• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN DAN IMPLEMENTASI INVERTER FULL BRIDGE RESONAN PARALEL UNTUK BALLAST ELEKTRONIK LAMPU HPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DESAIN DAN IMPLEMENTASI INVERTER FULL BRIDGE RESONAN PARALEL UNTUK BALLAST ELEKTRONIK LAMPU HPS"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR –TE 141599

DESAIN DAN IMPLEMENTASI INVERTER

FULL BRIDGE

RESONAN PARALEL UNTUK BALLAST ELEKTRONIK

LAMPU HPS

Bayu Triyanto NRP 2210 100 192

Dosen Pembimbing

1. Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D 2. Ir. Teguh Yuwono

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Fakultas Teknologi Industri

(2)

FINAL PROJECT–TE 141599

DESIGN AND IMPLEMENTATION OF INVERTER FULL

BRIDGE PARALEL RESONANT FOR ELECTRONIC

BALLAST OF HPS LAMP

Bayu Triyanto NRP 2210 100 192

Advisor

1. Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D 2. Ir. Teguh Yuwono

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING Faculty of Industrial Technology

(3)
(4)

i

DESAIN DAN IMPLEMENTASI INVERTER FULL BRIDGE

RESONAN PARALEL UNTUK BALLAST ELEKTRONIK LAMPU HPS

Bayu Triyanto 2210100192

Dosen Pembimbing 1 : Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D Dosen Pembimbing 2 :Ir. Teguh Yuwono

ABSTRAK

Salah satu sumber energi yang penting adalah energi cahaya. Untuk melakukan aktivitas kita membutuhkan cahaya. Lampu adalah alat yang bisa mengubah energi listrik menjadi energi cahaya. Perkembangan lampu di masyarakat sangat pesat. Masyarakat telah banyak menggunakan lampu untuk kegiatannya terutama ketika malam hari. Salah satu lampu yang digunakan yaitu HPS (High Pressure Sodium). Lampu ini biasanya digunakan di jalan-jalan raya. Untuk lampu HPS konvensional, lampu ini biasanya menggunakan ballast magnetik untuk menghidupkan lampu.

Namun, ballast magnetik tidak efisien dan menimbulkan flicker

(kedipan) ketika dinyalakan. Berdasarkan data yang didapat, harmonisa yang dihasilkan ballast magnetik lebih besar daripada ballast elektronik [1]. Selain itu, faktor daya dihasilkan ballast magnetik secara umum lebih kecil daripada ballast elektronik [1]. Oleh karena itu, tugas akhir ini membahas ballast elektronik menggunakan kombinasi rectifier, konverter boost, konverter buck, dan inverter full bridge resonan paralel untuk lampu HPS. Ballast elektronik untuk lampu HPS akan disimulasikan dan diimplementasikan dengan frekuensi yang tinggi. Dengan menggunakan frekuensi yang tinggi, lampu bisa dimodelkan dengan resistansi. Sehingga, hal ini mempermudah dalam mendesain inverter resonan paralel. Ballast elektronik disimulasikan menggunakan perangkat lunak.

(5)

ii

bahwa ketika lampu HPS tatkala dioperasikan pada frekuensi tinggi, lampu bisa dimodelkan dengan resistansi.

(6)

iii

DESIGN AND IMPLEMENTATION OF INVERTER FULL BRIDGE PARALLEL RESONANT FOR ELECTRONIC

BALLAST OF HPS LAMP

Bayu Triyanto 2210100192

1st Advisor : Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D

2nd Advisor: Ir. Teguh Yuwono

ABSTRACT

One of important source of energy is light energy . For doing activity, we require light. Lamp is a tool that can convert electrical energy into light energy. The development of lamp in society is very rapidly. Many communities have used light for their activities especially at night. One of used lamp is HPS Lamp (High Pressure Sodium ). This lamp is typically used on the road. For conventional HPS lamps, lamp usually uses magnetic ballast to turn on the lights.

However, magnetic ballast isn’t efficient and causes flicker when it turns on.Based of data, harmonic of magnetic ballast is generally bigger than electronic ballast [1]. On other hand, power factor of magnetic ballast is generally smaller than electronic ballast [1]. Therefore, this final project discusses about electronic ballast using combination of full-bridge rectifier, boost converter, buck converter, and inverter parallel resonant for HPS lamp. Electronic ballasts for HPS lamp will be simulated and implemented using high frequency. By using high frequency, HPS lamp can be modeled by resistance. So that, it can be easier to design inverter parallel resonant. Electronic ballast is simulated using software.

(7)

iv

Keywords : electronic ballast, inverter full bridge, paralel resonant, HPS lamp.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah subhaanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul: “Desain dan Implementasi Inverter Full Bridge Resonan Paralel untuk Ballast Elektronik

Lampu HPS”

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir, terutama kepada:

1. Ibu, dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan semangat dan doa yang tidak terbatas.

2. Bapak Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D dan Bapak Ir. Teguh Yuwono selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran serta masukan yang sangat berarti bagi penulis.

3. Seluruh dosen jurusan Teknik Elektro yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis menempuh kuliah.

4. Rekan-rekan di jurusan Teknik Elektro yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu

5. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan.

Besar harapan penulis bahwa buku Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa Jurusan Teknik Elektro pada khususnya. Amin.

Surabaya, Januari 2015

(9)

viii

(10)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR KEASLIAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

BAB 2 LAMPU HPS DAN BALLAST ELEKTRONIK 2.1 Lampu HPS ... 9

(11)

xii

3.1.2.2 Penentuan Nilai Kapasitor Resonan Paralel

(CP) ... 27

3.1.2.3 Penentuan Tegangan Input Inverter ... 28

3.1.3 Desain Rangkaian Power Factor Correction... 28

3.1.3.1 Penentuan Nilai Induktor Konverter Boost dan Konverter Buck ... 30

3.1.3.2 Penentuan Nilai Kapasitor Konverter Boost dan Konverter Buck ... 31

3.2 Strategi Switching Rangkaian Ballast Elektronik ... 32

3.2.1 Strategi Switching pada Rangkaian Power Factor Correction dan Konverter Buck ... 32

3.2.2 Strategi Switching pada Rangkaian Inverter Full Bridge Resonan Paralel ... 33

BAB 4 HASIL UJI COBA ALAT DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengujian Rangkaian Simulasi Ballast Elektronik dengan Menggunakan Inverter Full Bridge Resonan Paralel ... 37

4.2 Pengujian Sinyal Pulse Width Modulation (PWM) Alat Rangkaian Ballast Elektronik Inverter Full Bridge Resonan Paralel ... 45

4.3 Pengujian Desain dan Implementasi Rangkaian Ballast Elektronik Inverter Full Bridge Resonan Paralel ... 46

4.3.1 Rangkaian Ballast Elektronik tanpa Konverter Buck ... 46

(12)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Parameter komponen EMI filter [2] ... 26 Tabel 3.2 Parameter kontroler dan tegangan segitiga untuk

(13)

xx

(14)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gas discharge... 9

Gambar 2.2 Lampu HPS [7] ... 10

Gambar 2.3 (a)Bentuk gelombang tegangan dan arus lampu saat frekuensi tinggi [8] dan (b) Bentuk gelombang yang menunjukkan beda fasa antara tegangan dan arus lampu saat frekuensi tinggi [8] ... 11

Gambar 2.4 Blok diagram rangkaian ballast elektronik secara keseluruhan ... 14

Gambar 2.5 Sistem ballast elektronik ... 15

Gambar 2.6 (a) Penyearah jembatan tanpa PFC dan (b) arus output rectifier (Ic), tegangan output rectifier (Vd), dan tegangan output kapasitor (Vc) ... 16

Gambar 2.7 Boost converter ... 17

Gambar 2.8 Inverter full bridge ... 19

Gambar 2.9 Topologi inverter PLR ... 19

Gambar 2.10 Karakteristik frekuensi dari topologi inverter PLR. Kurva diatas untuk nilai Q =1 – 5. Arah tanda panah menunjukkan bertambahnya nilai Q ... 20

Gambar 3.1 Rangkaian EMI filter ... 25

Gambar 3.2 Rangkaian boost PFC ... 29

Gambar 3.3 Rangkaian konverter buck ... 30

Gambar 3.4 Skema kontroler konverter boost ... 33

Gambar 3.5 Gelombang tegangan output inverter full bridge ... 34

Gambar 4.1 Rangkaian ballast elektronik secara keseluruhan .... 38

Gambar 4.2 Bentuk gelombang tegangan input (V1) vs arus input (I1)... 39

Gambar 4.3 Bentuk gelombang tegangan lampu (V3) vs arus lampu (I3) ... 40

Gambar 4.4 Bentuk gelombang tegangan output vs arus output EMI filter ... 40

Gambar 4.5 Bentuk gelombang tegangan output rectifier (Vo(rect))... 41

Gambar 4.6 Bentuk gelombang tegangan tegangan output konverter boost(Vout(boost)) ... 42

(15)

xvi

Gambar 4.8 Bentuk gelombang tegangan input inverter (V2) ... 43

Gambar 4.9 Bentuk gelombang arus input inverter (I2) ... 43

Gambar 4.10 Bentuk gelombang arus induktor konverter buck (IL4) ... 44

Gambar 4.11 Bentuk gelombang tegangan input inverter (Vinv) ... 44

Gambar 4.12 Gelombang sinyal PWM untuk konverter buck ... 45 Gambar 4.13 Gelombang sinyal PWM untuk inverter full bridge 46 Gambar 4.14 Bentuk gelombang tegangan input (V2) vs arus

input (I2) dari inverter ... 48

Gambar 4.15 Bentuk gelombang tegangan lampu (V3) dan arus

lampu (I3) ... 49

Gambar 4.16 Prototype ballast elektronik yang terdiri dari buck konverter dan inverter full bridge resonan paralel ... 50 Gambar 4.17 Bentuk gelombang tegangan input (Vin(buck)) vs

arus input (Iin(buck)) dari konverter buck ... 51

Gambar 4.18 Bentuk gelombang arus induktor konverter buck (IL4) ... 52

Gambar 4.19 Bentuk gelombang tegangan output (V2) vs arus

output (I2) dari konverter buck ... 52

Gambar 4.20 Bentuk gelombang tegangan lampu (V3) vs arus

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Salah satu sumber energi yang penting adalah energi cahaya. Untuk melakukan aktivitas, cahaya dibutuhkan. Lampu adalah alat yang bisa mengubah energi listrik menjadi energi cahaya. Perkembangan lampu di masyarakat sangat pesat. Masyarakat telah banyak menggunakan lampu untuk kegiatannya terutama ketika malam hari. Salah satu lampu yang digunakan yaitu lampu HPS.

Lampu HPS adalah lampu yang biasa digunakan di jalan raya. Lampu ini biasanya dioperasikan mulai dari matahari tenggelam sampai terbit fajar. Ballast merupakan alat yang sangat dibutuhkan khususnya untuk lampu khususnya lampu HPS. Lampu HPS konvensional biasanya menggunakan ballast magnetik yang digunakan untuk menjaga agar lampu dapat menyala dan tidak cepat rusak. Hal ini karena jika lampu tidak menggunakan ballast dan lampu disuplai langsung oleh sumber, maka lampu memang bisa menyala, tetapi dalam waktu tertentu lampu tersebut akan pecah.

Akan tetapi, faktor daya pada ballast magnetik masih rendah. Begitu pula THD (Total Harmonic Distortion)-nya juga tinggi [1]. Selain itu, lampu yang diberi ballast konvensional (ballast magnetik) bisa menimbulkan flicker (kedipan) ketika lampu akan dinyalakan [2]. Oleh karena itu, lampu membutuhkan ballast elektronik. Menurut sebuah penelitian, dengan menggunakan ballast elektronik, THD lampu semakin kecil [1] dan faktor daya dari lampu juga semakin tinggi [1]. Hal ini mengakibatkan daya yang dibutuhkan juga semakin kecil.

(17)

2

mengenai ballast elektronik. Contohnya yaitu ballast elektronik menggunakan inverter half bridge resonan seri untuk perbaikan faktor daya [4]. Namun berdasarkan penelitian, nilai THD dari rangkaian inverter half bridge lebih tinggi daripada rangkaian inverter full bridge [2]. Pada tugas akhir ini, ballast elektronik dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel untuk lampu HPS akan dibahas.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam sistem kelistrikan adalah harmonic distortion. Semakin kecil nilai THD, maka semakin baik sistem daya operasinya. THD didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah daya harmonisa dengan daya pada frekuensi fundamental. Menurut standar ANSI C82.11, ballast elektronik harus mempunyai nilai rating THD 20 %, 15 %, 10% atau kurang dari 10%. Adapun ballast magnetik memiliki rating THD 20%-28% [5].

Dalam tugas akhir ini, ballast elektronik untuk lampu HPS dengan inverter full bridge resonan paralel disimulasikan dan diimplementasikan.

1.2

Permasalahan

Permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Membuat model dan simulasi rangkaian ballast elektronik untuk

mendapatkan faktor daya yang tinggi dan THD yang rendah. 2. Perancangan dan implementasi rangkaian ballast elektronik

dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel. 3. Membandingkan dan menganalisa unjuk kerja antara hasil desain

dan implementasi rangkaian ballast elektronik inverter full bridge resonan paralel dengan hasil simulasi.

1.3

Batasan Masalah

Dalam pengerjaan Tugas Akhir, permasalahan dibatasi sebagai berikut:

1. Pemodelan dan simulasi menggunakan perangkat lunak.

2. Desain dan implementasi dari rangkaian ballast elektronik dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel memiliki frekuensi switching sebesar 21 kHz dan daya keluaran sebesar 70 Watt, dimana tegangan masukan 73,1 V sedangkan tegangan keluarannya 90 V dengan arus keluaran sebesar 0,78A.

(18)

3

karena harus menyesuaikan dengan komponen yang ada dipasaran.

4. Bagian yang diimplementasikan hanya pada rangkaian konverter buck dengan inverter full bridge resonan paralel.

5. Minimum sistem yang digunakan berbasis mikrokontroler ATMEGA 16.

1.4

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan ballast elektronik khususnya pada inverter full bridge resonan paralel.

2. Mendesain dan mengimplementasikan sistem inverter full bridge resonan paralel.

3. Membandingkan dan menganalisa unjuk kerja antara hasil implementasi sistem ballast elektronik dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel dengan hasil dari desain dan simulasi pada perangkat lunak.

1.5

Metodologi

Metodologi penelitian yang digunakan pada Tugas Akhir ini sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Dalam tahap ini, studi literatur dilakukan untuk pengerjaan dan penelitian Tugas Akhir. Studi literatur meliputi pembelajaran mengenai rangkaian ballast elektronik lampu HPS dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel, termasuk rangkaian penyusunnya. Literatur yang digunakan dalam studi literatur meliputi buku, jurnal ilmiah, prosiding, datasheet, dan artikel-artikel dari internet.

2. Pengumpulan Literatur

(19)

4 3. Pemodelan dan Simulasi

Berdasarkan literatur yang telah terkumpul, parameter-parameter rangkaian ballast elektronik dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel dapat dihitung seperti nilai frekuensi, duty cycle serta nilai dari komponen kapasitor dan induktor. Setelah parameter-parameter dari rangkaian didapatkan, maka rangkaian ballast elektronik dapat dimodelkan dan disimulasikan dalam perangkat lunak.

4. Perancangan dan Implementasi dari Konverter

Dari simulasi yang dilakukan, model rangkaian ballast elektronik yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan akan didapatkan. Selanjutnya, model rangkaian hasil simulasi tersebut dirancang dan diimplementasikan menjadi sebuah alat atau prototype. Akan tetapi, alat yang dirancang hanya pada bagian konverter buck dan inverter full bridge resonan paralel. Selain itu, nilai atau ukuran dari komponen dalam simulasi dengan keadaan nyata sedikit berbeda. Hal ini disebabkan karena nilai atau ukuran komponen di pasaran sangat terbatas.

5. Pengujian Sistem dan Pengambilan Data

Setelah alat atau prototype selesai dirancang dan diimplementasikan, maka dapat dilakukan pengujian terhadap alat tersebut. Akan tetapi, dalam pengujian alat lebih baik diuji masing-masing bagian terlebih dahulu kemudian baru keseluruhan alat. Apabila hasilnya sudah sesuai maka dapat dilakukan pengambilan data. Akan tetapi, jika belum sesuai atau terjadi troubleshooting, maka harus di betulkan terlebih dahulu, sehingga bisa sesuai dengan hasil simulasi dan bisa diambil datanya.

6. Analisis Data

(20)

5 7. Penulisan Laporan Tugas Akhir

Setelah analisis data dan penarikan kesimpulan selesai dilakukan, maka dapat dilakukan penulisan laporan atau pembuatan buku Tugas Akhir sebagai hasil akhir dari penelitian Tugas Akhir.

1.6

Sistematika Penulisan

Dalam penulisan buku Tugas Akhir ini sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut:

BAB 1 : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang penjelasan latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan, metodologi, sistematika penulisan, dan relevansi dari penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini.

BAB 2 : Teori Penunjang

Bab ini berisi tentang dasar teori mengenai lampu HPS, ballast elektronik yang terdiri dari rangkaian EMI filter, rangkaian power factor correction untuk ballast elektronik, inverter full bridge resonan parallel,

BAB 3 : Perancangan dan Implementasi Sistem

Bab ini berisi tentang perancangan dan implementasi dari rangkaian inverter full bridge resonan parallel untuk lampu HPS. Selain itu, pada bab ini berisi juga tentang perancangan dan implementasi dari peralatan pendukung dalam rangkaian inverter full bridge resonan parallel untuk lampu HPS.

BAB 4 : Pengujian Sistem dan Analisis Data

Bab ini berisi tentang pengujian sistem. Selain itu pada bab ini juga berisi tentang analisis data antara data hasil simulasi pada perangkat lunak dengan data hasil pengujian rangkaian inverter full bridge resonan paralel dan data hasil pengujian rangkaian kombinasi antara buck konverter dengan inverter full bridge resonan paralel.

BAB 5 : Penutup

(21)

6

untuk perancangan rangkaian ballast elektronik ke depannya, Sehingga bisa didapatkan performa sistem yang lebih baik lagi.

1.7

Relevansi

Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya untuk meningkatkan faktor daya dan menurunkan THD dari ballast elektronik.

(22)

9

BAB 2

LAMPU HPS DAN BALLAST ELEKTRONIK

2.1

Lampu HPS

Lampu HPS (High Pressure Sodium) merupakan salah satu jenis dari lampu discharge. Lampu ini menghasilkan cahaya dengan melewatkan arus listrik melalui gas. Atom gas dieksitasi untuk menghasilkan radiasi pada spektrum yang berkaitan dengan elemen gas dan konstruksi lampu.

Gambar 2.1 Gas discharge

Normalnya, gas merupakan suatu isolator dan tidak ada arus listrik yang bisa melewatinya. Namun, ketika gas terionisasi, kemudian memproduksi elektron bebas dan ion positif, arus bisa mengalir. Aliran listrik yang melalui gas dinamakan discharge. Sebagaimana Gambar 2.1, ion positif berkumpul di katode dan elektron berkumpul di anode dengan adanya medan listrik. Total arus yang melalui lampu adalah jumlah dari arus ion dan elektron. Karena elektron sekian ribu kali lebih banyak daripada ion, kebanyakan arus discharge berasal dari elektron.

Sebelum discharge terjadi, gas bersifat isolator. Penyalaan dilakukan dengan 2 elemen. Pertama, elektron bebas harus dipancarkan ke dalam gas dari katode. Dengan pemanasan katode yang dilapisi dengan material yang mudah melepaskan elektron, elektron bisa dilepaskan dengan panas. Kedua, tegangan tinggi harus dimasukkan pada lampu. Tegangan tinggi ini membantu katode menghasilkan elektron melalui emisi medan. Yang paling penting, medan listrik yang berada di antara anode dan katode mempercepat elektron melalui gas, kemudian menghasilkan ionisasi. Proses ini berlanjut pada mode kumulatif atau banjiran elektron yang menghasilkan discharge.

(23)

10

mengijinkan elemen dan gas yang berbeda yang digunakan dengan busur api. Selain itu dengan elemen dan gas yang berbeda pada operasi tekanan dan temperatur yang tinggi juga membuat spektrum radiasi yang berbeda. Kebanyakan lampu HID beroperasi pada daya dan intensitas cahaya yang tinggi membuat lampu-lampu tersebut cocok untuk dipasang di tempat terbuka daripada di tempat tertutup secara umum. Kerugian lampu HID, sekali busur api dipadamkan, lampu harus didinginkan selama 5 – 15 menit sebelum dinyalakan lagi [7].

Lampu HPS mnghasilkan cahaya dengan melewatkan busur listrik melalui gas sodium. Konstruksi lampu sodium terdiri dari beberapa bagian sebagaimana Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Lampu HPS [7]

(24)

11

Lapisan yang luar terbuat dari borosilicate glass. Isi dari lapisan luar biasanya hampa udara atau gas argon yang bersifat inert dan berfungsi mengisolasi tabung busur api dengan lingkungan luar.

Arc tube mengandung merkuri, xenon dam sodium. Gas merkuri dan xenon adalah gas penyangga dan menaikkan tekanan dan tegangan busur listrik. Pada tekanan rendah, sodium menampilkan 2 garis radiasi resonansi pada 589,0 nm dan 589,6 nm [7]. Dengan menambah tekanan sampai sekitar 200 torr, garis radiasi ini menjadi terserap sendiri dan spektrum radiasinya bertambah lebar [7]. Spektrum yang dilepaskan secara umum warnanya keemasan atau kuning.

Elektrode lampu HPS adalah tungsten dengan lapisan barium dan kalsium oksida yang mudah melepaskan elektron. Segel baja membuat manufaktur starting probe menjadi sulit. Segel tutup dibutuhkan karena PCA sulit bekerja dan tidak bisa disegel secara konvensional. Karena tidak ada elektrode starting, lampu dinyalakan dengan tegangan tinggi dari pulsa frekuensi tinggi ignitor elektronik.

Lampu HPS mempunyai efikasi sekitar 80 sampai 140 lm/W [7]. Sebuah lampu 400 W memiliki panjang 3,75 inci dan diameter 3/8 inci. Lampu ini memiliki liftime sekitar 24.000 jam [7]. Lampu HPS biasanya digunakan di penerangan jalan dan tempat terbuka secara umum.[7]

Pemodelan lampu HPS bisa dimodelkan dengan resistor tatkala ballast dioperasikan pada frekuensi tinggi [8]. Hal ini sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.3.

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Bentuk gelombang tegangan dan arus lampu terhadap waktu saat frekuensi tinggi [8] dan (b) bentuk gelombang yang menunjukkan beda fasa antara tegangan dan arus lampu saat frekuensi tinggi [8].

(25)

12

2.2

Ballast Elektronik

Ballast elektronik menggunakan alat switch aktif sebagai tambahan pelengkap komponen pasif untuk menjalankan lampu discharge. Pada kasus yang sering terjadi, ballast elektronik mengoperasikan lampu pada frekuensi lebih dari 20 kHz. Ballast elektronik menawarkan banyak keuntungan di luar ballast elektromagnetik. Keuntungannya meliputi :

1. Naiknya efikasi lampu dengan operasi frekuensi tinggi 2. Naiknya efisiensi ballast

3. Memperpanjang lifetime lampu 4. Tidak terjadi flicker

5. Noise suara rendah

6. Ukuran dan berat ballast yang lebih kecil [7]. Adapun kekurangannya dari elektronik ballast terdiri dari :

1. Harganya mahal 2. Keandalannya kurang

3. Adanya interferensi listrik [7].

Perkembangan ballast elektronik dijalankan dengan penelitian bahwa lampu discharge lebih efisien ketika dioperasikan pada frekuensi tinggi daripada frekuensi jala-jala. Ballast elektronik mengkonversi 50 Hz daya jala-jala ke dalam sinusoidal frekuensi tinggi untuk menghidupkan lampu. Dengan adanya proses konversi menjadi frekuensi tinggi, keuntungan ballast elektronik bisa didapatkan. Pertama dan yang terpenting adalah naiknya efikasi lampu itu sendiri. Suatu lampu efikasinya naik 10 % pada frekuensi sekitar 20 kHz [7]. Selain naiknya efikasi, lampu yang dioperasikan pada frekuensi tinggi tidak terjadi flicker.

Rangkaian elektronik ballast bisa mengirim daya dengan efisiensi yang bagus bila dibandingkan dengan ballast elektromagnetik. Rugi-rugi pada elektronik ballast sekitar 6 watt dibandingkan 10-15 watt pada ballast elektromagnetik [7]. Dengan naiknya efikasi lampu dan efisiensinya, kombinasi lampu dan ballast elektronik bisa mencapai energy saving 20-25% [7] untuk keluaran cahaya yang sama dengan saat lampu dipasang dengan ballast elektromagnetik.

(26)

13

frekuensi 60 Hz. Crest factor arus yang tinggi pada frekuensi 60 Hz menyebabkan lifetime elektrode menjadi pendek. Selain itu, ballast elektronik bisa mengatur daya lampu yang lebih efektif daripada ballast elektromagnetik.

Ballast elektronik yang menggunakan konversi daya switching pada frekuensi tinggi memiliki kelebihan elemen filter yang lebih kecil daripada komponen di ballast 60 Hz. Hal ini mengakibatkan ballast menjadi lebih kecil ukarannya dan beratnya. Selain itu elektronik ballast yang bekerja di atas 20 kHz yang berada di luar range frekuensi pendengaran manusia, sehingga tidak ada noise suara bila dibandingkan dengungan pada ballast magnetik 120 Hz [7].

Kerugian yang utama dari ballast elektronik adalah harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan ballast elektromagnetik. Karena sifatnya yang kompleks, ballast elektronik mudah terjadi kegagalan, walaupun ballast elektroniknya tergolong baru, data tes lapangan juga telah dikumpulkan. Namun, ballast elektronik yang baru lebih besar tingkat kegagalannya daripada ballast elektromagnetik.

Selain kerugian diatas, ada kerugian yang lain yaitu radio frequency interference (RFI) dan electromagnetic interference (EMI) yang dihasilkan oleh ballast elektronik. Arus harmonisa tinggi yang dihasilkan ballast dan terkonduksi ke peralatan bisa menyebabkan bebearapa masalah di antaranya adanya arus netral yang berlebihan, transformator overheat dan interferensi pada peralatan elektronik yang sensitif. Ballast tidak bisa sendiri cenderung untuk memancarkan EMI karena dibungkus dengan grounded metal enclosure. Namun lampu bisa menghasilkan EMI dan RFI. Radiasi infra merah dari lampu bisa mengganggu TV dan remote kontrol videocasette recorder. Ballast elektronik harus memiliki langkah untuk meminimalisasi EMI dan RFI [7].

Pada rangkaian ballast elektronik ini terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1. EMI Filter dan penyearah

2. Rangkaian PFC

3. Inverter full bridge resonan paralel

Adapun blok diagram dari ballast elektronik bisa dilihat pada Gambar 2.4 Input dari ballast adalah tegangan jala-jala frekuensi 50 Hz dengan tegangan rms 220 V.

(27)

14

alat untuk menekan interferensi yang disebabkan oleh EMI. Pada rangkaian ballast elektronik ini, EMI filter terdiri dari komponen pasif.

Setelah itu, tegangan disearahkan dengan jembatan dioda. Hasilnya adalah tegangan DC yang masih punya ripple yang besar.

Gambar 2.4 Blok diagram rangkaian ballast elektronik secara keseluruhan

Hasil penyearahan tegangan itu dimasukkan ke konverter boost. Konverter boost ini merupakan rangkaian yang digunakan untuk perbaikan faktor daya. Sebelum masuk konverter boost, rangkaian diberi sensor tegangan agar output sensor dibaca di mikrokontroller. Selain itu output sensor tegangan lainnya yang dipasang setelah konverter boost juga diumpan balik ke mikrokontroller. Hal ini digunakan untuk menjaga tegangan output tetap konstan walaupun input berubah-ubah. Selain output sensor tegangan, output sensor arus yang dipasang pada konverter boost juga diumpan balik ke mikrokontroller. Hal ini bertujuan agar sinyal input tetap sinusoidal dan memiliki faktor daya yang tinggi. Tegangan output dari konverter boost converter diturunkan sesuai dengan nilai desain input inverter menggunakan konverter buck. Setelah masuk ke inverter, tegangan DC diubah menjadi tegangan AC dengan frekuensi yang tinggi dan dimasukkan ke rangkaian resonan paralel agar menjadi tegangan sinusoidal namun pada frekuensi yang

(28)

15

tinggi. Dan yang terakhir, tegangan keluaran dari rangkaian resonan paralel masuk ke lampu HPS.

Secara garis besar, sistem ballast elektronik dengan menggunakan inverter resonan paralel dapat dilihat pada Gambar 2.5

G

a

mb

a

r

2

.5

Sis

tem

b

allast ele

k

tr

o

n

(29)

16

Mikrokontroler diperlukan untuk menghasilkan sinyal kontrol switch. Konverter boost menggunakan kontroller PI sehingga duty cycle-nya bisa berubah-ubah. Untuk konverter buck dan inverter, sinyal kontrol dibuat tetap dengan duty cycle tertentu.

2.2.1

Rangkaian Power Factor Correction (PFC) untuk Ballast Elektronik

Rangkaian Power Factor Correction merupakan rangkaian yang digunakan untuk memperbaiki faktor daya dari suatu alat. Dengan rangkaian ini, suatu alat yang memiliki faktor daya yang rendah dan THD yang tinggi menjadi alat yang memiliki THD yang rendah dan faktor daya yang tinggi.

Namun, tidak semua ballast elektronik memakai rangkaian power factor correction. Gambar 2.6 merupakan ballast yang tidak memiliki PFC. Kapasitor penyimpan energi dipasang setelah penyearah jembatan tanpa ada penghubung rangkaian lainnya. Kapasitor diisi sampai puncak tegangan pada masing-masing setengah periode dan sumber hanya mengalirkan listrik tatkala tegangan kapasitor lebih kecil daripada tegangan kapasitor yang waktunya sangat pendek sekali.

Hasilnya, faktor daya arus jala-jala rendah dan distorsi harmonisanya menjadi sangat tinggi. Selain itu, saat waktu pengisian kapasitor arus puncak kapasitor sangat tinggi.

Ada 2 pendekatan untuk memperbaiki faktor daya yaitu : 1. Passive Power Factor Correction.

Pada perbaikan faktor daya jenis ini, komponen yang digunakan adalah komponen pasif.

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Penyearah jembatan tanpa PFC dan (b) arus output rectifier (Ic), tegangan output rectifier (Vd), dan tegangan output

(30)

17 2. Active Power Factor Correction.

Active Power Factor Correction lebih kompleks dan lebih mahal untuk diimplementasikan daripada metode pasif. Metode aktif biasanya bisa mencapai faktor daya yang tinggi dan harmonisa yang rendah. Dengan menggunakan konverter switching frekuensi tinggi, komponen filter tambahan bisa menjadi lebih kecil daripada komponen pada frekuensi jala-jala yang ada pada metode pasif. Sehingga, active power factor correction bisa ditambahkan tanpa menambah berat dari ballast secara signufikan. Ada beberapa topologi yang bisa digunakan, diantaranya :

1. Buck converter. 2. Buck boost converter. 3. Boost converter.

Konverter yang digunakan dalam rangkaian ballast elektronik adalah konverter boost.

Konverter boost yang dapat dilihat pada Gambar 2.7 merupakan pilihan yang paling populer untuk perbaikan faktor daya pada ballast elektronik.

Gambar 2.7Boost converter

(31)

18

adalah ground dan switch ini mudah untuk diaktifkan. Konverter boost bisa dioperasikan pada pada mode DCM (Discontinuous Current Mode) namun membutuhkan biaya yang lebih untuk filter EMI input. Tatkala operasi mode discontinuous, arus induktor mencapai nol pada setiap periode switching-nya. Diode bisa melalui proses reverse selama waktu ini dan ultrafast recovery diode tidak dibutuhkan lagi [7].

2.2.2 Inverter Full Bridge Resonan Paralel

Inverter merupakan alat yang digunakan untuk mengubah tegangan DC menjadi tegangan AC. Pada ballast elektronik, inverter digunakan untuk mengubah tegangan DC menjadi tegangan AC dengan frekuensi yang tinggi. Inverter ini memiliki 2 topologi yaitu :

1. Topologi half bridge. 2. Topologi full bridge.

Topologi yang digunakan untuk ballast elektronik adalah topologi full bridge. Topologi ini terdiri dari 4 switch yang 2 switch dihubungkan seri, dihubungkan paralel dengan 2 switch yang lain. Satu kapasitor yang digunakan sudah cukup untuk topologi ini. Rangkaian inverter full bridge bisa dilihat pada Gambar 2.8.

Antara switch S1 dengan S4 yang lainnya bekerja bersamaan.

Begitu juga antara S2 dengan S3. Namun antara switch S1 dengan S2 dan

antara S3 dengan S4 bekerja secara bergantian. Begitu pula antara S1

dengan S3 dan S2 dengan S4. Nilai puncak dari output dari topologi ini

adalah sama dengan nilai input inverter.

Strategi switching yang digunakan untuk inverter full bridge adalah squarewave switching.

Untuk mendapatkan sinyal sinusoidal dalam frekuensi tinggi, ada topologi tambahan yang diperlukan setelah keluaran inverter yaitu topologi resonan. Topologi resonan ini sebenarnya merupakan filter dari keluaran inverter sehingga keluaran yang diteruskan adalah sinyal sinusoidal frekuensi tinggi sesuai dengan desain yang diinginkan. Inverter resonan ini memiliki beberapa topologi diantaranya :

1. Series Loaded Resonant (SLR) inverter 2. Parallel Loaded Resonant (PLR) inverter 3. Series Parallel Loaded Resonant (SPLR) inverter

(32)

19

Gambar 2.8 Inverter full bridge

Gambar 2.9 Topologi inverter PLR

Fungsi alih dari topologi inverter ini adalah [6]

V3

V2=

1

(1−((ω0ω)2)2+(ω0Qω )2

(2.1)

Dimana ω0 = 1/ LpCp (2.2)

dan Q = Rlampu/(ω0LP) (2.3)

ω = frekuensi kerja (rad/s).

LP = Induktor resonan paralel (H)

CP = Kapasitor resonan paralel (F)

(33)

20

ω0 = frekuensi resonansi (rad/s).

Fungsi Alih inverter resonan paralel diplot pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Karakteristik frekuensi dari topologi inverter PLR. Kurva diatas untuk nilai Q = 1 – 5. Arah tanda panah menunjukkan bertambahnya nilai Q .

Dari grafik pada Gambar 2.10, bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar nilai Q, saat nilai frekuensi kerja mendekati frekuensi resonansi, penguatan tegangan output terhadap tegangan input semakin besar. Ini adalah alasan rangkaian paralel resonan inverter dipilih. Hal ini bisa memudahkan starting lampu HPS sesuai dengan karakteristik lampu HPS yaitu tatkala lampu mati, resistansinya besar dan tatkala lampu hidup, resistansinya menjadi lebih kecil. Hal ini dikarenakan tatkala nilai LP dan ω0 tetap maka nilai Q tergantung besarnya nilai

Rlampu.

2.2.2.1 Frekuensi Resonansi dan Frekuensi Kerja

(34)

21

LP dan CP pada rangkaian tersebut akan menjadi short. Hal ini dihindari

dalam ballast elektronik karena akan menyebabkan short circuit. Oleh karena itu, nilai frekuensi kerja yang digunakan sedekat mungkin dengan nilai frekuensi resonansi. Manfaatnya adalah penguatannya lebih besar dan tidak terjadi short circuit.

Frekuensi kerja dari inverter harus tinggi untuk mendapatkan keuntungan ukuran dan berat yang lebih kecil dari elemen resonan yang digunakan untuk menstabilkan discharge. Biasanya, frekuensi kerja harus lebih dari 20 kHz untuk mencegah frekuensi suara yang bisa didengar manusia yang dapat menghasilkan noise yang mengganggu [8]. Namun, semakin tinggi frekuensi kerja yang dioperasikan, semakin besar daya losses dari switching. Frekuensi kerja pada prakteknya dibatasi sampai sekitar 100 kHz ketika memakai MOSFET [8]. Frekuensi kerja hendaknya tidak dioperasikan pada range frekuensi 30 – 40 kHz [8]. Hal ini dikarenakan frekuensi tersebut digunakan untuk remote control IR dan bisa menghasilkan beberapa macam gangguan.

Hal yang perlu dijauhi dari frekuensi kerja adalah frekuensi yang menyebabkan resonansi akustik. Saat terjadi resonansi akustik, operasi lampu menjadi tidak stabil [7]. Untuk mencegah hal ini, ballast elektronik biasanya harus dioperasikan pada range frekuensi yang bebas dari resonansi akustik. Range frekuensi yang bebas dari resonansi akustik adalah antara 1kHz -100 kHz [8].

(35)

22

(36)

25

BAB 3

DESAIN RANGKAIAN BALLAST ELEKTRONIK

LAMPU HPS MENGGUNAKAN INVERTER

FULL BRIDGE

RESONAN PARALEL

3.1 Desain Rangkaian Ballast Elektronik

Rangkaian ballast elektronik terdiri dari beberapa rangkaian, diantaranya :

1. Rangkaian EMI filter

2. Rangkaian perbaikan faktor daya (power factor correction) 3. Rangkaian inverter full bridge resonan paralel

3..1.1 Desain Rangkaian EMI Filter

Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, bahwa EMI filter bisa digunakan untuk mengurangi interferensi EMI yang ke dalam suatu alat.Pada rangkaian ballast kali ini, EMI filter yang digunakan terdiri dari komponen pasif.

Rangkaian EMI filter bisa dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Rangkaian EMI filter

Pada Gambar 3.1, EMI filter yang digunakan merupakan kombinasi dari kapasitor yang dihubungkan paralel dan induktor yang dihubungkan seri. EMI filter digunakan untuk memblok aliran sinyal frekuensi tinggi. Hal ini dilakukan dengan menghubungkan ke ground. Fungsi dari EMI filter adalah untuk mengurangi kekuatan sinyal yang tidak dibutuhkan dan memberi efek sedikit pada komponen yang lain.

(37)

26

Tabel 3.1 Parameter komponen EMI filter [2] Parameter komponen EMI filter NiIai

C1 & C2 330 nF

C3 & C4 2200 nF

L1 & L2 1μH

Keluaran EMI filter dimasukkan ke penyearah untuk mendapatkan tegangan DC.

3.1.2 Desain Rangkaian Inverter Full Bridge Resonan Paralel

Pada bab 2.2 sebelumnya rangkaian inverter full bridge resonan paralel sebenarnya dipasang setelah rangkaian konverter boost dan rangkaian konverter buck. Namun, dalam mendesain konverter buck, tegangan output konverter buck yang merupakan tegangan input inverter, harus diketahui. Oleh karena itu pembahasan tentang desain rangkaian inverter full bridge harus didahulukan.

Rangkaian inverter full bridge resonan paralel terdiri dari induktor, kapasitor, beban dan switch. Switch yang dipakai adalah MOSFET IRFP 460. Rangkaian inverter full bridge bisa dilihat pada Gambar 2.7.

Desain induktor, kapasitor, dan tegangan input dijelaskan pada subbab setelahnya. Sebelum masuk pada bab setelahnya, frekuensi kerja dan frekuensi resonansi dapat ditentukan dahulu. Frekuensi kerja merupakan frekuensi switching MOSFET yang diimplementasikan. Frekuensi resonansi adalah frekuensi yang menyebabkan hilangnya faktor impedansi imajiner dari rangkaian. Pada desain rangkaian inverter full bridge resonan paralel, frekuensi resonansi ditentukan 20 kHz, dan frekuensi kerja ditentukan mendekati frekuensi resonansi untuk mendapatkan penguatan tegangan yang besar pada saat starting lampu. Frekuensi kerja yang digunakan adalah 21kHz.

3.1.2.1Penentuan Nilai Induktor Resonan Paralel (LP)

Induktor didapat dari rumus,

(38)

27

ω0= frekuensi resonansi inverter resonan paralel (rad/s)

Nilai beban dapat dihitung melalui kuadrat dari tegangan output lampu dibagi daya output.

Rlampu =V32

P3 (3.2) Keterangan :

V3 = tegangan lampu (V)

P3 = daya lampu (W)

Tegangan output lampu berdasarkan datasheet lampu HPS 70 W adalah 90 V. Dalam menentukan nilai induktor harus diketahui nilai frekuensi resonansi, beban, dan faktor kualitas. Frekuensi resonansi direncanakan 20 kHz, dan nilai faktor kualitas Q direncanakan 1,45. Sehingga dari rumus (3.1) nilai induktor Lp didapat 634,62 μH.

3.1.2.2Penentuan Nilai Kapasitor Resonan Paralel (CP)

Penentuan nilai kapasitor dari rangkaian resonan paralel ditentukan melalui rumus berikut.

ω0= 1

LpCP (3.3) Keterangan :

CP = kapasitor resonan paralel (F)

LP = induktor resonan paralel (H)

ω0= frekuensi resonansi (rad/s)

Pada pembahasan subbab sebelumnya, nilai frekuensi resonansi dan induktor telah didapatkan. Sehingga, nilai kapasitor dapat dihitung melalui rumus 3.3 dan didapatkan nilai CP = 99,7 nF.

(39)

28 3.1.2.3Penentuan Tegangan Input Inverter

Tegangan input inverter adalah tegangan DC. Tegangan input inverter didapatkan berdasarkan fungsi alih pada rangkaian resonan paralel. Berikut ini rumusnya.

V3

ω0= frekuensi resonansi (rad/s)

Q = faktor kualitas

Perlu diingat, nilai hasil tegangan input dari rumus 3.4, masih

Vinv(rms) = tegangan output rms inverter full bridge (V)

Pada subbab sebelumnya, nilai tegangan output lampu, faktor kualitas, frekuensi kerja dan frekuensi resonansi telah didapat. Sehingga didapatkan nilai tegangan input 73.1 V.

3.1.3 Rangkaian Power Factor Correction

Pada rangkaian ini, rangkaian yang digunakan adalah konverter boost. Untuk mengaplikasikan rangkaian power factor correction, tegangan dan arus harus dikontrol untuk mendapatkan tegangan output yang konstan dan faktor daya yang tinggi.

(40)

29

masuk ke limiter untuk dibatasi nilainya. Keluaran limiter dibuat sinyal PWM untuk mengaktifkan MOSFET.

Gambar 3.2 Rangkaian boost PFC

Untuk desain konverter boost PFC, gain sensor yang digunakan untuk sensor tegangan input dan tegangan output adalah 0,01. Sedangkan nilai gain untuk sensor arus adalah 0,6. Karena direncanakan tegangan output 400 V, maka set point dipilih 4 V. Hal ini didapat dari gain sensor dikali tegangan output.

Gain kontroler PI 1 direncanakan 0,05 dan time konstannya 0,07 sedangkan gain kontroller PI 2 direncanakan 100 dan time konstannya 0,0001.

(41)

30

Gambar 3.3 Rangkaian konverter buck

3.1.3.1Penentuan Nilai Induktor Konverter Boost dan Konverter Buck Induktor yang digunakan dalam rangkaian ini ada 2 buah, yaitu untuk rangkaian konverter boost dan konverter buck. Untuk penentuan nilai induktor dari konverter boost didapat dari rumus 3.6 [9].

L3(min )=

Vout (boost ).Tboost

4∆IL 3 (3.6) Dimana :

L3(min) = nilai Induktor boost (L3) minimal (H)

Vout (boost) = Tegangan output kapasitor boost (V)

ΔIL3 = ripple arus input konverter boost (A)

Tboost = periode switching konverter boost (s)

Dengan diketahui tegangan output konverter boost 400V, frekuensi switching 50 kHz, dan ripple arus input direncanakan 20 % dengan arus input 0.354 A yang didapat dari pembagian daya output rectifier 70 W dengan tegangan DC hasil penyearah 198 V maka didapatkan nilai induktor induktor konverter boost minimal

L3(min) = 28,25 mH.

Untuk penentuan nilai induktor dari konverter buck didapat dari rumus 3.7 [10].

L4(min )=

Vin (buck )Dbuck(1−Dbuck)

∆IL 4fbuck (3.7)

Vin (buck ) = Vout (boost ) (3.8)

Keterangan :

L4(min) = Nilai induktor buck (L4) minimal (H)

Dbuck = duty cycle switching konverter buck (%)

(42)

31

fbuck = frekuensi switching konverter buck (Hz)

Vin (buck) = tegangan input konverter buck (V)

Jika diketahui tegangan input konverter buck 400 V dan tegangan output konverter buck 73,1 V, maka duty cycle didapat duty cycle 18,275 %.

Dengan diketahui nilai frekuensi switching konverter buck 50 kHz, ripple arus direncanakan 20 % dengan arus output konverter buck (I2) 0,96 A yang didapat dari pembagian antara daya output 70 W dan

tegangan output konverter buck, maka nilai induktornya didapat

L4(min) = 6,22 mH.

Dari desain diatas, nilai induktor yang digunakan untuk konverter boost adalah 30 mH. Sedangkan induktor untuk konverter buck adalah 7 mH.

3.1.3.2Penentuan Nilai Kapasitor Konverter Boost dan Konverter Buck Kapasitor yang digunakan dalam rangkaian ini ada 2 buah, yaitu untuk rangkaian konverter boost dan konverter buck. Untuk penentuan nilai kapasitor dari konverter boost didapat dari rumus 3.9 [9].

C5(min )=

ΔVout (boost) = ripple tegangan output konverter boost (V)

Tboost = periode switching konverter boost (s)

Rboost = beban konverter boost (ohm)

Nilai Rboost didapat dari tegangan output konverter boost kuadrat

dibagi daya output konverter boost.

Dengan diketahui tegangan output konverter boost 400V, frekuensi switching 50 kHz, ripple tegangan output direncanakan 0,1%, daya output direncanakan 70 W, maka nilai kapasitor didapatkan,

C5(min) = 4,38 μF.

Untuk penentuan nilai kapasitor dari konverter buck didapat dari rumus 3.10 [10].

C6(min )= ∆ IL 4

8.∆V2.fbuck (3.10)

(43)

32 ripple tegangan output direncanakan 0,1%, ripple arus output direncanakan 20%, arus output konverter buck 0,96 A, maka nilai kapasitornya didapat C6(min) = 6,57 μF.

Dari desain diatas, nilai kapasitor yang digunakan untuk konverter boost adalah 500 μF. Sedangkan kapasitor untuk konverter buck adalah 100 μF.

3.2

Strategi

Switching

Rangkaian Ballast Elektronik

Dalam mengontrol switch pada masing-masing rangkaian, strategi kontrol switch berupa PWM (Pulse Width Modulation) harus diatur supaya mendapatkan hasil yang diinginkan. Pada rangkaian ballast elektronik, ada beberapa rangkaian yang perlu diberi strategi kontrol PWM agar mendapatkan tegangan output yang memuaskan namun dengan faktor daya input yang bagus. Di antara rangkaian yang harus diberi strategi switching adalah

1. Rangkaian boost PFC 2. Rangkaian buck

3. Rangkaian inverter full bridge

3.2.1 Strategi Switching pada Rangkaian Power Factor Correction dan Konverter Buck.

Kontroler PI dibutuhkan dalam rangkaian rangkaian power factor Correction. Hal ini dikarenakan, tegangan ouput yang dihasilkan memiliki ripple sedikit namun faktor daya input menjadi bagus.

Sebagaimana Gambar 3.4, kontroller PI yang dibutuhkan ada 2. Adapun spesifikasi untuk tegangan segitiga yang digunakan dalam simulasi, spesifikasi PI bisa dilihat pada Tabel 3.2.

(44)

33

Gambar 3.4 Skema kontroler konverter boost

Tabel 3.2 Parameter kontroler dan tegangan segitiga untuk konverter boost PFC

Parameter Nilai

Tegangan peak-peak tegangan segitiga 1 V Frekuensi tegangan segitiga 50 kHz Duty cycle tegangan segitiga 0,5

Time konstan PI 1 0,07

Gain PI 1 0,05

Time konstan PI 2 0,0001

Gain PI 2 100

Sehingga berdasarkan rumus duty cycle

Dbuck = V2

Vout (boost ) (3.11) , maka didapat nilai duty cycle 18,275 %. Frekuensi kerja yang dibutuhkan dalam sinyal kontrol ini adalah 50 kHz.

3.2.2 Strategi Switching pada Rangkaian Inverter Full Bridge Resonan Paralel

(45)

34

karena itu, strategi switching yang digunakan adalah square wave switching dengan duty cycle masing-masing 50%.

Sebagaimana Gambar 2.6, untuk mendapatkan tegangan sinyal kotak, switch S1 dan S4 harus bekerja secara bersamaan untuk.Begitu

pula switch S2 dan S3 juga bekerja bersamaan. Duty cycle untuk switch

S1 dan S4 adalah 50%. Demikian pula duty cycle untuk switch S2 dan S3

juga 50%. Namun saat S1 dan S4 bekerja, S2 dan S3 harus mati agar tidak

terjadi short circuit, begitu pula sebaliknya. Sehingga dengan operasi switch di atas terbentuklah sinyal kotak. Frekuensi yang dioperasikan untuk switch adalah 21 kHz sebagaimana desain inverter full bridge resonan paralel pada subbab sebelumnya.

Namun dalam mengimplementasikan ke alat, transien gelombang sinyal kontrol PWM harus diperhatikan. Sehingga tatkala diimplementasikan ke alat, duty cycle dari masing masing switch dikurangi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya hubung singkat.

Gambar 3.5 menunjukkan hasil tegangan output dari inverter full bridge.

(46)

37

BAB 4

HASIL UJI COBA ALAT DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan menjelaskan hasil simulasi dan implementasi dari alat yang telah didesain dengan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Pada bab ini, data simulasi dan data implementasi dianalisa. Pada bab ini, pembahasan akan dibagi menjadi 3 subbab, yaitu :

1. Pengujian rangkaian simulasi ballast elektronik dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel.

2. Pengujian sinyal PWM alat rangkaian ballast elektronik inverter fullbridge resonan paralel.

3. Pengujian desain dan implementasi rangkaian ballast elektronik inverter full bridge resonan paralel.

4.1

Pengujian Rangkaian Simulasi Ballast Elektronik

dengan Menggunakan Inverter

Full Bridge

Resonan

Paralel

Setelah desain dilakukan, rangkaian ballast elektronik disimulasikan berdasarkan desain yang telah dilakukan pada Bab 3. Rangkaian ballast elektronik secara keseluruhan dengan menggunakan inverter full bridge resonan paralel dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, rangkaian ballast elektronik menggunakan inverter full bridge resonan paralel terdiri dari beberapa rangkaian diantaranya :

1. Rangkaian EMI filter dan penyearah

Rangkaian ini terdiri diode dan komponen-komponen pasif seperti induktor dan kapasitor.

2. Rangkaian konverter boost dengan perbaikan faktor daya

Rangkaian ini terdiri dari MOSFET, induktor, kapasitor, diode dan kontroller

3. Rangkaian konverter buck

Rangkaian ini terdiri dari MOSFET, induktor, kapasitor, dan diode.

4. Rangkaian inverter resonan paralel

(47)

38

G

a

mb

a

r

4

.1

R

an

g

k

aian

b

allast ele

k

tr

o

n

ik

s

ec

ar

a

k

eselu

ru

h

(48)

39

Rangkaian ballast elektronik disimulasikan dalam perangkat lunak. Hasil simulasi rangkaian ballast elektronik adalah sebagai berikut.

1)Bentuk gelombang tegangan input vs arus input

Gambar 4.2 Bentuk gelombang tegangan input (V1) vs arus input (I1)

Dari data hasil simulasi pada Gambar 4.2, ada beberapa data yang bisa diambil. Nilai faktor daya yang didapat 0,858 lagging. Nilai THD arus yang didapat 2,02%. Daya aktif input jala-jala didapat 72,45 W. Tegangan rmsnya 219,5 V. Frekuensi dari sumber tegangan adalah 50 Hz. Berdasarkan data [1], faktor daya yang dihasilkan oleh ballast magnetik sebesar 0,833. Ini menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 3%. Sedangkan THD yang dihasilkan ballast magnetik sebesar 29,3% .Ini menunjukkan adanya penurunan THD sebesar 93,1 %.

2)Bentuk gelombang tegangan lampu vs arus lampu

Dari Gambar 4.3, data-data yang didapat adalah sebagai berikut. V3(rms) = 91,12 V dan I3(rms) = 0,788 A. Frekuensi dari gelombang

arus dan tegangan lampu adalah 21 kHz.

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa tatkala lampu HPS dioperasikan pada frekuensi tinggi, maka lampu HPS bisa dimodelkan dengan resistor. Hal ini dikarenakan Gambar 4.3 menunjukkan tegangan dan arus output sefasa

3) Bentuk gelombang output EMI filter

Dari Gambar 4.4, data-data yang didapat adalah sebagai berikut.

Vo(EMI) = 196,1 V, Io(EMI) = 0,33 A, . Frekuensi dari gelombang arus dan

(49)

40

Gambar 4.3 Bentuk gelombang tegangan lampu (V3) vs arus lampu (I3)

Gambar 4.4 Bentuk gelombang tegangan output vs arus output EMI filter.

Nilai faktor daya yang didapat 0,999 lagging. Nilai THD arus yang didapat 1,54%.

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa tatkala ballast elektronik disimulasikan tanpa EMI filter, faktor daya yang dihasilkan menjadi naik. Hal ini dikarenakan rangkaian EMI filter mengandung nilai kapasitor dan induktor yang dapat mengurangi faktor daya. Adapun THD arus tidak berubah secara signifikan.

4) Bentuk Gelombang output rectifier

Dari Gambar 4.5, data-data yang didapat adalah sebagai berikut.

Vo(rect) = 196,1 V. Frekuensi dari gelombang tegangan output rectifier

(50)

41

Gambar 4.5 Bentuk gelombang tegangan output rectifier (Vo(rect)).

5) Bentuk gelombang tegangan output konverter boost serta arus induktor pada konverter boost

Dari Gambar 4.6 dan Gambar 4.7, ada beberapa data yang bisa diambil. Tegangan output konverter boost memiliki nilai rata-rata 399,1 V. Arus induktor boost memiliki nilai rata-rata 0,3 A. Apabila hasil simulasi dibandingkan dengan hasil desain tegangan output konverter boost (400V) dan arus induktor konverter boost (0,354 A) maka hasilnya hampir sama dan bedanya tidak terlalu jauh.

Ripple tegangan konverter boost memiliki nilai 0,006 V. Nilai desain ripple tegangan kapasitor boost direncanakan 0,1 % dari tegangan output konverter boost yaitu 0,4 V Apabila nilai desain ripple tegangan kapasitor konverter boost dibandingkan dengan hasil simulasi maka nilai ripple arus induktor konverter boost hasil simulasi lebih kecil dibandingkan dengan nilai ripple tegangan kapasitor hasil desain. Hal ini dikarenakan nilai kapasitor pada simulasi dinaikkan dari desain minimal..

(51)

42

Gambar 4.6 Bentuk gelombang tegangan output konverter boost

(Vout(boost)) .

Gambar 4.7 Bentuk gelombang arus induktor konverter boost (IL3).

6) Bentuk gelombang Tegangan dan arus output konverter buck serta arus induktor pada konverter buck

Output konverter buck merupakan input inverter. Dari Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10, ada beberapa data yang bisa diambil. Nilai arus input inverter (I2) adalah 0,958 A. Tegangan input inverter

(V2) adalah 73,5 V. Arus induktor konverter buck memiliki rata-rata

0,951 A.

(52)

43

daripada hasil desain namun tidak terlalu jauh. Hal ini karena pengaruh inverter.

Besar ripple arus induktor adalah 0,166 A. Nilai desain ripple arus induktor direncanakan 20 % dari arus output konverter buck yaitu 0,192 A Apabila nilai desain ripple induktor konverter buck dibandingkan dengan hasil simulasi maka nilai ripple arus induktor konverter buck hasil simulasi lebih kecil dibandingkan dengan nilai ripple arus induktor hasil desain. Hal ini dikarenakan nilai induktor pada simulasi dinaikkan.

Gambar 4.8 Bentuk gelombang tegangan input inverter (V2)

(53)

44

Gambar 4.10 Bentuk gelombang arus induktor konverter buck (IL4)

Frekuensi arus input inverter 41,67 kHz.Hal ini dikarenakan frekuensi kerja dari inverter adalah 21 kHz. Sehingga frekuensi arus input sama dengan dua kali frekuensi kerja. Frekuensi arus input inverter terlihat hampir sama dengan 2 kali frekuensi kerja inverter

7) Bentuk gelombang tegangan output pada inverter

Bentuk gelombang tegangan output pada inverter bisa dilihat pada Gambar 4.11.Nilai tegangan rms 74,65 V.dengan tegangan puncak 74,7 V. Frekuensi kerja switching yaitu 21kHz. Tegangan puncak lebih dari desain tegangan input inverter yaitu 73,1V karena tegangan input inverter tidak konstan di tegangan 73,1 V

(54)

45

4.2

Pengujian Sinyal Pulse Width Modulation (PWM) Alat

Rangkaian Ballast Elektronik Inverter Full Bridge

Resonan Paralel.

Sebelum masuk pembahasan, bagian yang dimplementasikan adalah konverter buck dengan inverter full bridge resonan paralel. Untuk mengontrol MOSFET, sinyal PWM dengan tegangan tertentu diperlukan. Keluaran mikrokontroler yang merupakan sumber sinyal PWM memiliki tegangan keluaran maksimal 5 V. Oleh karena itu, rangkaian penguat tegangan berupa optocoupler diperlukan. Tegangan catu daya yang diberikan untuk optocoupler adalah 18 V. Berikut ini hasil implementasi sinyal PWM yang digunakan setelah masuk rangkaian optocoupler.

1) Sinyal PWM pada rangkaian konverter buck.

Gambar 4.12 menunjukkan bahwa duty cycle sinyal PWM untuk konverter buck adalah sekitar 0,7.

Gambar 4.12 Gelombang sinyal PWM untuk konverter buck

(55)

46

tegangan kotak. Antara 2 sinyal itu dari mikrokontroler ATMEGA 16

diset delay sebesar 10 μs. Hal ini bertujuan agar atara satu MOSFET

dengan MOSFET di bawahnya tidak hidup secara bersamaan sehingga terjadi short circuit.

Gambar 4.13 Gelombang sinyal PWM untuk inverter full bridge

Sinyal PWM pada Gambar 4.13 kemudian dimasukkan ke dalam rangkaian inverter full bridge. Frekuensi sinyal PWM pada Gambar 4.13 sekitar 19,7 kHz.

4.3

Pengujian Desain dan Implementasi Rangkaian Ballast

Elektronik Inverter

Full Bridge

Resonan Paralel

Pengujian implementasi rangkaian ballast elektronik inverter full bridge dibagi menjadi 2 yaitu tatkala rangkaian ballast elektronik tanpa konverter buck dan rangkaian ballast elektronik tatkala diberi rangkaian konverter buck. Sumber tegangan yang diberikan adalah sumber tegangan DC.

4.3.1Rangkaian Ballast Elektronik tanpa Konverter Buck

(56)

47

pasif tambahannya, induktor, kapasitor dan lampu. Lampu yang digunakan sebai beban adalah lampu HPS SON I E27 70W. Berdasarkan perhitungan nilai komponen resonan paralel pada Bab 3, nilai-nilai rangkaian resonan paralel tersebut dapat diimplementasikan. Dari Bab 3, nilai komponen induktor adalah 634,62 μH. Sedangkan nilai kapasitor adalah 99,7 nF. Tentunya sangat sulit mendapatkan nilai komponen yang sesuai dengan nilai hasil perhitungan.

Dari hasil pengukuran komponen, nilai induktor didapat 638,2

μH. Nilai kapasitor didapat dengan dengan cara menghubungkan seri 10 kapasitor 1 μF dengan tegangan maksimal 400 V. Hal ini bertujuan agar kapasitor tetap kuat menahan tegangan pulsa lampu yang mencapai 1,8 kV saat starting. Saat kapasitor yang telah diparalel diukur, nilai kapasitor yang telah diseri adalah 103,4 nF. Frekuensi yang keluar dari mikrokontroler adalah 19,7 kHz.

Dengan berubahnya nilai komponen resonan paralel dan frekuensi kerja, parameter lain pun ikut berubah diantaranya frekuensi resonansi dan tegangan input DC. Dengan memasukkan nilai komponen yang telah terukur dalam rumus yang ada pada Bab 3, maka nilai parameter frekuensi resonansi dan tegangan input bisa diketahui.

Adapun rumus untuk menghitung nilai frekuensi resonansi adalah

ω0= 1

LPCP (4.1) Dari rumus 4.1, frekuensi resonansi didapat 19,592 kHz. Hal ini sangat mendukung rangkaian inverter resonan paralel karena frekuensi kerja dari rangkaian inverter yang bernilai 19,7 kHz sangat dekat dengan frekuensi resonansi. Hal ini bisa bermanfaat pada starting lampu. Hal ini dikarenakan frekuensi kerja yang semakin dekat dengan frekuensi resonansi, semakin besar penguatannya.

Rumus untuk mendapatkan nilai tegangan input adalah sebagai berikut. tegangan DC yang dibutuhkan tentunya lebih tinggi daripada tanpa delay. Rumus untuk mendapat tegangan input adalah

Vinv rms =4V2sin δ 2

(57)

48 Keterangan :

δ = lebar pulsa PWM per setengah periode (radian atau derajat)

Dari rumus 4.3, tegangan input yang didapat adalah 76,98 V. Pada prototype, tegangan input yang diimplementasikan kurang lebih 77 V.

Berikut ini hasil data yang didapat setelah dilakukan pengukuran terhadap tegangan dan arus baik pada sisi input maupun pada sisi output.

1. Gelombang tegangan input (V2) vs arus input (I2) dari inverter

Pada Gambar 4.15, CH1 merupakan tegangan input inverter (V2)

sedangkan CH4 merupakan arus input inverter (I3). Pada Gambar 4.14,

tegangan input diimplementasikan terlihat 59,4 namun saat diukur dengan voltmeter terukur sekitar 77 V. Arus input yang terukur pada osiloskop adalah 1,02 A. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan adanya rugi-rugi pada amplifier sebelum masuk osiloskop sehingga pengukurannya menjadi kurang akurat.

Gambar 4.14 Bentuk gelombang tegangan input (V2) vs arus input (I2)

dari inverter

2. Gelombang tegangan lampu (V3) vs arus lampu.(I3).

(58)

49

CH4 merupakan arus lampu (I3). Dari Gambar 4.10, nilai rms dari

tegangan lampu sekitar 74,1 V, sedangkan arusnya sekitar 0,9 A. Dengan memperhatikan nilai daya input (60,59 W) dan nilai daya output (66,69 W), maka akan terlihat nilai daya output lebih besar daripada daya input. Hal ini dikarenakan adanya arus yang bernilai negatif.

Gambar 4.15 Bentuk gelombang tegangan lampu (V3) dan arus lampu

(I3)

Apabila hasil pengukuran pada simulasi dengan pada implementasi dibandingkan maka hasil pengukurannya ada perbedaan. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan adanya rugi-rugi pada amplifier sebelum masuk osiloskop dan juga rugi-rugi pada komponen induktor dan kapasitor yang tidak ideal. Dari Gambar 4.15, ada hal yang bisa diketahui yaitu tatkala lampu HPS dioperasikan dengan frekuensi yang tinggi, maka lampu bisa dimodelkan dengan resistor, karena dari Gambar 4.15, tegangan dan arus lampu hampir sefasa.

(59)

50

komponen resonan paralel pada Bab 3, nilai-nilai rangkaian resonan paralel dan nilai induktor serta kapasitor tersebut dapat diimplementasikan. Pada Bab 3, nilai komponen induktor adalah 36

mH. Sedangkan nilai kapasitor adalah 100 μF. Tentunya sangat sulit

mendapatkan nilai komponen yang sesuai dengan nilai perhitungan. Dari hasil pengukuran komponen, nilai induktor didapat 15,946

mH. Kapasitor dengan nilai 100 μF dengan tegangan maksimal 450 V

diimplementasikan pada konverter buck. Namun setelah kapasitor

diukur, nilainya kurang lebih 90μF. Sebagaimana yang telah diketahui

sebelumnya, bahwa duty cycle yang digunakan untuk konverter ini adalah 70 %.

Setelah prototype diuji, beberapa data didapatkan setelah lampu menyala dan saat kondisi arus telah stabil (steady state). Prototype konverter buck dan inverter full bridge resonan paralel bisa dilihat pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16 Prototype ballast elektronik yang terdiri dari buck konverter dan inverter full bridge resonan paralel

Berikut ini data – data yang diambil tatkala input dan output diperkirakan sudah mencapai posisi stabil (steady state).

Inverter full bridge

CP LP Resonan paralel

(60)

51

1. Gelombang tegangan input (Vin(buck)) vs arus input (Iin(buck)) dari

konverter buck

Pada Gambar 4.17, CH1 merupakan tegangan input konverter buck sedangkan CH4 merupakan arus input konverter buck.

Gambar 4.17 Bentuk gelombang tegangan input (Vin(buck)) vs arus input

(Iin(buck)) dari konverter buck

Berdasarkan Gambar 4.17, tegangan input rata-rata adalah 88,9 V dan arus input rata-ratanya 0,834 A. Padahal tatkala diukur dengan voltmeter, tegangan yang terukur kurang lebih 95,4 V. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan adanya rugi-rugi pada amplifier sebelum masuk osiloskop.

2. Gelombang arus induktor konverter buck (IL4)

Berdasarkan Gambar 4.18, induktor dialiri arus rata-rata sebesar 0,988 A.Arus puncak ripple sekitar 0,5 A. Hal ini dikarenakan pengaruh dari inverter dan induktor yang tidak ideal.

3. Gelombang tegangan output (V2) vs arus output (I2) dari

konverter buck

Pada Gambar 4.19, CH1 merupakan tegangan output konverter buck (V2) sedangkan CH4 merupakan arus output konverter buck (I2).

(61)

52

Namun tatkala tegangan diukur dengan voltmeter, tegangan terukurnya sekitar 77,8 V.

Gambar 4.18 Bentuk gelombang arus induktor konverter buck (IL4)

Gambar 4.19 Bentuk gelombang tegangan output (V2) vs arus output

(I2) dari konverter buck

(62)

53

pengukuran dengan osiloskop, tegangan yang dihasilkan seharusnya adalah 62,23. Dari sini, error dari konverter buck sekitar 6,86%. Hal ini mungkin dikarenakan adanya arus yang masuk kapasitor dari arah inverter sehingga mengisi kapasitor sehingga tegangan kapasitor naik.

4. Gelombang tegangan output lampu vs arus output lampu

Pada Gambar 4.21, CH1 merupakan tegangan lampu (V3)

sedangkan CH4 merupakan arus lampu (I3). Dari Gambar 4.21, tegangan

rms lampu adalah sekitar 78,5 V. Sedangkan nilai arus rms lampu adalah sekitar 1 A.

Dengan memperhatikan nilai daya input (74,14 W) dan nilai daya output (78,5 W), maka akan terlihat nilai daya output lebih besar daripada daya input. Hal ini dikarenakan adanya arus yang bernilai negatif.

Apabila simulasi dan implementasi dari alat dibandingkan, maka akan terlihat persamaan dari bentuk gelombang pada sebagian data yang diambil. Hal itu terlihat jelas pada data tegangan lampu vs arus lampu dan tegangan input inverter vs arus inverter. Namun, ada perbedaan dalam masalah nilai hasil pengukuran antara simulasi dengan implementasi. Hal ini dikarenakan adanya ketidakidealan paralatan pengukuran dan ketidakidealan komponen yang digunakan.

Gambar 4.20 Bentuk gelombang tegangan lampu (V3) vs arus lampu

(63)

54

Gambar

Gambar 2.1 Gas discharge
Gambar 2.2 Lampu HPS [7]
Gambar 2.3 (a) Bentuk gelombang tegangan dan arus lampu terhadap waktu  saat frekuensi tinggi [8] dan (b) bentuk gelombang yang menunjukkan beda fasa antara tegangan dan arus lampu saat frekuensi tinggi [8]
Gambar 2.4 Blok diagram rangkaian ballast elektronik secara keseluruhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memperhatikan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta menindaklanjuti proses pengadaan untuk Paket Pekerjaan Konstruksi

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara

Pengambilan data dilakukan di tiga taman kota di Jakarta Selatan dengan kualitas udara yang diduga berbeda, yaitu Taman Kota Gandaria Tengah, Taman Kota Martha Tiahahu

Pada waktu panen, 20 sampel kangkung dari setiap plot diambil secara acak menggunakan undian, kemudian kangkung dibersihkan dari tanah, lalu siap diekstrak untuk

Perancangan ini menghadirkan konsep makanan jalanan dengan interior suasana jalanan yang disertai dengan suasana taman indoor yang mengambil konsep dari alun

Hal ini disebabkan karena pada lokasi I ini mayoritas lingkungan di sekitar sungai Brantas ini adalah persawahan dan ladang tanaman menyebabkan limpasan pertanian

Hal ini mengijinkan sebuah evolusi terpisah dari kendali program spesifik dengan jaminan bahwa hasil uji tidak akan terpengamh oleh proses transaksi uji lainnya

Dalam proses belajar mengajar terkadang siswa menjadi malas untuk belajar karena media pembelajaran yang membosankan, pendidik dapat menjadi kan sosial media