• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 7 PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 5428410001 BAB VIIBAB 7 PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 7 PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 5428410001 BAB VIIBAB 7 PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 7

PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

7.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

7.1.1 Umum

Bidang Persampahan memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehatdan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastetare) yang terdiri dari limbah domestic (rumah tangga) yang berasal dari sisa mandi, cucidapur, dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah dari industry rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perludi kelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain- lain.

7.1.2 Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah

Guna menunjang pelayanan air limbah di Kab. Kutai Barat dilakukan upaya-upaya pengembangan dengan rencana kegiatan sebagai berikut:

- Pembangunan sanitasi komunal bagi masyarakat yang kurang mampu

- Pengembangan sanitasi berbasis masyarakat

- Sistem pemantauan lingkungan

- Pelaksanaan studi-studi pendukung

- Pembentukan kelembagaan pengelolaan IPAL terpusat

- Pembangunan sanitasi setempat secara individu

7.2 Profil Rinci Pengelolaan Air Limbah

7.2.1 Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat Ini

Belum tersedianya jaringan utama air limbah dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di wilayah Kabupaten Kutai Barat sampai dengan saat ini bisa menjadi program buat pemerintah untuk membangun jaringan air limbah dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Untuk kebutuhan sanitasi kurang-lebih 50% dari masyarakat telah memiliki fasilitas sanitasi setempat. Sisanya

menggunakan MCK atau langsung dibuang ke sungai. Pelayanan pengurasan tanki septik atau cubluk tidak pernah dilakukan baik oleh swasta maupun oleh Dinas PU dengan truk tinja. Biasanya lumpur dari tangki septik/cubluk rumah tangga (RT)

(2)

Tabel 7.1

Kapasitas Pelayanan Air Limbah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2016

No Prasarana/Sarana Jumlah

Kapasitas

(m3)

Sistem

Pengelolaan Pengelola

1 Truk Tinja

2 IPLT*

3 IPAL (komunal)

Tabel 7.2

Tabel Parameter Teknis Wilayah Air Limbah

No URAIAN BESARAN KETERANGAN

A. Karakteristik Fisik Kabupaten

1. JumlahPenduduk 49,961Orang

Jumlah Penduduk

Kota Sendawar meliputi 4

kecamatan: Melak, Sekolaq Darat, Barong Tongkok dan Linggang Bigung

Jumlah kejadian penyakit ditularkan

Melalui air

Kali Kejadian

(diare/kolera/muntaber) Tingkat Kepadatan

Sangat Tinggi(>500jiwa/ha) Ha

Tinggi (300–500jiwa/ha) Ha

Sedang (150–300jiwa/ha) Ha

Rendah (<150jiwa/ha) Ha

2. Tipe Bangunan

Permanen KK atau Unit

Semi Permanen KK atau Unit

Tidak Permanen KK atau Unit

3. Jenis dan PermeabilitasTanah

Latosol, Histosol,

Inceptisol, Regosol, Podsolik Permeabilitas rendah-sedang

Sumber MPS Kab. Kutai Barat

2016

4. Tinggi Muka Air Tanah

5. Badan Air

Nama Sungai Mahakam

Peruntukan

Bahan baku air bersih

(3)

Debit Liter/detik

Kualitas BOD mg/liter

COD mg/liter B. Tingkat Penyediaan Air Bersih

1. Perpipaan %(...KK)

2. Non Perpipaan %(...KK)

Sumber: RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Tabel 7.3

Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan PS Air Limbah

Masih proses perencanaan th 2017

No Aspek Pengelolaan Air Limbah

Kondisi saat ini TA.2016

Kondisi Akhir

RPIJMTA.2018 Keterangan

(1) (2) (3) (4) (5)

A. Kelembagaan

-Bentuk institusi

-Dasar hokum pembentukan institusi

-SDM

B. Teknis Operasional: 1. Sanitasi System On-Site 1.a. Pembangunan baru:

-MCK

-Jamban Keluarga dan septic tank/cubluk

-Septic tank komunal -Sistem sanitasi berbasis masyarakat

-Truck Tinja -IPLT

1.b. Rehabilitasi dan Peningkatan Kapasitas

-Truck Tinja -IPLT

1.c Operasi dan Pemeliharaan

-Truck Tinja -IPLT

2. Sanitasi Sistem OffSite: 2.a Pembangunan Baru:

-Sambungan rumah

-Sistem jaringan pengumpul -Sistem sanitasi berbasis masyarakat

-IPAL

(4)

-Sistem jaringan pengumpul -IPAL

2.c Operasi dan Pemeliharaan

-Sistem jaringan pengumpul -IPAL, dll.

C Pembiayaan

-Sumber–sumber pembiayaan -Alokasi APBD -Tarif Retribusi

-Mekanisme penarikan retribusi

-Realisasi penerimaan retribusi, dll.

D Peraturan/Perundangan: -Kelayakanp akai

-Penerapansanksi, dll

E Peran serta Masyarakat dan Swasta

-Kampanye

-Keterlibatan swasta

-Partisipasi aktif masyarakat

Karena belum ada penanganan bidang air limbah sehingga data kondisi saat ini bidang air Limbah tidak ada.

7.2.2 Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

1. AspekTeknis

A. Fasilitas Sanitasi Individual

DPU Kabupaten Kutai Barat tidak memiliki truk tinja yang melayani penyedotan tinja disekitar perkotaan Sendawar.

Ada tiga jenis fasilitas buang air besar diKabupaten Kutai Barat:

1. Jamban leher angsa yang langsung dialirkan menuju tangki septik. Efluen dari tangki septik dialirkan ke bidang resapan dimana efluen tersebut meresapke dalam tanah. 2. Jamban cubluk pribadi (cemplung terbuka). Limbah rumah tangga khususnya

dari WC dialirkan langsung sungai.

(5)

Seks iCipta Karya Dinas PU bertugas melaksanakan perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan pemanfaatan sarana dan prasarana di bidang teknik penyehatan yang meliputi urusan-urusan air bersih, air buangan, kebakaran, kebersihan, pertamanan, dan pemakaman.

B. Fasilitas Sanitasi Komunal

Di Kabupaten Kutai Barat terdapat fasilitas sanitasi komunal untuk keperluan buang air besar tersebar di 16 Kecamatan untuk pemakaian bersama. Fasilitas sanitasi komunal dilayani dengan menggunakan MCK (Mandi,Cuci,Kakus). Dalam hal ini, masyarakat tidak dilibatkan secara aktif dalam desain dan pelaksanaan fasilitas tersebut dan akibatnya tingkat rasa tanggung jawab nya masyarakat terhadap fasilitas tersebut menjadi rendah. MCK, yang dikenal sebagai WC Umum, juga dibangun ditempat-tempat umum seperti pasar dan terminal. MCK biasanya terdiri dari tempat mandi, Cuci dan kakus. Air limbah disalurkan ke tangki septik yang menyalurkan ke bidang resapan. Pengurasan tangki septik secara rutin adalah penting agar proses pengolahannya berjalan dengan baik namun hal ini belum dilakukan dengan maksimal karena belum ada yang menangani secara rutin.

Untuk keperluan pengolahan airlimbah khususnya limbah tinja (IPLT) diwilayah kabupaten Kutai Barat belum tersedia faslitas pengolahan yang bersifat komunal. Begitu juga fasilitas pengolahan air limbah terpusat di Kabupaten Kutai Barat belum tersedia IPAL, sehingga sampai kondisi saat ini pelayanannya belum ada diwilayah Ibu Kota Kabupaten Kutai Barat yaitu Sendawar.

C. Fasilitas Sanitasi Terpusat

Fasilitas sanitasi sistem terpusat hingga saat ini belum tersedia di daerah Kabupaten Kutai Barat.

D. Pelayanan PS Sanitasi

Belum tersedianya fasilitas sanitasi terpusat mengakibatkan pelayanan prasarana dan sarana sanitasi tidak tertangani dengan baik.

E. Pengumpulan dan Pengolahan Lumpur Tinja

Karena tidakmemiliki fasilitas sanitasi sehingga tidak ada pengumpulan dan pengolahan lumpur tinja didaerah Kabupaten Kutai Barat.

F. Cakupan Pelayanan Sistem Air Limbah dan Sanitasi

(6)

Tabel 7.4

Cakupan Pelayanan Sistem Air Limbah dan Sanitasi Masih proses perencanaan th 2017

No. Jenis Pelayanan Satuan

Barong Tongkok

Pend. 25.733

I CAKUPAN

1 Sistim Air Limbah Terpusat % pop 0 %

orang 0

2 Fasilitas Komunal % pop 0 %

orang 0

3 Fasilitas Pribadi % pop 22 %

orang 4.301

4 Total Cakupan % pop 0 %

orang 0

5 Yang tidak terlayani % pop 0 %

orang 0

II SISTIM AIR LIMBAH

1 Daerah Pelayanan Ha 0

2 Samb. Domestik Terdaftar Unit 0

3 Samb. NonDomestik Terdaftar Unit 0

4 Sambungan domestik tidak

terdaftar Unit

5 Rata-rata debit tertinggi I/sec 0

6 Rata-rata aliran limbah M3/hari 0

7 Disain Kapasitas IPAL yang ada -8 Rencana Penduduk Terlayani Orang

9 Disain Beban influent BOD Kg/m3/ha ri 10 Disain konsentrasi influent BOD Mg/l

11 Kapasitas Pengolahan IPAL,

sebenarnya %

III FASILITAS KOMUNAL

1 Estimasi jumlah Unit Individual Unit

2 Estimasi Produk Lumpur M3/hari 0

3 Kebutuhan pengumpul lumpur M3/hari 0

4 Truk vakum yang ada Unit 0

5 Kapasitas Pengumpulan lumpur Yang ada M3/hari 0

6 Tingkat Pelayanan %

IV FASILITAS INDIVIDUAL

1 Estimasi jumlah unit individual Unit 0.007 2 Estimasi Produk Lumpur M3/tahun 139,370 3 Kebutuhan Pengumpul Lumpur M3/hari 0

4 Truk vakum yang ada Unit 0

5 Kapasitas pengumpulan lumpur M3/hari 0

(7)

Tabel 7.5

Kapasitas Pelayanan Air Limbah Kabupaten Kutai Barat 2016

Prasarana Jumlah Kapasitas Sistem

Pengolahan Pengelola

IPAL 0 25.733 penduduk

Kapasitas pengolahan 0m3/hari,

-

Karena belum adanya prasarana IPAL sehingga data pada table 4.3.2. tidak ada.

Tabel 7.6

Cakupan Pelayanan Air Limbah Sistem On-Site Kabupaten Kutai Barat Tahun

Kab./Kota/Kecamatan Jml Pddk

2015

Jenis Pelayanan (Unit)

JAGA MCK JAMAK

Kab.KutaiBarat

1 Bongan 10.762

2 Jempang 10.034

3 Penyinggahan 4.268

4 Mura Pahu 9.066

5 MuaraLawa 7.477

6 Damai 10.037

7 Barong Tongkok 28.009 3

8 Melak 14.243

9 LongIram 7.752

10 Bentian Besar 3.425

11 Linggang Bigung 16.594

12 Siluq Ngurai 5.870

13 Nyuatan 6.880

14 Sekolaq Darat 9.964

15 Manor Bulatn 9.167

26 Tering 12.266

Jumlah 165.814 3

(8)

Tabel 7.7

Cakupan Pelayanan Air Limbah On Site

No. Kecamatan

Jumlah Prasarana Sarana sanitasi system on-site

Pengumpulan Pengolahan

Jamban

keluarga MCK Komunal

Septik

tank Cubluk Lain-lain

1 Bongan

2 Jempang

3 Penyinggahan 4 Mura Pahu

5 Muara Lawa

6 Damai

7 Barong Tongkok

8 Melak

10 Bentian Besar

11 Linggang Bigung

12 Siluq Ngurai

13 Nyuatan

14 Sekolaq Darat

15 Manor Bulatn

16 Tering

Masih proses pengumpulan data untuk perencanaan tahun 2017

Tabel 7.8

Cakupan Pelayanan Air Limbah OffSite* Idem Masih proses perencanaan th 2017

No Kawasan JumlahSambungan

Rumah(SR) Keterangan

*tidak ada data

(9)

Tabel 7.9

Cakupan Pelayanan Air Limbah Komunitas Berbasis Masyarakat

Masih proses perencanaan th 2017

No Kawasan Sistem Dibangun

Tahan

Cakupan

Pelayanan

--

-Tabel 7.10

Parameter Teknis Wilayah

NO. URAIAN BESARAN KETERANGAN

A. Karakteristik Fisik Kabupaten

1. Jumlah Penduduk

165.814 orang

Jumlah penduduk

Kabupaten KutaiBarat padatahun 2016 Jumlahkejadianpenyakitditularkan

melaluiair

-Tingkat Kepadatan 5,30jiwa/km2

*Sangat tinggi(>500jiwa/ha) Ha

*Tinggi (300-500jiwa/ha) Ha

*Sedang (150-300jiwa/ha) Ha

*Rendah (<150jiwa/ha) Ha

2. Tipe Bangunan

*Permanen

*Semi Permanen

*Tidak Permanen

3. Jenis dan Permeabilitas Tanah

4. Tinggi Muka Air Tanah

5. Badan Air

*Nama Sungai *Peruntukan *Debit *Kualitas

B Tingkat Penyediaan Air Bersih

1. Perpipaan

2. Non Perpipaan

(10)

2. Aspek Pendanaan

Pendanaan untuk penyediaan sarana dan prasarana air limbah diarahkan dengan kebijakan sebagai berikut.

 Fasilitas sanitasi merupakan inisiatif murni dari masyarakat dan sector swasta.

 Fungsi pemerintah daerah adalah untuk memberikan kemudahan, mendorong dan

mengatur.

 Arahan dan standar yang berlaku akan digunakan sebagai instrumen/alat utama untuk

memenuhi peran dan tanggung jawab dari sector publik.

 Investasi langsung dari sektor publik dalam fasilitas sanitasi akan dipertahankan seminim

mungkin. Sedapat mungkin investasi tersebut memberikan pemulihan biaya

3. Aspek Kelembagaan Pelayanan Air Limbah

Organisasi pengelola sector air limbah (fasilitas sanitasi) di Kabupaten Kutai Barat adalah Kimpraswil dengan tugas adalah melaksanakan perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan pemanfaatan sarana dan prasarana di bidang teknik penyehatan yang meliputi urusan- urusan air bersih, air buangan, kebakaran, kebersihan, pertamanan, dan pemakaman.

7.3 Permasalahan Yang Dihadapi

7.3.1 Sasaran Pengelolaan Prasarana Dan Sarana (Ps) Air Limbah

Sasaran terkait penanganan air limbah yang tercantum dalam RPJMD Kabupaten Kutai Barat 2016-2021 sebagai upaya untuk mencapai peningkatan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan.

7.3.2 Rumusan Masalah

Bagian ini menguraikan besaran persoalan yang dihadapi atau tantangan yang harus diselesaikan melalui pembangunan system prasarana dan sarana air limbah, dengan membandingkan antar kondisi yang ada dan sasaran penyediaan PS air limbah, baikdari aspek teknis, kelembagaan, regulasi maupun keuangan. Rumusan masalah dapat terangkum sebagai berikut ini :

Septic Tank tidak memenuhi syarat Tidak ada penyedotan tinja

Instalasi pengelolaan lumpur tinja (IPLT) belum tersedia Kesadaran masyarakat rendah

Saluran limbah terbatas

Keterbatasan inovasi teknologi tepat untuk penanganan limbah (bau)

7.3.3 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

7.3.1.1 Analisis Permasalahan

(11)

berbagaia spek teknis maupun nonteknis, serta berbagai kendala yang dihadapi dalam rangka mencapai sasaran yang diinginkan. Analisis permasalahan dapat dilakukan dengan gap analisis yaitu suatu metoda yang membandingkan antara kebutuhan dan pengelolaan yang tersedia. Pertumbuhan keutuhan penanganan air limbah sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Dari gap analisis dibawah terlihat jika dalam lima tahun kedepan tidak ada peningkatan prasaranan penanganan air limbah maka akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan penanganan. Gap analisis dibawah ini mengasumsikan pertumbuhan penduduk 2,06% (data BPS 2005-2007) dengan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2006 sebesar 164.914jiwa, tiap jiwa menghasilkan lumpur tinja 0,003 m3/jiwa/tahun. Masalah air limbah yang dihadapi dapat dianalisis dari lima aspek berikut ini. A. ASPEK TEKNIS, Perlu adanya pelayanan pengelolaan air limbah baik on-site maupun off-site,

didaerah perkotaan dan pedesaan, serta peningkatan kualitas pengelolaan sesuai dengan ketentuan teknis dan memperhatikan lingkungan. Peningkatan akses ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Pelayanan air limbah yang dikelola oleh BUMD dan dinas.

b. Pelayanan cakupan air limbah yang dikelola secara langsung oleh masyarakat. c. Meningkatkan kinerja BUMD dan penyelenggara lainnya dalam pengelolaan air limbah. B. ASPEK PENDANAAN, perlunya pembiayaan untuk pembangunan prasarana dan sarana Air

limbah baik system on-site maupun off-site serta menjamin pelayanan dengan pemulihan biaya pengelolaan. Dari aspek pendanaan, pemerintah daerah dapat melakukan hal-hal berikut:

a. Mendorong peningkatan alternatif sumber pembiayaan yang murah dan berkelanjutan.

b. Mendorong peningkatan prioritas pendanaan pemerintah daerah dalam pengembangan system pengelolaan air limbah.

c. Menjalin pembiayaan melalui kemitraan pemerintah dan swasta. d. Menjalin peran serta masyarakat dalam pembiayaan air limbah.

C. ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA. Tinjauan aspek ini adalah Peningkatan kualitas pelayanan dan peningkatan kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Aspek ini perlu dipertimbangkan karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Peranserta masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembagunan dan pengelolaan air limbah. c. Meningkatkan peran serta badan usaha swasta dan koperasi dalam pembangunan dan

pengelolaan air limbah.

d. ASPEK KELEMBAGAN. Tinjauan dari aspek kelembagaan adalah perlunya suatu institusi pengelolaan air limbah serta pemisahan fungsi regulator dan operator.

(12)

pengelolaan air limbah. Perkuatan, penerapan hukum dan pengelolaan air limbah dapat dilakukan melalui:

a. Revisi peraturan perundang-undangan yang melakukan pengaturan terhadap BUMD yang bergerak dalam pembangunan dan pengelolaan air limbah.

b. Peningkatan forum nasional peningkatan pengelolaan air limbah dalam mendorong pelaksanaan pengaturan yang lebi hbaik.

c. Meningkatkan tersedianya NSPM dalam pengem bangan system pembuangan air limbah.

Tabel 7.11

Permasalahan dan Upaya Penanganan Sub Bidang Air Limbah Tahun : 2015

Kabupaten : Kutai Barat

(13)
(14)

-Kelayakan pakai -Penerapan sanksi;dll

Penerapan Sanksi rendah

Perda k3

E. Peranserta Masyarakat: Dan Swasta -Keterbitan swasta -Partisipasi aktip masyarakat

Ketergantungan pada pemerintahan Sumber: RPIJM Kabupaten Kutai Barat

7.3.1.2 Alternatif Pemecahan Permasalahan

Permasalahan dan kondisi yang berkembang dalam pengelolaan lumpur tinja di Indonesia, memerlukan suatu kebijakan dan strategi yang spesifik untuk dapat memelihara, mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan lumpur tinja. Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum dalam rangka pengelolaan lumpur tinja 2001/2005 menetapkan suatu kebijakan dalam pengelolaanlumpur tinja di wilayah perkotaan dan perdesaan, yang memerlukan keterlibatan semua stakeholder.

Kebijakan bidang lumpur tinja diperkotaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengolahan lumpur tinja diprioritaskan pada kawasan yang sangat padat diperkotaan. Bantuan Pemerintah Pusat diberikan untuk pemantapan kelembagaan melalui

pembinaan teknis di bidang manajemen pengolahan lumpur tinja dan bantuan peralatan berikut fasilitas pendukungnya kepada daerah yang betul-betul membutuhkan dan belum memiliki kemampuan sumber daya maupun manajemennya.

Untuk kota-kota metropolitan dan kota besar, pembangunan prasarana dan sarana lumpur tinja diusahakan dengan system terpusat dan semaksimal mungkin menggunakan prinsip pemulihan biaya, dengan prioritas pelayanan pada kawasan hunian dengan kepadatan bangunan yang tinggi dan dengan permukaan air tanah yang tinggi.

Penanganan lumpur tinja di kawasan permukimam pada dasar nya adalah tanggung jawab masyarakat sendiri, sedangkan fasilitas penunjangnya dapat dibantu atau disediakan oleh Pemerintah Daerah tanpa atau dengan bantuan Pemerintah Pusat, ataupun kerjasama dengan pihak swasta.

Konsep dasar yang dapat digunakan dalam menangani lumpur tinjadi kawasan perumahandan permukiman adalah bagaimana mengelola lumpur tinja secara terintegrasi, sehingga tepat guna (efektif), berdaya guna (efisien) dan terjangkau Serta dapat dioperasikan secara berkelanjutan, dengan bertumpu kepada kemitraan antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.

Sedangkan kebijaksanaan lumpur tinja diperdesaan adalah:

(15)

Pengelolaan lumpur tinja perkampungan melalui program sektoral terutama diprioritaskan untuk penyediaan sarana pembuangan lumpur tinja setempat, di desa permukiman transmigrasi, desa-desa pusat pertumbuhan, desa rawan penyakit dan rawan bencana atau desa kritis lainnya, baik secara individual maupunkomunal.

Berdasarkan kepada kondisi yang berkembang dan kebijakan pengelolaan lumpur tinja, terdapat 4 (empat) pendekatan strategis dalam pengelolaan lumpur tinja, antara lain:

a. StrategiTeknis

Strategi teknis inimenekankan pilihan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi. Strategi teknis dapat dirinci sebagai berikut:

1. Implementasi proyek Communal System (pengelolaan lumpur tinja sistem komunal) di daerah yang baru dikembangkan dan di daerah yang tak dapat memakai sanitasi setempat, didasarkan pada pendekatan bertahap (stepwise approach). Proyek dibatasi dalam ukuran yang harus sanggup membiayai sendiri, paling sedikit untuk operasi dan pemeliharaannya.

2. Pengembangan system sanitasi setempat yang tepat guna

3. Penyediaan subsidi danbantuan teknis bagi masyarakat kurang mampu untuk membangun dan merenovasi fasilitas pembuangan tinja individu dan komunal hendaknya dilanjutkan termasuk pengembangan proyek kredit seperti sistem dana berputar.

4. Pembangunan kakus umum/komunal bagi mereka yang tak mampu membangun asal kan masyarakat atau pengguna dapat menggunakandan melakukan pemeliharaan nya dengan patut.

5. Program pendidikan dan penyebaran informasi dapat dilakukan dan diarahkan kepada pengguna untuk menjamin kesinambungan manfaat, operasi dan pemeliharan fasilitas. Dalam hal ini, setiap kota harus memiliki alat penyedot tinja (Vacuum Truck) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPTL) untuk melayani masyarakat yang menggunakan system setempat

6. Komponen program untuk strategi teknis terdiri dari:

- Daerah dengan kepadatan tinggi (>300 orang/ha) dan daerah pengembangan baru harus dilayani dengan system terpusat, yang dibiayai developer dengan pengembalian oleh pengguna.

- Daerah kepadatan sedang (>100 300 orang/ha) harus dilayani dengan interceptor dan fasilitas pengolahan lumpur tinja ukuran kecil atau komunal.

- Daerah kepadatan rendah (50 - 100 orang/ha) dengan lingkungan berkualitas tinggiharus dilayani dengan interceptor berkaitan dengan program Prokasih (Program Kali Bersih).

(16)

komunal.

- Daerah kepadatan rendah dengan kecepatan perkolasi rendah rendah(<3 cm/menit) dan muka air tanah rendah (>1,5m) harus menggunakan tangki septic dengan desain khusus.

- Seleksi pemilihan metoda pengolahan Lumpur tinja hendaknya dilakukan mulai dari teknologi yang paling sederhana (operasi danpemeliharaan), biaya yang rendah (investasi dan operasi), teknologi yang tepat (diterima masyarakat, berguna dan efektif dalam pengolahannya).

b. Strategi Institusi/Kelembagaan

Strategi institusi ini menekankan perlunya institusi, diuraikan dibawah ini:

1. Pemerintah Kota/Kabupaten harus membentukdan mengkoordinasika nunit pelaksanaan yang bertanggung jawab atas penanganan lumpur tinja.

2. Pada umumnya, direkomendasikan untuk meningkatkan kemampuan unit pelaksana yang ada dan mengatur kembali unti-unit tersebut untuk melakukan tugas mereka yang baru. Namun demikian pendirian organisasi baru hanya diperbolehkan ketika sangat diperlukan, dan sangat tergantung dari klasifikasi kota, karakteristik masyarakat, potensi masyarakat, serta peraturan yang berlaku.

3. Untuk mengelola lumpur tinja setempat termasuk pengangkutan dan pengolahan akhir di IPLT dapat diserahan kepada Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Kebersihan.

4. Untuk pengelolaan lumpur tinja sistem komunal pada jangka pendek, bentuk kelembagaannya dapat ditampung di bawah PDAM, yang merupakan Unit Pengelola Unit Teknis Daerah (UPTD) tersendiri yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama PDAM terhadap permasalahan teknis operasi/pemeliharaan. Hal ini dipertimbangkan mengingat PDAM telah memiliki sumber daya, keahlian teknis dan administrasi. Namun demikian, perlu dilakukan kelayakan finansial dan ekonomi dikaitkan dengan tanggung jawab pemulihan biaya investasi dan biaya operasi/pemeliharaannya (cost recover) agar pengelolaan lumpur tinja ini tidak mengalami kerugian.

5. Untuk jangka menengah, bentuk kelembagaannya dapat ditampung dibawah PDAM, yang merupakan Divisi tersendiri yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama PDAM terhadap permasalahan teknis, operasi, dan pemeliharaan.

6. Untuk jangka panjang, setelah tingkat ekonomi masyarakat lebih baik, pengelolaannya dapat ditingkatkan menjadi PDLT (Perusahaan Daerah Lumpur Tinja). Pilihan ini akan memungkinkan terdapatnya upaya yang lebih terkordinir di dalam penanganan lumpur tinja sekaligus memberikan dasar yang lebih mantap secara organisatoris, manajemen, pembiayaan dan hukum.

(17)

untuk pemerintah daerah dalam pembangunan prasarana sanitasi.

8. Program pelatihan bagi staf pemerintah daerah dan penyuluhan sanitasi yang Bersifat nasional harus dimulai sebagai bagian dari strategi.

9. Tanggung jawab pemerintah daerah diantaranya adalah membuat rencana kegiatan (ActionPlan) di daerah masing-masing dengan penekanan pada pelaksanaan sanitasi setempat, membangun fasilitas kakus komunal, melaksanakan proyek Communal System

dengan bantuan dana dari pemerintah pusat jika memungkinkan dan penyedotan lumpur tinja serta mengawasi dan mengendali kan bantuan teknik bagi fasilitas sanitasi setempat.

10. Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) harus memberikan kontribusinya dalam memperluas wawasan pemerintah daerah dalam menyiapkan rencana pengelolaan lumpur tinja domestik.

11. Proyek sanitasi setempat yang ada harus diperluas dan dikembangkan menjadi suatu programyang berkesinambungan. Setahap demi setahap pemerintah daerah mengambil peran yang dibantu oleh konsultan.

12. Promosi partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan operasi Serta pemeliharaan fasilitas sanitasi komunal harus diteruskan. Organisasi non Pemerintah (NGO) dan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) harus dilibatkan untuk mempromosikan partisipasi masyarakat secara aktif.

13. Penerbitan dan pelaksanaan peraturan daerah tentang:

- Izin Mendirikan Bangunan yang mengatur bahwa setiap bangunan harus memiliki tangki septikyangsesuai dan/atau IPLTyangmemenuhi standar efluen.

- mengendalikan proses pengumpulan dan pembuangan lumpur tinja.

c. Strategi Pendanaan

Strategi pendanaan/keuangan untuk menunjang investasi dari masyarakat dan sector swasta, dan untuk mempromosikan mekanisme pengembalian biaya dan peningkatan pendapatan;

1) Investasi swasta dan masyarakat dalam, pembuangan tinja harus ditunjang dan dipromosikan dengan upaya sebagai berikut:

Kegiatanpromosi.

Spesifikasi dan peraturan bangunan.

Pedoman teknis untuk konstruksi dan operasi serta pemeliharaan fasilitas sanitasi. Fasilitas pendanaan (sistem kredit) dan bantuan bagi konstruksi fasilitas pembuangan

tinja secara individual atau komunal.

2) Mekanisme pengembalian biaya dan pengumpulan pendapatan perlu dirinci lebih lanjut.

(18)

tergantung kondisi setempat.

4) Biaya bersama satu kelompok untuk system individual, harus juga diperkenalkan Bagi fasilitas komunal yang digunakan oleh sejumlah kecil rumah tangga.

d. Strategi Promosi

Strategi Promosi yang ekstensif secara nasional dan regional. Untuk mendidikdan menambah kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat tentang pentingnya sanitasi yang baik, harusdi laksanakan strategi promosi. Promosiini lebih baik dilaksanakan melalui program

“Pemasaran Sosial” yang diharapkan untuk menunjang keinginan masyarakat untuk menggunakan fasilitas pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang baik dan sehat.

Tabel 7.12

Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengelolaan Air Limbah

No Aspek Pengelolaan Air Limb

ah

Alternatif-1 Alternatif-2

Teknis Manfaat Biaya Teknis Manfaat Biaya

(19)

-Truck Tinja -IPLT

2. c

Operasi dan Pemeliharaan

-Truck Tinja

Operasi dan Pemeliharaan

- Sistemjaringan

D Peraturan/Perundangan:

-Kelayakan pakai

(20)

dan Rencana Tindak dalam Pengelolaan Prasarana dan Sarana Air Limbah:

Tabel 7.13

Matriks Kebijakan, Strategi dan Rencana Tindak

No Kebijakan Strategi Rencana Tindak berdasarkan tanggap kebutuhan (demand dinas untuk menangani air limbah

(21)

4 Penguatan pengaturan terhadap BUMD yang bergerak

7.4 Sistem Prasarana yang Diusulkan

7.4.1 Usulan Dan Prioritas Program

Dari hasil analisis masalah keciptakaryaan yang dilakukan, usulan dan prioritas program untuk dipakai dalam pencapaian RPIJMD khususnya air limbah adalah:

1. Penyediaan prasarana dan sarana air limbah

 Rehab sarana & prasarana air limbah di 16 kecamatan

2. Penampungan air buangan/limbah kotor;

3. Pengembangan teknologi pengelolaan air limbah di 16 kecamatan

4. Fasilitasi pembinaan teknik pengolahan air limbah

5. Rehabilitasi/pemeliharaan sarana dan prasarana air limbah

6. Monitoring, evaluasi dan pelaporan

(22)

7.4.2 Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan

Tabel 7.14

Sistem Prasarana dan Sarana Air Limbah yang diusulkan

No. Aspek Pengelolaan Air

- Bentuk institusi Sudah ada, belum optimal

2 Sanitasi Sistem Off-Site: Belium ada Belum ada

C. Pembiayaan:

Dari hasil analisis masalah keciptakaryaan yang dilakukan, usulan dan prioritas program untuk dipakai dalam pencapaian RPIJM Bidang PU/Cipta Karya khususnya air limbah adalah:

(23)

di kawasan pengembangan Kecamatan Barong Tongkok dengan sistem IPAL sebagai strategi jangka panjangnya.

2. Program Pembiayaan Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Limbah. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya dalam membantu pembiayaan dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah yang akan direncana kan terutama pada kawasan pengembangan baru dan kawasan-kawasan sektoral padat kumuh dan kawasan-kawasan pesisir sungai mahakam.

3. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Air Limbah Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya membentuk kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan. Program ini berupa sosialisasi dan upaya-upaya pendekatan secara persuasif dengan menjalin kemitraan swasta, pemerintah serta pelibatan masyarakat didalamnya secara penuh.

4. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Perundang-Undangan Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya acuan secara normatif dalam pengembangan bidang pengelolaan air limbah dan sekaligus sebagai pengendali masalah penyehatan lingkungan permukiman di Kabupaten Kutai Barat.

7.4.4 Usulan dan Prioritas Proyek

Usulan dan prioritas proyek lima tahun ke depan (2016-2021) pengelolaan air limbah disesuaikan dengan program yang telah diusulkan disajikan dalam table lampiran.

7.4.5 Pembiayaan Pengelolaan

Usulan pembiayaan pengelolaan air limbah disesuaikan dengan program yang telah diusulkan disajikan dalam tabel lampiran.

Tabel 7.15

Usulan Pembiayaan Proyek Pengelolaan Air Limbah

Sesuaidengan keg di MPS ppsp beserta dananya(agar sesuai dan terkait)

No Aspek Pengelolaan Air Limbah Vol Biaya(Rp.Juta)

SUMBERDANA 3Pembangunan PS sanitasi sistemon-

(24)

-Truck Tinja 2 unit 600 600 600 600

1 SNI03-2398-2002 Tata Cara Perencanaan Tangki SeptikDenganSistemResapan 2 SNI03-2399-2002 Tata Cara

Perencanaan BangunanMCKUmum

3 SNI19-6410-2000 Tata Car Penimbunan Tanah Bidang Resapan Pada Pengolahan AirLimbahRumah Tangga

Standarinimencakupdidalammerencanakan

danmelaksanakan sistempenimbunan tanah untuk resapanpengolahan airlimbah rumah tangga,yaitupersyaratantanahdan lokasi,dsain timbunan,

dan teknis penimbunan yang dilakukan.

4 SNI03-6379-2000 Spesifikasi dan Tata Cara

PemasanganPerangkapBau

Standar ini mengatur bahan dan pemasangan unitperangkapbau,pencegatdanpemisah. 5 SNI03-6368-2000 Spesifikasi Pipa Beton untuk

SaluranAirLimbah,SaluranAir HujandanGorong-gorong

Standarinimenetapkanspesifikasipipabeton

tidak bertulangntuksaluran airlimbah rumah tangga,limbah industri, airhujandangorong- gorong(dalamsatuanmatriks). Spesifikasi berlakuuntukpabrikdanperdagangan dantidak termasuk persyaratan untuklapisandasarpipa, penimbunan atauhubunganantarakondisi

lapangandenganklasifikasikekuatanpipa

6 SNI19-6409-2000 TataCaraPengambilanContoh Limbah Tanpa Pemadatandari Truk

Tata cara ini mencakup metode pengambilan

contohdengantabungkonsentrik, pengambilan limbah dengan“athinwalledtube sampler”, pengambilan contoh

dengan bor,pengambilan

contohdenganborbarel,pengambilan contoh dengan sekop.Standartidak mengaturhal-hal yangberkaitandenganfactor-faktor keamanan kalaupunadadihubungkandengankegunaannya.

7 SNI19-6466-2000 Tata Cara Evaluasi Lapangan Untuk Sistem Peresapan PembuanganAirLimbahRumah Tangga

Standar ini memaut evaluasi lapangan untuk

kondisitanahkandungan danpermeabilitas, kedalaman sampai dasar, kemiringan, posisi

laskap,seluruhsyaratyangmelatarbelakangidan berpotensi padabanjir.Laporanharusdibuat

dalam30hariterhitungsejakpengujian selesai dilakukan

Sumber: BukuPanduanRPIJM

7.5 Rencana Investasi Sub-Bidang Drainase

7.5.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Drainase

7.5.1.1 Umum

Tujuan dari penyusunan rencana pembangunan sub bidang drainase adalah untuk memberikan suatu manual yang dapat memberikan arahan khususnya bagi Dinas Kimpraswil Kabupaten/Kota di Daerah Kabupaten Kutai Barat, dan bagi pihak lain yang berkepentingan dalam pengelolaan/penataan system drainase. Sehingga pada akhirnya dapat diwujudkan suatu sistem drainase yang terintegrasi dan dengan kualitas pelayanan yang memadai.

(25)

drainase sebagai drainase wilayah dan sebagai pengendalian banjir. Sistem drainase tidak dapat berdiri sendiri dan selalu berhubungan dengan sektor infrastruktur lainnya seperti pengembangan daerah, air limbah, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Perencanaan sistem drainase harus mendukung skenario pengembangan dan pembangunan wilayah, serta terpadu rencana pengembangan prasarana lainnya.

2. Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan pengembangan infrastruktur air limbah, karena faktanya menunjukkan bahwa saluran air limbah kebanyakan masih bercampur dengan sistem pembuangan air hujan.

3. Perencanaan sistem drainase harus dikoordinasikan dengan rencana pengembangan perumahan, terutama dalam kaitannya dengan perencanaan sistem jaringan dan kapasitas prasarana.

4. Perencanaan drainase yang menjadi satu kesatuan dengan jaringan jalan harus disinkronkan dengan sistem jaringan drainase yang sudah direncanakan oleh istitusi atau lembaga pengelola jaringan drainase.

Secara pasti dapat dikatakan bahwa penyelesaian masalah drainase (banjir) di suatu kawasan selain memfokuskan pada penyelesaian masalah kawan internal, juga tidak terlepas dari penyelesaian masalah kawasan eksternal, terutama menyangkut aspek – aspek yang terkait secara langsung dengan permasalahan drainase di Kawasan studi.

7.5.1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penyusunan RPIJM Drainase ini adalah:

 Sebagai pedoman/panduan dalam penyusunan program penanganan drainase

 Penyiapan program penanganan drainase dengan sasaran individu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan drainase yaitu institusi pengelola sistem dan jaringan drainase (Dinas Kimpraswil Kabupaten Kutai Barat) dan di kawasan tertentu oleh pihak swasta (developer).

7.5.1.3 Arah Kebijakan Penanganan Drainase

Berdasarkan isu permasalahan strategis di bidang drainase, maka dirumuskan suatu sasaran kebijakan nasional sebagai arahan mendasar dari kondisi yang akan dicapai dan diwujudkan dalam pengembangan bidang drainase di masa yang akan datang.

Sasaran kebijakan pengembangan drainase adalah sebagai berikut ini:

 Terlaksananya pengembangan sistem drainse yang terdesentralisasi, efisien, efektif dan terpadu.

 Terciptanya pola pembangunan drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

(26)

melalui mnimalisasi resiko biaya sosial dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir.

 Terciptanya peningkatan koordinasi antara Kabupaten/Kota dalam penanganan sistem drainase.

7.5.1.4 Isu-isu Strategis dan Permasalahan

Isu-isu strategis terkait dengan kondisi serta permasalahan dalam menghadapi pengelolaan drainase saat ini serta tantangan yang dihadapi meliputi sebagai berikut ini.

 Kecenderungan Perubahan Iklim  Perubahan Fungsi Lahan Basah

 Belum Adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase  Kelengkapan Perangkat Peraturan

 Penanganan Drainase Belum Terpadu  Pengendalian Debit Puncak

7.5.1.5 Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Rencana Kabupaten

Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana perumahan dan per-mukiman melalui peningkatan peran serta masyarakat dan tetap mempertahankan fungsi lingkungan. Maupun pihak swasta. Programnya adalah Perbaikan/Pemeliharaan saluran irigasi dan drainase.

7.5.2 Profil Drainase

7.5.2.1 Gambaran Umum Pengelolaan Drainase Saat Ini

Pengembangan jaringan drainase di kabupaten / kota di wilayah Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten Kutai Barat sampai saat ini masih difokuskan pada kawasan perkotaan atau kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi. Jaringan drainase yang ada terutama untuk sistem tersier, sekunder maupun primer pada umumnya atau sebagain besar masih menjadi satu dengan sistem jaringan jalan. Selain itu sistem pembuangan air limbah masih menjadi satu atau belum terpisah dengan sistem pembuangan air hujan.

(27)

Gambar 7 .1 : Sistem Drainase Jalan Barong Tongkok – Melak – Sekolaq Darat – Barong Tongkok di Kabupaten Kutai Barat,

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

7.5.2.2 Aspek Teknis

Tinjauan kondisi drainase studi di wilayah studi merupakan bagian dari proses penyusunan RPIJM untuk komponen drainase. Dengan mengetahui kondisi sistem drainase makro maupun mikro yang ada di wilayah studi, maka akan dapat didefinisikan indikasi permasalahan yang ada secara lebih detail dan komprehensif, untuk selanjutnya dapat dirumuskan rencana penanganan yang sesuai dengan kondisi lapangan.

1. Drainase Makro

Sistem drainase induk yang ada di wilayah Kabupaten Kutai Barat adalah sistem drainase alam, yaitu suatu sistem yang menggunakan sungai dan anak sungai sebagai sistem primer penerima air buangan dari saluran – saluran sekunder dan tersier yang ada. Keseluruhan sistem tersebut berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah rumah tangga. Sebagian dari saluran drainase sekunder yang ada di Kutai Barat juga menggunakan saluran irigasi sebagai saluran pembuangannya. Pada dasarnya terdapat 1 (sungai) sungai utama sebagai badan penerima air akhir di wilayah Kabupaten Kutai barat. Sungai tersebut adalah sungai mahakam dan bermuara di Samarinda.

Tabel 7.17

NAMA DAN PANJANG SUNGAI DI KABUPATEN KUTAI BARAT

PANJANG (KM)

Length

NAMA SUNGAI

Name Of Rivers

(2) (1)

28,6 01. Sungai Barong

(28)

Daftar nama – nama sungai yang ada di tabel 4.5.1 di atas kondisinya berada di wilayah kota Sendawar terdapat di kecamatan Barong Kabupaten Kutai Barat. Kondisi hidrologis Kota Sendawar sangat dipengaruhi oleh Sungai Mahakam yang berada ± 20 Km di sebelah Timur dan anak – anak sungainya di pusat kota seperti : Sungai Barong, Sungai Dahari, Sungai Tongkok, dan Sungai Bengkanay.

Dari beberapa sungai tersebut hanya Sungai Barong yang cukup besar dan bermuara ke Sungai Mahakam. Kondisi hidrologis di daerah ini cukup baik dalam artian bahwa daerah ini tidak pernah tergenang atau banjir. Sungai Barong berfungsi sebagai saluran drainase alami, dan sebagai sumber air baku untuk melayani Kota Sendawar. Sungai – sungai yang berada di Kecamatan Barong Tongkok adalah Sungai Enjui, Sungai Barong, Sungai Embiq, Sungai Tongkok, Sungai Dahari dan sungai lainnya. Sedangkan sungai–sungai yang berada di Kecamatan Melak adalah Sungai Barong, Sungai Baras, Sungai Tahat, Sungai Mahakam, Sungai Tapaq, dan Sungai Mentiwan.

Di sekitar lokasi pusat kota, Pemkab merencanakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan debit ± 150 liter / detik. Selain itu, untuk memenuhi sumber air bersihnya penduduk dapat juga menggunakan air tanah dengan membuat sumur – sumur gali atau sumur bor.

Wilayah Kabupaten Kutai Barat sistem pembuang utama dilayani oleh sistem pembuang sungai Mahakam. Secara topografis, Kabupaten Kutai Barat merupakan daerah bergelombang dan berbukit–bukit serta terdapat pula bagian daerah yang relatif datar dengan topografi (ketinggian lokasi) antara 120 – 750 meter di atas permukaan laut (dpl). Daerah berbukit tersebut permukaannya bergelombang dan hampir tidak ada gunung yang terjal.

Bentuk lahan yang termasuk datar – bergelombang seluas ± 17.803 Ha atau 86,46 % dari luas wilayah. Bentuk lahan bergelombang seluas ± 2.608 Ha atau 12,67 %, dan sisanya bentuk lahan berbukit seluas ± 180 Ha atau 0,87 % dari luas wilayah Kota Sendawar.

Kemiringan lereng yang ada di wilayah kota Sendawar sangat bervariasi antara 0 – 8 % dengan proporsi 97,22 % atau seluas ± 20.018,53 Ha dari luas wilayah Kota Sendawar, kemiringan lereng antara 9 – 15 % atau seluas ± 306,31 Ha atau 1,49 % dari luas wilayah Kota Sendawar, kemiringan lereng antara 16 – 40 % sebanyak 1,20 % atau ± 247,10 Ha dan kemiringan lereng diatas 40 % sebanyak 0,09 atau ± 18,63 Hadari luas kota sendawar. Wilayah yang berada pada kemiringan lereng 0 – 8 % khususnya yang terletak di sepanjang alirang Sungai Mahakam sering mengalami banjir terutama pada musim hujan.

2. Drainase Mikro

Disamping sungai – sungai tersebut di atas, terdapat juga saluran – saluran pembuang dari pusat

– pusat daerah tangkapan di dalam kota atau wilayah permukiman ke sungai dan atau anak sungai yang dikategorikan sebagai saluran sekunder atau primer.

(29)

sistem aliran maupun sistem blok pelayanan.

Secara umum jaringan drainase yang ada berupa saluran alami dan saluran buatan, baik saluran terbuka atau tertutup, saluran pasangan/beton maupun saluran galian tanah. Saluran drainase yang ada sebagian besar menjadi satu dengan saluran drainase jalan. Hasil pengamatan lapangan terhadap saluran eksisting yang ada di setiap kabupaten/kota adalah sebagai berikut :

 Genangan yang terjadi kebanyakan disebabkan oleh kapasitas saluran kurang, dan

kurangnya tali air, terutama disepanjang saluran yang ada di sisi jalan;

 Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya perawatan, sehingga banyak gorong – gorong

dan tali air yang tersumbat.

 Sistem saluran yang ada belum ter-integrasi secara baik, terutama dalam rumusan

kapasitas saluran terhadap area yang dilayani, sehingga ada saluran yang melayani area terlalu luas.

 Masalah kemiringan dasar saluran juga memerlukan penanganan. Perubahan

kemiringan tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya sedimentasi.

 Kerusakan – kerusakan pada saluran dan gorong – gorong juga menjadi salah satu

penyebab yang menimbulkan genangan.

 Sedimentasi dan timbunan sampah merupakan masalah yang ditemui di lapangan.

 Inlet saluran tidak berfungsi dengan baik, sehingga limpasan air permukaan tidak

dapat masuk dengan lancar ke saluran yang ada.

 Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga dan merawat

kebersihan saluran.

Gambar 7 .2 Kondisi saluran di Jl. Gajah Mada Kec. Melak Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Dengan luas wilayah Kabupaten Kutai Barat ± 20.381,59 km2 , maka nilai aksesibilitas

wilayah terhadap system drainase mikro ± km/km2. Angka ideal besarnya sekitar 1,5 – 2,5

(30)

7.5.2.3 Aspek Pendanaan

Pengelolaan drainase biasanya dibiaya oleh APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten.

7.5.2.4 Aspek Kelembagaan

Institusi yang bertanggung jawab pada sektor drainase Lingkungan adalah bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kutai Barat.

7.5.3 Permasalahan Yang Dihadapi

7.5.3.1 Permasalahan Sistem Drainase yang Ada

Pada prinsipnya ini merupakan bagian awal dari proses pendefinisian masalah yang menjadi bagian awal dari proses perencanaan system secara keseluruhan. Indikasi permasalahan merupakan hasil analisis detail berdasarkan data – data hasil survai. Karena terbatasnya data

– data drainase yang bersifat data teknis detail, maka Inventarisasi permasalahan sebagai hasil analisis pada tahap ini lebih merupakan permasalahan yang bersifat umum atas dasar masukan dari berbagai sumber. Meskipun demikian konsultan tetap berupaya melakukan pendalaman melalui analisis – analisis yang relevan sehingga didapatkan gambaran permasalahan yang sebenarnya.

Meskipun demikian gambaran permasalahan yang dilaporkan dalam laporan ini tetap penting, sebab dari pelaksanaan diskusi dengan berbagai pihak yang terkait, konsultan mendapatkan masukan – masukan penting terkait dengan kegiatan perumusan masalah dimaksud dalam konteks perencanaan system. Dengan masukan tersebut konsultan dapat melakukan penyaringan informasi, sehingga didapat informasi – informasi yang valid untuk ditindak-lanjuti melalui proses analisis.

Tabel 7 .18 Permasalahan dan Upaya Penanganan Sub Bidang Drainase Tahun : 2016

Kabupaten : Kutai Barat

No.

Aspek Pengelolaan

Drainase

Permasalahan yang di hadapi

Tindakan Yang

sudah dilakukan

Yang sedang dilakukan

Yang direncanakan untuk dilakukan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

A. Kelembagaan

- Bentuk institusi

(31)

- SDM ; dll SDM masih terbatas

Peningkatan SDM Dinas PU

(32)

3.c Pemeliharaan Saluran

- Primer Peningkatan O &

P

Dinas PU

- Sekunder Peningkatan O &

P

Dinas PU

- Tersier Penignkatan O &

P

- Sekunder Tanah labil & sedimentasi

Belum ada Akan disiapkan

(33)

Kampanye /

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Tabel 7.19

Perbandingan alternative pemecahan masalah pengelolaan drainase

No Aspek Pengelolaan Drainase

Alternatif - 1 Alternatif – 2

Teknis Manfaat Biaya Teknis Manfaat Biaya

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

A. Kelembagaan:

- Bentuk institusi

- Dasar hokum pembentukan institusi

- SDM : dll

B Teknis Operasional : 1 Perencanaan

(34)

- Keterbitan - Partisipasi

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Indikasi permasalahan menyangkut isu – isu penting yang terkait dengan Program Investasi Jangka Menengah untuk komponen drainase di wilayah studi, yaitu meliputi permasalahan genangan, kebijakan pembangunan antar kawasan, koordinasi pengawasan pembangunan dan kondisi eksisting system drainase.

1. Genangan

Genangan dengan parameter luas genangan, tinggi genangan, dan lamanya genangan merupakan permasalahan utama yang menjadi fokus perhatian studi. Terjadinya genangan pada beberapa lokasi di wilayah studi secara pasti akan menimbulkan permasalahan berkelanjutan pada system interaksi sosial, ekonomi, budaya, dan aspek interaksi masyarakat lainnya. Dari hasil inventarisasi terdapat 4 lokasi genangan di Kabupaten Kutai Barat. Tetapi biasanya genangan ini terjadi di saat musim penghujan saja. Data selengkapnya mengenai lokasi, parameter genangan, dampak, dan masalah atau penyebabnya dapat dilihat pada tabel serta gambar berikut.

Tabel 7.20

Wilayah Genangan di Kabupaten Kutai Barat

NO LOKASI LUAS

(ha)

LAMA GENANGAN

TINGGI

GENANGAN PENYEBAB KET.

IV KABUPATEN KUTAI BARAT

1 Kampung Blusuh ± 10 Maks. ½ Bln ± 1 Luapan Sungai Blusuh

2 Kecamatan Tering ± 20 Maks. ½ Bln ± 1,5

Luapan Sungai Mahakam

3 Kecamatan Melak ± 50 Maks. ½ Bln ± 1,5

Luapan Sungai Mahakam

4

Kec. Muara Pahu dan

Penyinggahan ± 60 Maks. ½ Bln ± 2

Luapan Sungai Mahakam.

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Dari hasil inventarisasi serta informasi dari berbagai sumber, penyebab terjadinya genangan tersebut antara lain adalah :

 Luapan dari beberapa sungai yang disebabkan oleh :

Kapasitas sungai yang ada tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi, biasanya banjir terjadi di saat musim penghujan;

(35)

penyumbatan oleh sampah;

 Luapan akibat gorong – gorong, pintu pengatur tersumbat atau tidak berfungsi;

 Inlet saluran tidak tepat posisinya, terlalu tinggi dan sering tersumbat oleh pasir/tanah dan sampah sehingga limpasan air hujan tidak bisa/kurang lancar masuk ke sistem saluran drainase yang ada, daerah yang sudah memiliki sistem drainase yang agak baik di Kabupaten Kutai Barat menurut pengamatan kami hanya berada kawasan Perkantoran Kabupaten Kutai Barat.

 Akibat aliran permukaan (“debit run off”) pada saat hujan yang tidak bisa segera dibuang atau dialirkan ke sungai atau system pembuang yang ada, karena pada saat bersamaan sungai yang ada sudah penuh sehingga tidak mampu menampung tambahan debit dari aliran permukaan;

 Tidak adanya areal resapan ataupun folder – folder yang bisa menampung sementara air hujan;

 Kondisi fisik jaringan drainase yang ada sudah kurang memadai, sehingga sering terjadi kebocoran dan luapan pada tanggul saluran;

 Tidak terdapatnya system (jaringan) drainase yang memadai pada kawasan atau lokasi rawan banjir, sehingga debit akibat aliran permukaan tidak bisa dibuang/dialirkan secara cepat.

Berikut ini gambar banjir yang terjadi di Kecamatan Melak di bulan Desember tahun 2008 di Kabupaten Kutai Barat.

Gambar 7.3 : Kondisi Genangan akibat banjir di Kec. Melak Kabupaten Kutai Barat Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat 2016

2. Kebijakan Pembangunan Antar Kawasan

(36)

jangka panjang.

Demikian juga kaitan antara infrastruktur drainase dengan infrastruktur lainnya harus mendapat perhatian yang seksama, sehingga penanganan yang dilakukan merupakan suatu kegiatan yang komprehensif. Dalam kaitan dengan topik ini, maka permasalahan yang terkait dengan kebijakan pembangunan antar kawasan antara lain adalah :

 Belum adanya kebijakan yang terpadu antar wilayah kecamatan dan kabupaten di Kabupaten Kutai Barat untuk pengendalian kawasan resapan di daerah hulu sungai Mahakam.

 Belum adanya peraturan untuk pengendalian luas lahan terbuka sebagai daerah resapan air.

 Belum adanya koordinasi dari para pelaku pengelolaan dari setiap komponen infrastruktur dalam perencanaan maupun pembangunannya.

3. Koordinasi Pengawasan Pembangunan

Koordinasi pengawasan pembangunan diperlukan untuk mencegah terjadinya permasalahan yang menimbulkan dampak merugikan dari aspek drainase (termasuk mencegah terjadinya banjir di saat musim hujan). Sebagai contoh suatu kawasan dengan elevasi di bawah muka air banjir sungai terdekat, maka perencanaan pembangunan sarana dan prasarana di kawasan tersebut harus sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir, yaitu dengan melakukan penimbunan sampai batas peil banjir sebelum prasarana tersebut dibangun.

Pembangunan suatu jaringan drainase di suatu kawasan tidak bisa hanya didasarkan pada data masukan dari kawasan internal. Kapasitas saluran yang direncanakan harus memperhatikan kapasitas saluran yang sudah ada di kawasan lain, sehingga sistem yang dibangun tidak memberikan dampak negatif terhadap kawasan lain. Dengan koordinasi pengawasan yang efektif dampak negatif tersebut dapat dihindarkan.

Lemahnya koordinasi pengawasan pembangunan merupakan masalah yang sering terjadi dalam pembangunan wilayah Kalimantan Timur. Lemahnya koordinasi pengawasan pembangunan dapat dilihat pada uraian berikut ini :

a. Perubahan Peruntukan Lahan

Pada dasarnya, peruntukan lahan pada suatu kawasan sudah ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah disyahkan oleh Bappeda. Namun pada prakteknya, ketentuan tersebut tidak selalu dipatuhi oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pembangunan di Wilayah Studi.

(37)

b. Pelanggaran terhadap Rasio KDB

KDB atau Koefisien Dasar Bangunan adalah suatu rasio yang menunjukan perbandingan antara luas bangunan terhadap luas lahan yang tersedia. Sehingga untuk luas lahan yang sama, apabila rasio tersebut semakin besar maka bangunan yang boleh didirikan juga semakin luas.

Rasio KDB mengacu pada kondisi dan peruntukan lahan pada lahan yang akan didirikan bangunan. Dengan demikian, rasio KDB merupakan batas maksimum yang diperbolehkan untuk mendirikan bangunan pada suatu wilayah.

Di Kabupaten Kutai Barat batas rasio tersebut belum menjadi suatu topik utama karena jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat dengan pertumbuhan perumahan dan rumah penduduk belum begitu pesat, dan untuk di wilayah kota Sendawar mungkin yang mengalami dampak migrasi adalah didaerah kecamatan Melak dan kecamatan Barong Tongkok.

c. Diabaikannya batas Peil Banjir

Sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya, dimana salah satu penyebab banjir di wilayah studi adalah elevasi kawasan perumahan yang berada di bawah muka air banjir sungai maupun di bawah muka air normal, sehingga kawasan atau area perumahan tersebut menjadi kawasan yang rawan banjir.

Kondisi tersebut terjadi karena pelaksanaan pembangunan kawasan perumahan oleh Pengembang tidak memperhatikan peil banjir yang ada. Pengembang seharusnya melakukan penimbunan sampai pada batas peil banjir sebelum mulai melaksanakan pembangunan perumahan.

d. Pelanggaran Penggunaan Lahan Pada Kawasan Konservasi

Hal lain yang sering terlihat dari lemahnya koordinasi pengawasan pembangunan adalah terjadinya penebangan liar di lahan yang berada pada kawasan konservasi. Pelanggaran tersebut mengakibatkan berkurangnya luasan dari kawasan konservasi dan pada akhirnya akan mengurangi luasan dari kawasan resapan atau ruang hijau terbuka.

4. Tinjauan Terhadap Sistem Penyaluran Air Hujan Yang Ada

Tinjauan terhadap sistem penyaluran air hujan yang ada akan mencakup tinjauan terhadap sungai sebagai badan penerima air utama, dan sistem saluran sebagai badan pembawa.

a. Tinjauan Terhadap Sungai Induk

Perhitungan mengenai kapasitas sungai berdasarkan profil sungai yang ada untuk kemudian dibandingkan dengan debit banjir hasil perhitungan dengan periode ulang 10 tahun, akan memberikan gambaran mengenai kemungkinan terjadinya atau tidak terjadinya luapan

(38)

b. Tinjauan Terhadap Saluran Yang Ada

Meliputi tinjauan dimensi, keadaan saluran, perlengkapan saluran yang ada, serta hal – hal lain yang dianggap perlu sehingga dapat diharapkan akan didapat dimensi saluran yang sesuai.

Hasil pengamatan lapangan adalah sebagai b erikut :

 Tingkat pelayanan sistem yang ada masih rendah dalam konteks perbandingan antara luas yang harus dilayani dengan panjang sistem yang sudah terbangun/terpasang.

 Kapasitas saluran belum di disain menurut sistem blok kawasan yang harus dilayani,sehingga ada beberapa saluran yang melayani suatu kawasan terlalu luas.  Sedimentasi dan timbunan sampah menyebabkan kapasitas pengaliran saluran

berkurang, akibatnya terjadi luapan.

 Genangan yang terjadi dari hasil pengamatan disebabkan oleh luapan SungaiMahakam, banjir terjadi di saat musim hujan.

 Ukuran gorong – gorong yang terlalu kecil, kerusakan gorong – gorong maupun kerusakan pada saluran merupakan salah satu penyebab terjadinya luapan dan genangan.

Tabel 7 .21

K ondisi Jaringan/Saluran yang ada di Kabupaten Kutai Barat

No

Nama Jalan /

Lokasi Saluran Panjang (m)

Dimensi Luas

Catchment area (Ha)

Jumlah

Penduduk

Konstruksi Saluran Kondisi Tinggi

(m)

Lebar

(m)

Permanen Saluran Tanah

Baik Sedang Rusak

1Jln. Sendawar 125,82 1.310 √ - √ -

-Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

5. Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Drainase

Akibat keterbatasan dana, selama ini pemeliharaan prasarana/sarana drainase kurang mendapat perhatian yang cukup dari Instansi yang berwenang. Pemeliharaan prasarana/sarana tidak dilakukan menurut suatu pola yang teratur. Biasanya pemeliharaan akan dilakukan apabila kondisi kerusakan sudah parah atau untuk mengatasi kondisi darurat dan pemeliharaan tersebut dilakukan secara partial tidak secara menyeluruh. Akibat dari tidak teraturnya pemeliharaan yang dilakukan, maka :

 Prasarana/sarana drainase tidak berfungsi dengan optimal.

 Meningkatnya kerugian yang diderita oleh masyarakat.

 Meningkatnya biaya pemeliharaan.

(39)

kesehatan lingkungan juga merupakan salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Semua pihak paham bahwa membuang sampah di selokan akan dapat menimbulkan banjir karena kapasitas saluran menjadi berkurang. Namun faktanya hal – hal tersebut masih terus terjadi.

7.5.3.2 Sasaran Drainase

Jumlah titik genangan beberapa saat setelah hujan deras yang ada pada tahun 2010 direncanakan backlog penanganan genangan menjadi 10%.

7.5.3.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah menguraikan besaran masalah yang dihadapi dan tantangan yang harus diselesaikan dalam mengatasi persoalan sistem drainase yang ada dan dalam memenuhi basic need dan development need penanganan drainase kota. Rangkuman rumusan masalahan adalah sebagai berikut ini.

• Kecepatan peresapan rendah

• Cakupan layanan terbatas

• Sistem jaringan belum terintegrasi

• Manajemen aset lemah

• Kesadaran drainase masyarakat lemah

7.5.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

7.5.4.1 Analisis Kebutuhan

Analisis diperlukan untuk mencari akar permasalahan berdasarkan kondisi yang ada saat ini dari berbagai aspek teknis maupun non teknis, serta berbagai kendala yang dihadapi dalam rangka mencapai sasaran yang diinginkan. Analisis permasalahan dapat dilakukan dengan gap analisis yaitu suatu metoda yang membandingkan antara kebutuhan dan pengelolaan yang tersedia sehingga dapat direncanakan kapasitas penyediaan pengelolaan drainase lima tahun ke depan. Dari gap analisis di bawah terlihat gap genangan dan kapasitas drainase yang tersedia tiap tahun cukup besar sehingga perlu segera merencanakan program pengembangan drainase lima tahun ke depan. Gap analisisi dibawah mengasumsikan pertumbuhan genangan 5% pertahun.

7.5.4.2 Rekomendasi

(40)

1 Pola Aliran

Pola aliran harus dibuat sedemikian rupa sehingga memenuhi Rencana Tata Ruang Wilayah, baik dalam aneka ragam fasilitas yang direncanakan oleh tata ruang tersebut, maupun pentahapan pelaksanaan tata ruang tersebut. Proporsi pembagian daerah alirannya lebih ditentukan oleh kondisi topografi daerahnya, sedangkan penentuan arah alirannya ditentukan oleh lereng lahan yang dibuat drainasenya. Pola aliran dan jenis pengalirnya didesain sedemikian rupa sehingga mendukung prinsip desain saluran yang memerlukan pemeliharaan seminimum mungkin. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan pola aliran adalah :

 Badan penerima air eksistin

Jaringan sungai yang ada dalam suatu wilayah perencanaan, merupakan titik akhir dari aliran air yang ada.

 Sistem drainase yang ada

Dalam perencanaan pola aliran, sedapat mungkin tidak merusak pola alami/buatan yang sudah ada sehingga pekerjaan yang dilaksanakan akan menjadi lebih ekonomis dan memungkinkan untuk menjangkau seluruh saluran di daerah tersebut.

 Topografi daerah aliran

Pola aliran yang mengikuti kemiringan lahan akan mempermudah pengaliran air dan selain itu pekerjaan akan menjadi lebih ekonomis dan mudah dalam pengoperasiannya.

 Jalur jalan yang ada

Jalur jalan yang ada sering dipergunakan dalam penentuan pola aliran sehingga pola aliran drainase akan dibuat mengikuti jalur jalan yang ada.

 Batas administratif daerah aliran

Batas administratif diperlukan untuk menentukan kapasitas dari air yang melimpas kedalam saluran dan menjadi beban bagi Instansi yang berwenang pada daerah administratif tersebut.

Pembenahan pola aliran untuk suatu daerah yang sudah lama berkembang terutama untuk daerah yang terletak di zona aliran pantai adalah sebagai berikut :

 Jika daerahnya cukup tinggi di atas elevasi air pasang, maka penataan

drainasenya bisa menggunakan kanal-kanal yang bisa dialirkan ke sungai terdekat.

 Untuk daerah elevasinya lebih rendah dari air pasang maka harus dibuat polder yang

dilengkapi dengan danau penampungan dan instalasi pompa. Untuk menekan besarnya kapasitas pompa yang dibutuhkan, sistem polder ini bisa dikombinasikan dengn pemakaian pintu-pintu klep.

Perencanaan sistem drainase pada suatu daerah reklamasi baru sebaiknya memakai sistem polder. Keuntungan dari sistem tersebut adalah menghindari pemakaian material tanah urug yang terlalu besar sehingga dampak negatif yang mungkin timbul pada lokasi sumber material urug dapat dihindarkan.

2. Sudetan

(41)

sungai yang mempunyai kapasitas aliran terbatas menuju sungai lain yang masih mampu menampung debit banjir tambahan dari daerah aliran sungai (DAS) lain. Mengingat aspek teknis mengenai saluran sudetan ini sangat luas maka dalam hal ini perlu dilakukan studi khusus. Konsep dasar perencanaan saluran sudetan adalah :

 Sungai asal benar-benar mempunyai kapasitas aliran yang sangat terbatas dan rawan

terhadap luapan banjir.

Sungai asal melewati daerah pusat-pusat kegiatan yang padat sehingga untuk usaha

pelebaran sungai harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah pembebasan tanah.  Elevasi sungai tujuan harus lebih rendah dari elevasi sungai asal agar air dapat

disalurkan secara gravitasi.

Sungai tujuan harus mempunyai kapasitas lebih dan tidak melalui daerah yang

mengharuskan dilakukannya pengamanan tinggi.

3. Normalisasi Sungai - sungai dan Saluran Drainase

Kapasitas pengaliran sungai mengalami penurunan akibat sedimentasi, endapan sampah dan berbagai bangunan yang berada di bantaran sungai serta akibat kegiatan manusia lainnya. Begitu juga yang dialami oleh saluran-saluran yang ada, sehingga daerah yang seharusnya masih tergolong aman banjir menjadi daerah yang rawan banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diadakan normalisasi sungai-sungai dan saluran-saluran drainase. Normalisasi yang perlu dilakukan bergantung pada kondisi masing-masing sungai/jalur drainase.

4. Mengembalikan Fungsi Bantaran Sungai

Keberadaan bantaran bagi sungai adalah sangat penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sungai itu sendiri, karena bantaran berfungsi sebagai lahan cadangan sungai untuk menampung debit banjir yang besar. Pada sebagian sungai kondisi dan batas bantaran ini tidak jelas, sebaliknya ada yang mempunyai bantaran yang jelas dengan batas berupa tanggul alam dan bertanda bebas aliran air yang jelas pula. Tentu saja tidak seluruh sungai mempunyai bantaran karena lahan bantaran tersebut terbentuk secara alamiah dari sungai yang bersangkutan.

Untuk mengembalikan fungsi bantaran ini perlu dirintis dengan mengadakan pendataan/inventarisasi bantaran dengan batas-batasnya, diberi tanda dan memberikan penjelasan kepada masyarakat akan batas dan manfaat bantaran sungai tersebut.

Selain itu untuk mengantisipasi perkembangan pembangunan yang pesat di masa mendatang, pemerintah hendaknya konsisten terhadap pemanfaatan daerah bantaran sungai ini, sehingga bantaran tetap berfungsi seperti yang dikehendaki.

5. Menetapkan Garis Sempadan Sungai dan Saluran.

Gambar

Tabel 7.11
Tabel 7.14
Tabel 7.15
Tabel 7.16
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab Komite Profesi untuk melaksanakan uji kompetensi kepada seluruh pegawai PLN sesuai dengan level kompetensinya, maka materi uji

Maka ciwl soelety atau masyarakat madani yang berperadaban, dapat diartikan sebagai masyarakat yang utuh (solid) dimana kemajemukan dan kebersamaan sangat

Fase kedua ini dilakukan di kedua kelas yang dijadikan sampel penelitian akan tetapi pada kelas eksperimen peneliti juga menjelaskan penggunaan mind mapping dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun mesin sortasi dan pemutuan kopi beras yang dikontrol oleh komputer dengan subsistem konveyor sabuk, stasiun pengambilan

Jika terdapat korelasi antar komponen error dalam masing-masing alternatif, maka dengan menggunakan maximum likelihood estimator akan menghasilkan estimator yang bias.. Semakin

 Management PT Kartika Bina Medikatama mengambil keputusan untuk memilih segmen pada apotek Menara Kuningan dengan memprioritaskan Pelayanan yang lebih baik dalam penjualan

Sehingga dalam perekrutan tersebut harus berisi tujuan utama pekerjaan atau posisi yang akan ditempati, wewenang dan tanggung jawab, deskripsi pekerjaan baik

Karakteristik dan mutu hasil pengeringan lidah buaya (Aloe vera) dengan menggunakan oven gelombang mikro (microwave oven) yang dianalisis adalah perubahan kadar air bahan,