• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Akhir Kajian Kapasitas Sungai Sengkarang Kabupaten Pekalongan dengan Menggunakan HEC-RAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tugas Akhir Kajian Kapasitas Sungai Sengkarang Kabupaten Pekalongan dengan Menggunakan HEC-RAS"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

66

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Batas DAS

Dalam menentukan batas DAS Sengkarang dalam penelitian ini, dibantu dengan data Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), software Universal Map Downloader dan ArcMap 10.3.

4.1.1 Batas DAS Sengkarang

DAS Sengkarang dalam Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) terletak pada lembar 1408-443 (Bandar), lembar 1408-441 (Batur), lembar 1409-111 (Comal), lembar 1408-434 (Doro), lembar 1408-433 (Kajen), lembar 1408-432 (Kalibening), lembar 1409-114 (Panjang), dan lembar 1409-112 (Pekalongan) yang digunakan untuk menentukan batas DAS Sengkarang dalam penelitian ini.

Lembar-lembar peta RBI tersebut masih dalam keadaan terpisah. Untuk dapat menyatukan lembar peta tersebut perlu dilakukan registrasi citra atau georeferencing terlebih dahulu dengan bantuan ArcMap 10.3. Registrasi citra adalah proese penempatan objek berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan sistem koordinat ke dalam sistem koordinat dan proyeksi tertentu. Pada registrasi citra ini menggunakan sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) WGS 1984. Sistem koordinat UTM membagi bumi kedalam 60 zona. Sistem koordinat UTM juga membagi bumi kedalam dua bagian yaitu belahan bumi utara (northern hemisphere) dan belahan bumi selatan (southern hemisphere). DAS Sengkarang yang terletak di daerah Jawa Tengah termasuk dalam zona 49S.

(2)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Selanjutnya menentukan batas DAS Sengkarang. Syarat menentukan garis batas DAS adalah sebagai berikut :

a. Batas DAS terletak pada punggung bukit dan memotong kontur (tidak sejajar kontur)

b. Batas DAS dapat menggunkan alur jalan, jika kontur tidak terlalu jelas

c. Batas DAS tidak boleh memotong alur sungai.

Hasil dari proses digitizing dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.1 Batas DAS Sengkarang

(3)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.1.2 Area Pengaruh Poligon Thiessen

Setelah menentukan batas DAS Sengkarang, selanjutnya adalah menentukan area pengaruh Poligon Thiessen yang berguna untuk melakukan perhitungan curah hujan area. Penetuan area pengaruh poligon berdasarkan pada jumlah dan lokasi stasiun hujan yang ada. Pada DAS Sengkarang, stasiun hujan yang memberikan pengaruh ada 5, yaitu Stasiun hujan Pekalongan, Stasiun hujan Ps.Kletak, Stasiun hujan Karangsari, Stasiun Hujan Karanggondang, dan Stasiun hujan Kutosari.

Stasiun Hujan Pakalongan terletak pada 06°53.244' LS dan 109°40.246 BT. Stasiun Hujan Ps.Kletak terletak pada 06o 58' 761'' LS dan 109o 38' 897'' BT. Stasiun Hujan Karangsari terletak pada 07o 01' 870'' LS dan 109o 37' 351'' BT. Stasiun Hujan Karanggondang terletak pada 07o 02' 790'' LS dan 109o 37' 654'' BT. Stasiun Hujan Kutosari terletak pada 07o 01' 220'' LS dan 109o 41' 33'' BT.

Gambar 4.2 Lokasi Stasiun Hujan pada DAS Sengkarang STA.Pekalongan

STA.Ps.Kletak

STA.Karangsari

STA.karanggondang

(4)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Sesudah mengetahui dan menandai lokasi dari kelima stasiun hujan tersebut pada gambar DAS Sengkarang, selanjutnya adalah proses pembentukan area pengaruh Poligon Thiessen. Poligon Thiessen membagi DAS berdasarkan pengaruh dari stasiun hujan yang ada. Hasil dari Poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar4.3 . DAS Sengkarang terbagi menjadi empat area pengaruh Poligon Thiessen. Area yang dipengaruhi Stasiun Hujan Ps.Kletak adalah seluas 21,76 km2, area yang dipengaruhi Stasiun Hujan Karangsari adalah seluas 12,56 km2, area yang dipengaruhi Stasiun Hujan Karanggondang 167,35 km2, area yang dipengaruhi Stasiun Hujan Kutosari ada seluas 183,14 km2. Total luas DAS Sengkarang dari hulu hingga titik kontrol Bendung Pesantren Kletak adalah 384,41 km2.

(5)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.1.3 Pembagian Sub DAS

Hal yang dilakukan selanjutnya adalah membagi DAS Sengkarang ke dalam sub DAS-sub DAS. Pembagian sub DAS dilakukan dengan cara menentukan terlebih dahulu titik-titik kontrol yaitu titik-titik percabangan antara sungai utama dengan anak-anak sungai. Setelah penentuan titik kontrol, selanjutnya adalah membuat batas sub DAS berdasarkan titik-titik kontrol ini.

Berikut gambar pembagian Sub DAS berdasarkan titik kontrol menggunakan Sofware ArcMap dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hasil Pembagian Sub-DAS Sengkarang

(6)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.1Luas Sub DAS Sengkarang

4.2 Analisis Hujan Rencana

Analisis hujan rencana pada DAS Sengkarang menggunakan data hujan yang diambil dari empat stasiun hujan yaitu Stasiun Hujan Ps.Kletak, Stasiun hujan Karangsari, Stasiun Hujan Karanggondang, Stasiun hujan Kutosari. Data hujan yang digunakan adalah data hujan harian dari tahun 2001 hingga tahun 2016.

4.2.1Perhitungan Curah Hujan Area

(7)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.2 Hasil Pembagian Area Pengaruh Metode Poligon Thiessen

Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk mencari nilai curah hujan maksimum antara tahun 2001 hingga tahun 20016 yang tercatat di empat stasiun. Kemudian nilai curah hujan maksimim dikalikan dengan koefisien Thiessennya masing – masing stasiun. Hasil analisis curah hujan DAS dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3Perhitungan Curah Hujan DAS Sengkarang

Stasiun Hujan Luas (Ai)

(km2)

Koefisien Thiessen(Pi) (%)

Sta Ps.Kletak 21,76 5,65

Sta Karangsari 12,56 3,26

Sta Karanggondang 167,35 43,49

Sta Kutosari 183,14 47,59

Jumlah ( A ) 384,81 100,00

Tahun

Ps.Kletak Karangsari Karanggondang Kutosari Curah Hujan DAS

(8)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.3Perhitungan Curah Hujan DAS Sengkarang (lanjutan)

Dari perhitungan curah hujan DAS, dapat digambarkan sebuah grafik yang menunjukkan hubungan antara waktu (tahun) dengan curah hujan harian maksimum dari Stasiun Hujan Ps.Kletak, Stasiun Hujan Karangsari, Stasiun Hujan Karanggondang, dan Stasiun Hujan Kutosari. Grafik tersebut dapat dilihat pada gambar.

