• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI, MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF: PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI, MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF: PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

“PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM

MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI, MOTIVASI BELAJAR DAN

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF”

(PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh

Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh :

Dinar Westri Andini

NIM 1201256

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)
(3)

================================================================== PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI,

MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF (PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR)

Oleh Dinar Westri Andini S.Pd UNJ Jakarta, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Dinar Westri Andini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(4)

Terhadap Inklusifitas, Partisipasi, Motivasi Belajar dan Tingkat Pemahaman Siswa Di Kelas Inklusif”

Setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya

anak-anak “normal” lainnya dalam lingkungan yang sama (Education for All). Hal ini

diartikan bahwa anak-anak yang “normal” maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada di dalamnya. Pendidikan yang bermutu haruslah memperhatikan karakteristik setiap siswanya dan tidak bisa menyamaratakan satu dengan yang lainnya. Pendidikan seharusnya bisa mengakomodasi dari semua perbedaan tersebut, bisa memberikan kebutuhan dari masing-masing siswa dan juga mengajak semua anak untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pelaksanaan dalam proses belajar mengajar di kelas, masih belum mampu memberikan kebutuhan dari masing-masing anak. Guru masih menganggap bahwa semua murid memiliki kemampuan yang sama dan belum tahu cara mengetahui kemampuan dari masing-masing muridnya tersebut. Sistem pengajaran yang diberikan juga terlihat monoton dan masih berpusat pada guru. Seolah-olah guru hanya sebagai pusat sumber belajar, tanpa memberikan kesempatan dari semua muridnya untuk berperan aktif. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian dalam memecahkan permasalahan dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas dengan melibatkan seluruh siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “Apakah penerapan model differentiated instruction dapat mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan berpengaruh terhadap inklusifitas, partisipasi,

motivasi belajar dan tingkat pemahaman siswa di kelas?”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pembelajaran di kelas yang beragam tingkat kemampuan, ketertarikan dan gaya belajar dengan menerapkan model differentiated

instruction tersebut. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Inklusif X Jakarta Timur

dengan murid kelas 3 sebagai subjeknya. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan tingkat inklusifitas yang sebelumnya rendah yaitu pada nilai 21,4 dari 48 skor ideal yang diharapkan menjadi 45,48. Begitu pula dengan partisipasi, motivasi belajar dan juga tingkat pemahaman siswa di kelas inklusif mengalami peningkatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model

differentiated instruction pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi efektif dengan

(5)

diversity Student and all the effects to Inclusivitas, Participation, Learning Motivation and Understanding Level Students in the Inclusive Classroom.

Every child, whether due to physical development disorders/mental as well as intelligent/gifted students are entitled to have education as other children in the same environment (Education for All). This means that all the mainstream children are viewed as mainstream and considered as special needs need to have the same chance to learn in all diversity that they possess. Qualified education must have a good

understanding in each student’s character and uniqueness and may not equalized each student as the same individual. Education must be able to accommodate towards to all those differences, and must provide all the students need as well encouraging them to actively participate in the learning process. The teaching process in class is still

not giving the best support towards each student’s need. Most teachers still have a

mindset that all students must have the same ability and has no clue how to probe the

students need. The teaching process that’s been given are usually seems monotone and still using the teacher centered procedure, this procedure will hampering the critical thinking of students. In this research, will implemente one of the model is differentiating instruction. The question in this research "Does the application of differentiated instruction models can accommodate the diversity of the students in the class so that it will affect the inclusiveness, participation, motivation and level of understanding student learning in the classroom?". This study aims to determine the effectiveness of classroom teaching diverse levels of ability, interest and learning style by applying the model of differentiated instruction. This study was conducted in East Jakarta X Inclusive Schools with Grade 3 students in the subject. The final results of this study showed increases in the level of inclusiveness of the previous low of 21.4 from 48 in value are expected to be the ideal score of 45.48. Similarly, participation, motivation to learn and also the level of understanding of students in inclusive classrooms has increased. It can be concluded that by applying the model of differentiated instruction in the classroom implementation to be effective by showing participation among students, which is a great motivation to learn as a mirror inclusive classrooms and an increase in the understanding of students in the class.

(6)

Halaman

PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Permasalahan ... 9

D. Pertanyaan Penelitian ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

BAB II Differentiated Instruction dan Dampaknya terhadap Inklusifitas, Partisipasi, Motivasi dan Tingkat Pemahaman Siswa A. Landasan Teori Differentiated Instruction ... 13

B. Prinsip Dasar Differentiated Instruction... 14

C. Prosedur Pelaksanaan Model... 26

D. Makna Pendidikan Inklusif... 39

E. Inklusifitas ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 54

B. Prosedur Penelitian ... 56

(7)

BAB IV

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Studi Pendahuluan... 72

1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas ... 73

2. Keberadaan Peserta Didik ... 74

3. Implikasi Teori & Kenyataan ... 96

B. Perencanaan & Pelaksanaan Differentiated Instruction... 103

1. Prosedur Penerapan Differentiated Instruction... 103

2. Mengembangkan Rencana Pembelajaran ... 105

3. Pelaksanaan Model Differentiated Instruction ... 113

C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 137

D. Implikasi Hasil Penelitian ... 140

KESIMPULAN 1. Kesimpulan hasil penelitian …... 142

2. Rekomendasi penelitian... 145

DAFTAR REFERENSI ... 148

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa

memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari

lingkungan dan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi geografis

tempat tinggalmereka. Pendidikan seharusnya bisa memenuhi dan memberikan

kebutuhan-kebutuhan dari setiap keberagaman tersebut.

Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menyamaratakan dari

keberagaman murid dan kurang bisa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari

setiap individu anak tersebut. Sebenarnya pendidikan nasional harus berupaya dan

menciptakan keseimbangan antara pemerataan kesempatan dan berkeadilan.

Pemerataan kesempatan artinya membuka kesempatan yang seluas-luasnya

terhadap semua anak dari berbagai latar belakang untuk mendapatkan hak

pendidikan yang sama. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar

1945 bahwa “pendidikan adalah hak dari semua warga, pemerintah bertanggung

jawab atas biaya juga menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa

untuk kemajuan –peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. (DEPDIKBUD,

2003:12)

Merujuk dari pernyataan tersebut di atas, setiap warga juga berhak

mendapatkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu adalah

pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan dari setiap peserta didiknya.

Berpuluh-puluh tahun lamanya sampai dengan saat ini, sebagian praktek

pelaksanaanpendidikan di Indonesia masih belum banyak perubahan, masih

menerapkan sistem pembelajaran lama yang menganggap semua anak adalah

sama dan pelaksanaanpembelajaran lebih berpusat pada guru, tanpa memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam belajar. Siswa

hanya duduk diam mendengarkan guru. Guru seolah-olah hanya mengajar satu

(9)

yang mempunyai keunikan, kemampuan dan keberagaman pengalaman belajar

yang berbeda. Proses pembelajaran yang terjadi hanya sekedar transfer

pengetahuan dari guru ke murid, sehingga gurulah yang menjadi pusat perhatian

dan menghambat kebebasan dalam mempelajari suatu hal yang lebih luas. Hal

tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Zukhrofi dalam Freire, yang

mengungkapkan bahwa:

“Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa pun dalam banyak bentuk hanya menjadi wahana

transfer of knowledge belaka”.

(http://www.mediapembelajaransekolah.com/2013/06/pendidikan-kaum-tertindas-dan-realita.html)

Sistem pendidikan lama ini seharusnya sudah harus bergeser untuk lebih

memperhatikan setiap peserta didiknya.Selain dari sistem pendidikan yang belum

mengalami perubahan, tuntutan kurikulum yang masih kaku dan menyamaratakan

semua peserta didik juga menjadi tambahan permasalahan dalam memberikan

pendidikan yang berkualitas. Setiap peserta didik mempunyai tingkat kemampuan

dan kebutuhan yang berbeda. Sehingga seharusnya sistem sekolah yang bersifat

fleksibel untuk bisa beradaptasi dari setiap kemampuan dan kebutuhan peserta

didiknya terus dikembangkan. Tidak jarang anak-anak merasa frustasi dan

akhirnya tidak memiliki motivasi untuk belajar, karena tuntutan yang terlalu

tinggi melebihi kemampuan mereka. Seharusnya setiap murid datang ke sekolah

untuk belajar dan mengalami pengalaman-pengalaman yang menyenangkan tetapi

dengan adanya sistem yang tidak dilakukan pembahuruan dari masa ke masa akan

menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya kualitas generasi muda yang

akan datang ini.

Pendidikan haruslah sadar bahwa, setiap anak adalah unik dan memiliki

karakteristik yang berbeda dengan anak yang lainnya. Pendidikan, seharusnya

bisa mengakomodasi dari semua perbedaan ini, terbuka untuk semua dan

memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu serta

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara untuk

mendapatkan pendidikan yang sama. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang

(10)

pendidikan dan pemerintah wajib untuk menyediakan saranan dan prasarana pendidikan yang menunjang keberlangsungan pendidikan”. (DEPDIKBUD, 2003:13).

Pernyataan tersebut di atas sekaligus harus memperhatikan keberagaman

dari setiap individu murid, karena setiap murid tumbuh di lingkungan dan budaya

yang berbeda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka.Tidak

menutup kemungkinan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus di mana

memiliki keterbatasan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa maupun

keterbatasan lainnya juga harus mendapatkan hak yang sama. Hal ini sesuai

dengan pernyataan pada Konvensi PBB yang diadakan pada tahun 1989, yang mendeklarasikan “bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun”. Deklarasi tersebut dilanjutkan dengan Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus

tahun 1994 yang memberikan kewajiban bagi sekolah untuk mengakomodasi

semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Adanya pernyataan tersebut,

berkembanglah pemikiran pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan

hak yang sama bagi semua anak dalam mendapatkan pendidikan. (Deklarasi

International tentang Hak Asasi Manusia, 1948 dan Konvensi International

tentang Hak Anak, 1989). Sehingga pemerataan pendidikan dan kesempatan

dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai harus terus dikembangkan. Sarana

dan Prasarana yang menunjang serta kualitas pendidikan perlu terus ditingkatkan

sehingga bisa benar-benar memberikan pendidikan yang berkualitas bagi generasi

muda penerus bangsa.

Selanjutkan Konvensi dilanjutkan dengan pernyataan resmi UNESCO

tentang pendidikan untuk semua (Education for All/EFA) yang dideklarasikan di

Jomtien Thailand tahun 1990. Kemudian di Dakar Senegal tahun 2000,

dinyatakan bahwa pendidikan untuk semua harus mempertimbangkan kebutuhan

mereka yang miskin dan tidak beruntung, termasuk yang berkebutuhan khusus

(11)

Pernyataan dan deklarasi tersebut telah mendorong untuk implementasi

pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan hak yang sama bagi semua

dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas

dengan keragaman budaya, bahasa, agama, suku dan tingkat ekonomi yang sangat

heterogen maka pendidikan di satu daerah dengan daerah lainnya harus

disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing daerah tersebut. Masih banyak

pendidikan yang belum mempunyai kualitas yang sesuai untuk mengakomodasi

semua perbedaan dari anak didiknya. Terlebih dengan bertambahnya tingkat anak

berkebutuhan khusus yang terus meningkat dari tahun ke tahun, menambah

permasalahan yang harus dipikirkan dan dilakukan jalan keluar secepatnya. Hal

tersebut menjadi perhatian kita semua dalam meningkatkan efisien dan

keefektifan dari pendidikan di Indonesia sehingga bisa mengakomodasi dari

semua perbedaan yang ada ini.

Hadirnya sistem pendidikan inklusif ini akan sangat bermakna dalam

menampung semua peserta didik yang beragam dan dengan latar belakang budaya

yang berbeda-beda termasuk anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama

belajar dalam satu kelas yang sama dan menjadi bagian dari kelas tersebut.

Sekolah inklusif akan memberikan dan menyediakan program pendidikan yang

sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didiknya. Dengan

demikian dituntut kerjasama antara guru regular dan guru khusus sebagaimana

yang dinyatakan Johnsen H. dan Skjorten (2003:288) bahwa :

Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun guru pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang samakepada semua peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap peserta didik sesuai dengan kebutuhan individualnya.

Korelasi yang harus dilaksanakan adalah bahwa semua sistem di sekolah

baik kurikulum dan pembelajaran harus dirancang dan dipersiapkan sesuai dengan

kebutuhan peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah

satu sekolah inklusif Jakarta Timur, diperoleh fakta bahwa pelaksanaan

(12)

inklusif masih belum sesuai dalam proses aplikasi di lapangannya. Penunjukan

yang dinilai asal menunjuk sekolah tanpa diberikan bekal dan juga persiapan yang

matang sangat terkesan terburu-buru. Sehingga berdampak besar pada murid dan

juga guru.

Internal sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru dan juga semua staf

kalangan sekolah belum diberikan bekal yang kuat akan informasi dan juga

pemahaman yang baik mengenai apa itu sekolah inklusif beserta pelaksanaannya

sehingga mereka lebih merasa keberatan dan juga beberapa menolak dengan

sistem pendidikan inklusifyang diberlakukan tersebut.

Kurangnya pemahaman bahwa dalam sekolah inklusif harus bisa

menerima berbagai keberagaman murid sekaligus anak berkebutuhan khusus

tanpa terkecuali dan bagaimana penanganan dari setiap karakteristik anak

berkebutuhan khusus dengan keberagaman mereka tersebut berdampak pada

proses pembelajaran serta cara mengajar guru di kelas. Guru masih menerapkan

sistem lama yang menganggap semua murid sama serta belum bisa memberikan

kebutuhan dari masing-masing murid sesuai dengan keberagaman dan

kebutuhannya.Ketidaktahuan guru dan juga kompetensi yang tidak terus dibangun

mengakibatkan ketidaksesuaian dengan harapan untuk menciptakankelas inklusif.

Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan

implementasi pendidikan inklusif, menunjukkan bahwa “pendidikan inklusif

masih dipahami secara beragam dan umumnya disamakan dengan pendidikan integrasi” (Sunanto, dkk, 2008:24).

Dalam kelas inklusif tersebut (jenjang kelas 3) terdapat lebih dari 40 siswa

dengan keberagaman kemampuan yang berbeda-beda. Dari informasi guru,

terdapat lebih dari 5 murid yang belum mampu membaca dan menulis, serta 2

anak berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik dan hambatan

visual. Sedangkan target kurikulum yang harus dicapai dari semua anak masih

disama ratakan.

Dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru juga masih

memberikan materi yang sama kepada semua siswa, termasuk beberapa murid

(13)

dan menulis, begitu pula pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga beberapa

siswa di kelas belum mampu mencapai target yang diharapkan dikarenakan

kemampuan dasar yang belum mereka kuasai. Anak berkebutuhan khusus yang

ada dalam kelas tersebut juga hanya diam tanpa mengerjakan tugas apapun.

Sehingga terkesan kurang diperhatikan dan tanpa dilakukan pendekatan ataupun

tindakan apapun. Selama mengajar guru juga tidak pernah melakukan tindakan

untuk mengetahui sejauh mana kemampuan murid-muridnya atau melakukan

identifikasi dan juga asesmen pada peserta didiknya. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian tentang konsep, kebijakan dan praktek inklusif di sekolah yang menunjukkan bahwa: “hampir semua sekolah tidak melakukan identifikasi dan asesmen sebagai dasar untuk pembelajaran di kelas inklusif” (Dyah, S. 2007: 56).

Dalam proses belajar mengajar,guru juga hanya menggunakan satu sumber

pembelajaran yang ia dapatkan dari lembar kerja siswa yang telah ditetapkan di

sekolah tersebut. Metode yang digunakan selama mengajar lebih menggunakan

metode ceramah yang terbilang efektif menurut guru diterapkan dalam

menyampaikan materi. Metode tersebut terkesan lebih praktis dan tidak

membutuhkan material yang banyak sehingga kelas akan tetap rapi dan teratur.

Metode lain seperti parktek dan diskusi terkesan akan mempersulit guru dalam

menyampaikan materi pembelajaran dan membuat kelas menjadi gaduh serta

berantakan. Sistem yang seharusnya sudah ditinggalkan masih dipakai terus

menerus dan turun menurun sampai sekarang ini. Hal ini sesuai yang diungkapkan

dalam Arends (2008:109) bahwa “faktanya guru-guru masa kini masih diharapkan

mengikuti kurikulum yang telah dipreskripsikan dalam batas-batas pembagian

umur dan tingkat kelas tradisional dan pengelompokkan kemampuan, dalam

bentuk apapun masih menjadi praktek standar di banyak sekolah”.

Pembelajaran di kelas idealnya memberikan peluang bagi semua siswa

untuk dapat mengembangkan potensi dirinya serta mengembangkan kemampuan

interaksi sosial antar siswa di kelas, di mana setiap siswa bisa saling berinteraksi

dan membantu satu dengan yang lainnya. Siswa yang memiliki pemahaman yang

(14)

teachers of each other” (Smith, 1998: 335), yaitu bahwa seorang peserta didik

adalah guru yang hebat bagi peserta didik lainnya.

Pada umumnya guru-guru masih menganggap bahwa dalam satu kelas

memiliki karakteristik yang homogen, sehingga menganggap murid-murid sama.

Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari pendidik memahami karakteristik

keberagaman diantara peserta didik mereka. Serta bagaimana mengakomodasi

keberagaman peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mendapatkan

pembelajaran dan bisa belajar sesuai dengan kemampuan juga kebutuhannya.

Di dalam kelas inklusif, guru harus sadar bahwa di kelas tersebut memiliki

keberagaman dan pendidik bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap

individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Mau tidak mau guru

harus bisa menciptakan kelas yang inklusif, sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Arends (2008:45) bahwa “differential treatment refers to differences in

educational experiences of the majority race, class, culture or gender to those of

minorities”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberagaman mengacu pada

perbedaan latar belakang termasuk pada mereka yang minoritas atau yang

memiliki kebutuhan khusus.

Dari uraian tersebut di atas, maka diperlukan suatu penelitian yang

membahas bagaimana cara pemecahan masalah yang berhubungan dengan

keragaman siswa di kelas dengan menerapkan salah satu modeldifferentiated

instructionyang dapat mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut.

Dalam kelas yang berdiferensiasi, guru harus berusaha memulai

pengajaran dengan berdasarkan minat, kebutuhan serta kesiapan (pada tingkat

mana posisi siswa) dan kemudian menggunakan banyak model mengajar dan

penataan instruksional untuk memastikan bahwa siswa bisa meraih potensinya. Dalam Arends (2008:123) menjelaskan bahwa “Di kebanyakan kelas reguler, guru kemungkinan besar akan menemukan rentang sejauh tiga sampai lima tahun

dalam hal perbedaan kemampuan serta perbedaan berbagai tipe intelegensi dan gaya belajar”. Untuk memenuhi kebutuhan dan keberagaman siswa di kelas inklusif tersebut, perlu dilakukan asesmen. Dalam differentiated instruction harus

(15)

informasi dari hari ke hari tentang apa yang sudah dipelajari siswa dan

pengetahuan tentang kapan peserta didik akan mempelajari hal yang

baru.Diharapkan dengan menerapkan model tersebut maka perbedaan dan

keberagaman setiap individu di kelasdilihatdaritingkatkesiapan,

ketertarikandangayabelajar akan bisa terakomodasi sehingga berdampak adanya

peningkatan terhadap inklusifitas, partisipasi/interaksi siswa, motivasi dalam

belajar dan tingkatpemahaman siswa di kelas.

B. Fokusdan Rumusan Masalah Penelitian

1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi focus permasalahan adalah

keberagaman siswa dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar

yang masih belum terakomodasi dalam proses pembelajaran di kelas. Sehingga

perlu dilakukan penerapan salah satu model pembelajaran yang bisa

mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut. Salah satu model

pembelajaran tersebut adalah Differentiated Instruction yang akan diterapkan

dalam penelitian ini.

Masalah penting yang terjadi dalam pelaksanaan di sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif adalah pembelajaran yang belum bisa mengakomodasi semua

peserta didik yang ada di dalamnya terutama siswa yang berkebutuhan khusus.

Sistem pembelajaran yang dilakukan secara tradisional dan lebih menggunakan

metode ceramah sangat berdampak kurang efektif bagi anak-anak yang belum

memiliki kesiapan terlebih bagi anak berkebutuhan khusus. Mereka akan

cenderung pasif dan tidak memiliki pemahaman apapun mengenai materi yang

diajarkan.

Dalam penelitian ini, differentiated instructionyang diterapkan dikatakan

berhasil mengakomodasi keberagaman siswa dan efektif, jika menunjukkan

adanya peningkatan pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi siswa

(16)

2.Rumusan Permasalahan

Berdasarkanfokus penelitian di atas, makarumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalahApakah penerapanDifferentiated Instruction dapat

mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan

mempengaruhi Inklusivitas pada partisipasi/interaksi antar siswa, motivasi

belajar, dan tingkat pemahaman dalam memahami topik di kelas ?”.

C. PertanyaanPenelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi tingkat pemahaman, ketertarikan (interest) dan

learning profile siswa di kelas inklusif?

2. Apakah model pembelajaran berdiferensiasi dapat mengakomodasi

keberagaman siswa di kelas, bukan hanya pada perbedaan tingkat

kemampuan yang tinggi melainkan pada rentang kemampuan yang

jauh di bawah kemampuan rata-rata anak di kelas?

3. Apakah ada perubahan akibat dari pelaksanaan model

pembelajaran berdiferensiasi padapelaksanaan inklusifitas terutama

pada partisipasi/interaksi, motivasi dan tingkat pemahaman siswa

di kelas setelah menerapkan model pembelajaran berdiferensiasi?

4. Bagaimana dampak dari penerapan model pembelajaran

berdiferensiasi terhadap inklusifitas di kelas inklusif?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan

dalam pembelajaran di kelas pada siswa yang beragam dilihat dari tingkat

kesiapan, ketertarikan (interest) dan juga gaya belajar siswa di kelas dengan

menerapkan model differentiated instruction. Secara terperinci tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dampak penerapan pembelajaran berdiferensiasi

dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas inklusif dilihat dari

(17)

2. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran

berdiferensiasi terhadap peningkatan kemampuan partisipasi/interaksi

siswa di kelas.

3. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran

berdiferensiasi terhadap peningkatan motivasi siswa di kelas.

4. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran

berdiferensiasi terhadap tingkat pemahaman siswa di kelas.

5. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran

berdiferensiasi terhadap inklusifitas dalam pelaksanaan di kelas

inklusif.

E. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan

pengetahuan baru kepada berbagai kalangan khususnya kalangan

akademisi dan semua pihak dalam menerapkan pendidikan yang bisa

mengakomodasi keberagaman dari setiap individu muridnya.

2. Secara praktis dapat memberikan pemahaman kepada guru dalam

memenuhi kebutuhan dari masing-masing peserta didiknya, sehingga akan

menciptakan pendidikan yang bermutu. Bermutu dalam hal bisa

memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan kemampuan peserta didik.

F. Definisi Operasional

Dalam memahami hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka

beberapa penjelasan akan diuraikan secara singkat, antara lain :

1. Model Differentiated Instruction yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah guru melakukan pembelajaran berdasar

kepada keberagaman siswa di kelas. Langkah-langkah dalam

menerapkan model ini, terlebih dahulu guru melakukan asesmen

(18)

ketertarikan, dan profile belajar (gaya belajar dan kecerdasan

majemuk) . Dari kemampuan yang berbeda tersebut, guru akan

melakukan analisa kurikulum untuk dilakukan modifikasi. Setelah

itu guru merencanakan penyampaian konten materi dengan

membuat perencanaan-perencanaan aktivitas yang disesuaikan

berdasarkan informasi, apakah melalui kegiatan belajar kelompok

ataupun belajar individual. Sehingga setiap anak akan mendapatkan

kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan

meningkatkan hasil belajar untuk bisa lebih belajar dengan efektif.

2. Akomodasi yang dimaksudkan adalah memenuhi kebutuhan belajar

siswa sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap

siswa di kelas berdasarkan keberagaman yang telah disebutkan.

3. Inklusifitas yang dimaksudkan adalah kondisi suasana kelas yang

bisa melibatkan semua peserta didik untuk ikut berpartisipasi aktif

dalam proses pembelajaran, termotivasi dalam belajar untuk

memperoleh kesempatan yang sama di kelas sesuai dengan

kemampuannya, sehingga akan tercipta kelas yang ramah. Ramah

dalam hal menyesuaikan kemampuan, memberikan kesempatan

belajar sesuai dengan ketertarikan dan gaya belajar siswa. Dalam

memberikan pembelajaran yang ramah, sesuai dengan pernyataan

sebagai berikut :

Pembelajaran inklusif merupakan pembelajaran dimana guru dan peserta didik belajar bersama sebagai suatu komunitas, guru menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran, guru mendorong partisipasi aktif peserta didik agar belajar, dan guru memiliki minat untuk memberikan layanan pembelajaran yang terbaik (UNESCO, 2004:4)

4. Partisipasi antar siswa di dalam kelas yang dimaksudkan adalah

bahwa setiap murid harusnya memiliki keterlibatan dalam diskusi,

rasa saling berbagi, bekerjasama, saling menghargai dan saling

(19)

5. Motivasi Belajar yang dimaksudkan adalah kemampuan dan

kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas dengan tekun dimana

siswa memperlihatkan ketahanan duduk dalam mengerjakan tugas

dan memperlihatkan usaha mengerjakan tugas yang optimal

dengan menyelesaikannya tepat waktu. Selain itu siwa terlihat

mengikuti pembelajaran di kelas dengan memperlihatkan

sikap-sikap seperti selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan

dengan baik, memiliki semangat dalam mempelajari topik dengan

memperlihatkan sikap ingin tahu dan tidak ada sikap mengindari

tugas yang diberikan tetapi justru terus mengembangkan sikap

selalu bekerja dan mampu mempertahankan perhatiannya dalam

proses pembelajaran di kelas.

6. Tingkat pemahaman terhadap topik pembelajaran yang

dimaksudkan adalah setiap anak memiliki tingkat kemampuan

pemahaman dan pengalaman belajar yang berbeda dalam

memahami suatu hal. Bahwa menurut proses kognitif dari Bloom

ada beberapa kategori tingkat pemahaman siswa dimulai dari

tingkat mengetahui atau mendefinisikan, pemahaman dengan

menjelaskan suatu topik tertentu, aplikasi dengan

mengilustrasikan/mengaplikasikan, analisis yaitu memecahkan

masalah, evaluasi yaitu mampu merekomendasikan dan yang

terakhir sintesis dimana siswa mampu menciptakan atau mengubah

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas mengenai pokok-pokok yang berhubungan

dengan metode penelitian atau prosedur kegiatan penelitian. Adapun pokok-pokok

yang akan dibahas meliputi : (1) Metode Penelitian, (2) Prosedur Penelitian, (3)

Subjek dan Lokasi Penelitian, (4) Teknik Pengumpulan Data dan (5) Analisis

Data.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan penelitian tindakan, di mana

dalam penelitian tindakan ini berfokus pada pencarian solusi masalah yang

dihadapi secara spesifik, adanya isu-isu permasalahan yang dihadapi setiap hari

sehingga akan mendapatkan solusi yang terbaik untuk meningkatkan kualitas dari

pendidik itu sendiri. Penelitian tindakan menurut Mills (2011) dalam Creswell

(2012:577) adalah penelitian yang sistematis yang dilakukan oleh guru atau

individu lain dalam dunia pendidikan untuk mendapatkan informasi dan kemudian

meningkatkan cara mengajar dan bagaimana murid-murid bisa belajar dengan

baik. Peneliti tindakan bertujuan mencari jalan keluar untuk meningkatkan cara

dalam mengajar berdasarkan dari isu-isu atau permasalahan yang mereka temui.

Peneliti tindakan juga menggambarkan permasalahan-permasalahan yang

dihadapi, mengumpulkan serta menganalisis data, dan melakukan perubahan

berdasarkan apa yang ditemukan (Creswell, 2012:577). Selian itu penelitian

tindakan juga memberikan jawaban yang berguna bagi para guru atau tenaga

pendidik di suatu sekolah dan memberikan masukan yang berharga bagi

peningkatan mutu dari apa yang telah dilakukan secara nyata (Mills, 2000:56).

Sedangkan menurut Kemmis danTaggart dikutip oleh Denzin dan Lincoln

(2009 : 470), penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang reflektif diri

dan kolektif yang dilakukan oleh para pesertanya dalam situasi sosial untuk

meningkatkan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahaman

mereka terhadap praktek-praktek mereka dan terhadap situasi tempat-tempat

(21)

berupa upaya, merencanakan sebuah perubahan, mempelajari dan mengamati

proses dan konsekuensi tersebut, kemudian merencanakan ulang, mempelajari dan

mengamati, mengkaji dan seterusnya. Zuber dan Skerrit (1996:2) mengemukakan

penelitian tindakan sebagai tindakan kolaboratif, penemuan mandiri yang penting

yang dilakukan oleh praktisi (guru, atau pengelola sekolah) pada masalah-masalah

yang penting pada praktek pembelajaran yang mereka laksanakan. Mereka

memiliki masalah dan merasa bertanggungjawab untuk memecahkan masalah

tersebut melalui kerjasama tim dengan menjalankan proses siklus sebagai berikut :

(1) Perencanaan, (2) Melaksanakan tindakan, (3) observasi, (4) Refleksi. Keempat

tahapan tersebut merupakan tahapan pokok dalam penelitian tindakan ini (Zuber

dan Skerrit, 1996:2).

Alasan penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kolaboratif

dikarenakan adanya permasalahan-permasalahan yang belum terpecahkan dalam

pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif. Pembelajaran seharusnya dapat

mendorong semua siswa berpartisipasi secara aktif dalam belajar di kelas

termasuk anak berkebutuhan khusus. Selama ini sering kali, anak berkebutuhan

khusus hanya datang ke kelas tanpa ikut berpartisipasi aktif dan guru lebih

menyerahkan tanggung jawab dalam mengajar anak berkebutuhan khusus kepada

guru khusus. Sehingga terkesan anak berkebutuhan khusus tidak menjadi bagian

dari kelas itu sendiri. Dengan melakukan penelitian tindakan ini diharapkan, dapat

memberikan kesempatan kepada guru atau pendidik dalam merefleksi apa yang

sudah dilakukan. Saling bekerjasama menjadi satu tim untuk bisa memecahkan

permasalahan terhadap realita di lapangan sehingga penelitian tindakan ini akan

mengubah dan mengevaluasi cara lama menjadi lebih baik dan ideal. Penelitian

tindakan ini juga seringkali diartikan sebagai pengembangan staff, untuk

mengembangkan dan meningkatkan guru mejadi guru yang profesional dan juga

(22)

B. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menerapkan model pengajaran berdiferensi yang telah ada

untuk mengakomodasi beberagaman siswa di kelas di lihat dari tingkat kesiapan,

ketertarikan dan gaya belajar siswa di kelas sehingga akan diketahui dampak

secara langsung terhadap pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi

murid di kelas. Adapun proses pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahapan

besar, yaitu (1) Tahap studi pendahuluan. Dalam tahap ini ditujukan untuk

mengetahui kondisi atau gambaran nyata di lapangan (sekolah) penyelenggara

inklusif serta mengetahui dampak positif dan negatif dalam proses pembelajaran

yang selama ini dilakukan oleh guru, melakukan asesmen terhadap siswa di kelas

3 mengenai tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar, kemudian

merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan temuan tersebut. (2)

Tahap pelaksanaan Model Pengajaran berdiferensiasi yang akan mengetahui

dampaknya terhadap peningkatan pemahaman, motivasi belajar dan interaksi

siswa di kelas. Pada tahap ini akan dilalui melalui beberapa siklus sampai

benar-benar ditemukan cara yang ideal dalam mengakomodasi keberagaman siswa dan

dampaknya terhadap pemahaman, motivasi dan interaksi siswa tersebut. Setiap

siklus akan melalui beberapa tahapan-tahapan sesuai dengan tahapan penelitian

tindakan dengan memulai (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan dan (4)

refleksi. Lebih jelasnya prosedur penelitian yang akan dilakukan dijelaskan pada

(23)

ida

Bagan 3.1

Prosedur Penelitian

Tahap 1

Study pendahuluan dengan menggambarkan proses pembelajaran di kelas

 Kondisi Awal pelaksanaan inklusif (Melakukan pengukuran indeks pelaksanaan inklusif)  Melihat kondisi anak

melalui asesmen  Merencanakan

Tahap 2

Siklus 1

Siklus 2

rancangan awal DI

Menganalisa kurikulum dari data yang didapat

Pelaksanaan Tahap 1 Pelaksanaan Tahap 2 Pelaksanaan Tahap 3 Pelaksanaan Perencanaan 1

Memonitor Pelaksanaan Perencanaan 1 dan Dampaknya (observasi Dampak, mengecek semua data dan instrument yang dibuat)

Menjelaskan adanya kemungkinan penyesuaian terhadap pelaksanaan dan model pembelajaran berdiferensiasi

Membuat perencanaan baru

Pelaksanaan Tahap 1 Pelaksanaan Tahap 2 Pelaksanaan Tahap 3 Pelaksanaan Perencanaan 2

Memonitor Pelaksanaan Perencanaan 2 dan Dampaknya (observasi Dampak)

Menjelaskan adanya kemungkinan kegagalan terhadap pelaksanaan dan dampaknya (2)

Menemukan Rancangan Model yang bisa mengakomodasi keberagaman dan diketahui dampaknya

(24)

Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa dari bagan tersebut di atas,

pertama-tama peneliti akan melakukan study pendahuluan dengan mengeksplorasi

mengenai pembelajaran di kelas dan gambaran siswa di kelas, sehingga akan

didapatkan informasi hal positif dan negative dari siswa terhadap hasil penerapan

dari proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru sebelumnya.

Kemudian dari gambaran nyata tersebut, peneliti akan mengidentifikasi area focus

dari penelitian yang akan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data melalui

observasi langsung, dari dokumen-dokumen sekolah dan juga wawancara. Data

yang di dapat kemudian akan dianalisis dan dinterpretasikan dengan menjelaskan

dan mendeskripsikan data tersebut. Kemudian peneliti merancang tahap ke-2

dengan memulai perencanaan penerapan model pembelajaran diferensiasi yang

akan diterapkan pada kelas tersebut,Tindakan, Pengamatan sampai refleksi yang

terangkum pada satu siklus penelitian. Untuk menjelaskan lebih detail mengenai

proses setiap siklus akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan rencana tindakan yang akan dilakukan, mulai dari

bagaimana cara mencari data keberagaman murid di kelas dengan

membuat dan menyiapkan instrument soal/wawancara dan juga

menyiapkan instrument dalam tahap pengamatan nantinya. Selain itu pada

tahap ini juga akan menjelaskan mengenai apa saja sarana dan prasaran

yang diperlukan dalam proses tindakan nanti, setting ruangan yang akan

mendukung pelaksanaan pengajaran diferensiasi ini. Persiapan tersebut

antara lain :

1) Peneliti akan melakukan diskusi bersama dengan guru kelas untuk

menjelaskan permasalahan yang didapatkan selama observasi

dalam studi pendahuluan, kemudian akan merumuskannya menjadi

fokus penelitian dan mendiskusikan rencana selanjutnya.

2) Memberikan pengarahan dan penjelasan kepada guru mengenai

model pengajaran diferensiasi yang akan diterapkan pada salah

(25)

3) Menyiapkan lembar instrument dalam mengidentifikasi

keberagaman siswa dilihat dari kesipan, ketertarikan dan gaya

belajar siswa.

4) Mengidentifikasi setiap karakteristik siswa (level kesiapan,

ketertarikan dan gaya belajar) dengan melakukan asesmen dan

wawancara kepada murid (bagi murid yang belum bisa membaca

dan mengisi instrument)

5) Menyiapkan standart kurikulum dan melakukan modifikasi sesuai

dengan kemampuan siswa berdasarkan hasil asesmen, sekaligus

merencanakan dan menentukan masing-masing konten (isi), proses

pengajaran dan bagaimana penilaiannya dari masing-masing anak.

6) Menyusun program individual berdasarkan dari asesmen dengan

memodifikasi kurikulum.

7) Merencanakan metode dan teknik pengajaran dengan menyiapkan

beberapa aktivitas yang akan dilakukan dan melampirkannya pada

program individual sekaligus melengkapi lembar kerja siswa dan

memasukkannya ke dalam satu file.

8) Menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam

proses pengajaran nanti.

9) Merencanakan setting ruangan kelas dalam proses pembelajaran

nanti.

10) Menyiapkan instrument observasi dan juga penilaian berdasarkan

pemahaman, motivasi belajar dan interaksi siswa.

b. Tindakan/Pelaksanaan

Pada tahap ini, pelaksanaan tindakan yang dilakukan langsung oleh

peneliti dan guru yang merupakan implementasi dari pengajaran

diferensiasi menurut perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Adapun

tindakan yang dilakukan antara lain :

1) Menyiapkan dan mengatur setting kelas, posisi tempat duduk

siswa, sarana prasarana yang diperlukan.

(26)

3) Melakukan pengamatan atau observasi dengan mengamati tingkah

laku siswa, respon siswa pada saat pembelajaran dengan

melakukan pencatatan singkat.

c. Pengamatan

Pengamatan akan dilakukan secara langsung maupun berdasarkan hasil

dokumentasi yang telah didapatkan pada saat proses pelaksanaan. Peneliti

dan juga guru akan mengamati bersama-sama proses pelaksanaan dan

akan mengadakan diskusi serta mengamati perubahan-perubahan yang

terjadi setelah mempraktekkan pembelajaran berdiferensiasi tersebut.

d. Refleksi

Tahap selanjutnya adalah refleksi dan membuat evaluasi dari proses

pelaksanaan tersebut. Sehingga akan ditemukan beberapa hal yang

mungkin membutuhkan perbaikan dan terlihat dampak dari pelaksanaan

yang telah dilakukan untuk merancang perencanaan selanjutnya. Pada

tahap ini, peneliti akan melakukan beberapa proses, antara lain :

1) Analisis Data

Dari rekaman yang telah dibuat, maka perlu diputar kembali video

tersebut, sekaligus melakukan diskusi dengan teman sejawat

mengenai hasil yang didapat. Diskusi bisa berupa kesuksesan,

kegagalan maupun hambatan yang dialami selama proses

pelaksanaan tersebut.

2) Memilih Data

Hasil data yang diperoleh akan dipilah-pilah mana data yang

berhubungan dengan penelitian dan mana yang kurang

berhubungan sehingga akan benar-benar dibutuhkan dan dapat

dijadikan acuab dalam penyusunan laporan penelitian nantinya.

Data yang mungkin kurang berhubungan akan tetap disimpan, jika

sewaktu-waktu nantinya data tersebut digunakan kembali.

3) Menyusun langkah-langkah Perbaikan

Dari pemilihan data akan terlihat beberapa data mengenai

(27)

selanjutnya adalah menyusun kembali perencanaan untuk

memperbaiki pelaksanaan awal agar hasil yang lebih optimal lagi.

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

1. Subjek

Subjek penelitan sebagai fokus dalam penelitian ini adalah

guru kelas 3 dan peserta didik kelas 3 yang berjumlah 42 murid di

sekolah Inklusif Jakarta Timur.

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan dipilih dalam

menyelenggarakan penelitian ini adalah Sekolah Dasar di sekitar

kota Jakarta Timur, dengan pemilihan kelas yang di dalamnya

memiliki peserta didik berkebutuhan khusus maupun peserta didik

yang memiliki tingkat keberagaman yang berbeda-beda.

D. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model

pembelajaranberdiferensiasi dalam mengakomodasi perbedaan dan keberagaman

murid dalam tingkat kesiapan, ketertarikan (interest) serta gaya belajar siswa yang

terjadi di satu kelas serta dampaknya terhadap pemahaman siswa, motivasi

belajar, interaksi siswa serta pelaksanaan inklusifitas di kelas.

Tahap 1

Teknik pengumpulan data pada Tahap 1(study pendahuluan) adalah :

1. Observasi

Pada kegiatan ini dengan melakukan observasi di kelas, dengan melihat

bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, partisipasi dari

murid, observasi dokumen-dokumen kelas seperti hasil nilai anak, data

absensi dan dokumen-dokumen yang dibuat guru seperti RPP (rencana

(28)

dimasukkan ke dalam instrumen pelaksanaan pendidikan inklusif dan

kemudian akan diukur sejauh mana pelaksanaan inklusivitas di sekolah

tersebut.

Adapun instrument untuk mengukur pelaksanaan pembelajaran siswa di

kelas tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen pedoman observasi indeks inklusif dimensi

Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas

No. Indikator Dimensi Pelaksanaan

Ruang Lingkup Nomor Soal

1. Perencanaan pembelajaran

a. Guru

merencanakan pembelajaran b. Adanya material c. Pembelajaran

kelompok atau individual d. Berbagai metode e. Adanya alternatif

dalam belajar

1. a, b, c, d dan e

2. Pendukung Partisipasi Murid

a. Membangun partisipasi murid untuk saling berbagi b. Membangun

partisipasi menghubungkan pengalaman belajar c. Memberikan

kesempatan dengan berbagai cara

2. a, b, c, d dan e

3. Mengembangkan Pemahaman Murid

a. Kebebasan dalam eksplorasi

b. Alternatif cara dalam

mengembangankan pemahaman siswa c. Adanya pilihan

3. a, b, c, d dan e

4. Keterlibatan Siswa di kelas

a. Menjelaskan pembelajaran b. Saling hormat c. Mengembangkan

pemahaman

(29)

dengan berbagai cara

d. Menangkal komentar negatif 5. Kolaborasi Murid a. Murid terlibat

dalam membuat peraturan kelas b. Murid bertanggung

jawab dalam kelancaran belajar

5. a, b, c, d dan e

6. Dilakukan Asesmen untuk mendukung pencapaian siswa

a. Memunculkan minat belajar b. Guru menciptakan

rasa senang c. Melakukan

penilaian dengan berbagai cara

6. a, b, c, d dan e

7. Kedisiplinan kelas a. Tidak adanya hukuman b. Ketegasan dan

konsistensi

c. Keterlibatan murid dalam membuat peraturan kelas

7. a, b, c, d dan e

8. Perencanaan Program termasuk IEP bagi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)

a. Adanya kerjasama partner

b. Adanya kolaborasi c. Modifikasi

kurikulum dan mengajar

8. a, b, c, d dan e

9. Kolaborasi Partner atau guru

a. Adanya kerjasama dalam menyusun program belajar b. Pembagian tugas

yang adil

c. Memperlakukan murid dengan adil

9. a, b, c, d dan e

10. PR (pekerjaan rumah) mendukung belajar siswa

a. Tujuan pemberian PR jelas

b. Memberikan kesempatan untuk saling bekerjasama

10. a, b, c, d dan e

11. Belajar di luar kelas a. Adanya media alat peraga

b. Kesempatan untuk belajar keluar kelas

(30)

dengan berbagai cara

12. Melihat keberagaman sebagai kekuatan

a. Menghubungkan pengalaman belajar b. Adanya tutor teman

sebaya c. Pilihan tugas

12. a, b, c, d dan e

13. Penggunaan Sumber Daya yang ada

a. Kesempatan untuk berbagi

b. Mengundang staff sebagai pembicara c. Mendorong

kemandirian

13. a, b, c, d dan e

14. Pengembangan sumber, partisipasi guru dalam pembuatan program pembelajaran

a. Penggunaan fasilitas secara adil b. Meminimalkan

hambatan siswa c. Penggunaannya secara fleksibel

14. a, b, c, d dan e

15. Perbedaan diantara peserta didik digunakan sebagai sumber untuk mendukung kegiatan belajar dan berpartisipasi

a. Mengembangkan Sikap toleransi

15. a, b, c, d dan e

16. Sumber-sumber belajar diberikan secara adil (misal : menyadari sumber daya untuk Anak Berkebutuhan Khusus)

a. Penggunaan

sumber daya secara bijak

b. Penggunaan

sumber daya secara adil

c. Adanya

administrasi yang rutin

16. a, b, c, d dan e

Kriteria penilaian pada instrument tersebut di atas, adalah (a) jika

memperlihat pelaksanaan terjadi maka diberikan nilai 3, (b) jika

memperlihat pelaksanaan ragu-ragu maka diberikan nilai 2, (c) dan jika

memperlihatkan pelaksanaan tidak terjadi maka diberikan nilai 1.

(31)

Kisi-kisi dari kuesioner ini masih sama pada lembar observasi di atas.

Dengan membagikan lembar kuesioner mengenai pelaksanaan pendidikan

inklusif pada beberapa komponen internal sekolah. Kuesioner yang

diberikan ini akan menjadi data penguat dari hasil observasi serta

pengukuran pelaksanaan pendidikan inklusif di kelas.

3. Wawancara tidak terstruktur

Pertanyaan yang diberikan berupa point-point yang mendukung dalam

lembar observasi dan juga kuesioner. Adapun pertanyaan yang diberikan

adalah :

a. Persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar

b. Apa saja yang dilakukan guru untuk mengetahui kemampuan

masing-masing siswa

c. Upaya yang dilakukan guru untuk membantu anak-anak yang

berkesulitan bisa belajar

d. Pendekatan atau metode belajar seperti apa yang dirasa efektif dan

bisa menjangkau semua murid

e. Strategi apa yang dilakukan guru dalam memenuhi kebaragaman

siswa

Tahap 2

Pada tahap kedua peneliti melakukan asesmen dengan membuat

instrument asesmen dari tingkat kemampuan siswa (kesiapan), ketertarikan

dan gaya belajar. Selain itu pada proses pelaksanaan, peneliti

menggunakan instrument penilaian tingkat pemahaman, motivasi dan

interaksi sambil melakukan observasi, dengan melakukan pengisian

lembar observasi dengan point-point indikator sebagai acuan penilaian

serta patokan refleksi pada siklus 1, siklus 2 dan siklus 3.Pengumpulan

data pada tahap ke-2, peneliti juga melakukan perekaman video, berupa

data proses dari siklus-siklus yang dilakukan yang akan menjadi bahan

(32)

Adapun instrumen kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar siswa tersebut

antara lain :

[image:32.595.161.516.208.366.2]

a. Instrumen mengetahui tingkat kesiapan siswa

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen mengetahui Tingkat Kesiapan Siswa

No Indikator Ruang Lingkup Nomor Soal

1. Tingkat kemampuan

berpikir/pemahaman

a. Menggali

Pengalaman

belajar siswa

b. Pemahaman

Membaca

1

1,2,3,4,5

2. Kemampuan menulis Menulis 1,2,3,4,5

[image:32.595.163.517.432.647.2]

b. Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa

No. Indikator Ruang Lingkup No. Soal

1. Mengetahui ketertarikan

dalam belajar topik

Topik yang

menjadi

ketertarikan

dalam belajar

1

2. Mengetahui ketertarikan

dalam mengerjakan tugas

Area

Ketertarikan

siswa (dalam

bidang seni, olah

raga, bahasa)

2

c. Intrumen mengetahui “Learning profile” siswa

Profil belajar merupakan cara dimana seseorang atau murid bisa be;ajr

dengan baik dan efektif. Profil belajar dikategorikan menjadi 2 yaitu

(33)

individu tersebut. Adapun instrumen masing-masing dari setiap

kategori adalah sebagai berikut :

1) Instrumen Gaya Belajar yang dipengaruhi oleh lingkungan,

emosi, interaksi dan kebutuhan fisik seperti nyala lampu,

[image:33.595.109.518.249.542.2]

temperatur, bergerak atau diam.

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Gaya Belajar

2) Instrumen Berdasarkan Kecerdasan Majemuk

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Majemuk

No. Indikator Ruang Lingkup No Soal

1. Lingkungan 1) Lingkungan yang

tenang

2) Lingkungan yang

berisik

1

2

2. Ketekunan a. Pekerja keras

b. fleksibel

c. Mudah Menyerah

3, 5, 6, 7,

4, 9

8

3. Tipe Belajar a. Individual

b. Kelompok

c. Bergerak

d. Diam

11

12

15

16

No. Indikator Ruang Lingkup No Soal

1. Musik a. Bernyanyi

[image:33.595.106.519.682.748.2]
(34)
[image:34.595.107.516.110.615.2]

d. Instrumen mengetahui tingkat pemahaman siswa

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Tingkat Pemahaman Siswa

No. Indikator

Tingkat

pemahaman

Ruang Lingkup No Soal

c. Bermain

instrumen

2. Kinestetik a. Kerajinan tangan

b. olah raga

c. drama

2

3. Linguistik a. Berbicara

b. Membaca

c. Menulis

3

4. Logical matematika a. Berhitung

b. Memecahkan

masalah

c. Taktik dan

Strategi

d. Investigasi

4

5. Visual Spatial a. Membuat Peta

b. Craft

c. Desain

5

6. Interpersonal a. Empati

b. Kepemimpinan

c. Mechanical

6

7. Intrapersonal a. Berpendapat

b. Manajemen Diri 7

8. Naturalis a. Binatang

b. Tumbuhan

(35)

kognitif

1. Pengetahuan a. Menyebutkan

b. Membuat daftar

c. Mendefinisikan

d. Melabel

1

2. Pemahaman a. Menjelaskan

b. Membandingkan

c. Menyimpulkan

2

3. Aplikasi a. Mengilustrasikan

b. Mengaplikasikan

c. Diagram

3

4. Analisis a. Menganalisa

b. Mengkategorisasikan

c. Memecahkan Masalah 4

5. Evaluasi a. Menilai

b. Merekomendasikan

c. Memprediksi

5

6. Syntesis a. Menciptakan

b. Mengubah

6

[image:35.595.161.517.109.514.2]

e. Instrumen mengukur motivasi belajar siswa

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Mengukur Motivasi Belajar Siswa

No. Indikator Ruang Lingkup No. Soal

1. Ketahanan Mengerjakan

Tugas

a. Dalam waktu

yang lama

1

b. Berusaha

mencari tahu 3

2. Usaha a. Tidak mudah

menyerah

3

(36)

3. Pencapaian a. Konsisten 1,2,3,4

b. Tepat waktu 4

[image:36.595.162.518.267.420.2]

f. Instrumen mengetahui Partisipasi dan interaksi siswa di kelas

Tabel 3.8 Kisi-Kisi Instrumen Mengetahui Partisipasi dan

Interaksi Siswa

No. Indikator Ruang

Lingkup

No. Soal

1. Keterlibatan Mental/Kognitif 1, 2, 3, 4, 5

Fisik 6,7

2. Kooperatif Mengikuti

aturan

1, 2, 3, 4, 5, 7

Menghargai 6

g. Kisi-Kisi pengukuran indeks pelaksanaan inklusivitas di kelas

Dalam kisi-kisi indeks pelaksanaan inklusi sama dengan tahap 1 (tabel

3.1)

E. Teknik Analisis data

Sesuai dengan tabel yang telah digambarkan tersebut di atas, pada tahap 1

dengan mengumpulkan data kualitatif dengan melakukan observasi langsung di

dalam kelas dan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan juga

guru khusus, untuk mendapatkan gambaran nyata proses pembelajaran di kelas

inklusi. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam tahap 1 adalah analisis

deskriptif karena memaparkan fenomena-fenomena yang terjadi. Adapun hasil

dari analisis data pada tahap 1 ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam

merumuskan area yang menjadi fokuslangkah-langkah penerapan model

pembelajaran diferensiasi di sekolah inklusi Jakarta Timur. Pada tahap ke-2

(37)

kemudian melakukan diskusi dengan rekan sejawat yang melakukan kolaborasi

terhadap hasil yang di dapat dari setiap siklus yang telah dilakukan. Diskusi

meliputi hal-hal yang menunjukkan keberhasilan, hambatan dan atau mungkin

kegagalan yang dijumpai setiap siklusnya dengan mengisi angket sikap motivasi,

pemahaman siswa serta interaksi siswa di kelas. Dari hasil diskusi tersebut, maka

akan menjadi panduan dalam merencanakan tahapan perencanaan terhadap apa

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bagian bab ini akan menjelaskan mengenai (1) Kesimpulan hasil

penelitian,(2) Rekomendasi penelitian. Masing-masing pembahasan tersebut akan

diuraikan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan berfokus dari tujuan

penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :

1. Kondisi Awal Pembelajaran

Proses pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Dasar

Negeri Penyelenggara Inklusi X Jakarta Timur masih melakukan

penerapan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Semua

siswa belum diberikan kesempatan untuk ikut aktif dalam proses

pembelajaran. Partisipasi siswa sangat tidak terlihat. Murid-murid

lebih sering duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Begitupula

dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di dalam kelas

tersebut, lebih sering duduk pasif tanpa mengerjakan suatu tugas

apapun. Gurupun menganggap bahwa model pembelajaran yang

berpusat pada guru ini sangat cocok diterapkan di kelas,

dikarenakan bisa lebih mengontrol semua anak dan kelaspun tidak

menjadi ribut atau berantakan.

Dari hasil kondisi awal pembelajaran di kelas inklusif

tersebut sama sekali belum mencerminkan pelaksanaan inklusifitas

yang diharapkan. Di dalam kelas belum terlihat adanya partisipasi

siswa, kerjasama, saling membantu serta saling menghargai satu

sama lainnya. Dengan menerapkan model differentiated instruction

ini, terlihat adanya aktivitas kelas yang inklusif dimana

memperlihatkan adanya partisipasi, kerjasama antar siswa satu

(39)

dengan memberikan kegiatan yang menarik bagi siswa dan juga

adanya peningkatan pemahaman siswa dalam memahami materi

yang diberikan.

Dalam penelitian ini, dapat membuktikan bahwa dengan

menerapkan model differentiated instruction, pelaksanaan

pembelajaran di kelas inklusif menjadi efektif dengan

memperlihatkan peningkatan tingkat inklusifitas dari sebelumnya

21,4 menjadi 45,48 dari skor ideal 48.Selain itu juga adanya

peningkatan dari partisipasi siswa di kelas, motivasi belajar dan

tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

2. Kondisi Keberagaman siswa

Berdasarkan dari studi pendahuluan, bahwa siswa-siswa di

kelas III Sekolah X Jakarta Timur yang berjumlah 42 siswa

memiliki keberagaman yang berbeda-beda, termasuk adanya dua

siswa yang berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan fisik dan

juga intelektual. Dilihat dari Kemampuan akademik dari murid di

kelas 3 juga cukup beragam. Mayoritas semua murid selain siswa

berkebutuhan khusus memiliki kemampuan rata-rata. Satu anak

berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan visual juga

memiliki kemampuan rata-rata, anak tersebut sudah bisa membaca

dan menulis, hanya memerlukan jarak pandang yang dekat dalam

membaca.

Pada penelitian awal telah dilakukan asesmen pada ketiga

area yaitu 1) Readiness (kesiapan) 2)Ketertarikan dan 3) Profile

belajardengan memberikan kuesioner kepada semua siswa. Dari

data yang di dapat bahwa tingkat kesiapan siswa sangat beragam,

ada satu anak yang memang termasuk anak berkebutuhan khusus

yang memiliki kemampuan pemahaman yang sangat jauh dari

teman-temannya di kelas, serta ada 11 murid yang masuk ke dalam

tingkat frustasi, di mana siswa-siswa tersebut kesulitan dalam

(40)

pengetahuan yang belum mereka dapat sebelumnya. Sedangkan

ada 26 murid yang masih memerlukan bimbingan dalam

mempelajari topik dan ada 2 siswa yang masuk ke dalam tingkat

independent, yang berarti bahwa kedua siswa tersebut sudah

memiliki pengetahuan sebelumnya.

Selain kesiapan yang beragam, cara belajar atau gaya

belajar serta ketertarikan dari semua siswa di kelas 3 tersebut juga

bermacam-macam. Ketertarikan siswa mayoritas senang dengan

kegiatan yang berhubungan dengan menggambar, bernyanyi serta

membuat puisi. Sedangkan cara bagaimana mereka belajar

sebagian besar siswa kelas 3 SDN X Jakarta Timur memiliki

kecerdasan linguistik, di mana siswa-siswa tersbut senang dengan

kegiatan membaca, menulis, berbicara dan lain-lain.

Keberagaman tersebut bisa diakomodasi dengan

menerapkan model differentiated instruction ini. Dimana guru

mendesain aktivitas pembelajaran dengan membentuk

kelompok-kelompok yang beragam dan memunculkan kegiatan saling

bekerjasama antar teman yang satu dengan teman yang lainnya,

sedangkan guru bisa fokus pada murid lain yang membutuhkan

bantuan. Sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi

efektif.

3. Model differentiated instruction dan Dampaknya terhadap

Inklusifitas Khususnya Pada Partisipasi, Motivasi dan Pemahaman

Siswa

Penerapan model ini berawal dengan melakukan asesmen

pada ketiga area yang telah disebutkan, sehingga akan didapatkan

hasil informasi dari setiap siswa untuk merancang proses

pembelajaran di kelas, dari mulai konten yang akan disampaikan,

cara menyampaikannya (proses pembalajarannya) apakah melalui

kelompok besar, kelompok kecil atau secara individual. Selain itu

(41)

penilaian terhadap masing-masing siswa berdasarkan dari ketiga

aspek tersebut, yaitu pada kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar.

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa dengan menerapkan model differentiated instruction, telihat

adanya peningkatan pada partisipasi siswa, di mana siswa saling

berkolaborasi, kerjasama, saling membantu dan juga menghargai.

Motivasi siswa dalam belajar juga sangat tinggi, terlihat dari hasil

tugas yang mereka kerjakan dengan baik dan bersemangat untuk

mengerjakannya. Pemahaman siswa yang tadinya belum

memahami materi yang diajarkan, dengan saling berkolaborasi,

bekerjasama dengan teman akhirnya memiliki pemahaman yang

lebih bagus. Begitupula pada anak berkebutuhan khusus yang

tadinya hanya diam, akhirnya dengan mengikuti differentiated

instruction, siswa tersebut bisa ikut berpartisipasi dengan bantuan

teman-temannya yang lain serta memiliki pemahaman sesuai

dengan tingkat kesiapannya.

Suasana kelas menjadi saling berpartisipasi dan

bekerjasama yang memperlihatkan suasana inklusifitas yang

diharapkan. Tingkat inklusifitas pada dimensi pelaksanaan dilihat

dari awal penelitian sampai dengan pelaksanaan putaran kedua

mengalami peningkatan yang cukup bagus. Mulai dari indeks

inklusif 21,4 sampai pada pelaksanaan akhir terlihat 45,48. Di

mana pada penelitian ini indeks inklusif ideal mencapai skor 48.

Semakin mendekati nilai skor tertinggi tersebut, maka proses

pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif semakin baik dan ideal.

B. Rekomendasi penelitian

Rekomendasi dari hasil penelitian ini disampaikan kepada Guru, Sekolah

& Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan.

1. Guru

Diharapkan guru bisa melaksanakan dan menerapkan model

(42)

mengajar dengan menerapkan pola yang lama, sehingga bisa

memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses belajar

mengajar di kelas serta memunculkan sikap saling kerjasama,

berpartisipasi dan saling menghargai.Secara tidak langsung akan

membentuk karakter siswa-siswanya untuk menjadi pribadi yang

saling menghargai, menghormati dan bekerjasama. Pengaturan

kelas bisa dibuat kelompok-kelompok kecil sehingga terbentuk

kerjasama dan partisipasi dari semua siswa di kelas. Dari

kerjasama tersebut akan terbentuk tutor teman sebaya yang akan

membantu murid yang belum menguasai materi menjadi lebih

memahami, sekaligus bagi teman yang memberikan pengarahan

akan lebih memahami apa yang sudah ia pahami. Hal ini sesuai

dengan pernyataan bahwa belajar melalui proses interaksi antara

guru dan teman sebaya (Arends, 2008:47).

2. Sekolah &Kepala Sekolah

Inti dari pendidikan inklusif adalah adanya partisipasi semua murid

untuk saling belajar bersama di dalam setting kelas yang sama,

memberikan kesempatan yang sama untuk dapat belajar dan

berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dari temuan

penelitian bahwa dengan menerapkan model differentiated

instruction, maka semua anak bisa berpartisipasi aktif, berinteraksi

dan meningkatkan pemahaman dari pengetahuan masing-masing

murid. Oleh karena itu, pimpinan sekolah dan pihak sekolah perlu

mensosialisasikan, mempublikasikan penerapan model

differentiated instruction ini di kelas sebagai salah satu cara

pelaksanaan pembelajaran yang ideal di kelas, sehingga akan terus

terbina dan tercapai apa yang menjadi tujuan pendidikan. Salah

satunya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bersifat

berkesinambungan dan terus menerus, sehingga meningkatkan

(43)

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bermutu dan

berkualitas.

3. Dinas Pendidikan

Model pembelajaran differentiated instruction ini bisa dijadikan

alternatif pilihan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru

bisa secara mandiri melaksanakan dan mengakomodasi kebutuhan

siswa di kelas, mengingat belum semua sekolah yang memiliki

guru khusus dalam membantu mengakomodasi siswa berkebutuhan

khusus. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pendidikan bisa

mensosialisasikan model penerapan differentiated instruction ini

bagi semua sekolah, untuk mempersiapkan pada tahun 2015 bahwa

semua sekolah adalah penyelenggara inklusif.

4. Bagi Peneliti

Kekurangan pada penelitian ini adalah belum dilakukannya cara

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen pedoman observasi indeks inklusif dimensi
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Majemuk
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Tingkat Pemahaman Siswa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN.. Pendekatan dan Desain

menyatakan tidak setuju jika pada saat Bengkel Mobil Toyota (Tunas Toyota) Gatot Subroto-Bandung berjanji akan menyelesaikan perbaikan mobil pelanggan sesuai dengan waktu yang

Dilakukan dengan mengidentifikasi biaya tetap dan biaya variabel serta di plot dalam grafik untuk setiap lokasi, sehingga dapat ditentukan alternatif mana yang

Kepala Kantor Inspeksi Agraria/Kepala Dinas Agraria Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengadakan pencabutan surat-surat Keputusan Pemberian hak milik dalam rangka redistribusi

Demikian seluruh rangkaian informasi yang terangkai dalam Fokus Hari Ini/ di kesempatan Selasa, 19 januari 2010// Atas nama Tim Kamar Berita yang bertugas saya ….../ mengucapkan

Para peternak tidak memiliki catatan penerimaan dan pengeluaran (arus kas usaha), tidak melakukan perhitungan laba rugi usaha, tidak melakukan perhitungan tingkat

Pemanfaatan air sumur yang tidak baik memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya penyakit, seperti pada penelitian Simanullang (2015) terdapat

Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi,