• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penggunaan pengental natrium klorida dan surfaktan Cocoamidopropyl Betaine terhadap viskositas dan ketahanan busa sabun cair transparan aplikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh penggunaan pengental natrium klorida dan surfaktan Cocoamidopropyl Betaine terhadap viskositas dan ketahanan busa sabun cair transparan aplikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Tri Asih Pramasanti

NIM : 078114019

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Tri Asih Pramasanti

NIM : 078114019

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

ii

Persetujuan Pembimbing

PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

Skripsi yang diajukan oleh :

Tri Asih Pramasanti

NIM : 078114019

telah disetujui oleh

Pembimbing

Rini Dwiastuti M.Sc., Apt.

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

Oleh: Tri Asih Pramasanti

NIM : 078114019

(5)

iv

I ’m just a little dot in this world, but

I ’m sure that GOD not

accidentally dropped me…

(Santi , 2011)

Kar ya ini kuper sembahkan untuk :

Dia yang membent uk ak u sedemik ian r upa dan sel al u mener imak u apa adanya

mer ek a yang sel al u kur induk an dimanapun ak u ber ada mer ek a yang sel al u ada unt uk ber bagi t awa dan air mat a mer ek a yang t anpa pamr ih r el a ber bagi il mu, penget ahuan

dan pengal aman

dia yang sel al u menant i dan mencar ik u

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Tri Asih Pramasanti

Nomor Mahasiswa : 078114019

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENGGUNAAN PENGENTAL NATRIUM KLORIDA DAN SURFAKTAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA SABUN CAIR TRANSPARAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 18 Juli 2011

Yang menyatakan

(7)

vi PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Pengental Natrium Klorida dan Surfaktan Cocoamidopropyl

Betaine terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sabun Cair Transparan Aplikasi

Desain Faktorial”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.).

Selama menempuh masa studi S1, penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak berupa bimbingan, sarana, dukungan, semangat, doa, kritik dan

saran. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing Akademik atas

bimbingan, nasehat, strategi dan semangat selama perkuliahan hingga

penyusunan skripsi ini.

2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

banyak meluangkan waktu, membimbing, memberi masukan, solusi, nasehat

serta semangat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, dan saran.

4. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, dan saran.

5. Segenap Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segala

(8)

vii

6. Bapak Musrifin, para laboran, staff dan karyawan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma untuk bimbingan selama praktikum, penelitian,

perawatan fasilitas dan pelayanan administratif selama menempuh studi S1.

7. Bapak, Ibu, dan kedua bodyguard (mas dan adik) atas doa, cinta, dukungan

dan kepercayaan yang selalu mengiringi setiap tindakan dan keputusan yang

diambil penulis.

8. Teman-teman penelitian di laboratorium lantai 1 (Siska, Cinthya, Dinar, Lia,

Yoga, dkk) untuk pengetahuan, waktu dan tenaga yang diberikan.

9. Kakak-kakak angkatan (Irene, Grace, Chica, Tara, Della, Ririn, Mitha, dkk)

untuk pengalaman, cerita dan semangat yang diberikan.

10. Sahabat-sahabatku (Tiara, Hani, Rio “Demon”, Diana, Linda, Sabrina, Yosef,

Defi, Vika, Io, Bowo, Rudy, Titin, Minda, Oki, Albert, Icha, Afni, dkk) untuk

keceriaan, cerita dan pelajaran selama kita berproses.

11. Teman-teman FST 2007, Kelas A 2007, dan KKN XL kelompok 24 untuk

dinamika, dan pendewasaan yang kita alami selama kita berproses.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu karena keterbatasan

penulis, terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis

dalam melakukan penelitian serta penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan kritik yang membangun dan saran dari berbagai pihak.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layakanya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 18 Juli 2011

Penulis

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

(11)

x

3. Mekanisme pembersihan kulit dengan sabun ... 12

C. Natrium Klorida ... 13

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel Penelititan ... 23

C. Definisi Operasional ... 24

D. Alat Penelitian ... 25

E. Bahan Penelitian ... 25

F. Tata Cara Penelitian ... 25

(12)

xi

2. Prosedur pembuatan sabun cair transparan ... 27

3. Uji sifat fisis sabun cair transparan ... 28

G. Analisis Hasil Penelitian ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Formulasi Sediaan Sabun Cair Transparan ... 30

B. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Sabun Cair Transparan... 35

C. Pengaruh Natrium Klorida, Cocoamidopropyl Betaine, dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas ... 38

1. Viskositas ... 39

2. Ketahanan Busa ... 43

3. Pergeseran viskositas ... 47

4. Perubahan ketahanan busa ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 59

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan

dua level... 19

Tabel II. Formula sabun cair transparan untuk @ ± 300 g ... 26

Tabel III. Jumlah penggunaan bahan dalam ± 300 g sabun cair transparan 34

Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair

transparan... 37

Tabel V. Hasil pengukuran viskositas sediaan sabun cair transparan ... 39

Tabel VI. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan

interaksinya terhadap respon viskositas ... 40

Tabel VII. Analisis variansi (partial sum of square-Type III)

respon viskositas ... 40

Tabel VIII. Hasil pengukuran ketahanan busa sediaan sabun cair transparan 44

Tabel IX. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan

interaksinya terhadap respon ketahanan busa ... 44

Tabel X. Analisis variansi (partial sum of square-Type III)

respon ketahanan busa ... 44

Tabel XI. Hasil perhitungan persen pergeseran viskositas sediaan

sabun cair transparan ... 48

Tabel XII. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan

interaksinya terhadap respon pergeseran viskositas ... 48

(14)

xiii

respon pergeseran viskositas... 48

Tabel XIV. Hasil perhitungan persen perubahan ketahanan busa sediaan

sabun cair transparan ... 50

Tabel XV. Pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine, dan

interaksinya terhadap respon perubahan ketahanan busa ... 51

Tabel XVI. Analisis variansi (partial sum of square-Type III)

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur brick and mortar pada stratum corneum ... 6

Gambar 2. Natural Moisturizing Factor (NMF) pada epidermis... 6

Gambar 3. Struktur Sodium Lauryl Sulphate ... 9

Gambar 4. Struktur Cocamide DEA ... 10

Gambar 5. Struktur Glycerin ... 10

Gambar 6. Struktur Propylene Glycol ... 10

Gambar 7. Struktur Disodium EDTA ... 11

Gambar 8. Ilustarsi pembersihan kulit oleh sabun (surfaktan) ... 13

Gambar 9. Struktur Cocoamidopropyl Betaine ... 14

Gambar 10. Kurva sifat alir Newtonian ... 18

Gambar 11. Kurva sifat alir Pseudoplastis ... 18

Gambar 12. Level maksimum penggunaan bahan dalam sabun cair ... 34

Gambar 13. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap respon viskositas ... 41

Gambar 14. Grafik hubungan efek Cocoamidopropyl Betaine terhadap respon viskositas ... 41

Gambar 15. Efek Natrium Klorida terhadap pembentukan micelle ... 43

Gambar 16. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap respon ketahanan busa ... 45

(16)

xv

Gambar 18. Mekanisme stabilisasi busa ... 47

Gambar 19. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap

respon pergeseran viskositas... 49

Gambar 20. Grafik hubungan efek Cocoamidopropyl Betaine terhadap

respon pergeseran viskositas... 49

Gambar 21. Grafik hubungan efek Natrium Klorida terhadap

respon perubahan ketahanan busa ... 52

Gambar 22. Grafik hubungan efek Cocoamidopropyl Betaine terhadap

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Notasi desain faktorial dan percobaan desain faktorial ... 59

Lampiran 2. Hasil pengukuran sifat fisis sabun cair transparan ... 60

Lampiran 3. Uji normalitas data viskositas, ketahanan busa, pergeseran viskositas dan perubahan ketahanan busa dengan Design Expert 7.0.0 ... 66

Lampiran 4. Uji ANOVA two ways dengan Design Expert 7.0.0 ... 72

Lampiran 5. Foto sabun cair transparan ... 80

(18)

xvii INTISARI

Penelitian ini tentang pengaruh penggunaan pengental natrium klorida dan surfaktan cocoamidopropyl betaine terhadap viskositas dan ketahanan busa sediaan sabun cair transparan. Tujuan penelitian ini adalaha mengetahui pengaruh natrium klorida, cocoamidopropyl betaine dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan. Parameter sifat fisis yang digunakan adalah viskositas dan ketahanan busa, sedangkan parameter stabilitas yang digunakan adalah pergeseran viskositas dan perubahan ketahanan busa..

