• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RISIKO, SPIRITUALITAS DAN KECEMASAN MENGHADAPI RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG PADA CALON PRAMUGARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RISIKO, SPIRITUALITAS DAN KECEMASAN MENGHADAPI RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG PADA CALON PRAMUGARI"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Inneke Kusuma Dewi

NIM : 049114078

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Inneke Kusuma Dewi

NIM : 049114078

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

Karya sederhana ini ku persembahkan untuk yang tercinta :

(6)

Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan,

kerjakanlah itu sekuat tenaga...

(Pengkhotbah 9 : 10a)

Kita dapat melakukan segala sesuatu bukan karena kemampuan kita,

tetapi karena kesanggupan Tuhan di dalam kita.

Jangan pernah merasa tidak mampu,

(7)
(8)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi risiko, dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang serta untuk mengetahui peran spiritualitas sebagai moderator pada hubungan keduanya. Penelitian dilakukan pada 81 calon pramugari dari Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD), International Institute Aviation and Management (IIAM) dan P3 Nusantara di Yogyakarta.

Penghitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tehnik Alpha Cronbach. Reliabilitas skala persepsi risiko adalah 0,906, reliabilitas skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang adalah 0,937 dan reliabilitas skala spiritulitas adalah 0,828. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Regresi.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang (p = 0,037 ; p < 0,05) serta spiritualitas tidak memoderasi hubungan antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang (p = 0,119 ; p > 0,05).

(9)

The aim of this research was to find out whether there is a correlation between risk perception and the anxiety facing the accident of airplane and to find out spirituality’s role as a moderator between them. This research had been done with eight-one subjects who were stewardess candidates from Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD), International Institute Aviation and Management (IIAM) and P3 Nusantara in Yogyakarta.

Reliability coefficient test was taken using Alpha Cronbach. Scale of risk perception’s reliability was 0.906, scale of anxiety facing the accident of airplane’s reliability was 0.937 and scale of spirituality’s reliability was 0.828. Data analysis was taken using Regression.

Research analysis showed that there is a significant positive correlation between risk perception and anxiety facing accident of airplane (p = 0.037; p < 0.05) and spirituality is not the moderator of positive correlation between risk perception and the anxiety facing the accident of airplane (p = 0.119; p > 0.05).

(10)
(11)

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Persepsi Risiko, Spiritualitas dan Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi, Program Studi Psikologi.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Jesus Christ, My everything...My life is nothing without You!!!

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang begitu sabar membimbing, membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. A. Priyono Marwan, SJ., selaku Dosen Penguji I.

(12)

atas semua bantuannya selama ini.

8. My husband, Agus Kurniawan... God grant me a blessing by giving u as my soulmate. U’re my spirit, my inspiration, my happiness…Thanks for ur loving and caring. I love u!!!

9. Papi Bambang Haryoto & Mami Suzanne D.S. serta Papi Indriyanto & Mami Lani Widiastuti. Terima kasih atas cinta, ketulusan, doa, dukungan dan pengorbanan kalian. Terima kasih juga telah memberikan waktu untuk menyelesaikan proses yang panjang ini. Semoga karya sederhana ini bisa membuat papi dan mami bangga.

10. Almarhumah Oma Ayub Somawihardja.. Walaupun oma sudah kembali ke rumah Tuhan, Inne akan selalu mengingat semua nasehat-nasehat oma. 11. My brothers and my sisters... Ina Kristiani, Kuntjoro Setiabudi, Dicky

Haryoto, Agus Trianto dan Angela Octaviani. Thanks for every single thing. 12. Theodora Kristina, my little Angel. Tawa, keceriaan dan kepolosanmu

(13)

of my life..

14. Mietha... You’ve been such a wonderful sister and best friend to me. Makasih untuk setiap hal yang telah kita lakukan bersama dan yang telah kamu lakukan buat aku. Semangat, Mieth!!! Do your best and God will do the rest..

15. Ibu Sri Indaryati selaku Direktur P3 Nusantara, Bapak Gunawan selaku Waka I STTKD, Bapak Ari Wibowo selaku Manajer Operasional Bina Avia Persada dan Ibu Lilik selaku Manajer Operasional IIAM. Terima kasih atas ijin dan bantuannya selama peneliti mengambil data. Serta semua responden yang telah memberikan waktu dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

16. Sahabat-sahabatku, KKN ‘Kuliner’ Pinggir..Imbing, Piglet, Dek Ayou, Kebaw, Beserwati, Poh, Pakle dan Angga. Terlalu banyak kenangan bersama kalian. Ayo jaga persahabatan kita!

Bapak & Ibu Dukuh serta Ipan, terima kasih telah menerima kami sebagai keluarga kalian.

(14)

teman atau kenalan yang telah banyak membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis

(15)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR SKEMA ... xxi

DAFTAR GRAFIK ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

(16)

2. Jenis-jenis Risiko ... 9

3. Pengertian Persepsi Risiko ... 10

4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Risiko ... 11

B. Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang ... 13

1. Pesawat Terbang ... 13

2. Kecelakaan Pesawat Terbang... 13

3. Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang ... 15

C. Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang ... 17

1. Pengertian Kecemasan ... 17

2. Aspek-aspek Kecemasan ... 19

3. Jenis-jenis Kecemasan ... 21

D. Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari ... 23

1. Calon Pramugari ... 23

2. Pengertian Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari .... 25

(17)

F. Spiritualitas ... 30

1. Pengertian Spiritualitas ... 30

2. Aspek-aspek Spiritualitas ... 32

3. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kematangan Spiritualitas ... 33

G. Peran Kematangan Spiritualitas sebagai Moderator Terhadap Hubungan Antara Persepsi Risiko dan Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari... 34

H. Hipotesis... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Variabel Penelitian ... 38

C. Definisi Operasional ... 39

1. Persepsi Risiko ... 39

2. Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang ... 39

(18)

2. Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan

Pesawat Terbang ... 45

3. Skala Spiritualitas ... 48

F. Pertanggungjawaban Mutu ... 52

1. Validitas ... 52

2. Seleksi Item ... 53

3. Reliabilitas ... 57

G. Metode Analisis Data ... 58

H. Pelaksanaan Penelitian ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Hasil penelitian ... 61

1. Uji Asumsi Penelitian ... 61

2. Uji Hipotesis ... 63

B. Pembahasan ... 65

1. Pembahasan Pengujian Hipotesis Pertama ... 65

2. Pembahasan Pengujian Hipotesis Kedua ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Keterbatasan Penelitian ... 68

(19)
(20)

Tabel 1. Deskripsi Subyek ... 42

Tabel 2. Blue Print skala persepsi risiko ... 44

Tabel 3. Skor dari setiap respon dalam skala persepsi risiko ... 45

Tabel 4. Blue Print skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari sebelum seleksi ... 46

Tabel 5. Distribusi item skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari sebelum seleksi ... 47

Tabel 6. Skor dari setiap respon pada pernyataan favorabel dan unfavorabel dalam skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang... 48

Tabel 7. Blue print skala spiritualitas sebelum seleksi ... 49

Tabel 8. Distribusi item skala spiritualitas sebelum seleksi... 50

Tabel 9. Skor pernyataan dalam skala spiritualitas ... 51

Tabel 10. Blue Print skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari setelah seleksi ... 55

Tabel 11. Distribusi item skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari setelah seleksi ... 55

Tabel 12. Blue print skala spiritualitas setelah seleksi ... 56

(21)
(22)

Skema 1. Hubungan antara Persepsi Risiko dan Kecemasan

Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon

(23)

Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang ... 128 Grafik 2. Uji Linearitas Skala Persepsi Risiko X Skala Kecemasan

Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang dan

(24)

Lampiran A. Skala Persepsi Risiko, Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang dan Skala Spiritualitas sebelum seleksi ... 76 Lampiran B. Skor Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan

Pesawat Terbang sebelum seleksi ... 92 Skor Skala Persepsi Risiko sebelum seleksi ... 95 Skor Skala Spiritualitas sebelum seleksi ... 96 Lampiran C. Skala Persepsi Risiko, Skala Kecemasan Menghadapi Risiko

Kecelakaan Pesawat Terbang dan Skala Spiritualitas setelah seleksi ... 97 Lampiran D. Skor Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan

Pesawat Terbang setelah seleksi ... 112 Skor Skala Persepsi Risiko setelah seleksi ... 116 Skor Skala Spiritualitas setelah seleksi ... 118 Lampiran E. Alpha Cronbach Skala Kecemasan Menghadapi Risiko

Kecelakaan Pesawat Terbang sebelum seleksi ... 121 Alpha Cronbach Persepsi Risiko sebelum seleksi ... 122 Alpha Cronbach Skala Spiritualitas sebelum seleksi ... 122 Alpha Cronbach Skala Kecemasan Menghadapi Risiko

(25)

Reliabilitas Skala Persepsi Risiko... 125 Reliabilitas Skala Spiritualitas ... 125 Lampiran F. Uji Normalitas Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan

(26)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fenomena kecelakaan pesawat terbang merupakan fenomena yang telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat (Kedaulatan Rakyat, 2007). Rata-rata tingkat kecelakaan pesawat di seluruh dunia sekitar 1,5 tiap satu juta penerbangan. Di beberapa bagian dunia menunjukkan variasi tingkat kecelakaan yang signifikan. Di Amerika Utara sebesar 0,5 dan negara-negara maju lain kira-kira hampir sama. Untuk negara-negara dunia ketiga, rata-rata tingkat kecelakaan pesawatnya masih tinggi, misalnya Amerika Latin 5,7, Afrika 13, Asia Tenggara 3,8 dan China 2,6. Sekitar sepertiga dari total orang yang meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat terjadi pada penerbangan yang dioperasikan oleh airline di Asia. Indonesia menempati urutan pertama dari jumlah terjadinya kecelakaan, dan berdasar data sejak tahun 1960, telah menewaskan lebih dari 1300 orang. Di Indonesia, dari tahun 1960 sampai 2005, rata-rata terjadi sekitar satu kali kecelakaan fatal dalam setiap 9 bulan (Susatyo, dalam http://www.kagama-mm.com).

(27)

terpeleset di landasan (Mandala pada tahun 2005), hilangnya pesawat (Adam Air pada tahun 2007), mengalami keretakan (Adam Air pada tahun 2007) dan meledak (Garuda Indonesia pada tahun 2007) (Budi & Cessnasari dalam Suara Merdeka, 2005).

Menurut FKPI (Federasi Keselamatan Penerbangan Internasional), penyebab kecelakaan penerbangan ada tiga, yaitu faktor cuaca (13,2%), armada (pesawat terbang) yang digunakan (27,1%), dan manusia (66,7%). Pendapat serupa diungkapkan oleh Bachnas (dalam Kedaulatan Rakyat, 2007) yang mengungkapkan bahwa kecelakaan pesawat terbang diakibatkan oleh faktor alat angkut, sarana dan prasana, cuaca dan kesalahan manusia.

Faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang tersebut memberikan gambaran tentang risiko kecelakaan pesawat terbang. Budi & Cessnasari Pusdok (dalam Suara Merdeka, 2005) mengungkapkan bahwa risiko kecelakaan pesawat terbang selalu terkait dengan faktor manusia, perilaku dan lingkungan. Risiko yang diakibatkan oleh manusia (person) menjadi penting. Berdasarkan penelitian, lebih dari 60 persen kecelakaan pesawat di dunia terjadi akibat faktor manusia (Budi & Cessnasari dalam Suara Merdeka, 2005).

(28)

seperti menyediakan makanan dan minuman di pesawat, memenuhi kebutuhan para penumpang, meminta penumpang memasang sabuk pengaman, atau meminta mereka mengikuti prosedur keamanan pesawat (Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, 2001).

(29)

Seorang pramugari harus terlebih dahulu menjalani pelatihan sebagai awak penerbangan sebelum menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pada saat menjalani proses pelatihan tersebut, pramugari belum menjalankan profesi mereka sesungguhnya. Oleh karena itu, mereka masih disebut sebagai calon pramugari. Calon pramugari akan dipersiapkan untuk menjadi seorang pramugari yang profesional. Mereka akan diberikan pelatihan yang terdiri dari teori dan praktek. Pelatihan-pelatihan tersebut antara lain pengenalan jenis-jenis makanan dan minuman yang disediakan selama penerbangan dan bagaimana menyajikannya dengan ramah, latihan menghadapi penumpang yang memiliki berbagai macam karakter serta latihan evakuasi penumpang, baik di darat maupun di laut bila terjadi kecelakaan. Setelah menempuh proses pelatihan, calon pramugari akan bekerja pada sebuah maskapai penerbangan dan menjadi pramugari tetap (Suwarno, 2001).

(30)

Persepsi terhadap risiko kecelakaan pesawat terbang diartikan sebagai suatu penilaian terhadap adanya bahaya dari kecelakaan pesawat yang dapat mengancam keamanan individu (Johnston, 2000). Persepsi risiko ini erat kaitannya dengan kondisi internal dan eksternal masing-masing individu. Kondisi internal berkaitan dengan pengalaman, perasaan, motivasi dan pengetahuan tentang risiko. Kondisi eksternal berkaitan dengan bagaimana lingkungan berpotensi memiliki risiko.

Individu, khususnya calon pramugari, yang memikirkan risiko kecelakaan pesawat yang mungkin terjadi selama penerbangan akan merasa tertekan (Reisinger & Mavondo, 2005). Risiko tersebut berpotensi menimbulkan kecemasan pada calon pramugari. Hal ini sejalan dengan Johnston (1971 dalam Widyastuti, 2005), yang mengungkapkan bahwa adanya ancaman, hambatan atau perasaan tertekan dari situasi yang tidak diinginkan dapat menimbulkan kecemasan.

(31)

menghadapi kematian yang dapat terjadi tanpa diduga adalah dengan meningkatkan spiritualitas.

Spiritualitas adalah pengalaman individu yang bersifat pribadi dalam hubungannya dengan kekuatan tertinggi (Sasmita, 2006). Spiritualitas juga merupakan kepercayaan bahwa kekuatan tertinggi mempengaruhi peristiwa-peristiwa dalam hidup (McNally, 2004). Individu yang matang secara spiritual diharapkan dapat mengendalikan diri sehingga akan lebih siap menghadapi risiko apapun dalam hidupnya (Hick, dalam http. //www.scribd). Dengan demikian, walaupun individu memiliki persepsi yang tinggi terhadap kemungkinan mengalami kecelakaan pesawat terbang namun memiliki spiritualitas yang tinggi, maka kecemasannya diharapkan rendah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat apakah persepsi risiko memiliki hubungan dengan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah spiritualitas dapat menjadi moderator dalam hubungan antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari.

A. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah :

(32)

2. Apakah spiritualitas berperan sebagai moderator terhadap persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari?

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui hubungan antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari. 2. Mengetahui peran spiritualitas sebagai moderator dalam hubungan

antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari.

C. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Kepribadian dan Kesehatan Mental tentang hubungan antara persepsi risiko dan kecemasan calon pramugari dalam menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang.

2. Manfaat Praktis

(33)

Tinjauan pustaka ini akan menyajikan ubahan penelitan, subyek penelitian serta hubungan antara ubahan penelitian pada subyek penelitian. Ubahan penelitian ini adalah persepsi risiko, kecemasan menghadapi kecelakaan pesawat terbang dan spiritualitas. Subyek penelitian adalah calon pramugari.

A. PERSEPSI RISIKO 1. Pengertian Risiko

Slovic (2002) mengungkapkan risiko sebagai suatu bahaya, kemungkinan, konsekuensi dan ancaman. Risiko berkaitan dengan kemungkinan suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan.

Risiko diasosiasikan dengan adanya kemungkinan kehilangan, baik pada masa kini maupun masa yang akan datang (Wikipedia, 2001). Risiko mengindindikasikan adanya bahaya, kecelakaan atau perubahan yang tidak menyenangkan (Macquarie, 1999 dalam Reisinger & Mavondo, 2005).

(34)

kemungkinan kehilangan atau kerugian yang dapat terjadi selama periode waktu tertentu.

2. Jenis-jenis Risiko

Menurut Darmawi, dkk (2000), risiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain :

a. Menurut sifatnya

1). Risiko Murni (risiko yang tidak disengaja)

Merupakan risiko yang apabila terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disegaja, misalnya kebakaran, bencana alam atau pencurian.

2). Risiko Spekulatif (risiko yang disengaja)

Merupakan risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan agar memberikan keuntungan, misalnya risiko produksi atau risiko moneter (kurs valuta asing).

3). Risiko Fundamental

Merupakan risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita banyak orang, misalnya kebakaran atau bencana alam.

4). Risiko Khusus

(35)

5). Risiko Dinamis

Merupakan risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, misanya risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut Risiko Statis, seperti risiko hari tua atau risiko kematian.

b. Menurut sumber atau penyebab timbulnya 1). Risiko Intern

Merupakan risiko yang berasal dari dalam, misalnya kebakaran yang berasal dari rumah si tertanggung sendiri. 2). Risiko Ekstern

Merupakan risiko yang berasal dari luar, misalnya bencana alam, pencurian atau perampokan.

3. Pengertian Persepsi Risiko

(36)

oleh seseorang, akan tetapi tidak demikian pada orang lain (Foust, 2006). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Aiken et.al (2001 dalam Kershaw, et.al, 2003), bahwa perbedaan persepsi risiko bagi tiap individu dipengaruhi oleh faktor kognitif dan situasi.

Persepsi risiko dibedakan menjadi tinggi, sedang dan rendah (Kershaw, et.al, 2003). Persepsi risiko yang tinggi berarti individu mempersepsikan dirinya pada situasi yang berisiko. Sebaliknya, persepsi risiko yang rendah menandakan bahwa individu mempersepsikan dirinya pada situasi yang tidak berisiko.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi risiko merupakan penilaian individu terhadap bahaya yang dapat mengancam dirinya. Persepsi risiko bersifat subyektif, yang artinya tergantung oleh masing-masing individu. Setiap individu akan mempersepsikan risiko dalam level tinggi, sedang dan rendah.

4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Risiko

(37)

a. Faktor internal

Faktor ini berkaitan dengan apa yang ada dalam diri individu yang dapat mempengaruhi ketika melakukan persepsi terhadap risiko. Keadaan tersebut datang dari dua sumber, yaitu berkaitan dengan fisiologis dan psikologis. Apabila sistem fisiologisnya terganggu, maka individu akan mengalami hambatan dalam melakukan persepsi. Sedangkan segi psikologis berkaitan dengan pengalaman, perasaan serta motivasi. Selain itu, kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang risiko, juga dapat mempengaruhi individu. Individu yang kurang memiliki pengetahuan tentang risiko cenderung akan memiliki persepsi risiko yang tinggi. Sebaliknya, individu yang cukup memiliki pengetahuan tentang risiko cenderung akan memiliki persepsi risiko yang rendah.

b. Faktor eksternal

(38)

B. RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG 1. Pesawat Terbang

Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di udara. Pesawat terbang terdiri dari pesawat terbang yang lebih berat dari udara dan yang lebih ringan dari udara. Pesawat terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Orville Wright dan Wilbur Wright (Wright bersaudara) dengan menggunakan pesawat rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat (Wikipedia, 2001).

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin. Yang termasuk dalam kategori ini adalah helikopter, girokopter dan pesawat bersayap tetap. Pesawat jenis ini umumnya menggunakan mesin pembakaran yang berupa mesin piston, mesin turbin atau glider. Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat. Yang termasuk dalam kategori ini adalah balon dan kapal udara. Pesawat jenis ini umumnya menggunakan gas seperti helium, hidrogen atau udara panas.

2. Kecelakaan Pesawat Terbang

(39)

tersebut terjadi karena kegagalan fungsi mesin, misalnya kerusakan pada komponen mesin itu sendiri, kerusakan pada daerah di dekat mesin yang berimbas pada mesin, kebocoran dan terbakarnya tanki bahan bakar, kerusakan sistem kontrol pesawat atau kesalahan manusia (Indartono, dalam http://www.beritaiptek.com). Selain itu, kecelakaan pesawat juga dapat terjadi selama cruise (terbang jelajah) dan pada saat menanjak atau menurun (Yudhanto, dalam http://www.halamansatu.net).

Menurut FKPI (Federasi Keselamatan Penerbangan Internasional), penyebab kecelakaan penerbangan ada tiga, yaitu faktor cuaca (13,2%), pesawat terbang yang digunakan (27,1%), dan manusia (66,7%). Pendapat serupa diungkapkan oleh Bachnas (dalam Kedaulatan Rakyat, 2007) yang mengungkapkan bahwa kecelakaan pesawat terbang diakibatkan oleh faktor alat angkut, sarana dan prasana, cuaca dan kesalahan manusia. Yudhanto (dalam http://www.halamansatu.net) menyebutkan bahwa kecelakaan pesawat disebabkan oleh kesalahan pilot (37%), hilang (33%), kegagalan mekanik (13%), cuaca (7%), sabotase (5%), kesalahan manusia lainnya (4%) dan sebab lain (1%).

(40)

disebabkan oleh keadaan mesin, bahan bakar pesawat dan usia pesawat. Faktor manusia lebih disebabkan oleh kondisi penerbang secara jasmani dan rohani. Faktor lainnya berkaitan dengan kondisi bandar udara, peraturan dan kebijakan penerbangan, misi dan tujuan penerbangan, manajemen personal, moneter dari perusahaan penerbangan atau jumlah muatan selama penerbangan.

3. Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

Risiko kecelakaan pesawat terbang merupakan bahaya atau kecelakaan yang mungkin terjadi selama penerbangan (Setiawan, dalam Pikiran Rakyat, 2004). Menurut Setiawan (dalam http://syawf.wordpress.com), risiko kecelakaan pesawat yang terjadi adalah :

a. Meledak di udara

Pesawat terbang yang meledak di udara tidak hanya disebabkan oleh bom. Namun, dapat disebabkan oleh percikan api yang mengakibatkan meledaknya tangki bahan bakar.

b. Terbelah di udara

(41)

c. Semua mesin mati

Pesawat terbang didesain dengan dua mesin sehingga tetap mampu terbang meskipun salah satu mesinnya mati. Apabila kedua mesin mati, pesawat masih akan mampu terbang melayang dengan terkendali sampai jarak tertentu. Namun, sistem kendali terbang akan terganggu apabila sistem hidroliknya terganggu. d. Mesin jatuh di udara

Kerusakan mesin di bagian pesawat dapat mengakibatkan terlepasnya mesin tersebut. Akibatnya, pesawat akan kehilangan kendali.

e. Malfungsi sistem pesawat

Kondisi ini dapat terjadi karena sistem dalam pesawat tidak berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya alat pengatur tekanan udara yang macet dapat menyebabkan semua penumpang kekurangan udara.

f. Tabrakan di udara

Tabarakan di udara antara dua pesawat disebabkan karena pesawat tidak dilengkapi sistem peringatan pencegah tabarakan. g. Akibat “jetstream” (tiupan angin kencang) atau turbulensi

(42)

Wahyu (dalam Suara Merdeka, 2004) menyebutkan bahwa tergelincir juga dapat mengakibatkan kecelakaan pesawat terbang. Pesawat terbang tergelincir karena bagian mesin pesawat yang digunakan untuk menahan laju pesawat tidak dapat berfungsi dengan baik.

C. KECEMASAN MENGHADAPI RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik (Trismiati, 2004).

Kecemasan sering diidentifikasikan sama dengan ketakutan. Namun menurut Wignyosoebroto (Trismiati, 2004), ada perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan. Pada ketakutan, sumber penyebabnya selalu bersifat nyata, sedangkan pada kecemasan sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk dengan jelas, tegas dan tepat. Mischel (1981) juga mengemukakan bahwa pada kecemasan bahayanya bersifat kabur dan terkadang irasional, misalnya ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi atau adanya perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran.

(43)

somatik dari ketegangan dimana individu akan mengantisipasi bahaya, malapetaka atau kemalangan di masa yang akan datang. Pendapat serupa diungkapkan oleh Hurlock (Dwita & Natalia, 2002) yang menyatakan bahwa kecemasan adalah pikiran tentang keadaan yang tidak menyenangkan di masa yang akan datang.

Kecemasan adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika individu mengalami tekanan-tekanan atau ketegangan seperti frustasi atau konflik batin (Prasetyono, 2007). Kecemasan merupakan pengalaman yang menyakitkan sehingga seseorang akan berusaha menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kecemasan. Seseorang akan berdalih atau membohongi diri sendiri dan orang lain untuk menghindari kecemasan (Osborne, 2001).

Johnston (1971, dalam Widyastuti, 2005) menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi terhadap adanya ancaman, hambatan atau perasaan tertekan yang diakibatkan oleh situasi yang tidak diinginkan Kecemasan juga merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (Daradjat, 1996).

(44)

diri, merasa tidak mampu, rendah diri, tidak sanggup menyelesaikan masalah serta perasaan-perasaan lain yang tidak menyenangkan. Pendapat yang serupa juga diuraikan oleh White & Watt (dalam Mu’arifah, 2005) bahwa kecemasan akan mendatangkan gangguan bagi yang mengalaminya. Gangguan tersebut disebabkan oleh perasaan-perasaan subyektif dalam diri individu seperti ketegangan dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka konsep pengertian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecemasan merupakan pengalaman emosi yang menyakitkan. Individu akan mengalami kecemasan ketika ia berpikir tentang situasi yang tidak menyenangkan atau bahaya yang mengancam dirinya di masa yang akan datang. Kecemasan akan menimbulkan rasa takut, tegang, khawatir, gelisah dan berbagai perasaan subyektif lainnya sehingga individu yang mengalami kecemasan akan berusaha untuk menghindarinya.

2. Aspek-aspek Kecemasan

Beberapa ahli mengemukakan tentang aspek-aspek kecemasan, yaitu :

a. Fisiologis

(45)

menyebutnya komponen fisik, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan dengan reaksi tubuh. Bucklew (dalam Evelin, 2004) menyebut sebagai reaksi fisiologis, yaitu kecemasan yang terwujud dalam gejala-gejala fisiologis. Ahli lainnya, Daradjat (1996), menyebutnya gejala fisik yaitu gejala kecemasan yang bersifat fisik.

Tanda-tanda individu yang mengalami kecemasan adalah berkeringat walaupun udara tidak panas, jantung berdebar lebih cepat, jari tangan atau kaki terasa dingin, nafsu makan hilang, perut terasa mual, nafas sesak, tenggorokan kering, wajah tampak pucat, sering mengalami gangguan tidur, mudah lelah, mudah terkejut dan reaksi fisik lainnya.

b. Kognisi

Merupakan dimensi kognitif, yaitu kecemasan yang termanifestasi dalam pikiran seseorang (Haber & Runyon, 1984). Mahler (dalam Calhoun dan Acoccella, 1990) menyebutnya sebagai komponen kognitif, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan dengan kekhawatiran individu terhadap konsekuensi yang mungkin akan dialaminya. Daradjat (1996) menyebutnya gejala mental, yaitu gejala kecemasan yang bersifat mental.

(46)

yang ingin disampaikan, sulit membuat keputusan, sulit berkonsentrasi dan sulit memusatkan perhatian.

c. Afeksi

Haber & Runyon (1984) menyebut sebagai dimensi afektif, yaitu kecemasan yang termanifestasi melalui emosi. Mahler (dalam Calhoun dan Acoccella, 1990) menyebutnya sebagai komponen emosional, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan dengan ketakutan mendalam terhadap suatu hal yang dialami secara sadar.

Kecemasan menyebabkan individu kesulitan untuk mengontrol perasaannya. Individu akan mengalami perasaan tegang karena luapan emosi yang berlebihan. Selain itu, timbul perasaan gelisah akan bahaya yang mungkin terjadi. Reaksi lainnya adalah mudah marah, mudah tersinggung, merasa tidak tentram, tidak sabar dan sering mengeluh.

3. Jenis-jenis Kecemasan

Freud (dalam Daradjat, 1996) mengungkapkan bahwa ada tiga jenis kecemasan, yaitu :

a. Kecemasan Realistis

(47)

individu merasa cemas melihat mobil yang berlari kencang ketika sedang menyeberang jalan.

b. Kecemasan Neurotik

Kecemasan ini timbul akibat sesuatu yang kurang jelas penyebabnya, misalnya cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan sehingga merasa terancam. c. Kecemasan Moral

Kecemasan ini timbul akibat perasaan berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani, misalnya merasa cemas karena telah mencuri.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Garducci (dalam Soewono, 2002), yang membagi kecemasan sebagai berikut :

a. Kecemasan sebagai suatu keadaan / State Anxiety

Kecemasan sebagai suatu keadaan merupakan perubahan emosional sesaat atau sementara yang dialami individu ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam. Batasan kecemasan ini bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain karena ini merupakan keadaan tegang yang bersifat sementara.

b. Kecemasan sebagai suatu sifat / Trait Anxiety

(48)

perbedaan individual dalam merasakan bermacam-macam situasi yang mengancam dan meresponnya dengan reaksi cemas.

c. Gangguan kecemasan / Anxiety Disorder

Gangguan kecemasan termasuk dalam batasan abnormal karena individu mengalami serangan panik dalam frekuensi dan intensitas yang lebih kuat dan ekstrim.

Berdasarkan uraian di atas, maka konsep jenis-jenis kecemasan yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu kecemasan neurotik. Kecemasan neurotik timbul akibat sesuatu yang kurang jelas penyebabnya.

D. KECEMASAN MENGHADAPI RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG PADA CALON PRAMUGARI

1. Calon Pramugari

(49)

berdandan, psikologi, etika sosial, dan keterampilan memberikan servis. Pengetahuan dan keterampilan umum aviasi meliputi pengetahuan aviasi, keamanan aviasi, dan ticketing. Selanjutnya, pengetahuan dan keterampilan khusus sebagai pramugari meliputi pengetahuan tentang kabin, keselamatan penerbangan, pengenalan jenis-jenis makanan dan minuman yang disediakan selama penerbangan, pengenalan benda-benda yang dapat membahayakan penerbangan, pertolongan pertama selama penerbangan, berenang, dan latihan menghadapi penumpang yang memiliki karakter berbeda (Suwaro, 2001).

(50)

perawatan pesawat dan melakukan praktek di kabin, serta praktek terbang sebagai penumpang dan mengobservasi tugas pramugari (ATC, 2003).

2. Pengertian Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari

Kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang adalah reaksi emosi, fisiologis serta kognitif calon pramugari ketika ia berpikir tentang adanya ancaman dari risiko kecelakaan pesawat terbang yang mungkin dialaminya. Kecelakaan pesawat terbang merupakan salah satu situasi yang memiliki risiko tinggi (Solvic, 2000). Calon pramugari yang memikirkan kecelakaan pesawat terbang yang mungkin selama penerbangan akan merasa tertekan dan pada akhirnya menimbulkan kecemasan (Reisinger & Mavondo, 2005)

3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada calon pramugari dirangkum oleh peneliti sebagai berikut :

(51)

b. Ketidaksiapan calon pramugari dalam menghadapi situasi yang tidak terduga. Ketidaksiapan ini terkait dengan segi fisik dan psikis yang dapat terjadi sebelum atau selama penerbangan (Kafka, 1981 dan Greist et.al dalam Gunarsa, 1996). Prasetyono (2007) mengungkapkan bahwa ketidaksiapan tersebut disebabkan karena individu tidak mampu menyesuaikan diri, baik terhadap lingkungan maupun diri sendiri.

c. Kurangnya dukungan moral dari orang-orang terdekat. Calon pramugari membutuhkan kekuatan berupa dukungan moral dari orang-orang terdekat sehingga dapat melakukan tugas mereka dengan baik.

d. Pernah memiliki pengalaman buruk selama penerbangan.

(52)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecemasan terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor ini dipengaruhi oleh penerimaan informasi, ketidaksiapan menghadapi situasi yang tidak terduga, rasa rendah diri atau kurang percaya diri serta pengalaman pribadi.

b. Faktor Eksternal

Faktor ini dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari luar diri individu, misalnya berupa tuntutan dan beban tanggung jawab yang berlebihan serta kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat.

E. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RISIKO DAN KECEMASAN MENGHADAPI RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG PADA CALON PRAMUGARI

(53)
(54)

Skema 1.

Hubungan antara Persepsi Risiko dan Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari

Cuaca Kondisi Pesawat Manusia

Kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat terbang

Dipersepsi secara berbeda oleh calon pramugari

Persepsi terhadap risiko kecelakaan pesawat

tinggi / rendah

Merasa terancam

Kecemasan

(55)

F. SPIRITUALITAS

1. Pengertian Spiritualitas

Religiusitas dan spiritualitas adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan. Religiusitas secara umum terkait dengan sesuatu yang tradisional, ritual, institusi, pengajaran ortodoks dan moralitas. Spiritualitas terkait dengan sesuatu yang baru, menarik, spontan, informal, kreatif dan universal.

Kata spiritualitas berasal dari kata Latin "spiritus" yang dapat diartikan sebagai "roh, jiwa, sukma, nafas hidup, ilham, kesadaran diri, kebebasan hati, keberanian, sikap dan perasaan". Darmaputera (Sasmita, 2006 dalam http://www.gki.or.id) mengartikan spiritualitas sebagai pengalaman berjumpa dengan Yang Illahi, Sang Maha Lain, Sang Kudus sehingga menimbulkan suatu perasaan misterius yang merupakan campuran dari perasaan gentar namun juga penuh pesona yang amat memukau. Perasaan ini tidak mungkin ditularkan ataupun diturun-alihkan, karena merupakan suatu pengalaman yang amat pribadi.

(56)

Spiritualitas merupakan pengalaman individu yang bersifat pribadi dalam hubungannya dengan kekuatan tertinggi atau kekudusan serta hubungan dengan lingkungan dan orang lain (Underwood & Teresi, 2002). Menurut Wink & Dillon (2002, dalam Kiesling, et.al., 2006), spiritualitas terkait dengan pencarian individu tentang makna kekudusan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sinnott (2002, dalam Kiesling, et.al., 2006) bahwa spiritualitas merupakan hubungan personal individu pada kekudusan atau transenden, yang selanjutnya dikatakan hubungan dengan yang lain dan pencarian arti hidup seseorang.

Menurut Maslow, pengalaman spiritual adalah puncak tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia serta merupakan peneguhan dari keberadaannya sebagai makhluk spiritual. Pengalaman spiritual merupakan kebutuhan tertinggi manusia (Prijosaksono & Erningpraja, 2003).

(57)

2. Aspek-aspek Spiritualitas

Aspek-aspek spiritualitas menurut Underwood & Teresi (2002, dalam http://www.dsescale.org/underwoodteresi.pdf) adalah sebagai berikut :

a. Hubungan personal dan pengalaman dengan transenden. b. Perasaan kuat, dicintai dan dilindungi.

c. Pemahaman tentang kesulitan hidup.

d. Perasaan menyatu dan penuh dengan kedamaian. e. Perasaan kagum.

f. Rasa syukur dan berterima kasih. g. Cinta tanpa syarat atau cinta sejati.

h. Kemurahan hati dan menerima orang lain tanpa keraguan. i. Keinginan untuk berinteraksi dengan transenden.

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Delaney (2005, http://www.acperesearch.net), yang membagi aspek spiritualitas sebagai berikut :

a. Kekuatan tertinggi (kepercayaan terhadap kekuatan tertinggi). b. Penemuan diri (perjalanan spiritual yang dimulai dengan refleksi

dalam diri serta pencarian tentang arti dan tujuan).

(58)

d. Kesadaran diri (kesadaran menyeluruh yang didasarkan pada respek dan penghormatan yang mendalam pada lingkungan dan kepercayaan bahwa dunia itu suci).

Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek spiritualitas terdiri dari kepercayaan atau hubungan dengan kekuatan tertinggi/ transenden, relasi dengan orang lain, refleksi diri serta relasi dengan lingkungan.

3. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kematangan Spiritualitas

Ciri-ciri orang yang matang secara spiritualitas dirangkum oleh peneliti sebagai berikut :

a. Memiliki motivasi, keterampilan interpersonal dan integritas (Ginting, 2007).

b. Memiliki fisik yang sehat (McNally, 2004).

c. Memiliki kematangan emosional, dapat mengendalikan diri, tidak egois dan bijaksana (Sasmita, dalam http://www.gki.or.id). d. Memiliki rasa damai dan puas terhadap hidup (Marcoen, 1994

dalam Hoyer & Roodin, 2003).

e. Memiliki kreativitas, intuisi, sukacita, kasih, kedamaian, toleransi, kerendah-hatian, serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Prijosaksono & Eerningpraja, 2003 dalam http://www.sinarharapan.co.id).

(59)

G. PERAN SPIRITUALITAS SEBAGAI MODERATOR TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RISIKO DAN KECEMASAN MENGHADAPI RISIKO KECELAKAAN PESAWAT TERBANG PADA CALON PRAMUGARI

Spiritualitas terkait dengan kepercayaan pada kekuatan tertinggi yang dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa dalam hidup (McNally, 2004). Ciri-ciri individu yang matang secara spiritual adalah dapat mengendalikan dirinya, matang secara emosional, tidak egois dan bijaksana (Sasmita, dalam http://www.gki.or.id) serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Sembel & Sembel, 2003 dalam http://www.sinarharapan.co.id). Dengan demikian, individu yang matang secara spiritual dapat merasakan kedamaian dan kepuasan terhadap hidup yang dijalaninya (Marcoen, 1994 dalam Hoyer & Roodin, 2003) serta pasrah dan menerima kenyataan. Kuber & Ross (1969, dalam Santrock, 1995) menjelaskan bahwa ketika individu telah berada dalam tahap penerimaan, maka individu tersebut dapat mengembangkan rasa damai dan menerima takdir.

(60)

spiritualitas yang tinggi, maka kecemasan calon pramugari terhadap risiko kecelakaan pesawat terbang juga diharapkan rendah.

(61)

36

Persepsi Risiko

Individu yang matang secara

spiritual

Dapat mengendalikan

Matang secara

Tidak Egois

Bijaksana

Punya tujuan hidup

Puas dan damai menjalani

Pasrah dan menerima kenyataan

Persepsi Risiko + Kesiapan

Tinggi atau rendahnya i risiko

(62)

H. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini ada dua, yaitu :

1. Ada hubungan positif antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari. Artinya, semakin tinggi skor persepsi terhadap risiko maka akan semakin tinggi pula kecemasannya. Sebaliknya, semakin rendah skor persepsi terhadap risiko maka tingkat kecemasannya juga akan semakin rendah.

(63)

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah korelasional, yaitu tipe penelitian dengan karakteristik berupa hubungan antara 2 variabel atau lebih (Supratiknya, 1998). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan ada tidaknya korelasi antara 3 variabel, yaitu korelasi antara persepsi risiko (variabel 1) dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang (variabel 2) serta peran spiritualitas (variabel 3) terhadap hubungan antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang pada calon pramugari.

B. VARIABEL PENELITIAN

Menurut Arikunto (1998), variabel dalam sebuah penelitian adalah hal yang menjadi obyek dalam penelitian tersebut atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Identifikasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel 1 : Persepsi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

Variabel 2 : Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

(64)

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal

yang dapat diamati. Penyusunan definisi operasional ini dibuat sebagai

acuan untuk alat pengambilan data yang akan digunakan dalam penelitian

(Suryabrata, 1998).

Definisi operasional ketiga variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Persepsi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

Persepsi risiko adalah penilaian calon pramugari terhadap

kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat terbang selama

penerbangan yang dapat mengancam dirinya.

Tinggi rendahnya persepsi risiko dilihat dari skor total pada

Skala Persepsi Risiko. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi

persepsi subjek terhadap risiko mengalami kecelakaan pesawat

terbang. Sebaliknya semakin rendah skor totalnya, maka semakin

rendah persepsi subjek terhadap risiko mengalami kecelakaan pesawat

terbang.

2. Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

Kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang

adalah reaksi emosi, fisiologis serta kognitif calon pramugari ketika ia

berpikir tentang adanya ancaman dari risiko kecelakaan pesawat

(65)

Kecemasan subjek diukur dengan Skala Kecemasan Menghadapi

Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang. Tinggi rendahnya kecemasan

subjek dapat dilihat dari skor total yang diperolehnya. Makin tinggi

skor total yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula

kecemasannya. Sebaliknya semakin rendah skor totalnya, maka

semakin rendah pula kecemasan yang dialami subjek.

3. Spiritualitas

Spiritualitas adalah pengalaman individu yang bersifat pribadi

dalam hubungannya dengan kekuatan tertinggi atau kekudusan serta

hubungan dengan lingkungan dan orang lain. Spiritualitas akan diukur

dengan menggunakan The Daily Spiritual Experiences Scale (DSES)

yang disusun oleh Lynn G. Underwood, Ph.D dengan 15 butir skala

yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Kematangan

spiritualitas subjek dapat dilihat dari skor total yang diperolehnya.

Makin tinggi skor total yang diperoleh subjek, maka individu semakin

matang secara spiritual. Sebaliknya semakin rendah skor totalnya,

maka individu kurang matang secara spiritual.

D. SUBYEK PENELITIAN

Subyek dalam penelitian ini adalah calon pramugari yang sedang

menempuh proses pendidikan atau pelatihan sebagai pramugari. Subyek

(66)

purposive sampling, yaitu mengambil sampel dengan kriteria tertentu. Adapun kriteria yang telah ditentukan adalah :

1. Lembaga pendidikan pramugari memiliki siswa/ mahasiswa aktif pada

tahun ajaran 2008-2009.

Pembatasan ini dilakukan mengingat adanya perbedaan masing-masing

lembaga pendidikan pramugari dalam hal memulai proses pelatihan.

2. Lembaga pendidikan pramugari yang memiliki program studi selama 1

tahun.

Pembatasan ini dilakukan mengingat adanya perbedaan waktu program

studi pada masing-masing lembaga pendidikan pramugari.

Berdasarkan kriteria dan teknik pemilihan subyek yang telah

ditentukan, maka subyek dalam penelitian ini adalah calon pramugari di

Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD), International Institute

Aviation and Management (IIAM) dan P3 Nusantara di Yogyakarta. Jumlah keseluruhan mahasiswa di Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan

(STTKD) adalah 35 orang dan International Institute Aviation and

Management (IIAM) adalah 19 orang. Oleh karena itu, semua mahasiswa digunakan sebagai subyek penelitian. Jumlah keseluruhan mahasiswa di P3

Nusantara adalah 52 orang. Namun, yang digunakan sebagai subyek

penelitan hanya 33 orang. Mahasiswa lainnya (19 orang) digunakan sebagai

(67)

Dapat disimpulkan bahwa masing-masing lembaga pendidikan

pramugari di atas memiliki mahasiswa dengan jumlah yang sedikit. Oleh

karena itu, penelitian ini menggunakan lebih dari satu lembaga pendidikan

pramugari untuk memperoleh subyek penelitian yang memadai. Upaya yang

dilakukan peneliti untuk mengontrol subyek yang berasal dari tiga lembaga

pendidikan pramugari adalah memilih lembaga pendidikan pramugari yang

berada di kota Yogyakarta dan memiliki program studi selama 1 tahun.

Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka subyek penelitian

yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Deskripsi Subyek

Deskripsi Jumlah Total

18 tahun 53 orang

19 tahun 19 orang

20 tahun 6 orang

Usia

21 tahun 3 orang

81 orang

3 bulan 24 orang

4 bulan 42 orang

Masa Studi

6 bulan 15 orang

(68)

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah dengan cara menyebarkan skala kepada subyek yang akan

mengungkap masing-masing variabel.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Skala Persepsi Risiko

a. Bentuk Alat dan Penyusunan Item

Skala Persepsi Risiko disusun sendiri oleh peneliti

berdasarkan definisi operasional persepsi risiko. Bentuk skala

yang digunakan diadaptasi dari Skala Persepsi Risiko yang

disusun oleh Lerman, et.al (1995) yang terdiri dari 3 item. Item

pertama mengungkapkan penilaian pribadi dan dua item lainnya

mengungkapkan penilaian pribadi yang dibandingkan dengan

orang lain.

Pada penelitian ini, item pertama pada skala persepsi risiko

akan mengungkapkan penilaian calon pramugari terhadap

kemungkinan mengalami kecelakaan pesawat terbang. Item ini

disusun untuk melihat bagaimana calon pramugari mempersepsi

kemungkinan mengalami kecelakaan pesawat terbang ketika

mereka telah menjalankan profesi sebagai pramugari. Item kedua

dan ketiga akan mengungkapkan penilaian calon pramugari

terhadap kemungkinan mengalami kecelakaan pesawat terbang

(69)

maupun orang awam. Kedua item ini disusun untuk melihat

bagaimana calon pramugari mempersepsi dirinya lebih mungkin

atau tidak mungkin mengalami kecelakaan pesawat terbang

apabila dibandingkan dengan orang lain.

Masing-masing item dalam skala ini akan menunjukkan

tinggi rendahnya risiko mengalami kecelakaan pesawat terbang

yang dipersepsi oleh masing-masing calon pramugari.

Tabel 2. Blue Print

Skala Persepsi Risiko

Pernyataan Item

1. Menurut Saudara, ketika menjadi pramugari, seberapa

kemungkinan Saudara mengalami kecelakaan pesawat

terbang?

1

2. Seberapa kemungkinan Saudara mengalami kecelakaan

pesawat terbang dibandingkan dengan calon pramugari/

pramugari lainnya?

1

3. Seberapa kemungkinan Saudara mengalami kecelakaan

pesawat terbang dibandingkan dengan orang lain (bukan

calon pramugari/ pramugari)?

1

(70)

b. Cara Pemberian Skor

Jawaban dari setiap pernyataan menggunakan metode

penskalaan Likert yang mempunyai empat pilihan jawaban, yaitu

: SM (Sangat Mungkin), M (Mungkin), TM (Tidak Mungkin)

dan STM (Sangat Tidak Mungkin). Pemberian skor untuk setiap

respon dalam Skala Persepsi Risiko dapat dilihat pada tabel 1

berikut ini :

Tabel 3.

Skor dari setiap respon dalam Skala Persepsi Risiko Item Respon Skor

1, 2, 3

SM

M

TM

STM

4

3

2

1

2. Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

a. Bentuk Alat dan Penyusunan Item

Skala kecemasan disusun oleh peneliti berdasarkan definisi

operasional yang terdiri dari aspek afeksi, kognisi dan fisiologis.

Timbulnya kecemasan selalu disertai oleh lebih banyak

gejala-gejala fisiologis (Schneiders, 1964). Oleh karena itu, walaupun

terdiri dari tiga aspek, komposisi aspek fisiologis yang digunakan

(71)

berdasarkan aspek-aspek kecemasan yang dituangkan ke dalam

blue print berikut ini:

Tabel 4. Blue Print

Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari sebelum seleksi

Pernyataan Aspek Kecemasan

Favorabel Unfavorabel Total

1. Afeksi 7 5 12

2. Kognitif 7 7 14

3. Fisiologis 10 10 20

TOTAL 24 22 46

Jumlah item keseluruhan dari skala kecemasan menghadapi

risiko kecelakaan pesawat terbang adalah 46 item (24 item

favorabel dan 22 item unfavorabel). Skala ini digunakan untuk

mengetahui tinggi rendahnya kecemasan menghadapi risiko

terjadinya kecelakaan pesawat terbang pada subyek penelitian.

Distribusi item pada Skala Kecemasan Menghadapi Risiko

Kecelakaan Pesawat Terbang dapat dilihat pada tabel 3 berikut

ini :

(72)

Tabel 5. Distribusi Item

Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari sebelum seleksi

Pernyataan Aspek

Kecemasan Favorabel Unfavorabel

Total (%) 1. Afeksi 1,7,13,19,

25,31 & 36

4,10,16,22 & 28 12

(26,09%)

2. Kognitif 5,11,17,23, 29,34 & 39

2,8,14,20,

26,32 & 37

14

(30,43%)

3. Fisiologis 3,9,15,21,27, 33,38,41,43 &

44

6,12,18,24,30,

35,40,42,45 & 46

20

(43,48%)

TOTAL 24 22 46

(100%)

b. Cara Pemberian Skor

Aspek-aspek dalam skala kecemasan menghadapi risiko

kecelakaan pesawat pada calon pramugari dijabarkan dalam

item-item yang bersifat mendukung (favorabel) dan bersifat tidak

mendukung (unfavorabel). Jawaban dari setiap pernyataan

menggunakan metode penskalaan Likert yang mempunyai empat

pilihan jawaban, yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak

Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju). Pemberian skor untuk

setiap respon terhadap pernyataan favorabel dan unfavorabel

pada Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat

(73)

Tabel 6.

Skor dari setiap respon pada pernyataan Favorabel dan Unfavorabel dalam Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang

Pernyataan Respon Skor

Favorabel

SS

S

TS

STS

4

3

2

1

Unfavorabel

SS

S

TS

STS

1

2

3

4

3. Skala Spiritualitas

a. Bentuk Alat dan Penyusunan Item

Skala spiritualitas akan diukur dengan menggunakan The

Daily Spiritual Experiences Scale (DSES) yang disusun oleh Lynn G. Underwood, Ph.D. dengan 15 item skala yang telah

diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Skala ini di desain untuk

mengukur pemahaman individu tentang kekuatan tertinggi atau

transenden dan mengukur pengalaman spiritual sebagai aspek

yang penting dalam menilai bagaimana spiritualitas

diekspresikan dalam kehidupan individu (Underwood & Teresi,

(74)

Skala spiritualitas disusun berdasarkan aspek-aspek spiritualitas

yang dituangkan ke dalam blue print berikut ini:

Tabel 7. Blue Print

Skala Spiritualitas sebelum seleksi

Aspek Spiritualitas Jumlah Item

1.Hubungan personal dan pengalaman

dengan transenden

2.Perasaan kuat, dicintai dan dilindungi

3.Pemahaman tentang kesulitan hidup

4.Perasaan menyatu dan penuh dengan

kedamaian

5.Perasaan kagum

6.Rasa syukur dan berterima kasih

7.Cinta tanpa syarat atau cinta sejati

8.Kemurahan hati dan menerima orang lain

tanpa keraguan

9.Keinginan untuk berinteraksi dengan

transenden

2

6

1

1

1

1

1

1

1

TOTAL 15

Jumlah item keseluruhan dalam skala spiritualitas ini

adalah 15 item yang disusun berdasarkan aspek-aspek

spiritualitas Distribusi item pada Skala Spiritualitas dapat dilihat

(75)

Tabel 8. Distribusi Item

Skala Spiritualitas sebelum seleksi

Aspek Spiritualitas Item Jumlah Item

1.Hubungan personal dan

pengalaman dengan transenden

2.Perasaan kuat, dicintai dan

dilindungi

3.Pemahaman tentang kesulitan

hidup

4.Perasaan menyatu dan penuh

dengan kedamaian

5.Perasaan kagum

6.Rasa syukur dan berterima

kasih

7.Cinta tanpa syarat atau cinta

sejati

8.Kemurahan hati dan menerima

orang lain tanpa keraguan

9.Keinginan untuk berinteraksi

dengan transenden

1 & 2

4,5,7,8,9&10 3 6 11 12 13 14 15 2 6 1 1 1 1 1 1 1 TOTAL 15

b. Prosedur Alih Bahasa

Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses alih bahasa skala

spiritualitas ini adalah sebagai berikut :

1. Peneliti menerjemahkan 15 item skala spiritualitas ke dalam

(76)

2. Peneliti memilih satu orang yang memiliki latar belakang

pendidikan non formal (kursus) Bahasa Inggris dan

pengalaman bekerja pada perusahaan asing untuk

menerjemahkan kembali skala spiritualitas ke dalam Bahasa

Inggris.

3. Peneliti memberikan skala hasil terjemahan dalam bahasa

Inggris kepada dosen pembimbing sebagai professional

judgement untuk dibandingkan dengan skala spiritualitas yang asli.

c. Cara Pemberian Skor

Item-item dalam skala spiritualitas memiliki skor yang

bergerak dari angka 1 sampa 6. Semakin tinggi skor total yang

diberikan oleh subyek, maka subyek semakin matang secara

spiritualitas. Pemberian skor untuk setiap respon dalam Skala

Spiritualitas dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 9.

Skor Pernyataan dalam Skala Spiritualitas

Item Skor Arti

1 - 15

1

2

3

4

5

6

Tidak pernah atau hampir tidak pernah mengalami

Sangat jarang mengalami

Kadang-kadang mengalami

Hampir tiap hari mengalami

Setiap hari mengalami

(77)

F. PERTANGGUNGJAWABAN MUTU

1. Validitas

Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Jenis validitas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi

merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes

dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan

yang dicari jawabannya dalam validitas isi adalah sejauh mana

item-item tes mewakili komponen-komponen dalam dalam keseluruhan

kawasan isi obyek yang hendak diukur dan sejauh mana item-item

mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (Azwar, 2005). Dalam

penelitian ini yang bertindak sebagai professional judgement adalah

dosen pembimbing.

Pengujian validitas skala persepsi risiko, skala spiritualitas dan

skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat terbang

menggunakan validitas isi. Pengujian validitas isi pada skala persepsi

risiko dan skala kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat

terbang dilakukan dengan analisis dosen pembimbing sebagai

professional judgement.

Pada skala spiritualitas, pengujian validitas isi dilakukan sendiri

oleh Lynn G. Underwood, Ph.D. Sebelum membuat skala spiritualitas,

Lynn G. Underwood, Ph.D. melakukan wawancara mendalam dengan

(78)

ini memberikan informasi dasar tentang pengalaman spiritualitas

masing-masing individu yang selanjutnya digunakan untuk menyusun

aspek-aspek spiritualitas. Skala spiritualitas tersebut disusun oleh Lynn

G. Underwood, Ph.D. pada pertemuan World Health Organization

Working Group on Spiritual Aspects of Quality-of-Life yang diikuti oleh agama Budha, Kristen, Hindu, Islam, Yahudi, Agnostik dan Ateis.

Dari pertemuan tersebut diputuskan bahwa kata ”Tuhan” dapat diganti

dengan kata lain sesuai keinginan individu yang bersangkutan.

2. Seleksi Item

Item yang disusun dalam suatu skala atau tes yang tidak

memperhatikan kualitas yang baik harus disingkirkan atau direvisi

terlebih dahulu sebelum menjadi bagian dari skala. Hanya item yang

memiliki kualitas yang baik saja yang boleh digunakan dalam skala.

Salah satu kualitas yang dimaksud adalah keselarasan atau konsistensi

antara item dengan tes secara keseluruhan atau sering disebut dengan

korelasi item total.

Prosedur pengujian korelasi item dilakukan dengan komputasi

koefisien antara distribusi skor pada setiap item dengan distribusi skor

total sebagai kriteria. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien

korelasi item total (rix) yang umumnya dikenal dengan index daya beda

(79)

Menurut Azwar (2001), kriteria pemilihan item berdasarkan

korelasi item total biasanya menggunakan batasan (rix) ≥ 0,30. Semua

item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap

memiliki daya beda yang memuaskan. Semakin tinggi koefisien

korelasi positif antara skor item dengan skor skala berarti semakin

tinggi konsistensi antara item dengan skala secara keseluruhan yang

berarti semakin tinggi daya bedanya.

Dari hasil seleksi item dapat diketahui bahwa pada Skala

Persepsi Risiko tidak ada item yang gugur. Dengan demikian, semua

item yang berjumlah 3 layak digunakan untuk penelitian.

Pada Skala Kecemasan, dari 46 item terdapat 5 item yang berada

dibawah batas 0,30 sehingga dinyatakan gugur, yaitu: item 24, 25, 31,

35 dan 42. Dengan demikian, terdapat 41 item lolos yang terdiri dari

22 item favorabel dan 19 item unfavorabel.

Pada Skala Spiritualitas, dari 15 item terdapat 2 item gugur, yaitu

item 1 dan 5. Dengan demikian, hanya 13 item yang layak digunakan

untuk penelitian.

Berikut ini adalah blue print dan distribusi item Skala

Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada

(80)

Tabel 10. Blue Print

Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari setelah seleksi

Pernyataan Aspek Kecemasan

Favorabel Unfavorabel Total

1. Afeksi 5 5 10

2. Kognitif 7 7 14

3. Fisiologis 10 7 17

TOTAL 22 19 41

Tabel 11.

Distribusi item Skala Kecemasan Menghadapi Risiko Kecelakaan Pesawat Terbang pada Calon Pramugari setelah seleksi

Pernyataan Aspek

Kecemasan Favorabel Unfavorabel

Total (%) 1. Afeksi 1,7,13,19, & 32 4,10,16,22 & 26 10

(24,39%) 2. Kognitif 5,11,17,23,

27, 31 & 35

2,8,14,20, 24, 29 & 33

14 (34,15%) 3. Fisiologis

3,9,15,21,25, 30, 34, 37, 38 &

39

6,12,18,28, 36, 40 & 41

17 (41,46%)

TOTAL 22 19 41

(81)

Tabel 12. Blue Print

Skala Spiritualitas

Aspek Spiritualitas Jumlah Item

1. Hubungan personal dan

pengalaman dengan transenden

2. Perasaan kuat, dicintai dan

dilindungi

3. Pemahaman tentang kesulitan hidup

4. Perasaan menyatu dan penuh

dengan kedamaian

5. Perasaan kagum

6. Rasa syukur dan berterima kasih

7. Cinta tanpa syarat atau cinta sejati

8. Kemurahan hati dan menerima

orang lain tanpa keraguan

9. Keinginan untuk berinteraksi

dengan transenden

1

5

1

1

1

1

1

1

1

(82)

Tabel 13.

Distribusi item Skala Spiritualitas

Aspek Spiritualitas Item Jumlah Item

1. Hubungan personal dan

pengalaman dengan transenden

2. Perasaan kuat, dicintai dan

dilindungi

3. Pemahaman tentang kesulitan hidup

4. Perasaan menyatu dan penuh

dengan kedamaian

5. Perasaan kagum

6. Rasa syukur dan berterima kasih

7. Cinta tanpa syarat atau cinta sejati

8. Kemurahan hati dan menerima

orang lain tanpa keraguan

9. Keinginan untuk berinteraksi

dengan transenden 1 3,5,6,7&8 2 4 9 10 11 12 13 1 5 1 1 1 1 1 1 1 TOTAL 13 3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang

mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki

reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Ide pokok

yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil

suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2001).

Reliabilitas tes ini diukur dengan pendekatan konsistensi internal.

(83)

sekali saja pada sekelompok subjek (single trial administration). Penghitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

tehnik Alpha Cronbach. Berikut ini adalah koefisien reliabilitas ketiga

variabel :

Tabel 14.

Koefisien reliabilitas Skala Kecemasan, Skala persepsi Risiko dan Skala Spiritualitas

Skala Koefisien Alpha

Cronbach N

Kecemasan 0,937 41

Persepsi Risiko 0,906 3

Spiritualitas 0,828 13

Reliabilitas berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00.

Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti

semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 2006). Dari hasil penghitungan,

reliabilitas masing-masing skala berada diatas 0,800 sehingga dapat

dikatakan bahwa ketiga skala dianggap memiliki reliabilitas yang

memuaskan.

G. METODE ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

(84)

antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat

terbang pada calon pramugari dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang

digunakan adalah uji Regresi Linear Sederhana dan Ganda dengan

menggunakan SPSS 15 for windows.

H. PELAKSANAAN PENELITIAN

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengajukan

permohonan surat keterangan penelitian kepada Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma. Selanjutnya, peneliti memperoleh surat

keterangan penelitian dengan nomor 99a/D/KP/Psi/USD/X/2008 yang telah

ditandatangani oleh Dekan Fakultas. Dengan membawa surat keterangan

tersebut, peneliti kemudian meminta ijin kepada Ibu Sri Indaryati (Direktur

P3 Nusantara), Bapak Gunawan (Waka I Sekolah Tinggi Teknologi

Kedirgantaraan) dan Ibu Lilik (Manajer Operasional International Institute

Aviation and Management), agar diperbolehkan mengambil data pada siswa atau mahasiswa mereka.

Pengambilan data dilakukan pada tiga tempat yang berbeda. Penelitian

pertama dilakukan di P3 Nusantara pada tanggal 11 November 2008

sebanyak 33 skala. Penelitian kedua dilakukan di International Institute

Aviation and Management pada tanggal 12 November 2008 sebanyak 19 skala. Penelitian ketiga dilakukan di Sekolah Tinggi Teknologi

(85)

skala yang berhasil disebar, terdapat 6 skala yang menurut peneliti tidak

layak digunakan karena skala tidak terisi sepenuhnya.

Pada penelitian pertama dan kedua, penyebaran skala dilakukan sendiri

oleh peneliti. Sebelum membagikan skala, peneliti mengawali dengan

perkenalan dan penjelasan tentang prosedur pengisian skala. Peneliti juga

menekankan bahwa kerahasiaan identitas dan jawaban subyek akan dijamin

oleh peneliti. Selain itu, jawaban subyek tidak akan menjadi data individual

sehingga subyek dapat menjawab setiap pernyataan secara apa adanya. Hal

tersebut dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya faking

dalam pengisian skala. Pada penelitian ketiga, penyebaran skala dilakukan

oleh pihak Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan. Hal ini disebabkan

karena keterbatasan waktu dan permintaan lembaga pendidikan pramugari

tersebut. Pada saat akan membagikan skala, mahasiswa pada Sekolah Tinggi

Teknologi Kedirgantaraan sedang menjalani masa ujian. Pihak lembaga

pendidikan pramugari tersebut tidak menginginkan adanya hal-hal yang

mungkin dapat mengganggu konsentrasi mahasiswa mereka. Oleh karena

itu, pihak Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan menginginkan agar

(86)

A. HASIL PENELITIAN

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Subyek
Tabel 2. Blue Print
Tabel 3.
Tabel 4. Blue Print
+7

Referensi

Dokumen terkait

menghilangkan nasab (garis keturunan), Islam mewajibkan pemeliharaan nasab, kloning mencegah pelaksanaan banyak hukum syara (hukum perkawinan, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak

difficile, menghindari penggunaan obat yang mengganggu peristaltik (seperti narkotik dan antidiare), mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada

Pada saat penerimaan untuk semua kondisi pasien rawat inap, individu berkualifikasi (Spesialis dan/atau Dokter Umum dan perawat) akan mengkaji masing-masing

Jika draft lelang disetujui, maka data lelang ini akan langsung terumumkan (menjadi pengumuman lelang) yang tampil pada kolom e- Procurement di halaman utama LPSE sesuai

Berdasarkan berbagai teori diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa keadilan organisasi yaitu sebagai suatu konsep yang menunjukkan persepsi karyawan tentang

Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A ( KVA ) bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga berkaitan dengan upaya memacu pertumbuhan dan kesehatan anak 1. Menurut

Pada aspek kelembagaan meliputi belum adanya lembaga yang menangani pembibitan sapi potong, belum tersedianya koperasi bahan baku, tidak tersedianya pabrik

Manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi yang dapat mengarahkan ketersediaan SDM di dalam perusahaan agar dapat dimanfaatkan untuk tujuan organisasi, seperti