaan terkait materi pada konsep Energi dalam Sistem Kehidupan.

Konsep Energi dalam Sistem Kehidupan dipilih karena konsep ini merupakan

suatu fenomena penting di mana kita sebagai manusia harus mampu mengatasi

masalah ini dengan baik. Dengan pertimbangan ini, maka penulis mengambil judul: “Pengaruh Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis terhadap Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Konsep Energi dalam Sistem Kehidupan”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

(21)

Rumusan masalah ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keterlaksanaan model Discovery Learning dengan sisipan

membaca kritis dan dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam

Sistem Kehidupan?

2. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep siswa melalui pembelajaran

model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dibandingkan

dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam Sistem Kehidupan?

3. Bagaimanakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui

pembelajaran model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis

dibandingkan dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam

Sistem Kehidupan?

4. Bagaimanakah tanggapan siswa setelah pelaksanaan pembelajaran model

Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan membaca

biasa pada konsep Energi dalam Sistem Kehidupan?

C. Batasan Masalah Penelitian

Batasan masalah dimaksudkan agar penelitian yang dilaksanakan lebih

terarah dan tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan. Adapun batasan masalah

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis yang dimaksud

adalah melakukan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013,

yakni salah satunya dengan menggunakan model Discovery Learning atau

yang sering disebut pembelajaran penemuan dengan disisipkan kegiatan

membaca kritis di dalamnya. Model Discovery Learning yang dilaksanakan

adalah sesuai dengan tuntunan buku pelatihan guru yang diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan kegiatan membaca

kritis didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Oliveras, Marquez dan

Sanmarti (2013).

2. Membaca kritis yang diterapkan pada pembelajaran di kelas eksperimen

merupakan kegiatan membaca yang disisipkan pada salah satu langkah model

(22)

membaca kritis dipandu oleh enam buah pertanyaan yang didasarkan pada

elemen-elemen membaca kritis yang diadaptasi dari elemen-elemen membaca

kritis yang digagas Oliveras, Marques & Sanmarti (2013).

3. Membaca biasa yang diterapkan pada pembelajaran di kelas kontrol

merupakan kegiatan membaca yang disisipkan pada langkah pengumpulan

data kemudian siswa diinstruksikan menjawab pertanyaan yang tersurat dalam

teks.

4. Penguasaan konsep yang dimaksud adalah kemampuan ranah kognitif

(pengetahuan) siswa yang merujuk pada Taksonomi Bloom Revisi yang

didasarkan pada ketercapaian penguasaan Kompetensi Dasar (mencakup ranah

C1 sampai C5) pada materi energi dalam sistem kehidupan.

5. Kemampuan berpikir kritis yang dianalisis merujuk pada aspek keterampilan

berpikir kritis menurut Ennis (dalam Costa, 1985, hlm. 54-56) yang terdiri dari

4 sub aspek kemampuan berpikir kritis yakni memfokuskan pertanyaan,

menganalisis argumen, membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan

dan memutuskan suatu tindakan.

6. Konsep Energi dalam Sistem Kehidupan yang dibahas meliputi pengertian

energi, bentuk-bentuk energi, sumber-sumber energi, transformasi energi dan

fotosintesis.

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya,

maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh model

Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis terhadap penguasaan konsep

dan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep Energi dalam Sistem

Kehidupan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan keterlaksanaan model Discovery Learning dengan sisipan

membaca kritis dan dengan sisipan membaca biasa pada konsep Energi dalam

Sistem Kehidupan.

2. Menganalisis perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa pada konsep

(23)

Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan sisipan

membaca biasa.

3. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada

konsep Energi dalam Sistem Kehidupan antara kelas yang melaksanakan

model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan sisipan

membaca biasa.

4. Mendeskripsikan tanggapan siswa setelah penggunaan model Discovery

Learning dengan sisipan membaca pada konsep Energi dalam Sistem

Kehidupan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis baik bagi yang

terlibat langsung dalam penelitian maupun tidak, dalam rangka sebagai upaya

untuk perbaikan pembelajaran. Manfaat yang diharapkan peneliti di antaranya

adalah sebagai berikut.

