• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha. Pemurah, karena berkat kemurahan-nya Profil Kesehatan Kabupaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha. Pemurah, karena berkat kemurahan-nya Profil Kesehatan Kabupaten"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya Profil Kesehatan Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2012 dapat disusun.

Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Banyuwangi tahun 2ALZ ini

dimakudkan untuk menyediakan informasi di bidang kesehatan di Kabupaten

Banyuwangi yang sangat diperlukan tidak hanya oleh petugas kesehatan dan

pengambil keputusan di bidang kesehatan, tetapijuga mahasiswa, peneliti, dan

pihak lain yang bergerak di bidang kesehatan serta untuk mengetahui gambaran

pencapaian kinerja dalam melaksanakan Pembangunan Kesehatan di Kabupaten

Banyuwangi selama periode 1 Januari sampai 31 Desember 2O12.

Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh jajaran kesehatan di

Kabupaten Banyuwangi, meliputi Dinas Kesehatan dan UPT Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyuwangi, Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Unit

Pelayanan Kesehatan lainnya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan

satu persatu atas peran sertanya dalam memberikan dukungan berupa data

program dan kegiatan yang akhirnya dapat dikemas dan disajikan dalam bentuk

informasi berupa Profil Kesehatan tahun 2012.

Penyusunan Profil Kesehatan ini masih jauh dari sempurna, masih

diperlukan adanya pemaparan dalam bentuk narasi yang dapat menceritakan

capaian hasil kegiatan sehingga dapat menggambarkan upaya pembangunan

yang telah dilaksanakan oleh seluruh jajaran kesehatan di Kabupaten

(3)

Banyuwangi, sehingga Profil Kesehatan Kabupaten Banyuwangi tahun 2012

masih terus kami perbaiki bersama dengan adanya saran, masukan serta kritik

membangun untuk perbaikan Profil Kesehatan ini.

Banyuwangi, 2013

dr. H. WIDJILESTARIONO. M.MKes

N lP. 19530522 L98902 I OO2

PIt. KEPALA DINAS KESEHATAN

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II GAMBARAN UMUM... 2

II.1 Keadaan Geografis... 2

II.2 Gambaran Umum Kependudukan... 3

II.3 Gambaran Umum Bidang Sosial... 4

BAB III DERAJAT KESEHATAN ... 6

III.1 Angka Kematian... 6

1. Angka Kematian Bayi... 7

2. Angka Kematian Balita... 8

3. Angka Kematian Ibu... 9

III.2 Angka Kesakitan... 11

1. Acute Flaccid Paralysis (AFP)... 12

2. TB Paru... 13

3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)... 14

4. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)... 15

5. Diare... 16

6. Kusta... 17

7. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).... 18

8. Demam Berdarah Dengue ... 21

9. Malaria... 21

(5)

III.3 Status Gizi... 24

1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)... 24

2. Status Gizi Balita... 24

BAB IV UPAYA KESEHATAN ... 27

IV.1 Pelayanan Kesehatan... 27

1. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)... 27

2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan... 29

3. Ibu hamil dengan Imunisasi TT2+ ... 31

4. Jumlah ibu hamil yang mendapatkan Tablet Fe1 dan Fe3 menurut kecamatan dan puskesmas……….. 31 5. Ibu Hamil Resiko Tinggi yang Ditangani... 33

6. Neonatal Resiko Tinggi yang Ditangani... 34

7. Cakupan pemberian Vitamin A pada bayi, anak balita dan ibu nifas menurut jenis kelamin, kecamatan dan puskesmas ... 34

8. Pelayanan Keluarga Berencana ... 36

9. Kunjungan Neonatus dan Kunjungan Bayi ... 39

10. Pelayanan Imunisasi ... 41

11. Jumlah Bayi yang diberi ASI Ekslusif menurut Jenis Kelamin, Kecamatan, dan Puskesmas ... 43

(6)

15. Cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan

menurut jenis kelamin, kecamatan dan puskesmas …….... 47

16. Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan setingkat... 50

17. Pelayanan Kesehatan Usila (60 Th +) ... 50

18. Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Gawat Darurat... 51

19. Kejadian Luar Biasa (KLB) ... 52

20. Pelayanan Kesehatan Gigi ... 52

IV.2 Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan... 53

1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar ... 53

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas) ... 55

3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin (Program Jamkesda) ... 59

4. 5. Upaya Pelayanan Kesehatan ... Pelayanan Kesehatan Rujukan ... 61 62 IV.3 Perilaku Hidup Masyarakat... 62

IV.4 Keadaan Lingkungan... 63

1. Rumah Sehat... 63

2. Rumah/Bangunan Bebas Jentik Nyamuk Aedes... 63

3. Sarana Sanitasi Dasar... 64

4. Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan... 64

5. Institusi dibina Lingkungannya ... 65

(7)

BAB V SUMBER DAYA KESEHATAN... 67 V.1 Sarana Kesehatan... 67 1. Rumah Sakit ... 67 2. Puskesmas ... 67 3. 4. 5. Pelayanan Kesehatan Laboratorium ... Pelayanan Kesehatan Spesialis Dasar di Rumah Sakit ... Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) ... 68 69 69 V.2 Tenaga Kesehatan... 70

1. Persebaran dan Jumlah Tenaga Kesehatan... 70

2. Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Penduduk... 72

V.3 Pembiayaan Kesehatan... 72

(8)

DAFTAR TABEL

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

1. Resume Profil Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

2. Tabel 1 Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

3. Tabel 2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Rasio Beban Tanggungan, Rasio Jenis Kelamin, dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

4. Tabel 3 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok

Umur Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

5. Tabel 6 Jumlah Kelahiran menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

6. Tabel 7 Jumlah Kematian Bayi dan Balita menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

8. Tabel 8 Jumlah Kematian Ibu menurut Kelompok Umur dan

Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

9. Tabel 9 Jumlah Kasus AFP (Non Polio) dan AFP Rate (Non Polio) Menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 10. Tabel 10 Jumlah Kasus Baru TB Paru dan Kematian Akibat TB Paru

menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

11. Tabel 10 A Jumlah Kasus Baru TB Paru dan Kematian Akibat TB Paru menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

12. Tabel 11 Jumlah Kasus dan Angka Penemuan TB Paru BTA+ menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

(9)

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

13. Tabel 11 A Jumlah Suspek dan Kasus TB serta Angka Penemuan TB Paru BTA+ menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

14. Tabel 12 Jumlah Kasus dan Kesembuhan TB Paru BTA+ menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 15. Tabel 13 Penemuan Kasus Pneumoni Balita menurut Jenis Kelamin dan

Kecamatan Puskesmas Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 16. Tabel 14 Jumlah Kasus HIV, AIDS, dan Infeksi Menular Seksual lainnya

menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

17. Tabel 15 Persentase Donor Darah di Skreening terhadap HIV menurut Jenis Kelamin Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

18. Tabel 16 Kasus Diare yang Ditangani menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

19. Tabel 17 Jumlah Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

20. Tabel 18 Kasus Baru Kusta 0-14 Tahun dan Cacat Tingkat 2 menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

21. Tabel 19 Jumlah Kasus dan Angka Prevalensi Penyakit Kusta menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

22. Tabel 20 Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

(10)

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

25. Tabel 23 Jumlah Kasus DBD menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

26. Tabel 24 Kesakitan dan Kematian Akibat Malaria menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 27. Tabel 24 A Kesakitan dan Kematian Akibat Malaria menurut Jenis

Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 28. Tabel 25 Penderita Filariasis ditangani menurut Jenis Kelamin dan

Kecamatan Puskesmas Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 29. Tabel 26 Bayi Berat Badan Lahir Rendah menurut Jenis Kelamin dan

Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

30. Tabel 27 Status Gizi Balita menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

31. Tabel 28 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan, dan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

32. Tabel 29 Persentase Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

33. Tabel 30 Ibu Hamil yang mendapatkan Fe1 dan Fe3 menurut

Kecamatan Kabupaten Banyuwangi 2012

34. Tabel 31 Jumlah dan Persentase Komplikasi Kebidanan dan Neonatal Resiko Tinggi/Komplikasi yang ditangani menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 35. Tabel 32 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi, Anak Balita, dan Ibu

Nifas menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

36. Tabel 33 Proporsi Peserta KB Aktif menurut Jenis Kontrasepsi menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

37. Tabel 34 Proporsi Peserta KB Baru menurut Jenis Kontrasepsi menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

(11)

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

38. Tabel 35 Jumlah Peserta KB Baru dan KB Aktif menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

39. Tabel 36 Cakupan Kunjungan Neonatus menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

40. Tabel 37 Cakupan Kunjungan Bayi menurut Jenis Kelamin dan

Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

41. Tabel 38 Cakupan Desa/Kelurahan UCI menurut Kecamatan Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2012

42. Tabel 39 Cakupan Imunisasi DPT, HB, dan Campak menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 43. Tabel 40 Cakupan Imunisasi BCG dan Polio, menurut Jenis Kelamin dan

Kecamatan Puskesmas Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 44. Tabel 41 Jumlah Bayi yang diberi ASI Ekslusif menurut Jenis Kelamin

dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

45. Tabel 42 Pemberian Makanan Pendamping ASI Anak Usia 6-23 Bulan Keluarga Miskin menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

46. Tabel 43 Cakupan Pelayanan Anak Balita menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

47. Tabel 44 Jumlah Balita Ditimbang menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

48. Tabel 45 Jumlah Balita Gizi Buruk yang mendapat perawatan menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun

(12)

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

51. Tabel 49 Persentase Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan

Gawat Darurat (Gadar) Level 1 menurut Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

52. Tabel 50 Jumlah Penderita dan Kematian pada KLB menurut Jenis KLB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

53. Tabel 51 Desa/Kelurahan Terkena KLB yang ditangani < 24 Jam menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 54. Tabel 52 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut menurut Jenis Kelamin

dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

55. Tabel 53 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak SD dan Setingkat menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

56. Tabel 54 Jumlah Penyuluhan Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun

2012

57. Tabel 55 Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar

menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

58. Tabel 56 Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

59. Tabel 56 A Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan yang dicakup melalui Program Jamkesda Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

60. Tabel 57 Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

(13)

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

61. Tabel 57 A Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawata Jalan Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan yang dicakup melalui Program Jamkesda Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

62. Tabel 58 Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap dan Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

63. Tabel 59 Angka Kematian di Rumah Sakit Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

64. Tabel 60 Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

65. Tabel 61 Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

66. Tabel 62 Persentase Rumah Sehat menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

67. Tabel 63 Persentase Rumah/Bangunan Bebas Jentik Nyamuk Aedes menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 68. Tabel 64 Persentase Keluarga menurut Jenis Air Bersih yang Digunakan

menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 69. Tabel 66 Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi

(14)

NO. NO TABEL JUDUL TABEL

72. Tabel 69 Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat Kabupaten

Banyuwangi 2012 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. Tabel 70 Tabel 71 Tabel 72 Tabel 73 Tabel 74 Tabel 75 Tabel 76 Tabel 77 Tabel 78 Tabel 79

Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Laboratorium dan memiliki 4 Spesialis Dasar Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

Jumlah Posyandu menurut Strata Per Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKMB) menurut Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 Jumlah Tenaga Medis di Sarana Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

Jumlah Tenaga Keperawatan di Sarana Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

Jumlah Tenaga Kefarmasian dan Gizi di Sarana Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi di Sarana Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 Jumlah Tenaga Teknis Medis dan Fisioterapis di Sarana Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan bidang kesehatan merupakan salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab, yang pada intinya merupakan pengakuan / pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah. Tanpa mengurangi arti serta pentingnya praksarsa daerah dalam penyelenggaraan otonominya dan untuk menghindari terjadinya kekosongan penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota Wajib melaksanakan kewenangan dalam bidang tertentu, termasuk didalamnya kewenangan bidang kesehatan.

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan indikator antara lain Indikator Indonesia Sehat dan Indikator Kinerja dari SPM Bidang Kesehatan yang sebagian merupakan indikator Milenium Development Goals. Untuk Indikator kinerja SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 18 indikator wajib dan 9 indikator tambahan atau inovasi, serta indikator kinerja lainnya yang menunjang pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan.

Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap pencapaian kegiatan di puskesmas maupun rumah sakit

(16)

BAB II GAMBARAN UMUM

II.1 KEADAAN GEOGRAFIS

Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur pulau Jawa. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang berupa daerah pegunungan, merupakan daerah penghasil berbagai produksi perkebunan. Daratan yang datar dengan berbagai potensi yang berupa produksi tanaman pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah Utara ke Selatan yang merupakan daerah penghasil berbagai biota laut.

Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi terletak di antara 7o43’ – 8o46’ Lintang Selatan dan 113o53’ – 114o38’ Bujur Timur. Secara administratif sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Samudera Indonesia serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.

Daerah datar terbentang luas dari bagian selatan hingga Utara yang tidak berbukit. Daerah ini banyak dialiri sungai-sungai yang bermanfaat guna mengairi hamparan sawah yang luas. Selain ketersediaan hamparan sawah yang cukup luas dan potensial itu, kontribusi Daerah Aliran Sungai (DAS) juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan banyaknya DAS di Kabupaten Banyuwangi terdapat 35 DAS yang sepanjang tahun cukup untuk mengairi hamparan sawah yang ada.

Dengan luas sekitar 5.782,5 km2, yang sebagian besar merupakan kawasan hutan yaitu 183.386,34 Ha atau sekitar 31,72%, daerah persawahan sekitar 66.152 ha atau sekitar 11,44%, perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21%, sedangkan daerah yang dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04%. Sedangkan areal sisanya telah dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi untuk berbagai manfaat antara lain jalan, ladang, saluran irigasi dan lainnya (BAPPEDA Banyuwangi, 2012)

(17)

Selain penggunaan luas daerah yang demikian itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai membentang mulai dari Kecamatan Wongsorejo di sebelah utara sampai dengan Kecamatan Pesanggaran di bagian selatan diperkirakan sekitar 175,8 km. Seluruh wilayah tersebut telah memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten Banyuwangi.

II.2 GAMBARAN UMUM KEPENDUDUKAN

Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam 24 kecamatan dengan 217 desa/kelurahan. Dengan jumlah penduduk sebesar 1.564.833 jiwa, yang terdiri atas 486.973 Rumah Tangga, di Kabupaten Banyuwangi rata-rata rumah tangga terdiri 3.21 jiwa, dan mempunyai kepadatan penduduk sebesar 270.68 jiwa per km2.

Dari Tabel 2 dapat digambarkan, dari jumlah penduduk sebesar 1.564.833 yang terdiri dari 778.763 jiwa penduduk laki-laki dan 786.070 jiwa

penduduk perempuan, Rasio Jenis Kelamin Penduduk Kabupaten Banyuwangi adalah sebesar 99.07 %. Ini berarti bahwa perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan adalah sebesar 99 : 100. Sedangkan Rasio Beban Tanggungan adalah sebesar 48.93 %. Ini berarti bahwa perbandingan penduduk usia < 15 tahun dan > 65 tahun dengan penduduk usia 15 – 64 tahun adalah sebesar 48.93 : 100.

Komposisi penduduk Kabupaten Banyuwangi menurut kelompok umur berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (<1-14 tahun) sebesar 24.67 %, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 67.14 %

(18)

24.67%

67.14% 8.18%

Persentase Penduduk Menurut

Kelompok Umur

Kab. Banyuwangi Tahun 2012

< 1 - 14 Tahun

15 - 64 Tahun

≥ 65

II.3. GAMBARAN UMUM BIDANG SOSIAL

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berprilaku sehat.

Kebutuhan pendidikan di Kabupaten Banyuwangi , sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 jumlah sekolah, murid, dan guru Taman Kanak-Kanak (TK) jumlahnya mempunyai kecenderungan meningkat baik berstatus negeri maupun swasta. Bahkan keberadaan lembaga TK ini akan bisa ditemui di setiap desa/ kelurahan dengan jumlah paling sedikit ada satu lembaga sekolah. (BAPPEDA Banyuwangi, 2009)

Bagi lembaga sekolah dasar, jumlahnya relatif cukup bagi setiap desa/kelurahan. Pada jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama jumlah perkembangannya terus bertambah. Mungkin keadaan yang demikian ini ditimbulkan sebagai akibat kemajuan program pendidikan dasar, yang mana

(19)

untuk mewujudkan perkembangannya selalu diikuti dengan penambahan lembaga sekolah.

Program pendidikan dasar atau yang sering disebut-sebut dengan istilah Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, secara kelembagaan di Kabupaten Banyuwangi sudah dapat dikategorikan cukup memadai, karena dari seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Banyuwangi sudah mempunyai SLTP.

Sedangkan kebutuhan akan kesehatan dapat dilayani dengan adanya puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi dimana masing-masing kecamatan terdapat minimal 1 (satu) unit puskesmas, yang didukung dengan adanya puskesmas pembantu.

Selain itu, untuk mendekatkan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, di desa dan kelurahan terdapat poskesdes atau poskeskel yang jumlahnya tiap tahun mengalami peningkatan. Sarana-sarana pelayanan kesehatan tersebut juga didukung dengan sumber daya kesehatan yang memadai.

(20)

BAB III

DERAJAT KESEHATAN

Berdasarkan Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bahwa tujuan Pembangunan Kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumberdaya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh banyak faktor. Indikator keberhasilan pencapaian program ini dapat dilihat dari: 1) Mortalitas, morbiditas, dan status gizi 2) keadaan lingkungan, perilaku hidup sehat, akses dan mutu pelayanan kesehatan 3) Pelayanan kesehatan, Sumber Daya Kesehatan, manajemen kesehatan dan sektor terkait.

Perhatian khusus harus diberikan terhadap peningkatan kesehatan ibu termasuk bayi baru lahir, bayi dan balita dengan menyelenggarakan berbagai upaya dan program inovasi terobosan yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian tujuan global sebagaimana tercantum dalam tujuan MDGs terkait dengan kesehatan ibu dan anak. upaya ini juga harus di dukung oleh kemampuan manajemen tenaga pengelola dan pelaksana program KIA.

III.1 ANGKA KEMATIAN

Kejadian kematian dalam suatu kelompok populasi dapat mencerminkan kondisi kesehatan masyarakat dan keberhasilan pelayanan kesehatan serta berbaggai program pembangunan kesehatan. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di bidang kesehatan Ibu,bayi baru lahir dan anak balita dapat dilihat dari besarnya angka kematian Ibu, bayi dan balita. Indikator Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Balita (AKBAL) per 1.000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup. Sampai dengan tahun 2012 Kabupaten Banyuwangi masih tetap berkomitmen untuk menerapkan dua program inovasi unggulan di bidang

(21)

kesehatan ibu dan anak yaitu HarGa PAS dan Anak TOKCer ini yang diyakini mampu menjadi salah satu upaya percepatan pencapaian target Milleneum Development Goals ( MDG’s ). Melalui inovasi promosi kesehatan, peningkatan akses layanan dan mutu pelayanan kesehatan menjadi strategi untuk mewujudkan tujuan program. Selain daripada itu diharapkan program ini dapat menjadi tolak ukur dalam peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak yang nantinya berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga.

1. ANGKA KEMATIAN BAYI

Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum usia 11 bulan yang dinyatakan dalam 1000 kelahiran Hidup pada tahun yang sama. Angka Kematian Bayi merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan pembangunan kesehatan.

Berdasarkan data hasil kompilasi pencatatan dan pelaporan yang didapatkan Dinas Kesehatan khusus dari LB3 KIA selama tahun 2012 kematian bayi usia 0-28 hari sebanyak 180 bayi atau 7.8 / 1000 KH, sedangkan jumlah kematian bayi sebelum umur 11 bulan sebanyak 213 bayi yang dilaporkan dari 22.879 kelahiran hidup 9.3/1.000 KH. Kasus kematian bayi tertinggi terjadi pada wilayah kerja Puskesmas Wongsorejo,Klatak, Singojuruh dan Sempu, sedangkan pada wilayah kerja Puskesmas Kebaman, Benculuk, Tegalsari, Kembiritan dan Tulungrejo tidak terdapat kematian bayi pada tahun 2012.

(22)

Tren penurunan dan kenaikan Angka Kematian Bayi (AKI) tergambar dalam grafik berikut ini terhitung dalam lima tahun terakhir :

Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi penurunan Angka Kematian Bayi dan pada tahun 2010 sampai tahun 2011 terjadi kenaikan Angka Kematian Bayi (AKB) dan meningkat lagi pada tahun 2012 sebesar 2.0. Kecenderungan kenaikan Angka Kematian Bayi banyak faktor yang menjadi penyebab kematian bayi yaitu komplikasi yang terjadi selama periode kehamilan, persalinan maupun pasca lahir, selain daripada itu faktor pemerataan dan akses pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Penyebab terbesar adalah kasus BBLR yang ditemukan sebanyak 561 dengan jumlah bayi meninggal yang disebabkan oleh BBLR sebanyak 73 dan asfiksia sebanyak 42. Data ini di dapat dari jumlah kematian bayi yang dilaporkan selama tahun 2012.

2. ANGKA KEMATIAN BALITA

Angka Kematian Balita (AKABA) menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Berdasarkan hasil dari kompilasi data yang didapatkan khusus dari LB3 KIA selama tahun 2012 terdapat 14 balita yang dilaporkan dari 22.879 kelahiran hidup (0.6 dari 1.000 kelahiran hidup).

4.9

4.4

7.2

7.3

9.3

0

2

4

6

8

10

2008

2009

2010

2011

2012

ANGKA KEMATIAN BAYI

TAHUN 2008 - 2012

(23)

Secara ideal angka kematian tersebut harus mencakup seluruh pelayanan kesehatan swasta (BP, BKIA, RS Swasta) dan pemerintah. Harus ditekankan pula pada sistem pencatatan dan pelaporan terkait dengan kematian balita, sehingga akan di dapatkan solusi yang lebih baik dari permasalahan terbanyak penyebab angka kematian balita.

3. ANGKA KEMATIAN IBU

Dalam tujuan Milleneum Development Goals kelima, yaitu dalam upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), berbagai program kebijakan atau program inovasi dicanangkan dan dilaksanakan secara progresif oleh pemerintah pusat maupun daerah. Melaui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Kabupaten Banyuwangi telah melaksanakan berbagai upaya terkait pencapaian target MDGs dengan program inovatif dan berbagai kebijakan yang tujuannya tidak lain untuk menurunkan Angka Kesakitan Ibu dan Angka Kematian Ibu yang diisebabkan oleh berbagai macam komplikasi yang ditimbulan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Salah satu program kebijakan pemerintah pusat yaitu dengan adanya program Jaminan Persalinan yang menjamin semua ibu hamil bersalin secara gratis yang dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Melalui program Jampersal ini diharapkan mampu mengurangi kejadian 3 terlambat dan 4 terlalu. Tidak hanya terbatas pada kebijakan program itu saja gerakan-gerakan promotif inovasi promosi kesehatan, peningkatan akses layanan dan mutu pelayanan kesehatan juga menjadi strategi untuk mewujudkan tujuan program.

(24)

kecelakaan atau insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan usia kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan kasus kematian ibu terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas yang dilaporkan di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2012 terdapat 15 kasus dari 22.879 kelahiran hidup. Secara ideal angka kematian ibu dihitung per 100.000 kelahiran hidup mencakup seluruh pelayanan kesehatan. Berdasarkan data yang dilaporkan penyebab kematian ibu terbanyak adalah ibu dengan kasus Pre-eklampsia/eklampsia sebanyak 33% dan perdarahan sebesar 20%.

Berikut ini gambaran grafik penurunan dan kenaikan Angka Kematian Ibu sepanjang tahun 2008-2012 :

Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2008 sampai tahun 2010 dan mengalami peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2011 dan kembali berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2012 sebesar 15,4. Keberhasilan menurunkan Angka kematian Ibu (AKI) tidak luput dari peran dan upaya pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui program inovasi dan kebijakan-kebijakan yang terus menerus dilakukan

103.04 97.04 59.45 81 65.6

0

500

1000

2008

2009

2010

2011

2012

ANGKA KEMATIAN IBU

TAHUN 2008 - 2012

(25)

secara progresif. Masih adanya kematian ibu dapat pula dikaitkan dengan sistem manajemen asuhan kebidanan yang mungkin diantaranya yaitu deteksi resiko tinggi ibu hamil dengan resiko tinggi yang belum optimal. Seharusnya ada kolaborasi yang pro aktif yang terjalin antara masyarakat khususnya kader dan tenaga kesehatan untuk melakukan survey di wilayah. Selain itu, pengambilan keputusan yang terlambat juga berperan mengenai tindakan klinis pada ibu dengan komplikasi masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Strategi yang terus dikembangkan dan ditingkatan adalah peningkatan akses dan cakupan layanan kesehatan ibu, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang ada, selain itu yang tak kalah pentingnya adalah mendorong dan menggerakkan masyarakat dalam memaksimalkan penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu.

III.2 ANGKA KESAKITAN

Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari suatu penyakit yang terjadi pada populasi dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas berhubungan dengan terjadinya penyakit di dalam populasi, baik fatal maupun non fatal. Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan masyarakat daripada angka mortalitas, karena banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas yang rendah ( Depkes, RI 2009).

(26)

Angka kesakitan penduduk didapat dari hasil pengumpulan data dari sarana pelayanan kesehatan (Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Adapun beberapa indikator dapat diuraikan sebagai berilkut:

1. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

AFP (Acute Flaccid Paralysis) adalah kondisi abnomal yang ditandai dengan melemahnya, lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh penyakit atau trauma yang mempengaruhi syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini sering juga dijelaskan sebagai tanda cepat munculnya serangan seperti pada penyakit polio.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus AFP kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus polio liar yang berkembang di masyarakat dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai.

Ada 4 strategi dalam upaya pemberantasan polio, yaitu: imunisasi (yang meliputi peningkatan imunisasi rutin polio, PIN, dan Mop – up), surveilans AFP, sertifikasi bebas polio, dan pengamanan virus polio di laboratorium.

Th. 2012 ditemukan kasus AFP sebanyak 2 penderita , penemuan kasus AFP belum mencapai 100% , Total AFP rate : 0.52 dari jumlah penduduk yang berusia < 15 tahun. Penemuan kasus AFP dari Puskesmas Kalibaru Kulon (Tabel 9).

(27)

2. TB Paru

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Pada tahun 1995 diperkirakan 9 juta pasien TB dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95 % kasus TB dan 98 % kematian akibat TB didunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,persalinandan nipas. Sekitar 75 % pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15 -50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya, sekitar 20 -30 %, juka ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke 5 terbanyak didunia setelah India,Cina,dll. Dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.

Sejak tahun 1995, Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO.

Kemudian berkembang seiring dengan GERDUNAS-TB,maka

(28)

terdapat pada Kecamatan Songgon sebanyak 74 orang, sedangkan yang terendah terdapat pada Kecamatan Cluring (Wilayah Puskesmas Tampo) dengan ditemukan 1 kasus (lihat tabel 11).

3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.Penyakit Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian pada Balita. Tetapi tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini. sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau The Forgotten Killer of Children.

Penemuan dan tatalaksana kasus Pneumonia merupakan inti kegiatan pengendalian pneumonia Balita dilakukan secara pasif dan aktif. Penemuan secara aktif yaitu deteksi dini kasus Pneumonia Balita sesuai kriteria klasifikasi kasus dan dilakukan disemua UPK mulai Poskesdes, Pustu, Puskesmas hingga RS. Penemuan secara aktif dilakukan oleh petugas UPK bersama Kader yang secara aktif mendatangi sasaran diwilayah kerja mereka.

Dalam pelaksanaan Program P2 ISPA yang menjadi target penemuan adalah penderita Pneumonia Balita saja. Hasil kegiatan pencatatan pelaporan selama Tahun 2012 diperoleh hasil sebagai beikut:

a. Target Penemuan Penderita Pneumonia Tahun 2012 = 11.966 b. Penemuan Penderita Pneumonia Tahun 2012 = 2.067

Angka penemuan penderita Pneumonia balita pada Tahun 2012 (Tabel 13) masih sangat rendah karena dari target 11.966 ( 10 % Balita ) ternyata baru dapat ditemukan sebesar 2.067 (17.27 % ) penderita pneumonia balita. Seperti tahun sebelumnya pada tahun 2012 ini ternyata

(29)

angka penemuan penderita Pneumonia Balita masih sangat rendah walupun sebenarnya sudah terjadi peningkatan dari Tahun 2011 (14.2%).

Penyebab rendahnya penemuan penderita Pneumonia Balita diantaranya adalah :

1. Tatalaksana Pneumonia di Puskesmas masih belum ditegakan dengan benar karena petugas belum memahami sepenuhnya Tatalaksana yang benar.

2. ARI Sound Timer sebagai alat hitung nafas yang sudah dialokasikan di masing masing Puskesmas sebagian rusak dan sebagian lagi belum dimanfaatkan oleh petugas puskesmas sebagai salah satu penentu penegakan diagnosa penyakit Pneumonia pada Balita.

3. Keterbatasan data yang diperoleh dari Puskesmas karena kelengkapan dan ketepatan laporannya yang masih kurang, juga menjadi salah satu penyebab rendahnya angka penemuan penderita Pneumonia Balita.

4. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus (retrovirus) yang menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem kekebalan manusia. HIV dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi HIV, misalnya melalui hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi dan penularan dari ibu ke anak yang dilahirkan atau disusui (depkes RI 2009).

(30)

jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil dari pada kenyataan. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti.

Di Kabupaten Banyuwangi Upaya yang dilakukan dalam rangka pemberantasan HIV/AIDS, selain penanganan penderita yang ditemukan, juga diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skreening HIV/AIDS terhadap darah donor.

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan atau virus ini meningkat seiring dengan perubahan pola atau gaya hidup masyarakat modern yang cenderung melakukan pergaulan bebas dan free seks serta merupakan salah satu jendela atau pintu masuk yang efektif bagi penyakit lain seperti HIV/AIDS. Selama tahun 2012 di Kabupaten Banyuwangi dilaporkan sebanyak 312 orang dan 100% ditangani (Tabel 14). Sedangkan di PMI Cabang Banyuwangi selama Tahun 2012 telah melakukan screening HIV bagi pendonor darah dengan hasil dari 13.241 pendonor diketahui tidak ditemukan sampel darah yang positif HIV (Tabel 15).

5. Diare

Penyakit diare dikalangan masyarakat umum masih dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya. Padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya, menurut catatan WHO Diare membunuh 2 juta anak di dunia dalam setiap tahun, sedangkan di Indonesia menurut Surkesnas (2001) Diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada Balita.

Bayi dan Balita lebih mudah terserang penyakit Diare akibat bakteri atau virus karena perkembangan sistem pencernaan dan kekebalan tubuhnya belum optimal. Selain itu penyakit Diare menjadi berbahaya bila terjadi pada Bayi dan Balita, karena Diare pada Balita dapat menyebabkan kekurangan cairan berat atau dehidrasi berat yang menjadi penyebab

(31)

kematian pada Balita. Sedangkan penyakit Diare pada orang dewasa selain karena bakteri atau virus dapat pula disebabkan oleh pola makan dan stress. Hal penting yang perlu diwaspadai pada penderita Diare adalah kemungkinan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) terutama pada Bayi dan Balita. Pada saat terjadi dehidrasi cairan tubuh dan elektrolit tubuh akan banyak keluar bersama tinja sehingga tubuh kesulitan menjalankan fungsinya.

Angka cakupan pelayanan Tahun 2012 mencapai 66.59 % (42.829 penderita) artinya masih dibawah target Tahun 2012 sebesar 90% dan target secara nasional sebesar 100 %. Cakupan pelayanan penderita Diare masih dibawah target, diantaranya disebabkan karena :

1. Belum semua puskesmas menerapkan Tatalaksana penanganan

penderita Diare secara benar. sehingga pencatatan juga belum dianggap penting untuk dilakukan di puskesmas.

2. Sebagian masyarakat tidak terjangkau oleh petugas puskesmas ataupun kader karena luasnya wilayah kerja.

3. Masyarakat biasa mengobati Diare sendiri dirumah, sehingga mereka merasa tidak perlu pergi ke sarana pelayanan kesehatan yang ada sehingga tidak dapat dilakukan pencatatan.

6. Kusta

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks.Masalah yang dimaksud

(32)

Penyakit kusta pada saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagai petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya.

Dengan kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi melihat kompleksnya masalah panyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian secara terpandu dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan endemiditas penyakit kusta. Selain itu juga harus diperhatikan rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup mantan penderita kusta.

Hasil Pencapaian program P2 Kusta pada tahun 2012 :

1. Prevalensi Penderita Kusta /10.000 penduduk : 0,39 /10.000 Penduduk 2. Cakupan Penderita Baru / CDR /10.000 penduduk : 0.39 /10.000

Penduduk

3. Proporsi penderita cacat II : 11 %

4. Proporsi penderita anak : 7 %

5. Proporsi penderita MB : 86,6 %

6. Penderita Baru yang ditemukan tahun 2012 : PB = 7 MB = 54 7. Penderita RFT pada tahun 2012 : PB = 6 MB = 55

8. Penderita Default : PB = 0 MB = 0 9. Penderita Relaps : PB = 0 MB = 0

7. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi, yang merupakan suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.

(33)

Pada Profil Kesehatan ini akan dibahas penyakit Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis dan Hepatitis B.

a. Tetanus Neonatorum

Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan Tetanus merupakan salah satu penyakit menular dan paling beresiko mengakibatkan kematian. Tetanus pada bayi dikenal dengan istilah Tetanus Neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia dibawah 1 bulan. Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi kebersihan.

Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah. Data organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju termasuk Indonesia pada tahun 2007 jumlah penderita Tetanus Neonatorum melebihi 100 penderita diantara 8 negara ASEAN.

Th. 2012 ditemukan 1 penderita TN diwilayah puskesmas Wongsorejo (Tabel 21), kasus TN masih terjadi pada daerah yang cakupan imunisasi TT dan cakupan persalinan oleh Nakes masih rendah.

Kematian TN disebabkan perawatan pada tali pusar yang tidak steril dan keterlambatan pertolongan pada penderita (terlambat

(34)

Campak. BCG seringkali digunakan sebagai cerminan proporsi anak-anak yang dilindungi dari bentuk tuberkulosis yang parah selama 1 tahun pertama hidupnya dan digunakan sebagai salah satu indikator akses ke pelayanan kesehatan.

Penyakit campak adalah salah satu penyebab kematian pada anak. Campak atau Morbili merupakan penyakit yang akut dan sangat menular dan sering terjadi pada anak-anak. Campak dapat menular secara langsung maupun tidak langsung melalui pernapasan yang terkontaminasi sekret orang yang terinfeksi dan ditandai dengan bintik-bintik merah di kulit, demam, conjungctivitis, bronchitis.

Upaya pencegahan campak merupakan faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita dengan cara mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Imunisasi ini diberikan rata-rata umur 9-12 bulan dan merupakan imunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi diantara imunisasi wajib lainnya.

Pada tahun 2012 di Kabupaten Banyuwangi dilaporkan kejadian Campak di 7 (tujuh) wilayah kerja puskesmas (Tabel 22), diwilayah puskesmas wongsorejo, mojopanggung, paspan, kertosari, gitik, genteng kulon dan siliragung, dengan jumlah total penderita 42 orang.

c. Difteri, Pertusis, Hepatitis B

Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Penyakit ini menyerang bagian atas mukosa saluran pernapasan dan kulit terluka. Pembawa kuman ini yakni manusia sendiri. Kuman ini sangat sensitif pada faktor alam sekitar seperti kekeringan, kepanasan dan sinar matahari. Pada umumnya tingkat kematian penyakit ini paling tinggi di kalangan bayi dan orangtua.

Pada Tahun 2012 ditemukan kasus Diphteri sebanyak 23 penderita.

(35)

Pada kontak penderita sudah dilakukan pemberian profilaksis guna mencegah mencegah menyebarnya kasus. Dan sudah dilaksanakan ORI ( outbreak respon imunitation ) pada wilayah terjangkitnya kasus diphteri, untuk mencegah penyebaran ke wilayah desa lainnya.

8. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi tular vektor yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan tidak sedikit menyebabkan kematian. Penyakit ini bersifat musiman yaitu biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular ( Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus ) hidup di genangan air bersih ( Depkes RI,2009). Mengingat wilayah Kabupaten Banyuwangi terdiri dari wilayah pantai sampai pegunungan, dimana sebagian besar berada dibawah ketinggian 1.000 diatas permukaan laut ( DPL ) yang memungkinkan nyamuk aedes dapat tumbuh dan berkembang, sehingga hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi rentan terhadap penularan Demam Berdarah Dengue.

Upaya pencegahan dan penanggulangan DBD dititikberatkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya pada masyarakat. Selain itu juga dilakukan dengan pengasapan (fogging).

(36)

yaitu, bayi, anak balita, ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah beresiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten /Kota yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten /Kota merupakan wialyah endemis malaria.

Di Jawa dan Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang yang diukur dengan Annual Parasite Indeks (API) yaitu 0,95 0/00 pada

tahun 2005 meningkat menjadi 1,9 Pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16 0/00 pada tahun 2007. Hal serupa juga terjadi di Kabupaten

Banyuwangi, sejak tiga tahun terakhir juga selalu ditemukan kasus Malaria, meskipun kasusnya adalah Import. Pada tahun 2007 ditemukan 64 Kasus malaria dengan rincian 53 kasus falsifarum dan 11 kasus malaria jenis Vivax. Sedangkan tahun 2008 hanya ditemukan 13 kasus, yang semuanya adalah jenis falsifarum. Tahun 2009 ditemukan 15 kasus malaria dengan jenis falsifarum sebanyak 13 kasus dan jenis vivax sebanyak 2 kasus. Terakhir pada tahun 2010 jumlah temuan terus merambat naik menjadi 31 kasus, dengan 21 kasus malaria jenis Falsifarum dan 10. Apabila dilakukan pengamatan maka semua kasus tersebut adalah kasus Import, terutama dari daerah Timika, Kalimantan, Sulawsi dan Sumatra. Sejak tahun 2010 tatalaksana sudah mulai menggunakan pendekatan Laboratoris, dan pengobatan sudah menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT).

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatanya antara lain; diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilens dan pegendalian vector yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan mata rantai penularan malaria.

Sedangkan kasus malaria tahun 2012 ditemukan 85 kasus, dari semua kasus tersebut tidak ada penderita yang meninggal (Tabel 24).

(37)

10. Filaria

Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari Wuchereria bancrofit, Brugia malayi dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di lengan dan organ genital. (Kemkes RI 2012).

Di Indonesia penyakit Filariasis (penyakit kaki gajah) tersebar luas hampir di seluruh propinsi. Sampai dengan tahun 2009 jumlah kasus klinis filariasis yang dilaporkan ke Kementran Kesehatan RI sebanyak 11.914 kasus. Jumlah kasus klinis filariasis ini merupakan jumlah komulatif yang dilaporkan dari waktu ke waktu, baik penderita lama yang baru ditemukan maupun penderita baru.

Implementation Unit (IU) yang digunakan dalam program eliminasi filariasis sejak tahun 2005 adalah kabupaten/kota. Artinya satuan wilayah terkecil dalam program ini adalah kabupaten/kota, baik untuk penentuan endemisitas maupun pengobatan massal. Bila kabupaten/kota sudah endemis filariasis, maka sasaran pengobatan massal adalah semua penduduk di kabupaten/kota, semua penduduk harus minum obat tetapi pengobatan untuk sementara ditunda bagi anak berumur < 2 tahun, orang yang sedang sakit berat, penderita kronis filariasis yang dalam serangan akut dan balita dengan marasmus/kwashiokor.

(38)

III.3 STATUS GIZI

Status gizi seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan permasalahan kesehatan secara umum, di samping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi secara langsung juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan individu.

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Berat Badan Bayi Lahir Rendah

Pemerintah telah berupaya keras untuk menurunkan Angka kematian bayi yang sebagian besar penyebabnya adalah bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi dikatakan lahir dengan berat badan rendah bilamana berat lahir bayi kurang dari 2500 gram. Banyak factor yang menjadi penyebab bayi lahir dengan berat badan rendah, BBLR juga dibedakan dalam 2 kategori, yaitu BBLR karena premature atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang, banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat kehamilan.

Jumlah BBLR yang dilaporkan di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2012 dari 45 puskesmas menurut laporan khusus LB3 KIA sebanyak 561 (2.4%) dari 22.879 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan tahun 2011 mengalami kenaikan jumlah bayi berat lahir rendah. Jumlah kasus bayi lahir dengan berat badan rendah terbanyak terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sempu (7.1%) sedangkan di Puskesmas Sumberagung tidak terdapat bayi dengan BBLR.

2. Status Gizi Balita menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas

Tolok ukur yang dapat mencerminkan status gizi masyarakat adalah status gizi pada anak balita yang diukur dengan berat badan dan tinggi badan/panjang badan menurut umur dan dibandingkan dengan standar baku rujukan WHO 2005. Selain itu keadaan gizi masyarakat juga dapat diketahui dari

(39)

besarnya masalah kekurangan gizi mikro pada kelompok rentan , yaitu GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), AGB (Anemia Gizi Besi) dan KVA (Kurang Vitamin A).

Sedangkan untuk status gizi individu dipengaruhi oleh faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Terdapat dua faktor penyebab langsung yang mempengaruhi yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong (berpengaruh). Sebagai contoh, bayi dan anak yang tidak mendapat air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI yang tepat memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik.

Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan kompisisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi seimbang dan aman. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi pangan.

Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Untuk itu, cakupan universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat mempengaruhi kejadian kesakitan. Sedangkan untuk faktor penyebab tidak langsungnya: Ketersediaan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga, Pola Asuh Pemberian ASI/MP ASI, Pola Asuh Psikososial, Penyediaan MP ASI Kebersihan Sanitasi, Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan.

(40)

2015 yaitu sebesar 15,5 % , maka Kabupaten Banyuwangi sudah melampaui target tersebut. Untuk lebih lengkapnya lihat tabel 27.

(41)

BAB IV UPAYA KESEHATAN

IV. 1 PELAYANAN KESEHATAN

1. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)

Antenatal Care atau kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan merupakan point penting dalam keberhasilan melalui masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan baik bagi ibu maupun bayi. Pelayanan antenatal care dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga. Pelayanan ANC yang dilakukan pada tenaga kesehatan meliputi timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah,nilai status gizi, ukur tinggi fundus uteri,menentukan presentasi janin dan DJJ, skrining status imunisasi TT, pemberian tablet tambah darah, periksa laboratorium, tatalaksana/ penanganan kasus dan temu wicara (konseling).

Dalam setiap pelayanan kesehatan, kehamilan merupakan kejadian yang selalu mendapatkan perhatian yang luat biasa karena merupakan masa yang rawan dari segi kesehatan, baik kesehatan ibu hamil maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Disamping guna menghindari

(42)

2012 cakupan pelayanan K1 24.061 (92,8%) dari target sebanyak 25.936 sedangkan cakupan K4 sebanyak 21.737 (83.8%).

Berdasarkan diagram diatas masih terdapat kesenjangan lebih dari 5 % di tiga tahun terakhir. Dalam ketentuannya diharapkan pencapaian K1 dan K4 seharusnya seimbang atau kesenjangan cakupan pelayanan K1 dan K4 tidak boleh lebih dari 5 % tetapi dalam pencapaiannya di tiga tahun terakhir terhitung dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 kesenjangan K1 dan K4 masih lebih dari 5 %, pencapaian ini juga dikaitkan dengan rencana strategi Making Pregnancy Safer dengan cakupan ibu hamil yang melakukan kunjungan secara lengkap sesuai standar yang diharapkan ibu hamil mendapatkan layanan tenaga kesehatan pada awal kehamilannya sebelum usia kehamilan 12 minggu dan datang ke tenaga kesehatan minimal 4 kali selama masa kehamilannya hal ini berkaitan dengan pencapaian target K1 dan K4 selain daripada itu diharapkan ibu hamil tidak terjadi komplikasi selama masa kehamilan, persalinan maupun masa nifas jika komplikasi itu terjadi dapat segera terdeteksi dan mendapatkan penanganan yang optimal sehingga akan berkontribusi pada penurunan angka kematian ibu.

70 75 80 85 90 95 2010 2011 2012 91,4 % 91,9 % 92,8 % 79,4 % 84,7 % 83,8 %

PENCAPAIAN KI & K4

TAHUN 2010 – 2012

K1 K4 12 % 7.2 % 9 %

(43)

2. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan menjadi target pemerintah guna menurunkan Angka Kematian Ibu maupun Angka Kematian Bayi. Salah satunya adalah mengupayakan pertolongan persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten di bidang kebidanan. Diharapkan setiap persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten untuk mencegah adanya komplikasi yang mungkin muncul pada masa kehamilan, persalinan dan nifas.

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil (kompeten) merupakan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). Menurut data penelitian di berbagai Negara tingginya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil di yakini dapat membantu menurunkan komplikasi dan angka kematian ibu. Deparetemen Kesehatan RI merekomendasi pelaksanaan strategis Making Pregnancy Safer (MPS) dengan tiga pesan kunci : 1) Setiap persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil 2) Setiap komplikasi obstetric dan neonatal secara adekuat 3) setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanggulangan komplikasi keguguran.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya berkenaan dengan program layanan Jaminan Persalinan salah satu tujuannya adalah

(44)

Dapat disimpulkan berdasarkan proporsi penolong persalinan dari tahun 2011 dan tahun 2012 bahwasannya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dengan jumlah persalinan yang meningkat di tahun 2012 sementara persalinan oleh dukun menurun di tahun 2012 . Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan untuk Kabupaten Banyuwangi di tahun 2012 sebesar 22.607 (98.6 %) dari 23.814 sasaran persalinan, pencapaian yang cukup baik untuk Kabupaten Banyuwangi. Artinya hampir semua persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

PROPORSI PERTOLONGAN PERSALINAN TH. 2011

DUKUN : 552 ( 2,5 %)

NAKES : 21.386 ( 97.5%)

PROPORSI PERSALINAN NAKES

TAHUN 2012

DUKUN : 327 ( 1.4 %)

(45)

Cakupan pelayanan nifas di Kabupaten Banyuwangi sebesar 22.874 (91.9%) dari 23.814 jumlah persalinan.

3. Ibu hamil dengan Imunisasi TT2+

Cakupan untuk imunisasi TT (T5) (Tabel 29) pada ibu hamil di Kabupaten Banyuwangi yang tertinggi ada di Puskesmas Sempu dengan jumlah 440 atau 87.13% sedangkan Cakupan untuk imunisasi TT (T5) pada ibu hamil yang terendah ada di beberapa Puskesmas antara lain : Puskesmas Klatak, Singotrunan, Gladag, Yosomulyo, Pesanggaran, dan Siliragung dengan pencapaian 0 %. Kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan skrining WUS untuk melengkapi imunisasi TT untuk mendapatkan status TT menjadi T5.

4. Jumlah ibu hamil yang mendapatkan Tablet Fe1 dan Fe3 menurut

kecamatan dan puskesmas

Anemia Gizi Besi merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada ibu hamil. Ibu hamil penderita anemia ini mempunyai resiko mengalami perdarahan ketika persalinan yang akan meningkatkan resiko kematian ibu. Selain berdampak pada kesehatan ibu, anemia pun akan memengaruhi pertumbuhan fisik (resiko melahirkan bayi BBLR) dan perkembangan kecerdasan janin. Anemia pada ibu hamil terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan zat besi yang meningkat ( 3 kali lebih banyak daripada wanita yang

(46)

dalam bentuk Ferro Sulfat Eksikatus (setara 60 mg besi elemental) dan 0,25 mg asam folat (sesuai rekomendasi WHO). Pemberian Zat besi pada ibu hamil melalui TTD sudah mulai diberikan sejak pemeriksaan pertama dilakukan, yang pelaksanaannya terpadu dengan kegiatan program Kesehatan Ibu dan Anak. Selama masa kehamilannya ibu hamil diharapkan mendapatkan minimal 90 TTD. Untuk pemberian TTD yang pertama atau Tablet Fe1 diharapkan bisa tepat waktu sesuai dengan pemeriksaan pertama pada Trimister I ( 3 bulan pertama masa kehamilan).

Di Kabupaten Banyuwangi Cakupan pemberian Tablet Fe 1 pada ibu hamil mencapai 92,93%, masih dibawah target yang diharapkan sebesar 95 %. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pencatatan dan pelaporan yang tidak tertib. Kerjasama antara bidan praktek swasta masih belum berjalan baik, dan masih adanya anggapan bahwa tablet tambah darah yang dilaporkan adalah yang berasal dari program saja. Penyebab lainnya ibu hamil datang ke fasilitas kesehatan menjelang persalinan serta ada juga ibu hamil yang tidak disiplin untuk mengkonsumsi TTD walaupun sudah diberi petugas .

Sedangkan untuk cakupan pemberian 90 tablet Fe pada ibu hamil (Tablet Fe3) di Kabupaten Banyuwangi sebesar 85,81 % , ini belum mencapai target yang diharapkan sebesar 90 %. Akan tetapi ada 18 Puskesmas ( 40 % ) yang sudah mencapai target . Untuk cakupan pemberian 90 tablet Fe pada Bumil yang terendah pada Puskesmas Singotrunan sebesar 71,29 % dan tertinggi pada Puskesmas Parijatah Kulon (lihat tabel 30). Rendahnya cakupan pemberian tablet Fe3 pada ibu hamil di beberapa Puskesmas ini disebabkan masih kurang tertibnya pencatatan dan pelaporan serta ibu hamil memeriksakan diri kefasilitas kesehatan dalam keadaan sudah hamil besar dan adanya persepsi diantara petugas kesehatan bahwa jumlah ibu hamil dapat tablet Fe sama dengan jumlah kunjungan K4, seharusnya bisa saja ibu

(47)

hamil sudah mendapatkankan tablet Fe sebanyak 90 tablet sebelum K4. Dalam upaya tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan TTD dan penanggulangan anemia gizi besi perlu adanya strategi operasional yang harus dilaksanakan diantaranya kemitraan : pemantapan keterpaduan lintas program dan lintas sektor, penggerakan masyarakat dengan menggali potensi yang ada di masyarakat, meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dan sektor terkait dalam melakukan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) dan KIP-K (Komunikasi Interpersonal Konseling), pemberdayaan keluarga dengan meningkatkan pemahaman tentang manfaat TTD, bahaya anemia, penyebab anemia dan meyakinkan bahwa anemia dapat ditanggulangi dengan mudah.

5. Ibu Hamil Resiko Tinggi yang Ditangani

Penanganan masalah kesehatan ibu hamil merupakan prioritas yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam memberikan pelayanan khusunya oleh tenaga bidan di desa dan Puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi dan memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai.

Tahun 2012 jumlah sasaran ibu hamil mencapai 25.936 sedangkan jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi berdasarkan 20% dari proyeksi

(48)

6. Neonatal Resiko Tinggi yang Ditangani

Kelahiran bayi dengan keadaan sehat, tanpa komplikasi jelas menjadi harapan keluarga. Akan tetapi, kondisi fisik bayi baru lahir pada dasarnya masih sangat rentan terhadap serangan penyakit. Bayi hingga usia kurang dari satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki resiko gangguan kesehatan yang paling tinggi. Upaya penanganan kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi resiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus.

Penanganan neonatus risti/komplikasi yang meliputi asfiksia, tetanus neonatorum,sepsis,trauma lahir, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan nonatal yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih yaitu dokter, dan bidan di polindes, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah maupun swasta.

Pada tahun 2012, ditemukan 1.765 kasus neonatal resiko tinggi yang ditangani, berdasarkan 15% proyeksi sasaran bayi baru mencapai 49.9%

7. Cakupan pemberian Vitamin A pada bayi, anak balita dan ibu nifas menurut jenis kelamin, kecamatan dan puskesmas

Program penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan promotif dapat dilakukan melalui promosi atau penyuluhan untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya Vitamin A dan secara preventif dapat dilakukan dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi bahan makanan dengan Vitamin A. Deteksi dini dan pengobatan kasus Xeroftalmia adalah merupakan kegiatan secara kuratif yang bertujuan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya dampak

(49)

lebih lanjut KVA . Pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi kepada balita 6-11 bulan dan anak balita terbukti menurunkan kejadian kurang Vitamin A pada anak, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dan bulan Agustus. Pencapaian kapsul Vitamin A untuk bayi 6-11 bulan pada tahun 2012 sebanyak 22.247(96,05%) dari sasaran 23.163 bayi 6-11 bulan yang ada. Secara keseluruhan semua puskesmas cakupannya sudah mencapai target yang ditetapkan. Sedangkan untuk pemberian Vitamin A pada anak balita di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2012 sebanyak 76.640 ( 90,3 %) dari sasaran 84.849 anak balita yang tersebar di 45 puskesmas. Cakupan ini telah melampaui target yang ditetapkan sebesar 80 %, untuk cakupan masing masing puskesmas lihat di tabel 32.

Pelayanan Nifas Lengkap diantaranya adalah pemberian Vitamin A, yang bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan ibu nifas dan merupakan salah satu upaya untuk mencukupi kebutuhan Vitamin A pada bayi yang baru dilahirkan. Vitamin A yang diberikan kepada ibu nifas merupakan Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) dan dengan waktu pemberian 1 kali 1 kapsul pada saat melahirkan dan 1 kali 1 kapsul lagi selang satu hari atau selama masa nifas.

Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2012 cakupan vitamin A nya sebesar 93.42 % ini sudah melampaui target yang ditetapkan sebesar 90 %. Meskipun secara kabupaten sudah mencapai target tapi

Gambar

Grafik  diatas  menunjukkan  bahwa  peserta  Jamkesmas  yang  memanfaatkan  pelayanan  kesehatan  rawat  jalan  tingkat  pertama  (strata 1) maupun tingkat lanjutan (strata 2 dan 3) mayoritas berjenis  kelamin  perempuan
Grafik  diatas  menunjukkan  bahwa  masyarakat  miskin  berjenis  kelamin  perempuan  yang  lebih  banyak  memanfaatkan  pelayanan  kesehatan  rawat  inap  baik pada  fasilitas pelayanan  kesehatan tingkat  pertama  (strata  1)  maupun  tingkat  lanjutan
Grafik  diatas  menunjukkan  bahwa  banyaknya  peserta  Jamkesda  yang  memanfaatkan  pelayanan  kesehatan  rawat  jalan  dan  rawat  inap,
TABEL 2 KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN  2012 LAKI-LAKI &lt; 1 1 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 ≥ 65 JUMLAH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 = SUM(4:18) 1 WONGSOREJO 74,714 579 2,545 3,216 3,116 2,722 2,446 2,916 3,064 3,198 2,832 2,559 2,262 1,741 1,309 2,402 36,907 2 KALIPURO 76,610 605 2,579 3,565 3,275 2,706 2,508 2,930 3,163 3,387 3,289 2,719 2,184 1,764 1,263 2,063 38,000 3 GIRI 28,667 187 846 1,127 1,136 1,153 1,064 1,213 1,187 1,248 1,294 1,071 893 754 532 908 14,613 4 GLAGAH 34,167 241 955 1,264 1,299 1,510 1,001 1,241 1,131 1,289 1,368 1,340 1,093 914 654 1,401 16,701 5 LICIN 28,029 181 803 1,108 1,099 854 918 1,189 1,075 1,227 1,202 990 864 705 577 1,100 13,892 6 BANYUWANGI 106,600 843 3,465 4,670 4,691 4,374 3,752 4,241 4,010 4,002 4,059 3,639 3,132 2,573 1,774 3,103 52,328 7 KABAT 67,515 518 2,150 2,957 3,077 2,360 2,193 2,585 2,597 2,885 2,733 2,505 1,938 1,457 1,258 2,237 33,450 8 ROGOJAMPI 92,884 685 2,756 4,033 4,290 3,784 2,932 3,147 3,351 3,671 3,716 3,379 2,937 2,335 1,817 3,236 46,069 9 SINGOJURUH 45,521 327 1,444 1,920 1,968 1,730 1,366 1,605 1,665 1,770 1,718 1,597 1,345 1,107 941 1,710 22,213 10 SONGGON 50,559 435 1,567 2,216 2,154 1,686 1,439 1,740 1,908 2,097 1,969 1,728 1,621 1,321 1,068 1,990 24,939 11 SRONO 87,703 610 2,703 3,688 3,789 3,271 2,958 3,113 3,394 3,560 3,549 3,112 2,748 2,229 1,765 3,243 43,732 12 MUNCAR 129,641 1,033 4,225 5,598 5,704 5,048 4,465 5,280 5,326 5,612 5,162 4,614 3,767 3,134 2,357 4,112 65,437 13 TEGALDLIMO 61,530 450 1,869 2,447 2,566 2,394 1,903 2,215 2,376 2,638 2,621 2,206 1,996 1,678 1,266 2,425 31,050 14 PURWOHARJO 65,338 493 1,969 2,764 2,827 2,371 1,710 2,148 2,377 2,755 2,808 2,526 2,194 1,744 1,273 2,673 32,632 15 CLURING 70,459 555 2,099 3,009 3,064 2,738 2,214 2,283 2,547 2,815 2,805 2,467 2,191 1,849 1,494 2,971 35,101 16 GAMBIRAN 58,738 475 1,814 2,516 2,671 2,427 1,739 2,054 2,183 2,235 2,316 2,005 1,741 1,489 1,129 2,296 29,090 17 TEGALSARI 46,408 295 1,322 1,974 2,173 2,566 1,669 1,686 1,627 1,767 1,723 1,439 1,218 1,158 890 1,752 23,259 18 GENTENG 83,582 707 2,956 3,971 3,953 3,564 2,633 3,084 3,171 3,172 3,093 2,733 2,338 1,842 1,542 2,946 41,705 19 SEMPU 71,678 557 2,345 3,267 3,240 2,672 2,030 2,485 2,710 2,824 2,781 2,532 2,070 1,766 1,403 3,001 35,683 20 GLENMORE 69,862 558 2,227 3,205 3,317 2,638 2,029 2,290 2,576 2,746 2,646 2,272 2,081 1,746 1,311 2,591 34,233 21 KALIBARU 61,525 528 2,051 2,970 2,864 2,324 1,914 2,235 2,289 2,501 2,449 1,949 1,737 1,450 1,104 2,018 30,383 22 BANGOREJO 59,787 431 1,820 2,516 2,782 2,361 1,774 2,081 2,170 2,376 2,388 2,039 1,819 1,535 1,312 2,659 30,063 23 PESANGGARAN 48,677 396 1,517 2,028 2,030 1,849 1,518 1,776 1,920 2,042 2,042 1,778 1,513 1,246 915 2,058 24,628 24 SILIRAGUNG 44,639 353 1,349 1,829 1,941 1,839 1,410 1,557 1,681 1,903 1,816 1,643 1,360 1,205 920 1,849 22,655 JUMLAH KABUPATEN/KOTA 1,564,833 12,042 49,376 67,858 69,026 60,941 49,585 57,094 59,498 63,720 62,379 54,842 47,042 38,742 29,874 56,744 778,763 Sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa total keseluruhan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari tahun 2020 sampai dengan 2021 di Kota Tangerang sebanyak 1.552.162 Jiwa,

Penalaahan usulan program pada sub bab ini menguraikan kajian usulan program dan kegiatan dari masyarakat yang merupakan kegiatan jaring aspirasi masyarakat terkait kebutuhan

Pada tanda indeks kedua tangan yang sedang meremukan botol menandakan suatu tindakan bagi pengurangan ruang gerak botol yang setelah diremukan akan menjadi lebih

73 3 Pola tanam pembenihan kerapu cantang di BPBAP Situbondo 74 4 Pola tanam kegiatan pembesaran kerapu cantang di KJA BPBAP Situbondo 76 5 Kandungan nutrisi pakan ikan

Value Chain merupakan rantai nilai yang dapat mengetahui kekuatan perusahaan, keuntungan dan kesuksesan dari rantai aktivitas dalam perusahaan atau industri

Begitu juga sebaliknya, hila seseorang memiliki harga diri yang rendah, mak:a orang tersebut ak:an mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang

Guna mewujudkan harapan stakeholder maupun masyarakat tersebut, Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan seluruh

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan