PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Tri Asih Pramasanti
NIM : 078114019
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Tri Asih Pramasanti
NIM : 078114019
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
Persetujuan Pembimbing
PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
Skripsi yang diajukan oleh :
Tri Asih Pramasanti
NIM : 078114019
telah disetujui oleh
Pembimbing
Rini Dwiastuti M.Sc., Apt.
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
Oleh: Tri Asih Pramasanti
NIM : 078114019
iv
I ’m just a little dot in this world, but
I ’m sure that GOD not
accidentally dropped me…
(Santi , 2011)
Kar ya ini kuper sembahkan untuk :
Dia yang membent uk ak u sedemik ian r upa dan sel al u mener imak u apa adanya
mer ek a yang sel al u kur induk an dimanapun ak u ber ada mer ek a yang sel al u ada unt uk ber bagi t awa dan air mat a mer ek a yang t anpa pamr ih r el a ber bagi il mu, penget ahuan
dan pengal aman
dia yang sel al u menant i dan mencar ik u
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Tri Asih Pramasanti
Nomor Mahasiswa : 078114019
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 18 Juli 2011
Yang menyatakan
vi PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pengental Natrium Klorida dan Surfaktan Cocoamidopropyl
Betaine terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sabun Cair Transparan Aplikasi
Desain Faktorial”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.).
Selama menempuh masa studi S1, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak berupa bimbingan, sarana, dukungan, semangat, doa, kritik dan
saran. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan, nasehat, strategi dan semangat selama perkuliahan hingga
penyusunan skripsi ini.
2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, membimbing, memberi masukan, solusi, nasehat
serta semangat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, dan saran.
4. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, dan saran.
5. Segenap Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segala
vii
6. Bapak Musrifin, para laboran, staff dan karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma untuk bimbingan selama praktikum, penelitian,
perawatan fasilitas dan pelayanan administratif selama menempuh studi S1.
7. Bapak, Ibu, dan kedua bodyguard (mas dan adik) atas doa, cinta, dukungan
dan kepercayaan yang selalu mengiringi setiap tindakan dan keputusan yang
diambil penulis.
8. Teman-teman penelitian di laboratorium lantai 1 (Siska, Cinthya, Dinar, Lia,
Yoga, dkk) untuk pengetahuan, waktu dan tenaga yang diberikan.
9. Kakak-kakak angkatan (Irene, Grace, Chica, Tara, Della, Ririn, Mitha, dkk)
untuk pengalaman, cerita dan semangat yang diberikan.
10. Sahabat-sahabatku (Tiara, Hani, Rio “Demon”, Diana, Linda, Sabrina, Yosef,
Defi, Vika, Io, Bowo, Rudy, Titin, Minda, Oki, Albert, Icha, Afni, dkk) untuk
keceriaan, cerita dan pelajaran selama kita berproses.
11. Teman-teman FST 2007, Kelas A 2007, dan KKN XL kelompok 24 untuk
dinamika, dan pendewasaan yang kita alami selama kita berproses.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu karena keterbatasan
penulis, terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis
dalam melakukan penelitian serta penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik yang membangun dan saran dari berbagai pihak.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layakanya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 18 Juli 2011
Penulis
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
x
3. Mekanisme pembersihan kulit dengan sabun ... 12
C. Natrium Klorida ... 13
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B. Variabel Penelititan ... 23
C. Definisi Operasional ... 24
D. Alat Penelitian ... 25
E. Bahan Penelitian ... 25
F. Tata Cara Penelitian ... 25
xi
2. Prosedur pembuatan sabun cair transparan ... 27
3. Uji sifat fisis sabun cair transparan ... 28
G. Analisis Hasil Penelitian ... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Formulasi Sediaan Sabun Cair Transparan ... 30
B. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Sabun Cair Transparan... 35
C. Pengaruh Natrium Klorida, Cocoamidopropyl Betaine, dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas ... 38
1. Viskositas ... 39
2. Ketahanan Busa ... 43
3. Pergeseran viskositas ... 47
4. Perubahan ketahanan busa ... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN ... 59
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan
dua level... 19
Tabel II. Formula sabun cair transparan untuk @ ± 300 g ... 26
Tabel III. Jumlah penggunaan bahan dalam ± 300 g sabun cair transparan 34
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair
transparan... 37
Tabel V. Hasil pengukuran viskositas sediaan sabun cair transparan ... 39
Tabel VI. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan
interaksinya terhadap respon viskositas ... 40
Tabel VII. Analisis variansi (partial sum of square-Type III)
respon viskositas ... 40
Tabel VIII. Hasil pengukuran ketahanan busa sediaan sabun cair transparan 44
Tabel IX. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan
interaksinya terhadap respon ketahanan busa ... 44
Tabel X. Analisis variansi (partial sum of square-Type III)
respon ketahanan busa ... 44
Tabel XI. Hasil perhitungan persen pergeseran viskositas sediaan
sabun cair transparan ... 48
Tabel XII. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan
interaksinya terhadap respon pergeseran viskositas ... 48
xiii
respon pergeseran viskositas... 48
Tabel XIV. Hasil perhitungan persen perubahan ketahanan busa sediaan
sabun cair transparan ... 50
Tabel XV. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan
interaksinya terhadap respon perubahan ketahanan busa ... 51
Tabel XVI. Analisis variansi (partial sum of square-Type III)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur brick and mortar pada stratum corneum ... 6
Gambar 2. Natural Moisturizing Factor (NMF) pada epidermis... 6
Gambar 3. Struktur Sodium Lauryl Sulphate ... 9
Gambar 4. Struktur Cocamide DEA ... 10
Gambar 5. Struktur Glycerin ... 10
Gambar 6. Struktur Propylene Glycol ... 10
Gambar 7. Struktur Disodium EDTA ... 11
Gambar 8. Ilustarsi pembersihan kulit oleh sabun (surfaktan) ... 13
Gambar 9. Struktur Cocoamidopropyl Betaine ... 14
Gambar 10. Kurva sifat alir Newtonian ... 18
Gambar 11. Kurva sifat alir Pseudoplastis ... 18
Gambar 12. Level maksimum penggunaan bahan dalam sabun cair ... 34
Gambar 13. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap respon viskositas ... 41
Gambar 14. Grafik hubungan efek Cocoamidopropyl Betaine terhadap respon viskositas ... 41
Gambar 15. Efek Natrium Klorida terhadap pembentukan micelle ... 43
Gambar 16. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap respon ketahanan busa ... 45
xv
Gambar 18. Mekanisme stabilisasi busa ... 47
Gambar 19. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap
respon pergeseran viskositas... 49
Gambar 20. Grafik hubungan efek Cocoamidopropyl Betaine terhadap
respon pergeseran viskositas... 49
Gambar 21. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap
respon perubahan ketahanan busa ... 52
Gambar 22. Grafik hubungan efek Cocoamidopropyl Betaine terhadap
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Notasi desain faktorial dan percobaan desain faktorial ... 59
Lampiran 2. Hasil pengukuran sifat fisis sabun cair transparan ... 60
Lampiran 3. Uji normalitas data viskositas, ketahanan busa, pergeseran viskositas dan perubahan ketahanan busa dengan Design Expert 7.0.0 ... 66
Lampiran 4. Uji ANOVA two ways dengan Design Expert 7.0.0 ... 72
Lampiran 5. Foto sabun cair transparan ... 80
xvii INTISARI
Penelitian ini tentang pengaruh penggunaan pengental natrium klorida dan surfaktan cocoamidopropyl betaine terhadap viskositas dan ketahanan busa sediaan sabun cair transparan. Tujuan penelitian ini adalaha mengetahui pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan. Parameter sifat fisis yang digunakan adalah viskositas dan ketahanan busa, sedangkan parameter stabilitas yang digunakan adalah pergeseran viskositas dan perubahan ketahanan busa..
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Metode paling sederhana untuk menguji hubungan antara cocoamidopropyl betaine (CAPB) dan natrium klorida (NaCl) adalah desain faktorial dengan dua faktor yaitu NaCl dan CAPB serta dua level yaitu level rendah dan tinggi. Analisis data secara statistik menggunakan Design Expert 7.0.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui signifikansi (p<0,05) faktor-faktor dan interaksinya dalam memberikan pengaruh atau efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa NaCl berpengaruh signifikan terhadap peningkatan respon viskositas dan penurunan respon ketahanan busa sediaan sabun cair transparan. CAPB berpengaruh signifikan terhadap peningkatan respon viskositas dan peningkatan respon ketahanan busa. Sedangkan interaksi NaCl dan CAPB berpengaruh signifikan terhadap penurunan respon viskositas dan penurunan respon ketahanan busa.
xviii ABSTRACT
This research is about the effect of sodium chloride as thickening agent and cocoamidopropyl betaine to viscosity and foam resistant of liquid transparent soap. The aim of this research is to reveal the effects of both factors and interactions towards physical and stability properties of liquid transparent soap. Physical properties which evaluated are viscosity and foam resistant. Stability properties which evaluated are alteration of both viscosity and foam resistant.
This is an experimental research. The simplest method for proving the effects of both these factors in two levels and its interaction is factorial design. These factors were cocoamidopropyl betaine and sodium chloride which both used in high and low level. The data were analyzed statistically by Design Expert 7.0.0 in confidence level 95% to prove the significant (p<95%) of each factor and their interactions in contributing the effect.
The result of this research showed that sodium chloride significantly affected the viscosity increasing and foam resistant decreasing of liquid transparent soap. Cocoamidopropyl betaine significantly affected the increasing of viscosity and foam resistant of liquid transparent soap. On the other hand, the interaction between sodium chloride and cocoamidopropyl betaine affected the decreasing of viscosity and foam resistant of liquid transparent soap.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terluas yang terdapat di bagian terluar tubuh, dan
pada umumnya berfungsi untuk menutupi dan melindungi permukaan tubuh
(Barel, Paye, dan Maibach, 2009). Fungsi barrier kulit terdapat pada lapisan
stratum corneum di permukaan kulit (epidermis) (Thibodeau, dan Amari, 2009).
Hasil ekskresi yang bercampur dengan kotoran menyebabkan perlunya
penggunaan produk kosmetik yang bertujuan untuk membersihkan kulit.
Salah satu upaya untuk menjaga kulit tetap bersih dan sehat adalah
membersihkan seluruh anggota badan (mandi) secara teratur dengan sabun.
Manfaat dari pemakaian sabun adalah produk metabolisme kulit (seperti sebum),
lapisan kulit yang mati, residu keringat, kotoran, debu, dan mikroorganisme dapat
dihilangkan (Izhar, 2009).
Sabun adalah substansi pembersih yang digunakan dengan air untuk
membersihkan kotoran dari suatu material yang kotor. Sabun yang digunakan
untuk membersihkan tubuh manusia disebut sabun toilet. Sabun dapat ditemui
dalam berbagai bentuk, seperti padat atau cair (Edoga, 2009).
Menurut Anggraini, Sriwidodo, dan Soebagio (2009), sabun mandi cair
memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan sabun mandi batang seperti
mudah digunakan, dibawa dan disimpan, tidak mudah rusak atau kotor, dan
sabun cair transparan menyediakan tampilan unik yang lebih disukai oleh banyak
konsumen. Mengacu pada Flick (1995), sabun cair transparan adalah sabun dalam
wujud cair dengan tampilan jernih menyerupai air.
Dalam penggunaannya, sabun cair harus memiliki kekentalan atau
viskositas yang cukup agar tidak menyelinap melalui jari pengguna tetapi pada
saat yang sama harus memiliki kemampuan untuk membentuk busa dengan cepat
hanya dengan penggosokan minimal (Lai, 1997). Konsumen beranggapan sabun
dengan busa yang melimpah, mempunyai kemampuan membersihkan kotoran
dengan baik (Izhar, 2009).
Menurut Schramm (2005) busa (foam) adalah suatu dispersi koloid di
mana gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan. Busa yang
melimpah dapat diperoleh dari penggunaan foaming agent, yaitu surfaktan
(Tadros, 2005). Salah satu surfaktan yang sering digunakan dalam pembuatan
sabun adalah cocoamidopropyl betaine. CAPB adalah surfaktan amphoteric
dengan sifat pembusa yang baik dan memberikan rasa lembut pada kulit. Selain
itu CAPB dapat mengurangi iritasi dari turunan alkil sulfat dan alkil ether sulfat,
contohnya sodium lauryl sulphate dan sodium laureth sulphate. Apabila CAPB
dikombinasikan dengan alkil sulfat atau alkil ether sulfat, akan menghasilkan
sediaan dengan viskositas relatif tinggi (Butler, 2000)
Sabun cair transparan diharapkan memiliki tingkat viskositas tertentu
agar tidak mengalir tumpah melalui sela-sela jari ketika dituang ke tangan
(Matsuda, 1982). Viskositas dari sediaan dapat dipengaruhi oleh komposisi dan
pengental yang banyak digunakan di industri kosmetik, seperti natrium klorida,
gum, derivat selulosa, dan carbomer (Fonseca, 2005). Namun yang paling sering
digunakan adalah elektrolit seperti NaCl, karena tidak mahal dan efektif (Klein,
2004).
Oleh karena itu peneliti ingin melihat efek kedua faktor terhadap sifat
fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan. Untuk melakukan penelitian ini
penulis menggunakan metode desain faktorial dua level. Desain faktorial dua level
artinya terdapat dua faktor (CAPB dan NaCl) yang masing-masing faktor diuji
pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Oleh karena itu,
penelitian penulis kali ini adalah pengaruh penambahan jumlah pengental NaCl
dan surfaktan CAPB terhadap viskositas dan ketahanan busa aplikasi desain
faktorial.
1. Rumusan masalah
Permasalahan yang akan diteliti adalah :
Apakah perbedaan jumlah NaCl dan CAPB yang digunakan serta interaksi
keduanya berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas dan ketahanan busa
sediaan sabun cair transparan?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai ”Pengaruh Penggunaan
Pengental Natrium Klorida dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine terhadap
Viskositas dan Ketahanan Busa Sabun Cair Transparan Aplikasi Desain
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut
a. Manfaat teoritis. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai
hubungan antara viskositas dengan ketahanan busa sediaan sabun
cair transparan.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
formulasi sediaan sabun cair transparan terutama menyangkut
jumlah surfaktan dan bahan pengental yang digunakan.
c. Manfaat metodologis. Diharapkan adanya upaya pengembangan dan
aplikasi metode desain faktorial untuk menemukan formula sabun
cair transparan dengan pengental NaCl dan surfaktan CAPB yang
sesuai parameter yang ditetapkan.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Membuat sabun cair transparan dengan pengental NaCl dan surfaktan
CAPB.
2. Tujuan khusus
Mengetahui pengaruh NaCl, CAPB, dan interaksi keduanya terhadap
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kulit
Kulit merupakan organ terluas yang terdapat di bagian terluar tubuh, dan
pada umumnya berfungsi untuk menutupi dan melindungi permukaan tubuh
(Barel, Paye, dan Maibach, 2009). Fungsi lain dari kulit adalah mengatur suhu
tubuh, menyimpan air dan lemak, organ sensorik, mencegah hilangnya air dan
masuknya bakteri, serta produksi vitamin D (Anonim d, 2010). Selain untuk
melindungi tubuh, kulit juga berfungsi sebagai tempat ekskresi. Zat berlemak, air,
ion-ion, dan keringat merupakan contoh dari hasil ekskresi (Thibodeau, dan
Amari, 2009).
dari acid mantle adalah pertahanan terhadap mikroba dan fungi serta
partikel-partikel asing.
Stratum corneum terdiri dari sekitar 15 lapisan corneocytes. Corneocytes
adalah keratinocytes yang sudah mati. Corneocytes membentuk “batubata”
di antara lapisan lipid ganda (intercorneocytes lipid) yang membentuk “semen”
dan mekanis. Intercorneocytes lipids berfungsi sebagai pertahanan terhadap
mikroba, antioksidan dan permiabilitas (Se, Seung, Sung, 2006)
Gambar 1. Struktur brick and mortar pada stratum corneum (Baumann, 2009)
Fungsi elastisitas dan ketahanan dari stratum corneum tergantung pada
kadar air. Penyimpanan air di kulit dibantu oleh zat yang disebut natural
moisturizing factor (NMF). Produksi NMF akan berhenti apabila kadar air di
dalam kulit tinggi (overhydrated). Jika kulit mengalami dehidrasi, maka kulit akan
kehilangan elastisitas dan menimbulkan retak (Anonim e, 2010). NMF dan
intercorneocytes lipid mencegah dehidrasi pada epidermis (Baumann, 2009)
B. Sabun 1. Pengertian sabun
Sabun adalah substansi pembersih yang digunakan dengan air untuk
membersihkan suatu material yang kotor. Sabun yang digunakan untuk
membersihkan tubuh manusia disebut sabun toilet. Sabun dapat ditemui dalam
berbagai bentuk, seperti padat atau cair (Edoga, 2009). Sabun cair transparan
adalah sabun dalam wujud cair dengan tampilan jernih seperti air (Flick, 1995).
Sabun yang baik memiliki kriteria sebagai berikut:
a. mudah larut dalam air dan menghasilkan busa
b. menghilangkan noda dan kotoran dari pakaian, kulit manusia, atau
bahan/permukaan yang dibersihkan
c. memberikan kesan bersih dan atau mengkilap
d. memiliki bau yang menyenangkan
e. tidak meninggalkan bekas lengket pada pakaian atau pada kulit, tidak
merusak serat tekstil, dan permukaan yang dibersihkan
f. membunuh kuman (Ilaji, 2010)
2. Formulasi sabun
Bahan-bahan yang digunakan untuk memformulasi sabun dalam hal ini
sabun cair transparan, antara lain:
a. Agen pembersih kulit (surfaktan)
Bagian pembersih kulit dalam suatu formula umunnya terdiri
“deep-cleaning”, biasanya anionik, dicampur dengan surfaktan nonionik
dan amfoter dalam jumlah yang lebih sedikit (Lai, 1997).
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu senyawa yang jika
pada konsentrasi rendah memiliki sifat untuk teradsorpsi pada permukaan
(surface) ataupun antarmuka (interface) dari suatu sistem dan mampu
menurunkan energi bebas permukaan maupun energi bebas antarmuka.
Istilah antarmuka menggambarkan suatu batas di antara dua fase yang
tidak saling campur, sedangkan istilah permukaan juga menggambarkan
sistem dua fase, salah satu fasenya adalah gas atau udara (Rosen, 2004).
Energi bebas antarmuka atau yang disebut juga tegangan
antarmuka adalah jumlah energi minimal yang dibutuhkan untuk
membuat sistem tetap dalam dua fase yang tidak bercampur, sehingga
terbentuk batas antarmuka di antara dua fase tersebut. Begitu juga untuk
istilah tegangan muka yang menggambarkan energi bebas antarmuka per
unit area dari perbatasan antara cairan dan udara di atasnya (Rosen,
2004).
Molekul surfaktan memiliki gugus polar (hidrofilik) dan
nonpolar (lipofilik). Struktur ini memungkinkan surfaktan untuk kontak
dengan zat polar seperti air sekaligus kontak dengan zat nonpolar yang
tidak campur dengan air. Sehingga surfaktan disebut sebagai senyawa
amfifil. Bagian polar dari surfaktan sering disebut sebagai kepala,
sedangkan bagian nonpolar yang berupa rantai hidrokarbon disebut
Berdasarkan gugus polarnya, surfaktan digolongkan menjadi:
1) Surfaktan anionik: bermuatan negatif, contohnya yaitu RCOO-Na+
(sabun) dan RC6H4SO3-Na+ (alkylbenzene sulfonat). Surfaktan
anionik yang digunakan dalam sediaan ini adalah Sodium Lauryl
Sulphate (SLS). SLS merupakan surfaktan anionik dan pembentuk
busa dan pembersih yang baik, namun iritatif dan memberikan after
feel seperti kering, kecuali dengan adanya penambahan agen
pengkondisi kulit (Butler, 2000). SLS bersifat sukar larut dalam air
dingin, namun kelarutannya meningkat seiring dengan kenaikan
suhu (Mitsui, 1997).
Gambar 3. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (Milne, 2005)
2) Surfaktan kationik: bermuatan positif, contohnya yaitu RNH3+Cl-
(garam amina rantai panjang) dan RN(CH3)3+Cl- (amonium klorida
kuarterner).
3) Surfaktan zwitterionik atau amfoter: bemuatan positif dan negatif
sekaligus, contohnya yaitu RN+H2CH2COO- (asam amino rantai
panjang) dan RN+(CH3)2CH2CH2SO3- (sulfobetaine).
4) Surfaktan nonionik: tidak memiliki muatan, contohnya yaitu
RCOOCH2CHOHCH2OH (monogliserida asam lemak rantai
R(OC2H4)xOH (polioksietilen alkohol) (Rosen, 2004). Cocamide
DEA merupakan surfaktan nonionik (Oudt, 2004).
Gambar 4. Struktur Cocamide DEA (Larsen and Andersen, 2006)
b. Agen pengondisi kulit
Saat ini konsumen tidak hanya menginginkan sabun yang dapat
membersihkan kulit, tetapi juga menimbulkan kesan lembut pada kulit.
Dengan adanya perubahan permintaan konsumen tersebut, maka perlu
ditambahkan senyawa yang dapat meningkatkan kelembutan (mildness)
di kulit setelah pemakaian sabun. Gliserin dan asam lemak bebas
merupakan bahan tambahan yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Bahan lainnya yang dapat digunakan antara lain
vitamin E, jojoba oil, lanolin, mineral oil, beeswax, dll. (Barel et al,
2001).
Gambar 5. Struktur Glycerin (Rowe et. al, 2009)
Gambar 6. Struktur Propylene Glycol (Rowe et al, 2009)
c. Bahan pengatur sifat fisika kimia (pH, viskositas)
Sabun cair biasanya diaplikasikan dari pompa pada wadah
langsung ke kulit basah. Dalam penggunaannya, sabun cair harus
melalui jari pengguna tetapi pada saat yang sama harus memiliki
kemampuan untuk membentuk busa dengan cepat hanya dengan
penggosokan minimal. Viskositas sabun cair sangat tergantung pada
pemilihan dan campuran surfaktan serta tambahan bahan pengental,
seperti polimer, nonionik, kationik, dan elektrolit. pH produk
memerlukan suatu studi yang terpisah untuk memastikan tidak hanya
rentang dan batas yang diinginkan, tetapi juga memastikan stabilitas pH
produk dengan lama penyimpanan dan variasi bahan baku (Lai, 1997)
d. Sistem Pengawet
Pengawet atau preservative berfungsi untuk mencegah oksidasi
selama penyimpanan karena penggunaan asam lemak tak tersaturasi
(seperti oleat, linoleat, linolenat), dan adanya bahan tambahan seperti
fragrance. Pengawet yang digunakan dapat terdiri dari agen pengkelat
logam, seperti Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) atau antioksidan,
seperti Butylated Hydroxy Toluene (BHT) (Barel et al, 2001).
e. Bahan pengatur estetika (warna, fragrance)
Fragrance merupakan bahan aditif yang paling penting pada
produk cleansing, agar dapat diterima oleh konsumen. Penggunaan
fragrance pada umumnya berfungsi untuk menutupi karakterisitik bau
dasar dari asam lemak atau fase minyak. Fragrance yang digunakan
tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan pada
produk akhir (Barel et al, 2001).
3. Mekanisme pembersihan kulit dengan sabun
Sabun berfungsi membersihkan kulit dari kotoran dan minyak-minyak
yang menempel di kulit. Interaksi yang paling jelas adalah penghilangan minyak
dan kotoran di kulit sekaligus lemak alami pada kulit (Ertel, 2000). Substansi
pengotor kulit dapat larut dalam air atau minyak. Substansi yang larut air tentu
lebih mudah dibersihkan dibandingkan yang tidak larut air (larut minyak). Sabun
memiliki bagian yang dapat berinteraksi dengan air (hydrophilic) dan yang dapat
berinteraksi dengan minyak (hydrophobic) dalam tiap molekulnya. Agar dapat
terbawa oleh air saat mandi, maka kita memerlukan sabun (Martínez, 2005).
Surfaktan dalam sabun akan berikatan dengan air pada sisi hydrophilic
sementara sisi hydrophobic berikatan dengan substansi minyak. Molekul-molekul
surfaktan yang telah berikatan dengan minyak dan air akan membentuk micelle.
Sisi hydrophobic memerangkap minyak di bagian dalam micelle sementara sisi
hydrophilic berinteraksi dengan air di bagian luar. Micelles akan terbilas dan
terbawa oleh air membawa kotoran dan substansi minyak di dalamnya (Martínez,
Gambar 8. Ilustrasi pembersihan kulit oleh sabun (surfaktan) (Anonim c, 2010)
Keterangan :
1. Surfaktan 2. Lipid alami kulit
3. Partikel kotoran yang lipofilik 4. Permukaan kulit 5. Air
C. Natrium Klorida
Natrium klorida (NaCl) adalah garam inorganik yang digunakan sebagai
pengental dalam sebagian besar sediaan kosmetik yang mengandung detergent,
termasuk sabun cair transparan. Pengental adalah suatu zat yang digunakan untuk
mengatur viskositas produk agar lebih mudah digunakan dan terjaga stabilitasnya.
Jumlah dari elektrolit atau garam yang ditambahkan berpengaruh pada viskositas
sediaan (Oudt, 2004). NaCl biasa ditambahkan pada basis sabun untuk
mengentalkan sabun dengan proses salting out dari surfaktan (Foster, 1998).
Penambahan elektrolit umumnya berkisar antara 0,1 – 3 % b/v, disesuaikan dengan
D. Cocoamidopropyl Betaine
Cocoamidopropyl Betaine (CAPB) adalah surfaktan amphoteric dengan
sifat pembusa yang baik dan memberikan rasa lembut pada kulit. Selain itu CAPB
dapat mengurangi iritasi dari turunan alkil sulfat dan alkil ether sulfat. Apabila
CAPB dikombinasikan dengan alkil sulfat atau alkil ether sulfat akan
menghasilkan sediaan dengan viskositas relatif tinggi (Butler, 2000) Daya
busanya relatif stabil baik pada soft water dan hard water, serta kompatibel
dengan surfaktan anionik, kationik, maupun nonionik (Rieger and Rhein, 1997).
Terbukti dari penelitian Teglia and Secchi (1994) bahwa CAPB memiliki efek
antiiritan yang mirip dengan wheat protein ketika ditambahkan ke larutan sodium
lauril sulfat (SLS). Baik wheat protein maupun CAPB dapat melindungi kulit dari
iritasi (Barel et al, 2001).
Menurut Guertechin (2009) meskipun betaine umumnya digolongkan ke
dalam surfaktan amfoterik, sebenarnya penggolongan ini tidak tepat karena
surfaktan ini tidak pernah ada dalam bentuk anionik tunggal. Alkil betaine selalu
bermuatan positif, sehingga dikelompokkan sebagai surfaktan kationik. Namun
karena surfaktan ini juga memiliki gugus bermuatan negatif dalam kondisi pH
netral dan basa, maka sering dianggap sebagai surfaktan amfoter. Memang
pengelompokan ini masih menjadi perdebatan sampai sekarang.
E. Sifat Fisis
Sifat fisis sabun perlu dievaluasi untuk menjamin sabun yang dihasilkan
sesuai dengan kebutuhan konsumen. Beberapa sifat fisis yang diamati pada
penelitian ini adalah katahanan busa dan viskositas sabun.
1.
Busa
Busa (foam) adalah suatu dispersi koloid di mana gas terdispersi dalam
fase kontinyu yang berupa cairan (Schramm, 2005). Karena adanya perbedaan
densitas yang signifikan antara gelembung gas dan medium, maka sistem akan
memisah menjadi dua lapisan dengan cepat di mana gelembung gas akan naik ke
atas. Ketika gelembung gas dimasukkan di bawah permukaan cairan, maka
gelembung itu akan langsung pecah saat cairan mengalir (Tadros, 2005). Adanya
surfaktan akan mengurangi tegangan antarmuka gas/cairan sehingga
mempermudah dispersi gas dalam cairan (Exerowa, 1998).
Mekanisme pembentukan busa dimulai ketika gelembung gas masuk ke
dalam larutan surfaktan. Kemudian surfaktan akan terabsorpsi pada antarmuka
gas/cairan dan terbentuk gelembung gas yang terbungkus oleh lapisan film atau
disebut busa. Busa ini akan cenderung naik ke permukaan karena berat jenis gas
lebih kecil daripada air. Namun pada permukaan cairan juga terdapat surfaktan
yang duduk pada lapisan batas air dan udara. Sehingga busa yang terbentuk tidak
bisa lepas keluar ke udara, melainkan tetap tertahan pada batas permukaan cairan.
Jika busa-busa di permukaan semakin banyak maka mereka akan saling mendekat,
sehingga akhirnya dapat kontak satu sama lain atau bahkan saling bergabung
Penyebab utama dari pecahnya busa (foam collapse) adalah penipisan
(thinning) lapisan film dan koalesen. Thinning terjadi karena busa cenderung naik
ke atas namun sekaligus ditarik ke bawah karena adanya aliran cairan (drainage)
akibat gaya gravitasi. Karena ditarik dari 2 arah maka film busa menipis sehingga
lebih mudah pecah (rupture). Di samping itu, ukuran busa yang bervariasi
menyebabkan adanya gradien tekanan gas. Akibatnya dapat terjadi difusi gas, di
mana busa-busa kecil akan bergabung menjadi busa yang lebih besar (koalesen).
Ukuran busa yang semakin besar berarti tegangan permukaan semakin besar,
sehingga semakin mudah pecah (Tadros, 2005 dan Schramm, 2005).
Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan
parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter
tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.
“Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk
menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).
Untuk mengetahui ketahanan busa sediaan sabun cair transparan perlu
dilakukan evaluasi busa. Evaluasi busa dapat dilakukan dengan beberapa metode
sebagai berikut:
a. Sabun sejumlah 2,95 g ditimbang, dihaluskan, dan dilarutkan dalam
800 mL aquadest. Larutan tersebut diambil 500 mL, dituang ke
dalam labu, dan diaduk kuat selama 2 menit dengan pengaduk
mekanik elektrik. Pengamatan tinggi busa dilakukan setelah 5 menit
b. Sabunsejumlah 0,5 g dalam 50 mL aquadest (40oC) diaduk dengan
magnetic stirrer. Larutan dituang ke dalam gelas ukur dan dilakukan
penggojogan 20 kali dengan kecepatan konstan. Pengamatan volume
busa dilakukan pada menit ke-0 dan ke-5 (Evren, 2007).
c. Sebanyak 10 ml larutan uji dimasukkan ke gelas ukur 25 ml.
Kemudian digojok dengan tangan 20 kali hingga terbentuk busa. Lalu
diukur tinggi busanya dan perubahan tinggi busa selama waktu
Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Viskositas
(η) digambarkan dengan persamaan metematika :
Dari persamaan itu dapat diketahui bahwa peningkatan gaya geser (shear
stress) akan menaikkan kecepatan geser (shear rate). Namun hal ini hanya
berlaku untuk senyawa dengan tipe Newtonian seperti air, alkohol, gliserin, dan
larutan sejati. Sedangkan untuk sediaan seperti emulsi, suspensi, dispersi, dan
Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan geser. Tipe
non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Liebermann et al, 1996).
Gambar 10. Kurva sifat alir Newtonian (Martin, 1983)
Pada tipe pseudoplastis, viskositas akan menurun dengan meningkatnya
kecepatan geser. Sifat ini disebut juga shear thinning (Martin, 1983). Sifat alir
pseudoplastis ini paling banyak ditunjukkan oleh dispersi hidrokoloid dalam air
seperti tragakan, alginat, metil selulosa, dan polivinilpirolidon. Dalam suatu
larutan, molekul-molekul dengan BM besar dan struktur panjang seperti itu akan
saling terpilin dan terperangkap bersama-sama dengan solven yang tidak
bergerak. Dengan adanya gaya geser maka molekul akan terbebas dan menyusun
diri secara searah untuk kemudian mengalir. Dengan kata lain molekul akan
memiliki lebih sedikit tahanan untuk mengalir dan air yang terjebak juga akan
terlepas, sehingga viskositas turun (Aulton, 1988).
Selain itu sistem sediaan tersebut juga bisa menunjukkan fenomena
thixotropi. Yaitu pada saat didiamkan penampakan sistem berupa sediaan yang
menjadi sistem yang lebih encer seperti larutan atau solution. Saat gaya geser
dihilangkan maka sistem akan mulai menyusun diri lagi ke bentuk semula. Namun
proses ini tidak instan (Martin, 1983). Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
gel-sol-gel recovery ini dapat bervariasi mulai dari hitungan menit sampai hari
tergantung dari sistemnya (Aulton, 1988).
F. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah metode rasional untuk menyimpulkan dan
mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap
kualitas produk (Bolton, 1997). Penelitian desain faktorial yang paling sederhana
adalah penelitian dengan 2 faktor dan 2 level (Armstrong dan James, 1996).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level
tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui
faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon
(Bolton, 1997). Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Keterangan : Jumlah CAPB/NaCl - = level rendah + = level tinggi
Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah
Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah
Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi
Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi
Rumus yang digunakan dalam desain faktorial :
Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12(XA)(XB)
Dengan :
Y = respon hasil atau sifat yang diamati, yaitu viskositas dan
ketahanan busa sabun cair transparan
XA, XB = level faktor A, level faktor B
b0,b1,b2,b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan.
Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon
pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek
menurut Bolton (1997) sebagai berikut:
Efek faktor A =
Efek faktor B =
Efek interaksi =
Keuntungan desain faktorial adalah memungkinkan untuk
G. Landasan Teori
Sabun cair transparan dapat diterima oleh konsumen, pada umumnya harus
memenuhi sifat fisis yang telah ditentukan. Konsumen akan menerima sabun
tersebut apabila, busa yang dihasilkan melimpah dan menimbulkan after feel
lembab atau lembut. Dalam penggunaannya, sabun cair harus memiliki kekentalan
atau viskositas yang cukup agar tidak menyelinap melalui jari pengguna tetapi
pada saat yang sama harus memiliki kemampuan untuk membentuk busa dengan
cepat hanya dengan penggosokan minimal.
Untuk memperoleh sabun yang sesuai, maka perlu diketahui formula
sabun cair transparan yang dapat memenuhi sifat fisis tersebut. Umumnya untuk
memperoleh busa yang melimpah, digunakan kombinasi surfaktan. Dengan
adanya surfaktan, maka tegangan antarmuka gas/cairan akan berkurang sehingga
mempermudah dispersi gas dalam cairan. Surfaktan yang biasa digunakan pada
sabun cair transparan adalah CAPB. Daya busanya relatif stabil baik pada soft
water dan hard water, serta kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik,
maupun nonionik. Kelebihan lain CAPB adalah kemampuan iritatif yang relatif
rendah. NaCl umum digunakan dalam industri kosmetik sebagai pengental, atau
dalam beberapa kasus sebagai viscousity adjuster. NaCl umum digunakan pada
sediaan kosmetik yang mengandung detergen (surfaktan) seperti shampoo dan
sabun cair.
Untuk melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode desain
faktorial dua faktor dua level, dengan dua faktor (CAPB dan NaCl) yang
tinggi. Oleh karena itu, penelitian penulis kali ini adalah pengaruh penambahan
surfaktan cocoamidopropyl betaine dan pengental natrium klorida terhadap
viskositas dan ketahanan busa aplikasi desain faktorial.
H. Hipotesis
Hi : Perbedaan jumlah NaCl, CAPB, yang digunakan serta interaksi keduanya
berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas dan ketahanan busa
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul ”Pengaruh Penggunaan Pengental Natrium
Klorida dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine terhadap Viskositas dan
Ketahanan Busa Sabun Cair Transparan Aplikasi Desain Faktorial” ini merupakan
jenis penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan desain faktorial dua faktor dan dua level.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi CAPB, dengan level rendah sebesar 21 gram, dan level tinggi sebesar 30 gram serta komposisi
NaCl, dengan level rendah sebesar 3 gram, dan level tinggi sebesar 6 gram.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis sabun cair transparan yang meliputi viskositas dan tingkat kemampuan membentuk busa.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah komposisi sabun cair transparan selain NaCl dan CAPB.
4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan kelembaban dan suhu ruangan penyimpanan serta kemasan sabun cair
C. Definisi Operasional
1. Sabun cair transparan adalah sabun dalam wujud cair dengan tampilan jernih menyerupai air.
2. Faktor adalah besaran yang berpengaruh terhadap respon. Pada penelitian ini faktor yang digunakan adalah NaCl dan CAPB.
3. Level adalah tetapan untuk faktor. Level yang digunakan pada penelitian adalah level tinggi dan level rendah.
4. Respon adalah besaran yang dapat diamati dan dikuantifikasikan, dalam penelitian ini adalah viskositas dan pergeserannya serta ketahanan busa dan
perubahannya.
5. Pengaruh adalah efek perubahan yang terjadi akibat variasi faktor dan level. 6. Viskositas adalah tahanan sabun cair transparan untuk mengalir yang diukur
dengan menggunakan viscotester dan dinyatakan dalam satuan cps.
7. Busa adalah suatu dispersi koloid di mana gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan.
8. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada
menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah
divortex dan dinyatakan dalam satuan cm. Nilai ketahanan busa berbanding
terbalik dengan selisih tinggi busa.
9. Desain faktorial adalah metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari faktor yang diteliti. Dalam penelitian ini faktor
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (Pyrex), cawan
porselen, gelas arloji, sendok sungu, magnetic steer, termometer, tabung reaksi
berskala, pH meter Merck, neraca Mettler PC 16, neraca analitik Mettler-Toledo
AB204, vortex Cenco dan viscotester seri VT 04 RION-Japan.
E. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah demineralized
water, Sodium Lauryl Sulfate, Na2EDTA, Propylene Glycol, Glycerin,
Cocoamidopropyl Betaine, Cocamide DEA, Natrium klorida, asam sitrat, dan
NaOH yang semuanya pharmaceutical grade dari PT. Brataco Chemica
Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian 1. Modifikasi formula sabun cair transparan
Formula Sabun Cair Transparan menurut Flick (1995) sebagai berikut:
R/ A Demineralized Water 58,80 g
Ammonium Lauryl Sulfate 18,50 g
Ammonium Cocoyl Isethionate 9,20 g
Na4EDTA 0,20 g
Methyl Paraben 0,20 g
Imidazolidinyl Urea 0,20 g
Cocamide DEA 0,90 g
Fragrance 0,10 g
C Asam Sitrat 50% 0,10 g
D Deionized Water 6,75 g
Ammonium Chloride 1,70 g
Formula yang digunakan telah dimodifikasi. Perlakuan yang diberikan
pada penelitian berupa pembedaan formula dan penyimpanan. Pembedaan
formula dilakukan pada penggunaan CAPB pada level rendah sebesar 21 gram
dan level tinggi sebesar 30 gram, dan NaClpada level rendah sebesar 3 gram dan
level tinggi sebesar 6 gram. Jumlah CAPB dan NaCl yang digunakan dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel II. Formula sabun cair transparan untuk @ ± 300 g
Campuran Komposisi (gram) Formula (gram)
2. Prosedur pembuatan sabun cair transparan
Semua alat dan bahan disiapkan. Bahan-bahan ditimbang dengan teliti.
Propylene glycol (PG) ditambahkan sedikit demi sedikit ke sodium lauryl
sulphate (SLS) dan diaduk hingga homogen. Seperempat bagian gliserin
ditambahkan ke cocamide DEA dan aduk homogen. Lalu campuran
gliserin-cocamide DEA ini ditambahkan ke sisa gliserin dan diaduk homogen. NaCl
dilarutkan dalam demineralized water hangat hingga larut.
Na2EDTA ditambahkan ke demineralized water menghasilkan campuran
A. Campuran SLS dan PG dimasukkan sedikit demi sedikit ke campuran A dan
diaduk dengan bantuan magnetic steer pada kecepatan 300 rpm hingga larut
menghasilkan campuran B. Selanjutnya CAPB ditambahkan dan tetap diaduk
pada kecepatan 300 rpm selama 1 menit. Fragrance kemudian ditambahkan dan
tetap diaduk pada kecepatan 300 rpm selama 1 menit. Campuran
gliserin-cocamide DEA ditambahkan dan diaduk pada kecepatan 300 rpm selama 2 menit.
Pengukuran pH campuran menggunakan kertas pH. Jika diperlukan,
larutan asam sitrat 50% dan NaOH 10% ditambahkan dengan seksama untuk
mengatur pH hingga 7-8. Pengukuran pH dengan kertas pH dilakukan kembali.
Larutan NaCl ditambahkan dan diaduk 300 rpm selama 5 menit sampai homogen
menghasilkan sabun cair transparan. Sabun cair transparan dipindahkan ke dalam
wadah dan diberi label sesuai formula dan replikasinya. Sabun disimpan dalam
suhu ruangan. Pada waktu pengamatan yang ditentukan, sabun cair transparan
3. Uji sifat fisis sabun cair transparan
Pengamatan sifat fisis sabun cair transparan dilakukan pada hari ke- 2, 7,
14, 21 dan 30 setelah pembuatan sabun.
a. Uji Viskositas Sabun
Sebanyak 150 g sabun dimasukkan perlahan-lahan ke dalam
wadah dan dipasang pada viscotester. Viskotester dinyalakan dan nilai
viskositas sediaan diperoleh dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
pada viscotester setelah jarum stabil.
b. Uji Ketahanan Busa
Sabun ditimbang sebesar 0,5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml
demineralized water. Sebanyak 10 ml larutan campuran dimasukkan ke
dalam tabung reaksi berskala perlahan agar tidak menimbulkan busa,
tutup dengan penutupnya. Pengocokan dilakukan dengan bantuan vortex
selama 2 menit. Kemudian dilakukan pengukuran pada menit ke-0 dan
ke-5 setelah divorteks. Semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata
selisih ketinggian busanya antara menit ke-5 dan menit ke-0 setelah
divorteks.
G. Analisis Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial karena metode
desain faktorial dapat menghitung besarnya efek NaCl, CAPB dan interaksinya
dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan. Data
viskositas, dan ketahanan busa secara periodik, % pergeseran viskositas dan %
perubahan ketahanan busa selama 30 hari penyimpanan.
Data viskositas 48 jam, ketahanan busa 48 jam, pergeseran viskositas, dan
perubahan ketahanan busa dianalisis menggunakan Design Expert 7.0.0 dengan
uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan menghasilkan
nilai p yang menunjukkan signifikansi pengaruh faktor yang diteliti terhadap
respon yang diukur. Apabila nilai p kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan
30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi Sediaan Sabun Cair Transparan
Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah sabun cair transparan
yang dapat membersihkan kulit dari kotoran yang berupa minyak, debu dan sel
kulit mati. Sabun ini digunakan dengan shower puff. Formula yang digunakan
adalah formula yang dimodifikasi dari formula sabun cair transparan oleh Flick
(1995). Penelitian mengenai sabun cair transparan ini dilakukan untuk
menghasilkan sabun cair transparan yang aman dan acceptable bagi konsumen.
Viskositas dan busa menjadi penting dalam penelitian terkait dengan
acceptability dari sediaan sabun cair transparan. Sabun cair transparan memiliki
tingkat viskositas tertentu agar tidak mengalir tumpah melalui sela-sela jari ketika
dituang ke tangan (Matsuda, 1982). Sedangkan busa yang melimpah bertujuan
untuk memenuhi acceptability dan aspek psikologis dari konsumen.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain faktorial dua faktor
dua level. Desain formula yang dibuat berjumlah empat yaitu formula 1 (level
rendah NaCl dan level rendah CAPB), formula a (level tinggi NaCl dan level
tinggi CAPB), formula b (level rendah NaCl dan level tinggi CAPB), dan formula
ab (level tinggi NaCl dan level tinggi CAPB).
Surfaktan yang digunakan dalam pembuatan sabun cair transparan ini
adalah sodium lauryl sulphate (SLS) sebagai surfaktan primer dan
larut dalam air dingin, namun kelarutannya meningkat seiring dengan kenaikan
suhu (Mitsui, 1997). Maka dalam pembuatan digunakan air hangat untuk
melarutkan SLS. SLS dicampur terlebih dahulu dengan propylene glycol (PG)
untuk mempermudah kelarutan SLS dalam air karena PG berperan sebagai vehicle
untuk SLS yang sukar larut dalam air (Barel et al, 2001)
Pada formula digunakan disodium EDTA (Na2EDTA). Na2EDTA adalah
pengawet yang berfungsi sebagai chelating agent. Na2EDTA akan mengkelat ion
kalsium dan magnesium yang terdapat dalam hard water ( Rowe et al, 2009)
dengan membentuk kompleks yang larut dari ion kalsium dan magnesium
sehingga terbawa oleh air (Anonim b, 2007). Oleh karena itu air yang digunakan
dalam penelitian adalah aquademineralisata (ADM). ADM tidak mengandung
mineral logam. ADM dihangatkan lalu ditambahkan Na2EDTA hingga terlarut
sempurna. Selanjutnya campuran SLS dan PG dilarutkan hingga sempurna.
Fragrance merupakan bahan aditif yang paling penting pada produk
cleansing, agar dapat diterima oleh konsumen (Barel et al, 2001). Dalam formula
yang digunakan adalah minyak apel. Minyak apel ditambahkan setelah campuran
SLS dan PG larut dalam ADM yang mengandung Na2EDTA.
CAPB dapat mengurangi iritasi dari turunan alkil sulfat dan alkil ether
sulfat, contohnya sodium lauryl sulphate dan sodium laureth sulphate (Butler,
2000). Tujuan penambahan CAPB adalah mengurangi iritasi dari SLS yang
digunakan pada formula serta menghasilkan busa yang lebih banyak karena
dikombinasikan dengan SLS. CAPB ditambahkan ke dalam campuran dan
Sabun yang diaplikasikan ke kulit dapat mengurangi atau menghilangkan
keutuhan lapisan hidrolipid. Hidrolipid merupakan barrier kulit, yang dapat
membantu menjaga kelembaban kulit. Adanya aksi penghilangan lipid tersebut,
mengakibatkan perubahan topografi kulit dan kualitas sensor kulit, sehingga dapat
terjadi dryness, roughness, flakiness, dan rasa pengetatan (tightening feeling) pada
kulit (Thibodeau, dan Amari, 2009). Gliserin adalah humektan dan memiliki
kemampuan higroskopis seperti NMF. Humektan adalah bahan larut air dengan
kemampuan absorpsi air yang baik (Baumann, 2009). Humektan bekerja
mempertahankan air yang ada dalam kandungan kulit, sehingga diperoleh sensasi
lembab di kulit (Rieger, 2000). Gliserin ditambahkan agar memberikan efek
lembab dan after feel yang baik pada kulit.
Cocamide DEA dicampur terlebih dahulu dengan gliserin karena
penimbangan C-DEAdalam jumlah sedikit. Pencampuran ini agar C-DEA dapat
tercampur homogen dalam sediaan. Campuran ini kemudian ditambahkan ke
dalam campuran sebelumnya lalu dihomogenkan. C-DEA akan berinteraksi secara
molekuler dengan surfaktan anionik dan CAPB yang bersifat anionik pada
suasana basa. Surfaktan anionik pada larutan normalnya berbentuk spherical
micelles yang relatif sama ukurannya, akan berubah strukturnya menjadi batang
atau seperti cakram, bahkan membentuk jaringan. Jika dilihat secara mikroskopis,
perubahan struktur ini berakibat pada peningkatan viskositas (Oudt, 2004).
Range pH normal acid mantle adalah 4,5 sampai 6,5 (Walters and
Roberts, 2008). Agar dapat membersihkan kotoran dan minyak dari kulit maka
karena itu pH sabun pada sediaan sabun cair transparan berkisar pada 7 – 8.
Sebelum penambahan larutan NaCl, pH sediaan diukur dengan kertas pH. Apabila
pH lebih dari 8 maka ditambahkan beberapa tetes larutan asam sitrat 50%. Bila
pH kurang dari 7 maka ditambahkan larutan NaOH 10%. Penambahan larutan
pengatur pH dilakukan agar diperoleh pH sediaan pada 7-8. Selain itu pH basa
akan mengakibatkan CAPB bersifat anionik sehingga dapat mendukung kerja SLS
yang merupakan surfaktan anionik.
NaCl merupakan garam yang dapat mengubah karakter ionik sediaan
sehingga mempengaruhi viskositas sediaan (Rowe et al, 2009). Viskositas
bergantung pada jumlah elektrolit yang ditambahkan. Penambahan elektrolit
umumnya berkisar antara 0,1 – 3 % b/v, disesuaikan dengan komposisi bahan serta
konsentrasi dan viskositas yang diinginkan (Oudt, 2004). Penambahan NaCl
dimaksudkan untuk mengatur viskositas suatu sediaan. Oleh karena itu larutan
NaCl ditambahkan terakhir dalam proses pembuatan. NaCl ditambahkan dalam
bentuk larutan agar homogen dalam sediaan.
Uji iritasi ataupun subjective assessment tidak dilakukan oleh peneliti
karena keterbatasan waktu penelitian. Walaupun demikian, bahan-bahan yang
digunakan dalam sabun cair transparan adalah bahan-bahan yang telah umum
digunakan pada sediaan sejenis di pasaran. Selain itu bahan-bahan yang
digunakan dalam formula jumlahnya masih berada dalam range penggunaan
sehingga sediaan sabun cair transparan aman untuk digunakan. Perbandingan
persentase jumlah penggunaan bahan-bahan dalam sediaan sabun cair transparan
Tabel III. Jumlah penggunaan bahan dalam ± 300 g sabun cair transparan
Campuran Komposisi (gram) Jumlah bahan yang digunakan
gram (g) persen (%)
A Demineralized water 145 48,33
Na2EDTA 0,30 0,1
B Sodium lauryl sulphate 58 19,33
Propylene Glycol 10 3,33
C Cocoamidopropyl betaine 21-30 7-10
D Fragrance 0,50 0,16
E Glycerin 24 8
Cocamide DEA 1,5 0,5
F Asam sitrat 50% q.s. pH 7-8
NaOH 50%
G Demineralized water 30 10
Sodium Chloride 3-6 1-2
B. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Sabun Cair Transparan
Penelitian ini mengevaluasi sifat fisis yang dianggap penting terkait
acceptability sediaan sabun cair transparan oleh konsumen, yaitu viskositas dan
ketahanan busa. Sedangkan parameter stabilitas dievaluasi dengan pergeseran
viskositas dan perubahan ketahanan busa selama 30 hari penyimpanan.
Viskositas menjadi faktor penting yang dievaluasi karena mempengaruhi
kemudahan sediaan untuk mengalir, baik saat proses pengisian ke wadah ataupun
saat dituang ketika sediaan digunakan. Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan
untuk mengalir (Liebermann et al, 1996). Semakin tinggi viskositas suatu cairan
maka tahanan untuk mengalir semakin tinggi sehingga sediaan akan sulit dituang
saat akan digunakan sehingga mengurangi kenyamanan penggunaan. Apabila
viskositas sediaan terlalu rendah maka sediaan mudah mengalir sehingga
mengaplikasikannya menjadi lebih sulit.
Viskositas diukur menggunakan viscotester RION VT-04 dengan rotor
nomor 2. Pengukuran viskositas dilakukan setelah pendiaman dalam waktu
tertentu, hal ini bertujuan untuk memberikan waktu sediaan untuk menata diri
kembali setelah mengalami proses penuangan. Penuangan sediaan sabun cair
transparanke viscotester memberikan suatu gaya geser yang dapat mempengaruhi
nilai viskositas. Nilai viskositas dilihat pada skala yang terdapat pada alat dengan
satuan d.Pa.s. Viskositas diukur selama 1 bulan penyimpanan, untuk mengetahui
perubahan viskositas selama penyimpanan yang dapat menggambarkan stabilitas
Konsumen beranggapan sabun dengan busa yang melimpah, mempunyai
kemampuan membersihkan kotoran dengan baik (Izhar, 2009). Parameter
ketahanan busa menjadi penting untuk dievaluasi karena busa yang optimum dan
tahan selama jangka waktu tertentu saat penggunaan mempengaruhi kepuasan
pengguna sediaan sabun cair transparan.
Metode pengukuran ketahanan busa diadaptasi dari metode Evren (2007)
yang melarutkan 0,5 g sabun dalam 50 mL aquadest dalam gelas ukur lalu
digojog 20 kali dengan kecepatan konstan. Pengamatan volume busa dilakukan
pada menit ke-0 dan ke-5. Pada metode Kim (1997) larutan sabun sebanyak 10 ml
dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml kemudian digojog 20 kali hingga
terbentuk busa. Pengukuran tinggi busa dan perubahan tinggi busa dilakukan
selama waktu tertentu. Edoga (2009) melarutkan 2,95 g sabun dalam 800 ml
aquadest. Larutan tersebut diambil 500 ml, dituang ke dalam labu dan diaduk kuat
selama 2 menit dengan pengaduk mekanik elektrik. Pengamatan tinggi busa
dilakukan setelah 5 menit. Penulis melakukan modifikasi dengan melarutkan 0,5 g
sabun dalam 50 mL aquadest dan mengambil 10 mL larutan ke dalam tabung
berskala bersumbat 25 mL. Penggojogan dilakukan dengan vortex pada kecepatan
maksimum selama 2 menit lalu mengamati tinggi busa pada menit ke-0 dan ke-5
setelah penggojogan.
Pengukuran tinggi busa akan lebih sensitif jika menggunakan skala tinggi
dengan interval 0,1 cm. Oleh karena itu digunakan penggaris yang dilapisi
millimeter block untuk mengurangi bias pengukuran. Pada penelitian ini
vortex dengan jangka waktu pengukuran selama 5 menit. Nilai ketahanan busa
diperoleh dengna mengurangkan tinggi busa pada menit ke-5 dengan tinggi busa
pada menit ke-0. Semakin tinggi nilai selisih tinggi busa antara menit ke 0 dan 5,
semakin rendah ketahanan busa formula tersebut.
Stabilitas sediaan sabun cair transparan terlihat dalam % pergeseran
viskositas dan % perubahan ketahanan busa. Persen pergeseran viskositas adalah
parameter yang menunjukkan selisih viskositas setelah satu bulan penyimpanan
dengan viskositas awal sediaan dibuat. Semakin kecil persen pergeseran viskositas
maka semakin stabil sediaan tersebut. Persen perubahan ketahanan busa adalah
parameter yang menunjukkan selisih ketahanan busa setelah satu bulan
penyimpanan dengan ketahanan busa awal sediaan dibuat. Hasil sifat fisis dan
stabilitas sediaan sabun cair transparan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan
Viskositas Ketahanan Busa % Pergeseran Viskositas
% Perubahan Ketahanan Busa F1 33,83±0,89 0,33±0,04 17,06±4,63 9,72±13,95
Fa 90 0,43±0,04 0 37,5±13,76
Fb 88,33±3,72 0,16±0,04 12,38±2,84 200±70,71
Fab 96,67±4,71 0,43±0,04 0 69,16±10,57
Berdasarkan tabel di atas (tabel III), viskositas terbesar adalah pada
formula ab dan viskositas terkecil pada formula 1. Ketahanan busa terbesar oleh
formula b dan ketahanan busa terendah oleh formula a dan ab. Pergeseran
viskositas terbesar adalah pada formula 1 dan pergeseran viskositas terkecil pada
formula a dan ab. Perubahan ketahanan busa terbesar oleh formula b dan
C. Pengaruh Natrium Klorida, Cocoamidopropyl Betaine, dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas
Desain faktorial dua faktor dua level, yaitu level tinggi dan rendah dipilih
karena paling sederhana. Desain formula pada rancangan desain faktorial,
memiliki bobot bahan-bahan yang sama kecuali bobot faktor yang diteliti,
sehingga bobot total tiap formula berbeda. Hal ini bertujuan untuk menjamin
perbedaan respon yang muncul hanya dikarenakan perbedaan komposisi kedua
faktor dalam level tinggi maupun rendah. Desain faktorial dapat digunakan untuk
mengidentifikasi efek dari tiap faktor maupun interaksinya. Nilai efek
menunjukkan dominansi dari faktor tersebut. Semakin besar nilai efek, maka
semakin dominan pengaruh faktor tersebut terhadap respon, demikian sebaliknya.
Besar nilai efek dilihat sebagai harga mutlak. Tanda positif dan negatif pada
respon menunjukkan pengaruhnya terhadap respon. Efek faktor terhadap respon
positif berarti bahwa faktor meningkatkan respon sedangkan efek faktor terhadap
respon negatif berarti bahwa faktor menurunkan respon.
Pengolahan data menggunakan program Design Expert 7.0.0, akan
menghasilkan nilai efek NaCl, CAPB, dan interaksinya dalam menentukan sifat
fisis dan stabilitas sediaan serta persamaan desain faktorial untuk tiap-tiap respon.
Persamaan desain faktorial dapat memprediksikan respon dengan memasukkan
faktor ke dalam persamaan apabila persamaan tersebut signifikan. Uji statistik
ANOVA digunakan untuk mengetahui signifikansi faktor yang dianalisis dengan
tingkat signifikansi p<0,05. Nilai F tabel dari 4 variasi formula 6 replikasi untuk
1. Viskositas
Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, sehingga
viskositas berhubungan dengan sifat alir dari sabun cair transparan. Sifat alir suatu
sediaan yang stabil tidak akan mengalami perubahan selama penyimpanan.
Sediaan sabun cair transparan mengikuti tipe aliran non Newtonian yaitu aliran
pseudoplastis. Pada tipe pseudoplastis adanya peningkatan shearing stress
menyebabkan molekul-molekul yang secara normal bergerak acak mulai saling
menata diri, mengikuti arah aliran, dan menurunkan tahanan dari sediaan.
Karena alasan di atas, maka pada saat pembuatan, pengadukan dilakukan
terkontrol. Pengadukan dilakukan pada 300 rpm menggunakan magnetic steer.
Pengadukan tidak menggunakan mixer untuk menghindari terbentuknya
gelembung dan busa yang berlebihan selama proses pembuatan. Selain itu lama
pengadukan juga berpengaruh pada peningkatan shearing stress. Oleh karena itu
pengadukan setiap penambahan bahan dibatasi oleh waktu sesuai dengan
peningkatan viskositas akibat penambahan bahan-bahan agar diperoleh sediaan
sabun cair transparan yang homogen. Semakin meningkat viskositas sediaan maka
waktu pengadukan ditambah dengan harapan bahan tercampur lebih homogen.
Hasil pengukuran respon viskositas yang diperoleh dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel V. Hasil pengukuran viskositas sediaan sabun cair transparan
Formula 1 a b Ab
Viskositas 33,83±0,89 90±0 88,33±3,72 96,67±4,71
Hasil pengukuran respon viskositas tertinggi ditunjukkan oleh formula ab,