• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 6 NO. 1 Maret 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 6 NO. 1 Maret 2013"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGONTROLAN POLARADIASI ANTENA ARRAY DENGAN ANTENA INDIVIDU DIPOLE ½ LAMBDA

Firdaus1 Sri Yusnita2

ABSTRACT

Control Polaradiasi for array antennas is electrically performed by changing a few parameters such as, the geometry of antenna array, the distance between elements of the antenna array, the amplitude and phase of the excitation. For the particular geometry and spacing between elements and the constant current amplitude control polaradisi antenna array can be done by adjusting the inter-element phase array antenna with a phase shifter device.

In this research, phase arrangement made with a method dentonature line. The antenna can be directed at an angle of 0o, 20o, 35o, 40o and 280o. Antenna gain is obtained from measurements 8 dB and antenna bandwidth is 34 MHz.

In this research phase arrangement made with a method dentonature line. The antenna can be directed at an angle of 0o, 20o, 40o and 35o 280o. Antenna gain measurement is 8 dB and the bandwidth of the antenna is 34 MHz

Keywords: Array Antenna, polaradiasi, Gain

INTISARI

Pengontrolan polaradiasi antena array secara listrik dilakukan dengan merubah beberapa parameter diantaranya, geometri antenna array, jarak antar elemen antenna array, amplitudo dan fasa dari eksitasi. Untuk geometri tertentu dan jarak antar elemen dan amplitudo arus konstan maka pengendalian polaradisi antenna array dapat dilakukan dengan mengatur fasa antar elemen antena array dengan suatu perangkat penggeser fasa.

Pada penelitian ini pengaturan fasa dilakukan dengan metoda dentonature line . Antena dapat diarahkan pada sudut 0o, 20o, 35o 40o dan 280o. Gain antena yang didapat dari pengukuran adalah 8 dB dan bandwidth antena adalah 34 MHz. Kata kunci : Antena array, polaradiasi, Gain

(2)

PENDAHULUAN

Antena sebagai perangkat yang

meradiasikan dan menerima

gelombang elektromagnetik telah berkembang sangat luas sekali baik dalam bentuk dan aplikasinya. Salah satu pengembangan antena adalah

penggunakan beberapa antena

individual yang bekerja sama

sehingga membentuk suatu antena dengan karakteristik yang sama

sekali berbeda dari antena

individualnya. Jenis antena ini dikenal dengan Antena Array. Keunikan antena array ini adalah bahwa beam

(polaradiasi ) dari antena dapat dikendalikan dengan cara mengatur sedemikian rupa beda fasa arus catu masing-masing elemen antena dan mengatur jarak antar elemen. Apabila jarak antar elemen dibuat dua kali

panjang gelombang yang akan

dipancarkan dan beda fasa antar elemen dibuat konstan maka akan

didapatkan polaradiasi yang

menyebar serba sama kesegala arah. Sedangkan untuk jarak antar elemen sebesar ½λ dari frekuensi yang akan dipancarkan dan beda

fasa arus untuk masing-masing

elemen adalah 90o maka didapatkan polaradiasi maksimum antena pada arah 0o (sejajar dengan sumbu antena). Untuk jarak antar elemen sebesar ½ λ dan beda fasa antar elemen adalah 0o didapat polaradiasi maksimum pada arah 90o.

Karakteristik antena array ini memungkinkan penggunaan yang

lebih luas dalam sistem

telekomunikasi seperti Smart Antena, Radar, Remote Sensing dan lain-lain.

Untuk Aplikasi smart antena,

memungkinkan dilakukan estimasi arah kedatangan sinyal (Direction of Arrival) terhadap sinyal terima antena Array, dan selanjutnya receiver smart antena mengendalikan fasa arus catu

antena sehingga main beam

(polaradasi maksimum) dapat

diarahkan ke penerima yang

dimaksud.

Untuk sistem radar

konvensional, antena radar diputar

menggunakan rotator sehingga

memungkinkan antena melakukan

scanning area sekitar antena.

Dengan aplikasi antena array maka memungkinkan dilakukan scanning secara elektrik pada antena radar, dimana dengan posisi antena tidak berubah tetapi polaradiasi bisa diarahkan dengan mengendalikan

fasa arus catu pada antena

individualnya. Dengan demikian

kelemahan dari antena radar

konvensional yang membutuhkan

daya yang besar untuk memutar rotator antena bisa diatasi.

Dalam aplikasi antena array

dibutuhkan perangkat penggeser

fasa (phase shifter) agar fasa antena individual antena array dapat diatur. Perubahan fasa dari phase shifter yang digunakan adalah 90o , 155o dan 180o, sehingga polaradiasi antena dapat dikendalikan pada arah, 30o, 60o, dan 90o.Antena yang digunakan adalah antena dipole vertikal dimana polaradiasi untuk

antena dipole vertikal adalah

omnidirectional sehingga

memungkinkan didapatkan daya

maksimum pada seluruh arah

horizontal. Diharapkan dengan

menggunakan antena ini juga

memungkinkan untuk mendapatkan daya maksimum pada arah 0o.

Hasil penelitian dapat

digunakan untuk pengembangan

antena radar dan penginderaan jarak

jauh serta dapat dimanfaatkan

sebagai modul ajar dan praktikum antena di labaoratorium Antena dan Propagasi Jurusan Elektro Program Studi Telekomunikasi.

PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

1. Bagaimana membuat antena

dipole yang mempunyai

(3)

2. Bagaimana membuat antenna array yang terdiri dari elemen antenna dipole vertical

3. Bagaimana melakukan

pergeseran fasa pada antenna

array sehingga polaradiasi

antenna bisa diarahkan secara horizontal

TUJUAN

1. Mengatur polaradiasi antena array dengan cara scanning secara elektrik tanpa memutar antena secara fisik.

2. Mengatur fasa antar elemen

antena array dengan suatu

perangkat penggeser fasa. 3. Melakukan pengukuran Gain dan

Bandwidth antena. HASIL DAN PEMBAHASAN Antena Array

Antena array merupakan

antena yang mempunyai beberapa antena individual yang disusun secara paralel dan dicatu secara simultan. Bentuk umum dari antena array dapat dilihat pada gambar 1 dimana antena individual penyusun antena array adalah antena dipole ½ λ.

L = ½ lamda d

G Gambar 1. Antena Array Prinsip dari antena array dapat dijelaskan dengan mengasumsikan antenna array terdiri dari dua elemen sumber isotropis sebagaimana pada gambar 2.a. Apabila kedua sumber tersebut dipisahkan dengan jarak setengah panjang gelombang dan tidak ada perbedaan fasa arus pada elemen pertama dan kedua maka sinyal yang dipancarkan pada arah sumbu z akan saling menghilangkan. Ini dikarenakan sinyal yang datang dari elemen pertama menuju ke elemen kedua akan berbeda fasa sejauh 180o karena telah menempuh jarak setengah lamda. Sehingga pada arah sumbu z positif maupun negative akan saling menghilangkan. Polaradiasi antenna maksimum pada arah tegak lurus bidang antenna seperti ditunjukkan pada gambar 2.b

(4)

(b)

(c)

Gambar 2. Dua sumber titik isotropik dengan amplitudo dan fase yang sama dan spasi 1 1/2 λ terpisah. (a) inspeksi metode

(b) polar plot array faktor f(Ѳ) = cos [(π/2) cos Ѳ]. (c) metode perhitungan. Untuk dua sumber isotropis

dengan amplitudo arus sama dan fasa arus pada kedua elemen berbeda fasa 180o ditunjukkan pada gambar 3. Sinyal yang datang dari elemen pertama menuju elemen kedua akan sefasa dengan sinyal yang ada pada elemen kedua karena sinyal kedua elemen saling berbeda fasa 180o dan kembali fasanya tertinggal setelah menempuh jarak

setengah lambda. Maka pada arah

sumbu z sinyal akan saling

menjumlahkan. Sedangkan pada

arah sumbu x karena sinyal dari kedua antena berbeda fasa 180o maka sinyal yang dipancarkan dari

kedua elemen akan saling

menghilangkan seperti ditunjukkan

dalam gambar 3.a. Bentuk

polaradiasi yang dihasilkan

(5)

(a)

(b)

Gambar 3. Dua sumber titik isotropik dengan amplitudo yang sama dan fase berlawanan, dan spasi 1 1/2 λ terpisah. (a) inspeksi metode plot

(b) polar dari besarnya faktor array |f(Ѳ)| = |sin[(π/2) cos Ѳ]|. Dengan demikian polaradiasi

antenna berubah sesuai dengan beda fasa arus yang diberikan. Pola umum dari antenna array dapat dituliskan secara matematis pada persamaan 1.

... 1

Dimana :

N = Jumlah Elemen D = Jarak antar elemen λ = Pusat jari-jari AF

d

cos

 2

Untuk array linier berjarak sama, akan didapat arus identik dimana A0 = A1 = A2 = A3….= An, dimana An adalah amplitudo arus ke n. Sudut θ adalah beda fasa arus antar elemen antenna.

Penggambaran pola radiasi

(AF) dapat dilakukan dengan

menggunakan polar plot dan

universal pattern dalam fungsi persamaan 2 :

)

2

sin(

)

2

sin(

)

(

N

N

f

... 2

Pada gambar 4 dapat diamati polaradiasi maksimum berada pada θ = 90o. Dengan cara yang sama pada gambar 5 ditunjukkan polaradiasi antenna array untuk jumlah elemen antenna N = 5, jarak antar elemen d = λ/2 dengan nilai θ = 0, 30o, 45o, 60o

, 90o dan 120o. Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa polaradiasi maksimun antenna sesuai dengan perubahan nilai θ. Dengan demikian dengan mengatur beda fasa antenna array dari arah 0o sampai dengan 360o maka polaradiasi antenna array akan bergerak dari 0 sampai dengan 360 derajat tanpa harus memutar antenna secara fisik.

)

2

sin(

)

2

sin(

0

N

N

A

AF

(6)

Gambar 4 Polaradiasi untuk jumlah elemen N= 5 Spasi antar elemen d= λ/2, θ = 0o dan θ=30o

Gambar 5. Polaradiasi untuk jumlah elemen N= 5 Spasi antar elemen d= λ/2, θ = 45o ,θ=60o θ=90o dan θ=120o

Phase Shifter (Penggeser Fasa) Phase shifter adalah suatu perangkat untuk menggeser atau menambah fasa dari sinyal yang ditransmisikan pada system. Dalam aplikasi antenna phase shifter digunakan untuk menggeser fasa

sinyal yang di umpankan ke antenna. Ada beberapa metoda yang bisa digunakan untuk menggeser fasa dari sinyal diantaranya High pass /Low pass phase shifter, dan Loaded line phase shifter, dan switched line phase shifter,

(7)

a. High pass /Low pass phase shifter

Penggunaan reaktansi variable secara seri atau shunt dapat

digunakan untuk melakukan

penggeseran fasa. Sebuah high pass/low pass phase shifter

dengan model π network

menggunakan kapasitor diskrit ditunjukkan oleh gambar 6. Pada

konfigurasi high pass yang

ditunjukkan pada gambar, untuk kondisi circuit match, X = 2B/(1+B2) dan fasa adalah sebesar tan-1(2B/(B2-1)). Sebagai saklar bisa digunakan PIN diode

atau MESFETs. Dengan

rangkaian ini memungkin

melakukan penggeseran fasa

sebesar 180o.

Gambar 6. High pass/low pass π network phase shifter

b. Loaded Line Phase Shifter

Jenis phase shifter dengan

loaded line ini memungkinkan penggeseran fasa 22.5o sampai

dengan 45o.Rangkaian dari

loaded line phase shifter

ditunjukkan pada gambar 7.

Beban reaktif pada gambar

sepanjang ¼ panjang gelombang dipasang secara shunt pada

saluran transmisi untuk

Susceptance kedua (jB) dipasang untuk menghasilkan pantulan,

dimana secara terpisah

menghilangkan pantulan pada susceptance pertama (jB).

Jika suceptansi adalah kapasitif, maka kecepatan fasa berkurang dan jika suseptansi induktif maka

kecepatan fasa bertambah.

Loaded line phase shifter adalah phase shifter untuk pita sempit, dan bisa menghasilkan fasa yang konstan terhadap frekuensi.

Gambar 7. Loaded line phase shifter

c. Switched line phase Shifter.

Switched line phase shifter

ditunjukkan pada gambar 8.

Saklar SPDT digunakan untuk

mengalihkan antara saluran

transmisi yang mempunyai

panjang yang berbeda. Berbeda dengan dua model sebelumnya, delay yang dihasilkan sesuai dengan dengan waktu (true time delay) sehingga memungkinkan menghasilkan fasa respon fasa yang sesuai dengan frekuensi. Pergeseran fasa diberikan oleh

: ... 3

Dimana β adalah konstanta propagasi dari saluran transmisi.

(8)

Gambar 8. Switched line phase shifter.

Dari ketiga model phase shifter yang dijelaskan diatas, switched line phase shifter yang memungkinkan penggeseran multi fasa sehingga memungkinkan diaplikasikan untuk menggeser fasa variabel dari 0o – 360o.

Pembuatan Antena Array

Pada penelitian ini dibuat antena array tiga elemen dimana

elemen individualnya merupakan

antena dipole ½ λ dengan frekuensi

kerja 733 MHz. Elemen antena dibuat

dari batang alumunium dengan

diameter 0.9 cm. Elemen antena

ditempatkan disebuah kotak

penyangga terbuat dari isolator. Konstruksi antena dapat dilihat pada gambar 9. Berdasarkan frekuensi kerja dari antenna maka dihitung panjang elemen antena dengan menggunakan rumus persamaan 3: dan ...4 Dimana :

c = kecepatan cahaya diruang hampa (3 x 108 m/s)

L= Panjang antena (cm) λ= panjang gelombang (cm) F= frekuensi (MHz)

Gambar 9. Elemen antena dan kotak antenna.

Setelah didapat ukuran antena selanjutnya dilakukan perancangan antena sesuai dengan hasil desain.

Bentuk akhir antenna ditunjukkan pada gambar 10.

(9)

Gambar 10. hasil akhir dari antena dipole Kabel catu dipasangkan pada kedua

elemen antenna sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 11.

Gambar 11. Hasil akhir pemasangan konektor Antena dipole ini dibuat sebanyak

tiga bua dengan ukuran yang identik.

Hasil akhir dari antena array ditunjukkan dalam gambar 12.

Gambar 12. Hasil akhir dari antenna array Untuk menggeser fasa antar elemen

antenna array dilakukan dengan mengatur panjang kabel

masing-masing elemen antenna. Pada

penelitian ini dibuat beberapa kabel

panjang masing-masingnya

(10)

Table 1 Ukuran kabel yang akan di uji.Dimana : λ = 40,9 cm. No Panjang kabel (lamda) Panjang kabel (mm) 1 2 3 4 5 λ, λ, λ λ, 1 1/16λ, 1 1/8 λ λ, 1 1/8λ, 1 ¼ λ λ, 1 ¼ λ, 1 ½ λ λ, 1 ½ λ, 2 λ, 409, 409, 409 409, 434,56, 460,125 409, 460,125, 511.25 409, 511.25, 613.5 409, 613.5, 818

Masing-masing kabel akan

digunakan sebagai pencatu antena

array dalam pengukuran dan

pengujian antnna array. Pemasangan kabel ditunjukkan pada gambar 13.

Gambar 13. Pencatuan Antena

Gambar 14. Pengukuran Antena array

Pemasangan antenna dan alat ukur ditunjukkan pada gambar 15.

Pada pengujian antenna array

ditempatkan sebagai antenna

penerima. Alat ukur yang digunakan

pada penerima adalah spectrum

Analyzer Instek GSB-810 1000MHz.

Sedangkan pemancar yang

digunakan adalah RF Generator HP 8657B dengan frekuensi kerja 0,1–

2060 MHz. Antena pemancar yang digunakan adalah antena dipole ½ λ.

Pengukuran Gain Antena Array

Pengukuran gain antenna array dilakukan dengan membandingkan daya terima antenna array dengan antenna dipole ½ λ. Dari hasil pengukuran didapatkan daya terima antenna dipole ½ λ sebesar -56 dBm sedangkan daya terima dengan antenna array adalah -48 dBm dengan demikian didapatkan gain antenna sebesar 8 dB. Gain yang didapatkan lebih kecil dari antenna yagi 7 elemen dimana gain atena adalah sebesar 12 dB. Dengan demikian gain yang dihasilkan cukup baik karena antenna array terdiri dari 3 elemen antenna dipole. Apabila

jumlah elemen antenna array

ditambah maka juga akan

memperbesar nilai Gain.

Pengukuran Respon Frekuensi

Respon frekuensi antenna

array dapat dilihat pada saat antena beresonansi pada frekuensi 733 MHz dimana pada frekuensi tersebut daya terima antenna maksimum -57 dBm. Bandwidth antenna yaitu pada level -3 dB yaitu sebesar -34 MHz.

Polaradiasi Antena Array

Polaradiasi antenna array

ditunjukkan pada gambar 15 sampai dengan gambar 19 untuk kombinasi panjang yang berbeda pada setiap elemen antenna array. Pada gambar

15 pengukuran polaradiasi

maksimum didapat pada arah 40o, panjang kabel yang digunakan untuk masing-masing elemen antena 1λ.

Apabila dibandingkan dengan

(11)

untuk sudut 40o maka panjang kabel 1 λ merupakan pergeseran fasa 137o.

Gambar 15. Diagram polaradiasi antenna array dengan panjang kabel catu λ, λ, λ

Gambar 16. Diagram polaradiasi antenna array dengan panjang

kabel catu λ, 1 1/16λ, 1 1/8λ

Pada gambar 16 polaradiasi antenna maksimum pada arah 0o dan ada lobe lain pada arah arah

100o.Gambar ini mendekati

polaradiasi secara teoritis

menggunakan persamaan 2 untuk o

Gambar 17. Diagram polaradiasi antenna array dengan panjang kabel catu

λ, 1 1/8λ, 1 1/4λ

Gambar 18. Diagram polaradiasi antenna array dengan panjang kabel catu

λ, 1 1/4λ, 1 1/2λ

Gambar 19. Diagram polaradiasi antenna array dengan panjang

(12)

pada arah 20o dimana mendekati bentuk polaradiasi secara teoritis untuk beda fasa antar elemen sebesar 170o. Untuk gambar 19 polaradiasi antenna maksimum pada

arah 280o mendekati bentuk

polaradiasi secara teoritis untuk beda fasa antar elemen 31o. Dari

keseluruhan hasil pengukuran

polaradiasi dapat dilihat bahwa dengan variasi kebel yang digunakan pada pengukuran maka polaradiasi antenna dapat digeser secara elektrik untuk arah 40o, 35o, 20o , 0o dan 280o. Bentuk Polaradiasi semua hasil pengukuran tidak berhimpit dengan

polaradiasi teoritis. Hal ini

dikarenakan elemen antena dipole vertikal secara individual tidak benar-benar omnidirectional dan untuk ketiga antenna polaradiasi antenna tidak benar-benar sama

KESIMPULAN

1. Gain antena array cukup baik yaitu sebesar 8 dB dengan 3 elemen. Ada perbaikan Gain

dibanding dengan elemen

individunya.

2. Frekuensi kerja dari antena

adalah 733 MHz. dengan

bandwidth 34 MHz.

3. Polaradiasi dari antena dapat

dikendalikan dengan cara

merubah arus catu antar

elemen. Arah yang didapatkan adalah untuk sudut 0o20o, 35o, 40o dan 280o tetapi belum bisa diarahkan pada arah yang lain. DAFTAR PUSTAKA

[1] Firdaus, R. Dewi, Ramiati, A.

Dahlan. 2011. Pembuatan

Penggeser Fasa (Phase Shifter) Gelombang Frekuensi radio 700 MHz Untuk aplikasi praktikum antena array dan radar.

[2] Robert R. Romanofsky. 2007

Array Phase Shifters: Theory and Technology. NASA

[3] Warrant L Stutmant. 1981.

Antena Theori and Design. John Willey & Son, USA.

Radar tutorial,

http://www.radartutorial.eu/01.basics/ rb05.en.html

RF, RFIC & microwave Desaing, www.rfic.co.uk

Gambar

Gambar 2. Dua sumber titik isotropik dengan amplitudo dan fase yang  sama dan spasi 1 1/2 λ  terpisah
Gambar 4 Polaradiasi untuk jumlah elemen N= 5   Spasi antar elemen d= λ/2, θ = 0 o   dan θ=30 o
Gambar 6. High pass/low pass π  network phase shifter  b.  Loaded Line Phase Shifter
Gambar 8. Switched line phase  shifter.
+3

Referensi

Dokumen terkait

9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 dengan mempertimbangkan evaluasi manajemen atas prospek usaha setiap debitur, kinerja (performance) dan kemampuan membayar setiap

Bobot telur pada penelitian ini tidak berbeda nyata antara bobot telur itik yang menetas jantan dan betina artinya bobot telur tidak mempengaruhi jenis kelamin

Arca-arca penjaga pada biaro-biaro di Padang Lawas terdiri dari 2 jenis, yaitu berbentuk manusia; dan berbentuk binatang berupa singa, buaya dan gajah. Biaro yang

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala bekat, kasih dan karuniaNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis diberi kelancaran dan mampu menyelesaikan dengan

Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lain, kemudian dipanggang. Roti mempunyai berbagai macam jenis, salah

Alasan peneliti menggunakan Teori Interaksionisme Simbolik pada penelitian ini karena dilihat dari adanya interaksi yang bersifat simbolik di dalam suatu kelompok

ROOSTER (Role Online Sytem Ticketing Raharja ) merupakan sistem pelayanan informasi dengan menggunakan sebuah tiket yang akan diberikan kepada pihak yang terkait (staff ROOSTER),

Teorema kekonvergenan yang dibicarakan di sini terkait dengan konsep keterintegralan- serentak (equi-lntegrable). Diketahui {f,} barisan fungsi yang terdefinisi pada / dan bernilai