• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al- Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Al- Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen Ekonomi Syari’ah Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indragiri Tembilahan

Abstrak

Al-’uqûd al-murakkabah merupakan salah satu akad kontemporer

dalam perbankan Islam, kendati demikian akad ini lahir dari dunia perhotelan, seperti al-Ijarah muntahiyah bi al-tamlik, Musyarakah

mutanaqishah, Ta’min tauni murakkabah, akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira dan Ta’jir tamwili. Al-’uqûd al-murakkabah/Multi akad adalah

kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu transaksi atau

muamalah yang meliputi dua unsur akad atau lebih, misalnya akad

jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst. Sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan

akibat-akibat hukum dari satu akad.

Key Words : Ekonomi Syariah dan Al-’uqûd al-murakkabah A. Pendahuluan

Investasi syariah dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntung-an dari hasil penkeuntung-anamkeuntung-an modal tersebut ykeuntung-ang tidak bertentkeuntung-angkeuntung-an syariah.

Dalam perspektif Islam kegiatan Investasi syariah sangat didorong untuk mengembangkan harta. Sebaliknya, Islam melar-ang mendiamkan/menimbun harta (ihtikar), termasuk modal se-hingga tidak produktif. Dari landasan hukum nampak jelas bahwa investasi atau kegiatan produktif lainnya sangatlah dianjurkan dalam Islam demi tercapainya tujuan syari’ah (maqashid Al-Syari’ah) yaitu kemaslahatan.

صخلم

هذه ةلاسرلا ثحبت يف موهفم يلاثم لوح ةرجأ ريجلأا هملاسو هتداعسو نم للاخ ةياده ثيداحلأا ،ةيوبنلا نمو للاخ ثحبلا دجو ثحابلا ضعب تافشتكملا ةيتلآا ( : ىلولأا ) نإ ريجلأا يف ملاسلإا وذ فقوم لاع يوتسي هيف لك ناسنإ قولخمك يلماع اريجأ ناك مأ اديس ( ةيناثلا ) نإ ريجلأل اقوقح ةيساسأ دبلا هديسل نأ نأ اهيطعي ،هايإ يهو نأ عضويلا ديسلا هريجأ ةلآ نم تلاآ ،عينصتلا نأو هيطعي هترجأ ةرجأ ةبسانم ،هلامعلأ نأو لا لعجي ديسلا هريجأ ادبع ريختسيلا ىلع ،هسفن نأو لماعي ديسلا هريجأ نسحأ ،ةلماعملا ملهو ارج ( ثلاثلا ة ) نإ نم ةداعس ةايحلا ةيوايندلا يتلا يه ةعرزم نم تاعرزم ةرخلآا نأ نوكي لكل ناسنإ لمع نيعتسي هب ىلع ليفكت ،هجئاوح ثحتو ثيداحلأا ةيوبنلا نأ نم نسحأ لمعأ ناسنإ وه هلمع هديب لكو عيب روربم



(

ةدئاملا

:

۱

)

(2)

Seiring dengan lajunya berkembangan di dunia perbankan, kegiatan transaksi ekonomi Islam berkembang pesat, sehingga ber-munculan beragam model transaksi yang tidak dikenal pada masa lalu dan butuh pengkajian secara spesifik. Salah satu diantaranya adalah penggunaan akad ganda atau lebih menjadi satu transaksi, yang dalam fiqih kontemporer disebut al-’uqud al-murakkabah (hybrid contract/multi akad).

Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah atau transaksi yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya satu transaksi yang terdiri dari akad jual-beli dan ijarah, akad jual beli dan hibah dll, sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

Al-’uqûd al-murakkabah/multi akad ini merupakan perbincan-gan yang masih hangat dikalanperbincan-gan para cendikiawan muslim untuk menentukan keabsahan hukumnya; pendapat pertama mengatakan hukumnya mubah berdasar kaidah fikih: ashlu fi mu’amalat al-ibahah (hukum asal muamalah adalah boleh). Pendapat kedua meng-haramkan berdasarkan dengan hadits-hadits yang mengmeng-haramkan dua jual beli dalam satu jual beli (bai’ataini fi bai’atin), atau meng-haramkan dua akad dalam satu akad (shafqatain fi shafqatin).

B. Pembahasan

1. Pengertian Al-’Uqûd al-Murakkabah/ Multi Akad

Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, me-nyambung atau menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad di artikan dengan perjanjian. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, ada beberapa definisi yaitu:

1. Akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran atau pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.1

2. Menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, yaitu: “Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan ke-inginannya sendiri, seperti waqaf, talak, pembebasan, atau sesuatu 1 Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010

(3)

yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai.”2

3. Akad merupakan pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan kabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad.

Akad adalah tindakan hukum dua pihak. Sedangkan tindakan hukum satu pihak, seperti janji memberi hadiah, wasiat, atau wakaf, bukanlah akad, karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan tindakan dua pihak, dan karenanya tidak memerlukan qabul. Kon-sepsi akad sebagai tindakan dua pihak adalah pandangan ahli-ahli hukum Islam modern. Pada zaman pra modern terdapat perbedaan pendapat. Sebagian besar fuqaha memang memisahkan secara tegas kehendak sepihak dari akad, akan tetapi sebagian lain menjadikan akad meliputi juga kehendak sepihak.3

Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; berlipat ganda.4 Dengan demikian, multi akad dalam

bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, leb-ih dari satu.

Sedangkan menurut istilah fiqih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap). Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al-murakkabah. Kata ‘aqd se-cara etimologi artinya mengokohkan, mengikat, menyambung atau menghubungkan5 dan hukum perdata Indonesia diartikan dengan

perjanjian. Sedangkan secara terminologi ‘aqd berarti mengadakan perjanjian atau ikatan yang mengakibatkan munculnya sebuah ke-wajiban.6

Menurut Wahbah Zuhaili ‘aqd adalah pertalian atau perikatan 2 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah. Pustaka Setia Bandung. 2006

3 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2007

4 Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hal 671

5 Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab–Indonesia

Terlengkap . Surabaya : Pustaka Progresif. hal 953

(4)

antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendah syariah yang menetapkan adanya akibat hukum pada objek perikatan.7

Kata Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-jam’u (mashdar), yang berarti pengumpulan atau penghimpunan.8 Kata

murakkab sendiri berasal dari kata “rakkaba-yurakkibu-tarkiban” yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehing-ga menumpuk, ada yang di atas dan yang di bawah. Sedangkan mu-rakkab menurut pengertian para ulama fiqih adalah sebagai berikut: 1. Himpunan beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama. Se-seorang menjadikan beberapa hal menjadi satu hal (satu nama) dikatakan sebagai melakukan penggabungan (tarkîb).

2. Sesuatu yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai ke-balikan dari sesuatu yang sederhana (tunggal/basîth) yang tidak memiliki bagian-bagian.

3. Meletakkan sesuatu di atas sesuatu lain atau menggabungkan sesuatu dengan yang lainnya.

Mencermati tiga pengertian di atas yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk menjelaskan makna yang lebih mendekati dari istilah murakkab. Pengertian pertama lebih te-pat untuk digunakan karena mengandung dua hal sekaligus, yaitu terhimpunnya beberapa hal dan bersatunya beberapa hal itu yang kemudian menjadi satu pengertian tertentu. Pengertian kedua tidak menjelaskan akibat dari terhimpunnya beberapa hal itu. Meskipun pengertian kedua menyatakan adanya gabungan dua atau beberapa hal, tetapi tidak menjelaskan apa dan bagaimana setelah terjadi penggabungan tersebut. Pengertian terakhir lebih dekat kepada pengertian etimologis, tidak menjelaskan pengertian untuk suatu istilah tertentu.

Dengan demikian pengertian multi akad/al-’uqûd al-murakk-abah dalam istilah ada beberapa pengertian dari kalangan cendiki-awan muslim di antarannya;

1. Menurut Nazih Hammad adalah: “Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih --sep-erti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah, 7 Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi .... Juz 4. hal 2918

(5)

sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah … dst.-- sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kes-atuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.”9

2. Menurut Al-‘Imrani akad murakkab adalah: “Himpunan bebera-pa akad kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad --baik secara gabungan maupun secara timbal balik-- sehingga seluruh hak dan kewa-jiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad.”10

Penulis dapat menyimpulkan pengertian akad ganda adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst, sedemikian sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

2. Macam-macam Akad Ganda/Multi Akad

Al-‘Imrani membagi multi akad dalam lima macam, yaitu al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-al-’uqûd al-mujtami’ah, al-al-’uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah, al-’uqûd al-mukhtalifah, al-’uqûd al-mutajânisah. Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang pertama; al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd al-mujtami’ah, adalah multi akad yang umum dipakai.11

a. Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’uqûd al-mutaqâbilah)

Al-mutaqâbila menurut bahasa berarti berhadapan. Sesuatu dikatakan berhadapan jika keduanya saling menghadapkan ke-pada yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan al-’uqûd al-Mu-taqâbilah adalah multi akad dalam bentuk akad kedua merespon 9 Hasanudin. (2009, Mei 28). Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer

Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat : UIN Syahid. hal. 3

10 Imrani, Abdullah bin Ahmad Abdullah, al Uqud al Maaliyah al Murakkabah, (Riyad: Dar Kunuz Elshabelia an-Nasr wa Tausi’ 2006) hal. 47

(6)

akad pertama, di mana kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui proses timbal balik. Den-gan kata lain, akad satu berDen-gantung denDen-gan akad lainnya. b. Akad Terkumpul (al-’uqûd al-mujtami’ah)

Al-’uqûd al-mujtami’ah adalah multi akad yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau lebih akad terhimpun menjadi satu akad. Seperti contoh “Saya jual rumah ini kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan harga lima ratus ribu”.

Multi akad yang mujtami’ah ini dapat terjadi dengan ter-himpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu yang berbeda.

c. Akad berlawanan (al-’uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah)

Ketiga istilah al-mutanâqidhah, al-mutadhâdah, al-mutanâfi-yah memiliki kesamaan bahwa ketiganya mengandung maksud adanya perbedaan. Tetapi ketiga istilah ini mengandung implika-si yang berbeda.

Mutanâqidhah mengandung arti berlawanan, seperti pada contoh seseorang berkata sesuatu lalu berkata sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang pertama. Seseorang mengatakan bah-wa sesuatu benar, lalu berkata lagi sesuatu itu salah. Perkataan orang ini disebut mutanâqidhah, saling berlawanan. Dikatakan mutanâqidhah karena antara satu dengan yang lainnya tidak sal-ing mendukung, melainkan mematahkan.

d. Akad berbeda (al-’uqûd al-mukhtalifah)

Yang dimaksud dengan multi akad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad itu atau sebagiannya. Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa, dalam akad sewa diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan dalam jual beli sebaliknya. Contoh lain, akad ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam harus diserahkan pada saat akad (fi

(7)

al-majlis), sedangkan dalam ijârah, harga sewa tidak harus diserah-kan pada saat akad.

Perbedaan antara multi akad yang mukhtalifah dengan yang mutanâqidhah, mutadhâdah, dan mutanâfiyah terletak pada ke-beradaan akad masing-masing. Meskipun kata mukhtalifah lebih umum dan dapat meliputi ketiga jenis yang lainnya, namun dalam mukhtalifah meskipun berbeda tetap dapat ditemukan menurut syariat. Sedangkan untuk kategori berbeda yang ketiga mengandung adanya saling meniadakan di antara akad-akad yang membangunnya.Dari pendapat ulama di atas disimpulkan bahwa multi akad yang mutanâqidhah, mutadhâdah, dan mutanâ-fiyah adalah akad-akad yang tidak boleh dihimpun menjadi satu akad. Meski demikian pandangan ulama terhadap tiga bentuk multi akad tersebut tidak seragam.

e. Akad sejenis (al-’uqûd al-mutajânisah)

Al-’uqûd al-murakkabah al-mutajânisah adalah akad-akad yang mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak memenga-ruhi di dalam hukum dan akibat hukumnya. Multi akad jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa jenis seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Multi akad jenis ini dapat pula terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang sama atau berbeda.

f. Akad ganda yang banyak di aplikasikan dalam ekonomi Islam. 1) Ijarah muntahiyah bi al-tamlik (akad sewah menyewah yang

be-rakhir dengan kepemilikan/jual beli)

2) Musyarakah mutanaqishah (akad kerja sama yang berkurang berakhir dengan jual beli kredit)

3) Murabahah marakkabah (akad bagi hasil berganda berakhir dengan jual beli biasa)

4) Ta’min tauni murakkabah (asuransi berganda)

5) Akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira` (Murabahah KPP [Ke-pada Pemesan Pembelian]/Deferred Payment Sale).

6) Ta’jir tamwili (penggabungan akad jual beli dengan sewah me-nyewah) walaupun ada sebagaian ulama mengatakan bahwa akad ini sebenarnya adalah al-ijarah muntahiyah bi al-tamlik.

(8)

3. Batasan Dan Standar Multi Akad

Para ulama yang membolehkan praktik multi akad bukan be-rarti membolehkan secara bebas, tetapi ada batasan-batasan yang tidak boleh dilewati. Karena batasan ini akan menyebabkan multi akad menjadi dilarang. Di kalangan ulama, batasan-batasan ini ada yang disepakati dan diperselisihkan. Secara umum, batasan yang disepakati oleh para ulama adalah sebagai berikut:

a. Multi akad dilarang karena nash agama

Dalam hadis, Nabi secara jelas menyatakan tiga bentuk multi akad yang dilarang, yaitu multi akad dalam jual beli (ba’i) dan pin-jaman, dua akad jual beli dalam satu akad jual beli dan dua trans-aksi dalam satu transtrans-aksi Dalam sebuah hadist disebutkan:

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman.” (HR. Ahmad)

Suatu akad dinyatakan boleh selama objek, harga, dan waktunya diketahui oleh kedua belah pihak. Jika salah satu di antaranya tidak jelas, maka hukum dari akad itu dilarang.

Imam al-Syafi’i memberi contoh, jika seseorang hendak membeli rumah dengan harga seratus, dengan syarat dia memin-jamkan (salaf) kepadanya seratus, maka sebenarnya akad jual beli itu tidak jelas apakah dibayar dengan seratus atau lebih. Sehing-ga harSehing-ga dari akad jual beli itu tidak jelas, karena seratus yang diterima adalah pinjaman (‘âriyah). Sehingga penggunaan man-faat dari seratus tidak jelas; apakah dari jual beli atau pinjaman. Ibnu Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad antara akad salaf (memberi pinjaman/qardh) dan jual beli, meskipun kedua akad itu jika berlaku sendiri-sendiri hukum-nya boleh. Larangan menghimpun salaf dan jual beli dalam satu akad untuk menghindari terjurumus kepada ribâ yang diharam-kan. Hal itu terjadi karena seseorang meminjamkan (qardh) seribu, lalu menjual barang yang bernilai delapan ratus dengan harga seribu. Dia seolah memberi seribu dan barang seharga delapan ratus agar mendapatkan bayaran dua ribu. Di sini ia memperoleh kelebihan dua ratus.

Selain multi akad antara salaf dan jual beli yang diharam-kan, ulama juga sepakat melarang multi akad antara berbagai jual beli dan qardh dalam satu transaksi. Semua akad yang

(9)

men-gandung unsur jual beli dilarang untuk dihimpun dengan qardh dalam satu transaksi, seperti antara ijarâh dan qardh, salam dan qardh, sharf dan qardh, dan sebagainya.

Meski penggabungan qardh dan jual beli ini dilarang, na-mun menurut al-‘Imrâni tidak selamanya dilarang. Penghim-punan dua akad ini diperbolehkan apabila tidak ada syarat di dalamnya dan tidak ada tujuan untuk melipatkan harga melalui qardh. Seperti seseorang yang memberikan pinjaman kepada orang lain, lalu beberapa waktu kemudian ia menjual sesuatu ke-padanya padahal ia masih dalam rentang waktu qardh tersebut. Yang demikian hukumnya boleh. Sedangkan larangan penghim-punan dua akad jual beli dalam satu akad jual beli didasarkan pada hadis Nabi yang berbunyi :

“Dari Abu Hurairah, berkata: “Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual beli.” (HR. Malik)

b. Multi akad sebagai hîlah ribâwi

Multi akad yang menjadi hîlah ribawi dapat terjadi melalui kesepakatan jual beli ‘înah atau sebaliknya dan hîlah ribâ fadhl. 1) Al-‘înah

Contoh ‘inah yang dilarang adalah menjual sesuatu dengan harga seratus secara cicil dengan syarat pembeli harus menjualnya kembali kepada penjual dengan harga delapan puluh secara tunai. Pada transaksi ini seolah ada dua akad jual beli, padahal nyatanya merupakan hîlah ribâ dalam pinja-man (qardh), karena objek akad semu dan tidak faktual dalam akad ini. Sehingga tujuan dan manfaat dari jual beli yang di-tentukan syariat tidak ditemukan dalam transaksi ini.

Ibn Qayyim menjelaskan bahwa agama menetapkan se-seorang yang memberikan qardh (pinjaman) agar tidak ber-harap dananya kembali kecuali sejumlah qardh yang diberi-kan, dan dilarang menetapkan tambahan atas qardh baik dengan hîlah atau lainnya. Demikian pula dengan jual beli disyariatkan bagi orang yang mengharapkan memberikan kepemilikan barang dan mendapatkan harganya, dan dila-rang bagi yang bertujuan ribâ fadhl atau ribâ nasa’, bukan ber-tujuan pada harga dan barang.12

(10)

Demikian pula dengan transaksi kebalikan ‘inah juga di-haramkan. Seperti seseorang menjual sesuatu dengan harga delapan puluh tunai dengan syarat ia membelinya kembali dengan harga seratus tidak. Transaksi seperti ini telah menye-babkan adanya ribâ.

2) Hîlah ribâ fadhl

Hal ini terjadi apabila seseorang menjual sejumlah (mis-alnya 2 kg beras) harta ribawi dengan sejumlah harga (misal-nya Rp 10.000) dengan syarat bahwa ia – dengan harga yang sama (Rp 10.000) - harus membeli dari pembeli tadi sejumlah harta ribawi sejenis yang kadarnya lebih banyak (misalnya 3 kilogram) atau lebih sedikit (misalnya 1 kilogram). Transaksi seperti ini adalah model hîlah ribâ fadhl yang diharamkan.

Transaksi seperti ini dilarang didasarkan atas peristiwa pada zaman Nabi di mana para penduduk Khaibar melaku-kan transaksi kurma kualitas sempurna satu kilo dengan kur-ma kualitas rendah dua kilo, dua kilo dengan tiga kilo dan seterusnya. Praktik seperti ini dilarang Nabi, dan beliau men-gatakan agar ketika menjual kurma kualitas rendah dibayar dengan harga sendiri, begitu pula ketika membeli kurma kualitas sempurna juga dengan harga sendiri.

Maksud hadis di atas, menurut Ibn Qayyim, adalah akad jual beli pertama dengan kedua harus dipisah. Jual beli kedua bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual beli per-tama, melainkan berdiri sendiri. Hadis di atas ditujukan agar dua akad itu dipisah, tidak saling berhubungan, apalagi saling bergantung satu dengan lainnya.

c. Multi akad menyebabkan jatuh ke ribâ

Setiap multi akad yang mengantarkan pada yang haram, seperti ribâ, hukumnya haram, meskipun akad-akad yang mem-bangunnya adalah boleh. Penghimpunan beberapa akad yang hukum asalnya boleh namun membawanya kepada yang dila-rang menyebabkan hukumnya menjadi diladila-rang. Hal ini terjadi seperti pada contoh:

1) Multi akad antara akad salaf dan jual beli

Seperi dijelaskan sebelumnya, bahwa Nabi melarang multi akad antara akad jual dan salaf. Larangan ini

(11)

disebab-kan karena upaya mencegah (dzarî’ah) jatuh kepada yang di-haramkan berupa transaksi ribawi.

Jumhur ulama melarang praktik multi akad ini, yakni terjadinya penghimpunan akad jual beli (mu’âwadhah) den-gan pinjaman (qardh) apabila dipersyaratkan. Jika transaksi multi akad ini terjadi secara tidak disengaja diperbolehkan karena tidak adanya rencana untuk melakukan qardh yang mengandung ribâ.

2) Multi akad antara qardh dan hibah kepada pemberi pinjaman (muqridh)

Ulama sepakat mengharamkan qardh yang dibarengi dengan persyaratan imbalan lebih, berupa hibah atau lain-nya. Seperti contoh, seseorang meminjamkan (memberi-kan utang) suatu harta kepada orang lain, dengan syarat ia menempati rumah penerima pinjaman (muqtaridh), atau muqtaridh memberi hadiah kepada pemberi pinjaman, atau memberi tambahan kuantitas atau kualitas obyek qardh saat mengembalikan. Transaksi seperti ini dilarang karena men-gandung unsur ribâ.

Apabila transaksi pinjam meminjam ini kemudian di-sertai hadiah atau kelebihan, tetapi dilakukan sendiri secara sukarela oleh orang yang diberi pinjaman, tanpa ada syarat dan kesepakatan sebelumnya hukumnya halal, karena tidak mengandung unsur ribâ di dalamnya.

d. Multi akad terdiri dari akad-akad yang akibat hukumnya saling bertolak belakang atau berlawanan

Kalangan ulama Malikiyah mengharamkan multi akad an-tara akad-akad yang berbeda ketentuan hukumnya dan/atau aki-bat hukumnya saling berlawanan atau bertolak belakang. Laran-gan ini didasari atas laranLaran-gan Nabi menggabungkan akad salaf dan jual beli. Dua akad ini mengandung hukum yang berbeda. Jual beli adalah kegiatan muamalah yang kental dengan nuansa dan upaya perhitungan untung-rugi, sedangkan salaf adalah keg-iatan sosial yang mengedepankan aspek persaudaraan dan kasih sayang serta tujuan mulia. Karena itu, ulama Malikiyah melar-ang multi akad dari akad-akad ymelar-ang berbeda hukumnya, seperti antara jual beli dengan ju’âlah, sharf, musâqah, syirkah, qirâdh,

(12)

atau nikah.

Meski demikian, sebagian ulama Malikiyah dan mayoritas ulama non-Malikiyah membolehkan multi akad jenis ini. Mer-eka beralasan perbedaan hukum dua akad tidak menyebabkan hilangnya keabsahan akad. Dari dua pendapat ini, pendapat yang membolehkan multi akad jenis ini adalah pendapat yang unggul.13 Larangan multi akad ini karena penghimpunan dua

akad yang berbeda dalam syarat dan hukum menyebabkan tidak sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan satu waktu, sementara hukumnya berbeda. Sebagai contoh tergabungnya antara akad menghibahkan ses-uatu dan menjualnya. Akad-akad yang berlawanan (mutadhâdah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu transaki.14

C. Kesimpulan

Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; berlipat ganda. Dengan demikian, multi akad dalam bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu. Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap).

Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk ja-mak dari ‘aqd) dan al- murakkabah. Kata ‘aqd artinya perikatan antara kedua belah pihak atau lebih. Sedangkan kata al-murakkabah (mu-rakkab) secara etimologi berarti al-jam’u, yakni mengumpulkan atau menghimpun atau kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst, sedemikian sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu ke-satuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

Adapun akad ganda yang banyak diaplikasikan dalam ekonomi Islam seperti, al-Ijarah muntahiyah bi al-tamlik, Musyarakah mutanaq-13 Ibid., hal. 23

(13)

ishah, Ta’min tauni murakkabah, akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira dan Ta’jir tamwili.

Mencermati dua pendapat di atas, maka penulis menyimpul bahwa pendapat yang membolehkan multi akad jenis ini adalah pendapat yang unggul. Adanya larangan multi akad karena peng-himpunan dua akad yang berbeda dalam syarat dan hukum menye-babkan tidak sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan satu waktu, sementara hukumnya berbeda. Sebagai contoh tergabungnya antara akad menghibahkan sesuatu dan menjualnya. Akad-akad yang berlawanan (mutadhâdah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu transaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab – Indone-sia Terlengkap. Surabaya : Pustaka Progresif

Al-Zuhaili. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu. Jakarta : Gema Insani 2011 Juz 4

Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010

Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat : UIN Syahid 2006

Imrani, Abdullah bin Ahmad Abdullah, al Uqud al Maaliyah al Mu-rakkabah study fiqh Ta’shiliyah wa Tathbiqiyyah. Riyad: Dar Kunuz Elshabelia an Nasr wa Tausi’ 2006

Rachmat Syafe’i, MA. Fiqih Muamalah. Pustaka Setia Bandung. 2006 Syamsul Anwar, MA. Hukum Perjanjian Syariah. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta. 2007

Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat hubungan antara riwayat status gizi ibu pada masa kehamilan berdasarkan ukuran LILA dan pertambahan berat badan ibu hamil trimester III dengan pertumbuhan anak

1) Setelah membaca atau menulis sebuah teks, pembelajar diminta untuk bekerja dalam pasangan atau kelompok kecil guna mengidentifikasi sebuah kata atau

Oleh karena itu, bahan bacaan cerita yang akan disampaikan melalui buku pelajaran bahasa Indonesia sebaiknya cerita yang mengandung nilai-nilai

• Jenis kapal tipe LASH memiliki harga yang lebih mahal dari pada kapal petikemas yang seukuran Selain kapal tipe LASH dengan menggunakan Gantry Crane , ada kapal tipe LASH

Hubungan manajemen perubahan dan lingkungan kerja berjalan secara beriringan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai, serta diduga dalam pemberian motivasi kerja

Pada siklus pertama ini peneliti setelah menerapkan pendekatan yang ditawarkan, yaitu pendekatan behavior dalam konseling kelompok ditemukan hasil sebagai berikut;

Performa ukuran tubuh ternak sapi Simmental lokal yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif di BPTUHPT Padang Mangatas dan sapi Simmental import yang berada di BET

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang