xi DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ... i PERSYARATAN GELAR ... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
2.1 Definisi Infark Miokard Akut ... 9
xii
2.3 Diagnosis dan Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut ... 14
2.4 Stratifikasi Risiko pada Infark Miokard Akut ... 16
2.5 Komplikasi pada Infark Miokard Akut ... 17
2.6 Peran Platelet Pada Infark Miokard Akut ... 18
2.7 Peran Limfosit Pada Infark Miokard Akut... 23
2.8 Platelet to Lymphocyte Ratio Pada Infark Miokard Akut ... 24
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 26
3.1 Kerangka Berpikir ... 26
3.2 Konsep... 27
3.3 Hipotesis Penelitian ... 28
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 29
4.1 Rancangan Penelitian ... 29
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
4.3 Penentuan Sumber Data ... 30
4.3.1 Populasi Penelitian ... 30 4.3.1.1 Populasi target ... 30 4.3.1.2 Populasi terjangkau ... 30 4.3.1.3 Sampel penelitian ... 31 4.3.2 Pengambilan sampel ... 31 4.3.2.1 Kriteria inklusi ... 31
xiii
4.3.2.2 Kriteria eksklusi ... 31
4.3.2.3 Jumlah sampel ... 32
4.4 Variabel Penelitian ... 32
4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel penelitian ... 32
4.4.2 Hubungan antar variabel ... 33
4.4.3 Definisi operasional variabel penelitian ... 33
4.5 Bahan Penelitian ... 40
4.6 Instrumen Penelitian... 40
4.7 Prosedur Penelitian... 40
4.7.1 Tata cara penelitian ... 40
4.7.2 Alur penelitian ... 42
4.8 Analisis Data ... 44
BAB V HASIL PENELITIAN... 46
5.1 Penentuan Batas Nilai Platelet to Lymphocyte Ratio Abnormal ... 47
5.2 Karakteristik Subyek Penelitian ... 48
5.3 Platelet to Lymphocyte Ratio yang Tinggi sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ... 48
5.4 Pengaruh Platelet to Lymphocyte Ratio yang Tinggi terhadap Kejadian Kardiovaskular Mayor Setelah Dikontrol dengan Variabel Lain... 51
BAB VI PEMBAHASAN ... 53
xiv
6.2 Karakteristik Subyek Penelitian ... 55
6.3 Platelet to Lymphocyte Ratio yang Tinggi sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ... 57
6.5 Kelemahan Penelitian ... 62
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 63
7.1 Simpulan ... 63
7.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
xv
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1 Penyebab Sindrom Koroner Akut ... 12 4.1 ISTH Diagnostic Scoring System for DIC ... 37 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian (Berdasarkan Kategori PLR) ... 49 5.2 Analisis Bivariat dan Hazard Ratio (HR) PLR yang Tinggi Terhadap Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA ... 51 5.3 Hasil Analisis Cox Regression PLR yang Tnggi Sebagai Prediktor Kejadian
Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ... 52 6.1 Penelitian PLR Sebagai Faktor Prognostik Kejadian Kardiovaskular Mayor
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Waktu peningkatan biomarker setelah onset IMA ...15
2.2 Peran Pletelet Pada Patofisiologi Aterosklerosis dan Sindroma Koroner Akut ... 19
2.3 Proses aktivasi, adhesi, aggregasi platelet pada ruptur plak aterosklerosis ... 22
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...28
4.1 Rancangan Penelitian ...30
4.2 Hubungan Antar Variabel ...33
4.3 Alur Penelitian ...43
5.1 Kurva ROC Dalam Menentukan Cut-off Point PLR yang tinggi ...47
5.2 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan PLR yang Tinggi ... 50
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Cara Pemeriksaan Laboratorium ...73
2. Persetujuan Setelah Penjelasan ...75
3. Formulir Penelitian...79
4. Surat Keterangan Kelaikan Etik ...86
5. Surat Ijin Penelitian ...87
xviii
DAFTAR SINGKATAN ACC : American College of Cardiology ADA : American Diabetes Association ADP : Adenosine Diposphate
AHA : American Heart Association APTS : Angina Pektoris Tak Stabil ATP : Adult Treatment Panel
BB : Berat Badan
CABG : Coronary Artery Bypass Grafting
CK : Creatinin Kinase
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation
DM : Diabetes Melitus
EKG : Elektrokardiografi
ESC : European Society of Cardiology
fL : femtoliter
GRACE : Global Registry of Acute Coronary Events
GUSTO : Global Utilization of Streptokinase and Tissue Plasminogen Activator for Occluded Coronary Arteries
HDL : High Density Lipoprotein
HR : Hazard Ratio
HT : Hipertensi
IABP : Intra Aortic Ballon Pump
xix IMA : Infark Miokard Akut IMT : Indeks Massa Tubuh JNC : Joint National Committee KTP : Kartu Tanda Penduduk LBBB : Left Bundle Branch Block LDH : Lactate Dehydrogenase LDL : Low Density Lipoprotein MPV : Mean Platelet Volume
NCEP : National Cholesterol Education Programme NSTEMI : Non ST-segment elevation myocardial infarction
OPERA : Observatoire sur la Prise en charge hospitaliere, l’Evolution a un an et les caRacteristiques de patients pre’sentant un infArctus du myocarde avec ou sans onde Q
PCI : Percutaneous Coronary Intervention PCT : Plateletcrit
PDW : Platelet Distribution Width PLR : Platelet to Lymphocyte Ratio PJK : Penyakit Jantung Koroner PJT : Pelayanan Jantung Terpadu
PK : Patologi Klinik
ROC : Receiver Operating Characteristic
RR : Risiko Relatif
xx
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome SKA : Sindroma Koroner Akut
SPSS : Statistical Package for the Social Science STEMI : ST-segment elevation myocardial infarction
TB : Tinggi Badan
TIMI : Trombolysis In Myocardial Infarction TNF : Tumor Necrosis Factor
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral UGD : Unit Gawat Darurat
ix ABSTRAK
PLATELET TO LYMPHOCYTE RATIO YANG TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN
INFARK MIOKARD AKUT
Angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) masih menjadi masalah utama di negara berkembang, meskipun pengobatan dan strategi tatalaksana pasien IMA sudah banyak mengalami perkembangan. Komplikasi akibat IMA merupakan penyebab tingginya angka mortalitas dan morbiditas pasien IMA. Untuk minimalisir komplikasi pada pasien IMA diperlukan stratifikasi risiko pasien IMA. Stratifikasi risiko memegang peranan penting dalam menentukan strategi tatalaksana pasien IMA. Dengan adanya stratifikasi risiko yang cepat dan mudah maka strategi tatalaksana pasien IMA dapat lebih agresif. Stratifikasi risiko dibuat berdasarkan patofisiologi terjadinya IMA. Proses aterosklerosis, serangkaian aktivitas platelet dan inflamasi akibat ruptur plak aterosklerosis mendasari terjadinya IMA. Platelet to Lymphocyte Ratio (PLR) merupakan novel marker inflamasi yang terdiri dari 2 indikator yaitu jalur agregasi dan imun/inflamasi. PLR telah terbukti sebagai prediktor survival pada pasien kanker dan penyakit arteri perifer. Beberapa studi juga telah meneliti tentang PLR berhubungan dengan penyakit jantung koroner.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif. Sebanyak 72 sampel pasien IMA yang dirawat di UGD dan ruang perawatan RSUP Sanglah diambil secara konsekutif selama periode Desember 2016 – Januari 2017. Nilai PLR didapatkan pada pemeriksaan darah lengkap rutin pada pasien IMA saat pasien masuk rumah sakit. Luaran yang diamati selama pasien dirawat adalah kejadian kardiovaskular mayor (kematian kardiovaskular, syok kardiogenik, gagal jantung, dan aritmia lethal).
Dari 72 sampel penelitian didapatkan nilai cut of point optimal dalam menyatakan PLR yang tinggi untuk memprediksi luaran didapatkan dengan analisa ROC yaitu 163 x 109. Area Under Curve (AUC) 0,718; Standard Error 0,065; (95% CI = 0.590-0,846), dan p-value 0,002. Analisa multivariat menunjukkan PLR yang tinggi secara independen merupakan prediktor KKM saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA dengan HR 3,5 (95% CI 1,50-8,12, p=0,004).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah PLR yang tinggi merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian berikutnya yang lebih besar dan memberikan kontribusi berupa penggunaan PLR sebagai stratifikasi risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA, sehingga dapat dilakukan pemberian terapi yang lebih agresif.
Kata kunci: Platelet to Lymphocyte Ratio, infark miokard akut, kejadian kardiovaskular mayor.
x ABSTRACT
HIGH PLATELET TO LYMPHOCYTE RATIO AS A PREDICTOR OF MAJOR CARDIOVASCULAR EVENTS
IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION PATIENT
Acute Myocardial Infarction (AMI) is still the most common cause of morbidity and mortality not only in develpoed countries but also over the world, despite of management and treatment of AMI strategies has been evolving. Complications due to AMI cause high morbidity and mortality. To minimalize complications in AMI patients need some risk stratification. Risk stratification have an important role in considering AMI patients management. With this fast and easy risk stratification, the management of AMI patients can be more aggresive. Risk stratification have been made based on AMI pathophysiology. Atherosclerotic process, platelet activity and inflamation due to atherosclerotic plaque rupture causing AMI. Platelet to lymphocyte Ratio (PLR) is an inflamatory marker, consist of 2 indicator: agregation pathway and immune/inflamation pathway. PLR has been proven as a survival predictor in cancer patient and peripheral arterial disease. Some research also study about relation between PLR and coronary heart disease.
This study is an observational study with prospective cohort design. 72 samples was consecutively taken from AMI patients who is hospitalized in emergency unit and ward of Sanglah Hospital, from December 2016-January 2017. PLR value was found from complete blood count examination when AMI patient first came to hospital.
Outcome observed was in-hospital MACE (cardiovascular death, cardiogenic shock, heart failure, and malignant arrhythmias).
From 72 sample of this study, optimal cut of point for high PLR to predict outcome was 163 x 109 with Area Under Curve (AUC) 0,718; Standard Error 0,065; (95% CI = 0.590-0,846), dan p-value based on ROC analysis. Multivariate analysis showed that high MPV independently predict in-hospital MACE in AMI patient with Hazard Ratio (HR) 3,5 (95% CI 1,50-8,12, p=0,004).
Keyword: Platelet to Lymphocyte Ratio, acute myocardial infarction, major adverse cardiovascular events
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Selama dekade terakhir, penyakit kardiovaskular telah menjadi salah satu penyebab kematian yang penting di seluruh dunia. Pada tahun 2010 penyakit kardiovaskular diperkirakan sebagai penyebab 16 juta kematian dan mengakibatkan sekitar 293 juta kecacatan, atau sekitar 30% penyebab kematian dan 11% kecacatan per tahun. Tidak hanya pada negara maju, negara miskin dan negara berkembang pun saat ini menunjukkan tanda dan perkembangan peningkatan penyakit kardiovaskular (Gaziano dkk., 2015)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular dengan angka kematian dan angka kecacatan yang tinggi. PJK merupakan penyebab 1 dari 6 kematian di AS pada tahun 2010. Pada tahun 2010, terdapat 379.559 orang Amerika meninggal akibat PJK. Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 620.000 orang Amerika mendapat serangan jantung koroner (didefinisikan sebagai kejadian rawat inap pertama akibat dari infark miokard akut (IMA) atau kematian akibat penyakit jantung koroner) dan sekitar 295.000 orang mengalami serangan berulang (Go dkk., 2013).
Infark miokard akut merupakan keadaan kegawat daruratan jantung dimana terjadi kematian sel miokardium akibat dari tersumbatnya secara total pembuluh darah koroner. Infark miokard akut merupakan keadaan akut dari PJK dan memerlukan penanganan segera di rumah sakit. Infark miokard akut merupakan
2
bagian dari sindroma koroner akut (SKA) yang mencakup non-ST-elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST-elevation myocardial infarction (STEMI). Meskipun perkembangan dalam diagnostik dan terapi menyebabkan penurunan kematian akibat IMA yang siginifikan, angka kejadian IMA masih tetap tinggi. Lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita IMA, dan menyebabkan lebih dari 7 juta kematian global (12,7% dari seluruh kematian) pada tahun 2008 dan sekitar 300.000 orang diperkirakan meninggal karena infark miokard akut sebelum sampai ke rumah sakit (Christofferson, 2009).
Tingginya tingkat kesakitan dan kematian pasien IMA disebabkan oleh komplikasi yang berupa komplikasi iskemik, mekanik, gangguan irama jantung, emboli dan kematian. Gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan merupakan komplikasi mekanik IMA yang sangat penting. Gagal jantung adalah komplikasi berupa gangguan kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan pasca IMA. Terjadi pula peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang menyebabkan rangkaian proses edema paru akut yang memperburuk infark. Pada gagal jantung kanan, pengisian ventrikel kiri akan terganggu yang menyebabkan penurunan curah jantung secara mendadak.
Mortalitas gagal jantung pasca IMA mencapai 36% (Jhund dan McMurray, 2008). Penurunan kontraktilitas tersebut dapat menyebabkan syok kardiogenik. Syok kardiogenik akibat IMA terjadi karena terjadi kematian/nekrosis otot miokardium yang luas akibat keadaan iskemia yang berkepanjangan. Syok kardiogenik pada pasien IMA merupakan prediktor utama kematian pasien IMA di rumah sakit (H. Nonogi, 2002, Abu-Assi dkk., 2010, Ajit S Mullasari dkk., 2011).
3
Syok kardiogenik berujung pada penurunan curah jantung, tekanan darah yang rendah, dan insufisiensi koroner yang lebih berat. Angka kematian akibat komplikasi syok kardiogenik pasca IMA sangat tinggi yaitu mencapai 50% (Hochman dkk., 2000).
Aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien IMA, yang termasuk ke dalam aritmia lethal adalah takiaritmia ventrikuler (ventrikular fibrilasi/takikardia) dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Takikaritmia ventrikular adalah aritmia yang paling sering dan terjadi hampir pada seluruh pasien IMA akibat dari terbentuknya sirkuit re-entry dari jaringan miokardium yang viable dan nekrotik. Blok atrioventrikuler derajat tinggi (derajat dua tipe dua dan blok total) merupakan indikator peningkatan kejadian mortalitas pasien IMA di rumah sakit. Aritmia tersebut dapat menyebabkan gangguan hemodinamik pasca IMA dan kematian jantung mendadak. Kejadian dan mortalitas aritmia pasca IMA dapat mencapai 20% (Piccini dkk., 2008).
Komplikasi tersebut termasuk ke dalam kejadian kardiovaskular mayor, yaitu komplikasi IMA yang berhubungan dengan survival pasien. Untuk mencegah tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas pasien IMA maka diperlukan suatu stratifikasi risiko untuk pemilihan strategi terapi dan tatalaksana yang tepat untuk pasien IMA.
Sistem stratifikasi IMA yang banyak digunakan saat ini adalah sistem skoring dengan skor The Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) dan skor GRACE. Perhitungan skoring risiko dengan menggunakan skor TIMI dan skor GRACE merupakan upaya stratifikasi risiko non-invasif dengan memadukan keadaan klinis,
4
hemodinamik, elektrokardiografi, angiografi, dan nilai troponin (de Araújo Gonçalves dkk., 2005). Pemeriksaan yang lebih sederhana untuk menentukan stratifikasi risiko pasien IMA sangat dibutuhkan dalam penentuan strategi tatalaksana dan menentukan prognosis.
Strategi tatalaksana pasien dengan IMA didasari oleh patogenesis yang sangat kritikal, yaitu terjadinya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koroner dan diikuti oleh pembentukan trombus yang kaya akan platelet (Dziewierz dkk., 2009). Setelah terjadi ruptur plak aterosklerosis pada arteri koroner maka segera terjadi aktivasi dari platelet. Aktivasi platelet kemudian memiliki peran yang sangat penting dalam rangkaian kejadian trombosis yang menyebabkan terjadinya infark miokard (Endler dkk., 2002). Aktivasi platelet pada tempat terjadinya cedera vaskuler akibat ruptur plak aterosklerosis akan mendorong pelepasan berbagai macam substansi dan mediator proses koagulasi, inflamasi, dan trombosis. Aktivasi platelet yang tinggi akan memiliki potensi trombotik yang tinggi sehingga menyebabkan terjadi IMA yang berat dan risiko terjadinya komplikasi kejadian kardiovaskular mayor juga lebih tinggi (Lippi dkk., 2009, Chu dkk., 2010). Selain pembentukan trombus, platelet juga berperan sebagai mikroembolisisasi, vasokonstriksi, progresi plak, dan reaksi inflamasi baik lokal maupun sistemik (Massberg dkk., 2003).
Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara jumlah platelet yang tinggi dan kejadian karadiovaskular mayor pada pasien dengan penyakit jantung koroner (Azab dkk., 2012), namun Muller et al. pada studi observasional yang besar gagal menunjukkan hubungan antara jumlah platelet dan mortalitas pada pasien
5
dengan sindroma koroner akut (Azab dkk., 2012). Jumlah platelet yang tinggi menggambarkan resistensi obat antiplatelet dengan derajat yang lebih tinggi dan kecenderungan yang lebih tinggi untuk membentuk trombus yang kaya akan platelet pada plak aterosklerotik dan menyebabkan hasil yang buruk. Bahkan jumlah platelet yang lebih tinggi merefleksikan sebuah inflamasi yang mendasarinya seperti beberapa mediator inflamasi yang menstimulasi proliferasi megakariosit dan menghasilkan trombositosis relatif. Bahkan, beberapa studi telah menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit jantung koroner memiliki peningkataan dari platelet monocyte aggregates (PMA) pada aliran darahnya, dimana sangat berhubungan dengan stabilitas plak (Furman dkk., 1998, Linden dkk., 2007). Peningkatan PMA pada pasien NSTEMI telah menunjukkan berhubungan dengan hasil buruk pada pasien selama di rumah sakit dan peningkatan risiko terhadap kejadian jantung jangka panjang (Zhang dkk., 2007).
Jumlah limfosit yang rendah berhubungan dengan kejadian kematian atau kejadian kardiovaskular pada pasien dengan nyeri dada dan stable CAD juga telah dibuktikan melalui beberapa penelitian (Ommen dkk., 1997), unstable angina (Zouridakis dkk., 2000), dan juga CHF (Ommen dkk., 1998). Mekanisme yang mendasarinya masih bersifat spekulatif. Dipertimbangkan sebagai respon terhadap tekanan fisiologis selama iskemia/infark miokardium, terjadi pelepasan kortisol. Nilai kortisol yang tinggi mengakibatkan limfopenia. Semakin tinggi tekanan fisiologis berarti semakin tinggi tingkat kortisol dimana ditranslasikan sebagai semakin rendah jumlah limfosit. Sebaliknya, semakin tinggi jumlah limfosit menunjukkan bahwa terdapat respon imun yang tepat dan stabil, sebuah jalur
6
inflamasi yang sementara tidak menyebabkan efek (Zouridakis dkk., 2000). Jumlah limfosit yang rendah berhubungan dengan kejadian yang buruk pada pasien NSTEMI.
Platelet to lymphocyte ratio (PLR) merupakan novel marker inflamasi yang dapat digunakan sebagai prediktor inflamasi dan mortalitas pada berbagai penyakit. PLR dapat dengan mudah diperoleh dari pemeriksaan laboratorium darah rutin yang berisi perbandingan antara kadar platelet dan limfosit. Studi terbaru menunjukkan bahwa PLR merupakan refleksi dari inflamasi, aterosklerosis dan aktivasi platelet (Balta dan Ozturk, 2015). PLR memiliki keunggulan dibandingkan dengan hanya pemeriksaan platelet atau limfosit saja. Dikatakan lebih unggul karena PLR lebih stabil dibandingkan nilai absolut platelet atau limfosit saja yang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisiologi dan patologi, yang terpenting PLR mewakili 2 indikator yaitu jalur agregasi dan jalur imun.
Jumlah platelet yang tinggi merupakan petanda respon inflamasi destruktif yang sedang berlangsung dan status protrombotik sedangkan penurunan kadar limfosit mewakili status imun dari pasien. PLR awalnya ditemukan meningkat pada berbagai kelainan onkologi, dan merupakan prediktor mortalitas pada populasi kanker dan penanda yang berguna menilai respon kemoterapi serta prediktor iskemia tungkai kritis pada pasien dengan penyakit arteri perifer (Yüksel dkk., 2014, Osadnik dkk., 2015).
PLR juga digunakan sebagai prediktor aterosklerotik koroner burden, PLR yang tinggi merupakan prediktor independen yang signifikan untuk survival jangka panjang pada pasien dengan SKA dan prediktor independen dari terjadinya
no-7
reflow pada pasien yang dilakukan intervensi koroner perkutan (IKP) primer. Sesuai dengan hasil tersebut, nilai PLR sepertiga yang tertinggi dari studi populasi terbaru dengan STEMI menunjukkan luaran yang lebih buruk dibandingkan dengan PLR yang rendah dan PLR ditemukan sebagai prediktor independen mortalitas di rumah sakit pada pasien dengan STEMI (Yüksel dkk., 2014).
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, akan dilakukan penelitian mengenai peranan PLR yang tinggi sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA selama perawatan di rumah sakit. Penelitian ini dilakukan karena belum terdapat studi yang meneliti peningkatan aktivasi platelet dan penurunan kadar limfosit yang ditunjukkan oleh nilai PLR yang tinggi sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada populasi pasien IMA.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan rangkuman latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Apakah platelet to lymphocyte ratio (PLR) yang tinggi merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran PLR berkaitan dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA.
8
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui PLR yang tinggi sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik/Ilmiah
Jika pada penelitian ini terbukti bahwa PLR yang tinggi merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA, maka penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmiah berupa :
1.4.1.1 Sebagai data dasar dan sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien IMA. 1.4.1.2 Sebagai dasar kelayakan PLR dalam menilai prognosis pasien IMA yang
penting, sederhana, dan mudah. 1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan kontribusi berkaitan dengan penggunaan PLR sebagai stratifikasi risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA, sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang lebih agresif sejak awal.