BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia
masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan
Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,
dan ini merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada (Karna, 1997). Di
Negara-negara berkembang Pneumonia merupakan penyebab kematian utama
(Ostapchuk, 2004). Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai kondisi yang
melatar belakanginya seperti malnutrisi, kondisi lingkungan, polusi di dalam
rumah seperti asap, debu dan sebagainya. (Depkes RI, 2009).
Baik di negara maju maupun di negara berkembang pneumonia masih
merupakan ancaman yang serius dan mengancam jiwa. di Amerika Serikat,angka
kesakitan pneumonia dan bronkitis meliputi 20-30 per 1000 anak Balita setiap
tahun, sedang di India dan papua Nugini meliputi 90-110 per 1000 anak Balita.
Kejadian pneumonia makin meningkat pada anak umur kurang dari satu tahun
yaitu 180 per 1000 anak di India dan 256 per 1000 anak di Papua Nugini ( Ditjen
P2M, 2009).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap
tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana
pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta
anak balita setiap tahun (Depkes RI, 2009).
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit
yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun. ISPA juga merupakan salah satu
penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40%-60-%
kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat di bagian
rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Direktorat jendral
P2M&PL, 2009).
ISPA merupakan penyebab utama kematian bayi serta balita di Indonesia.
Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh ISPA bagian bawah. ISPA
merupakan penyebab kematian kedua setelah gangguan perinatal, data menurut
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2001), bahwa proporsi kematian karena
penyakit system pernafasan pada bayi (Usia<1tahun) sebesar 23,9% di Jawa Bali,
15,8% di Sumatra, serta 42,6% di Kawasan Timur Indonesia dan pada anak balita
(usia 1-5 tahun) sebesar 16,7% di Jawa Bali, 29,4% di Sumatra, 30,3% di
Penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama di Jawa Tengah.
Penyakit pneumonia adalah penyebab nomor satu (15,7%) dari penyebab
kematian balita di Rumah Sakit (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2001). Pada
tahun 2006, cakupan penemuan pneumonia balita di Jawa Tengah mencapai
26,62%. Angka tersebut mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu menjadi
24,29% dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan menjadi 23,63% .
Angka ini sangat jauh dari target SPM tahun 2010 sebesar 100% (Profil
Kesehatan Jawa Tengah, 2008).
Di Kabupaten Banyumas, Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2
ISPA) secara intensif dimulai sejak tahun 1992/1993(Dinkes Banyumas,2007).
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas pada tahun 2009 jumlah kasus
ISPA balita adalah 41.608 jiwa atau 38,64%, sementara pada tahun 2010 jumlah
balita terserang ISPA meningkat menjadi 48.288 jiwa atau 48,08%. Dengan
begitu terlihat sangat jelas peningkatan kasus ISPA balita di Kabupaten
Banyumas baik jumlah maupun persentasenya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Banyumas tahun 2010 menyebutkan
bahwa sebanyak 1.136 kasus atau 35,47% ISPA balita terjadi di wilayah
Puskesmas Sumbang II Kabupaten Banyumas dan data ini lebih besar dari data
sebelumnya tahun 2009 yaitu sebanyak 1.086 kasus atau 33,91% dan pada tahun
2008 sebanyak 928 kasus atau 28,98%. . Kejadian penyakit ISPA di Puskesmas
juga menduduki peringkat 1 dari 10 besar penyakit yang terjadi di Puskesmas
Sumbang II, Oleh karena itu ISPA merupakan penyakit terbesar yang terjadi di
Puskesmas Sumbang II.
Infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA merupakan masalah kesehatan
yang serius terutama pada anak dan merupakan penyebab kematian utama baik di
Negara berkembang maupun di Negara maju. Secara klinis merupakan radang
akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh jazad renik,
bakteri, virus maupun riketsia tanpa atau disertai radang dan jaringan parenkim
paru. ISPA merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun dimana
sekitar 50% penyakit ISPA menyerang anak usia kurang dari 5 tahun dan 30%
menyerang anak usia antara 5 tahun sampai 12 tahun. ISPA merupakan kelompok
penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan
dapat mengenai setiap tempat disepanjang saluran pernafasan. Secara klinis ISPA
ialah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian
saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes RI, 2009).
Banyak penyakit yang sebenarnya tidak berbahaya akan tetapi
mendatangkan kematian bila didukung dengan keadaan – keadaan yang kurang
menguntungkan bagi anak usia 0-5 tahun seperti status gizi buruk,keadaan
ekonomi yang kurang baik, keadaan lingkungan hidup yang tidak memadai atau
mempunyai status gizi yang kurang secara terus menerus, anak tidak diberi ASI
secara eksklusif sehingga rentan dengan infeksi, kondisi lingkungan yang kotor,
serta kurangnya kemampuan orangtua dalam memeriksakan kesehatan anaknya,
sehingga tidak terkontrol status kesehatannya.
Pada dasarnya dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga
dibutuhkan suatu kerjasama antara keluarga dan tenaga kesehatan setempat,
dimana kerjasama ini dapat mendukung status kesehatan yang dimiliki anak usia
0-5 tahun. Fungsi perawatan keluarga perlu dilakukan oleh ibu yang memiliki
anak usia 0-5 tahun dimana dalam suatu keluarga yang mempunyai anak usia 0-5
tahun, dalam hal ini harus mampu mengenal masalah pada anak usia 0-5 tahun,
mampu memodifikasi lingkungan, mampu dalam memanfaatkan fasilitas
kesehatan terdekat (Depkes RI, 2009).
Banyaknya kejadian ISPA di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor
resiko diantaranya faktor karakteristik balita dan faktor perilaku pencegahan.
Faktor karakteristik balita dipengaruhi oleh faktor individu anak itu sendiri,
seperti umur anak, status berat badan lahir, status gizi, status pemberian vitamin
A, status Pemberian ASI Eksklusif dan status imunisasi kemudian faktor perilaku
pencegahan seperti pelaksanaan PHBS yang meliputi cuci tangan sampai bersih
dengan sabun, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga kondisi udara dalam
Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang
kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan
sosialnya menjadi sehat. (Depkes RI, 2009).
Menurut penelitian dari Ike Suhandayani (2006) terdapat beberapa faktor
yang dapat menyebabkan kejadian ISPA pada balita yaitu Status ASI Eksklusif,
kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota keluarga
yang merokok, dan keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA.
Berdasarkan pemaparan informasi di atas bahwa faktor Karakteristik
balita dan perilaku pencegahan keluarga berpengaruh terhadap kejadian ISPA.
Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan faktor
Karakteristik balita dan perilaku keluarga terhadap kejadian ISPA. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Hubungan
Faktor Karakteristik balita Dan Perilaku Pencegahan Keluarga Terhadap Kejadian
Penyakit ISPA di Puskesmas Sumbang II Kabupaten Banyumas”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kejadian ISPA di Puskesmas Sumbang II bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian ISPA pada balita. Dari
pemaparan informasi diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian ISPA merupakan
penyakit yang sering menyerang pada balita, Di Kabupaten Banyumas khususnya
tinggi mencapai 1.136 kasus atau 35,47%. Beberapa penelitian epidemiologi
didapatkan bahwa ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan pada balita dan
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor karakteristik
balita seperti umur anak, status berat badan lahir, status gizi, status pemberian
vitamin A, status pemberian ASI, status imunisasi dan perilaku pencegahan.
Maka dapat dirumuskan masalah “ Apakah ada hubungan antara faktor
karakteristik balita dan perilaku pencegahan keluarga terhadap kejadian ISPA di
wilayah Puskesmas Sumbang II kabupaten Banyumas.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
“Untuk mengetahui hubungan faktor Karakteristik balita dan perilaku
pencegahan keluarga terhadap kejadian ISPA pada balita di Wilayah
Puskesmas Sumbang II, Kabupaten Banyumas”.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara usia balita 12-60 bulan dengan
kejadian ISPA pada balita.
b. Untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian
ISPA pada balita.
c. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA
d. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian vitamin A dengan
kejadian ISPA pada balita.
e. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan
kejadian ISPA pada balita.
f. Untuk mengetahui hubungan antara status imunisasi dengan kejadian
ISPA pada balita.
g. Untuk mengetahui hubungan antara Perilaku keluarga (Peran Aktif
Keluarga dalam pencegahan ISPA) dengan kejadian ISPA pada balita.
h. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan terhadap kejadian ISPA.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang di dapat, menambah
wawasan, serta pengetahuan penulis.
2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi terkait khususnya bagi Puskesmas Sumbang II,
Kabupaten Banyumas tentang Faktor karakteristik balita dan perilaku
pencegahan terhadap kejadian ISPA pada balita sehingga dapat dijadikan
dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanganan ISPA di wilayah
3. Bagi Keluarga dan Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
Faktor karakteristik balita dan perilaku keluarga terhadap kejadian ISPA pada
balita.
4. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
faktor karakteristik balita dan perilaku pencegahan tehadap kejadian ISPA
pada balita.
E. Penelitian Terkait
Pada penelitian sebelumnya terdapat penelitian yang mendukung dengan
penelitian ini, yaitu penelitian dari Ike Suhandayani tahun 2006 dari Universitas
Negeri Semarang tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Desain rancangan
penelitian ini menggunakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan case
control dengan sampel 62 kasus dan 62 kontrol, kelompok kasus ditetapkan
berdasarkan data rekam medik. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Pati I Kabupaten Pati dengan variable bebasnya adalah faktor resiko
dan variable terikatnya adalah kejadian ISPA pada balita.
Perbedaan penelitian yang diteliti dari penelitian ini adalah penelitian Ike
faktor-faktor kejadian ISPA pada balita. Desain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan case control.
Penelitian Tulus Aji Yuwono juga mendukung dalam penelitian ini,
penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 dari Universitas Diponegoro Semarang
tentang Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten
Kabupaten Cilacap dengan menggunakan metode case control.
Perbedaan penelitian yang diteliti dengan penelitian Tulus Aji Yuwono
adalah penelitian Tulus Aji Yuwono dilakukan di Wilayah Puskesmas
Kawunganten Kabupaten Cilacap pada tahun 2008 dengan menggunakan metode
case control dengan Variabel yang diteliti faktor lingkungan fisik rumah dengan