• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLRES MERAUKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLRES MERAUKE"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU

TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN

DI POLRES MERAUKE

Legal Protection of Children Against Crime as Actors

in Merauke District Police

Erni Dwita Silambi, Andi Sofyan, H. M. Said Karim Konsentrasi Hukum Kepidanaan,Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:

Erni Dwita Silambi, S.H. Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kepidanaan

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245

Email:Erni_sh@yahoo.co.id HP: 081248636379

(2)

2 ABSTRACT

The results showed that the implementation of the completion of the investigation in criminal cases committed by children in Merauke Police in crime murder, fighting in public, assault, theft and sexual intercourse, most (80%) were completed through the criminal justice system. And in the case of a crime of theft, gambling and promiscuity, a fraction (20%) resolved outside the criminal justice process by using a diversion. Implementation of the investigation on the protection of the rights of children as perpetrators of crime in Merauke district police made arrests at this stage, examination of the child, and detention, which is in the process of investigation, the investigation regarding the provision of legal protection for the rights of children as perpetrators of crime are not yet fully running optimally, due to child as criminal child does not want to use his or her rights as a child in the protection of the law.

Keywords: Legal Protection, Children as Actors

ABSTRAK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan penyidikan dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Polres Merauke dalam hal tindak pidana pembunuhan, perkelahian didepan umum, penganiayaan, pencurian dan Persetubuhan, sebagian besar (80%) diselesaikan melalui jalur sistem peradilan pidana. Dan dalam hal tindak pidana pencurian, perjudian dan persetubuhan, sebagian kecil (20%) diselesaikan diluar proses peradilan pidana dengan menggunakan diversion. Pelaksanaan penyidikan terhadap perlindungan hak anak sebagai pelaku tindak pidana di Polres Merauke dilakukan pada tahap penagkapan, pemeriksaan anak, dan penahanan, yaitu dalam proses penyidikan, penyidikan mengenai pemberian perlindungan hokum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana masih belum sepenuhnya berjalan secara optimal, dikarenakan anak sebagai pelaku tindak pidana anak tidak ingin menggunakan hak-hak nya sebagai anak dalam perlindungan hukum.

(3)

3 PENDAHULUAN

Penyimpangan yang sering terjadi dalam proses penyidikan tindak pidana anak berupa penganiyaan, pemukulan dan perlakuan buruk lainnya serta penempatannya satu sel dalam tahanan dengan tersangka dewasa.hal ini jelas bertentangan Undang-undang No. 3 Tahun 1979 tentang pengadilan anak yang harus memberikan jaminan perlindungan hak-hak anak secara lebih kuat ketika berhadapan dengan hukum dan harus menjalani proses peradilan.

Berdasarkan data statistik kriminal Polres Merauke pada tahun 2010 terdapat 18 kasus sedangkan pada tahun 2011 terdapat 19 kasus yang disangka sebagai pelaku tindak pidana anak. 32 dari 37 anak ini menginap di hotel prodeo karena pada umumnya anak-anak ini tidak mendapat dukungan dari pengacara maupun pemerintah, dalam hal ini dinas sosial.Tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Kabupaten Merauke bervariasi mulai dari tindak pidana pencurian, perjudian, pengeroyokan, penganiayaan dan beberapa kasus persetubuhan.

Sesuai dengan semangat konvensi hak anak, The Beijing Rules, Peraturan Perserikatan Bangsa-bangsa bagi perlindungan anak yang kehilangan kebebasannya dan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pihak kepolisian sangat diharapkan lebih banyak melakukan atau menggunakan diskresi dari pada melanjutkan proses hukum terhadap anak.

Tingginya angka pelaku tindak pidana usia anak di kepolisian memperlihatkan bahwa polisi tidak memahami pentingnya menjauhkan anak dari proses hukum formal terlebih sangat penting menghindarkan anak dari penahanan sebelum pengadilan. Dalam tataran regulasi yang lebih opersioanal bagi kepolisian, mekanisme ini sangat mungkin dilakukan sebagaimana ketentuan pada Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Pasal 7) dan pada Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian tepatnya bagian kewenangan polisi menghentikan penyidikan perkara (Purniati dkk, 2003).

Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan diversi (bentuk pelaksanaan diskresi di dalam penyidikan ) berguna untuk menghindari efek negatif dari proses-proses peradilan selanjutnya dalam administrasi peradilan anak, misalnya labelisasi akibat pernyataan bersalah maupun vonis hukuman ( Marlina,2008).

Dalam melaksanakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, sebenarnya polisi telah memiliki payung hukum baik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang untuk tindakan tersebut maupun pedoman pelaksana di Internal Kepolisian dengan keluarnya Telegram (TR) Kabareskrim Polri No.1124/XI/2006.

(4)

4 Bertitik tolak dari kompleksnya permasalahan berkaitan dengan perlindungan yang harus diberikan kepada seorang anak yang berkonflik dengan hukum tentu harus ada upaya dari berbagai pihak untuk menyelamatkan anak bangsa.

Polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung-jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenang Polri sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum, polisi senantiasa harus memperhatikan kondisi anak yang berbeda dari orang dewasa. Sifat dasar anak sebagai pribadi yang masih labil, masa depan anak sebagai aset bangsa, dan kedudukan anak di masyarakat yang masih membutuhkan perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu solusi alternatif bagaimana menghindarkan anak dari suatu sistem peradilan pidana formal, penempatan anak dalam penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai narapidana.

Anak-anak yang ada di dalam kondisi demikian di sebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu, atas dasar situasi seperti inilah Penulis tertarik untuk menguraikan lebih jauh mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan. rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah tindakan penyidik dalam penyelesaian tindak pidana anak di Polres Merauke dan bagaimanakah pelaksanaan pemberian perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan di Polres Merauke?Sedangkan tujuannya Mengetahui tindakan penyidik dalam menyelesaikan tindak pidana anak di Polres Merauke dan mengetahui pelaksanaan pemberian perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan di

Polres Merauke. tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan

hukuman pidana ( Prodjodikoro:2008 ).

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis sosiologis dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian adalah untuk menganalisa penyidikan terhadap tindak pidana anak di Polres Merauke.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Merauke, khususnya pada Polres Merauke. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini atas dasar pertimbangan bahwa fokus penelitian secara langsung melibatkan unsur pihak-pihak tersebut di atas.

(5)

5 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan penyidik anak pada Kepolisian Resort Merauke, dan anak sebagai pelaku tindak pidana. Dari populasi tersebut, selanjutnya ditarik sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 7 orang yaitu 4 orang penyidik pada Polres Merauke dan 3 orang anak pelaku tindak pidana.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data empirik yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian yang bersumber dan responden atau informan sebagai sumber data. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dan studi kepustakaan, bahan-bahan dokumentasi dan instansi terkait, surat kabar atau bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi penelitian ini termasuk peraturan perundang-undangan yang terkait.

Teknik Pengumpulan Data

Data primer, teknik pengumpulan datanya adalah wawancara langsung secara mendalam dengan informan dengan menggunakan daftar pertanyaan ( wawancara berstruktur Data Sekunder, teknik pengumpulan datanya adalah studi kepustakaan yakni dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik ini.

HASIL

Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Menurut Zakiah Darajat (Supramono, 2007). pemberian perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana masih belum sepenuhnya berjalan secara optimal, dikarenakan anak sebagai pelaku tindak pidana anak tidak ingin menggunakan hak-hak nya sebagai anak dalam perlindungan hukum.

Dalam pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dapat dilihat bahwa dalam rangka melakukan suatu proses penyidikan ini, penyidik menggunakan fasilitas yang memadai untuk dilakukan penyidikan bagi tersangka anak pelaku tindak pidana

PEMBAHASAN

Tindakan Penyidik dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Anak di Polres Merauke

Berdasarkan data di lapangan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anak menunjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2011 terdapat 19 kasus, yang sebelumnya pada

(6)

6 tahun 2010 terdapat 18 kasus. Berdasarkan tabel tersebut di atas, dalam kurun waktu dua tahun mulai tahun 2010 sampai tahun 2011 ada dua jenis kejahatan yang terbanyak yang dilakukan oleh anak. Pertama, kejahatan pencurian biasa berjumlah sepuluh kasus. Dan Kedua, kejahatan persetubuhan berjumlah sembilan kasus.

