• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - 03 BAB SATU BAB LIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - 03 BAB SATU BAB LIMA"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan bahasa, dalam kaitannya dengan aspek perencanaan bahasa, merupakan hal yang pasti adanya. “A language must change, to keep pace with society”, demikian judul artikel yang ditulis oleh David Crystal dalam Liverpool Daily Post tanggal 16 Mei tahun 1963. Artikel ini, meskipun menanggapi protes atas maraknya kesalahan pemakaian bahasa Inggris pada masa itu, sejatinya mencoba menawarkan solusi atas kemunculan berbagai variasi bahasa. Dalam artikel tersebut, Crystal menyatakan, “A language is what all its users make it; it is a social, not just an academic phenomenon.” Crystal memberikan penegasan bahwa bahasa berkembang dari waktu ke waktu. Selain mengikuti penuturnya, fleksibilitas bahasa juga mengikuti media dan konteksnya diekspresikan sehingga penghakiman terhadap nilai benar salah suatu bahasa dengan bersandar pada satu paradigma semata tentunya tidak tepat.

(2)

Tahun 2001, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.

Pasal 25 sampai dengan pasal 45 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan secara yuridis status, fungsi, penggunaan, pengembangan, pembinaan, serta pelindungan terhadap bahasa Indonesia. Pasal 39 ayat 1 secara spesifik menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia dalam media massa:

Pasal 39

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan

bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.

Setahun sebelumnya, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Meskipun tidak secara eksplisit menyatakan tugas pengembangan bahasa, perangkat hukum ini menyerukan perlunya batasan tentang norma bahasa ketika berbagi informasi atau saat bertransaksi secara elektronik. Gambaran umum tersebut diperoleh dari Bab VI sampai dengan Bab XI yang mengatur domain, HKI, perlindungan hak pribadi, perbuatan yang dilarang, penyelesaian sengketa, peran pemerintah dan masyarakat, penyidikan, serta ketentuan pidana.

(3)

yang menyebabkan kesulitan pengoperasian komputer bersangkutan. Ketiga, perlunya aplikasi komputer berbahasa Indonesia untuk memudahkan pengguna (masyarakat/aparatur negara) dalam melaksanakan kegiatannya, sekaligus sebagai alternatif pilihan bahasa pada aplikasi komputer.

Abdurrahman Wahid, selaku presiden saat itu melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2001 menginstruksikan khususnya kepada Menteri Riset dan Teknologi serta Menteri Pendidikan Nasional untuk melaksanakan kegiatan pembakuan istilah-istilah komputer ke dalam bahasa Indonesia, menyusun aplikasi komputer berbahasa Indonesia berikut pedoman pemakaiannya dengan menggandeng para ahli serta pihak-pihak terkait. Sebagai tindak lanjut, pemerintah melalui Pusat Bahasa kemudian membentuk tiga Kelompok Kerja (Pokja) yakni Pokja Pembakuan Istilah Teknologi Informasi, Pokja Perangkat Lunak, serta Pokja Sosialisasi dan Implementasi. Tugas utama yang diemban oleh ketiga Pokja ini, khususnya Pokja Pembakuan Istilah, ialah merumuskan pedoman pembakuan istilah, pedoman pemakaian istilah, dan menghimpun daftar (senarai) awal sekitar 700 istilah dalam bidang teknologi informasi (TI). Lalu, pada tahapan berikutnya direncanakan sekitar 4000 istilah yang akan dipadankan hingga tahapan akhir dalam bentuk penyusunan kamus (Artikel Ristek, 2001).

(4)

beralih menggunakan teknologi ini dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Bahasa Inggris sebagai lingua franca dalam aplikasi komputer (periksa w3techs.com), dianggap menyulitkan bagi yang bukan penutur asli bahasa Inggris serta terbiasa bekerja menggunakan teknologi konvensional seperti mesin tik dan sebagainya.

Setelah dihimpun, senarai padanan yang berisi sekitar 629 istilah kemudian dirilis sebagai tahap awal. Reaksi dari masyarakat bermacam-macam. Ada yang mendukung usaha ini, namun ada pula yang menentangnya. Tanggapan beragam yang muncul mengarah tidak hanya pada bentuk sosialisasi yang dilakukan pemerintah, tetapi juga pada isi senarai padanan yang dihimpun oleh tim perumus. Onno W. Purbo, salah seorang anggota tim perumus istilah TI dalam wawancara dengan detik.com (9/5/2001) menawarkan solusi terkait sosialisasi dan implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2001 dalam bentuk insentif kepada pembuat, pengembang, atau pengecer perangkat lunak berbahasa Indonesia. Menurutnya, insentif yang diberikan dapat berupa pemotongan pajak hingga 50%. Cara ini diharapkan dapat memacu, tidak saja upaya pengembangan aplikasi, tetapi juga pemakaian aplikasi komputer berbahasa Indonesia di kalangan pengguna. Untuk pemerintah, cara ini menurut Onno dirasa lebih efektif daripada repot membentuk satgas, berhutang, dan sebagainya.

(5)

penyerapan, atau gabungan keduanya; 2) perlu karena kamus istilah dalam suatu bidang tertentu harus ada; 3) mubazir jika padanan istilah bahasa Inggrisnya sudah populer dan digunakan secara luas oleh masyarakat; 4) sia-sia karena materi yang tersedia di internet mayoritas menggunakan bahasa Inggris.

(6)

pembaca, maka sia-sialah—dan malah justru merugikan—pembentukan padanan istilah.

Lima belas tahun kemudian, atau setelah konvergensi media menjadi hal yang lumrah di Indonesia, penggunaan istilah-istilah komputer berbahasa Indonesia tersebut idealnya telah merata, lebih-lebih di kalangan pengguna pemula komputer seperti yang diisyaratkan dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2001. Tetapi pada kenyataannya, pengaruh dari Inpres tersebut belum maksimal. Sebagian besar pengguna komputer dan internet di Indonesia masih setia dengan bahasa Inggris sebagai bahasa antarmuka/bahasa istilah yang digunakan ketika mengoperasikan komputer atau ketika sedang berselancar di internet.

Penyebab munculnya permasalahan ini, jika merujuk pada pandangan Purbo dan Haryanto di atas dapat dikerucutkan menjadi tiga, yakni 1) sosialisasi yang tidak intens dan merata; 2) rendahnya daya ungkap bahasa Indonesia sehingga banyak istilah yang tidak berterima karena tidak lazim, tidak populer, atau bertentangan dengan logika sosial para penggunanya; serta 3) Tidak adanya reward and punishment dalam penerapan kebijakan yang berpedoman pada Inpres No.2 Tahun 2001. Selain keduanya, patut pula disimak pandangan Agnes Kukulska-Hulme (2000:587) yang menyatakan bahwa penerjemahan terhadap peristilahan komputer tidak selalu mungkin atau tepat dilakukan berdasarkan pertimbangan teknis, politis, atau ekonomi. Imbasnya, banyak orang lantas merasa harus menggunakan perangkat lunak berbahasa Inggris dalam versi aslinya.

(7)

berbagai istilah komputer berbahasa Indonesia, tetapi juga melingkupi faktor eksternal seperti pengaruh evolusi media terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, posisi bahasa Indonesia dalam pergaulan internasional, domestikasi terhadap istilah asing, kurang apresiatifnya media terhadap istilah-istilah yang dibakukan, persentase software berbahasa Indonesia yang minim, gengsi bahasa, dan sebagainya. Aspek kajian ini membentang dari topik perencanaan bahasa, metamorfosis media (mediamorfosis), hingga kaidah pembakuan peristilahan komputer.

(8)

Kedua, pengaruh evolusi media terhadap kebijakan pemerintah berupa penerbitan Inpres Nomor 2 Tahun 2001. Hal yang dikaji dari topik ini adalah ketimpangan antara kebijakan pemerintah tersebut dengan realisasi serta kesiapan infrastruktur pendukungnya. Dalam konteks ini, Inpres Nomor 2 Tahun 2001 diasumsikan sebagai wujud perhatian pemerintah terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sayangnya, implementasi dari kebijakan ini belum berbuah maksimal. Untuk menganalisis penyebabnya, digunakan teori mediamorfosis Roger Fidler sebagai acuan utama yang didukung oleh berbagai teori lainnya.

Ketiga, dilihat dari konteks pembelajaran di tingkat sekolah menengah atas, kajian pembakuan peristilahan komputer berbahasa Indonesia dianggap memiliki relevansi yang ekuivalen dengan materi tentang prinsip bahasa Indonesia baku, kaidah penyusunan kata, serta pelafalan kata-kata serapan. Keterkaitan materi ini dalam rangka pengembangan pengetahuan siswa, menyangkut pembelajaran tentang pembakuan kata dalam bahasa Indonesia, sumber-sumber kosakata bahasa Indonesia, dan manfaat bahasa serumpun, bahasa daerah, bahasa asing, serta kosakata keilmuan dalam penyerapan kosakata bahasa Indonesia. Semua materi yang disampaikan kepada para siswa bermuara pada pembelajaran tentang ejaan yang disempurnakan dan pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia.

(9)

penelitian ini dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA dianggap sebagai modal extended research yang berupaya mengintegrasikan atau mengambil manfaat dari penelitian yang dilakukan terhadap pembelajaran ejaan dan peristilahan bahasa Indonesia bagi para siswa.

1.2 Rumusan Masalah

a. Faktor apa saja yang menjadi kendala penggunaan istilah teknologi informasi berbahasa Indonesia?

b. Bagaimana relevansi penelitian tentang kendala penggunaan istilah teknologi informasi berbahasa Indonesia dengan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor yang menjadi kendala penggunaan istilah teknologi informasi berbahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan keterkaitan antara kajian tentang kendala penggunaan istilah teknologi informasi berbahasa Indonesia dengan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

(10)

b. Sebagai penambah wawasan terkait media literacy (melek media) dan pengaruhnya terhadap sikap berbahasa Indonesia;

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai dasar menelaah kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pemertahanan bahasa Indonesia di media elektronik;

b. Sebagai masukan atas kekurangan-kekurangan yang masih terdapat baik dalam Senarai Padanan Istilah maupun dalam Glosarium Istilah TI berbahasa Indonesia;

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Relevan

Penelitian yang terkait dengan peristilahan bahasa Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi diantaranya ialah:

2.1.1 “Peristilahan Komputer dalam Bahasa Indonesia: Sebuah Catatan Kecil Perencanaan Bahasa” (I Made Sudiana, 2008)

Monograf ini berisi uraian tentang perencanaan peristilahan khususnya dalam bidang komputer, proses pembakuan peristilahan, serta tata caranya. Menurut Sudiana, peristilahan merupakan hal yang penting dalam sebuah bahasa, karena itu perlu direncanakan. Dalam penelitiannya tersebut, Sudiana terkesan hanya mendeskripsikan teori meskipun pada bagian akhir ia sempat mengemukakan paradigma psikologi sosial tentang proses penerimaan masyarakat yang tidak sebentar terhadap satu ragam bahasa baru.

(12)

pembakuan istilah dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada Sekolah Menengah Atas.

2.1.2 “Neologisme: Sebuah Tantangan Pembentukan Istilah Baru dalam Bahasa Indonesia Melalui Proses Penerjemahan Berbasiskan Korpus” (Karnedi, 2011).

Dalam penelitian ini, Karnedi mengemukakan tentang Glosarium Istilah Asing-Indonesia yang tidak cukup representatif dalam menyajikan padanan istilah (khususnya dalam bidang ekonomi). Neologisme menurut Karnedi merupakan metodologi alternatif yang bertujuan mengakomodasi segenap pemangku kepentingan dalam pengembangan dan perencanaan bahasa, mendesain korpus yang sesuai standar, serta menyempurnakan Glosarium Istilah Asing-Indonesia Edisi Pertama. Fokus kajian ialah perihal penciptaan unit leksikal baru melalui aktivitas penerjemahan secara professional dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Terkait dengan metodologi penelitian, seperangkat korpus yang paralel telah dirancang sebagai korpus pembelajaran yang mengandung teks sumber berbahasa Inggris dan teks sasaran berbahasa Indonesia. Demi tujuan ini, sejumlah terjemahan buku teks bidang ekonomi dipilih secara acak. Data yang diperoleh diproses dengan Wordsmith Tools versi 5.0. Daftar kata-kata kunci melibatkan penggunaan British National Corpus sebagai korpus rujukan dalam teks sumber. Kemudian, dilakukan studi komparatif yang melibatkan kesepadanan bentuk-bentuk tersebut dalam bahasa Indonesia.

(13)

dari bahasa sumber melalui penerjemahan teks ekonomi. Dalam konteks perencanaan bahasa di Indonesia, khususnya perencanaan korpus, penciptaan istilah-istilah baru dalam bidang ekonomi yang berorientasi bahasa Indonesia oleh penerjemah profesional tampaknya menjadi sebuah proses dinamis dan berkelanjutan yang dapat memperkaya Glosarium Istilah Asing-Indonesia, sebuah usaha untuk memodernisasi bahasa Indonesia melalui penerjemahan neologisme dalam teks ekonomi.

Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada usulan tentang perlunya revitalisasi istilah dan ranah istilah. Penelitian ini tidak merekomendasikan neologisme seperti yang diusulkan oleh Karnedi, tetapi lebih cenderung mendeskripsikan kendala tekstual penyebab tidak digunakannya istilah komputer berbahasa Indonesia oleh para pengguna. Di samping itu, berbeda dengan Karnedi yang hanya menyarankan neologisme pada bidang ekonomi, penelitian ini menyasar pada penggunaan istilah-istilah dalam bidang teknologi informasi seperti komputer dan internet.

2.1.3 “Mereposisi Perencanaan Istilah Ranah Keilmuan” (Ansari, 2011).

(14)

dipakai; (2) meninjau kembali ketepatan beberapa istilah yang telah dimasyarakatkan kembali berdasarkan aspek keterpakaiannya.

Dalam analisisnya, Ansari menyatakan bahwa persoalan kebahasaan ini kemungkinan bermuara pada rendahnya frekuensi penggunaan istilah bahasa Indonesia hasil penerjemahan dari istilah bahasa asing. Hal ini disebabkan upaya pengenalan istilah tersebut belum optimal dilakukan sehingga sebagaian besar masyarakat pengguna bahasa Indonesia tidak mengenal istilah tersebut. Contoh yang dapat dikemukakan dalam hal ini misalnya tetikus (mouse), unduh (download), unggah (upload), laman (homepage), luah (discharge), tumpak (batch), petala (incumbent), gria tawang (penthouse), boga bahari (seafood), dan lain-lain.

Kemungkinan kedua menurut Ansari ialah bahwa lembaga bahasa lambat dalam menawarkan istilah bersangkutan sehingga pengguna bahasa Indonesia lebih dulu mengenal dan menggunakan istilah asingnya. Meskipun telah dimasyarakatkan, pengguna bahasa Indonesia tetap memakainya karena sudah lebih akrab dengan istilah asing tersebut. Meskipun demikian, menurut Ansari keadaan ini juga dapat disebabkan oleh ketidakcocokan dalam penerjemahan istilah asing itu ke dalam bahasa Indonesia sehingga pengguna bahasa Indonesia lebih memilih istilah asingnya.

(15)

umum dibandingkan dengan penelitian ini yang memusatkan diri hanya pada satu bidang yakni peristilahan komputer.

2.1.4 “Perkembangan dan Pengembangan Peristilahan Bahasa Indonesia di Bawah Lembaga-Lembaga Resmi Kebahasaan” (Samuel, 2011).

Secara historis, peristilahan di Indonesia dikembangkan dalam dua periode yakni pada masa Komisi Istilah serta semasa Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa). Samuel meyakini bahwa pada periode yang kedua kegiatan pengembangan peristilahan merupakan hasil perencanaan bahasa karena sifatnya yang sistematis dan penggunaan perspektif multidisipliner dalam perancangan istilah. Di samping melalui Pusat Bahasa dan MABBIM, peristilahan di Indonesia menurut Samuel turut dikembangkan oleh para penutur bahasa dari berbagai profesi atau sektor kerja seperti perguruan tinggi, media massa, sektor industri, dan sektor jasa. Pendekatan tekstual dalam perkembangan peristilahan di Indonesia menurut Samuel umumnya didorong oleh kebutuhan akan penerjemahan dan penyusunan buku ajar baik di sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Terakhir, pendekatan linguistik berkaitan dengan bahasa sumber yang menjadi rujukan istilah. Di Indonesia, bahasa Sanskerta, Arab, Persia, Portugis, Belanda, dan Inggris merupakan sejumlah bahasa yang pernah dijadikan sebagai sumber istilah.

(16)

bahasa lokal tidak selalu berhasil atau bahkan tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, Samuel mengajukan beberapa saran diantaranya: 1) kebijakan lembaga kebahasaan harus didasari oleh pengetahuan dan pemahaman situasi sosiolinguistik yang ada; 2) implementasi kebijakan peristilahan sebaiknya memprioritaskan kebiasaan penutur daripada prinsip dan upaya para pakar terminologi; 3) faktor waktu adalah hal yang penting karena perubahan linguistik berlangsung dengan lambat dan harus diukur dengan hitungan dasawarsa atau abad; 4) evaluasi secara komprehensif terhadap politik istilah harus dilakukan untuk menyesuaikannya dengan kondisi linguistik terkini.

Penelitian Samuel mencakup rentang waktu yang panjang serta subjek istilah yang luas. Mengacu pada kedua hal tersebut, perbedaannya dengan penelitian ini mencakup periode pengindonesiaan istilah komputer yang belum terlampau lama. Adapun subjek istilah komputer merupakan topik yang terbatas pada upaya pengindonesiaan istilah komputer berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, sehingga dapat dinyatakan bahwa cakupan kajiannya tidak luas.

2.1.5 “Bahasa Indonesia sebagai Penghela Ilmu Pengetahuan dan Wahana Ipteks; Pembentukan Istilah sebagai Salah Satu Usaha Mewujudkannya” (Syamsuri, 2013).

(17)

mampu mengisi kekosongan padanan dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, bentuk-bentuk semacam fleksibel, menyimak, mengglobal, dan atom digunakan sebagai variasi bagi kata lentur, mendengarkan, mendunia, serta sarah. Kemudian yang terakhir, beberapa kosakata dimunculkan guna memutasi istilah lainnya seperti lembaga pemasyarakatan yang memutasi kata bui, wisatawan memutasi kata pelancong atau turis, serta invasi memutasi kata pendudukan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mewujudkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan dan wahana ipteks menurut Syamsuri terdiri atas beberapa aspek penting yakni: pertama, bahasa Indonesia hendaknya diberi kesempatan membuka diri guna menerima istilah bahasa lain; kedua, peristilahan bahasa Indonesia menjadi media pendidikan karakter; ketiga, peristilahan bahasa Indonesia hendaknya memperhatikan efisiensi, kebergunaan, estetika, dan baku; keempat, istilah mampu menggambarkan tentang realitas termasuk konsep ipteks; kelima, istilah bahasa Indonesia harus berada dalam pusaran peradaban; dan yang keenam, istilah itu tersebarluaskan melalui berbagai media.

(18)

penelitian yang sedang dilakukan menjadi jelas, yakni jika penelitian Syamsuri menguraikan tentang aspek motif dan proses pembentukan istilah secara umum, penelitian ini menguraikan tentang aspek motif, proses, pola, serta kendala penggunaan istilah berbahasa Indonesia hanya pada bidang komputer.

2.1.6 Tanggapan Mahasiswa di Kota Surakarta terhadap Pengindonesiaan Istilah Asing Bidang Perkomputeran (Kajian Sosiolinguistik). Tesis Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (Sari, Citra Aniendita: 2014)

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi istilah asing bidang perkomputeran yang paling dikenal oleh kalangan mahasiswa di Kota Surakarta, (2) mendeskripsikan proses pemadanan (pengindonesiaan) istilah asing beserta kriteria dan karakteristiknya yang cenderung berterima dan yang tidak berterima, (3) menjelaskan alasan pilihan mahasiswa yang menggunakan istilah bidang komputer, dan (4) memaparkan tanggapan kalangan mahasiswa tentang pengindonesiaan istilah asing tersebut. Istilah-istilah bidang perkomputeran dalam penelitian ini bersumber dari “Panduan Pembakuan Istilah Pelaksanaan Inpres No 2 Tahun 2001” yang berisi 629 istilah bidang perkomputeran.

Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik pustaka dan teknik catat serta metode cakap dengan teknik kuesioner dan teknik wawancara. Data dianalisis dengan mengunakan metode padan (metode identitas) translasional dengan teknik hubung banding menyamakan/HBS untuk mengidentifikasi istilah dalam bahasa Indonesia didasarkan atas padanannya dalam bahasa asing khususnya bahasa Inggris.

(19)

yang terbagi menjadi (a) istilah pada perangkat dan aplikasi komputer dan (b) istilah pada internet. Kedua, padanan istilah yang cenderung berterima adalah dengan proses penyerapan sedangkan yang cenderung tidak berterima adalah dengan proses perekaan. Ketiga, meskipun sudah banyak padanan istilah dalam bahasa Indonesia yang dikenal dan disosialisasikan namun hanya sedikit padanan istilah yang dapat diterima dan digunakan oleh kalangan mahasiswa. Mereka tetap lebih memilih menggunakan istilah asing karena (a) lebih sering melihat dan mendengar istilah asing, (b) terbiasa memakai dan lebih mudah mengucapkan istilah asing untuk percakapan dan komunikasi sehari-hari, (c) lebih bergengsi dan merasa percaya diri memakai istilah asing, serta (d) lebih mudah memahami dan mengerti makna istilah asing tersebut. Keempat, penelitian ini juga menemukan dua tanggapan dari kalangan mahasiswa di Kota Surakarta tentang upaya pengindonesiaan istilah asing bidang perkomputeran, yaitu tanggapan yang positif sebanyak 40% dan tanggapan negatif sebanyak 60%.

(20)

penelitiannya, Sari menggunakan sosiolinguistik sebagai kajian dengan aspek perencanaan bahasa sebagai fokusnya, sementara dalam penelitian ini kajian sosiolinguistik menjadi payung penelitian dengan bertumpu pada pendekatan komunikatif yang digagas oleh Agnes Kukulska-Hulme serta direlevansikan dengan pembelajaran kosakata bahasa Indonesia pada Sekolah Menengah Atas.

Asumsi dasar yang hendak dibangun oleh penelitian ini adalah bahwa perencanaan bahasa yang mengusung norma preskriptif akan dikoreksi oleh realitas penggunaan bahasa di masyarakat yang deskriptif. Kebijakan pengindonesiaan istilah tidak selalu dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat karena berbagai faktor. Penelitian ini berusaha mengungkap faktor-faktor tersebut dengan menggunakan teori yang relevan. Tidak hanya itu, mengingat istilah teknologi informasi merupakan subjek yang multidisiplin, penguatan terhadap argumentasi yang dikemukakan bersumber dari kajian terdahulu.

2.2 Definisi Operasional

(21)

yakni teks sebagai sebuah produk dan teks sebagai sebuah proses (Halliday dan Hasan, 1989).

2.2.2 Istilah: 1) kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan gagasan, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu; 2) kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 3) Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan ketentuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya (PUPI, 2004).

2.2.3 Komputer: ialah alat elektronik otomatis yang dapat menghitung atau mengolah data secara cermat menurut yang diinstruksikan, dan memberikan hasil pengolahan, serta dapat menjalankan sistem multimedia (film, musik, televisi, faksimile, dan sebagainya), biasanya terdiri atas unit pemasukan, unit pengeluaran, unit penyimpanan, serta unit pengontrolan. 2.2.4 Digital: berbeda dengan sistem analog yang menggunakan kuantitas fisik

(22)

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Pendekatan Komunikatif Peristilahan komputer

Jika ditanyakan tentang tujuan dari bahasa manusia, sebagian besar orang secara naluriah akan menjawab bahwa tujuannya adalah sebagai alat komunikasi (Kukulska-Hulme, 1999:2). Para penutur tersebut menganggap pasti kemampuannya dalam berkomunikasi melalui bahasa. Adalah tidak berlebihan jika kemudian kita selaku para pengguna komputer mengharapkan tingkat kemudahan yang sama ketika berinteraksi dengan sistem komputer atau panduan penggunaannya. Akan tetapi dalam praktiknya, bahkan terkadang para profesional dalam bidang komputer dan para pengguna berpengalaman lainnya kerap dibuat frustasi oleh penjelasan yang ada pada fasilitas “help”. Mereka bingung oleh makna kata pada pilihan menu, toolbar, dan tombol; dan terhambat dalam pencarian informasi karena harus menggunakan istilah-istilah yang tidak dengan cepat mengekspresikan kebutuhan mereka.

(23)

Kata-kata pada layar komputer dapat menciptakan hambatan dalam berkomunikasi, ditambah lagi para pengguna yang mencoba file help kerap mengalami kekecewaan. Seperti dinyatakan oleh Kukulska-Hulme, seringkali ungkapan frustasi “Aku tidak mengerti opsi-opsi yang ada pada layar” mendorong banyak pengguna untuk “asal coba-coba dan lihat apa yang terjadi”, yang hanya membuang-buang waktu atau malah berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap perangkat komputer yang mereka miliki. “Aku tidak mengerti petunjuknya” adalah tipe keluhan lain yang sering terdengar, yang kemudian menjadi alasan bagi para pengguna untuk tidak membacanya. Sering dinyatakan (misalnya oleh Smith, dalam Kukulska-Hulme, 1999:2) bahwa cara alternatif dalam mengajari atau berbagi informasi dengan para pengguna adalah melalui pelatihan video. Mode penyampaian ini dapat membuat informasi menjadi lebih berterima di kalangan para pengguna, tetapi ini tidak sepenuhnya menghilangkan permasalahan terkait penggunaan bahasa yang membingungkan.

(24)

bahwa petunjuknya tertulis dalam bahasa yang sama-sama dimengerti baik oleh pengembang atau pengguna maka pesan yang dibawanya dapat dipahami.

Menurut Kukulska-Hulme, komunikasi melalui bahasa adalah perihal menyajikan pesan yang komprehensif bagi para penggunanya. Terkait dengan itu, sikap paling bijak yang dapat diambil dalam merancang peristilahan komputer adalah dengan menganggap seluruh penggunanya sebagai pembelajar bahasa. Anggapan ini berlaku sejak berbagai aplikasi komputer menciptakan makna baru yang berbeda dengan makna istilah-istilah yang sudah terlanjur akrab di telinga para pengguna, juga sejak aplikasi-aplikasi tersebut memperkenalkan istilah-istilah serta konsep-konsep baru yang maknanya tidak dipahami. Memandang teks yang muncul pada layar sebagai “bahasa baru” bagi pengguna akan memunculkan asumsi dan keyakinan perihal apa yang akan dan yang tidak akan dipahami oleh para pengguna komputer bersangkutan. Ini memperkenalkan pula aspek produktif terhadap bahasa: para pengguna tentunya butuh untuk mengerti, tetapi mereka juga butuh untuk mampu menghasilkan bahasa yang sesuai dengan aplikasi yang ada agar dapat memanfaatkannya secara maksimal.

(25)

ilmu sosial, kognitif, dan aspek pikologis dari pemakaian serta pemahaman bahasa.

Pendekatan komunikatif berupaya mengetahui aspek-aspek yang berbeda dari suatu bahasa: mekanismenya, karakteristik visual dan auditorisnya, siklus perubahannya, corak maknanya, variasinya, serta efek perorangan dan sosial yang ditimbulkannya. Pendekatan ini berusaha memperhatikan kebutuhan akan komunikasi semisal instruksi dan penjelasan, konteks komunikasi di dalam dan di luar bahasa, serta hambatan-hambatan dalam ujaran dan tulisan. Pengetahuan akan hal ini, menurut Kukulska-Hulme dianggap dapat menjelaskan penyebab gagalnya komunikasi dalam situasi tertentu, dan membantu untuk mengantisipasi dan menghindari permasalahan serupa di masa depan.

Terkait permasalahan seputar peristilahan komputer, Agnes Kukulska-Hulme mengajukan empat tipe masalah yang akan dijelaskan dan diilustrasikan yaitu permasalahan seputar makna dan penjelasannya, bahasa yang mengabaikan kenyataan, struktur yang menutupi pemahaman, serta permasalahan bahasa dalam pencarian informasi.

Permasalahan Seputar Makna dan Penjelasannya

(26)

menggunakan perangkat lunak tersebut, mereka harus mengubah konsepsi awal mereka. Pada kasus yang serupa, Lotus 1-2-3 menggunakan ekspresi “to expand the highlight”; pada kasus ini, expand dan highlight mungkin dikenali dari konteks yang lain. Tantangan bagi para pengguna adalah mencoba untuk memahami makna baru yang khusus dari kata-kata yang sudah terlanjur akrab digunakan dalam bahasa sehari-hari atau dalam aplikasi komputer lainnya. Pada fasilitas help, dimana terdapat potensi penjelasan yang cukup, istilah-istilah ini mungkin berada di luar konteks pemahaman pengguna. Contohnya:

style = kombinasi dari format kode dan/atau teks

Sebagai tambahan, lingkaran definisi (ketika sebuah definisi mengandung kata yang telah didefinisikan) terkadang membawa masalah. Contohnya, pada help Lotus 1-2-3:

EDIT = 1-2-3 is in the edit mode

“Status Bar” Word pada Windows, berisi teks yang mendeskripsikan ikon: AutoFormat: Automatically formats a document

Guna memperbaiki situasi ini, bahasa yang digunakan dalam menjelaskan atau mendefinisikan harus dapat dipahami dan pantas diterapkan. Relevansi dengan konteks, perubahan makna, serta pengetahuan kebahasaan pengguna harus diperhatikan.

(27)

menampilkan apa yang disebut sebagai “alias” ketika balon “help” diaktifkan. Teks yang dihasilkan ketika menunjuk kata alias pada desktop adalah:

This is an alias to an application. To open the application, open this alias. To drag an item to the application, drag it to this alias. Change the icon’s name by clicking on the name and typing.

Pada konteks ini, alias dan icon memiliki makna berdekatan. Hingga salah satu diantaranya keduanya cukup dengan makna dari kata-kata ini, membingungkan melihat keduanya digunakan sebagai rujukan atas item yang sama.

Dengan cara yang sama, Program Manager Help pada Windows 3.1 (kotak 1) memiliki sebuah bagian yang berisi pengaturan aplikasi dan dokumen dimana ketujuh kata yang tertera pada layar merujuk pada hal-hal yang mirip:

(28)

Sangat mengherankan bagaimana applications and documents berubah menjadi applications and files, yang berubah lagi menjadi applications saja; lantas bagaimana yang satu bisa mengorganisasikan documents?

Bahasa yang Mengabaikan Kenyataan

Permasalahan mengemuka ketika pengguna berhadapan dengan bahasa yang tidak mengenal pola-pola ekspresi keseharian atau situasi kehidupan nyata. Merupakan hal lumrah bila pengguna menemukan kecenderungan penggunaan kata-kata sulit daripada penggunaan kata-kata yang biasa pada aplikasi populer. Satu contohnya adalah pada perintah “To perform an action on a file”; contoh lainnya tertera pada kotak 2.

(29)

terminologi dan bahasa khusus (terminology and special languages). Kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah kata kerja semacam create dan generate (create a document, generate a table) merupakan kata sehari-hari atau istilah-istilah komputasi? Apakah kata-kata tersebut tidak tersalurkan dalam sistem pemrosesan? Bagaimana perbandingannya?

Senada dengan itu, IBM memiliki aplikasi kalender (atau diary dalam British English) yang memberikan kemudahan bagi para pengguna untuk memilih menu-menu sebagai berikut:

Deleting an item from the calendar (menghapus item dari kalender)

Inserting an item into the calendar (menyisipkan item pada kalender)

Moving an item (memindahkan sebuah item)

Copying an item (menyalin sebuah item)

(30)

Bagian Help pada Encarta Encylopedia mengandung perintah pencarian menggunakan fasilitas “Contents”. Perintahnya berbunyi:

To find the topic you want: 1. (. . .)

2. Begin typing the topic name in the box above the list. The list moves to words beginning with the letters you type Daftar lengkap dari topik-topik bantuan juga dapat diakses. Salah satunya ialah:

The Main Window: what does it do?

(31)

“scrolls as you type,” merupakan bentuk yang lebih ringkas tapi dianggap lebih dekat dengan bentuk “scrolling on the screen”. Masalah ini memunculkan pertanyaan apakah pemahaman tentang sebuah objek (misalnya, a list/daftar) membawa serta pengetahuan tentang perilaku objek tersebut serta cara mendiskusikannya (misal, membuat atau membaca daftar, daftar dapat dipindah, daftar dapat digulung sementara kita sedang mengetik hal lainnya pada layar) dalam bahasa apapun.

Struktur yang Menghambat Pemahaman

(32)

Masalah ini biasanya dialami oleh para pengguna yang bahasa asli atau bahasa ibunya tidak membolehkan struktur semacam ini (misalnya bahasa Perancis), sehingga dibutuhkan usaha lebih untuk menguraikannya. Dengan demikian, akan sangat bermanfaat untuk memikirkan posisi modifiers. Kebutuhan akan setiap modifier juga harus dipertanyakan: misalnya, apakah protection password memberikan tingkat keamanan yang berbeda atau lebih kuat dibandingkan dengan bentuk password saja, ataukah keamanan merupakan fungsi dari setiap password (kata sandi)? Penghargaan terhadap aspek kognitif dan psikologis pemahaman bahasa sangat relevan pada titik ini, dan peran dari redundansi dalam bahasa harus diperhatikan.

Struktur kalimat yang tidak familiar, dipengaruhi oleh model pemrosesan informasi yang mana daftar, kondisi, dan pernyataan berdasar logika menjadi hal lumrah, menghadirkan permasalahan lainnya bagi para pengguna. Uraian isi dalam Cinemania Interactive Movie Guides menyatakan:

To see a list of movies only, biographies only, Or topics only, use the buttons just below the list

Dibandingkan dengan bahasa Inggris yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari, bentuk yang ditulis miring di atas dapat dirumuskan ulang menjadi: “If you want to see just a list of movies, just bioghrapies, or just topics….” Struktur yang tidak familiar kerap membuat pengguna perlu membacanya berulang kali guna memahami maknanya.

Permasalahan Bahasa dalam Pencarian Informasi

(33)

termasuk dalam indeks “user-centered” yang berpusat pada pengguna (Fidel, 1994) sebagai lawan dari indeks dan pencarian yang berpusat pada dokumen, “document-centered”. Kita dapat merujuk pada studi kasus pada wilayah ini (Kukulska-Hulme, 1993, 1996a). Ketika informasi diperoleh dari sejumlah dokumen, kata-kata dan frasa digunakan untuk mengumpulkan teks atau bagian yang sesuai. Asumsikan bahwa seorang pengguna tidak familiar dengan dokumen dan mungkin juga dengan area subjek. Kata-kata dan frasa yang akan digunakan untuk menyarikan informasi belum tentu sama seperti yang terdapat dalam dokumen atau dalam indeks yang terasosiasi dengannya. Ini merupakan masalah umum yang terjadi.

(34)

diri mereka dalam bentuk yang sedikit berbeda, bahasa yang berorientasi pada masalah.

Memahami tujuan komunikatif dari item-item yang terdapat dalam indeks akan menghasilkan perbedaan terhadap rancangan indeks-indeks tersebut. Pencarian informasi adalah perihal menjawab pertanyaan dan memahami hal yang terkait dengan lingkup pertanyaan tersebut: bagaimana mengenali tujuan pokok dan menerjemahkannya ke dalam istilah pencarian yang sesuai. Contohnya dapat dilihat pada pertanyaan berikut:

“How can I prevent someone from looking at my letters?” How can dan prevent penting bagi pengguna karena mereka perhatian pada metode dan tindakan yang memiliki tujuan; alih-alih, indeks menawarkan kata sandi dokumen sebagai entri poin bagi jawaban atas pertanyaan tersebut. Pengguna mungkin juga menanyakan:

“Can I restrict access to sensitive files?”

Dimana can I (kemungkinan), restrict (tindakan), dan sensitive (kategori) semuanya mengungkap tujuan-tujuan pokok para pengguna. Ketika cara untuk menghubungkan pertanyaan dengan jawaban dibutuhkan, poin-poin berikut akan sangat membantu:

(35)

mampu mengkategorikan konsep-konsep; seperti konsep “orang”; gagasan rahasia.

Pahami hubungan istilah-istilah khusus terhadap kata sehari-hari; seperti “authority” versus “right”.

2.3.2 Mediamorfosis

(36)

ia menyadari bahwa manusia sedang berada di tengah-tengah transformasi komunikasi yang terbesar sejak kemunculan bahasa tulisan.

Mediamorfosis menurut Fidler adalah transformasi media komunikasi, yang biasanya ditimbulkan akibat hubungan timbal balik yang rumit antara berbagai kebutuhan yang dirasakan, tekanan akibat persaingan dan politik, serta berbagai inovasi dan teknologi. Rangkaian pemaparannya soal mediamorfosis bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi keangkeran teknologi teknologi media yang baru dan memberikan suatu struktur guna memahami pengaruh pengaruh potensial mereka terhadap bentuk-bentuk media utama yang populer seperti koran, majalah, televisi, dan radio. Fidler menyatakan bahwa mediamorfosis bukanlah sekedar teori sebagai cara berpikir yang terpadu tentang evolusi teknologi media komunikasi. Mediamorfosis memotivasi kita untuk memahami semua bentuk sebagai bagian dari sebuah sistem yang saling terkait, dan mencatat berbagai kesamaan dan hubungan yang ada antara bentuk bentuk yang muncul di masa lalu, masa sekarang, dan yang sedang dalam proses kemunculannya. Media baru tidak akan muncul begitu lama. Dan ketika bentuk bentuk media komunikasi yang baru muncul, bentuk bentuk yang terdahulu biasanya tidak mati – terus berkembang dan beradaptasi.

(37)

teknologi mengubah komunikasi dalam praktik sosial. Sementara, Lievrouw dan Livingstone (2002) mengobservasi bahwa ada beberapa cara berpikir tentang media baru yang perlu untuk dimasukkan dalam tiga elemen, yaitu: alat yang memungkinkan atau memperluas kemampuan kita untuk berkomunikasi, kegiatan komunikasi dan praktiknya dikaitkan dalam perkembangan dan penggunaan alat alat tersebut, arahan-arahan sosial dan organisasi yang membentuk alat-alat serta praktik media baru.

Lebih lanjut, Fidler memaparkan 3 konsep mediamorfosis yaitu: a) koevolusi, kode-kode komunikator. Sifat sifat dasar media diwujudkan dan diteruskan melalui kode-kode komunikator yang kita sebut bahasa. Bahasa, tanpa harus dibandingkan satu sama lain, telah menjadi agen perubahan yang paling berpengaruh dalam rangkaian evolusi manusia. perkembangan bahasa lisan dan tulisan melahirkan dua transformasi besar, atau mediamorfosis, dalam sistem komunikasi manusia. Mediamorfosis ketiga yang siap memengaruhi evolusi komunikasi dan peradaban secara radikal adalah bahasa digital. Bahasa ini merupakan lingua franca komputer dan jaringan telekomunikasi global. Sejak kelahiran bahasa tulis, berbagai bentuk media terus berkoevolusi dalam tiga jalur yang berbeda, yang disebut domain. Bahasa digital telah mentransformasikan bentuk-bentuk media komunikasi yang ada. Inilah agen perubahan yang paling bertanggung jawab atas pengaburan perbedaan-perbedaan di antara domain-domain historis komunikasi.

(38)

telekomunikasi, mungkin hanya terjadi sekali. Namun bentuk-bentuk media yang ada saat ini pada kenyataannya merupakan hasil dari konvergensi-konvergensi berskala kecil yang tidak terhitung banyaknya, yang seringkali terjadi sepanjang waktu. Konvergensi lebih menyerupai persilangan atau perkawinan, yang menghasilkan transformasi atas masing masing entitas yang bertemu dan penciptaan entitas baru.

Tim Dwyer (2010), mendefinisikan konvergensi media sebagai proses penggabungan berbagai teknologi yang baru dengan media-media yang telah ada dan berbagai industri komunikasi serta budaya yang berkembang. Mengambil contoh konvergensi hiburan yang dilakukan oleh Transmedia adalah mytrans.com, yang menggabungkan media televisi dan media internet. Bila selama ini kita menikmati acara televisi dengan duduk diam di satu tempat sambil memandangi layar televisi, kini ada cara berbeda yang ditawarkan. Berbagai acara yang ditayangkan di TransTV dan Trans7 bisa disaksikan melalui gadget berupa smart atau mobile phone ataupun perangkat lain, cukup dengan terkoneksi pada jaringan internet. Ada juga produk lain yaitu DetikTV (tv.detik.com), yang menggabungkan media cetak, media televisi, dan internet.

(39)

mengalami chaos seperti cuaca dan ekonomi, dapat memicu peningkatan eskalasi kejadian-kejadian tak terduga yang akhirnya mengarah pada kejadian-kejadian yang melahirkan dampak atau membawa bencana besar. Sistem-sistem yang mengalami chaos pada dasarnya anarkis. Sistem-sistem tersebut menunjukkan ketidakpastian yang nyaris tak berujung dengan pola jangka panjangnya yang tidak terduga. Hal ini juga menjelaskan mengapa tidak seorang pun mampu memprediksi secara akurat teknologi-teknologi media baru dan bentuk-bentuk komunikasi yang akhirnya akan sukses dan yang akan gagal.

Kekayaan interaksi yang terdapat dalam sistem-sistem kehidupan, memungkinkannya menjalani pengorganisasian diri secara spontan. Dengan kata lain, sistem-sistem yang kompleks bersifat adaptif, yaitu bahwa sistem-sistem itu hanya merespon kejadian secara pasif. Sistem-sistem itu secara aktif berusaha mengarahkan apapun yang terjadi untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa semua bentuk media hidup dalam dunia yang dinamis dan saling tergantung. Ketika muncul tekanan-tekanan eksternal dan penemuan-penemuan baru diperkenalkan, setiap bentuk komunikasi dipengaruhi oleh proses pengorganisasian diri yang muncul secara spontan. Sama seperti spesies yang berkembang demi kelangsungan hidup yang lebih baik, demikian jugalah yang dilakukan oleh bentuk-bentuk komunikasi dan perusahaan-perusahaan media yang ada. Proses inilah yang menjadi esensi mediamorfosis. Prinsip Dasar Mediamorfosis

(40)

menggambarkan prinsip kunci mediamorfosis. Contoh lain adalah ketika penyebaran TV semakin merajalela, radio, surat kabar, majalah dan film mendapat hantaman keras. Namun pada kenyataannya masing masing mereka terbukti ulet dan dapat beradaptasi. Hal ini menggambarkan akibat wajar yang penting dalam prinsip mediamorfosis, yaitu bentuk-bentuk komunikasi yang ada harus berubah dalam menghadapi kemunculan media baru, karena jika tidak, satu-satunya pilihan adalah mati.

Dari ketiga konsep sebelumnya yakni koevolusi, konvergensi, dan kompleksitas, Fidler kemudian menjabarkannya dalam 6 prinsip dasar mediamorfosis.

a. Koevolusi dan koeksistensi

Semua bentuk media komunikasi hadir dan berkembang bersama dalam sistem yang adaptif dan kompleks, yang terus meluas. Begitu muncul dan berkembang, setiap bentuk baru dalam beberapa waktu dan hingga tingkat yang beraneka ragam, mempengaruhi perkembangan setiap bentuk yang lain. Salah satu contoh adalah media online detikcom. Setelah sukses sebagai portal berita, kini mereka merintis kanal detiktv yang merupakan konvergensi internet dan televisi, dan mytrans.

b. Metamorfosis

(41)

kita lihat, adalah Kompas. Sebagai salah satu media cetak terbesar, Kompas membuka portal internet, dan memberikan perhatian yang cukup besar atas ini. Selain Kompas, Tempo juga memiiliki situs berita tempointeraktif.com.

c. Pewarisan

Bentuk-bentuk media komunikasi yang bermunculan mewarisi sifat sifat dominan dari bentuk bentuk sebelumnya. Sifat sifat ini terus berlanjut dan menyebar melalui kode-kode komunikator yang disebut bahasa.

d. Kemampuan bertahan

Semua bentuk media komunikasi dan perusahaan media komunikasi dan perusahaan media dipaksa untuk beradaptasi dan berkembang agar tetap dapat bertahan dalam lingkungan yang berubah. Satu-satunya pilihan lain adalah mati. Salah satu contoh adalah majalah berita mingguan terkenal, Newsweek yang ditutup pada 30 Desember 2012 dan fokus dalam format online (mulai aktif pada 4 Januari 2013), yang diberi nama Newsweek Global.

e. Peluang dan kebutuhan

Media baru tidak diadopsi secara luas lantaran keterbatasan keterbatasan teknologi itu sendiri. Pasti selalu ada kesempatan dan alasan-alasan sosial, politik, dan atau ekonomi yang mendorong teknologi media baru untuk berkembang.

f. Pengadopsian yang tertunda

(42)

manusia (20-30 tahun) untuk bergerak maju dari rancangan konsep hingga perluasan pengadopsian atasnya.

Domain-domain Media Komunikasi

Domain media komunikasi merupakan sarana untuk menggali dan membandingkan kualitas-kualitas yang ada dalam masing-masing cabang utama sistem komunikasi manusia. Fidler mengelompokkannya dalam 3 domain.

1. Domain Interpersonal

Termasuk bentuk komunikasi lisan/ekspresif satu lawan satu yang isinya tidak terstruktur atau dipengaruhi oleh perantara-perantara eksternal. Juga termasuk komunikasi-komunikasi antara manusia dengan komputer yang bertindak sebagai pengganti manusia.

2. Domain Penyiaran

Termasuk bentuk-bentuk komunikasi audio/visual dari yang sedikit kepada yang banyak dengan perantara, isinya sangat terstruktur dan disajikan kepada hadirin secara urut dari awal sampai akhir dalam lokasi-lokasi yang relatif tetap dan dalam periode-periode waktu yang terjadwal dan ditentukan sebelumnya.

3. Domain dokumen

(43)

Hal yang mencirikan domain-domain ini telah terbentuk selama ribuan tahun oleh dua agen perubahan yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Dalam setiap metamorfosis yang mengikuti perkembangan dan penyebaran agen-agen ini, muncul media baru dengan media yang sudah ada mengalami perubahan. Tapi sejak tahun 1970-an, penyebaran bahasa digital yang terjadi dengan cepat dalam ketiga domain tersebut telah memberi kita suatu babak baru yang radikal dalam mempercepat evolusi dan ekspansi sistem komunikasi manusia. Suatu babak yang disebut sebagai era rekayasa digital. Walau ciri-ciri gabungan yang muncul dari rekayasa digital agak berkurang perbedaannya, mereka masih akan memengaruhi asas-asas mediamorfosis media, yaitu transformasinya akan dipengaruhi oleh saling pengaruh yang rumit antara kebutuhan-kebutuhan yang muncul, tekanan tekanan kompetitif dan politis, serta inovasi sosial dan teknologis.

Garis Waktu Komunikasi Manusia

a. Bahasa Ekspresif dan Alat-alat komunikasi :

Homo Sapiens (manusia modern). Bahasa ekspresif termasuk gambar dan simbol serta seni, musik, dan tarian.

b. Bahasa Lisan dan Mediamorfosis pertama

Ditandai oleh keberadaan lukisan goa di Eropa Selatan, akhir zaman es, kemunculan komunitas-komunitas agrikultural besar, serta zaman perunggu yang dimulai di Asia Kecil.

c. Bahasa Tulisan dan Mediamorfosis kedua

(44)

Romawi dan layanan pos, pengembangan seni cetak dan kertas bubur kayu di Asia, pengembangan kertas bubur kayu di Eropa, Renaisans Eropa dimulai di Italia, Revolusi perdagangan, surat berita dan buku berita tulisan tangan, pengembangan seni mencetak di Eropa, koran majalah dan buku cetakan, serta Revolusi Industri.

d. Bahasa Digital dan Mediamorfosis ketiga

Ditandai oleh aplikasi listrik untuk komunikasi, komunikasi radio, gambar hidup, telepon jarak jauh antar benua, radio siaran, mesin faksimili radio, televisi siaran, computer mainframe, televisi kabel, kabel telepon transatlantic pertama, ARPANET (pendahulu Internet), surat elektronik, satelit, komunikasi gelombang cahaya, video game, mikroprosesor, komputer pribadi, VCR, mesin fax digital, CD, radio dan TV digital, realitas virtual dan sistem konferensi video, WWW, mosaik “net browser”, serta program gresek. Hukum 30 Tahun Paul Saffo

(45)

ke dalam masyarakat dimulai. Dekade ketiga, gagasan/teknologi bersangkutan dianggap standar dan merupakan milik umum.

Menurut Fidler, hukum 30 tahun tidak dimaksudkan untuk menentukan kerangka waktu bagi pengadopsian berbagai teknologi baru secara luas. Hal mendasar yang ingin dikatakan Saffo adalah bahwa kesan adanya kemajuan teknologi yang berlangsung seketika pada umumnya salah. Hukum 30 tahun Saffo dapat dijabarkan kembali dalam dua cara yang berbeda: 1) Berbagai terobosan dan hasil temuan laboratorium hampir selalu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada yang diperkirakan orang untuk bisa menjadi produk-produk atau layanan komersial yang sukses; 2) Berbagai teknologi yang tampaknya tiba-tiba muncul sebagai produk-produk dan layanan-layanan baru yang mencatat sukses, entah diakui atau tidak, pada kenyataannya sudah ketinggalan.

Hipotesis Tahap Mediamorfosis Selanjutnya

Walau telah berlangsung selama lebih dari satu abad, teknologi-teknologi media cyber yang penting masih baru saja melintas dari tahap pertama (sebagaimana didefinisikan oleh Paul Saffo) ke tahap kedua, saat teknologi-teknologi itu memasuki masyarakat. Modelnya menunjukkan bahwa kira-kira di dalam dasawarsa yang akan datang ini kita akan memasuki tahap ketiga, ketika media cyber akan menjadi biasa dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa hipotesis umum tentang tahap berikutnya dari mediamorfosis besar ketiga:

(46)

Serangkaian teleputer standar –alat-alat untuk mengombinasikan teknologi-teknologi telepon, televisi, dan komputer— akan dikembangkan untuk menayangkan, dan berinteraksi dengan media digital;

Jaringan-jaringan jalur lebar (broadband) global akan memungkinkan mengakses isi media-campuran dengan biaya yang relatif murah;

Komunikasi tanpa kabel dua arah, paling tidak untuk suara dan data sederhana, akan tanpa hambatan dan meluas;

Layanan-layanan surat elektronik yang menggabungkan teks, grafik, suara, dan video akan merupakan bagian padu semua bentuk media digital yang akan muncul;

Teknologi-teknologi display layar datar yang cocok untuk membaca dokumen-dokumen elektronik serta untuk menonton film dan acara-acara TV dalam teater-teater komersial atau rumah tangga akan menjadi hal yang biasa.

2.3.3 Pembelajaran Bahasa

(47)

yang harus lengkap dan baku. Tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaian.

Berdasarkan hal ini, upaya pembelajaran bahasa Indonesia di kalangan siswa berada pada poros yang menurut Suyatno sama kuat (2012:7). Di satu sisi, siswa harus belajar sesuai kaidah. Namun di sisi lain, siswa menghadapi masyarakat yang berbahasa Indonesia secara bebas karena fungsi bahasa pergaulan. Jika dilihat berdasarkan posisi siswa yang masih berada dalam tahap awal penguasaan kaidah bahasa Indonesia, tarikan masyarakat dimungkinkan lebih kuat dibandingkan dengan pembelajaran kaidah bahasa di sekolah, terlebih lagi bila pembelajaran bahasa Indonesia disajikan dengan cara yang membosankan, jenuh, dan berputar-putar. Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, seorang guru harus memiliki tingkat penyesuaian yang cocok dengan siswa (Suyatno, 2012:10).

Penyesuaian tersebut dirancang secara terpadu dengan tujuan belajar bahasa Indonesia yang salah satunya secara umum ialah mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Demi mewujudkan hal ini, perlu didesain secara mendalam program pembelajaran bahasa Indonesia yang bertumpu pada aspek komunikatif, integratif, tematik yang didasari oleh aspek fleksibilitas, siswa sebagai subjek, proses, dan kontekstual yang tertuang dalam kurikulum.

(48)

melingkupi metode dengan cakupan teoretis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru, dalam situasi ini dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, berikut adalah metode-metode dan teknik yang dapat diterapkan ke dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia (Suyatno, 2012: 15-72) khususnya kosakata/peristilahan.

a. Metode Tata Bahasa/Terjemahan

(49)

b. Metode Membaca

Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang diperlukan dalam kegiatan belajarnya. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru ke siswa. Hal itu diberikan dengan definisi dan contoh ke dalam kalimat.

2. Penyajian bacaan di kelas. Bacaan dibaca dengan diam selama 10-15 menit (untuk mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya). 3. Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab.

4. Pembicaraan tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal itu dilakukan jika dipandang perlu oleh guru.

5. Pembicaraan kosakata yang relevan.

6. pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan.

c. Metode Integratif

(50)

merupakan pengintegrasian bahan dan beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya.

d. Metode Tematik

Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstualitas, kontemporer, konkret, dan konseptual.

Tema yang telah ditentukan haruslah diolah dengan perkembangan lingkungan siswa yang aktual. Budaya, sosial, dan religiusitas mereka menjadi perhatian. Begitu pula, isi tema disajikan secara kontemporer sehingga siswa senang. Peristiwa aktual di lingkungan siswa juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Kemudian, tema disajikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dimilikinya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa berangkat dari Konsep-konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.

e. Teknik Pembelajaran Kosakata 1. Komunikata

(51)

belakangnya; (3) siswa menebak dengan menyebutkan makna kata atau ilustrasi kata; (4) siswa mengungkapkan aktivitas yang telah dilakukannya; (5) guru merefleksikan kegiatan tersebut.

2. Kata Selingkung

Tujuan teknik pembelajaran kata selingkung adalah agar siswa dapat menentukan kata yang mempunyai makna berdekatan dengan kata tersebut. Misalnya, guru menyodorkan kata akar kemudian siswa menyebutkan kata selingkungnya berupa batang, daun, buah, dan seterusnya. Alat yang diperlukan ialah kartu kata secukupnya. Kegiatan ini dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok.

Cara menerapkan teknik ini yaitu (1) guru memberikan pengantar; (2) siswa membentuk kelompok; (3) guru memberikan 25 kartu kata yang harus diselesaikan dalam 10 menit; (4) siswa mengidentifikasikan kata demi kata kemudian mendiskusikan kata-kata selingkungnya. Kata selingkung yang harus ditambahkan dapat ditentukan jumlahnya semisal minimal 5 kata; (5) wakil kelompok menyampaikan laporannya di hadapan kelompok lain; (6) kelompok lain mengomentari laporan yang disampaikan tersebut; (7) siswa menarik simpulan dari aktivitas yang mereka lakukan; dan (8) guru merefleksikan pelajaran pada hari itu. 3. Kartu Kata

(52)

secara individu maupun kelompok. Tujuan penggunaan teknik ini adalah agar siswa dapat dengan mudah, senang, dan bergairah dalam memahami kata majemuk melalui proses yang dilalui sendiri.

Cara menerapkan teknik adalah sebagai berikut. Tiap siswa mendapatkan delapan atau sepuluh kartu yang di dalamnya sudah tertera kata. Kartu yang diberikan haruslah genap karena kartu tersebut akan digabungkan menjadi kata majemuk. Tugas siswa ialah memasangkan satu kartu dengan kartu yang lainnya. Pemasangan itu harus dapat memunculkan makna baru.

4. Tunjuk Abjad

Tujuan pembelajaran teknik abjad adalah agar siswa dapat memproduksi kata dengan cepat dan banyak dalam waktu singkat. Ketika guru menyodorkan huruf /s/ misalnya, siswa dapat menyebutkan kata sukses, sikat, sakit, sehat, susah, dan seterusnya asalkan kata tersebut diawali oleh huruf /s/. alat yang dibutuhkan adalah kartu huruf sebanyak-banyaknya. Teknik ini dapat dilakukan secara perorangan atau berkelompok.

(53)

untuk 1 huruf menjadi 30 detik untuk 1 huruf); (4) siswa menyimpulkan kegiatan yang telah mereka lakukan; dan (5) guru merefleksikan aktivitas yang telah dijalani siswa.

5. Kata Salah Benar

Tujuan teknik pembelajaran kata salah benar adalah agar siswa dapat memilih kata yang benar dan salah dengan cepat. Jika guru menyodorkan kata kepada siswa, siswa menuliskan dengan huruf B di buku tulisnya untuk kata yang benar dan huruf S untuk kata yang salah. Misalnya guru memperlihatkan di depan kelas kata apotik maka siswa segera menuliskan huruf S ke dalam buku tulisnya pertanda kata tersebut salah. Alat yang dibutuhkan adalah lembar yang ditulisi kata yang benar maupun salah penulisannya. Teknik ini dapat dilakukan oleh perorangan maupun kelompok.

Caranya, (1) guru memberikan pengantar tentang kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa; (2) di depan kelas guru membawa beberapa lembar kata, kemudian menunjukkan kepada semua siswa kata demi kata; (3) siswa segera menulis kata tersebut benar atau salah ke dalam buku tulisnya; (4) siswa menukarkan hasil jawabannya ke teman lain; (5) guru memberikan jawaban yang benar; (6) siswa mengoreksi pekerjaan temannya; (7) guru merefleksikan aktivitas yang telah dijalani siswa. 6. Kata dari Gambar

(54)

guru menunjukkan gambar banjir yang melanda sebuah desa. Dari gambar tersebut siswa memproduksi kata air, musibah, bencana, ikan, kotoran, berbau dan seterusnya dalam waktu yang ditentukan. Alat yang dibutuhkan adalah gambar-gambar yang bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran, yang berukuran sama dengan kalender besar. Teknik ini dapat dijalankan secara perorangan maupun kelompok.

Cara menerapkannya, (1) guru memberikan pengantar; (2) guru menunjukkan gambar di depan kelas selama beberapa menit; (3) siswa mengidentifikasikan gambar kemudian menuliskan beberapa kata yang bersumber dari gambar yang dilihatnya; (4) kata yang dihasilkan dapat ditentukan jumlahnya misalnya minimal 5 kata; (5) wakil kelompok menyampaikan hasilnya di hadapan kelompok lain; (6) kelompok lain mengomentari laporan yang disampaikan tersebut; (7) siswa menyimpulkan kegiatan yang telah mereka lakukan; dan (8) guru merefleksikan pembelajaran pada hari itu.

7. Banding Kata

(55)

berikutnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok.

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sifat deskriptif analitik. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor, dalam Margono, 2007:26).

3.2 Setting Penelitian a. Lokasi penelitian

Penelitian ini ialah penelitian dokumen yang dengan demikian memiliki setting alamiah yang disesuaikan dengan keberadaan sumber data. Artinya, penelitian dapat dilakukan di berbagai tempat dalam berbagai situasi.

b. Sumber data

(57)

penelitian yang dilakukan dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada Sekolah Menengah Atas. Sumber data sekunder terdiri atas: 1) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Penggunaan Komputer dengan Aplikasi Komputer Berbahasa Indonesia; 2) Panduan Pembakuan Istilah, Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2001; Kiat Pembakuan Peristilahan Perkomputeran dalam Bahasa Indonesia; 3) Silabus dan RPP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas X.

c. Ihwal penentuan sampel

Dalam penelitian ini, sampel data ditentukan secara purposive, yakni dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2013:218). Pertimbangan tertentu ini, didasari oleh alasan misalnya sumber data dianggap sebagai yang paling mencerminkan hal yang diharapkan oleh peneliti, atau mungkin sumber data tersebut merupakan keputusan penting yang akan memudahkan peneliti dalam menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(58)

Studi Awal

Tahap Perencanaan

Mempertajam fokus dan perumusan masalah penelitian

Pelaksanaan (observasi, dokumentasi)

Simpulan hasil penelitian, rekomendasi, dalil-dalil Analisis

Pengecekan Keabsahan data Temuan

adalah sebagai berikut: 1) mencermati istilah-istilah teknologi informasi berbahasa Indonesia yang dijadikan sebagai sumber data; memindai kemungkinan terwakilinya ketepatan, keberterimaan, maupun penolakan terhadap istilah yang ada; 2) memberikan kode (coding) pada data yang telah dicermati; 3) memilah data yang telah diberi kode dengan identifikasi kategori sesuai dengan rumusan Agnes Kukulska-Hulme; 4) memberikan tanggapan awal berupa persetujuan (istilah yang tepat), keberterimaan (istilah yang berterima), maupun penolakan (istilah yang dipaksakan, rancu, keliru, serta tidak berterima).

3.4 Metode Penganalisisan Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menerapkan Pendekatan Komunikatif Agnes Kukulska-Hulme, teori Mediamorfosis Roger Fidler, serta teknik pembelajaran bahasa baku/serapan pada Sekolah Menengah Atas yang dikemukakan oleh Suyatno.

(59)

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan secara rinci hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi: (1) uraian data penelitian; (2) analisis dengan pendekatan komunikatif; (3) analisis dengan teori mediamorfosis; dan (4) relevansi antara pendekatan komunikatif dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada Sekolah Menengah Atas.

4.1 Identifikasi Data Penelitian

Data pada bagian ini dipilah menjadi dua macam yakni data berupa kumpulan istilah komputer berbahasa Indonesia serta data berupa berbagai dokumen terkait dengan ihwal kebijakan peristilahan komputer berbahasa Indonesia termasuk respon-respon yang muncul terhadapnya.

4.1.1 Kumpulan Istilah Komputer Berbahasa Indonesia Data penelitian ini bersumber dari:

1) Glosarium Istilah Teknologi Informasi Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, tt); 2) Kamus Istilah Komputer dan Informatika (Maseleno, 2003);

3) Kamus Komputer (Purba, 2006);

(60)

Bentuk Kata Serupa

NO ISTILAH PADANAN

1 Copy Salin

2 Slide Salindia

Tanggapan awal: Masalah popularitas penggunaan saja. Bentuk asli copy diasumsikan lebih banyak digunakan ketimbang padanannya dalam bahasa Indonesia. Bentuk salindia kurang lazim, bisa diplesetkan menjadi ‘ganti dia.’

(61)

27 Minimum detectable range Julat mampu temu minimum 28 Multiple-twin cable Kabel kembatang jamak

29 Off delay Lepas tundia

30 On-chip Atas-supih

31 Range gate Gerbang julat

32 Stretching Pantengan

33 Tractive force Kakas aseret

34 X-Y Plotter Pengomplak X-Y

Tanggapan awal: bentuk lembatang, gambatang, dan laifan tidak ditemukan di KBBI, demikian pula lebatang. Tidak ada purata sebagai lema tersendiri pada KBBI. Ia hanya disisipkan dalam penjelasan tentang jarak: purata = pukul rata? Dalam KBBI liwat selain bermakna ‘lewat’ juga bermakna ‘persetubuhan antara sesama jenis’. Lema pengangin tidak ditemukan di KBBI.

Tidak ada taklikan di KBBI, taklikat ada (takarir), tetapi jika mengacu pada padanan yang mirip yakni kolase, maknanya menjadi berbeda. Terkait dengan content search yang dipadankan menjadi selurus isi, terdapat bentuk yang lebih populer yakkni telusur, atau bentuk yang lebih ringkas yakni cari. Kalkir tidak ditemukan di KBBI, demikian pula suwa dan pemandraan. Tanung tidak ditemukan di KBBI, sedangkan baterai toraja patut dipertanyakan apakah maksudnya torak? (bagian dari mesin atau motor yang bergerak mondar-mandir dalam suatu silinder karena tenaga uap atau karena pembakaran bahan bakar; sebab Toraja di Indonesia lebih dipahami sebagai identitas geografis dan etnis, bukan jenis baterai.

(62)

Bentuk hipertaut kurang populer dibandingkan bentuk aslinya, ananta tidak ditemukan di KBBI. Bentuk kinandar juga tidak ditemukan. Sungap, kembatang, tundia, supih, dan pantengan tidak ditemukan di KBBI. Traction = daya tarik; konotasi aseret tidak ditemukan di KBBI. Sementara terdapat dua padanan untuk force yaitu forsa dan kakas.

(63)

tepat, yang seringkali berubah ialah silabe pertama misalnya /re/ menjadi /ri/ atau /un/ menjadi /an/. Silabe terakhir jarang diucapkan sebagai /du/.

(64)
(65)

35 World wide web Waring wera wanua; Wire wiri wae; Jaring jagad jembar

Tanggapan awal: pengaya (add-ons) tidak ditemukan di KBBI. Akan tetapi, bentuk ini memiliki kedekatan dengan diksi pengayaan (misal: pengayaan uranium). Oprek juga tidak ditemukan di KBBI. Bentuk ini biasanya ditemukan dalam tulisan di bidang modifikasi otomotif. Luah: rasa hendak muntah; volume zat cair yg mengalir melalui permukaan persatuan waktu. Tangas = Mandi uap. Penggalak (booster) salah satunya dikenali lewat perangkat antena televisi. Ada juga yang menyebut kutu (bug) sebagai serangga. Cembul = Tonjolan kecil dan bundar (seperti pada kepala jarum pentol). Dalam bidang fotografi, bulb dikenali sebagai salah satu teknik foto timelapse atau pengambilan satu gambar dalam waktu yang lama.

Jika mengikuti diversifikasinya pada Microsoft Word, bulet tidak sekedar bullet (peluru; bundar), tetapi juga tanda panah, strip, ketupat, dan lain-lain). Menjaras: v memberkas; mengikat menjadi segabung; mengatur baik-baik (tt rambut dsb). Tembolok = kantong tempat makanan pada leher (burung, ayam, dsb.); kas perut. Cookie dan cake tidak dipadankan sebagai kue atau roti, tetapi kuki dan melekat. Padanan kedua bentuk tersebut berbeda dengan bug atau daemon. Bentuk kancing kapital (capslock) terlampau panjang jika hendak ditempel di keyboard (papan kunci). Lagipula, penggunaan bentuk ini lebih pada program pengolah kata.

(66)

Padanan pelipat untuk folder dianggap kurang tepat. Salah satu argumen dasarnya mungkin dilihat dari fungsi folder untuk menampung berbagai file/berkas sehingga menyebutnya sebagai pelipat tampaknya berseberangan dengan tugasnya sebagai kantong penyimpanan.

Jika mengacu pada keberadaan header (kepala), semestinya footer (pengaki) dapat diterima. Namun, bentuk asli dari kedua istilah inilah yang tetap digunakan (header dan footer). Mencongklang = berlari kencang (tt kuda dsb). Di beberapa peramban misalnya Chrome berbahasa Indonesia, history kerap diterjemahkan sebagai riwayat (riwayat penelusuran). Bentuk asli (mouse) terlampau populer di kalangan pengguna TI. Kuar = ‘burung yang keluar dari persembunyiannya pada malam hari; lingsa yang baru menetas’. Diperdebatkan, apakah padanan yang lebih sesuai untuk server adalah pelayan agar relevan dengan service?

(67)

NO ISTILAH PADANAN 1 Abort (a transaction) Gugur; Henti paksa

2 Axle Gandar; aksel

31 Splashproof machine Mesin kedap air recik; percik

(68)

Tanggapan awal: Gugur memiliki konotasi yang berbeda. Perintah yang lebih populer ialah batalkan. Yang lebih populer daripada gandar/aksel adalah poros/ sumbu. Browser dan explorer kata padanannya disamakan. Chat cenderung dalam kondisi santai, non-formal; lebih dekat dengan rumpi. Meskipun demikian, rumpi biasanya berlangsung dalam interaksi tanpa perantara, meskipun belakangan penggunaan istilah rumpi juga ditemukan untuk menyebut obrolan lewat telepon. Berbeda dari keduanya, konteks dialog biasanya merupakan percakapan terstruktur.

Force dipadankan dengan kakas: mengerasi; memaksa. Namun, force juga dapat bermakna gaya (gaya koersif)? Padanan des mungkin akan lebih berterima mengingat kemiripan pengucapan dengan dash, dibandingkan dengan penggunaan bentuk alangan. Bentuk pertama padanan default lebih populer. Istilah asali pun, pada dasarnya dapat disubstitusi oleh bentuk awal, mula. Bentuk disket lebih dipahami sebagai penyimpanan segi empat konvensional, sedangkan bentuk yang kedua dan ketiga kurang berterima karena disc akan dilafalkan sebagai dis.

Gambar

Gambar 1. Boom Mic
Gambar 2. Windows Explorer dalam Bahasa Asal
Gambar 3. Windows Explorer dalam Bahasa Indonesia
Gambar 5. Panel Kontrol dalam Bahasa Indonesia
+3

Referensi

Dokumen terkait

Soetarman Soedirman Partonadi, Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya: Suatu Kekristenan Jawa pada Abad XIX (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 100... Hal ini telah dibuktikan

Pada mesin pembuat tali tampar ini memiliki 4 pengait yang berfungsi untuk memuntir tali yang mempunyai diameter sama yaitu 30 mm, dengan perencanaan kecepatan 5m/detik maka

Model EMQ cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan parameter yang diberikan, mulai dari perubahan parameter panjang waktu produksi, penambahan biaya investasi,

Pada Gambar 5 dapat dilihat desain alat secara keseluruhan yang sebenarnya terdiri dari dua bagian.Bagian pertama adalah bagian sistem mekanik alat ukur yang terdiri

• Pemilihan state berdasarkan aturan seleksi alam yang diterapkan pada state collection (sering disebut sebagai populasi).. Pencarian

Secara umum sistem yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah sistem untuk menentukan nilai akhir huruf mahasiswa dengan menggunakan perhitungan Fuzzy clustering

Adanya perbedaan antara panggung depan dan panggung belakang membuat Pasangan Desain membutuhkan upaya ekstra untuk melakukan personal branding yang diklasifikasikan

Vigotip Cipher memiliki panjang kunci yang sama dengan panjang plainteks yang diambil dari karakteristik pada One Time Pad Cipher namun lebih praktis karena