• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 8 KEUANGAN DAERAH - DOCRPIJM b901d154aa BAB VIIIBAB 8 KEUANGAN DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 8 KEUANGAN DAERAH - DOCRPIJM b901d154aa BAB VIIIBAB 8 KEUANGAN DAERAH"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 8

KEUANGAN DAERAH

8.1 Petunjuk Umum

Analisis kapasitas keuangan daerah ini adalah studi mengenai aspek keuangan

dalam rangka penyusunan RPIJM. Analisis digunakan dalam membuat taksiran dana yang

tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kabupaten/Kota. Yang

meliputi:

1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah

terbangun.

2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. 3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.

Dalam pembahasan ini juga diperhatikan hasil total atau produktifitas dan

keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan

masyarakat secara menyeluruh tanpa melihat penyedia dana dan masyarakat penerima hasil. Pembahasan aspek keuangan memperhatikan hasil total atau

produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua yang dipakai dalam

proyek-proyek untuk masyarakat yang meneriman hasil proyek-proyek tersebut.

8.1.1 Komponen Penerimaan Daerah

Penerimaan pendapatan adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah

daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih.

Pendapatan Daerah bersumber dari:

a. Pendapatan Asli Daerah b. Dana Perimbangan

c. Lain-lain Pendapatan.

1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan

perundang- undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan

potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

(2)

a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah.

(2) Lain-lain PAD yang sah meliputi:

a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan

b. Jasa giro

c. Pendapatan bunga

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi :

a. Pajak Propinsi terdiri atas:

b. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:

1) Pajak Hotel

c. Retribusi dirinci menjadi:

1) Retribusi Jasa Umum 2) Retribusi Jasa Usaha

3) Retribusi Perijinan Tertentu

Pendapatan Kutai Barat terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: (1) pendapatan asli

(3)

komponen tersebut, pendapatan Kutai Barat memiliki proporsi komponen dana

perimbangan masih sangat besar dan proporsi komponen PAD tergolong kecil. Kondisi ini

menunjukkan tingkat ketergantungan Kutai Barat yang cukup tinggi terhadap pendapatan dari luar daerah.

Pendapatan Kutai Barat sepanjang 2011-2015 menunjukkan peningkatan setiap

tahun. Sepanjang tahun tersebut, terjadi kenaikan pendapatan yang cukup besar pada

2011-2012 yaitu dari 1,7 trilyun menjadi 2,2 trilyun naik sebesar 29,80%. Kenaikan yang cukup besar tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan dana perimbangan yang cukup

besar. Komponen lain yang juga menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi pada 2011-2012

adalah komponen lain-lain pendapatan daerah yang sah, dari 190 milyar di tahun 2011 menjadi 307 milyar di tahun 2012. Namun, pendapatan tersebut mengalami penurunan

yang cukup tajam di tahun 2013-2014 dari 2,2 trilyun menjadi hanya 1,7 trilyun atau turun

sebesar 24,36% meskipun di tahun 2015 kembali naik cukup tinggi menjadi 2,06 trilyun.

Penurunan yang tajan di tahun 2013-2014 terjadi karena penurunan pada pos dana

perimbangan dari 1,95 trilyun menjadi hanya 1,29 trilyun atau turun sekitar 34%. Rata-rata pendapatan daerah Kutai Barat 2011-2015 setiap tahun sebesar Rp2,005,686,037,182.05.

Tahun 2015 pendapatan Kutai Barat mencapai Rp2,06 trilyun. Dari pendapatan

sebesar itu, rata-rata pendapatan yang bersumber dari PAD mencapai sekitar Rp81,58milyar. Dari komponen PAD sebesar itu, komponen dari lain-lain lain PAD yang sah

memberikan sumbangan terbesar yaitu sekitar Rp58,97 milyar serta pajak daerah sebesar

Rp15,19 milyar. Komponen retribusi daerah dalam proporsi PAD memberikan andil yang

terkecil yaitu rata-rata Rp4,7 milyar. Untuk pajak, terlihat adanya penurunan lebih dari dua kali lipat dari 2014 ke 2015 dari Rp43,19 milyar menjadi Rp15,19 milyar.

Untuk memacu peningkatan pendapatan daerah, dapat dilakukan dengan cara

memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk itu, kebijakan pembangunan harus

diupayakan untuk memberikan peluang usaha dan kesempatan berusaha yang lebih seluas-luasnya bagi masyarakat. Kebijakan ini akan memacu pertumbuhan ekonomi yang

pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah secara

keseluruhan.

2. Dana Perimbangan

Peran dana perimbangan masih mendominasi APBD Kutai Barat. Kontribusi dana

perimbangan dalam APBD selama 2011-2015 rata-rata mencapai Rp1,6 trilyun. Kondisi ini

(4)

kemandirian daerah. Dari dana perimbangan sebesar itu, komponen dana bagi hasil pajak

dan bukan pajak sangat dominan.

Salah satu hal yang menarik adalah pengaruh fluktuasi pendapatan terhadap belanja. Misalnya, pada tahun 2013 terjadi peningkatan pendapatan sebesar 1,69% namun pada

periode yang sama belanja daerah justru naik sebesar 25,21%. Selanjutnya pada tahun

2015 terjadi kenaikan pendapatan sebesar 15,20% namun untuk belanja mengalami

kenaikan sebesar 17,2%.

Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah

suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan,

dan efisien dalam rangka pendanaan penyeleng-garaan Desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan

penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan

subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah

dan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan

Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh

Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan

keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan

Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam

mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber

pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi

kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana

Perimbangan imerupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu

kesatuan yang utuh.

3. Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

(5)

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:

keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi.

Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 (dua puluh enam

persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk

suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.

5. Celah Fiskal

Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal

Daerah. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk

melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah

penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan

pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jumlah penduduk merupakan variabel yang

mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. Setiap

kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan:

jumlah penduduk

luas wilayah

Indeks Kemahalan Konstruksi

Produk Domestik Regional Bruto per kapita

(6)

Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas

penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan

Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan

tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. Produk Domestik

Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah

yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu

wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan

tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan

dan kesehatan Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang

berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan

kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan

kabupaten/kota. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah

dan kapasitas fiskal Daerah.

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan

perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah

provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal

daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU

atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan

perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh

daerah kabupaten/ kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan

antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal

nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Data

untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik

pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat

dipertanggungjawabkan.

6. Alokasi Dasar

Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Jumlah

(7)

tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah

merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan

yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.

Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan

Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu

perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum

bulan bersangkutan.

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan

prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan

kepada Daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang

merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan

dalam APBN. Fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum,

pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan

fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan

sosial.

Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria

khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan

kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk melihat

kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan

Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja

pegawai.

Kemampuan daerah (APBD) dihitung sebagai berikut.

Kemampuan Keua ngan = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai

Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + ( DBH – DBHR) DBH = Dana Bagi Hasil DBHR = Dana bagi Hasil yang dibagikan merata untuk daerah

Belanja Pegawai = Belanja Pegawai Pegawai Negeri Sipil Daerah

Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik

Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan

negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor,

(8)

Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. peraturan

perundang-undangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara lain meliputi standar

kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi

indikator dalam perhitungan teknis.

7. Dana Pendamping

Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang –kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun

Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping.

8. Lain-lain Pendapatan

Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh

pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah. Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. Hibah

adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing,

badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau

perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah

yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan

dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan

penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN

untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber

APBD.

Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah

yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar

biasa ditetapkan oleh Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada

Daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis

keuangan berkepan-jangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD.

(9)

dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah

setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

9. Pinjaman Daerah

Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima

sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah

tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan

Daerah.

Pinjaman daerah merupakan salah satu alternatif untuk membiayai defisit anggaran

daerah (APBD) dan/atau untuk menutup kekurangan kas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, Daerah dibolehkan untuk

melakukan pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka

panjang.

Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang

meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun

anggaran yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah

dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun

waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Sedangkan

Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu

tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya

sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

Sesuai dengan masa jabatan kepala daerah (5 tahun), maka alternatif pinjaman

yang paling memungkinkan adalah Pinjaman Jangka Pendek yang dapat digunakan untuk menutup kekurangan arus kas pada tahun anggaran yang bersangkutan dan Pinjaman

Jangka Menengah yang dapat dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum

yang tidak menghasilkan penerimaan.

Namun demikian, untuk melakukan pinjaman daerah, dibutuhkan sejumlah persyaratan.

Menurut Pasal 12 PP No. 54 Tahun 2005, persyaratan yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan pinjaman jangka menengah misalnya, Pemerintah Daerah wajib

(10)

a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

b. Rasio proyeksi kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima).

b. Tidak mempinyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dariPemerintah.

c. Mendapat persetujuan DPRD.

Batasan Pinjaman

Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan

Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan

perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam

puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan

menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan

selambat- lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran Berikutnya. Pengendalian

batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.

Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan

dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

Sumber Pinjaman

Pinjaman Daerah bersumber dari:

a. Pemerintah

b. Pemerintah Daerah lain

c. Lembaga keuangan bank

d. Lembaga keuangan bukan bank

e. Masyarakat.

Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri

Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah

(11)

Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman

kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali

pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus

dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak

termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat

barang dan atau jasa dimaksud diterima.

Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu

lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang

meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu

yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman

Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu

tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok

pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya

sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

Penggunaan Pinjaman

Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan

umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang

dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.

Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

Persyaratan Pinjaman

Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:

a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan

ditarik tidak melebihi 75 (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman

ditetapkan oleh Pemerintah.

(12)

dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak

lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh

dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut

dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

8.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja

Komponen pngeluaran belanja terdiri dari: 1. Belanja Operasi

2. Belanja Modal

3. Tranfer ke Desa/kelurahan 4. Belanja tak Terduga.

Sub-komponen Pengeluaran Belanja Daerah meliputi: 1. Belanja Operasi

- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan - Belanja Aset Tetap Lainnya

- Belanja Aset Lainnya 3. Transfer ke Desa/Kelurahan

- Bagi hasil Pajak

- Bagi Hasil Retribusi

- Bagi Hasil Pendapatan Lainnya

4. Belanja tak Terduga

Perencanaan belanja daerah mengikuti pedoman sebagai berikut.

1. Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kewajiban daerah dalam

(13)

peningkatan:

a. pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan b. fasilitas sosial

c. fasilitas umum

2. Belanja daerah disusun berdasarkan a. standar pelayanan minimal

b. standar analisis belanja

c. standar harga d. tolok ukur kinerja

3. Belanja DPRD meliputi:

a. penghasilan pimpinan dan anggota DPRD

b. tunjangan kesehatan c. uang jasa pengabdian

d. belanja pebubjang kegiatan DPRD Anggaran tersebut harus mencerminkan

efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadailan dan kepatutan.

4. Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah.

Anggaran Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadailan dan kepatutan.

8.1.3 Komponen Pembiayaan

Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali,

yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit

dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat

berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara

lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada

entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. Penerimaan pembiayaan adalah

semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan

pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah,

penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada p ihak ketiga, penjualan investasi

permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.

Komponen Pembiayaan daerah adalah sebagai berikut.

1. Penerimaan Pembiayaan

(14)

b. Pencairan dana Cadangan

c. Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat d. Pinjaman dalam Negeri – Pemda lain

e. Pinjaman dalam Negeri – bank f. Pinjaman dalam Negeri – Non bank

g. Pinjaman dalam Negeri – Obligasi

h. Pinjaman dalam Negeri – Lainnya

i. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers. Negara J. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers, daerah

k. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pemda Lainnya

2. Pengeluaran pembiayaan

a. Pembentukan dana cadangan

b. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pem Pusat

c. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya d. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank

e. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bnak f. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-

Obligasi

g. Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya

h. Pemberian Pinjaman kpd Pers. Negara i. Pemberian Pinjaman kpd Pers. Daerah

j. Pemberian Pinjaman kpd Pemda Lainnya.

8.2 Profil Keuangan Kabupaten/Kota

8.2.1 Keuangan Daerah

Profil keuangan daerah dalam penyusunan RPIJMD bertujuan untuk membuat

taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan investasi program PU/Cipta

karya di kabupaten/Kota. Gambaran umum kondisi keuangan daerah dipergunakan untuk

mengetahui:

1. Struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah yang mencakup

a. Struktur Penerimaan Daerah

b. Struktur belanja daerah

2. Trend perkembangan penerimaan

3. Trend besaran penerimaan dana pembantuan dari pemerintah atas

4. Profil perkembangan APBD

(15)

Sumber data untuk analisis kapasitas daerah adalah data yang ada pada Laporan Realisasi

Anggaran. Untuk menyusun Rencana Program Investasi Jangka Menengah tahun 2016-2021

maka diperlukan data realisasi anggaran 2011 – 2015 dan data tahun 2016 yang belum final. Data yang diharapkan diperoleh dari masing-masing daerah adalah data

dari Laporan Realisasi Anggaran tahun 2011 – 2015 dengan penyesuaian dengan adanya

pemekaran wilayah kabupaten pada tahun 2013. Sedangkan untuk tahun 2016, belum

selesai pelaksanaannya.

Posisi pendapatan, belanja dan surplus defisit empat tahun terakhir dari Kabupaten Kutai

(16)

Tabel 8.1

Perkembangan Realisasi Pendapatan Kutai Barat 2011-2015

URAIAN 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata

PENDAPATAN 1,707,870,654,570.53 2,216,910,136,362.35 2,254,576,623,858.38 1,788,598,932,508.50 2,060,473,838,610.48 2,005,686,037,182.05

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) 60,691,299,465.53 67,904,531,799.35 88,616,089,135.38 106,501,576,994.50 81,584,683,016.48 81,059,636,082.25

Pajak Daerah 14,989,879,664.09 14,931,966,376.52 16,365,003,934.45 43,199,234,706.89 15,197,324,195.20 20,936,681,775.43

Retribusi Daerah 9,759,464,639.85 9,849,706,059.10 15,875,770,496.43 2,389,677,963.10 2,700,387,506.16 8,115,001,332.93

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

dipisahkan 5,314,862,140.29 4,920,401,217.25 5,618,348,306.66 5,703,570,645.84 4,709,896,173.44 5,253,415,696.70

Lain-lain PAD yang Sah 30,627,093,021.30 38,202,458,146.48 50,756,966,397.84 55,209,093,678.67 58,977,075,141.68 46,754,537,277.19

DANA PERIMBANGAN 1,457,148,173,505.00 1,841,291,143,713.00 1,955,528,934,723.00 1,295,021,217,664.00 1,557,481,084,006.00 1,621,294,110,722.20

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 1,457,148,173,505.00 1,841,291,143,713.00 1,768,419,499,473.00 1,295,021,217,664.00 1,557,481,084,006.00 1,583,872,223,672.20

Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (Sumber Daya

Alam) 971,210,016,505.00 1,233,149,395,713.00 1,064,587,519,473.00 735,696,882,664.00 975,504,259,006.00 996,029,614,672.20 Dana Alokasi Umum 437,649,157,000.00 535,530,298,000.00 599,731,060,000.00 468,645,135,000.00 493,715,342,000.00 507,054,198,400.00

Dana Alokasi Khusus - Non DR 48,289,000,000.00 72,611,450,000.00 104,100,920,000.00 90,679,200,000.00 35,733,524,000.00 70,282,818,800.00

Dana Alokasi Khusus - DR 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Alokasi Dana Desa 0.00 0.00 0.00 0.00 52,527,959,000.00 10,505,591,800.00

Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 0.00 0.00 35,243,194,500.00 0.00 0.00 7,048,638,900.00

Dana Otonomi Khusus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Dana Penyesuaian 0.00 0.00 35,243,194,500.00 0.00 0.00 7,048,638,900.00

Transfer Pemerintah Provinsi 0.00 0.00 151,866,240,750.00 0.00 0.00 30,373,248,150.00

Bagi Hasil Pajak 0.00 0.00

151,866,240,750.00 0.00 0.00 30,373,248,150.00

(17)

Tabel 8 .2

Defisit Riil Anggaran Kabupaten Kutai Barat

2011 2012 2013 2014 2015

Uraian

Realisasi Pendapatan Daerah 1,029,462,617,793.88 1,059,493,253,395.03 1,268,568,099,166.57 1,265,428,340,112.63 896,593,061,786.07

Dikurangi Realisasi :

Belanja Daerah 666,424,561,991.60 1,177,651,768,870.85 1,335,865,154,242.91 1,147,425,028,842.51 1,334,942,431,516.44

Pengeluaran Pembiayaan Daerah 138,540,561,000.00 4,950,000,000.00 37,985,000,000.00 74,808,012,451.00 0.00

Defisit Riil 224,497,494,802.28 (123,108,515,475.82) (105,282,055,076.34) 43,195,298,819.12 (438,349,369,730.37)

Sumber : Bagian Keuangan Setdakab Kutai Barat

Total PAD Kutai Barat sepanjang 2011-2015 rata-rata hanya memberikan kontribusi 4,09% terhadap total pendapatan. Bila dibandingkan dengan

dana perimbangan, peran PAD dalam APBD masih sangat kecil. Dana perimbangan rata-rata memberikan kontribusi sebesar 80,62%. Peran PAD dalam

kurun waktu 2011-2014 meski relatif kecil, namun menunjukkan tren yang meningkat dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 7,68%. Dari sisi

proporsi PAD terhadap pendapatan, sempat menurun pada tahun 2012 dan tahun 2015, penurunan ini disebabkan karena terjadinya penurunan pada

(18)

Tabel 8.3.

Proporsi Pendapat Kutai Barat

URAIAN 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata

PENDAPATAN (A+B+C) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

A. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) 3.55 3.06 3.93 5.95 3.96 4.09

Pajak Daerah 0.88 0.67 0.73 2.42 0.74 1.09

Retribusi Daerah 0.57 0.44 0.70 0.13 0.13 0.40

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 0.31 0.22 0.25 0.32 0.23 0.27

Lain-lain PAD yang Sah 1.79 1.72 2.25 3.09 2.86 2.34

B. DANA PERIMBANGAN 85.32 83.06 86.74 72.40 75.59 80.62

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 85.32 83.06 78.44 72.40 75.59 78.96

Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) 56.87 55.62 47.22 41.13 47.34 49.64

Dana Alokasi Umum 25.63 24.16 26.60 26.20 23.96 25.31

Dana Alokasi Khusus - Non DR 2.83 3.28 4.62 5.07 1.73 3.50

Dana Alokasi Khusus - DR 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Alokasi Dana Desa 0.00 0.00 0.00 0.00 2.55 0.51

Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 0.00 0.00 1.56 0.00 0.00 0.31

Dana Otonomi Khusus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Dana Penyesuaian 0.00 0.00 1.56 0.00 0.00 0.31

Transfer Pemerintah Provinsi 0.00 0.00 6.74 0.00 0.00 1.35

Bagi Hasil Pajak 0.00 0.00 6.74 0.00 0.00 1.35

C. LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 11.13 13.88 9.33 21.64 20.45 15.29

Hibah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Dana Darurat 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Bagi Hasil Pajak Provinisi dan Pemda lainnya 5.94 5.59 0.00 7.73 6.43 5.14

Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 1.93 0.00 0.00 2.12 2.19 1.25

Bantuan Keuangan Provinsi 3.25 6.88 0.00 11.79 11.84 6.75

(19)

Tabel 8 .4

Proyeksi beberapa Total Pendapatan dan Total Belanja

Keterangan 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pendapatan 2.170.745.049.798,33 2.276.256.436.698,05 2.382.937.834.855,66 2.490.820.887.362,83 2.599.938.093.102,34 2.710.322.829.893,08

Belanja Tidak

Langsung 739.853.367.571 796.724.054.874 853.594.742.177 910.465.429.480 967.336.116.783 1.024.206.804.086

Belanja Langsung 1.553.455.513.581 1.602.020.621.928 1.650.585.730.275 1.699.150.838.623 1.747.715.946.970 1.796.281.055.317

Total Belanja 2.293.308.881.152 2.398.744.676.802 2.504.180.472.452 2.609.616.268.102 2.715.052.063.753 2.820.487.859.403

Proyeksi komponen pendapatan menggambarkan sumber pendanaan selama 2011-2015. Sumber pendapatan dalam APBD adalah 3 komponen

utama, yaitu: pendapatan asli daerah, dana perimbangan, serta lain-lain pendapatan yang sah. Proyeksi ini didasarkan pada metode least square

dan rata-rata proporsi setiap komponen selama lima tahun terakhir. Fluktuasi yang cukup tinggi dan pola yang tidak beraturan menyebabkan suatu

proyeksi tidak menggunakan komponen rata-rata pertumbuhan saja, tetapi juga menggunakan metode lain agar diperoleh hasil yang lebih rasional.

Tabel 8.5

Proyeksi Beberapa Komponen Pendapatan

Keterangan 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pendapatan Asli Daerah 105.174.779.771,36 113.213.161.001,07 121.251.542.230,77 129.289.923.460,48 137.328.304.690,18 81.059.636.082,25

Dana Perimbangan 1.599.603.342.557 1.642.864.802.529 1.687.296.273.759 1.732.929.399.339 1.779.796.678.151 1.621.294.110.722

Lain-lain Pendapatan yang

(20)

Gambar 8 .1 Dana Perimbangan yang diterima Kabupaten Kutai Barat

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

8.3 Permasalahan dan Analisis Keuangan

8.3.1 Kondisi Keuangan Pemerintahan Kabupaten/Kota

Dalam analisis kemampuan keuangan daerah, masing-masing daerah perkembangan

penerimaan dan pengeluarannya sehingga memungkinkan dilakukan proyeksi kemampuan dalam

lima tahun mendatang. Dalam analisis ini dihitung perkembangan realisasi pendapatan

dan belanja dan dinilai rata-rata perkembangannya. Kemampuan daerah tercermin dari

indikator pertumbuhan pendapatan asli daerah yang kontinyu yaitu pendapatan pajak dan

retribusi. Sedangkan penyediaan dana untuk program tercermin dari besarnya public saving.

Public saving dihitung dari pendapatan dikurangi belanja wajib. Jumlah ini adalah dana

yang siap digunakan untuk melaksanakan program-program pemerintah daerah. Berikut

adalah kapasitas masing-masing daerah di daerah Provinsi Kalimantan Timur, khususnya di

(21)

Tabel 8.6

Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kutai Barat (Rp) Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah

NO SUMBER

PENERIMAAN

REALISASI Total APBD

2015

2013 2014 2015

1 Pajak Daerah

16,365,003,934.45 43,199,234,706.89 15,197,324,195.20

2 Retribusi 15,875,770,496.43 2,389,677,963.10 2,700,387,506.16

3 Pendapatan hasil Pengelolaan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan /

Bagian Laba Usaha Daerah 5,618,348,306.66 5,703,570,645.84 4,709,896,173.44

4 lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah 50,756,966,397.84 55,209,093,678.67 58,977,075,141.68

Total

88,616,089,135.38 106,501,576,994.50 81,584,683,016.48

Tabel 8 .7 Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kutai Barat

NO SUMBER PENERIMAAN REALISASI APBD

2009

PERTUMBUHAN RATA-RATA

2006 2007 2008

1 Pajak Daerah 1.907.976.472,00 3.682.868.026,40 5.749.003.676,00 8.293.475.509,22 27.60

2 Retribusi 3.817.589.032,08 4.657.167.028,84 8.730.644.669,64 7.205.350.520,40 19.93

TOTAL 5.725.565.504,08 8.340.035.055,24 14.479.648.345,64 15.498.826.029,62 22.35

(22)

Tabel 8 .8

Perkembangan Public Saving Kabupaten Kutai Barat

NO KOMPONEN PUBLIC SAVING REALISASI APBD

2009

PERTUMBUHAN RATA-RATA

2006 2007 2008

1 Pendapatan Asli daerah 18.900.788.716,88 28.145.248.320,55 33.441.689.129,57 39.457.554.916,00 20.03

2 Dana bagi hasil 614.918.200.284,00 600.263.884.074,50 730.108.088.861,00 943.245.167.222,98 16.72

3 Dana Alokasi Umum 278.151.500.000,00 304.309.500.000,00 369.682.515.000,00 339.903.440.000,00 19.40

4 Dana Alokasi Khusus 48.362.070.000,00 19.187.000.000,00 54.754.000.000,00 47.546.000.000,00 43.62

5 Belanja Wajib 661.114.858.542,94 1.177.651.768.870,85 1.335.865.011.242,91 1.476.896.374.370,43 18.75

PUBLIC SAVING -1.257.780.859,09 299.217.700.457,94 -147.878.718.252,34 -106.744.212.231,45 81.03

Sumber : Bagian Keuangan Setdakab Kutai Barat, 2009

Tabel 8 .9

Perkembangan Realisasi Pembayaran Pinjaman Kabupaten Kutai Barat

NO SUB KOMPONEN BELANJA REALISASI PERTUMBUHAN

RATA-RATA

2005 2006 2007

1 Pembayaran Pokok Pinjaman – Pemerintah Pusat 40.000.000.000,00 132.985.561.000,00 - 5.62

TOTAL 40.000.000.000,00 132.985.561.000,00 - 5.62

Sumber : Bagian Keuangan Setdakab Kutai Barat, 2008

8.4 Analisis Tingkat Ketersediaan Dana 8.4.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

Analisis ini dilakukan di pemerintahan kabupaten, dan Kota untuk memprediksi ketersediaan dana yang dapat digunakan dalam

pembangunan yang diproyeksikan dalam RPIJMD. Untuk Kabupaten Kutai Barat belum ada data dari Dinas Pendapatan Daerah

Kabupaten Kutai Barat untuk proyeksi – proyeksi pendapatan dan belanja daerah sehingga tabel – tabel berikut untuk sementara belum

(23)

Tabel 8.10

Proyeksi DSCR (Bagian Kas dan Perhitungan DSCR dan Kumulatif Pinjaman

NO URAIAN BAGIAN DAN POS REALISASI APBD % PER

TAHUN

% PROYEKSI PERTUMBUH

AN

PROYEKSI

2014 2015 2014 2015 2017 2018 2019 2020 2021

1 RASIO PERHITUNGAN DSCR

2 BAGIAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD)

3 POS DANA ALOKASI UMUM

(DAU)

4 POS DANA OTONOMI KHUSUS

5 POS DANA BAGI HASIL (DBH)

6 POS DANA BAGI HASIL DANA

(DBHD) REBOISASI

7

BELANJA WAJIB

- Belanja Pegawai

8 ANGSURAN POKOK PINJAMAN

9 ANGSURAN BUNGA PINJAMAN

10 BIAYA LAIN (Biaya Komitmen +

Jasa Giro Perbankan + Provisi)

(24)

Tabel 8.11 Proyeksi Publik Saving Kabupaten Kutai Barat (Rp. Juta)

2 BELANJA WAJIB 18.75 2.149.281 2.552.292 3.030.871 3.599.189

TOTAL PUBLIC SAVING 81.03 -867.045 -1.569.683 -2.841.727 -5.144.614

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Tabel 8 .12 Proyeksi Pendanaan Program Pekerjaaan Umum (Rp. Juta)

BELANJA 2017 2018 2019 2020

TOTAL PUBLIC SAVING 100% -867.045 -1.569.683 -2.841.727 -5.144.614

BELANJA LANGSUNG PU % 490.457.866.8

8.5 Rencana Pembiayaan Program

Rencana pendanaan dijabarkan dari ketersediaan dana masing-masing daerah. Ketersediaan

dana dihitung dari besarnya public saving yang dihitung sebelumnya. Besarnya public

saving yang telah dihitung adalah proyeksi jumlah dana yang tersedia untuk semua proyek

pemerintah daerah kabupaten dan kota. Dari perhitungan tersebut dilakukan perhitungan

untuk proyek-proyek Pekerjaan Umum dan secara khusus untuk proyek-proyek Keciptakaryaan.

Data proporsi program cipta karya umumnya tidak tersedia untuk kabupaten dan kota sehingga

dalam perhitungan dilakukan perhitungan melalui proporsi belanja program cipta karya di

pemerintah provinsi.

8.6 Proyeksi Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota 8.6.1 Proyeksi Penerimaan dan Belanja

Proyeksi penerimaan dihitung :

1. Penghitungan berdasarkan kurun waktu 5-7 tahun

2. Menggunakan asumsi atas dasar trend historis, yang disesuaikan dengan inflasi yang

berlaku dengan kesepakatan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten

3. Dianalisis berapa besar anggaran rutin dibandingkan anggaran belanja modal dan barang untuk

penyelenggaraan bidang PU/Kecipta-karyaan.

8.6.2 Proyeksi PAD dan Dana Perimbangan

Kondisi PAD dan Dana Perimbangan :

i. Struktur dan perkembangan penerimaan rutin, dan belanja barang dan modal, serta

(25)

ii. Kelompok pajak daerah dan retribusi yang memberikan konstribusi besar, terutama untuk

menjadi dasar penguatan kapasitas keuangan daerah.

iii. Kelompok pajak daerah dan retribusi yang memberikan konstribusi kecil

dikelompokkan dalam unsur penerimaan lainnya.

iv. Analisis kemampuan penerimaan dengan análisis rasio penetapan.

Perhitungan proyeksi PAD dan Dana Perimbangan antara lain sebagai berikut :

1. Penghitungan berdasarkan kurun waktu 5-7 tahun.

2. Menggunakan asumsi atas dasar trend historis, yang disesuaikan dengan inflasi yang

berlaku dengan ksespakatan pemerintah provinsi dengan pemeruintah kabupaten.

3. Dianalisis berapa besar anggaran rutin dibandingkan anggaran belanja modal dan

barang untuk penyelenggaraan bidang PU/Kecipta-karyaan.

8.6.3 Proyeksi Publik Saving

Perkembangan realisasi public saving Kabupaten Kutai Barat dari tahun 2005 sampai dengan tahun

2007 bersifat fluktuatif. Pada tahun 2005 realisasi perkembangan public saving Kabupaten Kutai

Barat sebesar Rp. -1.257.780.859,09. Pada tahun 2006 menjadi Rp. 299.217.700.457,94.

Sedangkan pada tahun 2007 juga mengalami penurunan dengan jumlah sebesar Rp.

(26)

Tabel 8.13

Realisasi dan Proyeksi APBD Pemerintah Kabupaten Kutai Barat

No Uraian Bagian Dan Pos Realisasi APBD % Per

Tahun

% Proyeksi Pertumbuh

an

Proyeksi

2014 2015 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Belanja Tidak Langsung

Belanja Pegawai

Belanja Bunga

Belanja Subsidi

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kota dan Pemerintahan Desa

Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kota dan Pemerintahan Desa

Belanja Tidak Terduga

Jumlah (1) 2 Belanja Langsung

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

(27)

Tabel 10.14

Proyeksi PAD dan Dana Perimbangan

No Uraian Bagian Dan Pos Realisasi APBD % Per

Tahun

% Proyeksi Pertumbuhan

Proyeksi

2014 2015 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Pendapatan Asli Daerah

a Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

(28)

b Pencairan Dana

Cadangan - - - - - - - - - -

-c

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah

yang Dipisahkan - - - -

-- - - -

-d Penerimaan Pinjaman

Daerah - - - - - - - - - -

-e Penerimaan Kembali

Pemberian Pinjaman - - - - - - - - - -

-f Penerimaan Piutang

Daerah - - - - - - - - - -

-Jumlah Pendapatan

(29)

Tabel 8 .15 Proyeksi Pendanaan Program-program Kegiatan Pembangunan (Rp. Juta)

Pemerintah 2017 2018 2019 2020

Kutai Barat 625.756.509.409,05 630.762.561.484,323 635.808.661.976,197 640.895.131.272,007

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Catatan: Proyeksi anggaran PU di kabupaten/Kota mengandung ketidak akuratan

disebabkan pengelompokan kegiatan pekerjaan umum di provinsi dan di

kabupaten/Kota tidak sama. Misalnya kegiatan persampahan dan limbah di

Kabupaten/Kota dikelompokkan dalam satuan kerja lingkungan hidup.

Ini bermakna jumlah-jumlah dana tersebut diproyeksikan dapat digunakan untuk

pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun,

pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada dan

pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.

Untuk menghitung dana yang tersedia untuk kegiatan Cipta Karya mata tabel

tersebut harus disesuaikan dengan tren belanja Cipta Karya. Dengan asumsi Belanja kegiatan

keciptakaryaan sebesar 20% dari belanja pekerjaan Umum, maka tabel berikut dapat

digunakan sebagai acuan dalam memprediksi pendanaannya.

Tabel 8 .16 Proyeksi Pendanaan Program-program Kegiatan Bidang Cipta Karya (Rp. Juta)

Pemerintah 2017 2018 2019 2020

Kutai Barat 158.826.621.396,94 190.591.945.676,328 228.710.334.811,594 274.452.401.773,912

Sumber : RPIJM Kabupaten Kutai Barat

Untuk menentukan besarnya dana yang digunakan untuk program-program kegiatan

daerah baik yang didanai sendiri atau didanai oleh pemerintahan , atau pemerintah provinsi

harus disesuaikan dengan kesepatakan daerah sendiri dan kesesuaian dengan

Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

(30)

Tabel 8.17

Perkembangan Realisasi Penerimaan Laba BUMD, Dinas-dinas, Lain-lain Kabupaten Kutai Barat

No Sumber Penerimaan

Realisasi 2001 - 2008

2001 - 2002 2002 - 2003 2003 - 2004 2004 - 2005 2005 - 2006 2006 - 2007 2007 - 2008

(Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan) ( Dalam Ribuan) ( Dalam Ribuan)

(31)

No Sumber Penerimaan

Realisasi 2001 - 2008

2001 - 2002 2002 - 2003 2003 - 2004 2004 - 2005 2005 - 2006 2006 - 2007 2007 - 2008

(ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan)

I Sub Total Bagi Hasil Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Pajak Penghasilan badan Maupun Pribadi

II Sub Total Bagi Hasil Bukan Pajak

Kehutanan

Penambangan Minyak Bumi

Pertambangan Gas Bumi Perikanan

Pertambangan Umum

TOTAL

Tabel 8.18

(32)

No Sumber Penerimaan

(ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan)

1 Penerimaan Pembiayaan

a Penggunaan SILPA

-

-b Pencairan Dana Cadangan

- - - - -

c Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat

- - - - -

d Pinjaman Dalam Negeri - Pemda Lain

- - - - -

e Pinjaman Dalam Negeri - Bank

- - - - -

f Pinjaman Dalam Negeri - Non Bank

- - - - -

g Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi

- - - -

Tabel 8.19

Perkembangan Realisasi Penerimaan Dana Perimbangan Kabupaten Kutai Barat

No Sumber Penerimaan

Realisasi 2001 - 2008

2001 - 2002 2002 - 2003 2003 - 2004 2004 - 2005 2005 - 2006 2006 - 2007 2014 - 2015

(ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan) (ribuan)

(33)

h Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya

- - - - -

i Penerimaan Kembali Pinjaman Kepada

Perusahaan Negara - - - - -

j Penerimaan Kembali Pinjaman Kepada

Perusahaan Daerah - - - - -

k Penerimaan Kembali Pinjaman Kepada

Pemda Lainnya - - - - -

Sub Jumlah (1)

-2 Pengeluaran Pembiayaan

a Pembentukan Dana Cadangan

b Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Pemerintah Pusat

c Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Pemda

lain

d Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Bank

e Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Non Bank

f Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Obligasi

g Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya

h Pemberian Pinjaman Kepada Perusahaan

Negara

i Pemberian Pinjaman Kepada Perusahaan

Daerah

j Pemberian Pinjaman Kepada Pemda

Lainnya

Sub Jumlah (2)

(34)

8.7. Petunjuk Umum Rencana Peningkatan Pendapatan

Manajemen belanja dearah harus mengacu kepada prinsip transparan dan akuntabilitas,

disiplin anggaran, keadilan anggaran serta efisiensi dan efektifitas anggaran seperti dalam

manajemen pendapatan daerah. Peningkatan pendapatan daerah dapat diperoleh melalui : Peningkatan pajak daerah

Peningkatan restribusi daerah Penerimaan pinjaman

Penjualan obligasi pemerintah daerah Hasil privatisasi perusahaan daerah

Penerimaan kembali pinjaman yang diberikan pihak ketiga Penjualan investasi permanen

Gambar

Tabel 8.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Kutai Barat 2011-2015
Tabel 8.2
Tabel 8.3.
Tabel 8.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis bivariat menunjukkan bahwa mengkonsumsi makanan berpenyedap, makanan yang digoreng, soft drink , dan aktivitas fisik berhubungan secara signifikan dengan

Analisa Infrastruktur Drainase pada Proyek Treepark City Cikokol Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Literasi menurut Tomskin (dalam Resmini, 2008, hlm.7) adalah kemampuan menggunakan membaca dan menulis dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran baik di sekolah maupun

[r]

Republik Rakyat Tiongkok yang berkaitan dengan Laut China

Para Ekonom menyebut nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga berlaku di pasaran pada saat itu (current comes) sebagai GDP nominal (nominal GDP) sedangkan

[r]

Hal ini juga didukung oleh pendapat narasumber dari DPRD Jawa Tengah yang menyatakan bahwa selain terkait dengan AMDAL, proyek jalan tol ini berjalan sebelum Detailed