Berdasarkan data di lapangan menunjukkan 32 kasus dari 37 kasus pada tahun 2010 sampai tahun 2011. Pihak Penyidik Polres Merauke melakukan tindakan proses peradilan anak dengan melakukan penahanan, hanya lima kasus penyidik melakukan tindakan diluar proses peradilan anak dengan tidak melakukan penahanan karena diselesaikan secara kekeluargaan.

Penyidik dalam menangani anak sebagai pelaku tindak pidana harus mengambil tindakan yang hati-hati, artinya bahwa jika kasus yang dilakukan oleh anak masih tergolong tindak ringan, tidak perlu dilakukan tindakan penahanan, sedanglan jika kasusnya tergolong tindak pidana berat maka bisa dilakukan penahanan. Menurut Penulis, adapun yang menjadi pertimbangan dari pihak penyidik untuk tidak menahan anak yang telah ditangkap karena anak tersebut masih sekolah atau tindak pidana yang dilakukan relatif ringan, dengan nilai kerugian yang tidak berat atau anak tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana dan masih sekolah, sehingga terhadap anak pelaku tindak pidana yang memenuhi unsur pertimbangan tersebut maka tindakan yang diambil adalah tindakan peringatan secara lisan, atau disuruh membuat pernyataan di depan polisi agar tidak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi.

Pelaksanaan Pemberian Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dalam Proses Penyidikan di Polres Merauke

Penangkapan

Dari hasil penelitian terhadap penangkapan yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu anak di Polres Merauke didapatkan suatu data bahwa dalam rangka penangkapan tersangka anak yang tidak tertangkap tangan maka penyidik/penyidik pembantu mempergunakan cara yakni (1) tidak menggunakan atribut kedinasan; (2) menyertakan surat perintah penangkapan untuk diketahui oleh orang tua atau wali; (3) diupayakan untuk melakukan suatu tindakan yang seolah-olah penyidik/penyidik pembantu melakukan suatu kunjungan atau silaturahmi ke keluarga tersangka; dan (4) membawa anak tersebut ke kepolisian dengan menempatkan anak pada posisi tidak diapit atau diatara petugas kepolisian.

Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan

(7)

7 atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Menurut Kaimu selaku tersangka tindak pidana persetubuhan menyatakan bahwa (wawancara, Januari 2012):

“Ketika dilakukan penangkapan pihak polisi tidak menggunakan borgol, pihak polisi memberi penjelasan kepada orang tua tersangka mengenai perbuatan yang dilakukan oleh tersangka. Pihak polisi pada saat menjemput di rumah dengan suasana kekeluargaan dengan tidak menggunakan mobil patroli.”

Pemeriksaan Anak

Proses pemeriksaan terhadap tersangka anak merupakan bagian dari kegiatan penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan barang buktinya. Juga dierlukan kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh pemeriksa sehingga dalam pelaksanaannya perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada anak harus dibedakan dengan tersangka dewasa. Dalam proses pemeriksaan wajib dilaksanakan dengan menjunjung tingggi hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Menurut Petrus selaku tersangka tindak pidana perjudian menyatakan bahwa (wawancara, Januari 2012):

“Ketika tahap pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan di ruang Unit PPA dan di dalam ruangan tersebut hanya ada tersangka dan seorang Polwan selaku penyidik anak dan tidak berpakaian dinas.”

Untuk melakukan pemeriksaan tersangka anak maka yang perlu diperhatikan adalah ruangan unit Pelayan Perempuan dan Anak (PPA), pemeriksaan tersangka yang memungkinkan terselenggaranya proses pemerikasaan, dalam rangka mengungkap perkara yang sedang disidik. Pemeriksaan tersangka anak di wilayah Polres Merauke dilakukan di ruangan khusus yang berdasarkan dengan kacamata Penulis mengindikasikan bahwa ruangan tersebut cukup aman karena berada dalam ruangan yang dilengkapi dengan air conditioner yang diharapkan agar dalam pemeriksaan anak dapat dilakukan dalam suasana yang sejuk dan nyaman. Dalam rangka untuk mencerminkan situasi kekeluargaan dalam melakukan pemeriksaan anak yang berkonflik dengan hukum, salah satu upaya yang dilakukan adalah menggunakan fasilitas yang dapat membuat anak tersebut tidak merasa takut.

Penahanan

Pasal 44 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 menentukan bahwa untuk kepentingan penyidikan, Penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang diduga keras melakukan tindak pidana (kenakalan) berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidikan, paling lama adalah 20 (dua puluh) hari, untuk

(8)

8 kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) hari. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, Penyidik harus sudah menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Jangka waktu penahanan anak pelaku tindak pidana lebih singkat daripada penahanan orang dewasa. Hal ini positif dari segi aspek perlindungan anak, sebab anak tidak perlu terlalu lama berada dalam tahanan, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan anak baik secara fisik, mental maupun sosial.

Berdasarkan data menunjukkan 32 kasus dari 37 kasus pada tahun 2010 sampai tahun 2011. Pihak Penyidik Polres Merauke melakukan tindakan penahanan, hanya tiga kasus penyidik tidak melakukan penahanan karena diselesaikan secara kekeluargaan.

Menurut Penulis, penanganan anak yang melanggar hukum, khususnya dalam proses penahanan, hendaknya dibedakan dengan penanganan terhadap orang yang telah berusia dewasa. Adanya perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melanggar hukum, sebagai konsekwensi dimilikinya karakteristik khusus pada diri anak, pada dasarnya merupakan salah satu wujud dari perlindungan anak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan: “Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.” Dan dalam Pasal 45 Undang-undang No. 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepentingan masyarakat. Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka dalam melakukan tindakan penahanan penyidik harus terlebih dahulu mempertimbangkan dengan matang semua akibat yang akan dialami oleh si anak dari tindakan penahanan dari segi kepentingan anak serta mempertimbangkan adanya unsur kepentingan masyarakat untuk memperoleh keadaan yang aman dan tenteram.

Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perilaku anak yang melakukan perbuatan menyimpang (bermasalah dengan hukum) hendaknya dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas, sehingga dalam menjatuhkan tindakan penahanan terhadap anak diupayakan agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya. Namun, apabila pemisahan anak dari orang tuanya tidak dapat dihindarkan, maka pemisahan harus didasarkan atas pertimbangan demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar.

Pasal 42 ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwaa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan

(9)

9 lainnya. Hal ini mencerminkan suatu perlindungan hukum agar keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak yang positif, baik bagi si anak maupun terhadap pihak yang dirugikan serta bagi masyarakat.

Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, “Pembimbing kemasyarakatan klien anak adalah petugas klien anak yang melakukan pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum dalam setiap tahapan dari penyidikan, penuntutan, persidangan melalui pembuatan LITMAS sebagai bahan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara anak serta memberikan bimbingan dan membantu mengawasi anak yang dijatuhi pidana bersarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara untuk mengikuti latihan kerja juga anak yang memperoleh pembebasan bersarat,cuti menjelang dan cuti bersarat”.

Akan tetapi, dari hasil penelitian di lapangan, Penyidik Polres Merauke dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal tidak meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan. Hal ini menunjukkan penyidik tidak mempertimbangkan kepentingan terbaik untuk anak.

Menurut Yakobus selaku tersangka tindak pidana pencurian, menyatakan bahwa (wawancara, Januari 2012):

“Pada saat dilakukan pemeriksaan tidak didampingi oleh pihak pembimbing pemasyarakatan atau pihak manapun dan tidak memperoleh bantuan hokum, sehingga dilakukan penahanan selama 15 hari.”

Penyidik dalam menangani anak sebagai pelaku tindak pidana harus mengambil tindakan yang hati-hati, artinya bahwa jika kasus yang dilakukan oleh anak masih tergolong ringan, tidak perlu dilakukan tindakan penahanan. Menurut Penulis, adapun yang menjadi pertimbangan dari pihak penyidik untuk tidak menahan anak yang telah ditangkap karena anak tersebut masih sekolah atau tindak pidana yang dilakukan relatif ringan, dengan nilai kerugian yang tidak berat atau anak tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana dan masih sekolah, sehingga terhadap anak pelaku tindak pidana yang memenuhi unsur pertimbangan tersebut maka tindakan yang diambil adalah tindakan peringatan secara lisan, atau disuruh membuat pernyataan di depan polisi agar tidak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi.

Dalam konteks penahanan ini, untuk tersangka anak di Polres Merauke, tersangka ditempatkan di rumah tahanan tidak dipisahkan dengan para terpidana orang dewasa. Namun lebih daripada itu, penahanan yang dilakukan tersebut tentunya dilakukan dengan berbagai pertimbangan yakni (1) tersangka melakukan suatu jenis tindak pidana berat; (2) tersangka

(10)

10 tidak menyandang status sebagai seorang pelajar; dan (3) tersangka telah melakukan tindak pidana berulang kali.

KESIMPULAN

Pelaksanaan penyidikan dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Polres Merauke dalam hal tindak pidana pembunuhan, perkelahian didepan umum, penganiayaan, pencurian dan Persetubuhan, sebagian besar (86%) diselesaikan melalui jalur sistem peradilan pidana. Dan dalam hal tindak pidana pencurian, perjudian dan persetubuhan, sebagian kecil (14%) diselesaikan diluar proses peradilan pidana dengan menggunakan diversion.

Pelaksanaan penyidikan terhadap perlindungan hak anak sebagai pelaku tindak pidana di Polres Merauke dilakukan pada tahap penagkapan, pemeriksaan anak, dan penahanan, yaitu dalam proses penyidikan, penyidikan mengenai pemberian perlindungan hokum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana masih belum sepenuhnya berjalan secara optimal, dikarenakan anak sebagai pelaku tindak pidana anak tidak ingin menggunakan hak-hak nya sebagai anak dalam perlindungan hukum.

Saran

Diharapkan agar para aparat penegak hukum yang menangani masalah anak yang berhadapan dengan hukum khususnya anak di Kabupaten Merauke agar lebih dapat mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan anak dengan mengeluarkan kebijakan berupa tindakan diversion untuk menghasilkan restorative justice.

Diharapkan perlunya pemberian pemahaman kepada anak sebagai pelaku tindak pidana anak mengenai hak-haknya dalam hal perlindungan hokum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat mengurangi terjadinya pelanggaran dalam perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana anak.

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi. 2008. Hukum Pidana Bagian I. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Barda Nawawie Arief, (1993), Beberapa Aspek Hak Asasi Manusia Ditinjau dari Sudut

Hukum Pidana, Makalah Seminar Nasional Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh FH. UNDIP.

Irma Setyowati , (1990) Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Bumi Askara.

Marlina, (2008), Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak , Jurnal Equality.

(11)

11 Purniati, dkk. (2003). Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice Sistem) di Indonesia, Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Pipin Syarifin. (2000) Hukum Pidana di Indonesia. Bandung, CV. Pustaka Setia. Supramono, Gatot, (2007). Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta, Djambatan

Referensi

Dokumen terkait

• Usaha-usaha yang dilakukan sejak lahir sampai dewasa tersebut mengindikasikan bahwa mereka telah melakukan sebuah proses yaitu proses pendidikan, dari cara yang sangat

Dalam menyelesaikan masalah ini Linier programming menggunakan model matematis, caranya adalah dengan menggunakan tabel keputusan agar didapat jumlah barang yang diproses dan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai payback period dari usaha abon jantung pisang dengan penambahan keluwih adalah selama 3,9 bulan atau 3 bulan.

Alat Bantu Produksi Perusahaan Tahu Nigari Ampuh Yang Rusak .. Alat Produksi Perusahaan Tahu Nigari

Judul Skripsi : Hubungan Antara Derajat Keparahan Akne Vulgaris dan Kualitas Hidup Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.. dengan ini menyatakan

Hasil: Substitusi tepung garut, kedelai, dan ubi jalar kuning meningkatkan kadar protein, lemak, β -karoten, zink, daya serap air, dan tingkat kekerasan pada biskuit, sedangkan

Latar Belakang : Penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan makanan selingan untuk membantu mencukupi kebutuhan gizi serta mengontrol kadar glukosa darah. Ubi

Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi partisipatif untuk mengumpulkan data