i
PENDIDIKAN TAUHID
(TELAAH KISAH IBRAHIM AS Q.S. AL-
AN’AM 7 :74
-83)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Oleh:
ALFRIDA DYAH SEPTIYANI
NIM: 111-13-131
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
MOTTO
160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia
tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya yang tidak pernah putus serta naihat-nasihatnya.
2. Keluarga besarku yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat-nasihat dalam meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat.
3. Seluruh sahabatku yang telah memberikan goresan warna di setiap langkahku serta terimakasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama ini karena kalian telah mengajarkanku bagaimana menjadi teman yang sesungguhnya dan menghargai indahnya persahabatan.
4. Teman-teman PAI angkatan 2013 senasib seperjuangan yang telah memberikan kenangan-kenangan indah dalam kebersamaan kita selama ini. 5. Teman-teman PPL SMP N 3 Salatiga dan KKN 2017 yang telah
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENDIDIKAN TAUHID
(TELAAH KISAH IBRAHIM AS Q.S. AL-AN’AM 7: 74-83)”.
Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini telah penulis lalui dengan baik. Tidak aka penggambaran lain yang dapat penulis utarakan selain ucapan syukur yang tiada tara kepada Allah SWT kArena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:
1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.
x
ABSTRAK
Septiyani, Alfrida Dyah. 2017. Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim as Q.S.
Al-An‟am 7: 74-83. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.
Kata kunci: Pendidikan Tauhid
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan tauhid dalam Surat Al-An‟am ayat 74-83. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pendidikan tauhid berdasarkan telaah surat Al-An‟am ayat 74-83. 2) Implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu studi kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksud-maksudnya secara terinci sesuai urutan ayat dan surat, mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: a
.
pendidikan tauhid merupakan sistem pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap individual untuk beriman kepada Allah SWT. b. Pentingnya pendidikan tauhid, agar di dalam jiwa manusia sejak kecil tertanam nilai-nilai tauhid dan menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari. c. Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid yang ditemukan penulis dalam ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi agar Dia termasuk orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah yangakan mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang akan
mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang berbunyi Kami tinggikan
siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Tiga tujuan pendidikan tauhid
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ...viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………..xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Penegasan Istilah ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Metode Penelitian ... 9
xii
BAB II DESKRIPSI QS AL-AN‟AM 7: 74-83
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Qs Al-An‟am 7: 74-83 ... 13 B. Makna Mufrodat ... 16 C. Isi Kandungan Qs Al-An‟am 7: 74-83 ... 26 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH QS AL-AN‟AM 7: 74-83
A. Pengertian Asbãbun Nūzul ... 41 B. Asbabun Nuzul Surat Al-An‟am Ayat 74-83………. 41 C. Pengertian Munasabah……… 42 D. Munasabah Surat Al-Baqarah dengan Surat Sebelum dan
Sesudahnya ... 42 E. Munasabah Surat Al-An‟am ayat 74-83 dengan Ayat Sebelum dan
Sesudahnya ... 53 BAB IV PENDIDIKAN TAUHID TELAAH KISAH IBRAHIM AS DALAM SURAT AL-AN‟AM 7: 74-83
A. Analisis Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim As berdasarkan Qs Al-An‟am……….. ... 56 B. Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Pendidikan Islam ... 61 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Ali, 2008:180). Merujuk pada pengertian pendidikan di atas bahwa setiap manusia berhak untuk mengembangkan potensi dan mendidik orang lain agar dapat menyalurkan bakat dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, juga memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga anak tersebut mempunyai rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Langeveld (1976:18) mendenifisikan pendidikan sebagai setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak dalam suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Sedangkan menurut Marimba (1989:19) pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pendidikan Islam sebagai alat untuk proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan takwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas dan fungsinya di dunia ini baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-Nya di bumi. Agar selalu takwa dalam memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya (Ali, 2008:181).
Arifin (2014:22) mengemukakan pendidikan Islam juga berorientasi untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta mengembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Karena, agama Islam merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat (Shihab, 1996:33).
Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai landasan yang khas dan spesifik dibandingkan dengan agama lainnya. Karena komponen
utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak yang kemudian
dikembangkan oleh manusia dengan akal pikiran mereka yang didorong dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama yang monoteis (tauhid). Maksudnya agama yang hanya menyembah satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu kandungan ayat-ayat di dalam Al-Qur‟an berkisar tentang tauhid. Dengan kesaksian ayat-ayat Al-Qur‟an dakwah terhadap tauhid dimulai sejak diutusnya Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. yang mengajak manusia pada pengesaan Allah SWT dengan mengucapkan kalimat “La ilaha illal
lah”; Tiada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat
Al-Anbiyaa‟ ayat 25:
25. Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".
Setiap kali terjadi kesyirikan pada manusia, Allah utus seorang Nabi untuk mengembalikan manusia tersebut kepada tauhid dan beriman kepada-Nya, dan mengikuti ajaran agama yang dibawa utusan Allah itu.
Tauhid merupakan inti ajaran agama Islam yang dijadikan sebagai dasar bagi pembentukan karakter, serta pengembangan kepribadian manusia. Pendidikan tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb
Selain itu tauhid juga berguna bagi kesehatan mental dan kebahagiaan hidup. Karena tauhid itu sendiri memupuk dan mengembangkan fungsi-fungsi jiwa dan memelihara keseimbangannya serta menjamin ketentraman batin (Darajat, 1995:9).
Menurut Dahlan (1997:212) bidang tauhid yang menekankan sisi keesaan Allah dengan semurni-murninya dan sebenar-benarnya, disebut dengan istilah tauhid al-„uluhiyah. Dalam pengertian ini, Tuhan adalah predikat kepada Zat yang wajib diyakini dan diimani oleh semua manusia. Adapun bidang tauhid yang menekankan sisi kewajiban seorang hamba untuk senantiasa menunjukkan pengakuan kehambaannya kepada Tuhan, disebut dengan tauhid al-„ubudiyyah. Untuk memenuhi pengertian tauhid ini seorang hamba dituntut menunjukkan keikhlasan dan kemurnian pengabdiannya semata-mata kepada Allah SWT.
Tauhid mempunyai peran yang besar terhadap kehidupan manusia, karena dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti dan tujuan hidup mereka. Marlilah kita lihat secara seksama di lingkungan sekitar kita banyak manusia yang hidup dengan tujuan yang tidak jelas, mereka bekerja siang-malam hanya untuk mengumpulkan harta harta yang banyak. Harta bagi mereka ibarat tuhan yang selalu diagungkan dan di nomer satukan.
yang dilakukan Nabi mulia tersebut perlu dikaji secara mendalam. Menurut tafsir Al-Misbah kandungan surat Al-An‟am ayat 74-83 merupakan ayat-ayat yang menuntun Nabi Muhammad saw dan umat Islam. Bagaimana bersikap terhadap orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah SWT seperti dicontohkan oleh pengalaman Nabi Ibrahim as ketika menghadapi persoalan yang sama agar dapat diteladani (Shihab, 2001:154). Dan di jelaskan pula bahwasannya Nabi Ibrahim as menemukan dan membina keyakinannya beserta kaumnya melalui pencaharian dan pengalaman-pengalaman keruhanian yang dilaluinya dan hal ini
secara Qur‟ani terbukti bahwa beliau menemukan keesaan Allah SWT melalui
alam semesta (Shihab,1996:21). Sebagaimana yang diuraikan dalam surat
Al-An‟am ayat 75:
75.Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.
“Pendidikan Tauhid (Telaah Kisah Nabi Ibrahim as Berdasarkan Q.S. Al-An‟am 7: 74-83).”
B. Rumusan Masalah
Mengacu latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas adalah :
1. Bagaimana pendidikan tauhid dalam kisah Ibrahim as berdasarkan Surat
Al-An‟am ayat 74-83?
2. Bagaimana implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendidikan tauhid telaah cerita Ibrahim dalam Surat
Al-An‟am ayat 74-83.
2. Untuk mengetahui deskripsi tentang implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam.
D. Penegasan Istilah
1. Pendidikan Tauhid
Pendidikan dalam wacana keislaman popular dengan istilah tarbiyah. Tarbiyah berasal dari kata ةَيِتْرَج - ْىُتْرَي -اَتَر yang memiliki makna bertambah, tumbuh (Yunus, 2010:137). Artinya, pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual. (Mujtahid, 2011:3).
dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik (Poerwadarminta, 1982:250).
Sedangkan secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006:5).
Purwanto (2004:10) berpendapat bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
itsbãt (pernyataan), dan I‟tiqãd (keyakinan), qasd (tujuan) dan irãdah (kehendak).
Secara etimologi tauhid artinya menyatukan, menunggalkan, mengesakan atau mengganggap satu (Hamdani, 2001:3).
Sedangkan, secara terminologi tauhid merupakan suatu prinsip lengkap yang menembus seluruh dimensi serta mengatur seluruh aktivitas makhluk (Shihab, 2014:69)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid merupakan sistem pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap individual untuk beriman kepada Allah SWT.
Al-Qur‟an Surat Al-An‟am 7:74-83
Secara etimologis, Al-Qur‟an berarti bacaan. Sedangkan secara terminologi, Al-Qur‟an ialah kalam Allah SWT yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW, membacanya adalah ibadah (Departemen Agama Rebublik Indonesia, 1965:23).
berkenaan dengan binatang ternak itu (Departemen Agama Republik Indonesia, 1965:185).
E. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan agama Islam tentang bagaiamana pendidikan tauhid sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi instansi pendidikan : Penelitian ini dapat menjadi rujukan tentang bagaimana pendidikan tauhid telaah kisah Nabi Ibrahim as dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83.
b. Bagi peneliti : Menambah wawasan serta sebagai bekal untuk menjadi seorang pendidik.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk library research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004:3).
2. Teknik Pengumpulan Data
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan penulis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer (primary research) ialah sumber data yang bersumber langsung dengan subjek penelitian yang terdiri dari Al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir Al-Qur‟an yang menjelaskan surat Al-An‟am ayat 74-83, diantaranya:
1. Al-Qur‟an dan Terjemahannya 2. Tafsir Al-Maraghi
3. Tafsir Al-Nur 4. Tafsir Muyassar 5. Tafsir Al-Misbah
b. Dan sumber data sekunder (Secondary Research), yaitu sumber lain yang dijadikan sebagai sumber tambahan yang mendukung penelitian ini. Yang terdiri dari, buku-buku yang membahas mengenai tauhid, yaitu:
4. Metode Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan metode tahili. Metode tahili dapat diartikan sebagai cara menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat al-Qur‟an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutan-urutannya di dalam mushhaf, melalui penafsiran kosa kata (ma‟an al
-mufradat), penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunya suatu ayat),
munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat, dan seterusnya),
serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan kecenderungan seorang
mufassir (Harahap, 2000: 17).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut :
Pada BAB I berisi Pendahuluan, bab ini akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Pada BAB II merupakan pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Q.S. Al-An‟am 7:74-83 yang meliputi : deskripsi Q.S.
Al-An‟am 5:74-83 yang disertai makna mufradat dan isi kandungan ayat tersebut. Pada BAB III merupakan tafsir Q.S. Al-An‟am 7:74-83. Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi munasabah
Pada BAB IV penulis lebih memfokuskan dalam inti pembahasan yaitu menganalisis tentang Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Nabi Ibrahim as dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83.
13
BAB II
DESKRIPSI Q.S. AL-AN’AM 7 : 74-83
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Q.S. Al-An’am 7: 74-83
Dalam sub ini penulis akan menyajikan redaksi ayat surat Al-An‟am yang menjadi obyek kajian penulis. Adapun redaksi ayat surat Al-An‟am beserta terjemahannya disajikan dalam uraian berikut ini:
"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
75. Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan
(Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar
dia termasuk orang yang yakin.
76. Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak
77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku".
tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat."
78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku,
Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai
kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
79. Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan
langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
80. Dan dia dibantah oleh kaumnya. dia berkata: "Apakah kamu hendak
membantah tentang Allah, padahal Sesungguhnya Allah Telah memberi
petunjuk kepadaku". dan Aku tidak takut kepada (malapetaka dari)
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku
menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. pengetahuan Tuhanku meliputi
segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) ?"
81. Bagaimana Aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan
(dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan
sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
83. Dan Itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya. kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa
derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
B. Makna Mufradat
Setelah penulis menyajikan redaksi ayat surat Al-An‟am yang menjadi obyek kajian penulis, maka selanjutnya penulis menyajikan kosa kata yang terdapat dalam surat Al-An‟am tersebut. Adapun kosa kata yang terdapat dalam surat tersebut sebagai berikut:
1. Mufradat Ayat 74
ِْٔيِت َ ِلِ
berasal dari kata dasarُدِىاَو
-
بَأ
-
ىُتَأ
yang berarti bapak, ayah(Yunus, 2010:32). Dalam ayat ini terdapat sindiran nabi Ibrahim as terhadap bapaknya yang bernama Azar beserta kaumnya yang menjadikan berhala-berhala sebagai tuhannya (Al-Maraghi, 1992:289-290).
اًٍاَْْصَا
berasal dari kataٌَََْصىا
yang berarti berhala (Yunus,2010:222). Dalam ayat ini berhala-berhala itu yang dijadikan sebagai tuhan oleh bapak dan kaumnya nabi Ibrahim as (Al-Maraghi, 1992:289).
َلٍَْىَق
berasal dari kataًْىَق
yang berarti kaum, orang banyak, sekawanIbrahim as yang sama-sama menyembah berhala dan dalam kesesatan yang nyata dari jalan lurus (Al-Maraghi, 1992:290).
وَيَض
berasal dari kataۃ
ى َلاَض
-
هَلاَض
-
وَضىا
yang berarti sesat,kesesatan (Yunus, 2010:230). Dalam ayat ini yang dimaksud sesat ialah kaum nabi Ibrahim as yang menyembah berhala yang berada dalam kesesatan nyata dari jalan Allah SWT (Al-Maraghi, 1992:290).
2. Mufradat Ayat 75
ُنَيٍَ
ْى
َت
berasal dari kataًةَنِيٍََْ
-
ًةَنَيٍَ
-
اًنْيٍُ
-
اًنِيٍَ
-
ُلِيََْي
-
َلَيٍَ
yang berartimemiliki, mempunyai sesuatu (Yunus, 2010:428). Dalam ayat ini, malakût dipahami dalam arti kekuasaan dan kepemilikan yang amat kukuh lagi sempurna. Kepemilikan Allah terhadap langit dan bumi, yakni seluruh alam raya, kekuasaan dan wewenang penuh dalam mengaturnya serta tidak dapat dialihkan atau dicabut oleh pihak lain sebagaimana kepemilikan makhluk (Shihab, 2009:509-510).
َِْيِِْقْىَُىا
berasal dari kataِْيِقَي
yang berarti yakin, tidak syak, tidak3. Mufradat Ayat 76
يتَر
berasal dari kataبَر
yang berarti Tuhan, tuan, yang punya(Yunus,2010:136). Dalam ayat ini yang dimaksud Tuhan ialah sebuah bintang yang dilihat nabi Ibrahim as (Al-Maraghi, 1992:292).
ةِحُأ berasal dari kata ا ثُح- ةَحَي- ةَح yang berarti mengasihi, mencintai (Yunus, 2010:95). Dalam ayat ini nabi Ibrahim as tidaklah menyukai sesuatu yang tenggelam (Al-Maraghi, 1992:292).
َِْيِيِفً ْلِ
berasal dari kataًلِْىُفُأ
-
ُوِفْؤَي
-
َوَفَأ
yang berarti terbenam, lenyap(Yunus, 2010:45). Dalam ayat ini, ketika bintang terbenam dan menghilang nabi Ibrahim as mengatakan bahwa sesungguhnya beliau tidak suka apa yang terbenam dan mengilang. Perkataan ini disampaikan karena orang yang sehat fitrahnya tidak akan menyukai sesuatu yang hilang, dan tidak pula merasa kesepian karena kehilangannya (Al-Maraghi, 1992:292).
4. Mufradat Ayat 77
اًغِزاَت
berasal dari kataاًغُسُت
-
اًغُسَت
-
ُغُسْثَي-
َغَسَت
yang berarti terbitِيّتًر
berasal dari kataبَر
yang berarti Tuhan, tuan, yang punya (Yunus, 2010:136). Yang dimahsud Tuhan dalam ayat ini ialah sebuah bulan yang dilihat nabi Ibrahim as pada malam berikutnya (Al-Maraghi, 1992: 293).ْىا
ًِْىَق
berasal dari kata
ًْىَق
yang berarti kaum, orang banyak, sekawanmanusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, terdapat sindiran pada kaumnya
atas kesesatannya menyembah selain Allah Ta‟ala. Dan disinilah sindiran meningkat karena hujjah lawan bicara telah terpojok dengan pembuktian pertama, sehingga keyakinan mereka ternodai (Al-Maraghi, 1992:294).
5. Mufradat Ayat 78
ًةَغِزاَت
berasal dari kataاًغُسُت
-
اًغُسَت
-
ُغُسْثَي
-
َغَسَت
yang berarti terbit(Yunus, 2010:64). Dalam ayat ini, ketika nabi Ibrahim as melihat matahari beliau sambil menunjuknya dan mengatakan bahwa matahari adalah tuhannya. Dikarenakan matahari lebih besar dari bintang dan bulan, serta lebih terang cahayannya. Disini tampak nabi Ibrahim as memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan kaumnya setelah sindiran yang dikhawatirkan beliau akan mereka sangkal. Selain itu juga terdapat pendahuluan untuk menegakkan
hujjah dan tahapan untuk memancing perhatian mereka agar mau
mendengarkan pembicaraan beliau (Al-Maraghi, 1992:294).
ْثَيَفَا
berasal dari kataًلْىُفُأ
-
ُوِفْؤَي
-
َوَفَا
yang berarti terbenam, lenyaplainnya menghilang. Kemudian nabi Ibrahim as memutar balik dan mengulur-ulur pembicaraan dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang beliau kehendaki dengan cara yang terbaik dan halus, sambil membebaskan diri dari sesembahan-sesembahan yang kaumnya jadikan tuhan selain Allah
Ta‟ala (Al-maraghi, 1992:294-295).
ًِْىَقَي
berasal dari kata ًْىَق yang berarti kaum, orang banyak, sekawanmanusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, kaum nabi Ibrahim as yang berada pada kesesatan yang sedang didebat beliau karena kebodohannya menyekutukan Allah (Al-Maraghi, 1992:295).
َُْىُمِرْشُج
berasal dari kataًةِمِرَش
-
ًةَمُرِش
-
اًمِرَش
-
ُكَرَشَي
-
ُٓ َكِرَش
berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as setelah melihat bintang, bulan dan matahari tenggelam beliau melepaskan diri dari penyembahan yang dipersekutukan dengan Tuhan Yang Maha Esa (Shihab, 2009:516).
6. Mufradat Ayat 79
اًفْيَِْح
berasal dari kataفْيَِْح
yang berarti yang lurus, betul (Yunus,َِْيِمِرْشَُْىا
berasal dari kataًۃ
ِمِرَش
-
ًۃ
َمْرِش
-
اًمِرَش
-
ُكَرْشَي
-
ُٓ َكِرَش
yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as tidaklah termasuk ke dalam orang-orang yang menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun sebagaimana yang dilakukan kaumnya (Al-Maraghi, 1992:296).
7. Mufradat Ayat 80
ُِْى جآَحُجَأ
berasal dari kataة خاَح
yang memiliki arti hujjah, dalil,keterangan (Yunus, 2010:97). Dalam ayat ini, hujjah diartikan sesuatu yang digunakan oleh salah satu di antara dua pihak yang berbantah untuk mengulur-ulur pembicaraan dalam menetapkan dakwaan atau menyangkal dakwaan lawan bicara (Al-Maraghi, 1992:300).
َُْىُمِرْشُج
berasal dari kataًۃ
ِمِرَش
-
ًۃ
َمْرِش
-
اًمِرَش
-
ُكَرْشَي
-
ُٓ َكِرَش
yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as tidak takut kepada tuhan-tuhan yang dijadikan sekutu oleh kaumnya untuk mendatangkan bahaya kepada beliau (Al-Maraghi, 1992:301).
ِع
ًٌْي
berasal dari kataاًَْيِع
-
ٌُِيْعَي
-
ٌَِيَع
yang berarti mengetahuiSedangkan Ash-Shawi, menjelaskan dengan makna alqa (memberikan atau menuangkan), maksudnya Allah memberikan atau menuangkan ilmu ke dalam hati Nabi Ibrahim as. Secara konteks, „allama menunjukkan adanya tadrij (tahapan), bahwa penyampaian itu dilakukan melalui tahap demi tahap. Akan tetapi, pada ayat ini menunjukkan secara sekaligus. Secara struktur, „allama mempunyai dua objek, baik disebut ataupun tidak. Jika dilihat dari jabatan kata dalam kalimat, tersusun dari fi‟il (pekerjaan), hal ini berarti menunjukkan pada pekerjaan mengajar, atau proses belajar mengajar yang didalamnya terdapat teknik dan metode mengajar. Fa‟il (yang melakukan pekerjaan), di sini berarti menunjukkan pengajar (guru) yang melakukan pekerjaan mengajar. Maf‟ul bih pertama (objek pertama) menunjukkan murid yang menerima pelajaran, dan maf‟ul bih kedua (objek kedua) menunjukkan materi yang diajarkan. Jadi, dalam ta‟lim tersirat beberapa unsur penting, yaitu guru, murid, proses pembelajaran dan materi pelajaran (Rosidin, 2003:67-68).
8. Mufradat Ayat 81
ٌُْحْمَرْشَا
berasal dari kataًۃ
ِمِرَش
-
ًۃ
َمْرِش
-
اًمِرَش
-
ُكَرْشَي
-
ُٓ
َكِرَش
ِِْيَقْيِرَف
berasal dari kata َقْيِرَف yang berarti kumpulan orang banyak(Yunus, 2010:314). Dalam ayat ini, kata tersebut mengandung pengertian dua golongan yang terdiri atas golongan orang-orang bertauhid yang beribadah, takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang musyrik yang membesarkan pengaruh sebagian sebab, sehingga mereka menjadikan banyak Tuhan yang disembah, serta kepada sebagiannya mereka menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti kepada matahari, bulan, dan malaikat (Al-Maraghi, 1992:304).
ْاِت
َل
ٍِِْ
berasal dari kataُاٍََأ
-
ٍَِْأ
keamanan, kesentosaan (Yunus,2010:49). Dalam ayat ini, terdapat dua golongan yang mendapatkan keamanan yaitu golongan orang-orang bertauhid yang beribadah, takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang musyrik yang membesarkan pengaruh sebagian sebab, sehingga mereka menjadikan banyak tuhan yang disembah, serta kepada sebagiannya mereka menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti matahari, bulan dan bintang (Al-Maraghi, 1992:304).
9. Mufradat Ayat 82
ٌُهَََْْيِإ
berasal dari kataاًّاََيِإ
-
ٍُِِْؤُي
-
ٍَََِأ
yang berarti beriman,ٌْيُظِت
berasal dari kata
ةََِيْظٍَ
-
اًَْيُظ
-
اًَُيُظ
-
ٌُِيْظَي
-
ٌََيَظ
yang memilikiarti aniaya, menganiaya (Yunus, 2010:248). Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan dzalim ialah syirik (Shihab, 2009:524). Menurut Darajat (1995:54) Syirik adalah suatu yang abstrak.
ٍَُِْلِْا
berasal dari kataُاٍََأ
-
ٍَِْأ
yang memiliki arti keamanan,kesentosaan (Yunus, 2010:49). Dalam ayat ini yang dimaksud aman ialah aman dari azab Allah (Al-Maraghi, 1992:1266).
10.Mufradat Ayat 83
َ ُْح جُح
ا
berasal dari kataۃ
َجاَح
yang memiliki arti hujjah, dalil,keterangan (Yunus, 2010:97). Yang dimaksud hujjah dalam ayat ini ialah
hujjah yang Allah tunjukkan dan berikan kepada Ibrahim as, agar dia dapat
memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya (Al-Maraghi, 1992:306).
ٍِِْٔىَق
berasal dari kataًْىَق
yang berarti kaum, orang banyak, sekawanmanusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, terdapat ketegasan hujjah untuk menetapkan yang haq dan membatalkan yang batil, yang diberikan dan
tunjukkan Allah Ta‟ala kepada nabi Ibrahim as, agar beliau dapat memberikan
keterangan yang jelas kepada kaumnya (Al-Maraghi, 1992:306).
تاَجَرَد
berasal dari kataةَخَرَد
yang memiliki arti pangkat, martabatdi antara hamba-hambanya yang dikehendaki beberapa derajat, yang sebelumnya mereka tidak berada pada suatu derajat (Al-Maraghi, 1992:306). C. Isi Kandungan Q.S. Al-An‟am : 74-83
1. Kandungan Q.S. Al-An‟am: 74-83 Secara Umum
Surat Al-An‟am terdiri atas 165 ayat. Dan termasuk golongan surat Makkiyyah, karena hampir seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Mekkah dekat sebelum hijrah. Dinamakan Al-An‟am karena didalamnya disebut kata
“An‟am” yang berarti binatang ternak: unta, sapi, biri-biri, dan kambing. Serta dalam hubungannya dengan adat-istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang-bintang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka. Selain itu dalam surat ini disebutkan juga hukum-hukum yang berkenaan dengan bintang ternak itu.
Isi pokok ajarannya ialah:
Keimanan: bukti-bukti keesaan Allah serta kesempurnaan sifat-sifat-Nya: kebenaran kenabian Nabi Muhammad saw; penyaksian Allah atas kenabian Ibrahim, Ishaq, Yaqub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa,
Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa‟, Yunus, dan Luth; penegasan
Hukum-hukum: larangan mengikuti adat-istiadat yang dibuat oleh kaum Jahiliyah; makanan yang halal dan yang haram; wasiat yang sepuluh dari Al-Qur‟an, tentang tauhid keadilan, dan hukum-hukum; larangan mencaci maki Allah.
Kisah: kisah umat-umat yang menentang Rasul-rasul; kisah pengalaman Nabi Muhammad saw dan para Nabi pada umumnya; cerita Nabi Ibrahim as membimbing kaumnya kepada tauhid.
Dan lain-lain: sikap kepala batu kaum musyrikin; cara seorang Nabi memimpin umatnya; bidang-bidang kerasulan dan tugas-tugas Rasul-Nya; tantangan kaum musyriin untuk melemahkan Rasul; kepercayaan orang-orang musyrik terhadap jin, syaitan, dan malaikat; beberapa prinsip keagamaan dan kemasyarakata; nilai hidup duniawi (Departemen Agama Republik Indonesia, 1965:185).
2. Kandungan Q.S.Al-An‟am 7:74-83
Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan isi dari kandungan ayat yang dikaji, yaitu pada surat Al-An‟am ayat 74-83 menurut tiga pendapat mufassir, yakni pandangan dari tafsir Al-Maraghi, An-Nur, Muyassar yakni sebagai berikut:
1. Surat Al-An‟am ayat 74 a. Tafsir al-Maraghi
yang bernama Azar. Sesungguhnya ayah beserta kaumnya sama-sama menyembah berhala ini berada dalam kesesatan yang nyata dari jalan lurus. Berhala-berhala ini adalah patung-patung yang dipahat mereka dari batu, dibuat dari kayu, atau logam, sedang derajat mereka lebih tinggi dan mulia daripadanya. Tidak layak bagi orang yang berakal untuk menyembah apa yang sebanding dengan penciptaannya, dikarenakan tidak mendatangkan manfaat maupun kemudaratan (Al-Maraghi, 1992:289-290).
b. Tafsir An-Nur
Dalam ayat 74 dijelaskan, kebatilan apa yang diperbuat kaumnya. Maka nabi Ibrahim as berkata kepada ayahnya yang bernama Azar sambil mengingkari kemusyrikannya serta kaumnya yang menyembah berhala dengan meninggalkan penyembahannya terhadap Allah SWT (Ash-Shiddieqy, 2000:1261).
c. Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini mengandung pelajaran bagaimana seorang anak mendakwahi ayahnya, yakni dimulai dari dasar-dasar tauhid (pengesaan Allah SWT), sikap loyal (kesetiaan) hanya kepada Allah SWT dan kasih sayang kepada sang ayah, meski dia seorang musyrik sekalipun (Al-Qarni, 2008:603).
tauhid. Selain itu juga sindiran terhadap kaumnya yang berada pada kesesatan yang menyembah berhala.
2. Surat Al-An‟am ayat 75 a. Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah telah memperlihatkan kebenaran kepada nabi Ibrahim as tentang perkara bapak dan kaumnya, bahwa mereka benar-benar di dalam kesesatan yang nyata, lantaran beribadah kepada berhala dan patung. Diperlihatkan padanya berupa alam semesta dan segala isinya. Supaya dengan itu, beliau dapat menegakkan hujjah terhadap orang musyrik yang sesat, dan supaya dia sendiri termasuk orang-orang yang benar-benar yakin sampai ke tingkat „ainul-yaqin (Al-Maraghi, 1992:290-291).
b. Tafsir An-Nur
musyrikin dan beliau memperoleh keyakinan yang kuat (Ash-Shiddieqy, 2000:1261).
c. Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah pun telah memberi taufik kepada nabi Ibrahim as untuk menempuh jalan hidayah. Diperlihatkan pula kerajaan yang agung dan keindahan ciptaan yang tampak, disertai ayat-ayat yang menunjukkan keagungan kuasa dan kesempurnaan kebijaksanaan-Nya yang ada di langit dan di bumi kepada nabi Ibrahim as, agar di dalam hatinya tertanam keimanan. (Al-Qarni, 2008:603-604).
Jadi dalam ayat ini, dapat disimpulkan bahwa Allah telah memperlihatkan tanda-tanda keagungannya yang diciptakan di langit maupun dibumi yang membuktikan keesaan Allah SWT serta digunakan hujjah untuk menghadapi kaumnya yang berada di kesesatan dan digunakan agar beliau mendapatkan keyakinan yang kuat.
3. Surat Al-An‟am ayat 76-78 a. Tafsir Al-Maraghi
bintang Jupiter yang merupakan tuhan bagi sebagian penyembah bintang dari bangsa Yunani dan Romawi Kuno. Ketika melihat itu,
Ibrahim berkata: “Inilah Tuhanku”. Perkataan ini dikemukakannya
dalam forum perdebatan dan adu argumentasi dengan kaumnya, sebagai permulaan pengingkarannya terhadap mereka.
Tatkala bintang itu terbenam dan menghilang, dia berkata, “
Sesungguhnya aku tidak menyukai apa yang terbenam dan
menghilang”. Perkataan ini disampaikan karena orang yang berakal
tidak akan menyukai sesuatu yang hilang.
Malam berikutnya ketika beliau melihat permulaan terbitnya
bulan dari balik ufuk, dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Perkataan itu
disampaikannya dengan nada menceritakan apa yang biasa mereka katakan, untuk membatalkan perkataan sebelumnya.
Ketika bulan itu tenggelam sebagaimana halnya bintang, padahal bulan tampak lebih besar dan cahayanya lebih terang. Dia berkata sambil mendengarkannya kepada orang-orang disekitarnya,
“Sekiranya Tuhanku tidak memberiku petunjuk dan taufik untuk
Ketika Ibrahim melihat matahari, dia berkata, “ Yang aku lihat
sekarang, inilah Tuhanku! Ia lebih besar dari bintang dan bulan.”
Tampak di sini, bahwa Ibrahim memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan mereka. Dalam pembicaraannya terdapat pula pendahuluan untuk menegakkan hujjah, dan tahapan untuk memancing perhatian mereka agar mau mendengarkan pembicaraan sesudah sindiran yang dikhawatirkan akan mereka sangkal.
Setelah matahari itu terbenam, sebagaimana yang lain menghilang, dia memutar balik dan mengulur-ulur pembicaraan dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang dia kehendaki dengan cara yang baik dan halus, sambil membebaskan diri dari sembahan-sembahan yang mereka jadikan Tuhan selain Allah (Al-Maraghi, 1992:291-295).
b. Tafsir An-Nur
Ayat 77 dijelaskan, ketika Ibrahim melihat bulan pada malam berikutnya manakala bulan terbit yang sinarnya memenuhi alam,
beliau mengatakan: “Inilah Tuhanku”. Dia lebih berhak dari bintang
yang telah lalu. Manakala bulan itu terbenam dan Ibrahim berkata
kembali: “ Sungguh, jika Tuhanku tidak menunjuki aku, tentulah aku
menjadi kaum yang sesat” (Ash-Shiddieqy, 2000:1262).
Ayat 78 dijelaskan, manakala Ibrahim as melihat matahari terbit dan dia merupakan bintang yang paling besar, yang membangkitkan cahaya dan gerak, menghilangkan rasa dingin, dan
Ibrahim as berkata lagi: “Ini Tuhanku”. Setelah matahari tenggelam,
ia pun berkata kembali: “Wahai kaumku, aku terlepas apa yang kamu
persekutukan” (Ash-Shiddieqy, 2000:1262). c. Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini dijelaskan ketika malam tiba Ibrahim as menyaksikan bintang yang bersinar terang. Dia berkata kepada
kaumnya, “Ini adalah Rabb-ku.” Tatkala bintang tenggelam, Ibrahim
as pun berkata, “ Aku tidak suka ilah yang menghilang.” Maksudnya,
bintang tidak pantas menjadi tuhan, karena tidak selalu hadir. Padahal, tuhan harus tetap berdiri tegak dan hidup mengayomi semua jiwa serta terus-menerus mengurus makhluk.
mereka yang sesat, “ Bulan ini adalah Rabb-ku.” Ketika bulan telah pergi, Ibrahim as pun memohon petunjuk dari Rabb-nya dengan suara
lantang, “Apabila Rabb-ku tidak memberi petunjuk kebenaran bagiku tentang siapakah Tuhan yang berhak ku sembah, niscaya aku kan menjadi orang yang sesat dari jalan yang lurus dan menyimpang dari kebenaran, karena menyekutukan Allah SWT. Kemudian, tatkala melihat matahari telah terbit, dia berkata kepada kaumnya dengan kepiaawaiannya memberi contoh dan berargumen, “Matahari ini adalah Rabb-ku, dia telah besar daripada bulan dan bintang. Namun,
ternyata mataharipun akhirnya tenggelam”. Jadi, dia tidak pantas
disembah. Kalau begitu, aku kembali kepada Allah SWT dan berlepas diri dari penyembahan selain Allah SWT. Karena yang berhak disembah hanyalah Allah SWT semata (Al-Qarni, 2008:604-605).
4. Tafsir surat Al-An‟am ayat 79 a. Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat 79 ini, dijelaskan setelah membebaskan diri dari
kemusyrikan kaumnya, Ibrahim as berkata: “Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku di dalam beribadah hanya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, serta menciptakan makhluk yang lainnya (Al-Maraghi, 1992:295).
b. Tafsir An-Nur
Ayat 79 dijelaskan, nabi Ibrahim as membebaskan diri dari kemusyrikan kemudian beliau menghadapkan dirinya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, serta beliau lebih condong kepada kebenaran (Ash-Shiddieqy, 2000:1262).
c. Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan sesungguhnya Ibrahim as menghadapkan pandangannya kepada Rabb-nya Yang Maha Esa, Yang Menciptakan langit dan bumi. Inilah inti dan dasar ajaran agama. Yakni berkeyakinan dan berprinsip tauhid serta berlepas diri dari musuh-musuh Allah SWT (Al-Qarni, 2008:605-606).
5. Tafsir ayat 80
a. Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini, dijelaskan kaumnya membantahnya dalam perkara tauhid. Mereka mengatakan, bahwa menjadikan tuhan-tuhan itu tidak bertentangan dengan keimanan kepada Allah Yang Menciptakan langit dan bumi, karena mereka adalah para pemberi
syafa‟at di sisi-Nya. Seorang yang taqlid tidak berhak untuk mengemukakan hujjahnya, tetapi cukup membantah dan menyangkal (Al-Maraghi, 1992:301-302).
b. Tafsir An-Nur
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa nabi Ibrahim as tidak takut kepada apa yang kaumnya persekutukan dengan Allah. Sebab sesuatu yang dipersekutukan dengan Allah tidaklah mendatangkan kemudaratan dan tidak pula mendatangkan manfaat. Kecuali jika Allah menghendaki supaya nabi Ibrahim as untuk mendapatkan suatu kemudaharatan dari berhala-berhala tersebut (Ash-Shiddieqy, 2000:1265).
c. Tafsir Muyassar
kepadaku, kecuali atas kehendak Allah SWT; karena Rabb-ku mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang gaib bagi-Nya. Mengapa kalian tidak merenungkan, sehingga kalian mengetahui bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah? Sedangkan yang lain tidak behak (Al-Qarni, 2008:606).
Jadi, meskipun beliau dibantah oleh kaumnya nabi Ibrahim as tidak takut kepada ancaman atau sesuatu yang digunakan untuk menakut-nakutinya. Karena berhala-berhala yang mereka sembah tidaklah mendatangkan mudaharat dan memberi manfaat bagi mereka sekaligus nabi Ibrahim as. Sebab kekuasaan tertinggi hanya dimiliki oleh Allah SWT.
6. Tafsir ayat 81
a. Tafsir Al-Maraghi
b. Tafsir An-Nur
Dalam ayat 81 dijelaskan, pengakuan Nabi Ibrahim As yang tidak takut dengan apa yang dipersekutukan kaumnya dengan Allah yang sama sekali tidak memberi mudaharat dan maanfaatnya. Sedangkan kaum nabi Ibrahim as tidak takut mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada keterangannya tentang itu (Ash-Shiddieqy, 2000:1265).
c. Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa bagaimana Ibrahim bisa merasa takut, sementara sembahan kaumnya itu tidak mampu membahayakan ataupun memberi manfaat. Sedangkan mereka sendiri tidak takut terhadap Rabb-ku Yang Maha Esa. Beliau mendesak kaumnya untuk memberitau kepadanya jika mereka mengetahui jawabannya bahwa orang yang hanya menyembah Allah SWT sematalah yang lebih pantas untuk merasa aman dan selamat (Al-Qarni, 2008:607).
Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya disini terdapat desakan bagi mereka untuk mengakui yang benar atau diam dalam kebodohan. 6. Tafsir ayat 82
Dalam ayat ini, dijelaskan sesungguhnya orang-orang yang
beriman kepada Allah Ta‟ala dan tidak mencampuradukan
keimanannya dengan kezaliman yang besar, yaitu mempersekutukan Allah, maka mereka akan mendapatkan keamanan. Keamanan yang berupa keamanan dari azab allah yang menimpa orang musyrik dan ibadahnya tidak diridai oleh Allah (Al-Maraghi, 1992:305-306).
c. Tafsir An-Nur
Dalam ayat ini, dijelaskan orang-orang yang beriman akan Allah SWT, dan Rasul-Nya, menjalani yang benar dan tidak mencampuri iman mereka dengan kezaliman, seperti syirik. Itulah orang-orang yang akan mendapat keamanan yang sempurna didunia dan akhirat (Ash-Shiddieqy, 2000:1266).
d. Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti rasul-Nya dengan ikhlas dan
meneladani Rasulullah SAW (mutaâba‟ah) serta tidak
mencampuradukkan keimanan mereka dengan kemusyrikan akan diberikan oleh Allah SWT rasa aman dari ketakutan dan kesedihan. (Al-Qarni, 2008:907).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang beriman kepada
mereka akan mendapatkan keamanan dari azab Allah serta mendapatkan kedudukan yang tinggi.
7. Tafsir Ayat 83
a. Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini, dijelaskan ketegasan hujjah yang Allah tunjukkan dan berikan kepada Ibrahim as, agar dia dapat memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya. Sesungguhnya, Allah mengangkat derajat siapa pun di antara hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. Allah meninggikan derajat orang yang mempunyai derajat kasbiyah (derajat yang bisa diusahakan) kepada tingkatanya. Juga memberikan kepada orang yang mempunyai derajat wahbiyah ( bersifat pemberian, yaitu kenabian) suatu tingkatan yang tidak diberikan kepada selainnya. (Al-Maraghi, 1992:306-307).
b. Tafsir An-Nur
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwasanya Allah telah memberikan hujjah kepada Ibrahim as untuk menghadapi kaumnya. Dan Allah mengangkat siapa saja yang dikehendaki untuk diangkat derajatnya (Ash-Shiddieqy, 2000:1266-1267).
c. Tafsir Muyassar
dia berhasil mengalahkan kaumnya. Allah-lah yang meninggikan hamba-hamba-Nya yang dikehendaki dengan ilmu dan hikmah beberapa derajat melebihi orang lain (Al-Qarni, 2008:608).
41
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-AN’AM 7:74-83
A. Asbâbun Nuzūl
1. Pengertian Asbâbun Nuzūl
Secara bahasa kata asbâb berasal dari bahasa arab yaitu
ةَثَس
yang berarti sebab, karena (Yunus, 2010:161). Sedangkan nuzūl adalah berasal dari kataًلِْوُسُّ
-
ُهِسَْْي
-
َهَسَّ
yang berarti turun (Yunus, 2010:448). Budihardjo(2012:21) mengutip dalam Quraish Shihab bahwasanya secara istilah asbâbun
nuzūl adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana
ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur‟an tentang peristiwa yang terjadi atau mengomentarinya.
2. Asbabun Nuzul Surat Al-An’am 7:74-83
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang musyrik menyerang seorang Muslim dan membunuhnya, kemudian menyerang Muslim lainnya dan membunuhnya pula, lalu menyerang yang lainnya lagi serta
membunuhnya pula, kemudian ia bertanya kepada Nabi saw.: “Apakah
diterima Islamnya setelah perbuatannya tadi? Rasulullah saw.menjawab:
“Ya”. Kemudian ia memukul kudanya dan menyerbu fihak musuh Islam serta
membunuh beberapa orang, kemudian ia sendiri terbunuh.
Menurut Bakr bin Sawadah para sahabat menganggap ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa orang itu yang menegaskan bahwa iman seseorang yang tidak dicampuri syirik dijamin keamanannya oleh Allah SWT (Shaleh, 1990:207).
B. Munasabah
1. Pengertian Munasabah
Kata munâsabah berasal dari
ۃ
َثَس اٍَُْ
-
ُةِس اَُْي
-
ةَس اَّ
yang berartihubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munâsabah berarti
muqârabah atau kedekatanan kemiripan. Sedangkan secara istilah
Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayat yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012:39). 2. Munãsabah surat Al-An’am dengan surat sebelum dan sesudahnya
a. Munãsabah surat Al-An‟am dengan surat Al-Maidah (Depag RI, 1965:184). musyrikin untuk beriman dan taat kepada Allah, seperti dalam ayat 74:
bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu
Dalam surat Al-Maidah dijelaskan kisah nabi Musa as yang memerintah kaum Yahudi untuk beriman dan taat kepada Allah terdapat pada ayat 20-21, yaitu:
"Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat
nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka,
dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya
kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain".
21. Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang
Telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang
(karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang
Kedua, pada masing-masing surat menjelaskan larangan untuk
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.Sesungguhnya
perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya
syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya
kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.
Dalam surat Al-Maidah larangan untuk tidak memakan binatang haram dijelaskan pada ayat 3, yaitu:
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini
orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada
hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa. Karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
b. Munasabah surat Al-An‟am dengan surat Al-A‟raf (Depag RI, 1965:218).
Munãsabãh atau kesesuaian antara surat Al-An‟am dengan
surat Al-A‟raf , ada dalam beberapa poin. Pertama, pada masing-masing surat menjelaskan tentang kisah yaitu nabi Ibrahim as, nabi
Nuh as, nabi Hud as, nabi Shaleh as, nabi Luth as, nabi Syu‟aib as dan
nabi Musa as yang menyeru kepada kaumnya untuk beriman dan taat kepada Allah. Pada surat Al-An‟am dijelaskan kisah nabi Ibrahim as kaum musyrikin untuk beriman dan taat kepada Allah, seperti dalam
bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu
dalam kesesatan yang nyata."
kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali
tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar
(kiamat).
tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka Mengapa kamu tidak
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah
datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. unta betina Allah
Ini menjadi tanda bagimu, Maka biarkanlah dia makan di bumi Allah,
dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang
karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih."
80. Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan
oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"
saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah
datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul
kamu orang-orang yang beriman".
104. Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun, Sesungguhnya Aku Ini
105. Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah,
kecuali yang Hak. Sesungguhnya Aku datang kepadamu dengan
membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, Maka lepaskanlah Bani
Israil (pergi) bersama aku".
Kedua, pada bagian akhir surat Al-An‟am, Allah menyatakan
bahwa orang yang berbuat kebajikan akan diganjar sepuluh kali lipat dan yang berbuat kejahatan akan dibalas sekadar perbuatannya terdapat pada ayat 160:
(pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa
perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan).
Untuk menentukan kadar kebajikan dan kejahatan itu ada timbangannya, maka Allah mengemukakan dibagian muka surat
Al-A‟raf, bahwa timbangan pada hari itu ialah kebenaran dan keadilan.
yang ringan timbangannya ialah orang yang merugi, terdapat pada ayat
8. Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka
barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
9. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka
Itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan
mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.
Ketiga, bagian akhir surat Al-An‟am, Allah mengatakan bahwa
155. Dan Al-Quran itu adalah Kitab yang kami turunkan yang
diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.
Sedangkan pada bagian permulaan surat Al-A‟raf, Allah mengulangi lagi perintah itu dan melarang mengikuti selainnya, terdapat pada ayat 2,3:
2. Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, Maka
janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu
memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
3. Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
3. Munãsabah surat Al-An’am 7: 74-83 dengan Ayat sebelum dan
sesudahnya
jika mereka mau berpikir sesuai dengan fitrahnya. Dengan ini dapat dijadikan bukti ketika menghadapi orang-orang yang sesat, dan menjadi pegangannya agar termasuk orang-orang yang meyakini keesaan Allah (Depag, 2009:158-162).
Namun Ibrahim as belum bisa mengambil pelajaran dan masih mencari tuhannya seperti dijelaskan pada ayat 76-78, dari pengamatan nabi Ibrahim as melalui benda-benda langit seperti bintang, bulan, dan matahari bukanlah Tuhan melainkan makhluk ciptaan-Nya. Maka tidak pantas seseorang mendewakan makhluk Allah yang tidak kekal da mengalami perubahan. Dengan itu beliau mengajak kaumnya untuk beragama tauhid menggunakan pikiran untuk mengakui keesaan-Nya. Dan pada ayat 79 dijelaskan, bahwasanya Nabi Ibrahim as berdakwah kepada kaumnya untuk memperhatikan keindahan ciptaan Allah itu untuk membenarkan agama tauhid dan meninggalkan kemusyrikan. Kemudian beliau berserah diri kepada Allah semata (Depag, 2009:164-165).
Dan pada ayat 82 dijelaskan bahwasanya Allah memberikan penjelasan kepada siapakah yang berhak mendapatkan keamanan, apakah
orang-orang musyrik atau orang-orang yang beriman? Maka jawabanya
57
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim as dalam Surat
Al-An’am ayat 74-83
Pendidikan keimanan dalam Al-Qur‟an merupakan salah satu ruang lingkup dan poros pendidikan Islam, yang membawa individu untuk merealisasikan taqwa dalam diri seseorang, sebagai tujuan utama pendidikan Islam. Berkaitan dengan hal tersebut (Majid, 2014:4) menyatakan pendidikan tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb
al-„Alamin.
Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan analisis pendidikan tauhid sesuai pada ayat-ayat yang dikaji yaitu, pada surat Al-An‟am ayat 74 -83 sebagai berikut:
Apabila kita merujuk pada surat Al-An‟am ayat 74, diungkapkan percakapan antara Nabi Ibrahim as dengan bapaknya Azar. Beliau menegaskan bahwasanya dirinya telah melihat bapaknya dan kaumnya terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata, jauh menyimpang dari jalan lurus. Nabi Ibrahim as menegur dan meluruskan mereka serta mengajak untuk tidak menyekutukan Allah dengan berhala-berhala yang mereka sembah.
Jika Allah tidak menunjukkan kepada Nabi Ibrahim as arahan atau bimbingan-Nya agar ia mendekati kebenaran, maka ia bersama bapak dan kaumnya terus melakukan perbuatan syirik. Oleh karena itu, Allah membimbing Nabi Ibrahim as agar mencari kebenaran dengan melihat tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah diperlihatkan kepada beliau di langit dan di bumi. Sama seperti layaknya pendidikan, pendidikan haruslah dimunculkan, ditunjukkan dan disebarluaskan, sehingga manusia dapat mengetahui sesuatu yang benar dan yang salah. Dari pendidikan itulah, mereka dapat menentukan jalan manakah yang akan mereka tempuh untuk menuju kehidupan yang layak didunia dan diakhirat.
Keraguan Nabi Ibrahim as di mulai dengan pencariannya dengan konsep Tuhan pada benda-benda yang ada di langit, yaitu pertama pada bintang yang tergambar pada ayat 76-78 “ dia melihat pada bintang, bulan dan matahari”. Pencariannya akan Tuhan adalah bentuk proses pencarian kebenaran juga sekaligus sebagai pendidikan pada dirinya sendiri beserta kaumnya.
Selanjutnya pada ayat 79, Nabi Ibrahim as berkata “Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,
dengan cenderung kepada agama yang benar” ini merupakan pembenaran
yang dilakukan beliau kepada kaumnya. Setelah Nabi Ibrahim as menolak untuk tidak menyekutukan Allah dengan apa yang disembah oleh kaumnya, maka ia meluruskan apa yang salah dengan menunjukkan kebenaran atau jalan yang lurus. Kedua hal inilah hujjah (argument yang kuat) yang dimaksudkan pada ayat 83 yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as untuk digunakan sebagai tameng untuk menhadapi kaumnya.
Bila kita bandingan pendidikan tauhid yang terdahulu dengan pendidikan sekarang, maka kita akan mendapatkan perbedaan pada objek pelaksanaan pendidikan tauhid. Pendidikan tauhid Nabi Ibrahim as diperuntukkan kepada kaumnya secara turun-temurun yang menyembah berhala. Hal ini menunjukkan bahwa yang beliau didik adalah orang yang awam tauhidnya. Sedangkan pendidikan tauhid pada zaman sekarang, lebih condong diperuntukkan kepada kaum muslimin yang sejak kecil telah mengenyam pendidikan tauhid di keluarganya. Karena pendidikan tauhidnya belum sempurna dan bahkan sering kali menyimpang dari ajaran Islam, maka perlu adanya bimbingan dan arahan agar sempurna pendidikan tauhidnya. Misalkan, seseorang yang telah beriman dan percaya kepada Allah SWT masih juga mempercayai bahwasanya pohon beringin didepan rumahnya memiliki kekuatan. Pada dasarnya pendidikan tauhid tidaklah diperuntukkan kepada kaum muslimin saja, karena sejatinya pendidikan tauhid itu di berikan kepada manusia di muka bumi ini yang telah menyimpang dari fitrah bertauhid dan bagi yang telah bertauhid agar ketauhid-annya lebih sempurna.
Ibrahim as lebih banyak pengetahuannya dibandingkan dengan ayahnya, karena beliau mendapatkan petunjuk dari Allah.
Sekarang ini, sering kita jumpai pendidikan tauhid hanya ada di tempat-tempat tertentu saja, seperti madrasah dan majelis (pengajian) saja. Bahkan pada umunya para orang tua pun menyerahkan sepenuhnya anak mereka kepada lembaga pendidikan untuk di didik pendidikan tauhidnya serta tanggung jawab guru akan kemurnian aqidah anak tersebut.
Dari kisah Nabi Ibrahim as inilah, telah menginspirasi kita agar pendidikan tauhid dapat dilakukan dimana saja (tidak terbatas tempat), diberikan kepada siapa saja (tidak terbatas umur itu tua atau muda dan agama). Setiap manusia mempunyai tanggung jawab akan meyeru dan mengamalkan pendidikan tauhid kepada dirinya sendiri dan orang lain.
B. Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Pendidikan Islam
Setelah penulis membahas analisis pendidikan tauhid telaah kisah nabi Ibrahim as dalam surat Al-An‟am ayat 74-83, maka penulis akan menyajikan implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Pendapat pentingnya Pendidikan Tauhid