Gambar 4.5 Grafik Hujan Harian Maksimum

Curah hujan pada gambar 4.5 merupakan curah hujan harian maksimum yang terjadi dengan rentang data dari tahun 2001 sampai dengan 2016. Pada grafik tersebut dapat dilihat curah hujan harian maksimum dari

Tahun

Ps.Kletak Karangsari Karanggondang Kutosari Curah Hujan DAS

P1 0,057 P2 = 0,033 P3 = 0,435 P4 = 0,476 Pi = 1,00

d1 (mm) d2 (mm) d3 (mm) d4 (mm)

d = d1.P1 +

d2.P2+...+d4.P4

(mm)

2016 106 146 137 125 129,955

Rerata 117,938 150,688 148,563 152,813 149,059

Std. Dev 38,789 52,199 53,287 58,873 44,265

Co. Variance 1504,6 2724,8 2839,5 3466,03 1959,4

Co. Kurtosis 1,290 0,927 2,390 -0,222 0,399

(9)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

setiap stasiun hujan. Pada Stasiun Hujan Pesantren Kletak, curah hujan harian maksimum terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 216 mm dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 69 mm. Pada Stasiun Hujan Karangsari, curah hujan harian maksimum terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 275 mm dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 76 mm. Pada Stasiun Hujan Karanggondang , curah hujan harian maksimum terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 280 mm dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 77 mm. Pada Stasiun Hujan Kutosari, curah hujan harian maksimum terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 285 mm dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 85 mm. Untuk curah hujan DAS, nilai tertinggi ada pada tahun 2007 yaitu sebesar 243,19 mm, sedangkan nilai terendah pada tahun 2012 yaitu sebesar 80,32 mm.

4.2.1.1 Perhitungan Data Hujan yang Hilang

Perhitungan data hujan yang hilang digunakan untuk mengisi curah hujan harian maksimum yang kosong, yaitu data di Stasiun Hujan Kutosari pada tahun 2001. Berikut perhitungan untuk mencari data hujan yang hilang dengan menggunakan metode inversed square distance :

Px =

= 134,58 mm = 135 mm

Dari perhitungan tersebut didapat data hujan harian maksimum pada tahun 2001 di Stasiun Hujan Kutosari adalah sebesar 135 mm.

(10)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.2.2Perhitungan Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk menghitung intensitas hujan yang melalui beberapa langkah, yaitu pengukuran dispersi, pemilihan jenis distribusi dan pengujian kecocokan distribusi.

4.2.2.1Pengukuran Dispersi

Setelah didapatkan curah hujan area, maka selanjutnya adalah pengukuran dispersi. Curah hujan DAS atau data hujan harian maksimum (R24) diurutkan terlebih dahulu mulai dari nilai terbesar ke terkecil atau

sebaliknya. Untuk perhitungan ini dipilih pengurutan dari yang terbesar ke terkecil. Hitungan statistik dari hujan harian maksimum DAS Sengkarang dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini

Tabel 4.4 Perhitungan Statistik

(11)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.4 Perhitungan Statistik (lanjutan)

Standar Deviasi (δx) 44,265 0,294

Koefisisen Skewness (Cs) 0,744 0,001 Koefisien Kurtosis (Ck) 0,399 0,033 Koefisien Variasi (Cv) 0,297 0,059

Penentuan jenis distribusi dilakukan dengan mencocokan parameter statistik dengan syarat masing-masing jenis distribusi. Hasil pencocokan parameter statistik dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Syarat Jenis Distribusi Jenis

Berdasarkan kecocokan parameter statistik dengan syarat masing-masing jenis distribusi, maka jenis distribusi yang cocok adalah Log-Person III. Namun, pemilihan jenis distribusi ini masih harus diuji lagi dengan Uji Chi-Kuadrat dan Uji-Kolmogorov.

4.2.2.2 Pemilihan Jenis Distribusi

Jenis distribusi yang dihitung dalam penelitian ini adalah Distribusi Normal, Distribusi Normal, Distribusi Gumbel, dan Distribusi Log-Person III. Perhitungan distribusi ini bertujuan untuk mencari nilai curah hujan rencana dengan kala ulang tertentu. Dalam penelitian ini jumlah kala ulang yang dikehendaki ada 5 yaitu 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun dan 50 tahun. Rumus perhitungan mencari R24 rencana :

(12)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

dengan:

XT = curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun

KT = nilai faktor frekuensi dengan periode ulang T tahun

μ = nilai rata-rata

σ = deviasi standar nilai variat

Hasil perhitungan curah hujan rencana dengan menggunakan 4 macam distribusi dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6Hasil Perhitungan Distribusi T

Karakteristik Debit (m3/dt) Menurut Probabilitasnya

NORMAL LOG-NORMAL GUMBEL LOG-PEARSON III

XT KT XT KT XT KT XT KT

4.2.2.3 Pengujian Kecocokan Distribusi

(13)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

1. Uji Chi-Kuadrat

Pengujian dengan uji Chi-kuadrat dimulai dengan menentukan banyaknya kelas dalam data frekuensi dan derajat kebebasan.

Nilai Chi-Kritik dapat dilihat pada di Tabel 4.7 dibawah ini.

(14)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.7Nilai Chi-Kuadrat Kritik (Lanjutan)

DK

Selanjutnya dilakukan pengujian pada masing-masing jenis distribusi menggunakan tabel perhitungan Chi-Kuadrat. Suatu jenis distribusi dapat diterima apabila memenuhi persyaratan nilai Chi-Kuadrat lebih kecil dari nilai Chi-Kritik.

Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Normal

Proses dan tahapan perhitungan uji chi-kuadrat untuk distribusi normal dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini :

Tabel 4.8Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Normal

(15)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Keterangan:

Chi-Kuadrat = nilai Chi-Kuadrat

P = probabilitas

Ef = banyaknya pengamatan (frekuensi) yang diharapkan sesuai dengan kelas pembagi Of = frekuensi yang diketahui pada kelas

pembagi yang sama

d = debit (mm)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan distribusi Normal, nilai Chi-Kuadrat (=1,500) lebih kecil dari nilai Chi-Kritik (=5,991). Maka distribusi Normal dapat di terima.

Uji Chi – Kuadrat untuk Distribusi Log-Normal

Pengujian Chi-Kuadrat untuk distribusi Log-Normal dapat dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini.

Tabel 4.9Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Log-Normal

Kelas P(x >= Xm) Ef R24

(16)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Uji Chi-Kuadrta untuk Distribusi Gumbel

Pengujian Chi-Kuadrat untuk distribusi Gumbel dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Gumbel

Kelas P(x >= Xm) Ef R24

Berdasarkan hasil perhitungan dengan distribusi Gumbel, nilai Chi -Kuadrat (=2,750 ) lebih kecil dari nilai Chi-Kritik (=5,991). Maka distribusi Log- Normal dapat di terima.

Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Log-Person III

Proses dan tahapan Perhitungan uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Log-Pearson III dapat dilihat pada Tabel 4.11 dibawah ini.

Tabel 4.11Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Log-Pearson III

(17)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Berdasarkan hasil perhitungan dengan distribusi Log-Person III, nilai Chi -Kuadrat (=0,2500 ) lebih kecil dari nilai Chi-Kritik (=5,991). Maka distribusi Log-Person III dapat di terima.

2. Uji Smirnov – Kolmogorov

Langkah awal yang dilakukan dalam pengujian Smirnov Kolmogorov yaitu dengan mencari nilai distribusi kritis (Δcr)

dengan mencocokkan jumlah data (n) dan derajat kepastian (α)

dengan menggunakan Tabel 4.12 Nilai Distribusi Kritis (Δcr).

(18)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat ditentukan nilai nilai Δ Kritiknya adalah 0,3300 dengan jumlah data pada perhitungan ada 16 dan α = 0,05.

Perhitungan uji kecocokan distribusi dengan metode Smirnov-Kolmogorov dapat dilihat pada Tabel 4.13

Tabel 4.13Perhitungan Uji Kecocokan Sebaran Smirnov-Kolmogorov

Keterangan:

m = Peringkat

P = Peluang di lapangan

Do = Selisih peluang lapangan dengan peluang teoritis

R24 (mm) m

P = m/(N+1)

NORMAL LOG-NORMAL GUMBEL

(19)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Dari keempat jenis distribusi, hasil terbaik dalam uji Smirnov Kolmogorov adalah distribusi Log-Pearson III dengan nilai

Δcr 0,3300 dan nilai Δmax 0,06415.

Berdasarkan pengujian kecocokan yang telah dilakukan menggunakan metode Chi-Kuadrat dan Smirnov Kolmogorov, maka jenis distribusi yang terbaik adalah distribusi Log-Person III yang dapat digunakan untuk menganalisa distribusi hujan jam-jaman.

4.2.2.4. Perhitungan Distribusi Hujan Jam-jaman

Setelah melalui tahapan pengujian maka dapat diketahui bahwa distribusi Log-Person III merupakan distribusi yang cocok dan didapatkan hasil perhitungan periode kala ulang hujan harian maksimum pada DAS Sengkarang, dan diperoleh nilai XT sebagai periode ulang hujan harian maksimum.

Periode ulang yang digunakan berjumlah adalah periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun dan 50 tahun. Hasil periode ulang hujan harian maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.14 dibawah ini:

Tabel 4.14Periode Ulang Hujan Harian Maksimum pada DAS Sengkarang

(20)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.23) dengan nilai durasi curah hujan (t) menggunakan jam ke-1 sampai dengan jam ke-6.

Tabel 4.15Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman Periode Ulang 2 Tahun

Hasil dari nilai distribusi hujan jam-jaman tersebut bila dijumlahkan akan menghasilkan nilai yang sama dengan nilai X2. Nilai dari distribusi hujan jam-jaman dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Nilai Distribusi Hujan Jam-jaman Periode Ulang 2 Tahun

Perhitungan distribusi hujan jam-jaman ini dilakukan untuk mendapatkan hietograf berupa variabel yang akan digunakan ke dalam Time Series pada HEC-HMS. Grafik hietograf dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

T i Distribusi hujan jam-jaman

(21)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.6Grafik Distribusi Hujan Jam-jaman (Hietograf) 2 Tahun

Gambar 4.6 menunjukan distribusi hujan jam-jaman maksimum periode ulang 2 tahun terletak pada jam pertama sebesar 45,413 mm sedangkan untuk distribusi hujan jam-jaman minimumnya sebesar 13,754 mm yang terletak pada jam ke enam.

Tabel 4.17Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman Periode Ulang 5 Tahun

Hasil dari nilai distribusi hujan jam-jaman tersebut bila dijumlahkan akan menghasilkan nilai yang sama dengan nilai X5. Nilai dari distribusi hujan jam-jaman dapat dilihat pada Tabel 4.18 di bawah ini:

T i Distribusi hujan jam-jaman

mm %

1 63,547 27,877 58,147 2 40,032 17,561 36,630 3 30,550 13,402 27,954 4 25,219 11,063 23,076 5 21,733 9,534 19,886 6 19,246 8,443 17,610

Σ 200,327 Σ 183,302

Jam ke 1

Jam ke 3 Jam ke 4

Jam ke 2

(22)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.18Nilai Distribusi Hujan Jam-jaman Periode Ulang 5 Tahun

Perhitungan distribusi hujan jam-jaman ini dilakukan untuk mendapatkan hietograf berupa variabel yang akan digunakan ke dalam Time Series pada HEC-HMS. Grafik hietograf dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7Grafik Distribusi Hujan Jam-jaman (Hietograf) 5 Tahun

Gambar 4.7 menunjukan distribusi hujan jam-jaman maksimum periode ulang 5 tahun terletak pada jam pertama sebesar 58,147 mm sedangkan untuk distribusi hujan jam-jaman minimumnya sebesar 17,610 mm yang terletak pada jam ke enam.

T

Distribusi Hujan Jam-jaman

5 19,886 3 27,954 1 58,147 2 36,630 4 23,076 6 17,610

Σ 183,302

Jam ke 5

Jam ke 3

Jam ke 1

Jam ke 2

(23)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.19Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman Periode Ulang 10 Tahun

Hasil dari nilai distribusi hujan jam-jaman tersebut bila dijumlahkan akan menghasilkan nilai yang sama dengan nilai X10. Nilai dari distribusi hujan jam-jaman dapat dilihat pada Tabel 4.20 di bawah ini:

Tabel 4.20Nilai Distribusi Hujan Jam-jaman Periode Ulang 10 Tahun

Perhitungan distribusi hujan jam-jaman ini dilakukan untuk mendapatkan hietograf berupa variabel yang akan digunakan ke dalam Time Series pada HEC-HMS. Grafik hietograf dapat dilihat pada Gambar 4.8.

T i Distribusi hujan jam-jaman

mm %

1 72,313 31,722 66,167 2 45,554 19,983 41,683 3 34,764 15,250 31,810 4 28,697 12,589 26,259 5 24,731 10,849 22,629 6 21,900 9,607 20,039

Σ 227,960 Σ 208,586

T

Distribusi Hujan Jam-jaman

5 22,629 3 31,810 1 66,167 2 41,683 4 26,259 6 20,039

(24)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.8 Grafik Distribusi Hujan Jam-jaman (Hietograf) 10 Tahun

Gambar 4.8 menunjukan distribusi hujan jam-jaman maksimum periode ulang 10 tahun terletak pada jam pertama sebesar 66,167 mm sedangkan untuk distribusi hujan jam-jaman minimumnya sebesar 20,039 mm yang terletak pada jam ke enam.

Tabel 4.21Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman Periode Ulang 25 Tahun

Hasil dari nilai distribusi hujan jam-jaman tersebut bila dijumlahkan akan menghasilkan nilai yang sama dengan nilai X25. Nilai dari distribusi hujan jam-jaman dapat dilihat pada Tabel 4.22 di bawah ini:

T i Distribusi hujan jam-jaman

mm %

1 82,998 31,722 75,944 2 52,285 19,983 47,842 3 39,901 15,250 36,510 4 32,938 12,589 30,138 5 28,385 10,849 25,973 6 25,136 9,607 23,000

Σ 261,643 Σ 239,407

Jam ke 5

Jam ke 3

Jam ke 1

Jam ke 2

(25)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.22Nilai Distribusi Hujan Jam-jaman Periode Ulang 25 Tahun

Perhitungan distribusi hujan jam-jaman ini dilakukan untuk mendapatkan hietograf berupa variabel yang akan digunakan ke dalam Time Series pada HEC-HMS. Grafik hietograf dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik Distribusi Hujan Jam-jaman (Hietograf) 25 Tahun

Gambar 4.9 menunjukan distribusi hujan jam-jaman maksimum periode ulang 25 tahun terletak pada jam pertama sebesar 75,944 mm sedangkan untuk distribusi hujan jam-jaman minimumnya sebesar 23,00 mm yang terletak pada jam ke enam.

T

Distribusi Hujan Jam-jaman

5 25,973 3 36,510 1 75,944 2 47,842 4 30,138 6 23,000

Σ 239,407

Jam ke 5

Jam ke 3

Jam ke 1

Jam ke 2

(26)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.23Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman Periode Ulang 50 Tahun

Hasil dari nilai distribusi hujan jam-jaman tersebut bila dijumlahkan akan menghasilkan nilai yang sama dengan nilai X50. Nilai dari distribusi hujan jam-jaman dapat dilihat pada Tabel 4.24 di bawah ini:

Tabel 4.24Nilai Distribusi Hujan Jam-jaman Periode Ulang 50 Tahun

Perhitungan distribusi hujan jam-jaman ini dilakukan untuk mendapatkan hietograf berupa variabel yang akan digunakan ke dalam Time Series pada HEC-HMS. Grafik hietograf dapat dilihat pada gambar 4.10 di bawah ini:

T i Distribusi hujan jam-jaman

mm %

1 90,727 31,722 83,016 2 57,154 19,983 52,297 3 43,617 15,250 39,910 4 36,005 12,589 32,945 5 31,028 10,849 28,391 6 27,477 9,607 25,142

Σ 286,008 Σ 261,701

T

Distribusi Hujan Jam-jaman

5 28,391 3 39,910 1 83,016 2 52,297 4 32,945 6 25,142

(27)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.10 Grafik Distribusi Hujan Jam-jaman (Hietograf) 50 Tahun

Gambar 4.10 menunjukan distribusi hujan jam-jaman maksimum periode ulang 50. tahun terletak pada jam pertama sebesar 83,016 mm sedangkan untuk distribusi hujan jam-jaman minimumnya sebesar 25,142 mm yang terletak pada jam ke enam.

Setelah mendapatkan nilai distribusi hujan jam-jaman dengan periode ulang 2,5,10,25, dan 50 tahun. Maka didapat grafik hidrograf untuk menunjukan hubungan antara waktu dan aliran (debit).

Gambar 4.11 Grafik Hidrograf Hujan Periode Ulang 2 Tahun

Jam ke 5

Jam ke 3

Jam ke 1

Jam ke 2

Jam ke 4 Jam ke 6

m

(28)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.12 Grafik Hidrograf Periode Ulang 5 Tahun

Gambar 4.13 Grafik Hidrograf Periode Ulang 10 Tahun

Gambar 4.14 Grafik Hidrograf Periode Ulang 25 Tahun

m

3 /s

m

3 /s

m

(29)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.15 Grafik Hidrograf Periode Ulang 50 Tahun

4.3 Pemodelan HEC-HMS

Pemodelan HEC-HMS ini mempunyai langkah-langkah dalam melakukan pemodelan yaitu input data, analisis terhadap parameter model dan kalibrasi pada hidrograf aliran agar debit simulasi tidak jauh beda dengan debit dilapangan.

4.3.1. Input Data

Dalam melakukan pemodelan HEC-HMS diperlukan input data terhadap beberapa component yang terdapat pada pemodelan tersebut. Component tersebut diantaranya adalah: Basin Model, Control Specification, dan Time Series Data.

1. Basin Model

Input data yang digunakan dalam Basin Model adalah peta SubDAS Sengkarang sebagai background pada HEC-HMS. Peta tersebut berguna untuk membantu posisi penempatan elemen-elemen hidrologi pada Basin Model. Elemen-elemen tersebut adalah subbasin yang merupakan simbol dan fungsi dari SubDAS, junction yang merupakan simbol dan fungsi dari titik kontrol, serta reach yang merupakan simbol dan fungsi

m

(30)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

dari sungai sebagai penghubung antar junction. Gambar dari Basin Model DAS Sengkarang dapat dilihat pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16 Basin Model DAS Sengkarang

(31)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.17 Hasil Input DataSubBasin Area DAS Sengkarang

2. Meteorologic Model

Data yang digunakan dalam input data Meteorologic Model adalah data Specified Hyetograph yang didapatkan dari Time Series Data, dan data tersebut digunakan untuk seluruh SubDAS yang ada.

3. Control Specification

Control Specification merupakan waktu berlangsungnya simulasi dalam software HEC-HMS. Waktu yang digunakan pada simulasi ini adalah tanggal dimana terjadi banjir pada Bendungan Pesantren Kletak tertinggi. Simulasi ini dilakukan pada tahun 1993 dengan interval waktu 30 menit selama 24 jam.

4. Time Series Data

(32)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

jam dan dengan interval 30 menit Hasil input data Time Series Data dapat dilihat pada Tabel 4.25 sampai dengan Tabel 4.30.

Tabel 4.25 Precipitation Gage Kalibrasi tahun 1993

Waktu

Tabel 4.26 Precipitation GagePeriode 2 Tahun

(33)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.27 Precipitation GagePeriode 5 Tahun

Waktu

Tabel 4.28 Precipitation GagePeriode 10 Tahun

(34)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.29 Precipitation GagePeriode 25 Tahun

Waktu

Tabel 4.30 Precipitation GagePeriode 50 Tahun

Waktu

(35)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

beberapa metode yang dapat digunakan. Metode yang digunakan untuk model tersebut dalam kajian ini dapat dilihat pada Tabel 4.31.

Tabel 4.31 Model dan Metode Parameter HEC-HMS

1. Parameter Loss Model (SCS Curve Number)

Dalam Parameter Loss Model (SCS Curve Number) terdapat tiga nilai parameter yang di input, yaitu: Curve Number (CN), Impervious, dan Initial Abstraction. Nilai parameter yang digunakan tersebut didapatkan berdasarkan perhitungan dan pengolahan melalui software ArcMap.

Gambar 4.18 Hasil Input Data Curve Number

Model Metode

Loss SCS Curve Number Transform SCS Unit Hydrograph

(36)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

2. Parameter Transform Model (SCS Unit Hydrograph Method)

Dalam parameter ini digunakan nilai Lag Time untuk setiap SubDAS yang terdapat pada DAS Sengkarang. Nilai tersebut didapatkan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan panjang aliran sungai, angka kemiringan sungai, dan CN dari setiap SubDAS. Contoh perhitungan nilai Lag Time untuk Parameter Transfrom Model (SCS Unit Hydrograph Method) adalah sebagai berikut:

Gambar 4.19 HasilInput Data SCS Unit Hydrograph Method

3. Parameter Routing dengan Metode Lag

(37)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.20 HasilInput Data Lag Time

4.3.3 Hasil Output Simulasi HEC-HMS

Setelah dilakukan seluruh tahapan dalam software HEC-HMS, maka dilakukan simulation run sehingga mendapatkan data output berupa peak discharge (debit puncak). Hasil output dari simulasi HEC-HMS dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut:

(38)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.22 Hasil Simulasi Debit Puncak DAS Sengkarang Periode 5 Tahun

Gambar 4.23 Hasil Simulasi Debit Puncak DAS Sengkarang Periode 10 Tahun

(39)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.25 Hasil Simulasi Debit Puncak DAS Sengkarang 50 Tahun

Berikut hasil nilai parameter-parameter yang sudah diinput dan dilakukan simulasi Run pada HEC-HMS:

Tabel 4.32 Debit Banjir Rencana Sungai Sengkarang

4.4 Kalibrasi

Kalibrasi pada curve number (CN) digunakan untuk dilakukan untuk membandingkan data hasil simulasi dengan data lapangan dan bertujuan agar data simulasi mendekati data lapangan. Jika hasil simulasi lapangan belum mendekati hasil di lapangan, maka nilai CN dirubah sesuai dengan keadaan aslinya hingga hasil simulasi mendekati data di lapangan. Data simulasi maupun lapangan yang dijadikan perbandingan merupakan nilai debit puncak pada saat terjadi banjir pada tahun 1993. Nilai debit puncak di lapangan yaitu sebesar 1027.345 m3/s. Nilai tersebut didapat dari

perhitungan berikut ini :

Periode Debit Banjir

Periode 2 Tahunan 322.8 m3/s

Periode 5 Tahunan 582.6 m3/s

Periode 10 Tahunan 765.1 m3/s

Periode 25 Tahunan 1034.3 m3/s

(40)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

B = 113 m ( lebar bendung )

Hasil dari simulasi DAS Sengkarang pada tahun 1993 dapat dilihat pada tabel 4.33 dibawah ini :

Tabel 4.33 Hasil Simulasi DAS Sengkarang

Waktu

(41)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.26 Hasil Simulasi Debit DAS Sengkarang pada Tahun 1993

Setelah didapatkan hasil simulasi berupa debit puncak sebesar 11089,7 m3/s. maka dilakukan pengujian Root Mean Square Error (RMSE) untuk mengetahui angka kesalahan pada perbandingan antara data hasil simulasi dan data lapangan. Perhitungan RMSE untuk kalibrasi adalah sebagai berikut:

RMSE = √1 n∑ (

y2−y1 y2 )2 𝑛

𝑖=1

RMSE =√1 1× (

1089,7−1027,345 1089,7 )2 RMSE = 0,05722 × 100 %

= 5,722 %

(42)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.4.1. Hubungan antara Ketinggian Muka Air dan Debit

Berdasarkan ketinggian muka air diatas mercu bendung, maka didapat debit di lapangan. Ketinggian muka air tersebut dicatat setiap hari oleh petugas Pos Pantau Bendung Pesantren Kletak. Laporan pemantauan debit banjir dapat dilihat pada gambar 4.22 dibawah ini.

Gambar 4.27 Laporan Pemantauan Debit Banjir Bendung Pesantren Kletak Sumber : Pos Pantau Bendung Pesantren Kletak (2018)

(43)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.34 menunjukan ketinggian muka air diatas bendung dengan debit di Bendung Pesantren Kletak.

(44)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(45)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(46)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Dari Tabel 4.34 diatas didapatkan grafik hubungan antara tinggi muka air diatas mercu bendung dengan debit, yang ditunjukan gambar 4.28 dibawah ini.

Gambar 4.28 Grafik Hubungan antara Tinggi Muka Air diatas Mercu Bendung dengan Debit

Dari grafik hubungan tinggi muka air diatas mercu bendung dengan debit, dapat diketahui bahwa tinggi tumpahan berbanding lurus dengan besarnya debit di lapangan, sehingga semakin tinggi muka air diatas bendung semakin besar debit yang terjadi.

3; 1.350

(47)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.5 Pemodelan HEC-RAS

Dalam tahapan pemodelan menggunakan software HEC-RAS dilakukan beberapa langkah dalam proses pemodelan tersebut, yaitu input data, menampilkan hasil pemodelan, dan memberikan pertimbangan perlu tidaknya perbaikan penampang.

4.5.1 Input Data

Dalam tahapan pemodelan menggunakan software HEC-RAS dilakukan beberapa langkah dalam proses pemodelan tersebut, yaitu data geometri dan data debit sungai.

1. Geometri Data

Input data yang digunakan dalam geometri yang diperlukan, yang terdiri alur sungai (river reach) dan cross section. Data geometri dimasukan dengan memilih Geometric Data pada menu edit pada jendela utama.

 Menggaambarkan Skema Alur Sungai

Langkah pertama dalam memasukan data geometri adalah menggambar alur sungai sesuai dengan kondisi di lapangan. Ini dilakukan garis demi garis, dengan menekan tombol River Reach dan kemudian menggambar alur dari hulu ke hilir (dalam arah positif). Setelah alur digambar, masukkan nama sungai.

(48)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

 Memasukan Data Cross Section

Setelah membuat alur sungai, selanjutnya memasukan data cross-section seperti pada Gambar 4.29. Tekan tombol Cross Section akan memunculkan editor cross section dan memasukan data yang diperlukan antara lain: Cross Section X-Y Coordinates, jarak antar bantaran LOB Channel ROB, koefisien kekasaran manning, main channel bank stasion, dan koefisien kontraksi dan ekspansi.

Gambar 4.30 Cross Section Data

2. Data Debit Rencana

(49)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.31 Input Data Debit Rencana

4.5.2 Hasil Output Pemodelan HEC-RAS

Setelah dilakukan seluruh tahapan dalam software HEC-RAS, maka dilakukan simulation run sehingga dapat diketahui bentuk penampang sungai, tinggi muka air dan kapasitas Sungai Sengkarang. Posisi cross section dapat dilihat pada Gambar 4.32.

Gambar 4.32 Contoh PosisiCross Section P. 0

P. 29

P. 90

P. 127

P. 161

(50)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

1. Hasil Output Pemodelan HEC-RAS terhadap Debit Banjir Rencana 2

Tahunan

STA. Cross Section

1000 (P.0)

908 (P.29)

(51)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.33 menunjukan hasil output HEC-RAS terhadap debit banjir rencana 2 tahunan yaitu sebesar 322,8 m3/s. Pada STA 1000 atau P.0 yang merupakan titik awal cross section tidak terjadi limpasan yang diakibatkan debit banjir rencana 2 tahun, tinggi muka air sebesar 17,38 m diatas muka air laut. Pada STA 908 atau P.29 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 2 tahun, tinggi muka air sebesar 9,99 m diatas muka air laut. Pada STA 770 atau P.95 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 2 tahun, tinggi muka air sebesar 3,63 m diatas muka air laut. Pada STA 729 atau P.127 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 2 tahun, tinggi muka air sebesar 2,47 m diatas muka air laut. Pada STA 678 atau P.161 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 2 tahun, tinggi muka air sebesar 1,13 m diatas muka air laut. Pada STA 624 atau P.202 yang murapakan titik akhir dari cross section atau muara Sungai Sengkaran tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 2 tahun, tinggi muka air sebesar 0,19 m diatas muka air laut. Namun dibeberapa STA terjadi limpasan, untuk mengetahui STA yang terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 2 tahunan dapat dilihat pada Tabel 4.35

Tabel 4.35 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 2 Tahunan

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(52)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.35 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 2 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(53)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.35 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 2 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(54)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.35 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 2 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(55)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.35 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 2 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

658 Tidak Memenuhi 645 Memenuhi 632 Memenuhi 657 Memenuhi 644 Memenuhi 631 Tidak Memenuhi 656 Tidak Memenuhi 643 Memenuhi 630 Tidak Memenuhi 655 Tidak Memenuhi 642 Memenuhi 629 Tidak Memenuhi 654 Tidak Memenuhi 641 Memenuhi 628 Memenuhi 653 Memenuhi 640 Memenuhi 627 Memenuhi 652 Tidak Memenuhi 639 Tidak Memenuhi 626 Tidak Memenuhi 651 Tidak Memenuhi 638 Tidak Memenuhi 625 Tidak Memenuhi 650 Tidak Memenuhi 637 Memenuhi 624 Tidak Memenuhi 649 Memenuhi 636 Memenuhi 623 Memenuhi 648 Tidak Memenuhi 635 Memenuhi 622 Memenuhi 647 Tidak Memenuhi 634 Memenuhi 621 Tidak Memenuhi 646 Tidak Memenuhi 633 Tidak Memenuhi 620 Memenuhi

(56)

66

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(57)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

2. Hasil Output Pemodelan HEC-RAS terhadap Debit Banjir Rencana 5

Tahunan

STA. Cross Section

1000 (P.0)

908 (P.29)

(58)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.35 menunjukan hasil output HEC-RAS terhadap debit banjir rencana 5 tahunan yaitu sebesar 582,6 m3/s. Pada STA 1000 atau P.0 yang merupakan titik awal cross section tidak terjadi limpasan yang diakibatkan debit banjir rencana 5 tahun, tinggi muka air sebesar 18,26 m diatas muka air laut. Pada STA 908 atau P.29 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 5 tahun, tinggi muka air sebesar 11,84 m diatas muka air laut. Pada STA 770 atau P.95 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 5 tahun, tinggi muka air sebesar 5,65 m diatas muka air laut. Pada STA 729 atau P.127 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 5 tahun, tinggi muka air sebesar 5,61 m diatas muka air laut. Pada STA 678 atau P.161 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 5 tahun, tinggi muka air sebesar 1,78 m diatas muka air laut. Pada STA 624 atau P.202 yang murapakan titik akhir dari cross section atau muara Sungai Sengkaran tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 5 tahun, tinggi muka air sebesar 0,60 m diatas muka air laut. Namun dibeberapa STA terjadi limpasan, untuk mengetahui STA yang terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 5 tahunan dapat dilihat pada Tabel 4.36

Tabel 4.36 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 5 Tahunan

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(59)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.36 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 5 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(60)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.36 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 5 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(61)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.36 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 5 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(62)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.36 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 5 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

658 Tidak Memenuhi 645 Tidak Memenuhi 632 Tidak Memenuhi 657 Tidak Memenuhi 644 Tidak Memenuhi 631 Tidak Memenuhi 656 Tidak Memenuhi 643 Tidak Memenuhi 630 Tidak Memenuhi 655 Tidak Memenuhi 642 Tidak Memenuhi 629 Tidak Memenuhi 654 Tidak Memenuhi 641 Memenuhi 628 Tidak Memenuhi 653 Tidak Memenuhi 640 Tidak Memenuhi 627 Tidak Memenuhi 652 Tidak Memenuhi 639 Tidak Memenuhi 626 Tidak Memenuhi 651 Tidak Memenuhi 638 Tidak Memenuhi 625 Tidak Memenuhi 650 Tidak Memenuhi 637 Tidak Memenuhi 624 Tidak Memenuhi 649 Tidak Memenuhi 636 Tidak Memenuhi 623 Tidak Memenuhi 648 Tidak Memenuhi 635 Tidak Memenuhi 622 Tidak Memenuhi 647 Tidak Memenuhi 634 Tidak Memenuhi 621 Tidak Memenuhi 646 Tidak Memenuhi 633 Tidak Memenuhi 620 Memenuhi

(63)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(64)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

3. Hasil Output Pemodelan HEC-RAS terhadap Debit Banjir Rencana 10

Tahunan

STA. Cross Section

1000 (P.0)

908 (P.29)

(65)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.37 menunjukan hasil output HEC-RAS terhadap debit banjir rencana 10 tahunan yaitu sebesar 765,1 m3/s. Pada STA 1000 atau P.0 yang merupakan titik awal cross section tidak terjadi limpasan yang diakibatkan debit banjir rencana 10 tahun, tinggi muka air sebesar 18,57 m diatas muka air laut. Pada STA 908 atau P.29 terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun, tinggi muka air limpasan sebesar 0,17 m pada bantaran bagian kiri. Pada STA 770 atau P.95 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun, tinggi muka air sebesar 6,34 m diatas muka air laut. Pada STA 729 atau P.127 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun, tinggi muka air sebesar 4,10 m diatas muka air laut. Pada STA 678 atau P.161 terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun, tinggi limpasan sebesar 0,27 m dari bantaran sebelah kiri. Pada STA 624 atau P.202 yang murapakan titik akhir dari cross section atau muara Sungai Sengkaran tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahunan, tinggi muka air sebesar 0,88 m diatas muka air laut. Namun dibeberapa STA terjadi limpasan, untuk mengetahui STA yang terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 4.37

Tabel 4.37 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 10 Tahunan

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(66)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.37 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 10 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(67)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.37 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 10 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(68)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.37 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 10 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(69)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.37 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 10 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

658 Tidak Memenuhi 645 Tidak Memenuhi 632 Tidak Memenuhi 657 Tidak Memenuhi 644 Tidak Memenuhi 631 Tidak Memenuhi 656 Tidak Memenuhi 643 Tidak Memenuhi 630 Tidak Memenuhi 655 Tidak Memenuhi 642 Tidak Memenuhi 629 Tidak Memenuhi 654 Tidak Memenuhi 641 Memenuhi 628 Tidak Memenuhi 653 Tidak Memenuhi 640 Tidak Memenuhi 627 Tidak Memenuhi 652 Tidak Memenuhi 639 Tidak Memenuhi 626 Tidak Memenuhi 651 Tidak Memenuhi 638 Tidak Memenuhi 625 Tidak Memenuhi 650 Tidak Memenuhi 637 Tidak Memenuhi 624 Tidak Memenuhi 649 Tidak Memenuhi 636 Tidak Memenuhi 623 Tidak Memenuhi 648 Tidak Memenuhi 635 Tidak Memenuhi 622 Tidak Memenuhi 647 Tidak Memenuhi 634 Tidak Memenuhi 621 Tidak Memenuhi 646 Tidak Memenuhi 633 Tidak Memenuhi 620 Memenuhi

(70)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(71)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4. Hasil Output Pemodelan HEC-RAS terhadap Debit Banjir Rencana 25

Tahunan

STA. Cross Section

1000 (P.0)

908 (P.29)

(72)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.39 menunjukan hasil output HEC-RAS terhadap debit banjir rencana 25 tahunan yaitu sebesar 1034,3 m3/s. Pada STA

1000 atau P.0 yang merupakan titik awal cross section tidak terjadi limpasan yang diakibatkan debit banjir rencana 25 tahun, tinggi muka air sebesar 18,95 m diatas muka air laut. Pada STA 908 atau P.29 terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 25 tahun, tinggi muka air limpasan sebesar1,38 m dari bantaran bagian kiri. Pada STA 770 atau P.95 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 25 tahun, tinggi muka air sebesar 7,01 m diatas muka air laut. Pada STA 729 atau P.127 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 25 tahun, tinggi muka air sebesar 4,53 m diatas muka air laut. Pada STA 678 atau P.161 terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 25 tahun, tinggi limpasan sebesar 0,76 m dari bantaran sebelah kiri. Pada STA 624 atau P.202 yang murapakan titik akhir dari cross section atau muara Sungai Sengkaran terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 25 tahunan, tinggi muka air limpasan sebesar 0,34 m dari bantaran sebelah kiri. Pada beberapa STA lainya terjadi limpasan, untuk mengetahui STA yang terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 4.38

Tabel 4.38 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 25 Tahunan

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(73)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.38 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 25 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(74)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.38 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 25 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(75)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.38 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 25 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(76)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.38 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Banjir Debit Rencana 25 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

658 Tidak Memenuhi 645 Tidak Memenuhi 632 Tidak Memenuhi 657 Tidak Memenuhi 644 Tidak Memenuhi 631 Tidak Memenuhi 656 Tidak Memenuhi 643 Tidak Memenuhi 630 Tidak Memenuhi 655 Tidak Memenuhi 642 Tidak Memenuhi 629 Tidak Memenuhi 654 Tidak Memenuhi 641 Tidak Memenuhi 628 Tidak Memenuhi 653 Tidak Memenuhi 640 Tidak Memenuhi 627 Tidak Memenuhi 652 Tidak Memenuhi 639 Tidak Memenuhi 626 Tidak Memenuhi 651 Tidak Memenuhi 638 Tidak Memenuhi 625 Tidak Memenuhi 650 Tidak Memenuhi 637 Tidak Memenuhi 624 Tidak Memenuhi 649 Tidak Memenuhi 636 Tidak Memenuhi 623 Tidak Memenuhi 648 Tidak Memenuhi 635 Tidak Memenuhi 622 Tidak Memenuhi 647 Tidak Memenuhi 634 Tidak Memenuhi 621 Tidak Memenuhi 646 Tidak Memenuhi 633 Tidak Memenuhi 620 Tidak Memenuhi

(77)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(78)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

5. Hasil Output Pemodelan HEC-RAS terhadap Debit Banjir Rencana 50

Tahunan

STA. Cross Section

1000 (P.0)

908 (P.29)

(79)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Gambar 4.41 menunjukan hasil output HEC-RAS terhadap debit banjir rencana 50 tahunan yaitu sebesar 1148,9 m3/s. Pada STA 1000 atau P.0 yang merupakan titik awal cross section tidak terjadi limpasan yang diakibatkan debit banjir rencana 50 tahun, tinggi muka air sebesar 19,10 m diatas muka air laut. Pada STA 908 atau P.29 terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 50 tahun, tinggi muka air limpasan sebesar 1,85 m dari bantaran bagian kiri. Pada STA 770 atau P.95 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 25 tahun, tinggi muka air sebesar 7,21 m diatas muka air laut. Pada STA 729 atau P.127 tidak terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 50 tahun, tinggi muka air sebesar 4,70 m diatas muka air laut. Pada STA 678 atau P.161 terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 50 tahun, tinggi limpasan sebesar 0,95 m dari bantaran sebelah kiri. Pada STA 624 atau P.202 yang murapakan titik akhir dari cross section atau muara Sungai Sengkaran terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 50 tahun, tinggi muka air limpasan sebesar 0,5 m dari bantaran sebelah kiri. Pada beberapa STA lainya terjadi limpasan, untuk mengetahui STA yang terjadi limpasan akibat debit banjir rencana 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 4.39

Tabel 4.39 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Debit Banjir Rencana 50 Tahunan

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(80)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.39 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Debit Banjir Rencana 50 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(81)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.39 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Debit Banjir Rencana 50 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(82)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.39 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Debit Banjir Rencana 50 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

(83)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Tabel 4.39 Rekapitulasi Kapasitas Sungai Sengkarang Kondisi Eksisting Terhadap Debit Banjir Rencana 50 Tahunan (lanjutan)

STA Kapasitas STA Kapasitas STA Kapasitas

658 Tidak Memenuhi 645 Tidak Memenuhi 632 Tidak Memenuhi 657 Tidak Memenuhi 644 Tidak Memenuhi 631 Tidak Memenuhi 656 Tidak Memenuhi 643 Tidak Memenuhi 630 Tidak Memenuhi 655 Tidak Memenuhi 642 Tidak Memenuhi 629 Tidak Memenuhi 654 Tidak Memenuhi 641 Tidak Memenuhi 628 Tidak Memenuhi 653 Tidak Memenuhi 640 Tidak Memenuhi 627 Tidak Memenuhi 652 Tidak Memenuhi 639 Tidak Memenuhi 626 Tidak Memenuhi 651 Tidak Memenuhi 638 Tidak Memenuhi 625 Tidak Memenuhi 650 Tidak Memenuhi 637 Tidak Memenuhi 624 Tidak Memenuhi 649 Tidak Memenuhi 636 Tidak Memenuhi 623 Tidak Memenuhi 648 Tidak Memenuhi 635 Tidak Memenuhi 622 Tidak Memenuhi 647 Tidak Memenuhi 634 Tidak Memenuhi 621 Tidak Memenuhi 646 Tidak Memenuhi 633 Tidak Memenuhi 620 Tidak Memenuhi

(84)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

(85)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.5.3. Kondisi Eksisting Sungai Sengkarang

Setelah melakukan simulasi dengan debit banjir rencana maka diketahui bahwa kapasitas Sungai Sengkarang tidak dapat cukup menampung air, dimana air diharuskan tidak melebihi kapasitas penampang.

Dalam kondisi eksisting Sungai Sengkarang hanya mampu menampung debit sebesar 221.907 m3/dt. Dengan ketinggian air

(86)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

STA. Cross Section

1000 (P.0)

908 (P.29)

(87)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.5.4. Kondisi Sungai Sengkarang Akibat Debit Banjir Rencana 1. Debit Banjir Rencana 2 Tahunan

. Kondisi wilayah yang terjadi limpasan akibat debit banjir rencana dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 4.44 Kondisis Sungai Sengkarang yang terjadi Limpasan Akibat Debit

Banjir Rencana 2 Tahunan

Gambar 4.44 menunjukan lokasi dimana terjadi limpasan di Sungai Sengkarang akibat debit banjir rencana 2 tahunan. Warna merah menunjukan daerah yang terjadi limpasan, sedangkan garis biru merupakan alur Sungai Sengkarang. Pada debit banjir rencana 2 tahunan dapat diketahui limpasan terjadi pada daerah dekat dengan titik kontrol dan daerah muara sungai.

Limpasan

Limpasan Sungai

(88)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

2. Debit Banjir Rencana 5 Tahunan

Gambar 4.45 Kondisis Sungai Sengkarang yang terjadi Limpasan Akibat Debit Banjir Rencana 5 Tahunan

Gambar 4.45 menunjukan lokasi dimana terjadi limpasan di Sungai Sengkarang akibat debit banjir rencana 5 tahunan. Warna hijau menunjukan daerah yang terjadi limpasan, sedangkan garis biru merupakan alur Sungai Sengkarang. Pada debit banjir rencana 5 tahunan daerah yang terjadi limpasan lebih besar dibandingkan dengan kondisi debit banjir rencana 2 tahunan. Hal ini disebabkan debit banjir yang semakin besar sehingga kapasitas Sungai Sengkarang di beberapa STA tidak mencukupi untuk menampung air.

Limpasan

Sungai Sengkarang

(89)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

3. Debit Banjir Rencana 10 Tahunan

Gambar 4.46 Kondisis Sungai Sengkarang yang terjadi Limpasan Akibat Debit Banjir Rencana 10 Tahunan

Gambar 4.46 menunjukan lokasi dimana terjadi limpasan di Sungai Sengkarang akibat debit banjir rencana 10 tahunan. Warna Ungu menunjukan daerah yang terjadi limpasan, sedangkan garis biru merupakan alur Sungai Sengkarang. Pada debit banjir rencana 10 tahunan daerah yang terjadi limpasan lebih besar dibandingkan dengan kondisi debit banjir rencana 2 tahunan dan 5 tahunan. Hal ini disebabkan debit banjir yang semakin besar sehingga kapasitas Sungai Sengkarang di beberapa STA tidak mencukupi untuk menampung air. Limpasan terjadi pada daerah hilir sungai dan di beberapa sta mendekati titik kontrol.

Limpasan

Limpasan Sungai

(90)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4. Debit Banjir Rencana 25 Tahunan

Gambar 4.47 Kondisis Sungai Sengkarang yang terjadi Limpasan Akibat Debit Banjir Rencana 25 Tahunan

Gambar 4.47 menunjukan lokasi dimana terjadi limpasan di Sungai Sengkarang akibat debit banjir rencana 25 tahunan. Warna Biru Muda menunjukan daerah yang terjadi limpasan, sedangkan garis biru merupakan alur Sungai Sengkarang. Pada debit banjir rencana 25 tahunan daerah yang terjadi limpasan lebih besar dibandingkan dengan kondisi debit banjir rencana 2 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Hal ini disebabkan debit banjir yang semakin besar sehingga kapasitas Sungai Sengkarang di beberapa STA tidak mencukupi untuk menampung air. Daerah yang terjadi limpasan hampir di sepanjang sungai, mulai dari titik kontrol Benudung Pesantren Kletak di Desa Kedung Patangewu hingga di muara sungai yaitu di Desa Jambean.

Limpasan

Sungai Sengkarang

(91)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

5. Debit Banjir Rencana 50 Tahunan

Gambar 4.48 Kondisis Sungai Sengkarang yang terjadi Limpasan Akibat Debit Banjir Rencana 50 Tahunan

Gambar 4.48 menunjukan lokasi dimana terjadi limpasan di Sungai Sengkarang akibat debit banjir rencana 50 tahunan. Warna Biru Tua menunjukan daerah yang terjadi limpasan, sedangkan garis biru muda merupakan alur Sungai Sengkarang. Pada debit banjir rencana 50 tahunan daerah yang terjadi limpasan lebih besar dibandingkan dengan kondisi debit banjir rencana 2 tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan dan 25 tahunan. Hal ini disebabkan debit banjir yang semakin besar sehingga kapasitas Sungai Sengkarang di beberapa STA tidak mencukupi untuk menampung air. Daerah yang terjadi limpasan hampir di sepanjang sungai, mulai dari titik kontrol Benudung Pesantren Kletak di Desa Kedung Patangewu hingga di muara sungai yaitu di Desa Jambean. Oleh karena itu perlu dilakukan normalisasi sungai.

Limpasan

Limpasan Sungai

(92)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

4.5.5 Penyebab Terjadinya Banjir di Sungai Sengkarang

Banjir yang terjadi di Sungai Sengkarang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu penyebab banjir yaitu : karakteristik DAS Sengkarang yang menyebabkan air langsung mengalir menuju hilir. Berikut merupakan karateristik DAS Sengkarang yang dibagi menjadi 13 Sub DAS :

1. Sub DAS 1

Gambar 4.49 Diagram Lingkaran Penggunaan Lahan Sub DAS 1 Diagram lingkaran diatas menunjukan penggunaan lahan pada sub DAS 1, dapat diketahui bahwa mayoritas lahan adalah Hutan Tanaman Industri yaitu sebesar 76,82 %, Sawah sebesar 23,02 %, sisanya Hutan Lahan Kering sekunder dan Pertanian Lahan Kering yaitu sebesar 0,11 % dan 0,05 %.

0,11%

76,82%

0,05% 23,02%

Penggunaan Lahan Sub DAS 1

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Tanaman Industri ( HTI )

Pertanian Lahan Kering

(93)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

2. Sub DAS 2

Gambar 4.50 Diagram Lingkaran Penggunaan Lahan Sub DAS 2

Diagram lingkaran diatas menunjukan penggunaan lahan pada sub DAS 2, dapat diketahui bahwa mayoritas lahan adalah Hutan Tanaman Industri yaitu sebesar 73 %, Hutan Lahan Kering Sekunder sebesar 23 %, sisanya Sawah dan Pertanian Lahan Kering yaitu sebesar 1 % dan 3 %.

3. Sub DAS 3

(94)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Diagram lingkaran diatas menunjukan penggunaan lahan pada sub DAS 3, dapat diketahui bahwa mayoritas lahan adalah Hutan Tanaman Industri yaitu sebesar 51%, Hutan Lahan Kering Sekunder sebesar 39%, sisanya Pertanian Lahan Kering yaitu sebesar 10%

4. Sub DAS 4

Gambar 4.52 Diagram Lingkaran Penggunaan Lahan Sub DAS 4

Diagram lingkaran diatas menunjukan penggunaan lahan pada sub DAS 4, dapat diketahui bahwa mayoritas lahan adalah Hutan Tanaman Industri yaitu sebesar 57 %, Hutan Lahan Kering Sekunder sebesar 42 %, sisanya Pertanian Lahan Kering yaitu sebesar 1 %.

5. Sub DAS 5

(95)

Johanes Baptista Among T 14.B1.0030 Abraham Daksa B D 14.B1.0049

Diagram lingkaran diatas menunjukan penggunaan lahan pada sub DAS 5, dapat diketahui bahwa Pertanian Lahan Kering sebesar 45.94%, Hutan Tanaman Industri 27.83%, Sawah 15.84%, Pertanian Lahan Kering 3.87%, Pemukiman 3.67% dan Hutan Lahan Sekunder sebesar 2,85 %

6. Sub DAS 6

Gambar 4.54 Diagram Lingkaran Penggunaan Lahan Sub DAS 6 Diagram lingkaran diatas menunjukan penggunaan lahan pada sub DAS 6, dapat diketahui bahwa Pertanian Lahan Kering sebesar 30.23%, Hutan Tanaman Industri 14,55%, Sawah 23.31%, Pemukiman 31.91%.

7. Sub DAS 7

Gambar

Tabel 4.4 Perhitungan Statistik (lanjutan)
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan  Distribusi
Tabel 4.7 Nilai Chi-Kuadrat Kritik
Tabel 4.9 Uji Chi-Kuadrat untuk Distribusi Log-Normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui penegakan hukum terhadap tindak pidana memperniagakan penyu dan untuk mengatahui faktor-faktor penyebab maraknya pejualan

Pemenang Nomor : BAPP.053/PAN-III/PU-2013 tanggal 3 April 2013, maka Panitia Pengadaan Barang / Jasa Dinas.. Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci mengumumkan Pemenang sebagai

Apabila Saudara membutuhkan keterangan dan penjelasan lebih lanjut, dapat menghubungi Kami sesuai alamat tersebut di atas sampai dengan batas akhir pemasukan dokumen

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

h) menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri

“Dalam bersosialisasi anak didik, terdapat sejumlah media bersosialisasi, yakni: a) keluarga, merupakan orang pertama yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi

Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat hiperaktivitas pada anak ADHD setelah diberikan intervensi berupa terapi gerakan

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi produksi garam rakyat yaitu luas lahan, bibit garam dan tenaga kerja di Desa Matang Tunong