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Metode paling sederhana untuk menguji hubungan antara cocoamidopropyl betaine (CAPB) dan natrium klorida (NaCl) adalah desain faktorial dengan dua faktor yaitu NaCl dan CAPB serta dua level yaitu level rendah dan tinggi. Analisis data secara statistik menggunakan Design Expert 7.0.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui signifikansi (p<0,05) faktor-faktor dan interaksinya dalam memberikan pengaruh atau efek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa NaCl berpengaruh signifikan terhadap peningkatan respon viskositas dan penurunan respon ketahanan busa sediaan sabun cair transparan. CAPB berpengaruh signifikan terhadap peningkatan respon viskositas dan peningkatan respon ketahanan busa. Sedangkan interaksi NaCl dan CAPB berpengaruh signifikan terhadap penurunan respon viskositas dan penurunan respon ketahanan busa.

(19)

xviii ABSTRACT

This research is about the effect of sodium chloride as thickening agent and cocoamidopropyl betaine to viscosity and foam resistant of liquid transparent soap. The aim of this research is to reveal the effects of both factors and interactions towards physical and stability properties of liquid transparent soap. Physical properties which evaluated are viscosity and foam resistant. Stability properties which evaluated are alteration of both viscosity and foam resistant.

This is an experimental research. The simplest method for proving the effects of both these factors in two levels and its interaction is factorial design. These factors were cocoamidopropyl betaine and sodium chloride which both used in high and low level. The data were analyzed statistically by Design Expert 7.0.0 in confidence level 95% to prove the significant (p<95%) of each factor and their interactions in contributing the effect.

The result of this research showed that sodium chloride significantly affected the viscosity increasing and foam resistant decreasing of liquid transparent soap. Cocoamidopropyl betaine significantly affected the increasing of viscosity and foam resistant of liquid transparent soap. On the other hand, the interaction between sodium chloride and cocoamidopropyl betaine affected the decreasing of viscosity and foam resistant of liquid transparent soap.

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kulit merupakan organ terluas yang terdapat di bagian terluar tubuh, dan

pada umumnya berfungsi untuk menutupi dan melindungi permukaan tubuh

(Barel, Paye, dan Maibach, 2009). Fungsi barrier kulit terdapat pada lapisan

stratum corneum di permukaan kulit (epidermis) (Thibodeau, dan Amari, 2009).

Hasil ekskresi yang bercampur dengan kotoran menyebabkan perlunya

penggunaan produk kosmetik yang bertujuan untuk membersihkan kulit.

Salah satu upaya untuk menjaga kulit tetap bersih dan sehat adalah

membersihkan seluruh anggota badan (mandi) secara teratur dengan sabun.

Manfaat dari pemakaian sabun adalah produk metabolisme kulit (seperti sebum),

lapisan kulit yang mati, residu keringat, kotoran, debu, dan mikroorganisme dapat

dihilangkan (Izhar, 2009).

Sabun adalah substansi pembersih yang digunakan dengan air untuk

membersihkan kotoran dari suatu material yang kotor. Sabun yang digunakan

untuk membersihkan tubuh manusia disebut sabun toilet. Sabun dapat ditemui

dalam berbagai bentuk, seperti padat atau cair (Edoga, 2009).

Menurut Anggraini, Sriwidodo, dan Soebagio (2009), sabun mandi cair

memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan sabun mandi batang seperti

mudah digunakan, dibawa dan disimpan, tidak mudah rusak atau kotor, dan

(21)

sabun cair transparan menyediakan tampilan unik yang lebih disukai oleh banyak

konsumen. Mengacu pada Flick (1995), sabun cair transparan adalah sabun dalam

wujud cair dengan tampilan jernih menyerupai air.

Dalam penggunaannya, sabun cair harus memiliki kekentalan atau

viskositas yang cukup agar tidak menyelinap melalui jari pengguna tetapi pada

saat yang sama harus memiliki kemampuan untuk membentuk busa dengan cepat

hanya dengan penggosokan minimal (Lai, 1997). Konsumen beranggapan sabun

dengan busa yang melimpah, mempunyai kemampuan membersihkan kotoran

dengan baik (Izhar, 2009).

Menurut Schramm (2005) busa (foam) adalah suatu dispersi koloid di

mana gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan. Busa yang

melimpah dapat diperoleh dari penggunaan foaming agent, yaitu surfaktan

(Tadros, 2005). Salah satu surfaktan yang sering digunakan dalam pembuatan

sabun adalah cocoamidopropyl betaine. CAPB adalah surfaktan amphoteric

dengan sifat pembusa yang baik dan memberikan rasa lembut pada kulit. Selain

itu CAPB dapat mengurangi iritasi dari turunan alkil sulfat dan alkil ether sulfat,

contohnya sodium lauryl sulphate dan sodium laureth sulphate. Apabila CAPB

dikombinasikan dengan alkil sulfat atau alkil ether sulfat, akan menghasilkan

sediaan dengan viskositas relatif tinggi (Butler, 2000)

Sabun cair transparan diharapkan memiliki tingkat viskositas tertentu

agar tidak mengalir tumpah melalui sela-sela jari ketika dituang ke tangan

(Matsuda, 1982). Viskositas dari sediaan dapat dipengaruhi oleh komposisi dan

(22)

pengental yang banyak digunakan di industri kosmetik, seperti natrium klorida,

gum, derivat selulosa, dan carbomer (Fonseca, 2005). Namun yang paling sering

digunakan adalah elektrolit seperti NaCl, karena tidak mahal dan efektif (Klein,

2004).

Oleh karena itu peneliti ingin melihat efek kedua faktor terhadap sifat

fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan. Untuk melakukan penelitian ini

penulis menggunakan metode desain faktorial dua level. Desain faktorial dua level

artinya terdapat dua faktor (CAPB dan NaCl) yang masing-masing faktor diuji

pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Oleh karena itu,

penelitian penulis kali ini adalah pengaruh penambahan jumlah pengental NaCl

dan surfaktan CAPB terhadap viskositas dan ketahanan busa aplikasi desain

faktorial.

1. Rumusan masalah

Permasalahan yang akan diteliti adalah :

Apakah perbedaan jumlah NaCl dan CAPB yang digunakan serta interaksi

keduanya berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas dan ketahanan busa

sediaan sabun cair transparan?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai ”Pengaruh Penggunaan

Pengental Natrium Klorida dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine terhadap

Viskositas dan Ketahanan Busa Sabun Cair Transparan Aplikasi Desain

(23)

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut

a. Manfaat teoritis. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai

hubungan antara viskositas dengan ketahanan busa sediaan sabun

cair transparan.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam

formulasi sediaan sabun cair transparan terutama menyangkut

jumlah surfaktan dan bahan pengental yang digunakan.

c. Manfaat metodologis. Diharapkan adanya upaya pengembangan dan

aplikasi metode desain faktorial untuk menemukan formula sabun

cair transparan dengan pengental NaCl dan surfaktan CAPB yang

sesuai parameter yang ditetapkan.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Membuat sabun cair transparan dengan pengental NaCl dan surfaktan

CAPB.

2. Tujuan khusus

Mengetahui pengaruh NaCl, CAPB, dan interaksi keduanya terhadap

(24)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kulit

Kulit merupakan organ terluas yang terdapat di bagian terluar tubuh, dan

pada umumnya berfungsi untuk menutupi dan melindungi permukaan tubuh

(Barel, Paye, dan Maibach, 2009). Fungsi lain dari kulit adalah mengatur suhu

tubuh, menyimpan air dan lemak, organ sensorik, mencegah hilangnya air dan

masuknya bakteri, serta produksi vitamin D (Anonim d, 2010). Selain untuk

melindungi tubuh, kulit juga berfungsi sebagai tempat ekskresi. Zat berlemak, air,

ion-ion, dan keringat merupakan contoh dari hasil ekskresi (Thibodeau, dan

Amari, 2009).

dari acid mantle adalah pertahanan terhadap mikroba dan fungi serta

partikel-partikel asing.

Stratum corneum terdiri dari sekitar 15 lapisan corneocytes. Corneocytes

adalah keratinocytes yang sudah mati. Corneocytes membentuk “batubata”

di antara lapisan lipid ganda (intercorneocytes lipid) yang membentuk “semen”

(25)

dan mekanis. Intercorneocytes lipids berfungsi sebagai pertahanan terhadap

mikroba, antioksidan dan permiabilitas (Se, Seung, Sung, 2006)

Gambar 1. Struktur brick and mortar pada stratum corneum (Baumann, 2009)

Fungsi elastisitas dan ketahanan dari stratum corneum tergantung pada

kadar air. Penyimpanan air di kulit dibantu oleh zat yang disebut natural

moisturizing factor (NMF). Produksi NMF akan berhenti apabila kadar air di

dalam kulit tinggi (overhydrated). Jika kulit mengalami dehidrasi, maka kulit akan

kehilangan elastisitas dan menimbulkan retak (Anonim e, 2010). NMF dan

intercorneocytes lipid mencegah dehidrasi pada epidermis (Baumann, 2009)

(26)

B. Sabun 1. Pengertian sabun

Sabun adalah substansi pembersih yang digunakan dengan air untuk

membersihkan suatu material yang kotor. Sabun yang digunakan untuk

membersihkan tubuh manusia disebut sabun toilet. Sabun dapat ditemui dalam

berbagai bentuk, seperti padat atau cair (Edoga, 2009). Sabun cair transparan

adalah sabun dalam wujud cair dengan tampilan jernih seperti air (Flick, 1995).

Sabun yang baik memiliki kriteria sebagai berikut:

a. mudah larut dalam air dan menghasilkan busa

b. menghilangkan noda dan kotoran dari pakaian, kulit manusia, atau

bahan/permukaan yang dibersihkan

c. memberikan kesan bersih dan atau mengkilap

d. memiliki bau yang menyenangkan

e. tidak meninggalkan bekas lengket pada pakaian atau pada kulit, tidak

merusak serat tekstil, dan permukaan yang dibersihkan

f. membunuh kuman (Ilaji, 2010)

2. Formulasi sabun

Bahan-bahan yang digunakan untuk memformulasi sabun dalam hal ini

sabun cair transparan, antara lain:

a. Agen pembersih kulit (surfaktan)

Bagian pembersih kulit dalam suatu formula umunnya terdiri

(27)

“deep-cleaning”, biasanya anionik, dicampur dengan surfaktan nonionik

dan amfoter dalam jumlah yang lebih sedikit (Lai, 1997).

Surfaktan (surface active agent) adalah suatu senyawa yang jika

pada konsentrasi rendah memiliki sifat untuk teradsorpsi pada permukaan

(surface) ataupun antarmuka (interface) dari suatu sistem dan mampu

menurunkan energi bebas permukaan maupun energi bebas antarmuka.

Istilah antarmuka menggambarkan suatu batas di antara dua fase yang

tidak saling campur, sedangkan istilah permukaan juga menggambarkan

sistem dua fase, salah satu fasenya adalah gas atau udara (Rosen, 2004).

Energi bebas antarmuka atau yang disebut juga tegangan

antarmuka adalah jumlah energi minimal yang dibutuhkan untuk

membuat sistem tetap dalam dua fase yang tidak bercampur, sehingga

terbentuk batas antarmuka di antara dua fase tersebut. Begitu juga untuk

istilah tegangan muka yang menggambarkan energi bebas antarmuka per

unit area dari perbatasan antara cairan dan udara di atasnya (Rosen,

2004).

Molekul surfaktan memiliki gugus polar (hidrofilik) dan

nonpolar (lipofilik). Struktur ini memungkinkan surfaktan untuk kontak

dengan zat polar seperti air sekaligus kontak dengan zat nonpolar yang

tidak campur dengan air. Sehingga surfaktan disebut sebagai senyawa

amfifil. Bagian polar dari surfaktan sering disebut sebagai kepala,

sedangkan bagian nonpolar yang berupa rantai hidrokarbon disebut

(28)

Berdasarkan gugus polarnya, surfaktan digolongkan menjadi:

1) Surfaktan anionik: bermuatan negatif, contohnya yaitu RCOO-Na+

(sabun) dan RC6H4SO3-Na+ (alkylbenzene sulfonat). Surfaktan

anionik yang digunakan dalam sediaan ini adalah Sodium Lauryl

Sulphate (SLS). SLS merupakan surfaktan anionik dan pembentuk

busa dan pembersih yang baik, namun iritatif dan memberikan after

feel seperti kering, kecuali dengan adanya penambahan agen

pengkondisi kulit (Butler, 2000). SLS bersifat sukar larut dalam air

dingin, namun kelarutannya meningkat seiring dengan kenaikan

suhu (Mitsui, 1997).

Gambar 3. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (Milne, 2005)

2) Surfaktan kationik: bermuatan positif, contohnya yaitu RNH3+Cl-

(garam amina rantai panjang) dan RN(CH3)3+Cl- (amonium klorida

kuarterner).

3) Surfaktan zwitterionik atau amfoter: bemuatan positif dan negatif

sekaligus, contohnya yaitu RN+H2CH2COO- (asam amino rantai

panjang) dan RN+(CH3)2CH2CH2SO3- (sulfobetaine).

4) Surfaktan nonionik: tidak memiliki muatan, contohnya yaitu

RCOOCH2CHOHCH2OH (monogliserida asam lemak rantai

(29)

R(OC2H4)xOH (polioksietilen alkohol) (Rosen, 2004). Cocamide

DEA merupakan surfaktan nonionik (Oudt, 2004).

Gambar 4. Struktur Cocamide DEA (Larsen and Andersen, 2006)

b. Agen pengondisi kulit

Saat ini konsumen tidak hanya menginginkan sabun yang dapat

membersihkan kulit, tetapi juga menimbulkan kesan lembut pada kulit.

Dengan adanya perubahan permintaan konsumen tersebut, maka perlu

ditambahkan senyawa yang dapat meningkatkan kelembutan (mildness)

di kulit setelah pemakaian sabun. Gliserin dan asam lemak bebas

merupakan bahan tambahan yang dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Bahan lainnya yang dapat digunakan antara lain

vitamin E, jojoba oil, lanolin, mineral oil, beeswax, dll. (Barel et al,

2001).

Gambar 5. Struktur Glycerin (Rowe et. al, 2009)

Gambar 6. Struktur Propylene Glycol (Rowe et al, 2009)

c. Bahan pengatur sifat fisika kimia (pH, viskositas)

Sabun cair biasanya diaplikasikan dari pompa pada wadah

langsung ke kulit basah. Dalam penggunaannya, sabun cair harus

(30)

melalui jari pengguna tetapi pada saat yang sama harus memiliki

kemampuan untuk membentuk busa dengan cepat hanya dengan

penggosokan minimal. Viskositas sabun cair sangat tergantung pada

pemilihan dan campuran surfaktan serta tambahan bahan pengental,

seperti polimer, nonionik, kationik, dan elektrolit. pH produk

memerlukan suatu studi yang terpisah untuk memastikan tidak hanya

rentang dan batas yang diinginkan, tetapi juga memastikan stabilitas pH

produk dengan lama penyimpanan dan variasi bahan baku (Lai, 1997)

d. Sistem Pengawet

Pengawet atau preservative berfungsi untuk mencegah oksidasi

selama penyimpanan karena penggunaan asam lemak tak tersaturasi

(seperti oleat, linoleat, linolenat), dan adanya bahan tambahan seperti

fragrance. Pengawet yang digunakan dapat terdiri dari agen pengkelat

logam, seperti Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) atau antioksidan,

seperti Butylated Hydroxy Toluene (BHT) (Barel et al, 2001).

(31)

e. Bahan pengatur estetika (warna, fragrance)

Fragrance merupakan bahan aditif yang paling penting pada

produk cleansing, agar dapat diterima oleh konsumen. Penggunaan

fragrance pada umumnya berfungsi untuk menutupi karakterisitik bau

dasar dari asam lemak atau fase minyak. Fragrance yang digunakan

tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan pada

produk akhir (Barel et al, 2001).

3. Mekanisme pembersihan kulit dengan sabun

Sabun berfungsi membersihkan kulit dari kotoran dan minyak-minyak

yang menempel di kulit. Interaksi yang paling jelas adalah penghilangan minyak

dan kotoran di kulit sekaligus lemak alami pada kulit (Ertel, 2000). Substansi

pengotor kulit dapat larut dalam air atau minyak. Substansi yang larut air tentu

lebih mudah dibersihkan dibandingkan yang tidak larut air (larut minyak). Sabun

memiliki bagian yang dapat berinteraksi dengan air (hydrophilic) dan yang dapat

berinteraksi dengan minyak (hydrophobic) dalam tiap molekulnya. Agar dapat

terbawa oleh air saat mandi, maka kita memerlukan sabun (Martínez, 2005).

Surfaktan dalam sabun akan berikatan dengan air pada sisi hydrophilic

sementara sisi hydrophobic berikatan dengan substansi minyak. Molekul-molekul

surfaktan yang telah berikatan dengan minyak dan air akan membentuk micelle.

Sisi hydrophobic memerangkap minyak di bagian dalam micelle sementara sisi

hydrophilic berinteraksi dengan air di bagian luar. Micelles akan terbilas dan

terbawa oleh air membawa kotoran dan substansi minyak di dalamnya (Martínez,

(32)

Gambar 8. Ilustrasi pembersihan kulit oleh sabun (surfaktan) (Anonim c, 2010)

Keterangan :

1. Surfaktan 2. Lipid alami kulit

3. Partikel kotoran yang lipofilik 4. Permukaan kulit 5. Air

C. Natrium Klorida

Natrium klorida (NaCl) adalah garam inorganik yang digunakan sebagai

pengental dalam sebagian besar sediaan kosmetik yang mengandung detergent,

termasuk sabun cair transparan. Pengental adalah suatu zat yang digunakan untuk

mengatur viskositas produk agar lebih mudah digunakan dan terjaga stabilitasnya.

Jumlah dari elektrolit atau garam yang ditambahkan berpengaruh pada viskositas

sediaan (Oudt, 2004). NaCl biasa ditambahkan pada basis sabun untuk

mengentalkan sabun dengan proses salting out dari surfaktan (Foster, 1998).

Penambahan elektrolit umumnya berkisar antara 0,1 – 3 % b/v, disesuaikan dengan

(33)

D. Cocoamidopropyl Betaine

Cocoamidopropyl Betaine (CAPB) adalah surfaktan amphoteric dengan

sifat pembusa yang baik dan memberikan rasa lembut pada kulit. Selain itu CAPB

dapat mengurangi iritasi dari turunan alkil sulfat dan alkil ether sulfat. Apabila

CAPB dikombinasikan dengan alkil sulfat atau alkil ether sulfat akan

menghasilkan sediaan dengan viskositas relatif tinggi (Butler, 2000) Daya

busanya relatif stabil baik pada soft water dan hard water, serta kompatibel

dengan surfaktan anionik, kationik, maupun nonionik (Rieger and Rhein, 1997).

Terbukti dari penelitian Teglia and Secchi (1994) bahwa CAPB memiliki efek

antiiritan yang mirip dengan wheat protein ketika ditambahkan ke larutan sodium

lauril sulfat (SLS). Baik wheat protein maupun CAPB dapat melindungi kulit dari

iritasi (Barel et al, 2001).

Menurut Guertechin (2009) meskipun betaine umumnya digolongkan ke

dalam surfaktan amfoterik, sebenarnya penggolongan ini tidak tepat karena

surfaktan ini tidak pernah ada dalam bentuk anionik tunggal. Alkil betaine selalu

bermuatan positif, sehingga dikelompokkan sebagai surfaktan kationik. Namun

karena surfaktan ini juga memiliki gugus bermuatan negatif dalam kondisi pH

netral dan basa, maka sering dianggap sebagai surfaktan amfoter. Memang

pengelompokan ini masih menjadi perdebatan sampai sekarang.

(34)

E. Sifat Fisis

Sifat fisis sabun perlu dievaluasi untuk menjamin sabun yang dihasilkan

sesuai dengan kebutuhan konsumen. Beberapa sifat fisis yang diamati pada

penelitian ini adalah katahanan busa dan viskositas sabun.

1.

Busa

Busa (foam) adalah suatu dispersi koloid di mana gas terdispersi dalam

fase kontinyu yang berupa cairan (Schramm, 2005). Karena adanya perbedaan

densitas yang signifikan antara gelembung gas dan medium, maka sistem akan

memisah menjadi dua lapisan dengan cepat di mana gelembung gas akan naik ke

atas. Ketika gelembung gas dimasukkan di bawah permukaan cairan, maka

gelembung itu akan langsung pecah saat cairan mengalir (Tadros, 2005). Adanya

surfaktan akan mengurangi tegangan antarmuka gas/cairan sehingga

mempermudah dispersi gas dalam cairan (Exerowa, 1998).

Mekanisme pembentukan busa dimulai ketika gelembung gas masuk ke

dalam larutan surfaktan. Kemudian surfaktan akan terabsorpsi pada antarmuka

gas/cairan dan terbentuk gelembung gas yang terbungkus oleh lapisan film atau

disebut busa. Busa ini akan cenderung naik ke permukaan karena berat jenis gas

lebih kecil daripada air. Namun pada permukaan cairan juga terdapat surfaktan

yang duduk pada lapisan batas air dan udara. Sehingga busa yang terbentuk tidak

bisa lepas keluar ke udara, melainkan tetap tertahan pada batas permukaan cairan.

Jika busa-busa di permukaan semakin banyak maka mereka akan saling mendekat,

sehingga akhirnya dapat kontak satu sama lain atau bahkan saling bergabung

(35)

Penyebab utama dari pecahnya busa (foam collapse) adalah penipisan

(thinning) lapisan film dan koalesen. Thinning terjadi karena busa cenderung naik

ke atas namun sekaligus ditarik ke bawah karena adanya aliran cairan (drainage)

akibat gaya gravitasi. Karena ditarik dari 2 arah maka film busa menipis sehingga

lebih mudah pecah (rupture). Di samping itu, ukuran busa yang bervariasi

menyebabkan adanya gradien tekanan gas. Akibatnya dapat terjadi difusi gas, di

mana busa-busa kecil akan bergabung menjadi busa yang lebih besar (koalesen).

Ukuran busa yang semakin besar berarti tegangan permukaan semakin besar,

sehingga semakin mudah pecah (Tadros, 2005 dan Schramm, 2005).

Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan

parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter

tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.

“Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk

menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).

Untuk mengetahui ketahanan busa sediaan sabun cair transparan perlu

dilakukan evaluasi busa. Evaluasi busa dapat dilakukan dengan beberapa metode

sebagai berikut:

a. Sabun sejumlah 2,95 g ditimbang, dihaluskan, dan dilarutkan dalam

800 mL aquadest. Larutan tersebut diambil 500 mL, dituang ke

dalam labu, dan diaduk kuat selama 2 menit dengan pengaduk

mekanik elektrik. Pengamatan tinggi busa dilakukan setelah 5 menit

(36)

b. Sabunsejumlah 0,5 g dalam 50 mL aquadest (40oC) diaduk dengan

magnetic stirrer. Larutan dituang ke dalam gelas ukur dan dilakukan

penggojogan 20 kali dengan kecepatan konstan. Pengamatan volume

busa dilakukan pada menit ke-0 dan ke-5 (Evren, 2007).

c. Sebanyak 10 ml larutan uji dimasukkan ke gelas ukur 25 ml.

Kemudian digojok dengan tangan 20 kali hingga terbentuk busa. Lalu

diukur tinggi busanya dan perubahan tinggi busa selama waktu

Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Viskositas

(η) digambarkan dengan persamaan metematika :

Dari persamaan itu dapat diketahui bahwa peningkatan gaya geser (shear

stress) akan menaikkan kecepatan geser (shear rate). Namun hal ini hanya

berlaku untuk senyawa dengan tipe Newtonian seperti air, alkohol, gliserin, dan

larutan sejati. Sedangkan untuk sediaan seperti emulsi, suspensi, dispersi, dan

(37)

Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan geser. Tipe

non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Liebermann et al, 1996).

Gambar 10. Kurva sifat alir Newtonian (Martin, 1983)

Pada tipe pseudoplastis, viskositas akan menurun dengan meningkatnya

kecepatan geser. Sifat ini disebut juga shear thinning (Martin, 1983). Sifat alir

pseudoplastis ini paling banyak ditunjukkan oleh dispersi hidrokoloid dalam air

seperti tragakan, alginat, metil selulosa, dan polivinilpirolidon. Dalam suatu

larutan, molekul-molekul dengan BM besar dan struktur panjang seperti itu akan

saling terpilin dan terperangkap bersama-sama dengan solven yang tidak

bergerak. Dengan adanya gaya geser maka molekul akan terbebas dan menyusun

diri secara searah untuk kemudian mengalir. Dengan kata lain molekul akan

memiliki lebih sedikit tahanan untuk mengalir dan air yang terjebak juga akan

terlepas, sehingga viskositas turun (Aulton, 1988).

(38)

Selain itu sistem sediaan tersebut juga bisa menunjukkan fenomena

thixotropi. Yaitu pada saat didiamkan penampakan sistem berupa sediaan yang

menjadi sistem yang lebih encer seperti larutan atau solution. Saat gaya geser

dihilangkan maka sistem akan mulai menyusun diri lagi ke bentuk semula. Namun

proses ini tidak instan (Martin, 1983). Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

gel-sol-gel recovery ini dapat bervariasi mulai dari hitungan menit sampai hari

tergantung dari sistemnya (Aulton, 1988).

F. Desain Faktorial

Desain faktorial adalah metode rasional untuk menyimpulkan dan

mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap

kualitas produk (Bolton, 1997). Penelitian desain faktorial yang paling sederhana

adalah penelitian dengan 2 faktor dan 2 level (Armstrong dan James, 1996).

Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang

masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level

tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui

faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon

(Bolton, 1997). Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua

level yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

(39)

Keterangan : Jumlah CAPB/NaCl - = level rendah + = level tinggi

Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah

Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah

Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi

Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi

Rumus yang digunakan dalam desain faktorial :

Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12(XA)(XB)

Dengan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati, yaitu viskositas dan

ketahanan busa sabun cair transparan

XA, XB = level faktor A, level faktor B

b0,b1,b2,b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan.

Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek

interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon

pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek

menurut Bolton (1997) sebagai berikut:

Efek faktor A =

Efek faktor B =

Efek interaksi =

Keuntungan desain faktorial adalah memungkinkan untuk

(40)

G. Landasan Teori

Sabun cair transparan dapat diterima oleh konsumen, pada umumnya harus

memenuhi sifat fisis yang telah ditentukan. Konsumen akan menerima sabun

tersebut apabila, busa yang dihasilkan melimpah dan menimbulkan after feel

lembab atau lembut. Dalam penggunaannya, sabun cair harus memiliki kekentalan

atau viskositas yang cukup agar tidak menyelinap melalui jari pengguna tetapi

pada saat yang sama harus memiliki kemampuan untuk membentuk busa dengan

cepat hanya dengan penggosokan minimal.

Untuk memperoleh sabun yang sesuai, maka perlu diketahui formula

sabun cair transparan yang dapat memenuhi sifat fisis tersebut. Umumnya untuk

memperoleh busa yang melimpah, digunakan kombinasi surfaktan. Dengan

adanya surfaktan, maka tegangan antarmuka gas/cairan akan berkurang sehingga

mempermudah dispersi gas dalam cairan. Surfaktan yang biasa digunakan pada

sabun cair transparan adalah CAPB. Daya busanya relatif stabil baik pada soft

water dan hard water, serta kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik,

maupun nonionik. Kelebihan lain CAPB adalah kemampuan iritatif yang relatif

rendah. NaCl umum digunakan dalam industri kosmetik sebagai pengental, atau

dalam beberapa kasus sebagai viscousity adjuster. NaCl umum digunakan pada

sediaan kosmetik yang mengandung detergen (surfaktan) seperti shampoo dan

sabun cair.

Untuk melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode desain

faktorial dua faktor dua level, dengan dua faktor (CAPB dan NaCl) yang

(41)

tinggi. Oleh karena itu, penelitian penulis kali ini adalah pengaruh penambahan

surfaktan cocoamidopropyl betaine dan pengental natrium klorida terhadap

viskositas dan ketahanan busa aplikasi desain faktorial.

H. Hipotesis

Hi : Perbedaan jumlah NaCl, CAPB, yang digunakan serta interaksi keduanya

berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas dan ketahanan busa

(42)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul ”Pengaruh Penggunaan Pengental Natrium

Klorida dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine terhadap Viskositas dan

Ketahanan Busa Sabun Cair Transparan Aplikasi Desain Faktorial” ini merupakan

jenis penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah rancangan desain faktorial dua faktor dan dua level.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi CAPB, dengan level rendah sebesar 21 gram, dan level tinggi sebesar 30 gram serta komposisi

NaCl, dengan level rendah sebesar 3 gram, dan level tinggi sebesar 6 gram.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis sabun cair transparan yang meliputi viskositas dan tingkat kemampuan membentuk busa.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah komposisi sabun cair transparan selain NaCl dan CAPB.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan kelembaban dan suhu ruangan penyimpanan serta kemasan sabun cair

(43)

C. Definisi Operasional

1. Sabun cair transparan adalah sabun dalam wujud cair dengan tampilan jernih menyerupai air.

2. Faktor adalah besaran yang berpengaruh terhadap respon. Pada penelitian ini faktor yang digunakan adalah NaCl dan CAPB.

3. Level adalah tetapan untuk faktor. Level yang digunakan pada penelitian adalah level tinggi dan level rendah.

4. Respon adalah besaran yang dapat diamati dan dikuantifikasikan, dalam penelitian ini adalah viskositas dan pergeserannya serta ketahanan busa dan

perubahannya.

5. Pengaruh adalah efek perubahan yang terjadi akibat variasi faktor dan level. 6. Viskositas adalah tahanan sabun cair transparan untuk mengalir yang diukur

dengan menggunakan viscotester dan dinyatakan dalam satuan cps.

7. Busa adalah suatu dispersi koloid di mana gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan.

8. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada

menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah

divortex dan dinyatakan dalam satuan cm. Nilai ketahanan busa berbanding

terbalik dengan selisih tinggi busa.

9. Desain faktorial adalah metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari faktor yang diteliti. Dalam penelitian ini faktor

(44)

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (Pyrex), cawan

porselen, gelas arloji, sendok sungu, magnetic steer, termometer, tabung reaksi

berskala, pH meter Merck, neraca Mettler PC 16, neraca analitik Mettler-Toledo

AB204, vortex Cenco dan viscotester seri VT 04 RION-Japan.

E. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah demineralized

water, Sodium Lauryl Sulfate, Na2EDTA, Propylene Glycol, Glycerin,

Cocoamidopropyl Betaine, Cocamide DEA, Natrium klorida, asam sitrat, dan

NaOH yang semuanya pharmaceutical grade dari PT. Brataco Chemica

Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian 1. Modifikasi formula sabun cair transparan

Formula Sabun Cair Transparan menurut Flick (1995) sebagai berikut:

R/ A Demineralized Water 58,80 g

Ammonium Lauryl Sulfate 18,50 g

Ammonium Cocoyl Isethionate 9,20 g

Na4EDTA 0,20 g

Methyl Paraben 0,20 g

Imidazolidinyl Urea 0,20 g

(45)

Cocamide DEA 0,90 g

Fragrance 0,10 g

C Asam Sitrat 50% 0,10 g

D Deionized Water 6,75 g

Ammonium Chloride 1,70 g

Formula yang digunakan telah dimodifikasi. Perlakuan yang diberikan

pada penelitian berupa pembedaan formula dan penyimpanan. Pembedaan

formula dilakukan pada penggunaan CAPB pada level rendah sebesar 21 gram

dan level tinggi sebesar 30 gram, dan NaClpada level rendah sebesar 3 gram dan

level tinggi sebesar 6 gram. Jumlah CAPB dan NaCl yang digunakan dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel II. Formula sabun cair transparan untuk @ ± 300 g

Campuran Komposisi (gram) Formula (gram)

(46)

2. Prosedur pembuatan sabun cair transparan

Semua alat dan bahan disiapkan. Bahan-bahan ditimbang dengan teliti.

Propylene glycol (PG) ditambahkan sedikit demi sedikit ke sodium lauryl

sulphate (SLS) dan diaduk hingga homogen. Seperempat bagian gliserin

ditambahkan ke cocamide DEA dan aduk homogen. Lalu campuran

gliserin-cocamide DEA ini ditambahkan ke sisa gliserin dan diaduk homogen. NaCl

dilarutkan dalam demineralized water hangat hingga larut.

Na2EDTA ditambahkan ke demineralized water menghasilkan campuran

A. Campuran SLS dan PG dimasukkan sedikit demi sedikit ke campuran A dan

diaduk dengan bantuan magnetic steer pada kecepatan 300 rpm hingga larut

menghasilkan campuran B. Selanjutnya CAPB ditambahkan dan tetap diaduk

pada kecepatan 300 rpm selama 1 menit. Fragrance kemudian ditambahkan dan

tetap diaduk pada kecepatan 300 rpm selama 1 menit. Campuran

gliserin-cocamide DEA ditambahkan dan diaduk pada kecepatan 300 rpm selama 2 menit.

Pengukuran pH campuran menggunakan kertas pH. Jika diperlukan,

larutan asam sitrat 50% dan NaOH 10% ditambahkan dengan seksama untuk

mengatur pH hingga 7-8. Pengukuran pH dengan kertas pH dilakukan kembali.

Larutan NaCl ditambahkan dan diaduk 300 rpm selama 5 menit sampai homogen

menghasilkan sabun cair transparan. Sabun cair transparan dipindahkan ke dalam

wadah dan diberi label sesuai formula dan replikasinya. Sabun disimpan dalam

suhu ruangan. Pada waktu pengamatan yang ditentukan, sabun cair transparan

(47)

3. Uji sifat fisis sabun cair transparan

Pengamatan sifat fisis sabun cair transparan dilakukan pada hari ke- 2, 7,

14, 21 dan 30 setelah pembuatan sabun.

a. Uji Viskositas Sabun

Sebanyak 150 g sabun dimasukkan perlahan-lahan ke dalam

wadah dan dipasang pada viscotester. Viskotester dinyalakan dan nilai

viskositas sediaan diperoleh dengan mengamati gerakan jarum penunjuk

pada viscotester setelah jarum stabil.

b. Uji Ketahanan Busa

Sabun ditimbang sebesar 0,5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml

demineralized water. Sebanyak 10 ml larutan campuran dimasukkan ke

dalam tabung reaksi berskala perlahan agar tidak menimbulkan busa,

tutup dengan penutupnya. Pengocokan dilakukan dengan bantuan vortex

selama 2 menit. Kemudian dilakukan pengukuran pada menit ke-0 dan

ke-5 setelah divorteks. Semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata

selisih ketinggian busanya antara menit ke-5 dan menit ke-0 setelah

divorteks.

G. Analisis Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial karena metode

desain faktorial dapat menghitung besarnya efek NaCl, CAPB dan interaksinya

dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan. Data

(48)

viskositas, dan ketahanan busa secara periodik, % pergeseran viskositas dan %

perubahan ketahanan busa selama 30 hari penyimpanan.

Data viskositas 48 jam, ketahanan busa 48 jam, pergeseran viskositas, dan

perubahan ketahanan busa dianalisis menggunakan Design Expert 7.0.0 dengan

uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan menghasilkan

nilai p yang menunjukkan signifikansi pengaruh faktor yang diteliti terhadap

respon yang diukur. Apabila nilai p kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan

(49)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi Sediaan Sabun Cair Transparan

Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah sabun cair transparan

yang dapat membersihkan kulit dari kotoran yang berupa minyak, debu dan sel

kulit mati. Sabun ini digunakan dengan shower puff. Formula yang digunakan

adalah formula yang dimodifikasi dari formula sabun cair transparan oleh Flick

(1995). Penelitian mengenai sabun cair transparan ini dilakukan untuk

menghasilkan sabun cair transparan yang aman dan acceptable bagi konsumen.

Viskositas dan busa menjadi penting dalam penelitian terkait dengan

acceptability dari sediaan sabun cair transparan. Sabun cair transparan memiliki

tingkat viskositas tertentu agar tidak mengalir tumpah melalui sela-sela jari ketika

dituang ke tangan (Matsuda, 1982). Sedangkan busa yang melimpah bertujuan

untuk memenuhi acceptability dan aspek psikologis dari konsumen.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain faktorial dua faktor

dua level. Desain formula yang dibuat berjumlah empat yaitu formula 1 (level

rendah NaCl dan level rendah CAPB), formula a (level tinggi NaCl dan level

tinggi CAPB), formula b (level rendah NaCl dan level tinggi CAPB), dan formula

ab (level tinggi NaCl dan level tinggi CAPB).

Surfaktan yang digunakan dalam pembuatan sabun cair transparan ini

adalah sodium lauryl sulphate (SLS) sebagai surfaktan primer dan

(50)

larut dalam air dingin, namun kelarutannya meningkat seiring dengan kenaikan

suhu (Mitsui, 1997). Maka dalam pembuatan digunakan air hangat untuk

melarutkan SLS. SLS dicampur terlebih dahulu dengan propylene glycol (PG)

untuk mempermudah kelarutan SLS dalam air karena PG berperan sebagai vehicle

untuk SLS yang sukar larut dalam air (Barel et al, 2001)

Pada formula digunakan disodium EDTA (Na2EDTA). Na2EDTA adalah

pengawet yang berfungsi sebagai chelating agent. Na2EDTA akan mengkelat ion

kalsium dan magnesium yang terdapat dalam hard water ( Rowe et al, 2009)

dengan membentuk kompleks yang larut dari ion kalsium dan magnesium

sehingga terbawa oleh air (Anonim b, 2007). Oleh karena itu air yang digunakan

dalam penelitian adalah aquademineralisata (ADM). ADM tidak mengandung

mineral logam. ADM dihangatkan lalu ditambahkan Na2EDTA hingga terlarut

sempurna. Selanjutnya campuran SLS dan PG dilarutkan hingga sempurna.

Fragrance merupakan bahan aditif yang paling penting pada produk

cleansing, agar dapat diterima oleh konsumen (Barel et al, 2001). Dalam formula

yang digunakan adalah minyak apel. Minyak apel ditambahkan setelah campuran

SLS dan PG larut dalam ADM yang mengandung Na2EDTA.

CAPB dapat mengurangi iritasi dari turunan alkil sulfat dan alkil ether

sulfat, contohnya sodium lauryl sulphate dan sodium laureth sulphate (Butler,

2000). Tujuan penambahan CAPB adalah mengurangi iritasi dari SLS yang

digunakan pada formula serta menghasilkan busa yang lebih banyak karena

dikombinasikan dengan SLS. CAPB ditambahkan ke dalam campuran dan

(51)

Sabun yang diaplikasikan ke kulit dapat mengurangi atau menghilangkan

keutuhan lapisan hidrolipid. Hidrolipid merupakan barrier kulit, yang dapat

membantu menjaga kelembaban kulit. Adanya aksi penghilangan lipid tersebut,

mengakibatkan perubahan topografi kulit dan kualitas sensor kulit, sehingga dapat

terjadi dryness, roughness, flakiness, dan rasa pengetatan (tightening feeling) pada

kulit (Thibodeau, dan Amari, 2009). Gliserin adalah humektan dan memiliki

kemampuan higroskopis seperti NMF. Humektan adalah bahan larut air dengan

kemampuan absorpsi air yang baik (Baumann, 2009). Humektan bekerja

mempertahankan air yang ada dalam kandungan kulit, sehingga diperoleh sensasi

lembab di kulit (Rieger, 2000). Gliserin ditambahkan agar memberikan efek

lembab dan after feel yang baik pada kulit.

Cocamide DEA dicampur terlebih dahulu dengan gliserin karena

penimbangan C-DEAdalam jumlah sedikit. Pencampuran ini agar C-DEA dapat

tercampur homogen dalam sediaan. Campuran ini kemudian ditambahkan ke

dalam campuran sebelumnya lalu dihomogenkan. C-DEA akan berinteraksi secara

molekuler dengan surfaktan anionik dan CAPB yang bersifat anionik pada

suasana basa. Surfaktan anionik pada larutan normalnya berbentuk spherical

micelles yang relatif sama ukurannya, akan berubah strukturnya menjadi batang

atau seperti cakram, bahkan membentuk jaringan. Jika dilihat secara mikroskopis,

perubahan struktur ini berakibat pada peningkatan viskositas (Oudt, 2004).

Range pH normal acid mantle adalah 4,5 sampai 6,5 (Walters and

Roberts, 2008). Agar dapat membersihkan kotoran dan minyak dari kulit maka

(52)

karena itu pH sabun pada sediaan sabun cair transparan berkisar pada 7 – 8.

Sebelum penambahan larutan NaCl, pH sediaan diukur dengan kertas pH. Apabila

pH lebih dari 8 maka ditambahkan beberapa tetes larutan asam sitrat 50%. Bila

pH kurang dari 7 maka ditambahkan larutan NaOH 10%. Penambahan larutan

pengatur pH dilakukan agar diperoleh pH sediaan pada 7-8. Selain itu pH basa

akan mengakibatkan CAPB bersifat anionik sehingga dapat mendukung kerja SLS

yang merupakan surfaktan anionik.

NaCl merupakan garam yang dapat mengubah karakter ionik sediaan

sehingga mempengaruhi viskositas sediaan (Rowe et al, 2009). Viskositas

bergantung pada jumlah elektrolit yang ditambahkan. Penambahan elektrolit

umumnya berkisar antara 0,1 – 3 % b/v, disesuaikan dengan komposisi bahan serta

konsentrasi dan viskositas yang diinginkan (Oudt, 2004). Penambahan NaCl

dimaksudkan untuk mengatur viskositas suatu sediaan. Oleh karena itu larutan

NaCl ditambahkan terakhir dalam proses pembuatan. NaCl ditambahkan dalam

bentuk larutan agar homogen dalam sediaan.

Uji iritasi ataupun subjective assessment tidak dilakukan oleh peneliti

karena keterbatasan waktu penelitian. Walaupun demikian, bahan-bahan yang

digunakan dalam sabun cair transparan adalah bahan-bahan yang telah umum

digunakan pada sediaan sejenis di pasaran. Selain itu bahan-bahan yang

digunakan dalam formula jumlahnya masih berada dalam range penggunaan

sehingga sediaan sabun cair transparan aman untuk digunakan. Perbandingan

persentase jumlah penggunaan bahan-bahan dalam sediaan sabun cair transparan

(53)

Tabel III. Jumlah penggunaan bahan dalam ± 300 g sabun cair transparan

Campuran Komposisi (gram) Jumlah bahan yang digunakan

gram (g) persen (%)

A Demineralized water 145 48,33

Na2EDTA 0,30 0,1

B Sodium lauryl sulphate 58 19,33

Propylene Glycol 10 3,33

C Cocoamidopropyl betaine 21-30 7-10

D Fragrance 0,50 0,16

E Glycerin 24 8

Cocamide DEA 1,5 0,5

F Asam sitrat 50% q.s. pH 7-8

NaOH 50%

G Demineralized water 30 10

Sodium Chloride 3-6 1-2

(54)

B. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Sabun Cair Transparan

Penelitian ini mengevaluasi sifat fisis yang dianggap penting terkait

acceptability sediaan sabun cair transparan oleh konsumen, yaitu viskositas dan

ketahanan busa. Sedangkan parameter stabilitas dievaluasi dengan pergeseran

viskositas dan perubahan ketahanan busa selama 30 hari penyimpanan.

Viskositas menjadi faktor penting yang dievaluasi karena mempengaruhi

kemudahan sediaan untuk mengalir, baik saat proses pengisian ke wadah ataupun

saat dituang ketika sediaan digunakan. Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan

untuk mengalir (Liebermann et al, 1996). Semakin tinggi viskositas suatu cairan

maka tahanan untuk mengalir semakin tinggi sehingga sediaan akan sulit dituang

saat akan digunakan sehingga mengurangi kenyamanan penggunaan. Apabila

viskositas sediaan terlalu rendah maka sediaan mudah mengalir sehingga

mengaplikasikannya menjadi lebih sulit.

Viskositas diukur menggunakan viscotester RION VT-04 dengan rotor

nomor 2. Pengukuran viskositas dilakukan setelah pendiaman dalam waktu

tertentu, hal ini bertujuan untuk memberikan waktu sediaan untuk menata diri

kembali setelah mengalami proses penuangan. Penuangan sediaan sabun cair

transparanke viscotester memberikan suatu gaya geser yang dapat mempengaruhi

nilai viskositas. Nilai viskositas dilihat pada skala yang terdapat pada alat dengan

satuan d.Pa.s. Viskositas diukur selama 1 bulan penyimpanan, untuk mengetahui

perubahan viskositas selama penyimpanan yang dapat menggambarkan stabilitas

(55)

Konsumen beranggapan sabun dengan busa yang melimpah, mempunyai

kemampuan membersihkan kotoran dengan baik (Izhar, 2009). Parameter

ketahanan busa menjadi penting untuk dievaluasi karena busa yang optimum dan

tahan selama jangka waktu tertentu saat penggunaan mempengaruhi kepuasan

pengguna sediaan sabun cair transparan.

Metode pengukuran ketahanan busa diadaptasi dari metode Evren (2007)

yang melarutkan 0,5 g sabun dalam 50 mL aquadest dalam gelas ukur lalu

digojog 20 kali dengan kecepatan konstan. Pengamatan volume busa dilakukan

pada menit ke-0 dan ke-5. Pada metode Kim (1997) larutan sabun sebanyak 10 ml

dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml kemudian digojog 20 kali hingga

terbentuk busa. Pengukuran tinggi busa dan perubahan tinggi busa dilakukan

selama waktu tertentu. Edoga (2009) melarutkan 2,95 g sabun dalam 800 ml

aquadest. Larutan tersebut diambil 500 ml, dituang ke dalam labu dan diaduk kuat

selama 2 menit dengan pengaduk mekanik elektrik. Pengamatan tinggi busa

dilakukan setelah 5 menit. Penulis melakukan modifikasi dengan melarutkan 0,5 g

sabun dalam 50 mL aquadest dan mengambil 10 mL larutan ke dalam tabung

berskala bersumbat 25 mL. Penggojogan dilakukan dengan vortex pada kecepatan

maksimum selama 2 menit lalu mengamati tinggi busa pada menit ke-0 dan ke-5

setelah penggojogan.

Pengukuran tinggi busa akan lebih sensitif jika menggunakan skala tinggi

dengan interval 0,1 cm. Oleh karena itu digunakan penggaris yang dilapisi

millimeter block untuk mengurangi bias pengukuran. Pada penelitian ini

(56)

vortex dengan jangka waktu pengukuran selama 5 menit. Nilai ketahanan busa

diperoleh dengna mengurangkan tinggi busa pada menit ke-5 dengan tinggi busa

pada menit ke-0. Semakin tinggi nilai selisih tinggi busa antara menit ke 0 dan 5,

semakin rendah ketahanan busa formula tersebut.

Stabilitas sediaan sabun cair transparan terlihat dalam % pergeseran

viskositas dan % perubahan ketahanan busa. Persen pergeseran viskositas adalah

parameter yang menunjukkan selisih viskositas setelah satu bulan penyimpanan

dengan viskositas awal sediaan dibuat. Semakin kecil persen pergeseran viskositas

maka semakin stabil sediaan tersebut. Persen perubahan ketahanan busa adalah

parameter yang menunjukkan selisih ketahanan busa setelah satu bulan

penyimpanan dengan ketahanan busa awal sediaan dibuat. Hasil sifat fisis dan

stabilitas sediaan sabun cair transparan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan sabun cair transparan

Viskositas Ketahanan Busa % Pergeseran Viskositas

% Perubahan Ketahanan Busa F1 33,83±0,89 0,33±0,04 17,06±4,63 9,72±13,95

Fa 90 0,43±0,04 0 37,5±13,76

Fb 88,33±3,72 0,16±0,04 12,38±2,84 200±70,71

Fab 96,67±4,71 0,43±0,04 0 69,16±10,57

Berdasarkan tabel di atas (tabel III), viskositas terbesar adalah pada

formula ab dan viskositas terkecil pada formula 1. Ketahanan busa terbesar oleh

formula b dan ketahanan busa terendah oleh formula a dan ab. Pergeseran

viskositas terbesar adalah pada formula 1 dan pergeseran viskositas terkecil pada

formula a dan ab. Perubahan ketahanan busa terbesar oleh formula b dan

(57)

C. Pengaruh Natrium Klorida, Cocoamidopropyl Betaine, dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas

Desain faktorial dua faktor dua level, yaitu level tinggi dan rendah dipilih

karena paling sederhana. Desain formula pada rancangan desain faktorial,

memiliki bobot bahan-bahan yang sama kecuali bobot faktor yang diteliti,

sehingga bobot total tiap formula berbeda. Hal ini bertujuan untuk menjamin

perbedaan respon yang muncul hanya dikarenakan perbedaan komposisi kedua

faktor dalam level tinggi maupun rendah. Desain faktorial dapat digunakan untuk

mengidentifikasi efek dari tiap faktor maupun interaksinya. Nilai efek

menunjukkan dominansi dari faktor tersebut. Semakin besar nilai efek, maka

semakin dominan pengaruh faktor tersebut terhadap respon, demikian sebaliknya.

Besar nilai efek dilihat sebagai harga mutlak. Tanda positif dan negatif pada

respon menunjukkan pengaruhnya terhadap respon. Efek faktor terhadap respon

positif berarti bahwa faktor meningkatkan respon sedangkan efek faktor terhadap

respon negatif berarti bahwa faktor menurunkan respon.

Pengolahan data menggunakan program Design Expert 7.0.0, akan

menghasilkan nilai efek NaCl, CAPB, dan interaksinya dalam menentukan sifat

fisis dan stabilitas sediaan serta persamaan desain faktorial untuk tiap-tiap respon.

Persamaan desain faktorial dapat memprediksikan respon dengan memasukkan

faktor ke dalam persamaan apabila persamaan tersebut signifikan. Uji statistik

ANOVA digunakan untuk mengetahui signifikansi faktor yang dianalisis dengan

tingkat signifikansi p<0,05. Nilai F tabel dari 4 variasi formula 6 replikasi untuk

(58)

1. Viskositas

Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, sehingga

viskositas berhubungan dengan sifat alir dari sabun cair transparan. Sifat alir suatu

sediaan yang stabil tidak akan mengalami perubahan selama penyimpanan.

Sediaan sabun cair transparan mengikuti tipe aliran non Newtonian yaitu aliran

pseudoplastis. Pada tipe pseudoplastis adanya peningkatan shearing stress

menyebabkan molekul-molekul yang secara normal bergerak acak mulai saling

menata diri, mengikuti arah aliran, dan menurunkan tahanan dari sediaan.

Karena alasan di atas, maka pada saat pembuatan, pengadukan dilakukan

terkontrol. Pengadukan dilakukan pada 300 rpm menggunakan magnetic steer.

Pengadukan tidak menggunakan mixer untuk menghindari terbentuknya

gelembung dan busa yang berlebihan selama proses pembuatan. Selain itu lama

pengadukan juga berpengaruh pada peningkatan shearing stress. Oleh karena itu

pengadukan setiap penambahan bahan dibatasi oleh waktu sesuai dengan

peningkatan viskositas akibat penambahan bahan-bahan agar diperoleh sediaan

sabun cair transparan yang homogen. Semakin meningkat viskositas sediaan maka

waktu pengadukan ditambah dengan harapan bahan tercampur lebih homogen.

Hasil pengukuran respon viskositas yang diperoleh dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel V. Hasil pengukuran viskositas sediaan sabun cair transparan

Formula 1 a b Ab

Viskositas 33,83±0,89 90±0 88,33±3,72 96,67±4,71

Hasil pengukuran respon viskositas tertinggi ditunjukkan oleh formula ab,

Gambar

Tabel XIV.
Gambar 18.  Mekanisme stabilisasi busa  ....................................................
Gambar 1. Struktur brick and mortar pada stratum corneum (Baumann, 2009)
Gambar 4. Struktur Cocamide DEA (Larsen and Andersen, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait