• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFESIENSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFESIENSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Tindakan efisiensi usaha peternakan sapi pe-rah di Indonesia semakin terasa penting terutama dalam menyongsong era perdagangan bebas yang diberlakukan setelah tahun 2003 . Dalam perda-gangan bebas nantinya bukan hanya kualitas pro-duk yang penting untuk diperhatikan, tetapi juga harga yang harus mampu bersaing terhadap pro-duk komoditas sejenis .

Susu sebagai produk utama dari usaha peter-nakan sapi perah, merupakan salah satu komodi-tas yang mempunyai peluang besar untuk di pasarkan di pasar bebas atau pasar global . Pangsa pasar dalam negeri untuk susu masih besar dan hal ini pula yang menyebabkan banyaknya susu yang masuk dari luar negeri. Selama periode tahun 1989 - 1993 misalnya, kemampuan produksi susu dalam negeri untuk memenuhi permintaan kon-sumen susu baru mencapai rata-rata 44,1 %/tahun (DIT JEN NAK, 1994) . Oleh karena itu lebih dari separuh dari susu yang dipasarkan di dalam negeri merupakan produk dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia clan Selandia Baru .

Dilihat dari segi harga, kenyataan selama ini menunjukkan belum mampunya produksi susu dalam negeri bersaing dengan produksi susu im por. Menjelang akhir tahun 1989, harga susu im-por berkisar antara Rp. 139,40 - Rp. 370,60/kg dan harga susu produksi dalam negeri sudah men-capai Rp . 386,60 - Rp . 555,70/kg (DIT JEN NAK, 1989) . Masih terserapnya produksi susu dalam negeri di pasaran clan sebagian besar oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) kerana adanya Surat Kepu-tusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1983 . Surat keputusan tersebut mengharuskan IPS untuk menampung susu produksi dalam negeri disam-ping susu impor. Akan tetapi dengan pember-lakuan perdagangan bebas nantinya, surat kepu-tusan itu tidak akan berlaku lagi atau minimal harus diperlonggar dalam pemasukan susu produk dari luar negeri . Oleh karena itu setiap peternak sapi perah, harus mampu bersaing di pasar bebas, sedangkan peternak sapi perah yang tidak mampu bersaing di pasar bebas akan mengalami

PENDAHULUAN

SORT BASYA SIREGAR

Balai Penelitian Teinak P.O. Box 221, Bogor 16002

kehancuran atau setidak-tidaknya tidak akan me-ngalami perkembangan .

BEBERAPA TINDAKAN EFISIENSI YANG PENTING UNTUK DILAKUKAN

Untuk meningkatkan daya saing produksi susu dalam negeri di era pasar bebas nantinya, tindakan efisiensi merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi . Tindakan efisiensi yang pen-ting untuk dilakukan tidak hanya mengacu pada biaya produksi yang serendah mungkin dengan kualitas produksi yang prima, tetapi juga tindakan yang mampu mendcngkrak pendapatan . Keselu-ruhan tindakan efisiensi yang akan dilakukan ber-muara kepada kualitas dan harga produksi susu yang mampu bersaing di pasar bebas. Tindakan-tindakan efesiensi yang penting untuk dilakukan oleh para peternak sapi perah dalam mengelola usahanya, diantaranya ;

1 . Efisiensi biaya produksi

Biaya produksi dalam usaha peternakan sapi perah terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel . Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan tanah, bangunan kandang, ka-mar atau ruangan susu, dan peralatan. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pakan, tenaga kerja, obat-obatan, vaksinasi, clan lain-lainnya berupa pelicin ambing waktu me-merah, penerangan/listrik dan sumbangan atau-pun iuran. Di antara biaya produksi itu, biaya pakan clan upah tenaga kerja merupakan pem-biayaan yang terbesar . Biaya pakan dapat menca-pai 2/3, upah tenaga kerja 1/5 dan biaya-biaya lainnya hanya 1 /10 dari keseluruhan biaya variabel (MORRISON, 1959) . Sedangkan biaya tetap ber-dasarkan penelitian yang dilakukan di D.I . Yogyakarta hanya berkisar 21,3-29,6%, dari ke-seluruhan biaya produksi (KUSNADI et al., 1983) . Oleh karena itu tindakan efisiensi yang paling tepat dilakukan adalah pada biaya variabel dan terutama pada pakan, dan tenaga kerja . Disamping mem-berikan peluang yang lebih besar, tin'dakan efisiensi terhadap pakan clan tenaga kerja akan

(2)

memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan terhadap biaya produksi lainnya .

1 .1 . Efisiensi pakan

Tindakan efisiensi terhadap pakan dimaksud-kan untuk mencapai biaya padimaksud-kan yang serendah mungkin, tanpa berakibat terhadap penurunan produksi susu . Tindakan efisiensi terhadap pakan dapat dilakukan dengan berbagai cara, terutama hal sebagai berikut:

a . Pemberian jumlah pakan yang sesuai dengan kebutuhan tiap sapi perah yang dipelihara b. Menggunakan bahan pakan yang kanclungan

zat gizinya tinggi, namun dengan harga yang relatif murah

c. Mengurangi jumlah pemeliharaan sapi perah yang belum produktif apabila memungkinkan, tanpa mengganggu rencana peremajaan sapi-sapi perah induk yang ticlak ekonomis lagi un-tuk dipelihara terus . Pengurangan sapi tersebut akan mengurangi jumlah pemberian pakan, se-hingga biaya pakan akan berkurang .

1 .2 . Efisiensi tenaga kerja

Dalam mencapai efisiensi tenaga kerja bukan saja jumlah tenaga kerja yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, tetapi juga hal-hal lain yang menclorong agar tenaga kerja dapat bekerja secara efisien . Bentuk clan tipe kandang misalnya akan sangat mempengaruhi efisiensi tenaga kerja . Menurut SIREGAR (1993), ternyata waktu yang

dibutuhkan dalam pemeliharaan sapi perah sekitar 60% berada di belakang sapi perah, 15% berada di bagian depan sapi perah clan 25% lagi berada di bagian lain termasuk dikamar susu . Dengan demikian waktu yang paling lama dalam pemeli-haraan sapi perah adalah di bagian belakang sapi perah . Oleh karena itu bentuk kandang konven-sional dengan tipe dua baris saling bertolak be-lakang merupakan kandang yang paling efisien dalam penggunaan tenaga kerja.

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah sangat tergantung pada jumlah sapi perah yang dipelihara . Ber dasarkan penelitian yang dilakukan di daerah Jawa Barat ternyata, bahwa jumlah alokasi waktu yang dibutuhkan dalam pemeliharaan sapi perah di daerah Bogor adalah 8,3 jam dengan jumlah pe-meliharaan sapi perah 5,2 ekor, clan di daerah Garut adalah 8,2 jam dengan jumlah sapi perah yang dipelihara 4,5 ekor (PUSLITBANGNAK, 1993)

Dengan demikian apabila satu orang tenaga kerja ditetapkan bekerja 8 jam sehari, maka untuk

WARTAZOA Vol. 5 No. 1 Th. 1996

5 ekor sapi perah dewasa cukup ditangani oleh satu orang tenaga kerja .

Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam mencapai efisiensi tenaga kerja adalah keteram-pilan . Diupayakan agar tenaga yang clipekerjakan dalam usaha peternakan sapi perah suclah mem-punyai keterampilan yang memadai dalam mengu-rus sapi perah.

2. Memelihara sapi perah induk dengan

kemampuan berproduksi susu yang ekonomis Pada umumnya para peternak sapi perah ticlak hanya memelihara sapi perah induk tetapi juga sapi perah lainnya yang ticlak atau belum produktif . Sapi-sapi yang ticlak atau belum produktif yang disebut sapi non produktif, terdiri dari anak, dara, jantan clan induk yang berada dalam kering kan-clang . Biaya pemeliharaan sapi perah non produk-tif ini clibebankan sepenuhnya kepada sapi perah induk produktif atau sapi perah induk yang seclang berproduksi susu . Dengan demikian sapi perah induk produktif disamping harus membiayai diri-nya sendiri, harus mampu membiayai sapi-sapi perah lainnya yang non produktif . Oleh karena itu harus ada batas kemampuan berproduksi susu sapi perah induk produktif yang ekonomis untuk dipelihara terus . Penelitian yang telah dilakukan di daerah Pangalengan menunjukkan bahwa batas produksi susu rata-rata sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terus adalah di atas

1 1,4 liter/hari (SIREGAR, 1985) .

Sedangkan penelitian yang telah dilakukan di daerah Bogor, Lembang clan Garut menunjukkan, bahwa batas produksi susu rata-rata sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terus bertu-rut-turut diatas 9,5 liter/hari, 11,4 liter/hari, clan 10,5 liter/hari (SIREGAR, 1992) . Harga susu pada waktu itu adalah Rp. 475/liter di daerah Bogor, Rp. 375/liter di daerah Lembang, clan Rp. 350/liter di daerah Garut.

Batas produksi susu rata-rata sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terus adalah ber-beda dari waktu ke waktu atau antara satu daerah dengan daerah lainnya clan sangat tergantung pada harga susu penjualan peternak clan trarga sarana produksi . Batas produksi susu rata-rata sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara di daerah Bogor misalnya sebagaimana telah di-utarakan di atas adalah lebih rendah dibandingkan dengan di daerah Lembang maupun di daerah Garut sebagai akibat harga penjualan susu peter-nak yang lebih mahal di daerah Bogor diban-dingkan dengan di daerah Lembang maupun Garut .

(3)

Di daerah Bogor sendiri pada tahun 1994 terjadi kenaikan harga penjualan susu peternak dari Rp. 473/liter menjadi Rp . 560/liter clan biaya produksi susu dengan jumlah sapi perah yang dipelihara terdiri dari 1,9 ekor induk produktif (= 1,9 A.U) clan 1,6 A.U . sapi perah lainnya yang non produktif adalah Rp . 8 . 749,13/hari (SIREGAR,

1994) . Dengan demikian batas produksi susu rata-rata_:sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terus adalah Rp. 8 .749,13/560 x 1,9 x

1 liter = 8,2 liter/hari .

Batas produksi susu rata-rata sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara dapat dihitung dengan cara membagi besarnya biaya produksi dengan perkalian harga susu dengan jumlah sapi perah induk yang sedang berproduksi susu . Secara rumus sederhana dapat cligambarkan sebagai . berikut

Y X

A x B

Y = batas produksi susu rata-rata sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terus (I/hari)

X = besarnya biaya produksi (Rp ./hari) A = jumlah sapi perah induk yang sedang

berproduksi (ekor)

B = harga penjualan susu peternak (Rp./liter) Sapi perah induk yang mempunyai produksi susu rata-rata yang tidak ekonomis untuk dipeli-hara, sebaiknya segera dikeluarkan clan diganti dengan sapi perah induk dengan kemampuan ber-produksi susu yang lebih tinggi . Namun sebaiknya setiap tahun dilakukan seleksi terhadap sapi perah induk yang dipelihara . Dalam hal ini sapi perah induk yang produksi susu tinggi tetap diperta-hankan untuk dipelihara terus, sedangkan sapi perah induk yang produksinya rendah clan tidak ekonomis lagi untuk dipelihara harus segera di-keluarkan .

3 . Mengurangi jumlah pemeliharaan sapi perah Nnn produktif

Sebagaimana telah diutarakan,bahwa para peternak sapi perah umumnya tidak hanya me-melihara sapi perah induk, namun juga meme-melihara sejumlah sapi perah non produktif . Oleh karena biaya pemeliharaan sapi perah non produktif ini dibebankan kepada sapi perah induk produktif, maka harus ada batasan jumlah sapi perah non produktif yang dapat dipelihara agar tidak terlalu memberatkan sapi perah induk produktif. Shaw

yang disitasi oleh KUSNADI et al. (1983) meng-utarakan, bahwa perimbangan antara sapi perah induk produktif dengan sapi perah non produktif dalam suatu komposisi pemeliharaan sapi perah yang ekonomis adalah 1 : 0,40. Artinya satu ekor sapi perah induk produktif hanya akan mampu menanggung biaya pemeliharaan 0,40 A.U. (Ani-mal Unit) sapi perah non produktif . Satu sapi dewasa = 1 A.U., sapi perah muda = 0,60 A.U . clan anak sapi =0,25 A.U . (DINAS PETERNAKAN DATI I JAWA TIMUR, 1989) . Dengan demikian apa-bila dalam komposisi sapi perah yang dipelihara ternyata perimbangan antara sapi perah induk produktif dengan non produktif lebih besar dari 1 : 0,40 maka jumlah pemeliharaan sapi perah non produktif harus dikurangi supaya jangan terlalu memberatkan beban sapi-sapi perah produktif.

4. Menganwinkan sapi perah induk tepat waktu Sapi perah baru akan memproduksi susu kalau sudah beranak . Oleh karena itu agar setiap ekor sapi perah induk yang dipelihara dapat beranak setiap tahun atau selang beranaknya 365 hari . Sapi perah induk yang tidak dapat beranak sekali dalam setahun akan berakibat kepada pengurang-an pendapatpengurang-an . Penelitipengurang-an ypengurang-ang telah dilakukpengurang-an di Inggris menunjukkan, bahwa terjadi pengurangan pendapatan dari tiap ekor sapi perah induk sebesar 1 .20 poundsterling/hari atau sekitar Rp. 4 .289, 54/hari, apabila selang beranak sudah melampui 365 hari (BERRET clan LARKIN, 1974) . Sedangkan penelitian yang telah dilakukan di daerah Bogor clan Lembang menunjukkan adanya pengurangan pendapatan dari tiap ekor sapi perah induk mas-ingt#nasing Rp . 2.308,77/hari clan Rp . 3 .333, 92/hari sebagai akibat dari jarak beranak yang sudah melampui 365 hari (SIREGAR clan RAYS,

1992) . Selang beranak 365 hari merupakan jarak beranak yang optimal bagi sapi perah.

Selang beranak yang optimal bagi sapi perah induk akan dapat dicapai dengan mengawinkan tepat waktu tanpa menimbulkan efek yang negatif terhadap alat reproduksinya . Sesudah beranak sapi perah induk memerlukan waktu untuk memu-lai lagi suatu siklus normal untuk kebuntingan baru . Uterus harus kembali kepada ukuran clan posisi semula yang dikenal dengan istilah involusi. Waktu yang cliperlukan untuk involusi pada sapi perah berkisar antara 30-50 hari (TOELIHERE,

1981) . Namun demikian untuk pengamanan se-baiknya sapi perah induk mulai dikawinkan lagi sekitar 40-60 hari setelah beranak. BERRET clan

LARKIN (1974) menyatakan, bahwa sapi perah induk sudah harus bunting kembali 85 hari setelah beranak agar optimalisasi selang beranak dapat

(4)

tercapai . Siklus birahi sapi perah yang disitasi oleh SIREGAR (1993) rata-rata 21 hari . Apabila perka-winan sapi perah induk dilakukan dengan cara inseminasi buatan (IB) dengan ketentuan dua kali inseminasi baru bunting (S/C = 2), maka sapi perah induk sudah harus mulai dikawinkan atau diinseminasi 60 hari setelah beranak. Sapi perah induk yang sampai tiga kali inseminasi belum4uga bunting harus segera diperiksakan ke Dokter He-wan.

Oleh karena pentingnya selang beranak ini maka setiap peternak dan terutama insemina-tor dituntut pengetahuan tentang tanda-tanda birahi pada sapi perah agar tahu kapan saat yang tepat untuk mengawinkan ataupun menginsemi-nasi .

Lama birahi adalah sekitar 14 jam (TOELIHERE, 1981) . Menjelang berakhirnya birahi, lendir dari vulva akan mengental clan keruh yang akhirnya terhenti sama sekali . Kira-kira 10 jam setelah terhentinya tanda-tanda birahi tadi terjadilah ovu-Iasi . Perkawinan atau inseminasi yang paling tepat dilakukan adalah sekitar 9-24 jam setelah tanda-tanda birahi pertama terlihat .

5. Skala usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis

Skala usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis diartikan dengan jumlah sapi perah in-duk yang dipelihara oleh setiap peternak agar memperoleh keuntungan yang optimal . Penetan menunjukkan, bahwa semakin banyak jumlah sapi perah induk yang dipelihara akan semakin men-datangkan keuntungan yang semakin besar pula. Penelitian yang telah dilakukan di daerah Garut misalnya menunjukkan, bahwa semakin banyak jumlah sapi perah induk yang dipelihara akan men-datangkan kuntungan yang yang lebih besar (SIREGAR

et al.,

1993) . Analisis usaha sapi perah yang dilakukan di daerah Bogor tidak hanya me-nunjukkan keuntungan yang semakin besar de-ngan semakin bertambahnya jumlah pemeliharaan sapi perah induk, tetapi juga memberikan dampak yang semakin ekonomis . Besarnya keuntungan yang diperoleh para peternak yang memelihara rata-rata 17,0 ekor induk, 6,3 ekor incluk clan 2,3 ekor induk yang berproduksi susu atau laktasi masing-masing adalah Rp . 1 .607 .047,20; Rp. 369 .540,53 clan Rp. 60.577,45 per bulan (SIREGAR

et aL,

1994) . Sedangkan efisiensi ekono-misnya dengan pengertian jumlah keuntungan dibagi dengan jumlah biaya produksi, masing-ma-sing adalah 0,57 untuk pemeliharaan rata-rata 17,0 ekor induk laktasi, 0,63 untuk pemeliharaan rata-rata 6,3 ekor induk laktasi clan 0,35 untuk

WARTAZOA Vol. 5 No. 1 Th. 1996

pemeliharaan rata-rata 2,3 ekor induk laktasi (SIREGAR

et al.,

1994) . Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan, bahwa efisiensi ekono-mis dalam usaha pemeliharaan sapi perah baru akan dapat dicapai dengan pemeliharaan lebih dari 6 ekor sapi perah induk.

Sapi perah induk tidak sepanjang tahun ber-produksi susu, akan tetapi mempunyai masa ke-ring kandang selama 56-60 hari dalam setahun . Oleh karena itu apabila diinginkan jumlah sapi perah induk yang berproduksi susu sebanyak 6 ekor sepanjang tahun, maka jumlah sapi perah induk yang harus dipelihara adalah sebanyak seki-tar 8-9 ekor sepanjang tahun . Dalam hal ini jumlah sapi perah induk yang kering kandang sepanjang tahun adalah sekitar 2-3 ekor . Apabila dari jumlah 8 ekor induk yang dipelihara, ternyata yang ber-produksi susu kurang dari 6 ekor, maka usaha sapi perah itu tidak akan ekonomis lagi . Usaha sapi perah baru akan mencapai tingkat yang ekonomis apabila jumlah sapi perah induk laktasi mencapai sekitar 70-80% dari jumlah keseluruhan sapi perah induk yang dipelihara. Dengan demikian usaha pemeliharaan sapi perah baru efisien clan ekono-mis apabila jumlah sapi perah induk yang dipeli-hara 8 ekor dengan ketentuan kemampuan ber-produksi susu lebih dari 8,2 liter/hari .

Pada umumnya peternak sapi perah di Indo-nesia adalah peternak skala usaha kecil dengan jumlah pemeliharaan sapi perah induk berkisar antara 2-3 ekor (PUSLITBANGNAK, 1993)

Sudah barang tentu skala usaha yang demi-kian akan sulit untuk melakukan tindakan efisiensi maupun seleksi untuk mendapatkan sapi perah induk yang berproduksi susu. Dengan demikian adalah sulit untuk dapat bersaing nantinya dipasar bebas . Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk dapat bersaing bagi skala usaha yang kecil, harus diperbesar menjadi paling sedikit 8 ekor sapi perah induk. Pertambahan jumlah sapi perah induk yang belum mempunyai paling sedikit 8 ekor induk masih memungkinkan dengan bantuan kredit se-bagaimana yang telah dilakukan selama ini . Na-mun bagaimana pun peningkatan skala usaha tersebut harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya alam terutama potensi ketersediaan pakan.

Apabila peningkatan skala usaha sudah tidak memungkinkan lagi karena sudah terbatasnya sumber daya terutama pakan, maka sebaiknya peternak sapi perah dengan skala usaha kecil bergabung dalam wadah organisasi koperasi/KUD . Dalam hal ini koperasi/KUD harus mampu me-ngelola usaha sapi perah anggota-anggotanya dalam suatu bentuk yang ekonomis dengan mela-kukan berbagai tindakan efisiensi .

(5)

6 . Efisiensi pengelolaan koperasi/KUD

Pada umumnya para peternak sapi perah dan terutama di Jawa sudah tergabung dalam suatu wadah organisasi, koperasi/KUD . Ada dua kegiat an koperasi/KUD yang sangat menonjol, yaitu penyaluran pemasaran susu produksi peternak terutama ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dan menyalur-lean sarana produksi (Sapronak) kepada para peternak anggota . Dalam operasional kegiat-annya, koperasi/KUD mendapatkan biaya dari harga susu per liter dari susu peternak yang disa-lurkan ke IPS dan dari penyaluran sapronak . Sa-rana produksi yang banyak disalurkan kepada para peternak adalah pakan konsentrat .

Hampir semua koperasi/KUD yang terdapat di Jawa sudah mempunyai pabrik pengolahan pakan konsentrat . Namun harga pakan konsentrat yang diproduksinya masih belum seimbang dengan harga penjualan susu peternak dan perimbangan itu pada awal tahun 1994 berkisar antara 1 : 2,00 - 1 : 2,27 (SIREGAR, 1994) . Perimbangan antara harga konsentrat dengan harga penjualan susu peternak yang semakin sempit akan berakibat terhadap keuntungan yang semakin kecil . Peneli-tian yang telah dilakukan di beberapa koperasi/ KUD di Jawa menunjukkan, bahwa perimbangan antara harga satu kilogram konsentrat dengan harga penjualan per liter susu peternak agar mem-beri keuntungan haruslah di atas 1 : 3,0 (PUSLIT-BANGNAK, 1992) . Artinya harga penjualan susu per liter supaya menguntungkan haruslah 3,0 kali harga per kg konsentrat . Sebagai perbandingan dapat dikemukakan perimbangan antara harga konsentrat dengan harga penjualan adalah ber-kisar antara 1 : 9,0 sampai 1 : 13,5 (DITJENAK, 1991) . Oleh karena itu perimbangan antara harga konsentrat dengan harga penjualan susu peternak haruslah diperlonggar agar menguntungkan para peternak . Pelonggaran tersebut dapat dilakukan dengan melakukan tindakan efisiensi terhadap pakan konsentrat yang diproduksi oleh setiap ko-perasi/KUD . Tindakan efisiensi yang akan dilaku-kan harus mengacu pada harga padilaku-kan konsentrat yang lebih murah dengan menekan biaya produksi seoptimal mungkin . Hal ini antara lain dapat di-lakukan dengan pepgadaan bahan-bahan konsen-trat dengan harga lebih murah tanpa mengabaikan unsur kualitas . Dalam hal ini bantuan pemerintah sangat diharapkan terutama dalam pengawasan pasokan bahan-bahan konsentrat untuk sapi perah dipasaran dan stabilitas harga . Tindakan efisiensi bukan saja hanya dilakukan terhadap produksi pakan konsentrat, tetapi juga terhadap penyaluran sapronak lainnya. Demikian pula terhadap tenaga

10

kerja dan kinerja koperasi/KUD harus lebih di-efisiensikan dan diefektifkan.

KESIMPULAN

1 . Menghadapi era perdagangan bebas, daya saing produksi susu dalam negeri secara berta-hap sudah harus lebih ditingkatkan agar suatu saat nantinya mampu bersaing di pasar bebas . 2 . Peningkatan daya saing produksi susu dalam negeri dapat dilakukan dengan berbagai tin-dakan efisiensi sebagai berikut ini

a . Memelihara sapi perah induk yang berpro-duksi susu rata-rata yang ekonomis untuk dipelihara terus.

b . Menata perimbangan antara sapi perah in-duk proin-duktif dengan sapi perah lainnya yang non produktif dalam suatu komposisi pemeliharaan sapi perah yang ekonomis . c. Mengawinkan sapi perah induk tepat waktu

dan diupayakan agar 85 hari setelah ber-anak, sapi perah induk harus bunting lagi . d . Bagi para peternak yang jumlah

pemeli-haraan sapi perah induk belum mencapai 8 ekor, hendaknya diberi kemudahan kredit untuk menambah jumlah sapi perah induk agar tercapai suatu skala usaha yang eko-nomis

e . Harus selalu diupayakan agar 70-80% dari jumlah sapi perah induk yang dipelihara dalam keadaan berproduksi susu sepanjang tahuri

f . Meningkatkan efektivitas dan efesiensi ki-nerja koperasi/KUD secara menyeluruh agar biaya operasionalnya dapat ditekan seopti-mal mungkin dan sapronak terutama pakan konsentrat yang disalurkan kepada para pe-ternak lebih murah .

DAFTAR PUSTAKA

BARRET, M.A . and P.J . LARKIN . 1974 . Mil k and Beef Production in the Tropics . Oxford University Press, Oxford .

DIT. JEN . NAK. 1989 . Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta . DIT. JEN . NAK . 1991 . Pengalama n Tarunatani

Ma-gang di Jepang dan Pelaksanaan Usahatani Setelah Magang . Direktorat Jenderal Peter-nakan, Jakarta.

DINAS PETERNAKAN DATI I JAWA TIMUR. 1989 . Buku Statistik. Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur, Surabaya .

(6)

DIT. JEN . NAK . 1994 . Buku Statistik Peternakan . Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta .

KUSNADI, U ., SOEHARTO Pr dan M. SABRANI . 1983 . Efisiensi usaha peternakan sapi perah yang tergabung dalam koperasi di daerah Istimewa Yogyakarta . Prosiding Pertemuan Ilmiah Ru-minansia Besar, Puslitbang Peternakan, Bo-gor .

MARRISON, F .B . 1959 . Feed and Feeding. 22nd . The Marrison Publishif Cog ., Ithaca .

PUSLITBANGNAK . 1992 . Laporan Hasil Penelitian Sistem Usahatani Sapi Perah di Jawa . Puslit-bang Peternakan, Bogor.

PUSLITBANGNAK . 1993 . Laporan Hasil Penelitian Sistem Usahatani Sapi Perah di Jawa . Puslit-bang Peterakan, Bogor .

SIREGAR, S .B . 1985 . Upaya peningkatan keun-tungan peternak dalam pemeliharaan sapi perah di daerah Pangalengan, Jawa Barat. Ilmu dan Peternakan No. 10 :439-443 .

SIREGAR, S .B . 1992 . Efisiensi ekonomi pemeli-haraan sapi perah di daerah Bogor, Lembang dan Garut, Jawa Barat . Prosiding Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Ruminansia Besar . Balai Penelitian Ternak, Bogor .

WARTAZOA VoL 5 No . 1 Th . 1996

SIREGAR, S .B . dan A.K.RAYS . 1992 . Dampak jarak beranak sapi perah induk terhadap penda-patan peternak sapi perah . Ilmu dan Peter-nakan No. 1 : 11-14 .

SIREGAR, S.B . 1993 . Sapi Perah . Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha . Penebar Swadaya, Jakarta .

SIREGAR, S.B. 1994. Pengaruh jumlah sapi perah induk terhadap keuntungan dan efisiensi usaha. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Tidak diterbitkan .

SIREGAR, S .B. 1994. Analisa Pasokan dan Permin-taan Konsentrat untuk Sapi Perah . Puslitbang Peternakan, Bogor.

SIREGAR, S.B.,N . HIDAYATI dan A.K . RAYS. 1993 . Analisa usaha pemeliharaan sapi perah di daerah Garut,Jawa Barat. Ilmu dan Peter-nakan No . 1 : 1 - 5 .

TOELIHERE, M.R . 19981 . Fisiologi Reproduksi pada Ternak . Penerbit Angkasa, Bandung .

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi (PUS) tidak menggunakan alat kontrasepsi yang diteliti di Desa Sigulang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Data kemdikbud (2019) menjelaskan bahwa universitas pamulang menduduki peringkat pertama dengan jumlah mahasiswa terbanyak setiap tahunnya. Jenis penelitian ini

Hasil kalibrasi model antara indeks dari citra spasial dengan data nilai lengas tanah pada 40 titik pengamatan BRG selama periode 2018-2019 menunjukkan performa

Thickening agents  berfungsi meningkatakan voskositas dari produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari Thickening agents adalah PEG-6000 distearat, selain itu gelatin juga

Pertama-tama anda akan mewawancarai salah satu perawat satwa untuk mengetahui rutinitas mereka, perbedaan jenis pakan yang didapatkan oleh satwa (yang mungkin nanti akan

Semuanya sudah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam operasionalnya, jauh dekatnya tujuan pengiriman.Bahkan terkadang

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa uji t menunjukkan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap arus kas masa depan, disebabkan karena arus kas