“PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM
MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI, MOTIVASI BELAJAR DAN
TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF”
(PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh
Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Oleh :
Dinar Westri Andini
NIM 1201256
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
================================================================== PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI,
MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF (PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR)
Oleh Dinar Westri Andini S.Pd UNJ Jakarta, 2010
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Kebutuhan Khusus
© Dinar Westri Andini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Terhadap Inklusifitas, Partisipasi, Motivasi Belajar dan Tingkat Pemahaman Siswa Di Kelas Inklusif”
Setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya
anak-anak “normal” lainnya dalam lingkungan yang sama (Education for All). Hal ini
diartikan bahwa anak-anak yang “normal” maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada di dalamnya. Pendidikan yang bermutu haruslah memperhatikan karakteristik setiap siswanya dan tidak bisa menyamaratakan satu dengan yang lainnya. Pendidikan seharusnya bisa mengakomodasi dari semua perbedaan tersebut, bisa memberikan kebutuhan dari masing-masing siswa dan juga mengajak semua anak untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pelaksanaan dalam proses belajar mengajar di kelas, masih belum mampu memberikan kebutuhan dari masing-masing anak. Guru masih menganggap bahwa semua murid memiliki kemampuan yang sama dan belum tahu cara mengetahui kemampuan dari masing-masing muridnya tersebut. Sistem pengajaran yang diberikan juga terlihat monoton dan masih berpusat pada guru. Seolah-olah guru hanya sebagai pusat sumber belajar, tanpa memberikan kesempatan dari semua muridnya untuk berperan aktif. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian dalam memecahkan permasalahan dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas dengan melibatkan seluruh siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “Apakah penerapan model differentiated instruction dapat mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan berpengaruh terhadap inklusifitas, partisipasi,
motivasi belajar dan tingkat pemahaman siswa di kelas?”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pembelajaran di kelas yang beragam tingkat kemampuan, ketertarikan dan gaya belajar dengan menerapkan model differentiated
instruction tersebut. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Inklusif X Jakarta Timur
dengan murid kelas 3 sebagai subjeknya. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan tingkat inklusifitas yang sebelumnya rendah yaitu pada nilai 21,4 dari 48 skor ideal yang diharapkan menjadi 45,48. Begitu pula dengan partisipasi, motivasi belajar dan juga tingkat pemahaman siswa di kelas inklusif mengalami peningkatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model
differentiated instruction pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi efektif dengan
diversity Student and all the effects to Inclusivitas, Participation, Learning Motivation and Understanding Level Students in the Inclusive Classroom.
Every child, whether due to physical development disorders/mental as well as intelligent/gifted students are entitled to have education as other children in the same environment (Education for All). This means that all the mainstream children are viewed as mainstream and considered as special needs need to have the same chance to learn in all diversity that they possess. Qualified education must have a good
understanding in each student’s character and uniqueness and may not equalized each student as the same individual. Education must be able to accommodate towards to all those differences, and must provide all the students need as well encouraging them to actively participate in the learning process. The teaching process in class is still
not giving the best support towards each student’s need. Most teachers still have a
mindset that all students must have the same ability and has no clue how to probe the
students need. The teaching process that’s been given are usually seems monotone and still using the teacher centered procedure, this procedure will hampering the critical thinking of students. In this research, will implemente one of the model is differentiating instruction. The question in this research "Does the application of differentiated instruction models can accommodate the diversity of the students in the class so that it will affect the inclusiveness, participation, motivation and level of understanding student learning in the classroom?". This study aims to determine the effectiveness of classroom teaching diverse levels of ability, interest and learning style by applying the model of differentiated instruction. This study was conducted in East Jakarta X Inclusive Schools with Grade 3 students in the subject. The final results of this study showed increases in the level of inclusiveness of the previous low of 21.4 from 48 in value are expected to be the ideal score of 45.48. Similarly, participation, motivation to learn and also the level of understanding of students in inclusive classrooms has increased. It can be concluded that by applying the model of differentiated instruction in the classroom implementation to be effective by showing participation among students, which is a great motivation to learn as a mirror inclusive classrooms and an increase in the understanding of students in the class.
Halaman
PERNYATAAN ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACK ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR BAGAN ... xi
DAFTAR GRAFIK ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
C. Rumusan Permasalahan ... 9
D. Pertanyaan Penelitian ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 10
G. Definisi Operasional ... 10
BAB II Differentiated Instruction dan Dampaknya terhadap Inklusifitas, Partisipasi, Motivasi dan Tingkat Pemahaman Siswa A. Landasan Teori Differentiated Instruction ... 13
B. Prinsip Dasar Differentiated Instruction... 14
C. Prosedur Pelaksanaan Model... 26
D. Makna Pendidikan Inklusif... 39
E. Inklusifitas ... 46
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 54
B. Prosedur Penelitian ... 56
BAB IV
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Studi Pendahuluan... 72
1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas ... 73
2. Keberadaan Peserta Didik ... 74
3. Implikasi Teori & Kenyataan ... 96
B. Perencanaan & Pelaksanaan Differentiated Instruction... 103
1. Prosedur Penerapan Differentiated Instruction... 103
2. Mengembangkan Rencana Pembelajaran ... 105
3. Pelaksanaan Model Differentiated Instruction ... 113
C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 137
D. Implikasi Hasil Penelitian ... 140
KESIMPULAN 1. Kesimpulan hasil penelitian …... 142
2. Rekomendasi penelitian... 145
DAFTAR REFERENSI ... 148
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa
memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari
lingkungan dan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi geografis
tempat tinggalmereka. Pendidikan seharusnya bisa memenuhi dan memberikan
kebutuhan-kebutuhan dari setiap keberagaman tersebut.
Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menyamaratakan dari
keberagaman murid dan kurang bisa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari
setiap individu anak tersebut. Sebenarnya pendidikan nasional harus berupaya dan
menciptakan keseimbangan antara pemerataan kesempatan dan berkeadilan.
Pemerataan kesempatan artinya membuka kesempatan yang seluas-luasnya
terhadap semua anak dari berbagai latar belakang untuk mendapatkan hak
pendidikan yang sama. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945 bahwa “pendidikan adalah hak dari semua warga, pemerintah bertanggung
jawab atas biaya juga menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan –peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. (DEPDIKBUD,
2003:12)
Merujuk dari pernyataan tersebut di atas, setiap warga juga berhak
mendapatkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu adalah
pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan dari setiap peserta didiknya.
Berpuluh-puluh tahun lamanya sampai dengan saat ini, sebagian praktek
pelaksanaanpendidikan di Indonesia masih belum banyak perubahan, masih
menerapkan sistem pembelajaran lama yang menganggap semua anak adalah
sama dan pelaksanaanpembelajaran lebih berpusat pada guru, tanpa memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam belajar. Siswa
hanya duduk diam mendengarkan guru. Guru seolah-olah hanya mengajar satu
yang mempunyai keunikan, kemampuan dan keberagaman pengalaman belajar
yang berbeda. Proses pembelajaran yang terjadi hanya sekedar transfer
pengetahuan dari guru ke murid, sehingga gurulah yang menjadi pusat perhatian
dan menghambat kebebasan dalam mempelajari suatu hal yang lebih luas. Hal
tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Zukhrofi dalam Freire, yang
mengungkapkan bahwa:
“Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa pun dalam banyak bentuk hanya menjadi wahana
transfer of knowledge belaka”.
(http://www.mediapembelajaransekolah.com/2013/06/pendidikan-kaum-tertindas-dan-realita.html)
Sistem pendidikan lama ini seharusnya sudah harus bergeser untuk lebih
memperhatikan setiap peserta didiknya.Selain dari sistem pendidikan yang belum
mengalami perubahan, tuntutan kurikulum yang masih kaku dan menyamaratakan
semua peserta didik juga menjadi tambahan permasalahan dalam memberikan
pendidikan yang berkualitas. Setiap peserta didik mempunyai tingkat kemampuan
dan kebutuhan yang berbeda. Sehingga seharusnya sistem sekolah yang bersifat
fleksibel untuk bisa beradaptasi dari setiap kemampuan dan kebutuhan peserta
didiknya terus dikembangkan. Tidak jarang anak-anak merasa frustasi dan
akhirnya tidak memiliki motivasi untuk belajar, karena tuntutan yang terlalu
tinggi melebihi kemampuan mereka. Seharusnya setiap murid datang ke sekolah
untuk belajar dan mengalami pengalaman-pengalaman yang menyenangkan tetapi
dengan adanya sistem yang tidak dilakukan pembahuruan dari masa ke masa akan
menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya kualitas generasi muda yang
akan datang ini.
Pendidikan haruslah sadar bahwa, setiap anak adalah unik dan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan anak yang lainnya. Pendidikan, seharusnya
bisa mengakomodasi dari semua perbedaan ini, terbuka untuk semua dan
memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu serta
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara untuk
mendapatkan pendidikan yang sama. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang
pendidikan dan pemerintah wajib untuk menyediakan saranan dan prasarana pendidikan yang menunjang keberlangsungan pendidikan”. (DEPDIKBUD, 2003:13).
Pernyataan tersebut di atas sekaligus harus memperhatikan keberagaman
dari setiap individu murid, karena setiap murid tumbuh di lingkungan dan budaya
yang berbeda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka.Tidak
menutup kemungkinan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus di mana
memiliki keterbatasan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa maupun
keterbatasan lainnya juga harus mendapatkan hak yang sama. Hal ini sesuai
dengan pernyataan pada Konvensi PBB yang diadakan pada tahun 1989, yang mendeklarasikan “bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun”. Deklarasi tersebut dilanjutkan dengan Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus
tahun 1994 yang memberikan kewajiban bagi sekolah untuk mengakomodasi
semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Adanya pernyataan tersebut,
berkembanglah pemikiran pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan
hak yang sama bagi semua anak dalam mendapatkan pendidikan. (Deklarasi
International tentang Hak Asasi Manusia, 1948 dan Konvensi International
tentang Hak Anak, 1989). Sehingga pemerataan pendidikan dan kesempatan
dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai harus terus dikembangkan. Sarana
dan Prasarana yang menunjang serta kualitas pendidikan perlu terus ditingkatkan
sehingga bisa benar-benar memberikan pendidikan yang berkualitas bagi generasi
muda penerus bangsa.
Selanjutkan Konvensi dilanjutkan dengan pernyataan resmi UNESCO
tentang pendidikan untuk semua (Education for All/EFA) yang dideklarasikan di
Jomtien Thailand tahun 1990. Kemudian di Dakar Senegal tahun 2000,
dinyatakan bahwa pendidikan untuk semua harus mempertimbangkan kebutuhan
mereka yang miskin dan tidak beruntung, termasuk yang berkebutuhan khusus
Pernyataan dan deklarasi tersebut telah mendorong untuk implementasi
pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan hak yang sama bagi semua
dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.
Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas
dengan keragaman budaya, bahasa, agama, suku dan tingkat ekonomi yang sangat
heterogen maka pendidikan di satu daerah dengan daerah lainnya harus
disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing daerah tersebut. Masih banyak
pendidikan yang belum mempunyai kualitas yang sesuai untuk mengakomodasi
semua perbedaan dari anak didiknya. Terlebih dengan bertambahnya tingkat anak
berkebutuhan khusus yang terus meningkat dari tahun ke tahun, menambah
permasalahan yang harus dipikirkan dan dilakukan jalan keluar secepatnya. Hal
tersebut menjadi perhatian kita semua dalam meningkatkan efisien dan
keefektifan dari pendidikan di Indonesia sehingga bisa mengakomodasi dari
semua perbedaan yang ada ini.
Hadirnya sistem pendidikan inklusif ini akan sangat bermakna dalam
menampung semua peserta didik yang beragam dan dengan latar belakang budaya
yang berbeda-beda termasuk anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama
belajar dalam satu kelas yang sama dan menjadi bagian dari kelas tersebut.
Sekolah inklusif akan memberikan dan menyediakan program pendidikan yang
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didiknya. Dengan
demikian dituntut kerjasama antara guru regular dan guru khusus sebagaimana
yang dinyatakan Johnsen H. dan Skjorten (2003:288) bahwa :
Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun guru pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang samakepada semua peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap peserta didik sesuai dengan kebutuhan individualnya.
Korelasi yang harus dilaksanakan adalah bahwa semua sistem di sekolah
baik kurikulum dan pembelajaran harus dirancang dan dipersiapkan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah
satu sekolah inklusif Jakarta Timur, diperoleh fakta bahwa pelaksanaan
inklusif masih belum sesuai dalam proses aplikasi di lapangannya. Penunjukan
yang dinilai asal menunjuk sekolah tanpa diberikan bekal dan juga persiapan yang
matang sangat terkesan terburu-buru. Sehingga berdampak besar pada murid dan
juga guru.
Internal sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru dan juga semua staf
kalangan sekolah belum diberikan bekal yang kuat akan informasi dan juga
pemahaman yang baik mengenai apa itu sekolah inklusif beserta pelaksanaannya
sehingga mereka lebih merasa keberatan dan juga beberapa menolak dengan
sistem pendidikan inklusifyang diberlakukan tersebut.
Kurangnya pemahaman bahwa dalam sekolah inklusif harus bisa
menerima berbagai keberagaman murid sekaligus anak berkebutuhan khusus
tanpa terkecuali dan bagaimana penanganan dari setiap karakteristik anak
berkebutuhan khusus dengan keberagaman mereka tersebut berdampak pada
proses pembelajaran serta cara mengajar guru di kelas. Guru masih menerapkan
sistem lama yang menganggap semua murid sama serta belum bisa memberikan
kebutuhan dari masing-masing murid sesuai dengan keberagaman dan
kebutuhannya.Ketidaktahuan guru dan juga kompetensi yang tidak terus dibangun
mengakibatkan ketidaksesuaian dengan harapan untuk menciptakankelas inklusif.
Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan
implementasi pendidikan inklusif, menunjukkan bahwa “pendidikan inklusif
masih dipahami secara beragam dan umumnya disamakan dengan pendidikan integrasi” (Sunanto, dkk, 2008:24).
Dalam kelas inklusif tersebut (jenjang kelas 3) terdapat lebih dari 40 siswa
dengan keberagaman kemampuan yang berbeda-beda. Dari informasi guru,
terdapat lebih dari 5 murid yang belum mampu membaca dan menulis, serta 2
anak berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik dan hambatan
visual. Sedangkan target kurikulum yang harus dicapai dari semua anak masih
disama ratakan.
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru juga masih
memberikan materi yang sama kepada semua siswa, termasuk beberapa murid
dan menulis, begitu pula pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga beberapa
siswa di kelas belum mampu mencapai target yang diharapkan dikarenakan
kemampuan dasar yang belum mereka kuasai. Anak berkebutuhan khusus yang
ada dalam kelas tersebut juga hanya diam tanpa mengerjakan tugas apapun.
Sehingga terkesan kurang diperhatikan dan tanpa dilakukan pendekatan ataupun
tindakan apapun. Selama mengajar guru juga tidak pernah melakukan tindakan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan murid-muridnya atau melakukan
identifikasi dan juga asesmen pada peserta didiknya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian tentang konsep, kebijakan dan praktek inklusif di sekolah yang menunjukkan bahwa: “hampir semua sekolah tidak melakukan identifikasi dan asesmen sebagai dasar untuk pembelajaran di kelas inklusif” (Dyah, S. 2007: 56).
Dalam proses belajar mengajar,guru juga hanya menggunakan satu sumber
pembelajaran yang ia dapatkan dari lembar kerja siswa yang telah ditetapkan di
sekolah tersebut. Metode yang digunakan selama mengajar lebih menggunakan
metode ceramah yang terbilang efektif menurut guru diterapkan dalam
menyampaikan materi. Metode tersebut terkesan lebih praktis dan tidak
membutuhkan material yang banyak sehingga kelas akan tetap rapi dan teratur.
Metode lain seperti parktek dan diskusi terkesan akan mempersulit guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran dan membuat kelas menjadi gaduh serta
berantakan. Sistem yang seharusnya sudah ditinggalkan masih dipakai terus
menerus dan turun menurun sampai sekarang ini. Hal ini sesuai yang diungkapkan
dalam Arends (2008:109) bahwa “faktanya guru-guru masa kini masih diharapkan
mengikuti kurikulum yang telah dipreskripsikan dalam batas-batas pembagian
umur dan tingkat kelas tradisional dan pengelompokkan kemampuan, dalam
bentuk apapun masih menjadi praktek standar di banyak sekolah”.
Pembelajaran di kelas idealnya memberikan peluang bagi semua siswa
untuk dapat mengembangkan potensi dirinya serta mengembangkan kemampuan
interaksi sosial antar siswa di kelas, di mana setiap siswa bisa saling berinteraksi
dan membantu satu dengan yang lainnya. Siswa yang memiliki pemahaman yang
teachers of each other” (Smith, 1998: 335), yaitu bahwa seorang peserta didik
adalah guru yang hebat bagi peserta didik lainnya.
Pada umumnya guru-guru masih menganggap bahwa dalam satu kelas
memiliki karakteristik yang homogen, sehingga menganggap murid-murid sama.
Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari pendidik memahami karakteristik
keberagaman diantara peserta didik mereka. Serta bagaimana mengakomodasi
keberagaman peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mendapatkan
pembelajaran dan bisa belajar sesuai dengan kemampuan juga kebutuhannya.
Di dalam kelas inklusif, guru harus sadar bahwa di kelas tersebut memiliki
keberagaman dan pendidik bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Mau tidak mau guru
harus bisa menciptakan kelas yang inklusif, sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Arends (2008:45) bahwa “differential treatment refers to differences in
educational experiences of the majority race, class, culture or gender to those of
minorities”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberagaman mengacu pada
perbedaan latar belakang termasuk pada mereka yang minoritas atau yang
memiliki kebutuhan khusus.
Dari uraian tersebut di atas, maka diperlukan suatu penelitian yang
membahas bagaimana cara pemecahan masalah yang berhubungan dengan
keragaman siswa di kelas dengan menerapkan salah satu modeldifferentiated
instructionyang dapat mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut.
Dalam kelas yang berdiferensiasi, guru harus berusaha memulai
pengajaran dengan berdasarkan minat, kebutuhan serta kesiapan (pada tingkat
mana posisi siswa) dan kemudian menggunakan banyak model mengajar dan
penataan instruksional untuk memastikan bahwa siswa bisa meraih potensinya. Dalam Arends (2008:123) menjelaskan bahwa “Di kebanyakan kelas reguler, guru kemungkinan besar akan menemukan rentang sejauh tiga sampai lima tahun
dalam hal perbedaan kemampuan serta perbedaan berbagai tipe intelegensi dan gaya belajar”. Untuk memenuhi kebutuhan dan keberagaman siswa di kelas inklusif tersebut, perlu dilakukan asesmen. Dalam differentiated instruction harus
informasi dari hari ke hari tentang apa yang sudah dipelajari siswa dan
pengetahuan tentang kapan peserta didik akan mempelajari hal yang
baru.Diharapkan dengan menerapkan model tersebut maka perbedaan dan
keberagaman setiap individu di kelasdilihatdaritingkatkesiapan,
ketertarikandangayabelajar akan bisa terakomodasi sehingga berdampak adanya
peningkatan terhadap inklusifitas, partisipasi/interaksi siswa, motivasi dalam
belajar dan tingkatpemahaman siswa di kelas.
B. Fokusdan Rumusan Masalah Penelitian
1. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi focus permasalahan adalah
keberagaman siswa dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar
yang masih belum terakomodasi dalam proses pembelajaran di kelas. Sehingga
perlu dilakukan penerapan salah satu model pembelajaran yang bisa
mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut. Salah satu model
pembelajaran tersebut adalah Differentiated Instruction yang akan diterapkan
dalam penelitian ini.
Masalah penting yang terjadi dalam pelaksanaan di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif adalah pembelajaran yang belum bisa mengakomodasi semua
peserta didik yang ada di dalamnya terutama siswa yang berkebutuhan khusus.
Sistem pembelajaran yang dilakukan secara tradisional dan lebih menggunakan
metode ceramah sangat berdampak kurang efektif bagi anak-anak yang belum
memiliki kesiapan terlebih bagi anak berkebutuhan khusus. Mereka akan
cenderung pasif dan tidak memiliki pemahaman apapun mengenai materi yang
diajarkan.
Dalam penelitian ini, differentiated instructionyang diterapkan dikatakan
berhasil mengakomodasi keberagaman siswa dan efektif, jika menunjukkan
adanya peningkatan pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi siswa
2.Rumusan Permasalahan
Berdasarkanfokus penelitian di atas, makarumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah“Apakah penerapanDifferentiated Instruction dapat
mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan
mempengaruhi Inklusivitas pada partisipasi/interaksi antar siswa, motivasi
belajar, dan tingkat pemahaman dalam memahami topik di kelas ?”.
C. PertanyaanPenelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kondisi tingkat pemahaman, ketertarikan (interest) dan
learning profile siswa di kelas inklusif?
2. Apakah model pembelajaran berdiferensiasi dapat mengakomodasi
keberagaman siswa di kelas, bukan hanya pada perbedaan tingkat
kemampuan yang tinggi melainkan pada rentang kemampuan yang
jauh di bawah kemampuan rata-rata anak di kelas?
3. Apakah ada perubahan akibat dari pelaksanaan model
pembelajaran berdiferensiasi padapelaksanaan inklusifitas terutama
pada partisipasi/interaksi, motivasi dan tingkat pemahaman siswa
di kelas setelah menerapkan model pembelajaran berdiferensiasi?
4. Bagaimana dampak dari penerapan model pembelajaran
berdiferensiasi terhadap inklusifitas di kelas inklusif?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan
dalam pembelajaran di kelas pada siswa yang beragam dilihat dari tingkat
kesiapan, ketertarikan (interest) dan juga gaya belajar siswa di kelas dengan
menerapkan model differentiated instruction. Secara terperinci tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dampak penerapan pembelajaran berdiferensiasi
dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas inklusif dilihat dari
2. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran
berdiferensiasi terhadap peningkatan kemampuan partisipasi/interaksi
siswa di kelas.
3. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran
berdiferensiasi terhadap peningkatan motivasi siswa di kelas.
4. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran
berdiferensiasi terhadap tingkat pemahaman siswa di kelas.
5. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran
berdiferensiasi terhadap inklusifitas dalam pelaksanaan di kelas
inklusif.
E. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan
pengetahuan baru kepada berbagai kalangan khususnya kalangan
akademisi dan semua pihak dalam menerapkan pendidikan yang bisa
mengakomodasi keberagaman dari setiap individu muridnya.
2. Secara praktis dapat memberikan pemahaman kepada guru dalam
memenuhi kebutuhan dari masing-masing peserta didiknya, sehingga akan
menciptakan pendidikan yang bermutu. Bermutu dalam hal bisa
memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan kemampuan peserta didik.
F. Definisi Operasional
Dalam memahami hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka
beberapa penjelasan akan diuraikan secara singkat, antara lain :
1. Model Differentiated Instruction yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah guru melakukan pembelajaran berdasar
kepada keberagaman siswa di kelas. Langkah-langkah dalam
menerapkan model ini, terlebih dahulu guru melakukan asesmen
ketertarikan, dan profile belajar (gaya belajar dan kecerdasan
majemuk) . Dari kemampuan yang berbeda tersebut, guru akan
melakukan analisa kurikulum untuk dilakukan modifikasi. Setelah
itu guru merencanakan penyampaian konten materi dengan
membuat perencanaan-perencanaan aktivitas yang disesuaikan
berdasarkan informasi, apakah melalui kegiatan belajar kelompok
ataupun belajar individual. Sehingga setiap anak akan mendapatkan
kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan
meningkatkan hasil belajar untuk bisa lebih belajar dengan efektif.
2. Akomodasi yang dimaksudkan adalah memenuhi kebutuhan belajar
siswa sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap
siswa di kelas berdasarkan keberagaman yang telah disebutkan.
3. Inklusifitas yang dimaksudkan adalah kondisi suasana kelas yang
bisa melibatkan semua peserta didik untuk ikut berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran, termotivasi dalam belajar untuk
memperoleh kesempatan yang sama di kelas sesuai dengan
kemampuannya, sehingga akan tercipta kelas yang ramah. Ramah
dalam hal menyesuaikan kemampuan, memberikan kesempatan
belajar sesuai dengan ketertarikan dan gaya belajar siswa. Dalam
memberikan pembelajaran yang ramah, sesuai dengan pernyataan
sebagai berikut :
Pembelajaran inklusif merupakan pembelajaran dimana guru dan peserta didik belajar bersama sebagai suatu komunitas, guru menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran, guru mendorong partisipasi aktif peserta didik agar belajar, dan guru memiliki minat untuk memberikan layanan pembelajaran yang terbaik (UNESCO, 2004:4)
4. Partisipasi antar siswa di dalam kelas yang dimaksudkan adalah
bahwa setiap murid harusnya memiliki keterlibatan dalam diskusi,
rasa saling berbagi, bekerjasama, saling menghargai dan saling
5. Motivasi Belajar yang dimaksudkan adalah kemampuan dan
kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas dengan tekun dimana
siswa memperlihatkan ketahanan duduk dalam mengerjakan tugas
dan memperlihatkan usaha mengerjakan tugas yang optimal
dengan menyelesaikannya tepat waktu. Selain itu siwa terlihat
mengikuti pembelajaran di kelas dengan memperlihatkan
sikap-sikap seperti selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
dengan baik, memiliki semangat dalam mempelajari topik dengan
memperlihatkan sikap ingin tahu dan tidak ada sikap mengindari
tugas yang diberikan tetapi justru terus mengembangkan sikap
selalu bekerja dan mampu mempertahankan perhatiannya dalam
proses pembelajaran di kelas.
6. Tingkat pemahaman terhadap topik pembelajaran yang
dimaksudkan adalah setiap anak memiliki tingkat kemampuan
pemahaman dan pengalaman belajar yang berbeda dalam
memahami suatu hal. Bahwa menurut proses kognitif dari Bloom
ada beberapa kategori tingkat pemahaman siswa dimulai dari
tingkat mengetahui atau mendefinisikan, pemahaman dengan
menjelaskan suatu topik tertentu, aplikasi dengan
mengilustrasikan/mengaplikasikan, analisis yaitu memecahkan
masalah, evaluasi yaitu mampu merekomendasikan dan yang
terakhir sintesis dimana siswa mampu menciptakan atau mengubah
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas mengenai pokok-pokok yang berhubungan
dengan metode penelitian atau prosedur kegiatan penelitian. Adapun pokok-pokok
yang akan dibahas meliputi : (1) Metode Penelitian, (2) Prosedur Penelitian, (3)
Subjek dan Lokasi Penelitian, (4) Teknik Pengumpulan Data dan (5) Analisis
Data.
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan penelitian tindakan, di mana
dalam penelitian tindakan ini berfokus pada pencarian solusi masalah yang
dihadapi secara spesifik, adanya isu-isu permasalahan yang dihadapi setiap hari
sehingga akan mendapatkan solusi yang terbaik untuk meningkatkan kualitas dari
pendidik itu sendiri. Penelitian tindakan menurut Mills (2011) dalam Creswell
(2012:577) adalah penelitian yang sistematis yang dilakukan oleh guru atau
individu lain dalam dunia pendidikan untuk mendapatkan informasi dan kemudian
meningkatkan cara mengajar dan bagaimana murid-murid bisa belajar dengan
baik. Peneliti tindakan bertujuan mencari jalan keluar untuk meningkatkan cara
dalam mengajar berdasarkan dari isu-isu atau permasalahan yang mereka temui.
Peneliti tindakan juga menggambarkan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi, mengumpulkan serta menganalisis data, dan melakukan perubahan
berdasarkan apa yang ditemukan (Creswell, 2012:577). Selian itu penelitian
tindakan juga memberikan jawaban yang berguna bagi para guru atau tenaga
pendidik di suatu sekolah dan memberikan masukan yang berharga bagi
peningkatan mutu dari apa yang telah dilakukan secara nyata (Mills, 2000:56).
Sedangkan menurut Kemmis danTaggart dikutip oleh Denzin dan Lincoln
(2009 : 470), penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang reflektif diri
dan kolektif yang dilakukan oleh para pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahaman
mereka terhadap praktek-praktek mereka dan terhadap situasi tempat-tempat
berupa upaya, merencanakan sebuah perubahan, mempelajari dan mengamati
proses dan konsekuensi tersebut, kemudian merencanakan ulang, mempelajari dan
mengamati, mengkaji dan seterusnya. Zuber dan Skerrit (1996:2) mengemukakan
penelitian tindakan sebagai tindakan kolaboratif, penemuan mandiri yang penting
yang dilakukan oleh praktisi (guru, atau pengelola sekolah) pada masalah-masalah
yang penting pada praktek pembelajaran yang mereka laksanakan. Mereka
memiliki masalah dan merasa bertanggungjawab untuk memecahkan masalah
tersebut melalui kerjasama tim dengan menjalankan proses siklus sebagai berikut :
(1) Perencanaan, (2) Melaksanakan tindakan, (3) observasi, (4) Refleksi. Keempat
tahapan tersebut merupakan tahapan pokok dalam penelitian tindakan ini (Zuber
dan Skerrit, 1996:2).
Alasan penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kolaboratif
dikarenakan adanya permasalahan-permasalahan yang belum terpecahkan dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif. Pembelajaran seharusnya dapat
mendorong semua siswa berpartisipasi secara aktif dalam belajar di kelas
termasuk anak berkebutuhan khusus. Selama ini sering kali, anak berkebutuhan
khusus hanya datang ke kelas tanpa ikut berpartisipasi aktif dan guru lebih
menyerahkan tanggung jawab dalam mengajar anak berkebutuhan khusus kepada
guru khusus. Sehingga terkesan anak berkebutuhan khusus tidak menjadi bagian
dari kelas itu sendiri. Dengan melakukan penelitian tindakan ini diharapkan, dapat
memberikan kesempatan kepada guru atau pendidik dalam merefleksi apa yang
sudah dilakukan. Saling bekerjasama menjadi satu tim untuk bisa memecahkan
permasalahan terhadap realita di lapangan sehingga penelitian tindakan ini akan
mengubah dan mengevaluasi cara lama menjadi lebih baik dan ideal. Penelitian
tindakan ini juga seringkali diartikan sebagai pengembangan staff, untuk
mengembangkan dan meningkatkan guru mejadi guru yang profesional dan juga
B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menerapkan model pengajaran berdiferensi yang telah ada
untuk mengakomodasi beberagaman siswa di kelas di lihat dari tingkat kesiapan,
ketertarikan dan gaya belajar siswa di kelas sehingga akan diketahui dampak
secara langsung terhadap pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi
murid di kelas. Adapun proses pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahapan
besar, yaitu (1) Tahap studi pendahuluan. Dalam tahap ini ditujukan untuk
mengetahui kondisi atau gambaran nyata di lapangan (sekolah) penyelenggara
inklusif serta mengetahui dampak positif dan negatif dalam proses pembelajaran
yang selama ini dilakukan oleh guru, melakukan asesmen terhadap siswa di kelas
3 mengenai tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar, kemudian
merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan temuan tersebut. (2)
Tahap pelaksanaan Model Pengajaran berdiferensiasi yang akan mengetahui
dampaknya terhadap peningkatan pemahaman, motivasi belajar dan interaksi
siswa di kelas. Pada tahap ini akan dilalui melalui beberapa siklus sampai
benar-benar ditemukan cara yang ideal dalam mengakomodasi keberagaman siswa dan
dampaknya terhadap pemahaman, motivasi dan interaksi siswa tersebut. Setiap
siklus akan melalui beberapa tahapan-tahapan sesuai dengan tahapan penelitian
tindakan dengan memulai (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan dan (4)
refleksi. Lebih jelasnya prosedur penelitian yang akan dilakukan dijelaskan pada
ida
Bagan 3.1
Prosedur Penelitian
Tahap 1
Study pendahuluan dengan menggambarkan proses pembelajaran di kelas
Kondisi Awal pelaksanaan inklusif (Melakukan pengukuran indeks pelaksanaan inklusif) Melihat kondisi anak
melalui asesmen Merencanakan
Tahap 2
Siklus 1
Siklus 2
rancangan awal DI
Menganalisa kurikulum dari data yang didapat
Pelaksanaan Tahap 1 Pelaksanaan Tahap 2 Pelaksanaan Tahap 3 Pelaksanaan Perencanaan 1
Memonitor Pelaksanaan Perencanaan 1 dan Dampaknya (observasi Dampak, mengecek semua data dan instrument yang dibuat)
Menjelaskan adanya kemungkinan penyesuaian terhadap pelaksanaan dan model pembelajaran berdiferensiasi
Membuat perencanaan baru
Pelaksanaan Tahap 1 Pelaksanaan Tahap 2 Pelaksanaan Tahap 3 Pelaksanaan Perencanaan 2
Memonitor Pelaksanaan Perencanaan 2 dan Dampaknya (observasi Dampak)
Menjelaskan adanya kemungkinan kegagalan terhadap pelaksanaan dan dampaknya (2)
Menemukan Rancangan Model yang bisa mengakomodasi keberagaman dan diketahui dampaknya
Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa dari bagan tersebut di atas,
pertama-tama peneliti akan melakukan study pendahuluan dengan mengeksplorasi
mengenai pembelajaran di kelas dan gambaran siswa di kelas, sehingga akan
didapatkan informasi hal positif dan negative dari siswa terhadap hasil penerapan
dari proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru sebelumnya.
Kemudian dari gambaran nyata tersebut, peneliti akan mengidentifikasi area focus
dari penelitian yang akan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data melalui
observasi langsung, dari dokumen-dokumen sekolah dan juga wawancara. Data
yang di dapat kemudian akan dianalisis dan dinterpretasikan dengan menjelaskan
dan mendeskripsikan data tersebut. Kemudian peneliti merancang tahap ke-2
dengan memulai perencanaan penerapan model pembelajaran diferensiasi yang
akan diterapkan pada kelas tersebut,Tindakan, Pengamatan sampai refleksi yang
terangkum pada satu siklus penelitian. Untuk menjelaskan lebih detail mengenai
proses setiap siklus akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan rencana tindakan yang akan dilakukan, mulai dari
bagaimana cara mencari data keberagaman murid di kelas dengan
membuat dan menyiapkan instrument soal/wawancara dan juga
menyiapkan instrument dalam tahap pengamatan nantinya. Selain itu pada
tahap ini juga akan menjelaskan mengenai apa saja sarana dan prasaran
yang diperlukan dalam proses tindakan nanti, setting ruangan yang akan
mendukung pelaksanaan pengajaran diferensiasi ini. Persiapan tersebut
antara lain :
1) Peneliti akan melakukan diskusi bersama dengan guru kelas untuk
menjelaskan permasalahan yang didapatkan selama observasi
dalam studi pendahuluan, kemudian akan merumuskannya menjadi
fokus penelitian dan mendiskusikan rencana selanjutnya.
2) Memberikan pengarahan dan penjelasan kepada guru mengenai
model pengajaran diferensiasi yang akan diterapkan pada salah
3) Menyiapkan lembar instrument dalam mengidentifikasi
keberagaman siswa dilihat dari kesipan, ketertarikan dan gaya
belajar siswa.
4) Mengidentifikasi setiap karakteristik siswa (level kesiapan,
ketertarikan dan gaya belajar) dengan melakukan asesmen dan
wawancara kepada murid (bagi murid yang belum bisa membaca
dan mengisi instrument)
5) Menyiapkan standart kurikulum dan melakukan modifikasi sesuai
dengan kemampuan siswa berdasarkan hasil asesmen, sekaligus
merencanakan dan menentukan masing-masing konten (isi), proses
pengajaran dan bagaimana penilaiannya dari masing-masing anak.
6) Menyusun program individual berdasarkan dari asesmen dengan
memodifikasi kurikulum.
7) Merencanakan metode dan teknik pengajaran dengan menyiapkan
beberapa aktivitas yang akan dilakukan dan melampirkannya pada
program individual sekaligus melengkapi lembar kerja siswa dan
memasukkannya ke dalam satu file.
8) Menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam
proses pengajaran nanti.
9) Merencanakan setting ruangan kelas dalam proses pembelajaran
nanti.
10) Menyiapkan instrument observasi dan juga penilaian berdasarkan
pemahaman, motivasi belajar dan interaksi siswa.
b. Tindakan/Pelaksanaan
Pada tahap ini, pelaksanaan tindakan yang dilakukan langsung oleh
peneliti dan guru yang merupakan implementasi dari pengajaran
diferensiasi menurut perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Adapun
tindakan yang dilakukan antara lain :
1) Menyiapkan dan mengatur setting kelas, posisi tempat duduk
siswa, sarana prasarana yang diperlukan.
3) Melakukan pengamatan atau observasi dengan mengamati tingkah
laku siswa, respon siswa pada saat pembelajaran dengan
melakukan pencatatan singkat.
c. Pengamatan
Pengamatan akan dilakukan secara langsung maupun berdasarkan hasil
dokumentasi yang telah didapatkan pada saat proses pelaksanaan. Peneliti
dan juga guru akan mengamati bersama-sama proses pelaksanaan dan
akan mengadakan diskusi serta mengamati perubahan-perubahan yang
terjadi setelah mempraktekkan pembelajaran berdiferensiasi tersebut.
d. Refleksi
Tahap selanjutnya adalah refleksi dan membuat evaluasi dari proses
pelaksanaan tersebut. Sehingga akan ditemukan beberapa hal yang
mungkin membutuhkan perbaikan dan terlihat dampak dari pelaksanaan
yang telah dilakukan untuk merancang perencanaan selanjutnya. Pada
tahap ini, peneliti akan melakukan beberapa proses, antara lain :
1) Analisis Data
Dari rekaman yang telah dibuat, maka perlu diputar kembali video
tersebut, sekaligus melakukan diskusi dengan teman sejawat
mengenai hasil yang didapat. Diskusi bisa berupa kesuksesan,
kegagalan maupun hambatan yang dialami selama proses
pelaksanaan tersebut.
2) Memilih Data
Hasil data yang diperoleh akan dipilah-pilah mana data yang
berhubungan dengan penelitian dan mana yang kurang
berhubungan sehingga akan benar-benar dibutuhkan dan dapat
dijadikan acuab dalam penyusunan laporan penelitian nantinya.
Data yang mungkin kurang berhubungan akan tetap disimpan, jika
sewaktu-waktu nantinya data tersebut digunakan kembali.
3) Menyusun langkah-langkah Perbaikan
Dari pemilihan data akan terlihat beberapa data mengenai
selanjutnya adalah menyusun kembali perencanaan untuk
memperbaiki pelaksanaan awal agar hasil yang lebih optimal lagi.
C. Subjek dan Lokasi Penelitian
1. Subjek
Subjek penelitan sebagai fokus dalam penelitian ini adalah
guru kelas 3 dan peserta didik kelas 3 yang berjumlah 42 murid di
sekolah Inklusif Jakarta Timur.
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang akan dipilih dalam
menyelenggarakan penelitian ini adalah Sekolah Dasar di sekitar
kota Jakarta Timur, dengan pemilihan kelas yang di dalamnya
memiliki peserta didik berkebutuhan khusus maupun peserta didik
yang memiliki tingkat keberagaman yang berbeda-beda.
D. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model
pembelajaranberdiferensiasi dalam mengakomodasi perbedaan dan keberagaman
murid dalam tingkat kesiapan, ketertarikan (interest) serta gaya belajar siswa yang
terjadi di satu kelas serta dampaknya terhadap pemahaman siswa, motivasi
belajar, interaksi siswa serta pelaksanaan inklusifitas di kelas.
Tahap 1
Teknik pengumpulan data pada Tahap 1(study pendahuluan) adalah :
1. Observasi
Pada kegiatan ini dengan melakukan observasi di kelas, dengan melihat
bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, partisipasi dari
murid, observasi dokumen-dokumen kelas seperti hasil nilai anak, data
absensi dan dokumen-dokumen yang dibuat guru seperti RPP (rencana
dimasukkan ke dalam instrumen pelaksanaan pendidikan inklusif dan
kemudian akan diukur sejauh mana pelaksanaan inklusivitas di sekolah
tersebut.
Adapun instrument untuk mengukur pelaksanaan pembelajaran siswa di
kelas tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen pedoman observasi indeks inklusif dimensi
Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas
No. Indikator Dimensi Pelaksanaan
Ruang Lingkup Nomor Soal
1. Perencanaan pembelajaran
a. Guru
merencanakan pembelajaran b. Adanya material c. Pembelajaran
kelompok atau individual d. Berbagai metode e. Adanya alternatif
dalam belajar
1. a, b, c, d dan e
2. Pendukung Partisipasi Murid
a. Membangun partisipasi murid untuk saling berbagi b. Membangun
partisipasi menghubungkan pengalaman belajar c. Memberikan
kesempatan dengan berbagai cara
2. a, b, c, d dan e
3. Mengembangkan Pemahaman Murid
a. Kebebasan dalam eksplorasi
b. Alternatif cara dalam
mengembangankan pemahaman siswa c. Adanya pilihan
3. a, b, c, d dan e
4. Keterlibatan Siswa di kelas
a. Menjelaskan pembelajaran b. Saling hormat c. Mengembangkan
pemahaman
dengan berbagai cara
d. Menangkal komentar negatif 5. Kolaborasi Murid a. Murid terlibat
dalam membuat peraturan kelas b. Murid bertanggung
jawab dalam kelancaran belajar
5. a, b, c, d dan e
6. Dilakukan Asesmen untuk mendukung pencapaian siswa
a. Memunculkan minat belajar b. Guru menciptakan
rasa senang c. Melakukan
penilaian dengan berbagai cara
6. a, b, c, d dan e
7. Kedisiplinan kelas a. Tidak adanya hukuman b. Ketegasan dan
konsistensi
c. Keterlibatan murid dalam membuat peraturan kelas
7. a, b, c, d dan e
8. Perencanaan Program termasuk IEP bagi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
a. Adanya kerjasama partner
b. Adanya kolaborasi c. Modifikasi
kurikulum dan mengajar
8. a, b, c, d dan e
9. Kolaborasi Partner atau guru
a. Adanya kerjasama dalam menyusun program belajar b. Pembagian tugas
yang adil
c. Memperlakukan murid dengan adil
9. a, b, c, d dan e
10. PR (pekerjaan rumah) mendukung belajar siswa
a. Tujuan pemberian PR jelas
b. Memberikan kesempatan untuk saling bekerjasama
10. a, b, c, d dan e
11. Belajar di luar kelas a. Adanya media alat peraga
b. Kesempatan untuk belajar keluar kelas
dengan berbagai cara
12. Melihat keberagaman sebagai kekuatan
a. Menghubungkan pengalaman belajar b. Adanya tutor teman
sebaya c. Pilihan tugas
12. a, b, c, d dan e
13. Penggunaan Sumber Daya yang ada
a. Kesempatan untuk berbagi
b. Mengundang staff sebagai pembicara c. Mendorong
kemandirian
13. a, b, c, d dan e
14. Pengembangan sumber, partisipasi guru dalam pembuatan program pembelajaran
a. Penggunaan fasilitas secara adil b. Meminimalkan
hambatan siswa c. Penggunaannya secara fleksibel
14. a, b, c, d dan e
15. Perbedaan diantara peserta didik digunakan sebagai sumber untuk mendukung kegiatan belajar dan berpartisipasi
a. Mengembangkan Sikap toleransi
15. a, b, c, d dan e
16. Sumber-sumber belajar diberikan secara adil (misal : menyadari sumber daya untuk Anak Berkebutuhan Khusus)
a. Penggunaan
sumber daya secara bijak
b. Penggunaan
sumber daya secara adil
c. Adanya
administrasi yang rutin
16. a, b, c, d dan e
Kriteria penilaian pada instrument tersebut di atas, adalah (a) jika
memperlihat pelaksanaan terjadi maka diberikan nilai 3, (b) jika
memperlihat pelaksanaan ragu-ragu maka diberikan nilai 2, (c) dan jika
memperlihatkan pelaksanaan tidak terjadi maka diberikan nilai 1.
Kisi-kisi dari kuesioner ini masih sama pada lembar observasi di atas.
Dengan membagikan lembar kuesioner mengenai pelaksanaan pendidikan
inklusif pada beberapa komponen internal sekolah. Kuesioner yang
diberikan ini akan menjadi data penguat dari hasil observasi serta
pengukuran pelaksanaan pendidikan inklusif di kelas.
3. Wawancara tidak terstruktur
Pertanyaan yang diberikan berupa point-point yang mendukung dalam
lembar observasi dan juga kuesioner. Adapun pertanyaan yang diberikan
adalah :
a. Persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar
b. Apa saja yang dilakukan guru untuk mengetahui kemampuan
masing-masing siswa
c. Upaya yang dilakukan guru untuk membantu anak-anak yang
berkesulitan bisa belajar
d. Pendekatan atau metode belajar seperti apa yang dirasa efektif dan
bisa menjangkau semua murid
e. Strategi apa yang dilakukan guru dalam memenuhi kebaragaman
siswa
Tahap 2
Pada tahap kedua peneliti melakukan asesmen dengan membuat
instrument asesmen dari tingkat kemampuan siswa (kesiapan), ketertarikan
dan gaya belajar. Selain itu pada proses pelaksanaan, peneliti
menggunakan instrument penilaian tingkat pemahaman, motivasi dan
interaksi sambil melakukan observasi, dengan melakukan pengisian
lembar observasi dengan point-point indikator sebagai acuan penilaian
serta patokan refleksi pada siklus 1, siklus 2 dan siklus 3.Pengumpulan
data pada tahap ke-2, peneliti juga melakukan perekaman video, berupa
data proses dari siklus-siklus yang dilakukan yang akan menjadi bahan
Adapun instrumen kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar siswa tersebut
antara lain :
[image:32.595.161.516.208.366.2]a. Instrumen mengetahui tingkat kesiapan siswa
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen mengetahui Tingkat Kesiapan Siswa
No Indikator Ruang Lingkup Nomor Soal
1. Tingkat kemampuan
berpikir/pemahaman
a. Menggali
Pengalaman
belajar siswa
b. Pemahaman
Membaca
1
1,2,3,4,5
2. Kemampuan menulis Menulis 1,2,3,4,5
[image:32.595.163.517.432.647.2]b. Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa
No. Indikator Ruang Lingkup No. Soal
1. Mengetahui ketertarikan
dalam belajar topik
Topik yang
menjadi
ketertarikan
dalam belajar
1
2. Mengetahui ketertarikan
dalam mengerjakan tugas
Area
Ketertarikan
siswa (dalam
bidang seni, olah
raga, bahasa)
2
c. Intrumen mengetahui “Learning profile” siswa
Profil belajar merupakan cara dimana seseorang atau murid bisa be;ajr
dengan baik dan efektif. Profil belajar dikategorikan menjadi 2 yaitu
individu tersebut. Adapun instrumen masing-masing dari setiap
kategori adalah sebagai berikut :
1) Instrumen Gaya Belajar yang dipengaruhi oleh lingkungan,
emosi, interaksi dan kebutuhan fisik seperti nyala lampu,
[image:33.595.109.518.249.542.2]temperatur, bergerak atau diam.
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Gaya Belajar
2) Instrumen Berdasarkan Kecerdasan Majemuk
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Majemuk
No. Indikator Ruang Lingkup No Soal
1. Lingkungan 1) Lingkungan yang
tenang
2) Lingkungan yang
berisik
1
2
2. Ketekunan a. Pekerja keras
b. fleksibel
c. Mudah Menyerah
3, 5, 6, 7,
4, 9
8
3. Tipe Belajar a. Individual
b. Kelompok
c. Bergerak
d. Diam
11
12
15
16
No. Indikator Ruang Lingkup No Soal
1. Musik a. Bernyanyi
[image:33.595.106.519.682.748.2]d. Instrumen mengetahui tingkat pemahaman siswa
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Tingkat Pemahaman Siswa
No. Indikator
Tingkat
pemahaman
Ruang Lingkup No Soal
c. Bermain
instrumen
2. Kinestetik a. Kerajinan tangan
b. olah raga
c. drama
2
3. Linguistik a. Berbicara
b. Membaca
c. Menulis
3
4. Logical matematika a. Berhitung
b. Memecahkan
masalah
c. Taktik dan
Strategi
d. Investigasi
4
5. Visual Spatial a. Membuat Peta
b. Craft
c. Desain
5
6. Interpersonal a. Empati
b. Kepemimpinan
c. Mechanical
6
7. Intrapersonal a. Berpendapat
b. Manajemen Diri 7
8. Naturalis a. Binatang
b. Tumbuhan
kognitif
1. Pengetahuan a. Menyebutkan
b. Membuat daftar
c. Mendefinisikan
d. Melabel
1
2. Pemahaman a. Menjelaskan
b. Membandingkan
c. Menyimpulkan
2
3. Aplikasi a. Mengilustrasikan
b. Mengaplikasikan
c. Diagram
3
4. Analisis a. Menganalisa
b. Mengkategorisasikan
c. Memecahkan Masalah 4
5. Evaluasi a. Menilai
b. Merekomendasikan
c. Memprediksi
5
6. Syntesis a. Menciptakan
b. Mengubah
6
[image:35.595.161.517.109.514.2]e. Instrumen mengukur motivasi belajar siswa
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Mengukur Motivasi Belajar Siswa
No. Indikator Ruang Lingkup No. Soal
1. Ketahanan Mengerjakan
Tugas
a. Dalam waktu
yang lama
1
b. Berusaha
mencari tahu 3
2. Usaha a. Tidak mudah
menyerah
3
3. Pencapaian a. Konsisten 1,2,3,4
b. Tepat waktu 4
[image:36.595.162.518.267.420.2]f. Instrumen mengetahui Partisipasi dan interaksi siswa di kelas
Tabel 3.8 Kisi-Kisi Instrumen Mengetahui Partisipasi dan
Interaksi Siswa
No. Indikator Ruang
Lingkup
No. Soal
1. Keterlibatan Mental/Kognitif 1, 2, 3, 4, 5
Fisik 6,7
2. Kooperatif Mengikuti
aturan
1, 2, 3, 4, 5, 7
Menghargai 6
g. Kisi-Kisi pengukuran indeks pelaksanaan inklusivitas di kelas
Dalam kisi-kisi indeks pelaksanaan inklusi sama dengan tahap 1 (tabel
3.1)
E. Teknik Analisis data
Sesuai dengan tabel yang telah digambarkan tersebut di atas, pada tahap 1
dengan mengumpulkan data kualitatif dengan melakukan observasi langsung di
dalam kelas dan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan juga
guru khusus, untuk mendapatkan gambaran nyata proses pembelajaran di kelas
inklusi. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam tahap 1 adalah analisis
deskriptif karena memaparkan fenomena-fenomena yang terjadi. Adapun hasil
dari analisis data pada tahap 1 ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam
merumuskan area yang menjadi fokuslangkah-langkah penerapan model
pembelajaran diferensiasi di sekolah inklusi Jakarta Timur. Pada tahap ke-2
kemudian melakukan diskusi dengan rekan sejawat yang melakukan kolaborasi
terhadap hasil yang di dapat dari setiap siklus yang telah dilakukan. Diskusi
meliputi hal-hal yang menunjukkan keberhasilan, hambatan dan atau mungkin
kegagalan yang dijumpai setiap siklusnya dengan mengisi angket sikap motivasi,
pemahaman siswa serta interaksi siswa di kelas. Dari hasil diskusi tersebut, maka
akan menjadi panduan dalam merencanakan tahapan perencanaan terhadap apa
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bagian bab ini akan menjelaskan mengenai (1) Kesimpulan hasil
penelitian,(2) Rekomendasi penelitian. Masing-masing pembahasan tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan berfokus dari tujuan
penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Kondisi Awal Pembelajaran
Proses pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Dasar
Negeri Penyelenggara Inklusi X Jakarta Timur masih melakukan
penerapan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Semua
siswa belum diberikan kesempatan untuk ikut aktif dalam proses
pembelajaran. Partisipasi siswa sangat tidak terlihat. Murid-murid
lebih sering duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Begitupula
dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di dalam kelas
tersebut, lebih sering duduk pasif tanpa mengerjakan suatu tugas
apapun. Gurupun menganggap bahwa model pembelajaran yang
berpusat pada guru ini sangat cocok diterapkan di kelas,
dikarenakan bisa lebih mengontrol semua anak dan kelaspun tidak
menjadi ribut atau berantakan.
Dari hasil kondisi awal pembelajaran di kelas inklusif
tersebut sama sekali belum mencerminkan pelaksanaan inklusifitas
yang diharapkan. Di dalam kelas belum terlihat adanya partisipasi
siswa, kerjasama, saling membantu serta saling menghargai satu
sama lainnya. Dengan menerapkan model differentiated instruction
ini, terlihat adanya aktivitas kelas yang inklusif dimana
memperlihatkan adanya partisipasi, kerjasama antar siswa satu
dengan memberikan kegiatan yang menarik bagi siswa dan juga
adanya peningkatan pemahaman siswa dalam memahami materi
yang diberikan.
Dalam penelitian ini, dapat membuktikan bahwa dengan
menerapkan model differentiated instruction, pelaksanaan
pembelajaran di kelas inklusif menjadi efektif dengan
memperlihatkan peningkatan tingkat inklusifitas dari sebelumnya
21,4 menjadi 45,48 dari skor ideal 48.Selain itu juga adanya
peningkatan dari partisipasi siswa di kelas, motivasi belajar dan
tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
2. Kondisi Keberagaman siswa
Berdasarkan dari studi pendahuluan, bahwa siswa-siswa di
kelas III Sekolah X Jakarta Timur yang berjumlah 42 siswa
memiliki keberagaman yang berbeda-beda, termasuk adanya dua
siswa yang berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan fisik dan
juga intelektual. Dilihat dari Kemampuan akademik dari murid di
kelas 3 juga cukup beragam. Mayoritas semua murid selain siswa
berkebutuhan khusus memiliki kemampuan rata-rata. Satu anak
berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan visual juga
memiliki kemampuan rata-rata, anak tersebut sudah bisa membaca
dan menulis, hanya memerlukan jarak pandang yang dekat dalam
membaca.
Pada penelitian awal telah dilakukan asesmen pada ketiga
area yaitu 1) Readiness (kesiapan) 2)Ketertarikan dan 3) Profile
belajardengan memberikan kuesioner kepada semua siswa. Dari
data yang di dapat bahwa tingkat kesiapan siswa sangat beragam,
ada satu anak yang memang termasuk anak berkebutuhan khusus
yang memiliki kemampuan pemahaman yang sangat jauh dari
teman-temannya di kelas, serta ada 11 murid yang masuk ke dalam
tingkat frustasi, di mana siswa-siswa tersebut kesulitan dalam
pengetahuan yang belum mereka dapat sebelumnya. Sedangkan
ada 26 murid yang masih memerlukan bimbingan dalam
mempelajari topik dan ada 2 siswa yang masuk ke dalam tingkat
independent, yang berarti bahwa kedua siswa tersebut sudah
memiliki pengetahuan sebelumnya.
Selain kesiapan yang beragam, cara belajar atau gaya
belajar serta ketertarikan dari semua siswa di kelas 3 tersebut juga
bermacam-macam. Ketertarikan siswa mayoritas senang dengan
kegiatan yang berhubungan dengan menggambar, bernyanyi serta
membuat puisi. Sedangkan cara bagaimana mereka belajar
sebagian besar siswa kelas 3 SDN X Jakarta Timur memiliki
kecerdasan linguistik, di mana siswa-siswa tersbut senang dengan
kegiatan membaca, menulis, berbicara dan lain-lain.
Keberagaman tersebut bisa diakomodasi dengan
menerapkan model differentiated instruction ini. Dimana guru
mendesain aktivitas pembelajaran dengan membentuk
kelompok-kelompok yang beragam dan memunculkan kegiatan saling
bekerjasama antar teman yang satu dengan teman yang lainnya,
sedangkan guru bisa fokus pada murid lain yang membutuhkan
bantuan. Sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi
efektif.
3. Model differentiated instruction dan Dampaknya terhadap
Inklusifitas Khususnya Pada Partisipasi, Motivasi dan Pemahaman
Siswa
Penerapan model ini berawal dengan melakukan asesmen
pada ketiga area yang telah disebutkan, sehingga akan didapatkan
hasil informasi dari setiap siswa untuk merancang proses
pembelajaran di kelas, dari mulai konten yang akan disampaikan,
cara menyampaikannya (proses pembalajarannya) apakah melalui
kelompok besar, kelompok kecil atau secara individual. Selain itu
penilaian terhadap masing-masing siswa berdasarkan dari ketiga
aspek tersebut, yaitu pada kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa dengan menerapkan model differentiated instruction, telihat
adanya peningkatan pada partisipasi siswa, di mana siswa saling
berkolaborasi, kerjasama, saling membantu dan juga menghargai.
Motivasi siswa dalam belajar juga sangat tinggi, terlihat dari hasil
tugas yang mereka kerjakan dengan baik dan bersemangat untuk
mengerjakannya. Pemahaman siswa yang tadinya belum
memahami materi yang diajarkan, dengan saling berkolaborasi,
bekerjasama dengan teman akhirnya memiliki pemahaman yang
lebih bagus. Begitupula pada anak berkebutuhan khusus yang
tadinya hanya diam, akhirnya dengan mengikuti differentiated
instruction, siswa tersebut bisa ikut berpartisipasi dengan bantuan
teman-temannya yang lain serta memiliki pemahaman sesuai
dengan tingkat kesiapannya.
Suasana kelas menjadi saling berpartisipasi dan
bekerjasama yang memperlihatkan suasana inklusifitas yang
diharapkan. Tingkat inklusifitas pada dimensi pelaksanaan dilihat
dari awal penelitian sampai dengan pelaksanaan putaran kedua
mengalami peningkatan yang cukup bagus. Mulai dari indeks
inklusif 21,4 sampai pada pelaksanaan akhir terlihat 45,48. Di
mana pada penelitian ini indeks inklusif ideal mencapai skor 48.
Semakin mendekati nilai skor tertinggi tersebut, maka proses
pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif semakin baik dan ideal.
B. Rekomendasi penelitian
Rekomendasi dari hasil penelitian ini disampaikan kepada Guru, Sekolah
& Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan.
1. Guru
Diharapkan guru bisa melaksanakan dan menerapkan model
mengajar dengan menerapkan pola yang lama, sehingga bisa
memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses belajar
mengajar di kelas serta memunculkan sikap saling kerjasama,
berpartisipasi dan saling menghargai.Secara tidak langsung akan
membentuk karakter siswa-siswanya untuk menjadi pribadi yang
saling menghargai, menghormati dan bekerjasama. Pengaturan
kelas bisa dibuat kelompok-kelompok kecil sehingga terbentuk
kerjasama dan partisipasi dari semua siswa di kelas. Dari
kerjasama tersebut akan terbentuk tutor teman sebaya yang akan
membantu murid yang belum menguasai materi menjadi lebih
memahami, sekaligus bagi teman yang memberikan pengarahan
akan lebih memahami apa yang sudah ia pahami. Hal ini sesuai
dengan pernyataan bahwa belajar melalui proses interaksi antara
guru dan teman sebaya (Arends, 2008:47).
2. Sekolah &Kepala Sekolah
Inti dari pendidikan inklusif adalah adanya partisipasi semua murid
untuk saling belajar bersama di dalam setting kelas yang sama,
memberikan kesempatan yang sama untuk dapat belajar dan
berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dari temuan
penelitian bahwa dengan menerapkan model differentiated
instruction, maka semua anak bisa berpartisipasi aktif, berinteraksi
dan meningkatkan pemahaman dari pengetahuan masing-masing
murid. Oleh karena itu, pimpinan sekolah dan pihak sekolah perlu
mensosialisasikan, mempublikasikan penerapan model
differentiated instruction ini di kelas sebagai salah satu cara
pelaksanaan pembelajaran yang ideal di kelas, sehingga akan terus
terbina dan tercapai apa yang menjadi tujuan pendidikan. Salah
satunya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bersifat
berkesinambungan dan terus menerus, sehingga meningkatkan
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bermutu dan
berkualitas.
3. Dinas Pendidikan
Model pembelajaran differentiated instruction ini bisa dijadikan
alternatif pilihan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru
bisa secara mandiri melaksanakan dan mengakomodasi kebutuhan
siswa di kelas, mengingat belum semua sekolah yang memiliki
guru khusus dalam membantu mengakomodasi siswa berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pendidikan bisa
mensosialisasikan model penerapan differentiated instruction ini
bagi semua sekolah, untuk mempersiapkan pada tahun 2015 bahwa
semua sekolah adalah penyelenggara inklusif.
4. Bagi Peneliti
Kekurangan pada penelitian ini adalah belum dilakukannya cara