• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERIBAHASA MASYARAKAT MULTIETNIS DI DESA LABUHAN LOMBOK DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR MUATAN LOKAL BAHASA DAERAH DI SEKOLAH - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERIBAHASA MASYARAKAT MULTIETNIS DI DESA LABUHAN LOMBOK DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR MUATAN LOKAL BAHASA DAERAH DI SEKOLAH - Repository UNRAM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERIBAHASA MASYARAKAT MULTIETNIS DI DESA LABUHAN LOMBOK DAN IMPLIKASINYA

SEBAGAI BAHAN AJAR MUATAN LOKAL BAHASA DAERAH DI SEKOLAH

Diajukan sebagai Persyaratan dalam Penyelesaian Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh

ROZALI JAUHARI A

E1C 010 032

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA

(2)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Jl.Majapahit No. 62 Telp.(0370) 623873 Fax. 634918 Mataram NTB. 83125

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL SKRIPSI

Jurnal skripsi dengan judul “BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERIBAHASA MASYARAKAT MULTIETNIS DI DESA LABUHAN LOMBOK DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR MUATAN LOKAL BAHASA DAERAH DI SEKOLAH” telah disetujui oleh dosen pembimbing sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Bahasa dan Seni.

Mataram, September 2014 Pembimbing I,

(3)

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERIBAHASA MASYARAKAT MULTIETNIS DI DESA LABUHAN LOMBOK DAN IMPLIKASINYA

SEBAGAI BAHAN AJAR MUATAN LOKAL BAHASA DAERAH DI SEKOLAH

Oleh: Rozali Jauhari A Universitas Mataram

Abstrak: Masalah-masalah yang menjadi bahan penelitian ini adalah mengenai bentuk, makna, dan fungsi peribahasa masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok yang terdiri atas etnis Lombok (Sesenggak Sasak), etnis Sumbawa (Ama Samawa), etnis Bima (Sesanti Mbojo), etnis Jawa (Paribasa Jawa), etnis Bali (Basita Bali), dan etnis Sulawesi (Ana Ogi Bugis). Kemudian bentuk, makna, dan fungsi peribahasa masing-masing etnis tersebut dibandingkan persamaan dan perbedaannya. Setelah mengetahui bentuk, makna, dan fungsi serta perbandingan peribahasa tersebut maka agar lebih bermanfaat maka hasil penelitian ini diimplikasikan ke dalam matapelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah. Teori yang digunakan dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan hal kebahasaan, masyarakat, dan budaya yakni kajian sosiolinguistik dan folklor sebagai bentuk kombinasi antara unsur bahasa dan masyarakat serta budaya di dalamnya. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terkait dengan pengumpulan data menggunakan metode cakap (wawancara) dengan informan, metode dokumentasi (teknik catat), dan metode introspektif (intuisi kebahasaan). Sementara itu, metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual dengan teknik HBS, HBB, dan HBSP. Kemudian yang terakhir metode yang digunakan dalam menyajikan hasil analisis data berupa peribahasa tersebut yaitu metode formal yaitu menyajikan data dengan rumusan tanda atau lambang-lambang dan metode informal yaitu menyajikan data dengan kata-kata atau kalimat. Hasil penelitian ini ditemukan bentuk peribahasa berdasarkan kategorinya yaitu berciri kategori verba (menyatakan tindakan), berciri kategori nomina (menyatakan kebendaan), dan berciri kategori adjektiva (menyatakan sifat). Sementara itu, makna yang dimiliki peribahasa tersebut sangat beragam sesuai dengan fungsi yang dihasilkan. Fungsi peribahasa tersebut oleh masing-masing etnis sebagai alat untuk memberi masehat dan sebagai alat untuk menyindir atau bahkan mencela seseorang yang telah melanggar norma kehidupan dalam bermasyarakat. Hasil penelitian tersebut pada akhirnya diimplikasikan sebagai bahan ajar muatan lokal bahasa daerah di sekolah sebagai bentuk pemanfaatan hasil penelitian dalam jenjang pendidikan.

(4)

ABSTRACT

The objects of this research were form, meaning, and function of proverb spoken by multiethnic citizen at Labuhan Lombok village which consist of Lombok ethnic (Sesenggak Sasak), Sumbawa ethnic (Ama Samawa), Bima ethnic (Sesanti Mbojo), Jawa ethnic (Paribasa Jawa), Bali ethnic (Basita Bali), and Sulawesi ethnic (Ana Ogi Bugis). The form, meaning, and function of proverb of each ethnic were compared in terms of contrast and similarity. After finding the form, meaning, function, and comparison of those proverbs, the results were implemented in a subject at school. It was local language which is a type of local content subject. The theories used related to language, citizen, and culture; they were folklore and sociolinguistics studies, as a combination among citizen, language, and culture. Data for this research were collected by using interview method, documentation method, and introspection method. Intralingual Padan method and extralingual Padan method with HBS, HBB, and HBSP as the techniques were used in analyzing the data. After that, the last methods used in presenting data analysis result were formal method which presented data in sign formulation and symbols and informal method which presented data in words and sentences. It was concluded that the proverbs were based on several categories such as verbal, nominal, and adjective. In term of meaning, the proverbs had various meanings appropriated to the function produced. The proverb function for each ethnic was as a tool in giving advice, teasing someone, even denouncing someone who has broken the norm in society. Finally, the results were implemented as teaching material of local content of local language subject in school as a form of utilization of research result in education.

(5)

I. PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki beragam suku, bahasa daerah, dan dengan latar belakang budaya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Beragam suku, bahasa daerah, dan budaya tersebut hidup secara berdampingan sejak zaman dahulu di berbagai wilayah di Indonesia.

Kehidupan berbagai suku dengan bahasa dan budaya mereka masing-masing tersebut dapat terjadi pula pada satu wilayah di Indonesia. Misalnya, suku Jawa, suku Madura, suku Sunda, dan suku Betawi hidup dalam satu wilayah Pulau Jawa (lihat Ardian, 2011). Demikian pula pada wilayah lainnya, seperti pada Pulau Bali yang di wilayah tersebut terdapat suku Batak, suku Jawa, suku Madura, suku Sasak, dan suku Bali yang hidup secara berdampingan.

Keberagaman suku yang mendiami satu wilayah tersebut pula menjadi sebuah fenomena di Indonesia. Fenomena yang dimaksud adalah terdapatnya kehidupan masyarakat multietnis dan kehidupan masyarakat multibahasa. Masyarakat multietnis merupakan suatu situasi dalam suatu komunitas yang terdiri atas berbagai suku dan hidup bersama dalam suatu wilayah. Sementara itu, masyarakat multibahasa adalah terdapatnya beragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat interaksinya.

Berdasarkan adanya fenomena masyarakat multietnis dan masyarakat multibahasa tersebut maka akan mencerminkan pula adanya masyarakat multibudaya. Masyarakat multibudaya yaitu kondisi masyarakat dengan keragaman etnis dan bahasa yang menghasilkan keragaman budaya dalam kehidupan mereka, sehingga dengan adanya keragaman budaya tersebut tentunya menghasilkan pula beragam nilai dan norma budaya.

Salah satu wilayah yang terdapat kehidupan masyarakat multietnis, multibahasa, dan multibudaya dalam satu wilayah adalah di Pulau Lombok, tepatnya di Desa Labuhan Lombok Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Di desa tersebut terdapat suku Sasak, suku Samawa, suku Mbojo, suku Bugis, suku Bali, dan suku Jawa. Dalam hal ini suku Sasak merupakan suku penghuni asli wilayah tersebut karena suku Sasak adalah suku asli Pulau Lombok secara keseluruhan. Sementara itu, suku-suku lain yang telah disebutkan di atas merupakan suku pendatang seperti suku Samawa dan suku Mbojo yang berasal dari Pulau Sumbawa, suku Bugis yang berasal dari Pulau Sulawesi, suku Bali yang berasal dari Pulau Bali, dan suku Jawa yang berasal dari Pulau Jawa.

(6)

Lombok, dan (3) Mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah. Dengan demikian, akan diperoleh pula manfaat-manfaat penelitian baik secara teoretis maupun secara praktis.

II. KAJIAN PUSTAKA

Penelitian terdahulu tentang kajian sosiolinguistik dan folklor yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan ini belum terlalu banyak, namun ada beberapa yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan adanya penelitian sebelumnya maka akan mempermudah peneliti dalam menentukan arah penelitian berikut ini.

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dalam hal ini meneliti tentang unsur bentuk, fungsi, dan makna suatu objek budaya berbahasa masyarakat dan juga ada yang dikaitkan dengan pembelajaran, khususnya pembelajaran muatan lokal. Penelitian pertama dilakukan oleh Hilyatun (2013) dengan judul “Analisis Bentuk, Fungsi, dan Makna Tindak Tutur (Speech Acts) Bahasa Sasak di Desa Pungkang Kecamatan Aikmel Lombok Timur Suatu Kajian Pragmatik”. Dalam penelitiannya tersebut peneliti mengungkapkan berbagai teori dan data mengenai bentuk, fungsi, dan makna yang lebih ditekankan pada tindak tutur yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pungkang dengan menggunakan kajian pragmatik.

Penelitian yang lain juga pernah dilakukan oleh Abdul Rahim (2013) dengan judul “Analisis Bentuk dan Makna Idiom Bahasa Sasak Dialek [A-E] di Desa Lengkok Lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur”. Dalam hasil penelitiannya tersebut peneliti telah melakukan penelitian terhadap bentuk dan makna yang terbatas hanya pada idiom dalam bahasa Sasak yang digunakan oleh masyarakat Desa Lengkok Lendang.

Penelitian yang serupa pernah dilakukan oleh M. Suherman (2012) yang berjudul “Bentuk, Fungsi, dan Makna Mantra pada Masyarakat Sasak Tradisional dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”. Pada penelitian tersebut peneliti banyak memaparkan hanya mengenai mantra sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tradisional.

(7)

asli daerah tersebut dan etnis-etnis pendatang seperti etnis Bugis, etnis Arab, etnis China, dan etnis Melayu yang hidup secara berdampingan sejak lama.

Berdasarkan permasalahan penelitian ini digunakan beberapa teori sebagai dasar dan penguat penelitian yang dilakukan tersebut. Adapun teori-teori yang digunakan tersebut adalah mengenai (1) bentuk, makna, dan fungsi; (2) peribahasa; (3) masyarakat multietnis, multilingual, dan multibudaya; (4) hubungan bahasa, masyarakat, dan budaya; dan (5) muatan lokal.

Bentuk dalam ungkapan ataupun peribahasa sebagai salah satu komponen penting dalam retorika mempunyai tiga macam bentuk, yaitu berupa kata, frase, dan kalimat. Ungkapan yang berupa kata biasanya digunakan dalam konteks kalimat atau merupakan suatu pernyataan. Ungkapan dalam bentuk frase atau kalimat juga jumlahnya cukup banyak. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur itu mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya (Badrun, dalam M.Suherman, 2012: 7).

Menurut Chaer (dalam Bukhori, 2011:11) makna merupakan hasil dari gejala dalam ujaran yang berupa unsur-unsur intrinsik yang membangun unsur teks sastra ungkapan. Pada umumnya makna dibedakan atas makna denotatif dan makna konotatif.

Fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, kegunaan suatu hal, Depdikbud (dalam Mujahidah, 2009:17). Menurut Malinowski (dalam Adriani, 2005:18) fungsi merupakan (1) beban makna satuan bahasa, (2) hubungan antara satuan-satuan dengan unsur gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu daerah satuan-satuan, (3) penggunaan bahasa untuk tujuan tertentu, dan (4) peran unsur dalam satuan ujaran dan hubungannya secara struktural dengan unsur lain.

Pengertian peribahasa adalah kata kiasan yang mengandung makna dengan teknik catat. Setelah itu, data penelitian dianalisis menggunakan metode padan intralingual dan padan ekstralingual dengan teknik hubung-banding. Hasil penelitian ini pun disajikan menggunakan metode formal (lambang-lambang) dan metode informal (kata-kata dan kalimat).

IV. PEMBAHASAN

(8)

Etnis Lombok memiliki peribahasa dengan tiga kategori tersebut yang dinamakan Sesenggak Sasak. Peribahasa etnis Lombok dengan tiga kategori tersebut yaitu:

Banteng belage jami rebaq (verba) Banteng bertengkar jerami jatuh bantEŋ bƏlagƏ jamĪ rƏba?

Maknanya adalah dua orang yang selalu bertengkar memperebutkan jabatan namun mengorbankan rakyatnya. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Mauq besi mauq asaq endah (nomina) Dapat besi dapat asah juga

mau? bƏsĪ mau? asa? Endah

Maknanya adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan mendapatkan dua hasil yang baik sekaligus. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menasihati.

Alus-alus tain jaran (adjektiva) Halus-halus kotoran kuda Alus-alus taĪn jaran

Maknanya adalah seseorang yang melakukan kebaikan ketika ada imbalannya atau ada maunya. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Etnis Sumbawa memiliki peribahasa dengan tiga kategori tersebut yang dinamakan Ama Samawa. Peribahasa etnis Sumbawa dengan tiga kategori tersebut yaitu:

Jaran rea rempak tali (verba)

Kuda besar menginjak talinya sendiri Jaran rEa rEmpak talĪ

Maknanya adalah seseorang yang memiliki jabatan tinggi namun tergelincir oleh rakyatnya sendiri. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Yam kunyit ke lane (nomina) Seperti kunyit dan jahe Yam kuňIt kE lane

Maknanya adalah seseorang yang tidak bisa membedakan sesuatu berdasarkan fungsinya. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Kangila raka kagampang bola (adjektiva) Malu miskin sehingga mudah berdusta kaŋĪla raka kagampaŋ bola

Maknanya adalah seseorang yang malu mengakui dirinya miskin sehingga ia selalu berdusta menutupinya. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

(9)

Weli sahe ade duwu (verba) Membeli kerbau di dalam lubuk wElĪ sahE ade duwu

Maknanya adalah seseorang yang melakukan sesuatu tetapi tanpa pertimbangan sehingga menjadi rugi. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Bune mbe’e dahu da oi (nomina) Seperti kambing takut di air bunE mbE’E dahu da oĪ

Maknanya adalah seseorang yang tidak bisa melakukan suatu pekerjaan yang mudah. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Maja labo dahu (adjektiva) Malu dan juga takut

Maja labŌ dahu

Maknanya adalah sebagai seorang manusia kita harus memiliki dua sifat yakni malu dan takut dalam hal berbuat kejahatan. Fungsinya adalah sebagai alat pemberi nasihat.

Etnis Jawa memiliki peribahasa dengan tiga kategori tersebut yang dinamakan Paribasa Jawa. Peribahasa etnis Jawa dengan tiga kategori tersebut yaitu:

Sapa nandur bakal ngunduh (verba)

Siapa yang menanam maka akan memetik hasilnya sapa nandur bakal ŋunduh

Maknanya adalah siapapun yang berbuat sesuatu maka ia sendirilah yang akan memetik hasil perbuatannya tersebut. Fungsinya adalah sebagai alat untuk memberi nasihat.

Galem jamure emoh watange (nomina) Mau enak tanpa pengorbanan

GalƏm jamure Əmoh wataŋƏ

Maknanya adalah seseorang yang ingin mendapatkan kesuksesan tetapi tanpa pengorbanan. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Wani ngalah luhur wekasane (adjektiva) Berani mengalah maka luhur jadinya wanĪ ŋalah luhur wƏkasanƏ

Maknanya adalah jika ingin mendapatkan keluhuran maka hendaknya kita bisa bersikap mengalah. Fugsinya adalah sebagai alat pemberi nasihat.

Etnis Bali memiliki peribahasa dengan tiga kategori tersebut yang dinamakan Basita Bali. Peribahasa etnis Bali dengan tiga kategori tersebut yaitu: Demen melali api eda takut puun (verba)

(10)

Maknanya adalah jika melakukan suatu pekerjaan maka harus berani menanggung resikonya. Fungsinya adalah sebagai alat pemberi nasihat.

Cerik-cerikan tabia kerinyi (nomina) Kecil-kecilnya cabai rawit

CƏrik-cƏrikan tabĪa kƏriňi

Maknanya adalah jangan meremehkan sesuatu walaupun sesuatu tersebut berbentuk kecil atau sederhana. Fungsinya adalah sebagai alat pemberi nasihat.

Menang keliab kalah daging (adjektiva) Menang tampang kalah isi

MƏnaŋ kƏliab kalah dagĪŋ

Maknanya adalah seseorang yang hanya mengandalkan parasnya namun tidak memiliki kemampuan apa-apa. Fungsinya adalah sebagai alat menyindir.

Etnis Sulawesi memiliki peribahasa dengan tiga kategori tersebut yang dinamakan Ana Ogi Bugis. Peribahasa etnis Sulawesi dengan tiga kategori tersebut yaitu:

Mattajeng laso arung (verba) Seperti mendorong kapal laut mattajEŋ laso aruŋ

Maknanya adalah seseorang yang melakukan perbuatan yang sia-sia dalam membantu orang lain. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Mappada api na ape (nomina) Seperti api melahap kayu Mappada apI na apƏ

Maknanya adalah seseorang yang terlalu serakah dalam menjalani kehidupannya. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Maloppo pacalakna naalirin na (adjektiva) Lebih besar pengeluaran daripada pemasukan Maloppo pacalakna naalĪrĪn na

Maknanya adalah seseorang yang hidupnya selalu boros karena pengeluaran lebih besar daripada pemasukan. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menyindir.

Hasil penelitian ini akan dibandingkan, baik dalam persamaan maupun perbedaannya. Persamaan peribahasa masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok tersebut yaitu sama-sama berbentuk klausa dan kalimat yang diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu kategori verba, kategori nomina, dan kategori adjektiva.

Sementara itu, perbedaan peribahasa masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok yaitu:

1. Perbedaan penggunaan unsur peribahasa

2. Perbedaan karakter khas verba, nomina, dan adjektiva

(11)

Setelah mengetahui bentuk, makna, dan fungsi peribahasa yang terdapat pada masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok agar dapat bermanfaat bagi pembelajaran, maka hasil penelitian ini diimplikasikan dalam pembelajaran mengenai peribahasa bahasa daerah yang terdapat pada semua jenjang sekolah. Adapun uraian mengenai implikasi tersebut adalah sebagai berikut.

Hasil penelitian berikut dapat diimplikasikan sebagai bahan ajar pembelajaran muatan lokal di sekolah, khususnya mengenai bahasa daerah. Bahasa daerah yang dimaksud adalah bahasa Sasak, bahasa Sumbawa, bahasa Bima, bahasa Jawa, bahasa Bali, dan bahasa Bugis. Hal ini dikarenakan peribahasa merupakan salah satu bagian dari bahasa dan budaya masyarakat yang sudah seharusnya diajarkan kepada siswa agar dapat mengetahui dan memahami kebudayaan atau tradisi di Indonesia khususnya daerah Lombok.

Bentuk implikasi data hasil penelitian mengenai peribahasa masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok tersebut salah satunya diterapkan dalam pembelajaran muatan lokal di sekolah jenjang SMP. Dalam satu kelas terdapat siswa-siswi yang berasal dari berbagai etnis di Desa Labuhan Lombok, kemudian pada materi pembelajaran mengenai peribahasa bahasa daerah maka saat itulah hasil penelitian tersebut digunakan sebagai bahan ajar muatan lokal mengenai peribahasa bahasa daerah.

V. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peribahasa masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok, dapat disimpulkan bentuk-bentuk peribahasa yang terdapat dalam masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok dibedakan berdasarkan kategorinya, makna yang terkandung dari berbagai bentuk peribahasa tersebut sangat beragam, dan fungsi dari semua bentuk peribahasa pada masyarakat multietnis di Desa Labuhan Lombok tersebut sebanyak dua fungsi utama yakni menyindir dan memberi nasihat.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Yulia. 2005. “Analisis Makna Denotasi dan Konotasi dalam Ungkapan Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene Masyarakat Bagik Polak dan Hubungannya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Mataram: FKIP Universitas Mataram

Agustina dan Chaer, Abdul. 2004. Pengantar Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta

Aminuddin. 2001. Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya

Ayu Dharmi Lestari, Ratu Agung. 2013. “Kamus Istilah Seni Budaya dalam Masyarakat Bali di Kabupaten Karang Asem dan Aplikasinya pada Pembelajaran Muatan Lokal di SMP”. Mataram: FKIP Universitas Mataram

Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya (edisi revisi 2011). Jakarta: Rajawali Pers

Muslim, Bukhori. 2011. “Analisis Bentuk, Fungsi, dan Makna Takhayul Masyarakat Peringga Jurang Kabupaten Lombok Timur dan Relevansinya terhadap Pendidikan di SMAN 1 Montong Gading”. Mataram: FKIP Universitas Mataram

Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tim Dunia Cerdas. 2013. Peribahasa, Majas, Pantun. Jakarta: Dunia Cerdas

www.dikti.go.id/files/kamus/KBBI-Daring/12/ppt-html diakses pada 22 April

2014 pukul 17.31

Yufiarti. 1999. Modul Pengembangan Muatan Lokal. Jakarta: Depdikbud

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dilakukan penentuan tinggi orthometrik dengan menggunakan teknologi satelit GPS yang diolah menggunakan perangkat lunak GAMIT/GLOBK dan metode

Sedangkan 3 orang perawat mengatakan mengisi formulir discharge planning hanya untuk kelengkapan rekam medis saja, dimana menurut pengetahuan mereka, bahwa setiap

Menu pendaftaran calon asisten laboratorium oracle berfungsi sebagai pendataan calon asisten, yang datanya akan disimpan kedalam media penyimpanan elektronik/komputer. Calon

Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hisab dalam kitab sair al-kamar sangat perlu dilakukan pengoreksian kembali, karena hisab ephemeris yang

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II dan refleksi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan

memasukkan unsur penguatan ( reinforce ) maka akan memperkuat respon yang akan ditimbulkan 4. Penguatan pada pelatihan diberikan ketika narasumber memberikan masukan

Penambahan ketiga jenis auksin (IBA, NAA dan IAA) serta kombinasinya tidak memberikan respon yang berbeda nyata terhadap panjang akar kopi Arabika klon AS 2K

Kedua, dalam hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional No.02/DSN-MUI/IV/2000 terdapat ketidaksesuaian dengan praktik yang terjadi dalam simpanan qurban yang ada