• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA

KARYA ACHMAD MUNIF

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Sri Eka Purwanti

NIM: 994114011

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

AGUSTUS

(2)

Skripsi

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF

Oleh Sri Eka Purwanti

NIM: 994114011

telah disetujui oleh

Pembimbing I

Drs. B. Rahmanto, M.Hum. Tanggal: 03 Agustus 2007

Pembimbing II

(3)

Skripsi

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF

Dipersiapkan dan disetujui oleh Sri Eka Purwanti

NIM: 994114011

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 15 Agustus 2007

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ……… Sekretaris : Drs. Hery Antono, M.Hum. ……… Anggota : Dra. Tjandrasih Adji, M. Hum. ……… : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ……… : S.E. Peni Adji, S.S. M. Hum. ………

Yogyakarta, 14 September 2007 Dekan Fakultas Sastra

(4)

Sebagai ucapan terima kasihku, sebuah karya kecil ku ini,

Kupersembahkan untuk mereka yang selalu ada di hatiku

(5)

MOTTO

“Saat usiamu bertambah, kau mungkin terdorong untuk

mengubah sesuatu, mengubah yang keliru menjadi benar,

namun setiap kali dorongan itu muncul, ingatlah bahwa

perubahan paling penting yang harus dilakukan ada di dalam

dirimu sendiri. Berjuang untuk suatu gagasan tanpa terlebih

dulu mengenal dirimu sendiri adalah hal paling berbahaya yang

bisa dilakukan manusia”

“Hati manusia bagaikan tanah, separo disinari matahari, separo

lagi ada dalam bayangan. Bahkan para orang kudus pun tidak

semuanya disinari matahari”

“Hidup adalah hanya soal menyadari hal ini, mengetahuinya,

berjuang agar bayang-bayang gelap tidak menelan cahaya.

Jangan percaya pada orang sempurna, orang-orang yang

memiliki semua jawaban. Jangan percaya apapun, kecuali apa

yang dikatakan hatimu”

(Susana Tamaro)

“Ya Rabb, berilah manfaat ilmu yang telah Engkau ajarkan

kepadaku. Ajarkan aku sesuatu yang bermanfaat bagiku dan

tambahilah aku ilmu.”

(6)

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sepenuh hati dan sesungguhnya bahwa skripsi ini yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Agustus 2007

Penulis

(7)

ABSTRAK

Purwanti, Sri Eka. 2007.”Citra Perempuan Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif”. Skripsi Strata 1 (SI). Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji tentang citra perempuan dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif. Penelitian ini bertujuan (a) mendeskripsikan struktur cerita novel Perempuan Jogja, (b) mendeskripsikan citra perempuan yang terdiri dari: aspek citra diri perempuan dan aspek citra sosial perempuan. Aspek citra diri perempuan dibagi menjadi dua bagian, yaitu aspek fisik dan aspek psikis, dan untuk aspek citra sosial perempuan meliputi aspek dalam keluarga dan aspek dalam masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Melalui metode deskriptif penulis mendeskripsikan permasalahan yang diteliti, kemudian mengolah dan menganalisis. Langkah pertama adalah menganalisis novel Perempuan Jogja secara struktural. Kedua menggunakan hasil analisis pertama untuk menganalisis citra perempuan dalam novel.

Hasil dari analisis struktural menunjukkan bahwa (a) Rumanti sebagai tokoh utama. (b) latar tempat menunjuk pada tempat-tempat di antaranya, villa di kawasan Kaliurang, halaman Fakultas sastra, ndalem Sudarsanan, sungai Code dan jalan Malioboro. Latar Cerita PJ sendiri terjadi di masa sekarang sekitar akhir tahun 1990-an sampai 2000, terbukti dengan adanya kemajuan teknologi dan demo-demo di kalangan mahasiswa. Latar sosial menunjuk pada latar budaya Jawa kaum bangsawan dan kehidupan kaum miskin.

(8)

ABSTRACT

Purwanti, Sri Eka. 2007."Woman’s Image In Novel titled Perempuan Jogja by Achmad Munif". Thesis. Strata 1 (S1). Indonesian Letters Program. Indonesian Letters Faculty. Sanata Dharma University.

This research examines about woman’s image in novel titled of

Perempuan Jogja by Achmad Munif. This Research purposed, (a) describe the structures of Perempuan Jogja’s novel, (b) describe of woman’s image that consisted of: human image aspect and social image aspect. Human image aspects divided become two aspects, that are psychical aspect and physical aspect, and social image aspects consist of aspect of family society and aspect of society. This research using descriptive method. Through this method the writer tries to describe the facts which related to the problem. Then treats and analyze them. First step, analyze the Perempuan Jogja’s novel structurally. Secondly, using result of first analyze to analyze the woman’s image from the novel.

The result of structural analysis leads to (a) the main character is Rumanti, (b) spot setting leads into the places such as in the villa in Kaliurang area, in the college, the Sudarsanan’s residence, Code’s river and Malioboro street. Time setting in Perempuan Jogja’s Novel is happened in a period of now about year-end 1990 until 2000, proven with the existence of technological progress and students demonstrations. The social setting show the Noblesse of Java cultural and impecunious people.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin megucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. Sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan saran dan kritik serta memberikan semangat dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini tersusun.

2. S.E. Peni Adji, S.S, M. Hum. Sebagai pembimbing II yang telah membantu dan memberikan saran membangun sehingga skripsi ini tersusun.

3. Para dosen Prodi Sastra Indonesia yang dengan sabar membimbing dan mendidik penulis.

4. Mbak Ninik dan Mbak Rus. Sebagai karyawan Sekretariat Fakultas Sastra yang telah mambantu penulis dalam pengurusan akademik.

5. Mama tercinta. Sebagai tulang punggungku. Terima kasih untuk jerih payah yang engkau berikan kepadaku.

6. Alm. Papa dan alm. Dede’ adikku tercinta. “Bintang di surga, yakinkan aku bahwa mereka bersama-Mu”.

(10)

8. Andrew Yudha A. F. “Andai saja waktu itu engkau tak menyapaku, mungkin hari ini aku tak dapat tersenyum untuk yang kedua kalinya”,

9. Adik-adikku, Agus dan Hendra. Masa kecil adalah masa yang paling indah. Rasa kebersamaan akan semakin erat ketika kita mengenang masa kecil. 10.Keluarga besar H. Gusti Basri yang telah memberikan dukungan kepada

penulis baik secara materi maupun moril.

11.Mutya Ika Setyanti. “Sahabat, apakah ada tawa dan sedihmu yang terlewatkan olehku??”. Sahabat yang telah memberikan semangat dan ide cemerlang kepada penulis.

12.Gandar, Try, Asih, Eka, Fenty, Rima, Ayu, Novi, Livy, Yoko, Indra, Teguh, Oco, Edo, Joe, Moses dan semua teman-teman Sastra Indonesia angkatan 1999 yang telah memberikan semangat dan persahabatan yang indah.

13.Teman-teman Kos Narada 3, Nyak, Bunda, Oki, Ulil, Mila, Novi, Kak Elvis, Kak Yosi dan Bhisma yang telah memberikan semangat dan persaudaraan yang indah kepada penulis.

14.Berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Agustus 2007

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...……..… ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...………..…... iv

HALAMAN MOTTO ...………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi

ABSTRAK ………... vii

ABSTRACT …...………... viii

KATA PENGANTAR ………... ix

DAFTAR ISI ...………... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 4

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4 Manfaat Penelitian ……… 5

1.5 Tinjauan Pustaka ……….. 5

1.6 Landasan Teori ………... ….. 6

1.6.1 Teori Sruktural ……….………. 6

1.6.1.1Tokoh ……….……… 7

1.6.1.2Alur ……… 8

(12)

1.6.1.3.1 Latar Tempat ……….. 9

1.6.1.3.2 Latar Waktu ……… 9

1.6.1.3.3 Latar Sosial ………. 10

1.6.2 Citra Perempuan ……… 10

1.6.2.1Citra Diri Perempuan ……….. 11

1.6.2.2Citra Sosial Perempuan ………... 12

1.7 Metode Penelitian ………... 12

1.7.1 Pendekatan ……….. ….. 12

1.7.2 Metode ……….….. 12

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ………. 13

1.8 Sumber Data ………... ….. 13

1.9 Sistematika Penyajian ………... 14

BAB II. ANALISIS STRUKTURAL NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA AHMAD MUNIF 2.1 Tokoh dan penokohan ……… …… 15

2.1.1 Tokoh Utama ………... 17

2.1.2 Tokoh Bawahan ………... 20

2.1.2.1Indri ………. 20

2.1.2.2Popi ……….. 23

2.1.2.3Norma ……….. 25

2.2 Alur ………... 27

2.2.1 Peristiwa ……….. 28

2.2.2 Konflik ……… 31

(13)

2.3 Latar ……….. 37

2.3.1 Latar Tempat…….………... 37

2.3.2 Latar Waktu ………. 43

2.3.3 Latar Sosial ……….. 44

BAB III. ANALISIS CITRA PEREMPUAN NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA AHMAD MUNIF 3.1 Citra Diri Perempuan……….. 47

3.1.1 Citra Diri Perempuan Dalam Aspek Fisik ………. 48

3.1.2 Citra Diri Perempuan Dalam Aspek Psikis …………... 52

3.2 Citra Sosial Perempuan ……….. 64

3.2.1 Citra Sosial Perempuan Dalam Keluarga………. 64

3.2.2 Citra Sosial Perempuan Dalam Masyarakat ……… 71

BAB IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan ………. 77

4.2 Saran ……….. 82

DAFTAR PUSTAKA ... …… 83

SINOPSIS ……… 84

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sastra adalah intuisi sosial yang memakai medium bahasa. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan” dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Sastra mempunyai fungsi sosial atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya pribadi (Wellek dan Warren, 1995:109). Oleh karena itu, karya sastra sering merupakan gambaran dari kehidupan nyata sehari-hari yang diketahui bahkan dialami oleh si penulis sendiri. Cara memandang suatu peristiwa pada setiap penulis berbeda, tergantung dari local mind si penulis. Sudut pandang penulis yang berbeda inilah yang menjadikan suatu karya sastra itu menjadi unik dan menarik.

Para penulis karya sastra biasanya mengangkat satu tema khusus yang menjadi ciri khas mereka pada hasil karyanya, seperti Sutan Takdir Alisjahbana yang banyak mengangkat masalah peranan perempuan dalam masyarakat sosialnya atau Nh. Dini yang selalu mengangkat tema perempuan dan lintas budaya yang secara tidak langsung adalah latar belakang dari kehidupannya sendiri. Ada lagi Remy Silado yang sering menulis tentang kehidupan perempuan masa kini dan kebebasannya dalam berpikir dan berkehendak, sesuai dengan berkembangnya peranan perempuan modern dalam era globalisasi.

(15)

sekarang pun lebih hedonis dan fenomena sosial yang terjadi sangat menarik untuk diangkat dalam cerita. Pertama dimulai dengan Saman dan Larung karya Ayu Utami, Supernova dan Akar karya Dee (Dewi Lestari), Jendela-jendela,

Pintu, dan Atap trilogi karya Fira Basuki, ada juga kumpulan cerpen karya Djenar Maesa Ayu berjudul Jangan Main-main dengan Kelaminmu. Semua karya mereka bercerita tentang kebebasan perempuan dalam berkehendak, tidak hanya dalam masalah pendidikan, pekerjaan ataupun pengambilan keputusan tetapi juga dalam kehidupan seksual mereka.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan citra sosial perempuan dalam karya sastra. Hasil karya yang ingin penulis analisis adalah novel Perempuan Jogja (selanjutnya PJ) karya Achmad Munif karena kehidupan perempuan yang digambarkan dalam novel tersebut memberikan cerminan mengenai kepribadian tokoh perempuan dalam sikap, pemikiran, ucapan dan tindakan tokoh pada saat menyelesaikan berbagai permasalahan hidup.

(16)

Kemantapan pribadi perempuan terbentuk dari dalam diri dan juga pengaruh dari luar. Perempuan yang tidak cengeng dan mandiri tercermin pada tokoh Indri. Indri adalah seorang perempuan yang memahami hak dan kewajibannya. Sikapnya yang modern tidak mengubah gaya hidupnya. Selain itu, dalam novel ini juga digambarkan juga tentang beberapa kepribadian tokoh, yaitu Popi dan Norma. Permasalahan-permasalahan dan penyelesaian yang dialami setiap tokoh, sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam.

Novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif ini merupakan novel populer. Permasalahan yang ditampilkan dalam novel populer menyangkut permasalahan kehidupan sebagaimana halnya dalam novel-novel sastra. Gambaran kepribadian tokoh dalam novel populer lebih menceritakan kehidupan nyata agar pembaca lebih mudah memahami karena tujuannya adalah untuk menghibur.

(17)

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995:165) bahwa tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama dan oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji novel ini secara struktural terlebih dahulu untuk melihat keterlibatan masing-masing tokoh. Kemudian penulis menggunakan analisis struktural untuk menganalisis citra perempuan tokoh dalam novel PJ.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimanakah struktur cerita novel Perempuan Jogja karya Ahmad Munif?

1.2.2 Bagaimanakah citra perempuan pada novel Perempuan Jogja karya Ahmad Munif?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mendeskripsikan struktur cerita dalam novel Perempuan Jogja karya Ahmad Munif.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambah bahan kajian analisis tentang citra perempuan dan fenomena sosial dalam masyarakat Jawa.

1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang cita-cita dan semangat perempuan dalam membentuk citra dirinya.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang analisis citra perempuan sudah banyak dilakukan, salah satunya digunakan Adib Sofia untuk menganalisis novel Layar Terkembang

sebagai skripsi. Kemudian skripsi ini dikembangkan menjadi sebuah buku yang berjudul Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang (2003) dengan tambahan tulisan dari Sugihastuti.

(19)

Berdasarkan novel yang sama, yaitu novel Perempuan Jogja karya Ahcmad Munif. Penulis ingin menunjukkan bahwa dalam satu judul novel yang sama bisa mempunyai beragam opini yang bisa diteliti. Peneliti ingin menelaah lebih jauh lagi mengenai citra perempuan dalam novel PJ. Jadi, tidak hanya satu tokoh saja yang akan diteliti melainkan empat tokoh perempuan yang mempunyai peranan penting dalam novel PJ, seperti Rumanti, Indri, Popi, dan Norma.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Teori Struktural

Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Pradopo dkk dalam Jabrohim, 2001 : 55).

Sebuah karya sastra, fiksi, atau puisi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:36)

(20)

dan penokohan penting dianalisis seperti yang disebutkan Suwondo dalam Jabrohim (2001:58), bahwa dalam karya fiksi kita tidak mungkin dapat “menyebut makna” tokoh dan penokohan tanpa mengetahui apa pengertian tokoh, bagaimana penokohan tanpa peran dan fungsi tokoh, bentuk-bentuk watak dalam segala situasi dan sebagainya mengenai tokoh. Alur juga penting untuk dikaji untuk melihat rangkaian dan jalinan antarcerita tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Adapun yang dipaparkan sebagai berikut:

1.6.1.1 Tokoh

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 1995:165).

(21)

Pembedaan tokoh secara peran juga dibagi menjadi dua, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh yang mendapatkan simpati dan empati dari pembaca adalah tokoh protagonis. Ia merupakan perwujudan dari norma-norma dan nilai-nilai ideal bagi kita (Nurgiyantoro, 1998:178). Lawan dari tokoh protagonis yaitu tokoh antagonis. Meskipun demikian ia tidak selalu menjadi tokoh yang jahat dan tidak sesuai dengan idealisme pembaca. Ia disebut tokoh antagonis karena keberadaannya menyebabkan konflik yang harus dihadapi tokoh protagonis (Nurgiyantoro, 1998:180).

1.6.1.2 Alur

Alur atau plot adalah unsur yang penting yang berfungsi untuk menjelaskan jalan cerita atau kaitan antarperistiwa yang dikisahkan sehingga mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan (Nurgiyantoro, 1998:110).

Peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita (Nurgiyantoro, 1998:116). Plot dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan urutan waktunya, yang pertama plot maju.

(22)

‘kebetulan’. Kebetulan-kebetulan yang muncul dalam cerita memungkinkan adanya perkembangan cerita (Sudjiman,1988:36-38).

1.6.1.3 Latar

Latar atau setting menunjuk pada pengertian tempat hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216). Dalam penelitian ini hubungan antara tokoh dan latar akan dianalisis berkaitan dengan citra perempuan sosiologi sastra.

Latar memberi gambaran kepada pembaca mengenai tempat tokoh berada kapan kejadian berlangsung dan bagaimana kondisi sosial tokoh. Selanjutnya unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

1.6.1.3.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin beberapa tempat-tempat dengan nama tertentu, lokasi tertentu, tanpa nama jelas (Nurgiyantoro, 1995:227).

1.6.1.3.2 Latar Waktu

(23)

memudahkan pembaca untuk mengenali dan memahami suatu cerita (Nurgiyantoro, 1995:230).

1.6.1.3.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 1995:233).

1.6.2 Citra Perempuan

Citraan adalah gambaran-gambaran angan atau pikiran. Setiap gambar pikiran disebut citra. Citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000:45)

(24)

1.6.2.1Citra Diri Perempuan

Citra diri perempuan terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun sosialnya. Perempuan mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya berdasarkan pada pola pilihannya sendiri. Perempuan bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Citra diri perempuan memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek fisis dan psikis diasosiasikan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000:113)

Citra diri perempuan itu diabstraksikan dari klasifikasi citra fisis dan citra psikis perempuan. Dalam aspek fisis, citra perempuan itu khas dilihat melalui pengalaman-pengalaman tertentu yang hanya dialaminya dan tidak dialami oleh pria, misalnya melahirkan, dan merawat anak (2000:112). Citra fisis perempuan yang tergambar adalah citra perempuan dewasa, perempuan yang sudah berumah tangga. Selain itu, masa pekawinan dengan mengisyaratkan bahwa secara fisik perempuan ditunjukkan sebagai perempuan dewasa (Sugihastuti, 2000:85).

(25)

1.6.2.2Citra Sosial Perempuan

Pada dasarnya citra sosial perempuan merupakan citra perempuan yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat tempat perempuan menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar manusia. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas (Sugihastuti, 2000:143)

Dalam aspek keluarga, citra sosial perempuan berhubungan dengan peranannya sebagai istri, ibu, dan sebagai anggota keluarga yang semuanya menimbulkan konsekuensi sikap sosial yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Citra sosial perempuan dalam sikap sosialnya terbentuk karena pengalaman pribadi, pengalaman budaya dan pengalaman sosialnya (Sugihastuti, 2000:xvi) 1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan untuk meneliti novel PJ adalah pendekatan struktural. Pendekatan struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kesatuan.

1.7.2 Metode

(26)

data atau sebagai mana adanya. Untuk memberikan bobot yang lebih tinggi pada metode in, maka data atau fakta yang temukan harus dibri arti. Fakta dan data yang terkumpul harus diolah dan ditafsirkan (Nawawi dan Martini, 1994:73).

Dalam metode ini, peneliti membuat deskripsi dengan mencatat, kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data yang akan diteliti. Hasil-hasil analisis dan interpretasi tersebut kemudian dideskripsikan dalam bentuk laporan penelitian.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, maksudnya pencatatan data yang digunakan dengan alat tulis tertentu, sedangkan kartu data berupa kertas dengan ukuran dan kualitas apapun dapat digunakan asal mampu memuat, memudahkan pembacaan dan menjamin keawetan data (Sudaryanto, 1993:20).

1.8 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah novel Perempuan Jogja karya Ahmad Munif. Perincian identitas sumber data sebagai berikut :

Judul Buku : Perempuan Jogja

Pengarang : Ahmad Munif Penerbit : Navila

(27)

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

(28)

BAB II

ANALISIS STRUKTURAL NOVEL PEREMPUAN JOGJA

Analisis struktural penting dilakukan untuk memahami keutuhan cerita sebelum dilakukan analisis lebih lanjut mengenai isi cerita tersebut. Dalam penelitian ini penulis ingin menguraikan tentang citra perempuan pada novel

Perempuan Jogja, untuk itu dilakukanlah analisis struktural untuk mengetahui detil-detil mengenai tokoh, latar dan alur cerita dalam novel Perempuan Jogja.

Menurut Nurgiyantoro (1998:37) analisis struktur karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Jadi pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai tokoh, latar dan alur cerita dalam Perempuan Jogja. Ketiga unsur itu dianggap sudah cukup untuk mengkaji masalah citra perempuan dalam novel tersebut.

2.1 Tokoh dan Penokohan

(29)

Istilah ‘penokohan’ lebih luas pengertiannya daripada ‘tokoh’ dan ‘perwatakan’ sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro,1998:166). Sudjiman (1986:58) menyebutkan bahwa penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan. Jadi, istilah penokohan menyangkut sifat-sifat yang dimiliki tokoh cerita, baik sifat alami atau pengaruh lingkungan sosialnya. Penokohan penting untuk melihat sejauh mana karakter tokoh mempengaruhi peristiwa yang membangun cerita.

Menurut Sudjiman (1988:12) bahwa kriterium yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh itu dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Dalam PJ tokoh utama dalam cerita adalah Rumanti karena keterlibatannya dalam cerita mempengaruhi semua alur dalam cerita, sedangkan Indri, Popi, dan Norma adalah tokoh bawahan. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama (Grimes via Sudjiman, 1991:19).

(30)

2.1.1 Tokoh Utama

Tokoh utama dalam PJ adalah Rumanti, karena intensitas keterlibatannya dalam setiap peristiwa yang membangun cerita dalam PJ

cukup tinggi.

“Di sebuah kamar, Rumanti berdandan ditunggu beberapa perempuan kerabat Sudarsanan. Mereka menghibur Rumanti agar tidak bersedih melihat suaminya menikah lagi. Para wanita itu mengelilingi Rumanti yang duduk di pinggir ranjang” (Munif,2001:182-183).

Dalam kutipan tersebut tampak bahwa Rumanti sangat diperhatikan oleh semua kerabat yang mendukung dan berempati kepadanya.

Perlakuan suami Rumanti, yaitu Danu terhadapnya mempengaruhi tokoh lain dalam cerita dan mengembangkan konflik. Kutipan di bawah ini menggambarkan ketidak setujuan Indri dengan keputusan kakaknya.

“Jadi, Mbak Rum membiarkan saja Mas Danu pergi dengan perempuan lain?” (Munif, 2001:19)

“Pokoknya Mbak Rum harus protes. Kalau perlu mogok bicara!”

“Dilihat dari sudut apapun tindakan Mas Danu itu tidak bisa dibenarkan. Moral, agama, hukum melarang suami berbuat seperti itu. Kalau sekarang pergi berdua, besok apa, lusa apa lagi?” (Munif 2001:20)

“Aku kasihan. Mbak Rum selama bertahun-tahun mengabdi kepada Mas Danu. Apakah adil kalau kemudian Mas Danu bercintaan kembali dengan bekas pacarnya? Tidak adil Mbak, tidak adil sama sekali...” (Munif, 2001:21).

(31)

meninggalkan suaminya. Hal ini dapat ditunjukkan pada kutipan di bawah ini.

“Aku tahu Dik, tapi kenyataan yang kita lihat perbedaan itu memang ada. Tapi baiklah hal itu tidak perlu kita perdebatkan. Mbak mensyukuri apa yang sudah Mbak terima dari Gusti Allah melalui Mas Danu. Maka Mbak tidak bisa berbuat lain kecuali menjaga kesetian sampai kapanpun.” (Munif, 2001:23)

“…Seorang istri harus selalu siap menghadapi berbagai kesulitan karena suaminya kepaten sandang pangan, misalnya kehilang pekerjaan, sehingga semangat hidup dan kepercayaan diri sendiri hilang. Disinilah kesetiaan kita diuji…”(Munif, 2001:25)

Selain pasrah (nerimo) dan setia Rumanti juga digambarkan sebagai perempuan yang cekatan dalam mengurus rumah tangga, sangat sabar , dan tidak pendendam. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

“Rumanti bekerja dengan cekatan. Ia memeriksa nasi, sayur dan lauk pauk yang bermacam-macam itu. Rum tampak puas dengan apa yang sudah disiapkan. Perempuan itu tersenyum tipis” (Munif, 2001:6).

Mama berharap Dani tidak mengulangi perbuatan itu. Apa pun yang kita rasakan, kecewa, sakit hati, marah, tidak akan mampu mengubah kenyataan bahwa Papa menikahi Tante Norma” (Munif, 2001:194).

(32)

Tokoh Rumanti selalu teringat akan siapa dirinya sebelum menikah dengan Danu. Rumanti adalah anak dari penjaga villa keluarga sudarsono. Tidak lain adalah anak dari abdi dalem keluarga suaminya. Hal itu membuat diri Rumanti rendah diri.

“Posisi kita berbeda. Sangat jauh berbeda. Dan sekali lagi Mas Danu telah mengangkat derjat Mbak.”

“Aku tahu Dik, tapi kenyataan yang kita lihat perbedaan itu memeng ada. Tapi baiklah hal itu tidak perlu kita perdebatkan. Mbak mensyukuri apa yang Mbak terima dari gusti Allah melalui Mas Danu….”. (Munif, 2001: 23)

Rumanti adalah seorang perempuan yang berpikiran sederhana namun berjiwa besar. Sifat itu mencerminkan jiwa keibuannya.

“Rum memandang adik iparnya dengan pandangan menyejukkan, mencerminkan jiwa keibuan dari seorang perempuan yang berpikiran sederhana namun berjiwa besar”

“Bagi saya hidup adil kok, Dik. Adil, karena Mbak selalu teringat dari mana asal Mbak. Mas Danu telah mengangkat derajat mbak, memberikan kesenangan hidup, memberikan dua orang anak yang baik. Kalau toh, kemudian Mas-mu menikah lagi dengan Norma bagi saya hidup masih tetap adil”. (Munif, 2001: 21) ”Di pendopo depan, RM Danudirjo denganmengenakan jas berdiri disamping Norma yang berkain kebaya menyambut para tamu. Wajah mereka kelihatan begitu cerah. Mereka di apit RM Sudarsono dan RA Niken yang berpakain resmi ala Jawa dan keluarga Norma. Rumanti muncul menuju pendopo bagian depan mendekati RA Niken. RA Niken meraih lengan Rumanti dan mencium pipi menantunya. Rumanti mengambil tempat di sisi mertuanya untuk menerima tamu….” (Munif, 2001:184)

“Dani, Ruri, sudah sore ayo naik.”

(33)

samping mendekati kolam renang dan melambaikan tangan sebagai isyarat menyuruh Dani dan Ruri keluar dari kolam renang. Dani dan Ruri naik ke darat dan saling bekejaran menuju kamar mandi. Rumanti mendekati bangku di kolam renang. Indri yang masih menggunakan pakaian renang duduk di samping Rumanti”

“Dingin dik, ganti pakain dulu,” kata Rumanti.” (Munif, 2001:111)

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa sifat tokoh Rumanti. Tokoh Rumanti digambarkan sebagai seorang istri yang pasrah (nerimo), setia, cekatan, sangat sabar, tidak pendendam, rendah diri, berjiwa besar dan keibuan.

2.1.2 Tokoh Bawahan 2.1.2.1 Indri

Seperti yang sudah disebutkan bahwa tokoh bawahan perempuan yang ada dalam PJ adalah Indri, Popi dan Norma. Pertama adalah tokoh Indri, ia adalah seorang mahasiswi Fakultas Sastra yang cantik dan masih keturunan ningrat.

“Halaman kampus Fakultas Sastra itu cukup luas...Seorang mahasiswi cantik, Raden Ayu Indri Astuti - biasa dipanggil Indri - turun dari mobil....” (Munif, 2001:9).

(34)

”Mas Danu itu tidak boleh dibiarkan menang sendiri, Mbak. Semua orang dipaksa mematuhi perintahnya. Memangnya dia itu Raja? Romo saja tidak seperti itu. Berani tidak Mbak Rum menolak kalau dimadu?” (Munif, 2001:22).

Bukti lain bahwa Indri adalah gadis pemberani yang senang memberontak ada pada kutipan berikut. Indri menolak perjodohannya dengan Suwito yang diusulkan Danu. Ia juga membela Popi ketika diusir Danu dari pendopo, dan memarahi Danu saat kakaknya itu mengusir Ramadan dari ndalem Sudarsanan.

”Kata Mas Danu, calon suami kamu itu Raden mas Suwito Laksono, salah satu pengusaha besar di kota ini.”

“Memang itu maunya Mas Danu. Tapi Indri menolak.” (Munif, 2001:174).

“Menurut Danu, Popi tidak pantas ikut latihan tari di ndalem Sudarsanan. Perek, sebutan perempuan eksperimen bagi wanita muda melacurkan diri, semacam dia tidak layak naik pendopo yang terhormat. Tapi saran itu tidak digubris oleh Indri” (Munif, 2001:71).

“Mas Danu sudah keterlaluan. Mas Danu tidak mempunyai hak meminta Pak Darman mengusir Mas Ramadan. Indri malu sekali Mas. Mengapa bisa-bisanya Raden Mas Danudirjo yang terhormat melakukan hal itu” (Munif, 2001:179).

Dibalik kekerasan hati Indri, ia adalah seorang gadis yang lembut dan perasa karena Indri menguasai kesenian dengan baik, seperti menari, membaca puisi dan bermain drama.

(35)

sambil memberikan contoh gerakan yang benar” (Munif, 2001:72).

“Teman-teman, kita panggil pembaca puisi kita Raden Ayu Indri Astuti” (Munif, 2001:76).

“Begitu bagus, Indri mengucapkan dialog sehingga suasana di dalam gedung menjadi hening. Tanpa ada kata-kata, tanpa ada kegaduhan, yang menggema hanya dialog dari atas panggung. Tidak percuma Indri sebagai pembaca puisi yang baik” (Munif, 2001:150).

Selain mempunyai hati yang lembut dan perasa karena pengetahuannya mengenai kesenian, Indri juga seorang yang berwawasan luas dan sangat kritis.

“Lama-kelamaan Indri merasa bosan dengan pembicaraan Ibram yang tidak berubah. Hanya melulu soal itu-itu saja, soal bisnis besar keluarganya, soal liburan ke Eropa atau Amerika dan soal-soal lain, yang semua serba materi. Ibram ternyata sama sekali tidak tahu menahu bedanya tari “bedaya” dengan tari “gambyong”. Pemuda itu juga tidak tahu siapa yang pertama kali mementaskan Waiting for Godot karya Samuel Beckett di Indonesia. Ibram juga tidak tau persis siapa Arifin C Nur….” (Munif, 2001:135)

“Rin, sepertinya kita sedang demam Gibran, ya.”

“Kayaknya memang begitu. Lihat begitu banyak buku Gibran.”

“Setahun lalu, kita hanya kenal “Sang Nabi”. Aku tidak di mana sih letak kehebatan Gibran?”

(Munif, 2001:139)

Indri adalah seorang putri keturunan ningrat, tetapi meskipun demikian Indri mempunyai sifat yang tidak sombong dan berpikiran positif. Hal itu dapat dijelaskan pada kutipan di bawah ini.

“Derajat apa? Derajat kita sama kok. Podo wonge

(36)

kami. Darah biru? Kuno! Kabeh uwong getihe abang, Mbak!” (Munif, 2001:23)

“Menurut Danu, Popi tidak pantas ikut latihan tari di ndalem Sudarsanan. Perek, sebutan perempuan eskperimen bagi wanita muda melacurkan diri, semacam dia tidak layat naik di pendopo yang terhormat. Tapi saran itu tidak di gubris oleh Indri sebab Indri yakin, setiap orang bisa berubah. Perek pun bisa berubah menjadi baik. Indri berpikir, jika Popi mendapat didikan yang baik sejak awal hidupnya tidak akan amburadul seperti itu.” (Munif, 2001:71-72)

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa sifat tokoh Indri. Tokoh Indri digambarkan sebagai seorang gadis yang pemberani, pemberontak, lembut, berjiwa seni, berwawasan luas, tidak sombong dan sangat kritis.

2.1.2.2 Popi

Perempuan pemberontak lainnya adalah Popi, gadis remaja yang menjadi perek karena keadaan ekonomi dan keluarganya yang tidak harmonis. Ia begitu membenci ibunya yang sering berganti-ganti laki-laki untuk memuaskan nafsu dan demi mendapatkan uang yang berlimpah.

“Pagi-pagi ayahnya sudah berangkat kerja. Mungkin tidak tahan mendengar omelan ibu yang nerocos seperti

(37)

“Lalu apakah aku lebih baik, pikir Popi. Bukankah lelaki yang pernah tidur bersamaku juga sudah punya istri? Ah, setidak-tidaknya aku belum punya suami dan anak” (Munif, 2001:33).

Popi lebih senang berkumpul dengan komunitas bantaran sungai Code daripada bermain dengan teman-teman mall atau diam di rumah. Popi adalah anak yang baik. Hal ini dapat ditunjukkan pada kutipan di bawah ini.

“Dia harus makan, Dan. Tampaknya kelaparan sekali. Popi menyuruha aku membelikan nasi padang dan sebungkus rokok untukku. Dia anak baik, dia harus segera makan, Dan!” (Munif, 2001:68)

“Popi selalu merasa damai jika berada di tengah-tengah komunitas bantaran Kali Code. Entah mengapa, Popi tidak tahu. Padahal orang-orang di atas menyebut mereka maling, copet, pengemis, pelacur dan juga sampah masyarakat. Barangkali karena Popi mendapatkan keakraban, kehangatan persahabatan, solidaritas yang tidak dapat ditemui di rumah” (Munif, 2001:49).

Popi dianggap sebagai malaikat kecil bagi penghuni bantaran sungai Code, sebab ia sering membantu mereka secara finansial dan memberikan perhatian yang besar kepada mereka. Semua orang-orang sungai Code sayang padanya dan menganggap Popi bagian dari komunitas mereka.

(38)

sakit. Mereka paling senang kalau sekali waktu Popi bagi-bagi uang” (Munif, 2001:47-48).

Popi kemudian berkenalan dengan Indri dan Ramadan dan menjadi comblang bagi keduanya. Ia melakukannya karena merasa berhutang budi kepada Indri yang mau mengasuhnya dan Ramadan yang selalu baik padanya. Hal itu dijelaskan pada kutipan di bawah ini.

“Mbak Indri, Mas Ramadan itu suka dengan Mbak tapi tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. Saya lebih suka kalau Mbak Indri sama Mas Ramadan. Oleh karena itu saya punya ide seperti ini” (Munif, 2001:165).

Pada akhirnya Popi berniat mengubah hidupnya dengan kembali ke sekolah dan tidak menjadi perek lagi. Ia diangkat anak oleh keluarga Sudarsanan, tampak pada kutipan ini.

“Sejak saat itu, Romo Sudarsono memutuskan mengangkat anak Popi, disekolahkan, diajari tari dan melukis. Niat RM Sudarsono itu mendapat dukungan sepenuhnya dari RA Niken dan Indri Astuti”

(Munif, 2001:285).

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa sifat tokoh Popi. Tokoh Popi digambarkan sebagai remaja yang pemberontak. Meskipun ia seorang perek, tetapi ia berjiwa sosial, baik hati dan perhatian. Popi hidup di dalam keluarga yang tidak harmonis, sehingga menjerumuskannya ke dalam pergaulan bebas.

(39)

Perempuan lain yang menjadi tokoh bawahan dalam novel PJ dan akan dianalisis dengan citra perempuan adalah Norma. Ia adalah mantan kekasih Danu ketika kuliah. Ia seorang perempuan yang cantik dan genit. Ia tidak disukai keluarga Sudarsono, terutama Indri karena merebut Danu dari Rumanti.

“ Tentu saja ingat, Mas. Norma kembang di Kampus kita. Norma yang jadi rebutan dan Mas Danu menang. Norma yang membuat njenengan frustasi, karena ia menikah dengan orang lain” (Munif, 2001:26).

“...Mbak tahu siapa Norma itu. Perempuan itu pernah membuat Mas Danu frustasi dan hampir gendheng, karena ditinggal kawin dengan orang lain. Lha kok sekarang, ia kembali kepada Mas Danu setelah bercerai dengan suaminya. Punya malu tidak sih perempuan itu?” (Munif, 2001:21).

Tanpa alasan yang jelas ia meninggalkan Danu untuk menikahi Bill, seorang diplomat Amerika. Setelah bercerai ia kembali ke Indonesia dan menjalin kasih kembali dengan Danu meskipun tujuannya hanyalah memperalat Danu, berikut kutipannya.

“Danu memang mencoba menapaktilasi perjalanan cintanya bersama dengan Norma sebelum direnggut laki-laki bernama Bill. Danu ingat Anton mengatakan bahwa Norma adalah perempuan yang beruntung. Bagaimana tidak beruntung? Dia meninggalkan kekasihnya untuk menikah dengan orang lain. Dia tidak peduli ketika kekasihnya frustasi dan hampir gila. Saat disia-siakan suaminya dan bercerai, dia kembali kepada bekas kekasihnya yang sudah mapan dan punya kedudukan” (Munif, 2001:29).

(40)

Daniel, seorang gigolo mendorong Norma untuk membunuh Danu. Hal itu dijelaskan pada kutipan berikut ini.

“Norma tertawa, tetapi di dalam hati mencemooh Danu. Alangkah tololnya laki-laki bernama Danu ini. Bagi Norma, laki-laki pemuja cinta adalah tolol” (Munif, 2001:109).

“Akhirnya Norma juga tahu siapa diri Daniel, seorang yang profesional dalam masalah hubungan pria dan wanita. Ia tidak kecewa, karena sebatas kebutuhan biologis yang diperlukan dari Daniel. Norma sangat sadar bahwa dirinya adalah tipe perempuan yang tidak cukup dengan seorang laki-laki” (Munif, 2001:231-232).

”Apakah aku sudah gila?, “pikir Noma. Apakah kalau Daniel menjadi suamiku keadaannya akan lebih baik? Namun kesanggupan itu keluar begitu saja dari mulutnya saat ia terlena dalam pelukan Daniel” (Munif, 2001:256).

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa sifat tokoh Norma. Tokoh Norma digambarkan sebagai perempuan yang tidak setia dan selalu menganggap remeh laki-laki. Norma menikah dengan Danu hanya untuk mendapatkan harta. Ia tidak percaya dengan cinta karena ia menganggap cinta itu hanyalah sebuah kekonyolan saja.

2.2 Alur

(41)

Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg via Nurgiyantoro,1998:117). Berdasarkan perannya dalam penyajian cerita peristiwa dibagi menjadi tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan dan peristiwa acuan. Peristiwa fungsional mempengaruhi perkembangan alur dan merupakan inti cerita sebuah karya cerita. Peristiwa kaitan merupakan peristiwa yang mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam cerita. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau berhubungan dengan perkembangan alur namun mengacu pada unsur lainnya.

Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek&Warren,1995:285). Banyak sekali konflik yang terjadi dalam PJ, yang utama adalah konflik yang terjadi setelah peristiwa pernikahan kedua Danu dan Norma. Selanjutnya, adalah perjodohan antara Indri dan Suwito yang menyebabkan banyak konflik dalam hubungan cinta Indri dan Ramadhan.

2.2.1 Peristiwa

Peristiwa yang menonjol dalam PJ dimulai dengan kecurigaan Rumanti pada suaminya Danu yang tidak sehangat dulu. Selanjutnya, Danu meminta ijin pada istrinya untuk menikah lagi dengan Norma, mantan kekasihnya semasa kuliah dulu. Berikut kutipannya,

“Perempuan itu cepat membukakan pintu. Suaminya akan kecewa kalau ia sedikit saja terlambat membukakan pintu.” (Munif, 2001:6)

(42)

Danu mandi sambil bernyanyi seperti itu…. Wajah Rum mencerminkan keheranan.” (Munif, 2001:6)

“Makan sudah siap Mas.”

“Aku sudah makan. Kalau kamu belum, makan saja.” “… Rum sangat kecewa. Beberapa hari ini Danu tidak makan di rumah, dengan alasan sudah makan.” (Munif, 2001:7)

“Akhir-akhir ini suaminya banyak berubah. Sering pulang malam, jarang makan di rumah, sikapnya dingin, baik terhadap dirinya maupun terhadap anak-anak. Kalau bicara seperlunya saja. Padahal, biasanya Danu adalah suami yang hangat dan suka humor” (Munif, 2001:7).

”Norma bercerai dengan suaminya dan kembali ke Indonesia. Rum, seperti yang sudah aku katakana, sampai sekarang aku masih mencintai Norma. Karena aku tidak mau terus-menerus membuat dosa, maka kami akan menikah.”” (Munif, 2001:100).

Kecurigaan Rumanti diperkuat dengan pernyataan Indri yang dengan jelas membeberkan perselingkuhan kakaknya Danu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Jadi Mbak Rum membiarkan saja Mas Danu pergi dengan perempuan lain.”

“Rum diam saja tidak memperhatikan Indri.” (Munif, 2001:19).

“Pokoknya Mbak Rum harus protes. Kalau perlu mogok bicara!”

“… Dilihat dari sudut manapun tindakkan Mas Danu itu tidak bisa dibenarkan.”

(43)

Peristiwa kedua adalah penolakan Indri untuk menikahi Suwito atas kemauan Danu karena hubungan bisnis yang terjalin diantara mereka seperti pada kutipan di bawah ini. Peristiwa ini menciptakan ketegangan antara Indri dan Danu.

“Nah, kamu sudah dengar sendiri. Kangmasmu Danu, yang menginginkan kamu menikah dengan Mas Suwito.”

“Pokoknya saya tidak mau.” (Munif, 2001:17).

Peristiwa selanjutnya adalah kepergian Ramadhan untuk menghindari Indri dengan diam-diam atas permintaan Danu. Ramadhan tidak tahu jika itu hanya akal licik Danu untuk menjodohkan Indri dengan Suwito. Kutipannya seperti berikut.

“Kamu tidak boleh menghindari Indri terus menerus, Dan. Masalah ini harus diselesaikan dengan baik. Apa salah Indri? Kamu kejam Dan!” (Munif, 2001:202).

Peristiwa lain adalah keinginan Ibram untuk memiliki Indri namun ditolak oleh Indri. Ia kemudian menyusun rencana jahat untuk mendapatkan Indri.

“Ibram merenung sesaat. Kalau dipikir-pikir saran Waluyo benar. Tapi perenungan itu tidak ada gunanya, karena ambisinya untuk menaklukkan hati Indri jauh lebih besar. Ia sudah dikuasai nafsu untuk menaklukkan Indri. Bagaimana pun caranya ia harus bisa mendapatkannya. Ya, dengan jalan apa pun!” (Munif, 2001:222).

(44)

“Oke, oke Daniel. Aku akan ganti semua biaya yang sudah kamu keluarkan. Tapi aku tidak bisa menginap bersama kamu. Sekarang aku sudah punya suami. Sebisa mungkin aku harus menjaga perkawinan dengan Danu. Ini aku lakukan demi kamu juga Daniel. Percayalah, aku akan selalu membutuhkan kamu” (Munif, 2001:236).

2.2.2 Konflik

Dari peristiwa tersebut muncul konflik dalam diri Rumanti. Sebagai wanita ia merasa tidak adil diperlakukan oleh Danu, namun ia sadar dengan status sosialnya sebelum menikahi Danu bahwa ia hanya orang biasa yang menjadi abdi dalem di ndalem Sudarsanan.

“Benar, apa yang pernah dikatakan Indri bahwa tidak adil kalau Danu menikah lagi. Tapi ia bukan seorang Indri yang mempunyai keberanian dan kekuatan menentang kehendak Danu” (Munif, 2001:101).

Rumanti sempat berpikir untuk bercerai dengan Danu, karena tidak sanggup untuk dimadu. Ia pergi mengadu kepada orangtuanya, namun orangtuanya menasehati Rumanti supaya tidak terlalu mengikuti kata hatinya. Kutipan di bawah ini menjelaskannya.

“...Dia telah memutuskan untuk mengadu kepada orang tuanya. Hanya dalam waktu setengah jam, ia sudah sampai di rumah orang tuanya di sebuah desa di wilayah Prambanan” (Munif, 2001:102).

“Bapak sarankan kamu jangan minta cerai. Perceraian bukan cara yang baik, Nduk. Setelah cerai, kamu mau apa? Kamu jangan harap akan memperoleh suami sebaik Raden Mas Danudirjo” (Munif, 2001:102).

(45)

Rumanti tidak berniat untuk bercerai dari Danu. Selain kedua anaknya, dukungan dari keluarga dan kerabat Danu ternyata sangat mengakui keberadaan Rumanti sebagai istri Danu yang sesungguhnya.

“Gending Kebogiro berkumandang mengiringi kedatangan tamu undangan. Gending itu begitu merdu di telinga Danu dan Norma, tetapi sangat menyakitkan di telinga Rumanti. Sebab setelah gending itu berhenti di tabuh nanti sore, saat itu Mas Danudirjo bukan lagi menjadi miliknya sendiri. Ia harus berbagi cinta dan kasih saying dengan perempuan lain yang bernama Norma. Suara gending terasa begitu menyayat-nyayat hati Rumanti.”(Munif, 2001: 182)

Di sebuah kamar, Rumanti berdandan ditunggu beberapa perempuan kerabat Sudarsanan. Mereka menghibur Rumanti agar tidak bersedih melihat suaminya menikah lagi. Para wanita itu mengelilingi Rumanti yang duduk di pinggir ranjang”

“Ayo keluar menemui para tamu. Tunjukkan kepada mereka kamu isteri Danu yang sesungguhnya.” (Munif,2001:182-183).

“Sudahlah, Den Rum, jangan terlalu dirasakan.” “…. Hati ini rasanya sakit sekali, Pak.”

Den Dani dan Den Ruri bisa jadi obat yang paling manjur. Kalau Den Rumanti mencurahkan semua perhatian kepada mereka, rasa sakit akan hilang dengan sendirinya…” (Munif, 2001:187)

Konflik yang terjadi dari peristiwa perjodohan indri adalah kemarahan Indri pada Danu karena menjodohkannya dengan Suwito dan memisahkannya dari Ramadan.

“Pokoknya Indri minta Mas Danu tidak mencampuri urusan kami lagi. Romo dan ibu saja tidak melarang Indri berhubungan dengan Mas Ramadhan” (Munif, 2001:180).

(46)

tinggal di sini tidak apa-apa. Hanya saja dengan tinggal di sini apa tidak memalukan, In. Boleh saja kamu protes kepada Mas Danu. Tapi dengan lari dari rumah, yang susah justru bukan Mas Danu, tapi Romo dan Ibumu. Mereka juga akan menanggung malu. Ini menurutku lho, In” (Munif, 2001:200).

Konflik ini semakin memuncak ketika Danu memaksa Ramadan untuk menjauhi Indri. Akhirnya Indri pergi dari rumah sebagai protes kepada Danu.

“Danu jelas tidak bisa menerima kehadiran Ramadan di sisi indri Astuti, adik kandungnya. Sudah beberapa bulan ini, ia terus mengamati hubungan keduanya. Anak buahnya pun dikerahkan untuk memata-matai gerak Indri dan Ramadan dimanapun berada. Apalagi Suwito terus mengejarnya dengan pertanyaan: “Kapan ia bisa datang melamar?” (Munif, 2001: 171).

Segala cara dilakukan Danu untuk bisa memisahkan Indri dengan Ramadan. Danu berusaha mengeluarkan Ramadan dari kos dengan cara mendekati Pak Darman, pemilik kos Ramadan. Ternyata Pak Darman menolak kemauan Danu karena ia menganggap bahwa Danu adalah anak yang baik dan segala sesuatu yang dilakukan Ramadan masih sebatas norma-norma yang berlaku. Jadi tidak ada alas an bagi Pak Darman untuk mengeluarkan Ramadan dari tempat kosnya.

“Ramadan merasa terkejut ketika dari kamarnya terdengar sama-samar suara danu sedang berbicara denagan Pak darman, pemilik kosnya.” (Munif, 2001:177)

(47)

“Itu karena kamu tidak menuruti nasehatku. Berkali-kali aku sudah bilang, kamu itu calon istrinya Mas Wit, Raden Mas Suwito Laksono.” (Munif, 2001:179)

“Jadi saya minta dengan sangat Dik Ramadan melepaskan Indri. masalahnya bukan karena saya menolak anda. Bukan juga soal pribadi dan keluarga Dik Ramadan. Kami tidak pernah membeda-bedakan derajat.”

“… Kalau itu permintaan Mas Danu apa boleh buat. Tapi ingat Mas, aku tetap mencintainya.”

“Cinta tidak harus diakhiri dengan perkawinan Dik.” (Munif, 2001:197)

Demi menghindari masalah, Ramadan memilih untuk meninggalkan rumah kosnya tanpa sepengetahuan Indri.

“Kamu tidak boleh menghindari Indri terus menerus, Dan. Masalah ini hrus diselesaikan dengan baik. Apa salah Indri? kamu kejam, Dan!”

“Gilang, hatiku sendiri terluka! Aku sudah berjanji kepada Mas Danu. Itu masalahnya.” (Munif, 2001:202)

2.2.3 Klimaks

Peristiwa besar yang merupakan puncak kepedihan hati Rumanti adalah ketika Danu menikah dengan Norma. Ia harus dengan besar hati tetap menerima tamu. Gending Kebogiro yang berkumandang seketika itu juga menyayat hati Rumanti.

(48)

Peristiwa besar yang merupakan Klimaks dari pernikahan Danu dan Norma, yaitu ketika Norma berusaha membunuh suaminya dengan cara meracuni minuman suaminya. Ia melakukannya agar dapat segera bersatu dengan Daniel, kekasih gelapnya, seperti pada kutipan berikut.

“Ia yakin Danu sengaja diracun Norma setelah anak buahnya menemukan botol yang berisi racun cyanida, kertas yang berisi coretan-coretan tanda tangan Danu, serta kertas segel bermaterai yang berisi tastemen” (Munif, 2001:273-274).

Keluarga besar RM Sudarsono merasa kecewa dan malu dengan peristiwa tersebut. RM Sudarsono mensikapi hal tersebutt dengan bijaksana. Di dunia ini segala sesuatu bisa saja terjadi. Sebagai manusia kita harus bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang kita alami.

Peristiwa pembunuhan itu, bagi Danu merupakan pelajaran yang sangat besar. Danu harus bisa membedakan siapa yang benar-benar mencintai dan menyayanginya dengan tulus dan sebagai manusia harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan agar dapat berpikir lebih baik lagi.

“Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, Danu pulang ke rumah di jalan Kaliurang. Untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan, maka pada malam harinya di rumah Danu dipenuhi para tamu untuk mengadakan acara syukuran.” (Munif, 2001: 276)

“Ini pelajaran berharga bagi kalian semua. Selama ini kalian, terutama Danu, kurang madep mantep yakin kepada Gusti Allah. Kita semua jarang merenungkan

sangkan paraning dumadi.” (Munif, 2001: 277)

(49)

Betapa bahagianya Indri dan Ramadan, mereka bertemu kembali dan berjanji untuk tidak terpisahkan lagi. tidak ada yang sanggup mengalahkan kekuatan cinta mereka.

“Permisi, Mas.”

“Ramadan menurunkan Koran dari wajahnya. Indri sangat terkejut dan tidak menyangka lelaki yang berdiri menyandarkan tubuhnya di mobil adalah Ramadan. Ramadan tersenyum melihat Indri.”

“Hampir satu jam aku menunggu kamu, In.” (Munif, 2001:209)

“Mereka berdiaman beberapa lama. Ramadan dan Indri saling berpadangan….”

“Sekarang tidak ada lagi yang mampu memisahkan kita.”

“Sungguh, Mas.” (Munif, 2001:210)

Ibram dan Suwito tidak terima dengan penolakkan Indri. Hubungan Indri dan Ramadan selalu saja mendapat cobaan. Segala cara dilakukan untuk memisahkan merek berdua. Meskipun demikian, penganiayaan yang dialami Ramadan tidak mampu memisahkan mereka berdua, nyawanya terselamatkan. Dia merasa Tuhan masih sayng kepadanya. Indri dengan setia mendampingi Ramadan.

“Ramadan terkejut ketika sebuah mobil box berhenti persis di dapannya. Tiga orang keluar dari mobil dan langsung menyeret Ramadan begitu saja. Salah seorang dari lelaki itu dengan keras memukul tengkuknya tanpa sempat dihindarinya...” (Munif, 2001:294)

“Ramadan sadar dan mendapati dirinya berada disebuah kamar yang bercat putih. Seluruh tubuhnya dibalut kain putih….” (Munif, 2001:298)

(50)

Segala sesuatu pasti ada sebab akibat. Seperti yang dialami Rumanti dan Danu. Rumanti dengan setia dan sabar menunggu Danu menyadari kesalahannya. Siapa yang berbuat pasti akan menuai hasilnya. Ketidaksetiaan Danu terhadap Rumanti mengakibatkan dirinya hampir kehilangan nyawa. Dia baru menyadari hal yang paling berharga adalah istri dan anak-anaknya.

2.3 Latar

2.3.1 Latar Tempat

2.3.1.1 Villa di kawasan Kaliurang

Danu dan Rumanti bertempat tinggal di sebuah villa di kawasan Kaliurang milik keluarga Sudarsono. Tempat tinggal yang sangat nyaman untuk sebuah keluarga kecil dengan fasilitas kolam renang. Rumah itu menjadi tempat Rumanti mengabdi kepada suaminya, manut niturut apa yang dikatakan Danu.

“Dulu ia tidak pernah membayangkan punya suami seorang laki-laki seperti Danu, Raden Mas Danudirjo, sarjana ekonomi yang masih berdarah biru. Ia hanyalah anak penunggu villa di kawasan Kaliurang milik Raden Mas Sudarsono, ayah Raden Mas Danudirjo. Setiap akhir bulan mereka biasa istirahat tetirah di villa itu, dan Raden Mas Danu sering menggodanya.”

“…. Kini sudah tujuh belas tahun mereka menikah. Waktu tujuh belas tahun lewat tanpa kesulitan yang berarti. Sebab sebagai istri ia hanya manut miturut,

(51)

“Tanpa mempedulikan perintah Indri., Dani dan Ruri masih terus asyik bercanda. Rumanti muncul dari pintu samping mendekati kolam renang dan melambaikan tangan sebagai isyarat menyuruh Dani dan Rurui keluar dari kolam renang. Dani dan Ruri naik ke darat dan saling berkejaran menuju kamar mandi.” (Munif, 2001: 111)

Rumanti menghabiskan waktunya hanya di rumah untuk melayani suami dan kedua anak-anaknya, tetapi suaminya menikah lagi dengan perempuan yang dulu pernah meninggalkannya. Rumah itu menjadi tempat Rumanti menumpahkan kesedihannya. Dengan berada di rumah, ia bisa lebih memperhatikan kedua anaknya dan bisa menghapus kesedihannya.

“Pada saat yang bersamaan Rumanti diantar pulang oleh Pak Trimo, sopir keluarga, ke rumahnya di Jalan Kaliurang.begitu menderita dirinya sewaktu berpamitan pada Danu. Suaminya melepas dengandingin. Hanya mengangguk malas dan bergegas masuk ke kamar pengantin. Rumanti tidak bisa menipu dirinya sendiri bahwa hari itu ia sangat sedih.”

“…. Namanya dimadu, jelas sakit. Tapi Den Rumanti pasti punya obatnya.”

“Apa masih ada obatnya Pak Trimo?’

“…. Den Dani dan Den Ruri bisa jadi obat manjur. Kalau Den Rumanti mencurahkan semua perhatian kepada mereka, rasa sakit akan hilang dengan sendirinya.

“Ya Pak Trimo. Saat-saat seperti ini Dani dan Ruri sangat membutuhkan perhatian saya.” (Munif, 2001: 186)

2.3.1.2 Sebuah desa di wilayah Prambanan

(52)

orang tuanya di Prambanan untuk menceritakan kesedihan yang ia alami.

“…. Rumanti mengeluarkan mobil yang khusus dipakainya sendiri dari garasi. Dia telah memutuskan untuk mengadu kepada orang tuanya. Hanya dalam waktu setengah jam, ia sudah sampai di rumah orang tuanya di sebuah desa wilayah Prambanan. Suami istri Prawiro terkejut melihat kedatangan Rumanti dengan wajah yang tidak seperti biasanya.” (Munif, 2001: 102) 2.3.1.3 Ndalem Sudarsanan

Ndalem Sudarsanan adalah rumah milik RM Sudarsono, mertua Rumanti. Selain sebagai tempat tinggal, ndalem Sudarsanan memiliki sebuah pendopo. Pendopo tersebut biasanya digunakan untuk tempat perhelatan besar keluarga Sudarsono dan sanggar tari Jawa dan drama. Salah satu perhelatan yang diadakan adalah pernikahan kedua Danu dengan Norma. Meskipun sedih Rumanti tetap berbesar hati karena kerabat Sudarsanan banyak yang mendukungnya.

“Pokoknya tabah, mandep mantep marang Gusti Allah.

Nasib perempuan selalu seperti ini, walau memang tidak semuanya. Kamu harus menunjukkan kepasda semua orang bahwa kamu bukan perempuan biasa. Kamu perempuan Jawa yang kuat.”

“Inggih Bulik. Saya akan tabah.”

“Ayo keluar menemui para tamu. Tunjukkan kepada mereka kamu isteri Danu yang sesungguhnya.”

“Inggih Bulik.”

“Rumanti berdiri dan mengikuti RA Surtikanti keluar dari kamar. Terdengar dengan jelas suara gendin kebogiro ketika mereka memasuki pendopo.” (Munif, 2001: 183)

(53)

Dani sebagai anak sulung dari pernikahan Danu dan Rumanti merasa tidak senang dan sakit hati dengan ayahnya. Dani sangat menentang pernikahan ayahnya dengan Norma. Dani tidak terima ibunya tidak dimadu. Sakit hatinya itu ia luapkan dengan mendatangi ndalem Sudarsanan dengan menggunakan motor yang ia pinjam dari Ramadan.

“Sementara itu, Dani memacu motor di jalan raya menuju rumah eyangnya. Entah apa yang ada dalam perasaan remaja itu. Yang jelas mukanya merah padam seperti menahan kemarahan. Samapai di halaman ndalem Sudarsanan, Dani berputar-putar di halaman depan pendopo dan memutar gas keras-keras. Mesin motor menjerit-jerit. Tanpa peduli pada keadaan sekitarnya, dani terus berputar-putar di halaman itu sambil sesekali membunyikan klakson.” (Munif, 2001: 190)

2.3.1.4 Kampus Fakultas Sastra

Tempat ini sering muncul dalam novel PJ adalah kampus UGM, dan tepatnya di Fakultas Sastra sebab Indri adalah mahasiswi Sastra Perancis. Tempat ini juga merupakan tempat pertemuan antara Indri dan Ramadhan. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.

“Halaman kampus Fakultas Sastra itu cukup luas. Ada beberapa pohon cemara menjulang tinggi dengan pucuknya melambai-lambai ditiup angin. Tampak juga pohon-pohon flamboyan berbunga warna-warni. Di bawah pepohonan berjajar beberapa mobil diparkir. Seorang mahasiswi cantik, Raden Ayu Indri Asuti – biasa dipanggil Indri – turun dari mobil” (Munif, 2001:9).

(54)

serakah manusia. Lukisan alam yang bukan main indahnya. Gilang sedang memperhatikan gerombolan mahasiswa dan mahasiswi yang hilir mudik di boulevard” (Munif, 2001:11)

2.3.1.5 Bantaran Sungai Code

Bantaran sungai Code merupakan tempat tinggal kedua bagi Popi. Ia merasakan kehangatan sebuah keluarga. Keberadaan Popi di bantaran sungai Code sangat ditunggu-tunggu karena Popi dianggap sebagai bidadari kecil yang sering membantu mereka.

“Mereka sudah menganggap Popi sebagai bagian dari komunitas. Mereka rindu kalau lama Popi tidak berkunjung, bahkan ada yang menganggap Popi bidadari kecil yang kedatangannya selalu membawa berkah.” (Munif, 2001: 47)

“Daripada mendengarkan omelan dan batuk-batuk itu, Popi lebih suka tidur di salah satu gubug bantaran kali Code” (Munif, 2001:61).

“Popi menuruni tangga buatan menuju gubug-gubug itu. Komunitas bantaran kali Code itu sudah mengenal baik Popi, walau tidak tahu diri Popi sesungguhnya. Mereka sudah menganggap Popi sebagai bagian dari komunitas. Mereka rindu kalau lama Popi tidak berkunjung, bahkan ada yang menganggap Popi bidadari kecil yang kedatangannya selalu membawa berkah” (Munif, 2001:46).

Dari kutipan-kutipan di atas tampak bahwa bantaran sungai Code adalah tempat persinggahan yang disenangi Popi saat ia merasa suntuk

(55)

“Indri mengenal Popi sebulan lalu ketika bersama teman-temannya beranjangsana ke komunitas kali Code, untuk memberikan bantuan kepada mereka” (Munif, 2001:71).

2.3.1.6 Stasiun Tugu

Tempat lain yang menjadi pelarian Popi saat ia sedang suntuk adalah Stasiun Tugu yang tidak jauh dari bantaran sungai Code. Kutipan di bawah ini akan menunjukkannya dengan jelas.

“Popi tidak tahu dari mana Om Frans mengetahui keberadaannya di Stasiun Tugu. Kemungkinan ia sudah menguntitnya sejak tadi” (Munif, 2001:36).

2.3.1.7 Jalan Malioboro

Kutipan di bawah ini menunjukkan Malioboro, sebuah jalan di pusat kota Yogyakarta yang penuh dengan toko-toko, mall dan pedagang kaki lima yang menjual cinderamata khas Yogyakarta.

“Mereka menelusuri Malioboro dengan gairah yang sama seperti beberapa tahun lalu ketika pacaran” (Munif, 2001:29).

“Danu dan Norma menapaktilasi keindahan masa lalunya bersama di Malioboro yang sudah banyak berubah. Mall sudah berdiri dan pedagang kaki lima menyesaki trotoar jalan bagian barat, walaupun patung Panglima Besar Jenderal Soedirman masih berdiri tegak di depan gedung DPRD DIY” (Munif, 2001:30).

2.3.1.8 Parangtritis

(56)

perselingkuhannya dengan Daniel, lagipula ia menyukai pemandangan laut.

“Sampai di depan kantor pos besar, Norma membelokkan mobil ke timur memasuki jalan Senopati, lalu berbelok ke selatan melewati jalan Gondomanan menuju arah Pantai Parangtritis.

“Kita mau kemana?”

“Bagaimana kalau kita ke Parangtritis saja? Aku suka melihat laut” (Munif, 2001:235).

“Mereka menuju hotel terbaik di Parangtritis. Setelah istirahat sebentar di kamar, mereka berjalan-jalan di pasir pantai. Daniel merasa beruntung, dari Norma selain kemesraan yang didapat sekaligus juga uang” (Munif, 2001:237).

Dari hasil analisis latar tempat di atas dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat yang paling dominan adalah villa di kawasan Kaliurang, halaman Fakultas sastra, ndalem Sudarsanan, sungai Code dan jalan Malioboro. Tempat-tempat tersebut menunjukkan bahwa penulis hanya memfokuskan kepada keempat tokoh, yaitu Rumanti, Indri, Popi dan Norma.

2.3.2 Latar Waktu

(57)

“Keduanya tersentak saat rombongan mahasiswa datang dari beberapa arah. Rombongan semakin banyak dan cepat memenuhi boulevard. Mereka datang dengan bis, truk, sepeda motor , bahkan ada yang berjalan kaki. Mereka menggelar spanduk, plakat dan poster. Mereka menuntut Amerika agar lebih adil dalam melihat permasalahan Timur Tengah” (Munif, 2001:12).

”Dulu, keramaian di Yogya belum merata seperti sekarang. Jadi, Malioboro menjadi pusat kota. Beberapa tahun lalu sepanjang tepi timur Malioboro masih dirindangi pohon-pohon asam yang besar” (Munif, 2001:245).

2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial yang mewarnai novel PJ adalah budaya Jawa yang sangat kental. Kaum bangsawan yang diwakili keluarga Sudarsanan ini-pun sudah mengalami pergeseran budaya mengikuti arus zaman yang semakin maju. Di sisi lain kehidupan kota Yogyakarta yang melarat dan kehidupan dunia malam dan kriminalitas diwakili oleh Popi dan teman-temannya di bantaran sungai Code. Kutipan di bawah ini dapat menjelaskan tentang keningratan keluarga Sudarsono dan kondisi ekonominya yang mapan. Modernitas dan budaya leluhur sudah berbaur dalam keluarga ini.

“Ayahnya berjiwa sosial dan tidak pernah menunjukkan -apalagi menonjolkan -bahwa dirinya masih berdarah biru. Atas dasar itulah, ayahnya menikahkan RM Danu dengan Rumanti yang berasal dari keluarga kebanyakan” (Munif, 2001:18).

(58)

“Pernah RM Danu menyarankan kepada Indri agar tidak mengajak Popi. Menurut Danu, Popi tidak pantas ikut latihan tari di ndalem Sudarsanan. Perek, sebutan perempuan eksperimen bagi wanita muda melacurkan diri, semacam dia tidak layak naik ke pendopo yang terhormat” (Munif, 2001:71).

Sifat dan perilaku Indri sangat berbeda dengan Danu. Di dalam diri Indri tertanam sifat yang selalu positif. Segala sesuatu tidak hanya dipandang dari segi negatifnya saja melainakan harus di lihat dari sebab akibatnya. Bagi Indri status sosial tidak terlalu berpengaruh di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat yang terpenting adalah kebaikan kita terhadap sesama.

“Sebab Indri yakin, setiap orang bisa berubah. Perek pun bisa berubah menjadi baik. Indri berpikir, jika Popi mendapat didikan yang baik sejak awal, hidupnya tidak akan amburadul seperti itu.” (Munif, 2001: 71-72) “Mas, kembali kepada pembicaraan kaya dan miskin tadi. Orang bilang saya kaya. Mungkin orang tuaku kaya, itu saya akui. Tapi aku sendiri punya apa sih? Mobil ini milik ayahku….” (Munif, 2001: 213)

Kehidupan masyarakat Yogyakarta yang terpinggirkan tampak pada kehidupan Popi dan teman-temannya di bantaran sungai Code. Mereka melakukan pekerjaan apa saja asal dapat bertahan hidup dan tinggal di gubug-gubug reyot di pinggir sungai Code. Namun demikian kemiskinan justru memperat tali persaudaraan mereka dan itulah yang membuat Popi betah berada di antara mereka.

(59)

sampah masyarakat. Barangkali karena Popi mendapatkan keakraban, kehangatan, persahabatan, solidaritas yang tidak dapat ditemui di rumah” (Munif, 2001:49).

(60)

BAB III

ANALISIS CITRA PEREMPUAN NOVEL PEREMPUAN JOGJA

Setelah novel perempuan jogja (PJ) dianalisis secara struktural dalam bab II, maka hasil analisis tersebut selanjutnya akan digunakan untuk membantu dalam menganalisis citra perempuan tokoh Rumanti, Indri, Popi, dan Norma. Analisis yang dimaksud dalam hal ini adalah semua gambaran spiritual dan tingkah laku keseharian tokoh-tokoh tersebut. Pembahasan mengenai citra perempuan tokoh ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu citra diri perempuan yang beraspek fisik dan psikis dan citra sosial perempuan yang beraspek keluarga dan masyarakat. Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis citra perempuan tokoh Rumanti, Indri, Popi, dan Norma dalam novel PJ.

3.1 Citra Diri Perempuan

(61)

akan dipaparkan citra diri perempuan tokoh Rumanti, Indri, Popi, dan Norma dalam aspek fisik dan psikis.

3.1.1 Citra Diri Wanita dalam Aspek Fisik

Citra diri wanita tokoh Rumanti, Indri, Popi, dan Norma dalam aspek fisik merupakan hal yang akan dikaji dalam subbab ini.

3.1.1.1 Tokoh Rumanti

Keadaan fisik tokoh Rumanti dapat mendukung kejelasan identitas citra diri perempuan itu. Berikut ini akan dipaparkan bagaimana keadaan aspek fisik tokoh Rumanti. Tokoh Rumanti merupakan tokoh utama yang mendukung alur cerita dari Perempuan Jogja. Secara fisik tokoh Rumanti digambarkan sebagai perempuan Jawa yang cantik. Rumanti hanya gadis biasa tetapi memiliki kecantikan seorang gadis bangsawan atau bidadari, hal ini dapat ditunjukkan pada kutipan dibawah ini.

“Mbak Rum adalah cerminan keduanya. Kecantikan perempuan dan keindahan bunga yang sedang mekar. Lihatlah, sungguh luar biasa. Campuran antara karakteristik agraris dan metropolis klasik tapi juga modern” (Munif, 2001:4).

“Apalagi Rum sendiri memang cantik, bagaikan bunga mekar di antara rumput-rumput yang hijau.” (Munif, 2001: 8)

Kecantikan yang dimiliki Rumanti mengundang lelaki untuk mengaguminya. Hal itu dapat ditunjukkan pada kutipan-kutipan berikut ini.

(62)

beberapa kali jepretan, Ramadan mencopot telelensa dari ujung lensa lalu meletakkan kamera itu di atas meja. Kembali dipandangnya wajah Rumanti dengan penuh kekaguman...” (Munif, 2001:3).

“...perpaduan antara keindahan alam dengan kecantikan perempuan. Ramadhan memperhatikan Rumanti yang mengitari kolam renang di taman kecil. Setiap gerakan Rumanti tampak sangat artistik dan menawan di mata Ramadhan” (Munif, 2001:1)

Selain kecantikan yang dimiliki Rumanti, dia juga digambarkan sebagai wanita yang dewasa hal ini terlihat dengan tokoh Rumanti digambarkan sudah menikah dan memiliki dua anak yang sudah beranjak remaja.

“…. Kini sudah tujuh belas tahun mereka menikah. Waktu tujuh belas tahun lewat tanpa kesulitan yang berarti. Sebab sebagai istri ia hanya manut miturut,

tunduk dan patuh. Apa yang dikatakan Danu baginya adalah yang terbaik. Sekalipun kadang terbesit perasaan, sesungguhnya Danu kurang memperlakukan dirinya sebagai isteri secara penuh.” (Munif, 2001: 8) “…. Den Dani dan Den Ruri bisa jadi obat manjur. Kalau Den Rumanti mencurahkan semua perhatian kepada mereka, rasa sakit akan hilang dengan sendirinya.

“Ya Pak Trimo. Saat-saat seperti ini Dani dan Ruri sangat membutuhkan perhatian saya.” (Munif, 2001: 186)

Referensi

Dokumen terkait

seorang perempuan Indonesia seperti Sri, pada zamannya yg digambarkan Nh.Dini. Penelitian ini berupaya memaparkan serta menggambarkan wujud citra tokoh perempuan dalam novel

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana penggambaran tokoh perempuan dalam novel Anteping Tekad (2) bagaimana citra perempuan dalam novel

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah ketidaksetaraan gender dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif dengan tinjauan sastra feminis.. Data

Dalam novel Merantau ke Deli, sosok perempuan Jawa benar-benar mampu digambarkan sesuai dengan sembilan karakterisktik wanita Jawa pada umumnya yang

perempuan dalam cerpen Mata yang Menyiksa terdapat citra perempuan secara psikis perempuan yang digambarkan dalam cerpen tersebut adalah perempuan yang tidak

Peneliti dapat melihat bahwa citra fisik wanita yang terdapat pada novel Asih adalah Dalam kehidupannya tokoh Kasih tidak digambarkan sebagai perempuan cantik. Namun, aspek

ketidakadilan gender pada tokoh perempuan, yang ada dalam novel “Kupu-kupu Malam” karya Achmad Munif. Dalam novel ini terdapat pembatasan hak perempuan oleh laki-laki,

Penelitian ini akan menganalisis mengenai ketidaksetaraan gender terhadap tokoh wanita dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif dengan menggunakan tinjauan