• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHA TANI AGROFORESTRY NYAMPLUNG DI LAHAN SEMPIT UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DI KABUPATEN CIAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS USAHA TANI AGROFORESTRY NYAMPLUNG DI LAHAN SEMPIT UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DI KABUPATEN CIAMIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHA TANI AGROFORESTRY NYAMPLUNG DI LAHAN SEMPIT UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DI KABUPATEN CIAMIS

Devy P. Kuswantoro, Soleh Mulyana, dan Harry Budi Santoso

ABSTRAK

Kementerian Kehutanan menawarkan pemanfaatan Nyamplung sebagai tanaman sumber bahan bakar nabati (BBN) untuk mendukung kemandirian energi masyarakat. Kelebihan Nyamplung diantara sumber bahan bakar nabati lainnya adalah tidak berkompetisi dengan pangan, merupakan pohon serbaguna, dapat digunakan dalam rehabilitasi pantai, dan dapat ditanam dalam lahan budidaya petani sebagai salah satu sumber pendapatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pengembangan Nyamplung di hutan rakyat dalam pola agroforestry, khususnya di lahan sempit milik petani. Lokasi penelitian adalah di wilayah Kabupaten Ciamis. Hasil perhitungan analisis usaha tani memberikan indikasi bahwa pola agroforestry Nyamplung layak dikembangkan di lahan sempit dengan pilihan jenis tanaman kelapa, pisang, dan sengon yang sudah terlebih dahulu dikembangkan oleh petani.

Kata kunci: Nyamplung, hutan rakyat, agroforestry, lahan sempit, BBN

I. PENDAHULUAN

Pengunaan bahan bakar minyak di Indonesia memperlihatkan kondisi yang cenderung semakin meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM (2011), konsumsi BBM tahun 2010 mencapai 61,73 juta liter atau + 388,241 juta setara barel minyak. Di lain pihak, cadangan minyak bumi semakin menurun dan di tahun 2010 tinggal 7,76 milyar barel. Impor BBM pada tahun 2010 mencapai 38,28% dari konsumsi. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan akan bahan bakar sangat memegang peranan penting di Indonesia. Sumber-sumber energi lain yang dapat mensubstitusi bahkan menggantikan peran minyak bumi terus dicari dan dikembangkan potensinya. Salah satunya adalah pemanfaatan bahan tanaman sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN) yaitu sumber bio diesel (yang dapat menggantikan fungsi minyak solar) dan bio etanol (yang dapat menggantikan bensin), dan bio oil. Kebijakan Energi Nasional telah dikeluarkan oleh pemerintah dengan salah satu sasarannya yaitu menetapkan penggunaan BBN menjadi lebih dari 5% terhadap konsumsi energi nasional pada tahun 2025 atau setara dengan 4,7 juta kilo liter. Sampai tahun 2010, perkembangan BBN terus mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 1.

(2)

Tabel 1. Perkembangan BBN sampai dengan tahun 2010 (ribu kilo liter) Jenis BBN 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Bio diesel 120 456,6 1.550 2.329,1 2.521,5 2.647,57 Bio etanol 2,5 12,5 135 192,4 212,5 223,12 Bio oil - 2,4 37,2 37,2 40 42 Jumlah 122,5 471,5 1.722,2 2.558,7 2.774 2.912,69 Sumber: Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (2011)

Bahan nabati sebagai sumber BBN yang biasa digunakan di dunia adalah dari jagung, kedelai, flaxseed, tebu dan minyak kelapa sawit. Padahal bahan-bahan tersebut juga merupakan bahan-bahan pangan yang tentu saja menjadi kurang etis dikembangkan di Indonesia mengingat belum tercapainya kemandirian dan kedaulatan pangan. Oleh karena itu, pencarian dan pengembangan sumber BBN non pangan potensial menjadi perlu dan penting dilakukan. Sampai saat ini, jenis yang telah banyak dikembangkan adalah jarak pagar (Jatropha curcas Linn) baik oleh swasta/industri maupun oleh Kementerian Pertanian dalam bentuk Desa Mandiri Energi (DME). Sampai tahun 2009, telah tumbuh 612 unit DME dimana sebanyak 429 unit merupakan DME berbasis BBN (Kementerian ESDM, 2010).

Kementerian Kehutanan melalui Badan Litbang Kehutanan telah meneliti tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) yang mempunyai potensi sebagai sumber BBN. Kelebihan tanaman Nyamplung dibanding sumber BBN lainnya adalah selain tidak berkompetisi dengan pangan, tanaman ini tumbuh dan tersebar alami di hampir seluruh pantai berpasir di Indonesia, merupakan pohon multimanfaat dan dapat digunakan untuk rehabilitasi sempadan pantai, mempunyai produktivitas biji dan rendemen minyak yang lebih tinggi dari jarak pagar maupun sawit (Bustomi et al., 2009). Isu perubahan penggunaan lahan dan deforestasi juga dapat ditepis dengan pemanfaatan Nyamplung. Kusdiana (2011) menekankan pemanfaatan BBN tetap harus memperhitungkan isu emisi CO2 pada saat budidaya yaitu dengan tidak merusak hutan tropis dan mengoptimalkan penggunaan lahan tidur. Disinilah letak kelebihan tanaman Nyamplung karena hanya akan diambil buahnya saja sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sehingga tidak akan menambah emisi CO2.

Kementerian Kehutanan dalam memperkenalkan penggunaan Nyamplung sebagai bahan baku BBN telah membuat demplot DME berbasis Nyamplung yang bekerja sama dengan Kementerian ESDM. Demplot DME berlokasi di Kabupaten Kebumen, Purworejo, dan Banyuwangi. Sumber bahan baku pengolahan minyak Nyamplung berasal dari hutan rakyat setempat, tumbuhan alam, maupun tanaman Nyamplung di areal Perum Perhutani. Dengan adanya prospek yang menjanjikan, diharapkan peluang usaha budidaya Nyamplung dapat ditangkap oleh masyarakat sebagai salah satu usaha hutan rakyat untuk menambah pendapatan.

Selama ini, hutan rakyat banyak dikembangkan pada lahan sempit dengan pola agroforestry, mengingat terbatasnya luasan kepemilikan lahan petani. Disamping itu, tenaga kerja dapat dihemat karena merupakan tenaga

(3)

kerja keluarga. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha tani agroforestry Nyamplung untuk lahan sempit dengan tanaman yang sudah dikenal oleh petani sehingga diharapkan mampu menumbuhkan minat petani untuk berpartisipasi dalam budidaya Nyamplung di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Ciamis yang wilayah pesisirnya potensial untuk pengembangan Nyamplung. Dengan demikian, apabila akan dibentuk suatu DME berbasis Nyamplung di Ciamis, sudah diketahui keekonomian usaha taninya oleh masyarakat.

II. METODE

Pengambilan data dilakukan di Desa Ciparanti dan Kertamukti yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis. Data dikumpulkan melalui kegiatan survai dengan melakukan wawancara kepada petani dan kelompok tani hutan rakyat. Survai dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan budidaya di hutan rakyat milik petani termasuk biaya dan pendapatannya. Adapun jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh petani akan dikombinasikan dengan tanaman Nyamplung dalam berbagai skenario pola agroforestry. Usaha budidaya dan pengolahan Nyamplung menjadi bio diesel belum ada di Ciamis. Oleh karena itu, sebagai rujukan harga-harga untuk Nyamplung dilakukan pengamatan di Kabupaten Cilacap.

Pola agroforestry Nyamplung meskipun dilakukan di lahan sempit, akan tetapi mengingat daur usaha yang lama, maka tetap perlu dilakukan proyeksi atas biaya dan manfaat di masa datang. Karenanya kegiatan usaha dihitung dengan analisis finansial usaha tani menurut rumusan dalam Gray (2007). Analisis usaha tani tersebut meliputi analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR). Usaha tani dianggap menguntungkan apabila nilai NPV > 0, BCR > 1, dan IRR > suku bunga. Selain perhitungan tersebut, dilakukan juga analisis secara deskriptif dan dengan menggunakan data-data pembanding yang ada.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keberadaan Nyamplung dan Kondisi Hutan Rakyat

Sebaran alami Nyamplung di Kabupaten Ciamis terletak di kawasan Cagar Alam Pananjung, Pangandaran dan kawasan Pantai Batukaras. Beberapa pohon Nyamplung yang tumbuh alami secara soliter (tidak dalam kelompok) juga ditemukan di kawasan pantai Desa Ciparanti dan Kertamukti. Pohon Nyamplung tumbuh besar di areal pemakaman, tepian sungai, maupun pinggir jalan. Masyarakat selama ini tidak pernah menanam Nyamplung dengan sengaja. Hanya saja sejak terjadi tsunami pada tahun 2006, mulai digalakkan rehabilitasi pantai dan daerah pesisir yang salah satu jenis tanamannya adalah Nyamplung.

Saat ini, tanaman Nyamplung berumur muda banyak terlihat di sepanjang kanan-kiri jalan Desa Ciparanti dan Kertamukti hasil proyek penghijauan. Meskipun demikian, belum ada petani yang tertarik untuk membudidayakannya

(4)

di lahan/kebunnya mengingat belum banyak diketahui teknik budidaya dan manfaatnya. Para petani mengetahui bahwa Nyamplung merupakan tanaman pantai yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk kayu bakar dan berguna bagi rehablitasi pantai. akan halnya manfaat buah Nyamplung yang dapat diambil bijinya sebagai BBN belum banyak diketahui oleh petani.

Apabila prospek budidaya Nyamplung belum banyak diketahui oleh petani, maka keberadaan hutan rakyat maupun kegatan penanaman tanaman kayu-kayuan di lahan milik sudah menjadi budaya masyarakat sampai saat ini. Jenis-jenis pohon seperti sengon, jati, mahoni, dan formis sudah dikenal dan ditanam oleh petani sebagai tanaman tahunan untuk tabungan maupun sumber uang dikala kebutuhan mendesak. Tanaman sengon petani mempunyai kondisi yang cukup baik dan tidak terkena serangan karat tumor yang saat ini marak. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan pesisir yang lebih panas sehingga spora karat tumor tidak mewabah seperti halnya tanaman sengon yang ditanam di pegunungan/ dataran tinggi.

Sebagai desa-desa di wilayah pesisir, petani juga menanam kelapa sebagai tanaman khas pesisir untuk diambil buahnya maupun diambil nira kelapa untuk pembuatan gula kelapa disamping nantinya dimanfaatkan kayunya. Petani berusaha mengoptimalkan lahan miliknya dengan penanaman berbagai jenis tanaman yang nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan mulai dari harian hingga tahunan. Tabel 2 memperlihatkan jenis-jenis tanaman yang ditanam di lahan (hutan rakyat/kebun) milik responden petani.

Tabel 2. Jenis-jenis tanaman di lahan milik responden petani

No Desa Jenis tanaman

1 Desa Ciparanti sengon, kelapa, pisang, cengkeh, kapulaga, kacang tanah

2 Desa Kertamukti sengon, jati, mahoni, bayur, kelapa, pisang, ketela pohon, kacang tanah

Sumber: pengolahan data primer

B. Usaha Tani Agroforestry Nyamplung di Lahan Sempit

Skenario pengembangan hutan rakyat Nyamplung dibuat dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi baik dari literatur yang dipakai oleh Bustomi et al. (2009) maupun data primer dari hasil wawancara sebagai berikut:

1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik masyarakat maupun lahan sewa harim laut, sehingga tidak ada pembelian lahan dan yang ada adalah pajak tanah. Daur yang dipakai untuk Nyamplung adalah 50 tahun dalam luasan 100 bata (1.400 m2).

2. Nyamplung mulai berbuah pada umur 7 tahun dengan produksi buah diasumsikan sebanyak 25 kg/pohon/tahun (umur 7-10 tahun), dan 50 kg/pohon/tahun (umur 11-50 tahun). Pemungutan buah yang sudah masak/tua dilakukan oleh petani dan dijual dalam bentuk masih bertempurung. Harga biji Nyamplung adalah Rp. 700,00,-/kg di tingkat

(5)

petani sampai tahun ke-10 dan kemudian baru meningkat Rp. 1.100,-/kg setelah tahun ke-11. Ongkos angkut Rp. 100,-/kg. Harga buah Nyamplung diterima di pabrik seharga Rp. 600,-/kg ini sesuai dengan harga beli produsen minyak di Unit Pengolahan Biofuel Koperasi Jarak Lestari Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap tahun 2010. Adapun harga buah Nyamplung Rp. 1.000,-/kg adalah keinginan responden petani penjual buah di Cilacap.

3. Ongkos tenaga kerja yaitu Rp. 30.000,-/HOK. Harga-harga pupuk dan saprodi lainnya mengacu pada harga di Jawa Barat tahun 2010.

4. Biaya budidaya tanaman lainnya mengacu pada biaya dan pendapatan setempat.

Terdapat tiga pola agroforestry dalam budidaya Nyamplung yang dipilih untuk dilakukan analisis usaha tani yaitu Pola 1: Nyamplung + Kacang Tanah, Pola 2: Nyamplung + Kelapa, dan Pola 3: Nyamplung + Sengon + Pisang. Pemilihan pola ini berdasarkan pada jenis-jenis tanaman yang sudah umum ditanam petani di kebun/hutan rakyatnya. Biaya dan pendapatan pengembangan hutan rakyat Nyamplung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi biaya dan pendapatan agroforestry Nyamplung

No Perihal Nilai (Rp)

Pola 1 Pola 2 Pola 3

1 Biaya tetap 1.750.000 1.750.000 1.750.000

2 Biaya variabel budidaya Nyamplung

20.861.920 11.481.460 7.106.460 3 Biaya variabel budidaya Kacang

tanah

4.290.000 0 0

4 Biaya variabel budidaya Kelapa 0 3.532.600 0

5 Biaya variabel budidaya Pisang 0 0 14.825.000 6 Biaya variabel budidaya Sengon 0 0 25.740.000 7 Total biaya pola agroforestry

(1+2+3+4+5)

26.901.920 16.764.060 49.421.460 8 Rata-rata biaya per tahun 538.038 335.281 988.429 9 Penerimaan

- penjualan Nyamplung - penjualan Kacang tanah - penjualan Kelapa - penjualan Pisang - penjualan Sengon 113.500.000 8.000.000 0 0 0 56.750.000 0 33.712.000 0 0 56.750.000 0 0 12.600.000 131.250.000 10 Total pendapatan (8 – 6) 94.598.080 73.697.940 151.178.540 11 Rata-rata pendapatan per

tahun

1.891.962 1.473.959 3.023.571 Sumber: pengolahan data primer

(6)

Jarak tanam tanaman Nyamplung adalah 5m X 5m sesuai untuk jarak tanam bagi tanaman yang akan diambil buahnya. Jumlah tanaman Nyamplung pada Pola 1 sebanyak 56 batang dengan kacang tanah ditanam diantaranya. Adapun jumlah tanaman Nyamplung pada Pola 2 sebanyak 28 batang dengan tanaman Kelapa sebanyak 28 batang. Pada Pola 3, jumlah tanaman Nyamplung sebanyak 28 batang ditanam sebagai pembatas kebun, sedangkan bagian tengah kebun difungsikan sebagai lahan penanaman Sengon seperti pada hutan rakyat pada umumnya.

Hasil analisis usaha tani memberikan gambaran bahwa pola agroforestry Nyamplung memberikan pendapatan setiap tahun. Akan tetapi, nilai pendapatan pada Tabel 3 tersebut masih berupa nilai kasar karena belum diproyeksikan atas nilai di masa mendatang berdasar suku bunga yang digunakan. Tabel 4 memberikan gambaran kelayakan investasi 3 pola agroforestry Nyamplung tersebut pada suku bunga pinjaman 15%, sesuai dengan suku bunga kredit investasi di Jawa Barat (Bank Indonesia Jawa Barat, 2010).

Tabel 4. Analisis finansial pola agroforestry Nyamplung

No Perihal Pola 1 Pola Pola 3

1 Biaya terdiskonto 4.116.249 3.545.475 8.529.218 2 Penerimaan terdiskonto 9.609.817 4.757.475 18.710.656 3 NPV (Rp.) 4.116.249 1.212.000 10.181.438

4 IRR (%) 30,41 18,14 44,55

5 BCR 1,749 1,342 2,194

6 Kriteria Layak Layak Layak

Sumber: pengolahan data primer

Hasil analisis kelayakan memperlihatkan bahwa pola agroforestry dengan tanaman Nyamplung layak diusahakan selama 50 tahun untuk dapat berpartisipasi dalam penyediaan bahan baku BBN. Di lahan sempit, Nyamplung dapat dijadikan tanaman pembatas disekeliling kebun petani, ditanam diantara tanaman lain, maupun ditanam secara monokultur. Petani dapat memilih pola-pola yang sesuai dengan dana dan tenaga yang dimiliki mengingat usaha tani di lahan sempit biasanya terbatas pemodalannya dan hanya menggunakan tenaga kerja keluarga.

Pola 2 (Nyamplung + Kelapa) meskipun memberikan nilai-nilai yang paling rendah diantara ketiga pola tersebut, namun memberikan kemungkinan budidaya yang paling besar. Hal ini disebabkan kesesuaian lahan pantai dengan tanaman Kelapa dan Nyamplung dimana keduanya adalah tanaman khas pantai. Selama ini, petani di Desa Ciparanti dan Kertamukti sudah mengusahakan Kelapa. Di Desa Ciparanti, Kelapa lebih banyak dijual buahnya, sementara di Desa Kertamukti banyak yang diambil niranya untuk produksi gula kelapa. Hasil wawancara memperlihatkan peran penting tanaman Kelapa bagi masyarakat yaitu dapat memberikan hasil mingguan dan bulanan bahkan untuk kebutuhan harian seperti kebutuhan akan bahan bakar dari pelepahnya.

(7)

Program budidaya Nyamplung perlu didukung oleh sosialisasi dan penyuluhan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi, manfaat, cara budidaya, dan teknologi yang sudah diperoleh. Hasil wawancara dengan responden petani didapatkan bahwa petani mau turut serta dalam usaha budidaya Nyamplung asalkan mendapatkan kejelasan nilai ekonomi, pemasaran, dan teknik budidayanya. Hasil-hasil penelitian telah menemukan paket iptek berupa iptek perbenihan, teknik budidaya, serta penanggulangan hama dan penyakit Nyamplung (Rostiwati et al., 2010). Pasar biodiesel sangat terbuka luas karena keharusan untuk penggunaan BBN sehingga masyarakat dapat berperan dalam membantu penyediaan bahan baku.

Meskipun sampai saat ini pengembangan Nyamplung di demplot DME belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, akan tetapi dengan dukungan iptek dan insentif pemerintah untuk pengembangan BBN, diharapkan pengembangan BBN, khususnya Nyamplung dapat membuahkan keberhasilan dan menambah kesejahteraan masyarakat pesisir. Sesuai dengan UU No. 30 tahun 2007 tentang energi, pemerintah wajib untuk meningkatkan ketersediaan energi terbarukan. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi penyediaan energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha maupun perseorangan untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hutan rakyat Nyamplung sebagai sumber bahan baku BBN layak secara finansial untuk dikembangkan sebagai salah satu model budidaya tanaman kehutanan dan optimalisasi pemanfaatan lahan di daerah pesisir. Pilihan pola tanam agroforestry di lahan sempit dengan tanaman Nyamplung yang dapat dikembangkan oleh petani adalah pola Nyamplung + Kacang tanah, pola Nyamplung + Kelapa, dan pola Nyamplung + Sengon + Pisang. Petani dapat memilih pola yang sesuai dengan ketersediaan biaya dan tenaga yang dimilikinya.

Saran yang dapat diajukan dalam rangka mendukung budidaya Nyamplung di lahan sempit ini adalah perlu adanya sosialisasi dan dukungan iptek budidaya Nyamplung. Insentif dari pemerintah baik berupa bantuan, subsidi, dan peraturan yang mendukung dalam pengembangan BBN menjadi salah satu modal untuk meningkatkan kepercayaan petani dalam mengembangkan Nyamplung sehingga kemandirian energi berbasis BBN Nyamplung di pesisir Kabupaten Ciamis dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Bustomi, S., T. Rostiwati, R. Sudradjat, A.S. Kosasih, I. Anggraini, B. Leksono, S. Irawanti, R. Kurniaty, D. Syamsuwida, R. Effendi, Mahfudz, dan D. Hendra. 2009. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L): Sumber Energi Biofuel yang

(8)

Potensial (Edisi Revisi). Pusat Litbang Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Gray, C., P. Simanjuntak, L.K. Sabur, P.F.L. Maspaitella & R.C.G. Varley. 2007. Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Kedua. Gramedia. Jakarta.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010. Selama 2009 DME Tumbuh 44%. Website: http://www.esdm.go.id/berita/umum/37-umum/3092-selama-2009-dme-tumbuh-44.html. Diakses tanggal 1 Agustus 2011. ---. 2011. Statistik Minyak Bumi. Website: http://prokum.esdm.go.id/

Publikasi/Statistik/Statistik Minyak Bumi.pdf. Diakses tanggal 1 Agustus 2011.

Kusdiana, D. 2011. Aspek Keberlanjutan Bioenergi. Makalah disampaikan pada Seminar dan Eksibisi Indo-Bioenergy 2011 tanggal 24 Mei 2011 di Jakarta. Rostiwati, T., Nurhasybi, A.A. Pramono, L. Baskorowati, Y. Mile, dan B. Achmad

(eds.). 2010. Prosiding Seminar Peningkatan Produktivitas Hutan Rakyat untuk Kesejahteraan Masyarakat tanggal 20 Oktober 2010 di Bandung. Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Energi.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan BBN sampai dengan tahun 2010 (ribu kilo liter)  Jenis BBN  2005  2006  2007  2008  2009  2010  Bio diesel  120  456,6  1.550  2.329,1  2.521,5  2.647,57  Bio etanol  2,5  12,5  135  192,4  212,5  223,12  Bio oil  -  2,4  37,2  37,2  40  42  Jumlah  122,5  471,5  1.722,2  2.558,7  2.774  2.912,69  Sumber:  Direktorat  Jenderal  Energi  Baru  Terbarukan  dan  Konservasi  Energi  (2011)
Tabel 3. Rekapitulasi biaya dan pendapatan agroforestry Nyamplung

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terjadi interaksi akibat pemberian frekuensi dan konsentrasi bioaktivator pada parameter jumlah daun, indeks luas daun, bobot segar umbi, bobot kering umbi, bobot

Setelah melalui perhitungan-perhitungan dan pembahasan mengenai hubungan antara variabel independen yang ada, yaitu: fungsi dari IVI system, keselamatan berkendara dengan

Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat Kecamatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala

Hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi karena diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving yang melatih siswa

Dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah membimbing, mengajar serta memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa,

Mahasiswa diwajibkan untuk menyiapkan sendiri : CPU, Mouse, Keyboard, Kabel Power, Kabel VGA dan segala Keperluan Pendukung Yang Berkaitan dengan Tugas Akhir7. Bagi mahasiswa

Pendugaan keberadaan akuifer air tanah Klasifikasi batuan menurut perbedaan nilai tahanan jenis [m] sebagai dasar interpretasi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel

Merupakan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menyusun format pertanyaan – pertanyaan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menganalisis