1. Manfaat dari Segi Teori

Dari segi teori, manfaat yang dapat diambil adalah verifikasi mengenai

teori-teori yang ada. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendukung teori-teori

yang ada sehingga teori tersebut akan lebih dipercaya. Namun, jika hasil

penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang ada, maka harus dilakukan

refleksi, apakah terdapat batasan yang menyebabkan hasil penelitian berbeda

dengan teori yang ada. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan

mendeskripsikan apakah teori-teori yang ada di mana sebagian besar berasal dari

luar negeri cocok diterapkan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi pendidikan di Indonesia dalam hal kajian teori

sebagai wahana untuk memperkaya teori-teori yang sudah ada.

2. Manfaat dari Segi Kebijakan

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah negeri di Kota Cimahi.

Jika penelitian ini dapat membuat hasil belajar siswa, utamanya penguasaan

konsep dan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik, maka model yang

dilaksanakan dalam penelitian ini dapat direkomendasikan untuk diterapkan di

(24)

baik, utamanya bagi sekolah dan akan lebih baik lagi jika dapat diterapkan pada

cakupan yang lebih luas.

3. Manfaat dari Segi Praktis

Dari segi praktis, penelitian ini tentulah dapat dijadikan pertimbangan

untuk digunakan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PBB (2012),

minat membaca orang Indonesia masih sangat kurang, yakni 1 : 1000. Oleh

karena itu, dengan mulai dibiasakannya siswa untuk melakukan kegiatan

membaca sejak dini, diharapkan generasi mendatang Indonesia memiliki minat

yang lebih baik dalam hal membaca. Hal ini dikarenakan membaca merupakan

aspek penting dalam perolehan pengetahuan.

4. Manfaat dari Segi Isu serta Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan minatnya

dalam membaca sehingga siswa tersebut akan memperoleh pengetahuan yang

banyak melalui kegiatan membaca. Dengan demikian, siswa akan memiliki rasa

tanggap terhadap keadaan sekitar dan isu yang sedang beredar. Dengan

dilatihkannya kegiatan membaca secara kritis, siswa dituntut untuk mampu

mengatasi berbagai masalah yang ada dalam kehidupan nyata, minimal untuk

mengatasi masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri, dan lebih baik lagi jika

dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada di masyarakat.

F. Asumsi Penelitian

Beberapa asumsi untuk merumuskan dan melandasi hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar seperti penguasaan konsep dan berpikir kritis akan lebih

baik jika diterapkan menggunakan model yang melibatkan keikutsertaan

siswa, misalnya model discovery learning. Hal ini dikarenakan siswa akan

mengalami langsung proses penemuan konsep sehingga lebih baik dalam

mengingatnya (Amien, 1987, hlm. 125; Ormrod, 2008, hlm. 107).

2. Membaca kritis dapat membantu siswa menghubungkan berbagai konsep

dan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar, dalam hal ini penguasaan

konsep dan berpikir kritis (Oliveraz, Marques & Sanmarti, 2013; Tsai,

(25)

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan peningkatan rata-rata penguasaan konsep siswa pada

konsep Energi dalam Sistem Kehidupan antara kelas yang melaksanakan

model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan

sisipan membaca biasa.

2. Terdapat perbedaan peningkatan rata-rata berpikir kritis siswa pada konsep

Energi dalam Sistem Kehidupan antara kelas yang melaksanakan model

Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis dan dengan sisipan

membaca biasa.

H. Struktur Organisasi Tesis

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh dari model

pembelajaran penemuan (discovery learning) yang disisipi oleh kegiatan

membaca kritis. Penelitian ini diawali dengan beberapa temuan di lingkungan

sekolah yang kemudian dilakukan kajian literatur. Kegiatan membaca merupakan

isu yang sedang hangat diperbincangkan belakangan ini karena indeks membaca

masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Ini ditunjukkan dengan data yang

dirilis oleh UNESCO, di mana Indonesia memiliki indeks 0,001, yang artinya dari

1000 orang hanya terdapat 1 orang saja yang membaca.

Dengan adanya temuan ini, maka peneliti mencoba untuk meneliti dengan

menyisipkan kegiatan membaca ke dalam pembelajaran yang biasa digunakan

oleh siswa sehari-hari. Jenis membaca yang digunakan adalah kegiatan membaca

kritis karena siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai konsep, tetapi juga

dituntut untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tingginya (dalam

penelitian ini berpikir tingkat tinggi yang dimaksud adalah berpikir kritis).

Pada Bab I atau Bab Pendahuluan, peneliti mendeskripsikan mengenai

latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat

penelitian. Hal ini merupakan esensi dari penelitian itu sendiri. Pada Bab ini,

peneliti mendeskripsikan beberapa masalah yang ditemukan dan harus dipecahkan

terkait dengan kegiatan membaca beserta hal-hal lain yang mendukungnya.

(26)

dengan menentukan tujuan dari penelitian ini, di mana siswa diharapkan dapat

terpengaruh baik oleh model discovery learning yang disisipi dengan kegiatan

membaca kritis ini. Berbagai manfaat yang diperoleh dari model discovery

learning dengan sisipan membaca kritis ini pun dipaparkan secara rinci yang

dikupas dari segi teori, kebijakan, praktik dan isu/aksi sosial.

Pada Bab II atau Bab Kajian Literatur, berisi tentang berbagai kajian

mengenai judul penelitian ini dari masing-masing variabel yang terkait.

Kajian-kajian literatur ini terdiri dari Kajian-kajian tentang Model Discovery Learning atau yang

sering kita sebut sebagai pembelajaran penemuan, membaca kritis, penguasaan

konsep, berpikir kritis dan tentang konsep yang dipelajari siswa selama penelitian

yakni konsep energi dalam sistem kehidupan. Pada akhir bab ini, disajikan

hubungan antar variabel yang telah dikaji sebelumnya sehingga dapat

dideskripsikan mengenai keterkaitan antar variabel.

Pada Bab III atau Bab Metodologi Penelitian, dijelaskan mengenai metode

dan desain penelitian yang digunakan, di mana penelitian ini menggunakan

metode Quasi Eksperimen dengan The Static Group Pretest Posttest Design.

Selain itu, dijelaskan pula mengenai partisipan beserta teknik pengambilan sampel

dan berbagai hal mengenai instrumen yang digunakan. Lebih jauh mengenai alur

penelitian ini pun dijelaskan pada bab ini disertai cara menganalisis data yang

diperoleh.

Pada Bab IV dijelaskan mengenai temuan dan pembahasan penelitian.

Pemaparan pada Bab IV ini diuraikan dengan pola pemaparan tematik, artinya

setiap temuan akan dipaparkan yang kemudian diikuti dengan pembahasan. Hal

ini dilakukan untuk memudahkan pembaca dalam menangkap esensi dari hasil

penelitian. Selain itu, dengan menggunakan pola pemaparan tematik, informasi

yang diperoleh dari penelitian secara mudah dipahami karena setiap data

penemuan yang muncul akan langsung dibahas, dan tidak terpisah-pisah

(Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah UPI, 2014).

Bab V merupakan bagian penutup yang di dalamnya terdiri dari simpulan,

implikasi dan rekomendasi. Dalam Bab V, terdapat jawaban dari masing-masing

pertanyaan penelitian dan berisi deskripsi mengenai hal-hal positif yang dapat

(27)

dan rekomendasi yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran berupa saran

yang dapat diberikan kepada pembaca jika ingin melakukan penelitian lanjutan

pada partisipan yang berbeda.

Kegiatan membaca kritis merupakan suatu upaya untuk meningkatkan

penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, kajian literatur dari

berbagai sumber dihimpun untuk mengetahui seberapa penting kegiatan membaca

itu dapat berpengaruh terhadap penguasaan konsep dan berpikir kritis siswa.

Kajian literatur juga dilaksanakan dalam rangka mencari kelebihan dan

kekurangan dari model discovery learning dan membaca kritis.

Setelah dilakukan kajian literatur, metode dan desain penelitian dirancang

berdasarkan kajian yang telah dilakukan. Untuk melihat pengaruh dari model

discovery learning dengan sisipan membaca kritis, maka dilakukan intervensi

terhadap kelompok eksperimen yang dibandingkn dengan kelompok lain sebagai

kelompok kontrol. Instrumen yang telah divalidasi digunakan untuk menjaring

data pretest dan posttest. Data yang diperoleh dianalisis untuk selanjutnya

dilakukan pengujian statistik yang selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan

penelitian.

Dengan demikian, antara Bab I hingga Bab V terdapat suatu benang

merah, sehingga penelitian untuk mengetahui pengaruh kegiatan membaca kritis

yang disisipkan dalam model discovery learning ini akan dapat ditelusuri.

Penelitian berikutnya dapat dilakukan setelah pembaca membaca secara umum

struktur organisasi tesis ini. Jika memungkinkan, penelitian berikutnya diharapkan

dapat menyempurnakan hasil penelitian ini agar dapat memberikan kontribusi

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “ Quasi-eksperimental design” (Fraenkel, Wallen & Hyun, 2012, hlm. 275). Metode ini

dipilih karena dalam penelitian sosial, khususnya penelitian pendidikan, terdapat

faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol secara penuh (Campbell & Stanley, 1966,

hlm. 34).

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Non-equivalen Control Group

Design (Sugiyono, 2009, hlm. 116), karena dalam penelitian ini dijaring beberapa

data melalui pretest dan posttest baik untuk penguasaan konsep maupun berpikir

kritis. Desain ini digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok yang

diberi perlakuan dengan yang tidak diberi perlakuan. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1. Desain Penelitian Non-equivalen Control Group Design

Kelompok Eksperimen O1 X1 O2

Kelompok Kontrol O3 X2 O4

Keterangan:

O1 : Data hasil pretest pada kelas eksperimen O2 : Data hasil posttest pada kelas eksperimen O3 : Data hasil pretest pada kelas kontrol O4 : Data hasil posttest pada kelas kontrol

X1

Perlakuan yang diberikan (Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Kritis)

X2 : Perlakuan yang diberikan (Model Discovery Learning dengan Sisipan Membaca Biasa)

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini pada kelas eksperimen

adalah melaksanakan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning

dengan sisipan membaca kritis. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan

model Discovery Learning yang telah biasa digunakan oleh siswa sesuai tuntutan

Kurikulum 2013. Namun, pada salah satu tahapan pada model tersebut, yakni

pada tahapan data collection atau pengumpulan data (lebih jelas lihat Bab II

(29)

atau bacaan terkait materi yang sedang dipelajari. Dalam kegiatan membaca

tersebut, siswa ditugaskan untuk berpikir, yakni berpikir kritis, dengan membaca

seluruh teks atau bacaan yang disediakan. Kemudian siswa ditugaskan untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirancang dan diadaptasi sesuai

dengan elemen membaca kritis menurut Oliveraz, Marquez dan Sanmarti (2013).

Dengan demikian siswa dilatihkan untuk berpikir kritis melalui kegitan membaca.

Sementara itu, pada kelas kontrol, perlakuan yang diberikan hampir sama

dengan perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen. Perbedaan yang tampak

adalah dengan kegiatan membaca yang dilakukan. Pada kelas kontrol, siswa tidak

dituntut untuk membaca secara kritis. Namun, siswa ditugaskan untuk membaca

biasa, di mana pertanyaan yang diberikan merupakan pertanyaan yang bentuknya

tersurat dan secara eksplisit terdapat pada teks sehingga siswa tidak memerlukan

proses berpikir yang kompleks. Alasan diberikan pelakuan yang hampir sama agar

perlakuan yang diberikan tidak terlalu berbeda jauh. Sebelum penelitian

dilaksanakan, dilakukan pembiasaan terhadap siswa yang menjadi sampel

penelitian agar siswa terbiasa dengan perlakuan yang akan diberikan. Pembiasaan

dilakukan sebanyak satu kali, baik pada kelas yang akan dijadikan sebagai kelas

eksperimen maupun kelas yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dikarenakan

waktu yang terbatas. Pembiasaan pada kelas yang akan dijadikan sebagai kelas

eksperimen dilakukan dengan cara menyisipkan kegiatan membaca kritis pada

proses pembelajarannya, sementara itu pada kelas yang akan dijadikan kelas

kontrol, pembiasaan dilakukan dengan menyisipkan kegiatan membaca biasa pada

pembelajarannya. Pembiasaan pada kedua kelas dilaksanakan pada materi yang

sama yaitu, materi suhu dan kalor. Tabel 3.1 menunjukan desain penelitian

menurut Fraenkel, Wallen & Hyun (2012). Lebih rinci perbedaan perlakuan pada

kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Perlakuan Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Pretest Pretest

Model Pembelajaran Discovery Learning

disisipi Membaca Biasa

Model Pembelajaran Discovery Learning

disisipi Membaca Kritis*

Posttest Posttest

(30)

B. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan mengenai hal-hal terkait

variabel penelitian. Definisi operasional menjelaskan bagaimana setiap variabel

digunakan selama penelitian ini berlangsung. Untuk mengetahui lebih jauh

mengenai definisi operasional pada penelitian ini, akan dipaparkan sebagai

berikut.

1. Metode Discovery Learning adalah metode belajar yang didefinisikan sebagai

proses pembelajaran yang terjadi bila kepada peseserta didik tidak disajikan

bahan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa

mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2014, hlm. 36). Dengan kata lain,

pembelajaran yang dilaksanakan merupakan kegiatan pembelajaran yang

berpusat pada siswa dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep secara

mandiri berdasarkan arahan guru. Pembelajaran dilaksanakan dalam 3

pertemuan, yakni 3 jam pelajaran pada pertemua I & III, dan 2 jam pelajaran

pada pertemuan II.

2. Sisipan membaca kritis yang dimaksud adalah kegiatan membaca kritis yang

disisipkan dalam proses pembelajaran dengan Model Discovery Learning.

Membaca kritis siswa dilaksanakan dengan menggunakan elemen-elemen

membaca kritis menurut Oliveras, Marquez dan Sanmarti (2013). Kegiatan

membaca kritis diadakan pada setiap pertemuan yang disisipkan pada sintak

model Discovery Learning yakni pada tahap pengumpulan informasi.

3. Penguasaan konsep adalah nilai hasil pretest dan posttest yang dijaring

menggunakan soal pilihan ganda dengan tingkat kognitif C1 hingga C5.

4. Berpikir kritis yang dimaksud adalah kemampuan berpikir yang dijaring

dengan pemberian pretest dan posttest bentuk uraian dengan rubrik yang telah

ditentukan. Kemampuan berpikir kritis yang dianalisis adalah merujuk pada

aspek kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (1985), yaitu (1) memberikan

penjelasan dasar; (2) menyimpulkan; dan (3) strategi dan taktik.

5. Energi dalam Sistem Kehidupan yang dibahas meliputi pengertian energi,

bentuk-bentuk energi, sumber-sumber energi, transformasi energi dan

fotosintesis yang dibelajarkan menggunakan model discovery learning dengan

(31)

C. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada salah satu SMP Negeri di Cimahi. Hal ini

dilakukan karena sekolah ini telah menggunakan Kurikulum 2013 selama 3

semester sehingga sudah terbiasa dalam menggunakan kuikulum 2013 dan bukan

merupakan sesuatu yang baru lagi. Selain itu, kurikulum 2013 ini juga digunakan

sebagai dasar penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam

penelitian ini (dapat dilihat pada Lampiran A.1-A.2). Partisipan atau peserta pada

penelitian ini terdiri dari satu orang peneliti yang bertindak sebagai pengajar, dua

orang observer untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran di kelas, dan

sejumlah siswa dari dua rombongan belajar kelas VII (subyek penelitian) dan tiga

rombongan belajar kelas VIII (subyek uji coba bahan bacaan dan instrumen tes).

Subyek penelitian ini tidak hanya berasal dari siswa kelas VII, namun juga

berasal dari siswa kelas VIII, yakni siswa kelas VIII L, siswa VIII M dan siswa

VIII N. Masing-masing siswa dari kelas tersebut memiliki peranan yang berbeda.

Siswa kelas VIII L ditugaskan untuk membaca bacaan dan menjawab pertanyaan

yang disediakan, di mana bacaan dan pertanyaan tersebut akan digunakan pada

kelas kontrol. Sama halnya dengan siswa kelas VIII L, siswa di kelas VIII N pun

diberi tugas yang sama yakni membaca bacaan dan menjawab pertanyaan yang

disediakan, namun daftar pertanyaan yang dimuat berbeda dengan kelas VIII L.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui keterbacaan dari teks atau bacaan, waktu

yang diperlukan untuk kegiatan membaca masing-masing bacaan dan

kecenderungan jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disediakan.

Hasil dari uji coba keterbacaan terkait bahan bacaan tersebut digunakan untuk

menyempurnakan bahan bacaan yang akan digunakan dalam penelitian.

Sementara itu, siswa kelas VIII M berperan sebagai subyek dalam hal

analisis pokok uji butir soal. Uji coba instrumen ini dilakukan pada kelas VIII M

sebanyak dua kali dalam waktu yang berbeda. Uji coba dilakukan dua kali

dikarenakan dalam pengujian pertama masih terdapat soal-soal yang belum valid

pada setiap indikator sehingga dilakukan pengujian kedua. Untuk lebih

lengkapnya akan dibahas pada bab ini pada sub-bab mengenai analisis butir soal.

Dasar pemilihan partisipan atau subyek penelitian terkait sampel penelitian

(32)

yang sama dalam suatu populasi. Dengan demikian, pemilihan partisipan diawali

dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap guru mengenai kelas yang

homogen atau kelas yang memiliki kemampuan hampir sama, kemudian

dilakukan perhitungan statistik untuk menguji homogenitas dari sampel yang

ditentukan tersebut.

D. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini, populasi diambil berdasarkan beberapa pertimbangan,

yakni sekolah yang menggunakan kurikulum 2013. Teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah dengan teknik Purposive Sampling. Penelitian

dilaksanakan pada salah satu SMP di kota Cimahi, dengan populasi siswa kelas

VII. Dari populasi tersebut, dipilih dua kelas yang memiliki kesamaan atau

kesetaraan satu sama lain. Prosesnya dimulai dengan melakukan wawancara

kepada guru-guru kelas VII. Terdapat dua guru yang diwawancarai terkait

pencarian kelas yang homogen. Kedua guru saling berdiskusi untuk memberikan

informasi kepada peneliti terkait kelas yang homogen menurut pengamatan

guru-guru tersebut selama ini. Dasar pemilihan tersebut adalah kemampuan siswa yang

tidak berbeda jauh atau hampir sama. Dari proses diskusi tersebut, diperoleh

beberapa kelas yang memiliki kesamaan atau homogen menurut guru-guru

tersebut. Kemudian peneliti melakukan tes homogenitas kepada kelas yang

dianggap homogen berdasarkan nilai yang telah diperoleh dari kelas tersebut.

Kelas yang dimaksud adalah kelas VII K dan VII L.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software SPSSTM

16.00, diperoleh hasil bahwa kemampuan siswa kelas VII K dan VII L

berdistribusi secara tidak normal, yakni ekstrim kanan dan ekstrim kiri cenderung

kurang merata. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 3.3, di mana nilai sig. dari kedua

kelas tersebut kurang dari 0,05 (α=5%). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas

yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok yakni kelas VII K dan

VII L berasal dari populasi dengan varians yang sama. Dapat kita lihat pada Tabel

3.3, bahwa berdasarkan pengujian statistik yang diambil dari nilai siswa

sebelumnya, diperoleh hasil bahwa kedua kelas tersebut tidak berasal dari

(33)

homogen jika nilai sig. < 0,05 (α=5%). Uji dua rata-rata pun dilaksanakan dan

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan, dan

dijadikan sebagai sampel penelitian.

Tabel 3.3. Perhitungan Statistik Deskriptif, Uji Normalitas dan Uji Homogenitas dan Uji Beda

Dua Rata-rata Nilai Semester I

Instrumen penelitian ini digunakan sebagai alat untuk memperoleh data

dengan cara mengukur aspek tertentu sehingga dapat melihat capaian siswa.

Pengukuran ini terkait dengan istilah asesmen atau evaluasi dan secara teknis,

pengukuran ini merupakan bentuk angka-angka yang dapat memberi arti

kuantitatif (Wiersma & Jurs, 1990, hlm. 7-8).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dua bentuk, yakni

bentuk tes dan non-tes. Instrumen tes digunakan untuk menguji penguasaan

konsep dan berpikir kritis siswa (berupa pilihan ganda dan uraian/ essay),

sedangkan instrumen non-tes terdiri dari berbagai bentuk seperti lembar observasi

dan angket. Instrumen ini dijudge oleh ahli dan diujicoba sebelum digunakan.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjaring

penguasaan konsep siswa berbentuk soal pilihan ganda, yang berjumlah 12 soal.

Soal pilihan ganda ini terdiri dari beberapa bagian yang terdiri dari stem (bagian

soal yang menanyakan jawaban, atau memuat informasi yang harus dikerjakan

siswa, atau menyatakan masalah yang harus dipecahkan oleh siswa), distractors

(34)

menjadi suatu kesatuan untuk menjaring 12 indikator (dapat dilihat pada

Lampiran A.1-A.2 dan Lampiran A.3-A.4) yang dirancang (Nitko & Brookhart,

2007, hlm. 148-149). Soal pilihan ganda ini dirancang berdasarkan ranah kognitif

yang dikembangkan oleh Bloom yang mencakup C1-C5 (Anderson & Krathwohl,

2010, hlm. 99-102).

Lebih lanjut Nitko dan Brookhart (2007, hlm. 151-152) menjelaskan

bahwa soal pilihan ganda ini memiliki kelebihan, di antaranya adalah dapat

menilai tujuan pembelajaran yang bervariasi dan berfokus pada membaca dan

berpikir serta memiliki kesempatan yang kecil untuk menebak jawaban yang

benar. Untuk melihat gambaran mengenai instrumen penguasaan konsep yang

digunakan, yakni pada materi energi dalam sistem kehidupan, Tabel 3.4

menunjukkan kisi-kisi dari instrumen pilihan ganda yang dimaksud.

Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Penguasaan Konsep

No Indikator Pembelajaran Ranah Kognitif

C1 C2 C3 C4 C5 C6

1 Mendefinisikan konsep energi. 2 Menghitung energi kinetik. 3 Menghitung energi potensial.

4 Membedakan energi potensial dan energi kinetik.

5 Menguraikan sumber energi terbarukan dan tak terbarukan.

6 Mengidentifikasi jenis transformasi energi. 7 Menunjukkan konsep kekekalan energi. 8 Menjelaskan pengertian metabolisme sel

dalam sistem kehidupan.

9 Menyimpulkan pengertian transformasi energi. 10 Menjelaskan proses fotosintesis yang

dilakukan oleh tumbuhan hijau.

11 Menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis.

12 Menyatakan hasil fotosintesis berdasarkan data percobaan.

Meskipun demikian, soal pilihan ganda memiliki kekurangan, salah satu di

antaranya adalah siswa kurang dilatih untuk mengungkapkan gagasan (Wood,

1977 dalam Nitko & Brookhart, 2007, hlm. 152) sehingga tes dikombinasikan

(35)

Pada penelitian ini, soal uraian yang digunakan sebanyak 4 soal, di mana telah

dilakukan pengujian dan analisis butir soal.

Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Berpikir Kritis

Soal tersebut disusun berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh

Ennis (dalam Costa, 1985, hlm. 54-57) yang meliputi aspek strategi dan taktik

(memutuskan hal-hal yang dilakukan), memberi penjelasan dasar (mencari

persamaan dan perbedaan & memformulasikan pertanyaan) dan menyimpulkan

(mengaplikasikan prinsip). Untuk melihat gambaran mengenai soal uraian yang

digunakan untuk menjaring kemampuan berpikir kritis siswa, dapat dilihat pada

Tabel 3.5.

Soal bentuk uraian ini dipilih karena sesuai jika digunakan untuk menilai

keterampilan dan memiliki keunikan yaitu memberi kesempatan kepada siswa

untuk menunjukkan kemampuannya dalam menulis, merancang, mengemukakan

pendapat dan menjelaskan berbagai keterhubungan gagasan (Nitko & Brookhart,

(36)

memperoleh informasi mengenai penguasaan siswa dalam hal berpikir kompleks

(Stiggins, 1994, hlm. 245).

Soal yang digunakan memiliki rubrik-rubrik sebagai kriteria penilaian

untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa yang dapat dilihat pada

Lampiran A.4. Penskoran soal uraian ini menggunakan teknik rating scale option

(Stiggins, 1994, hlm. 152). Seluruh instrumen berbentuk tes merupakan soal-soal

yang terkait dengan materi Energi dalam Sistem Kehidupan yang diajarkan pada

siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan penelitian yang

dilaksanakan. Soal ini diberikan sebelum dan setelah pembelajaran dilaksanakan.

2. Instrumen Non-Tes

Selain penjaringan data yang dilakukan melalui tes, terdapat beberapa data

yang dijaring dengan instrumen non-tes seperti angket atau lembar observasi.

Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap

penggunaan model Discovery Learning dengan sisipan membaca kritis yang

digunakan saat proses pembelajaran, baik dari segi penyampaian materi maupun

proses pada pembelajaran.

Berikut ini adalah instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Model Discovery Learning dengan

Sisipan Membaca Kritis.

Lembar keterlaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dirancang dengan

metode checklist (Nitko & Brookhart, 2007, hlm. 276) di mana terdapat

beberapa langkah atau prosedur dari pembelajaran dengan model discovery

learning dengan sisipan membaca kritis ini. Untuk instrumen lembar

keterlaksanaan yang lebih detil dapat dilihat pada Lampiran B.9.

b. Angket

Angket merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk melihat gambaran

data secara luas pada satu waktu atau saat yang sama (Fraenkel, Wallen &

Hyun, 2012, hlm. 125). Data dari angket yang digunakan dianalisis dengan

menggunakan Guttman Scalling (Abdi, 2010). Angket yang digunakan pada

(37)

1) Angket sebelum pelaksanaan penelitian

Angket ini diberikan sebelum penelitian dilaksanakan bahkan sebelum

pembiasaan. Angket ini bertujuan untuk melihat gambaran secara umum

kebiasaan siswa dalam membaca buku paket pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam atau IPA selama ini sebelum pembelajaran di kelas dilaksanakan

dengan sisipan kegiatan membaca. Kisi-kisi angket mengenai gambaran

kebiasaan membaca siswa sebelum penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Sebelum Penelitian

No Aspek Nomor Jumlah

1 Minat membaca siswa terkait pelajaran IPA 1, 2, 3, 12 4

2 Kebiasaan membaca siswa terkait pelajaran

IPA 4, 5, 6, 7 4

3 Siswa lebih menyenangi membaca buku paket

IPA dibandingkan sumber bacaan lainnya. 9, 10 2

4 Seringnya siswa membaca tekait pelajaran IPA 8, 11 2

2) Angket sebelum pembelajaran

Melihat gambaran besarnya persentase siswa yang membaca di rumah

serta mengetahui gambaran alasan yang dikemukakan oleh siswa.

Instrumen dapat dilihat pada Lampiran A.6.

3) Angket setelah pembelajaran

Angket setelah pembelajaran digunakan untuk mengetahui apakah

pembelajaran dengan sisipan membaca kritis mempengaruhi kebiasaan

membaca siswa serta melihat gambaran umum respon siswa terhadap

pembelajaran dengan sisipan membaca kritis. Kisi-kisi yang digunakan

dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Kisi-kisi Angket Siswa Mengenai Gambaran Kebiasaan Membaca Setelah Pembelajaran dan Respon Siswa terhadap Pembelajaran

dengan Sisipan Membaca Kritis

No Aspek Nomor Jumlah

1 Minat membaca siswa terkait materi energi

dalam sistem kehidupan 1, 2, 3, 12 4

2 Kebiasaan membaca siswa terkait materi

energi dalam sistem kehidupan 4, 5, 6, 7 4

3 Siswa lebih menyenangi membaca buku paket

Gambar

Tabel 3.1. Desain Penelitian Non-equivalen Control Group Design
Tabel 3.3. Perhitungan Statistik Deskriptif, Uji Normalitas dan Uji Homogenitas dan Uji Beda
Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk  Penguasaan Konsep
Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk  Berpikir Kritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat penggunaan dermaga sangat tinggi dan dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan pengembangan pelabuhan, sehingga

[r]

Pengaruh Persepsi Pasien atau Keluarganya Tentang pelayanan Rawat Inap Terhadap Minat Untuk Kembali Bila Memerlukan Pelayanan rawat Inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun

67 4.3.6 Pengaruh Pengetahuan Wanita Usia Subur terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Tahun 2016... 68

Pada Pasal 22 Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa pengungsi anak maupun anak-anak yang sedang mengusahakan status pengungsi berhak mendapat perlakuan yang layak dan

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI” (Studi Komparatif pada Kelas XI IIS dan Lintas Minat Ekonomi di SMAN 12 Kota Bandung pada tahun ajaran

pilihan karir peserta didik terbanyak adalah pada jenis pekerjaan yang termasuk.. dalam tipe enterprising atau usaha dan terendah pada jenis pekerjaan

KMP Gili Ketapang Jaya adalah kapal yang akan berfungsi sebagia sarana transportasi penyeberangan, rekreasi dan edukasi. Pada trip penyeberangan kapal ini akan