LEMBAGA-LEMBAGA
EKONOMI ISLAM DI
LEMBAGA-LEMBAGA EKONOMI
ISLAM DI INDONESIA
1. Bank
2. Asuransi
3. Pasar Modal 4. Zakat
5. Wakaf
6. Lembaga gadai
7. Koperasi
8. Perusahaan Pembiayaan
9. Dewan Syariah Nasional
PEGADAIAN SEBELUM INDONESIA
MERDEKA
• Masa VOC
• Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank van Leening yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, pada tanggal 20 Agustus 1746
• Masa Inggris
• Bank Van Leening dibubarkan
• "liecentie stelsel“ masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari
Pemerintah Daerah setempat menjadikan praktik rentenir dan dirasakan kurang menguntungkan pemerintah Inggris
CONT’D
• Masa Belanda (kembali)
• Pacth stelsel tetap dipertahankan memberi dampak yang sama (rentenir). Pemegang hak ternyata banyak melakukan
penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya.
• Kemudian diubah menjadi "cultuur stelsel“, berdasar riset
tentang pegadaian, disarankan agar sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat
memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
• Berdasarkan hasil riset tersebut, pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah
CONT’D
• Masa Jepang
• Tidak banyak perubahan kebijakan dan struktur
organisasi Jawatan Pegadaian.
• Jawatan Pegadaian disebut ‘Sitji Eigeikyuku’,
• Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang
MASA INDONESIA MERDEKA
•
Status Pegadaian mengalami beberapa
kali perubahan, yaitu
•
Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari
1961,
•
Perusahaan Jawatan (Perjan)
berdasarkan PP No.7/1969
•
Perusahaan Umum (Perum) berdasarkan
PP No.10/1990 diperbaharui dengan PP
No.103/2000)
PEGADAIAN SYARIAH
• Perum Pegadaian membentuk Unit Layanan
Gadai Syariah (ULGS) pada tahun 2003 di: • Jakarta
• Surabaya • Makassar • Semarang • Surakarta • Yogyakarta • Aceh
MAKSUD DAN TUJUAN PERSERO
PEGADAIAN
• PP No. 51 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (1)
• untuk melakukan usaha di bidang gadai dan
fidusia, baik secara konvensional maupun
syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah, usaha
mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya
KEGIATAN USAHA
• PP No. 51 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (2) dan (3):
a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek;
b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; dan
c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran,
sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi. • Kegiatan usaha lainnya:
a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman; dan
SEJARAH KOPERASI SYARIAH
• Solusi pelaksanaan perbankan syariah (bank dengan bunga 0%) adalah mendirikan Baitul Mal wattamwil (BMT).
• BMT pertama yang didirikan: Baitut Tamwil – Salman di Bandung
• Fungsi dari BMT disamakan dengan sistem perbankan
yang kegiatannya didasarkan pada syariah
• Secara organisasi, BMT adalah sebuah Kelompok
CONT’D
• Pendirian dan kegiatan BMT berada di bawah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah karena
bentuk badan hukum dari LKS ini adalah Koperasi
• Kelembagaan BMT secara yuridis: Surat Menteri Dalam Negeri RI cq. Direktorat Jenderal
KEGIATAN BMT
• Baitul Mal wa Tamwil termasuk dalam jenis
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang
kegiatan usahanya hanya usaha simpan
pinjamKeputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 138/KEP/M.UKM/X/ 2003 tentang Petunjuk Teknis Program Perkuatan KSP/USP Koperasi Pola Syariah Untuk
CONT’D
• Perkembangan selanjutnya BMT termasuk jenis
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang kegiatan usahanya meliputi pembiayaan,
investasi, dan simpanan dengan pola bagi hasil (syariah): Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/ KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk
UU NO. 17 TAHUN 2012 TENTANG
PERKOPERASIAN
•
Koperasi
adalah
•
badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau badan hukum
Koperasi, dengan pemisahan kekayaan
para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya
SYARIAH DALAM UU PERKOPERASIAN
•
Pasal 1 angka 16
•
Unit Simpan Pinjam adalah salah satu
unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan
Pinjam yang dilaksanakan secara
konvensional atau
syariah
•
Pasal 87 ayat (3)
•
Koperasi dapat menjalankan usaha atas
JENIS KOPERASI
a. Koperasi konsumen
• menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota. b. Koperasi produsen
• menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
c. Koperasi jasa
• menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
d. Koperasi Simpan Pinjam
UU NO. 1 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
•
Lembaga Keuangan Mikro:
•
lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha
skala mikro kepada anggota dan
SYARIAH DALAM UU LKM
• Pasal 1 angka 4
• Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan dengan prinsip syariah
• Pasal 12
1) Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan Simpanan oleh LKM dilaksanakan setara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
2) Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia.
• Pasal 13
1) Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.
2) Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan
BMT DALAM UU LKM
• Pasal 39
1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan
(BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil
Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya
yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi
sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.
2) Lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa
SEJARAH INDUSTRI PEMBIAYAAN
• Industri pembiayaan (multifinance) di Indonesia mulai
tumbuh tahun 1974 , didasarkan pada SKB tiga menteri: Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan
• Tahun 1975 berdiri PT Pembangunan Armada Niaga
Nasional, yang kemudian menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance
• Tahun 1988, pemerintah memberi kesempatan luas kepada
masyarakat melalui Keputusan Presiden No. 61 Th. 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/
KMK.013/1988, untuk melakukan usaha pembiayaan
dalam bentuk kegiatan usaha sewa guna usaha (leasing), modal ventura, perdagangan surat berharga, anjak piutang
(factoring), kartu kredit, dan pembiayaan konsumen
CONT’D
• Keputusan Presiden No. 61 Th. 1988, Pasal 1 angka 2: lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
• Kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan ini dapat dilakukan oleh bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan pembiayaan
• Bank adalah Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank Pembangunan • Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan
menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan
CONT’D
• PP No. 9 Th. 2009 tentang Lembaga Pembiayaan
• Ruang lingkup kegiatan usaha lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh tiga bentuk perusahaan yaitu perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur
• Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kredit
• Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu
Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
• Perusahaan pembiayaan yang berdasarkan
prinsip syariah dapat dilakukan oleh
• perusahaan pembiayaan yang melaksanakan sistem
syariah secara keseluruhan
• perusahaan pembiayaan yang melaksanakan sistem
CONT’D
• Perusahaan pembiayaan syariah • PT Amanah Finance
• PT Al Ijarah Finance Indonesia
• Unit usaha syariah dari perusahaan pembiayaan konvensional, di antaranya:
• PT Woka International Finance, • PT Nusa Surya Cipta Dana,
• PT Federal International Finance, • PT Mandala Multifinance,
• PT Trust Finance Indonesia,
• PT Wahana Ottomitra Multiartha, • PT Fortuna Multi Finance,
KETENTUAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
SYARIAH
Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan
• Pasal 7
• “Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”
• Pasal 1 huruf i, Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
adalah
• “pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Perusahaan Pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
• Pasal 1 huruf j, Prinsip Syariah adalah
• “aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Perusahaan
CONT’D
• Peraturan Menteri Keuangan No. 84/
PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, Pasal 26 mengatur bahwa Perusahaan
Pembiayaan dapat memperoleh pendanaan syari’ah melalui:
1. Pendanaan Mudharabah Mutlaqah (unrestricted investment);
2. Pendanaan Mudharabah Muqayyadah (restricted investment)
3. Pendanaan Mudharabah Musytarakah
4. Pendanaan Musyarakah (equity participation), dan
KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN
1. Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan
ijarah atau ijarah muntahiyah bittamlik,
2. Anjak Piutang yang dilakukan berdasarkan akad
wakalah bil ujrah,
3. Pembiayaan Konsumen yang dilakukan
berdasarkan murabahah, salam atau istishna, 4. Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai
dengan Prinsip Syariah, dan
EKONOMI SYARIAH
• Pembentukan Dewan Pengawas Syariah pada
setiap perusahaan syariah sebagai konsultan dan pengawas pelaksanaan syariah
• DPS memberikan OPINI menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
• Negara atau pemerintah tidak memberi fasilitas
CONT’D
• Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah
tanggal 29-30 Juli 1997 merekomendasikan pendirian lembaga sebagai wadah kebutuhan praktisi ekonomi syariah
• MUI, melalui SK MUI No. Kep. 754/MUI/II/1999,
TUGAS DSN
1. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah
KEWENANGAN DSN
1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di
masing-masing LKS dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait
2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan
bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
CONT’D
4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah
5. Memberi peringatan kepada LKS untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
PROSES PENETAPAN FATWA DSN
Usulan atau Pertanyaan
DPS atau DSN menerima usulan
atau pertanyaan
Ketua BPH DSN menerima usulan
atau pertanyaan
Ketua BPH DSN, Anggota DSN dan
Staf Ahli
membahas usulan atau pertanyaan
Memorandum Rapat Pleno BPH
DSN
Pengesahan Fatwa DSN oleh Ketua
BPH DSN
Fatwa DSN ditetapkan oleh
JUMLAH FATWA DSN
Tahun Nomor Fatwa DSN Jumlah
2000 1 – 18 18
2001 19 – 21 3
2002 22 – 39 18
2003 40 1
2004 41 – 44 4
2005 45 – 49 5
2006 50 – 54 5
2007 55 – 64 10
2008 65 – 73 9
2009 74 – 75 2
2010 76 – 78 3
2011 79 – 82 4
DASAR PEMBENTUKAN DPS
1. PP No. 72 Th. 1992 Pasal 5
1) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan
Pengawas Syari'at yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai
dengan prinsip Syari'at.
2) Pembentukan Dewan Pengawas Syari'at dilakukan oleh Bank yang bersangkutan berdasarkan hasil konsultasi dengan lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia MUI
3) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas Syariat
berkonsultasi dengan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
CONT’D
• Dewan Pengawas Syari'at bersifat independen
dan terpisah dari kepengurusan bank sehingga tidak mempunyai akses terhadap operasional bank
• Pembatasan akses DPS tersebut adalah untuk
memenuhi tugas DPS sebagai pengawas
PROSEDUR PENETAPAN ANGGOTA DPS
• Keputusan DSN-MUI No. 03 Tahun 2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan
Syariah, Bagian Kelima.
1. Lembaga keuangan syariah mengajukan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN. Permohonan tersebut dapat disertai usulan nama calon DPS.
2. Permohonan tersebut dibahas dalam rapat BPH-DSN.
3. Hasil rapat BPH-DSN kemudian dilaporkan kepada pimpinan DSN.
DPS DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
1. UU No. 21 Th. 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 32
1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank
Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran
CONT’D
2. UU No. 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 109.
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih
yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran
CONT’D
3. PP No. 39 Th. 2008, Pasal I angka 3 yang merubah Pasal 3,
“Perusahaan perasuransian dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• ...
• f. Untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian
CONT’D
4. Peraturan Ketua Bapepam dan LK No. Per.-03/BL/ 2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah,
• DPS ditempatkan pada perusahaan-perusahaan
KEWAJIBAN DPS
• Keputusan DSN MUI No. 03 Th. 2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan
Syariah :
1. Mengikuti fatwa-fatwa DSN.
2. Mengawasi kegiatan usaha LKS agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh DSN.
3. Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang diawasinya secara rutin
TUGAS POKOK DPS
• Keputusan DSN MUI No. 02 Th. 2000 tentang Pedoman Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia :
1. Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah.
2. Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan
pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah.
TUGAS, WEWENANG &
TANGGUNG JAWAB DPS
• SEBI No. 8/19/DPbs tanggal 24 Agustus 2006 DPS, tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS adalah:
1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional
bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan
produk yang dikeluarkan bank.
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan
operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk
dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
5. Menyampaikan hasil pengawasan syariah