1 PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG Azolla microphylla FERMENTASI
DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG DAN BOBOT KARKAS AYAM KAMPUNG
Hendra Setiawan*
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi *Alamat Kontak: Jl.Jambi-Ma.Bulian KM 15 Mendalo Darat Jambi 36361
email:[email protected] RINGKASAN
ABSTRAK
Azolla microphylla mengandung protein kasar yang tinggi, Azolla microphylla
juga mengandung serat kasar cukup tinggi, sehingga dilakukan fermentasi pada
Azolla microphylla dengan menggunakan khamir Saccaromyces cerevesiae.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung Azolla
microphylla fermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae dalam ransum
terhadap bobot potong dan karkas ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tanggal 25 Oktober sampai 20 Desember 2016. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 140 ekor DOC ayam kampung jantan yang berasal dari PT Sentral Ternak Malang. Azolla microphylla di peroleh dari Dinas Perikanan Kota Jambi serta ditanam sendiri. Khamir Saccharomyces cerevisiae berasal dari Surakarta. Bahan-bahan lain seperti jagung halus, dedak halus dan konsentrat didapat dari poultry shop Azizah sungai duren Jambi. Kandang yang digunakan berukuran 1x1 meter dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan lampu pijar. Perlakuan yang diberikan adalah penggunaan Azolla microphylla fermentasi dalam ransum P0 (0 %), P1 (5 %), P2 (10 %) dan P3 (15 %). Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, setiap unit perlakuan berisi 7 ekor ayam kampung jantan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam. Data yang dipengaruhi oleh perlakuan diuji lanjut dengan uji jarak berganda duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Azolla microphylla fermentasi dalam ransum berpengaruh nyata untuk konsumsi ransum (P<0,05), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong dan karkas (P>0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Azolla
microphylla fermentasi dalam ransum hingga taraf pemberian 15 % tidak
mengganggu bobot potong dan karkas ayam kampung.
Kata kunci : azolla microphylla, fermentasi, bobot Potong, karkas, ayam kampung
PENDAHULUAN
Penyedian pakan unggas terutama ayam merupakan hal penting yang harus diperhatikan terlebih dahulu sebelum peternak memulai usaha peternakannya, dimana pakan memenuhi biaya produksi yang lebih dibanding biaya produksi yang lain. Selain itu, lebih dari 70 % biaya produksi adalah
biaya pakan (Rasyaf, 2011). Dengan demikan perlu dicari pakan alternatif yang harganya murah, produksinya melimpah, banyak di Indonesia dan tidak bersaing dengan manusia. Salah satu yang dapat digunakan yaitu tumbuhan paku air Azolla
microphylla. Pertumbuhan Azolla
relatif cepat. Pada umur 24 hari Azolla telah mencapai 10-21 kali
2 lipat di banding dengan inokulasikan
100 gr/m3 atau dari inokulasi dari 1 ton /ha berkembang menjadi antara 10-21 ton/ha (Supartoto et. al.,
2012). Menurut Kannaiyan (1993) tanaman Azolla mampu berkembang dalam waktu 3-4 hari dan menutupi seluruh permukaan air.
Kandungan nutrisi yang dimiliki oleh tepung Azolla yaitu protein kasar sebesar 29,19 %, lemak kasar 3,44 %, serat kasar 18,41 %, abu 13,90 % dan EM 2892 kkal/kg (Achmanu 1997). Noferdirman (2012) menyatakan bahwa Azolla mengandung protein kasar yang cukup tinggi yaitu 26,67 % dan serat kasar yang cukup tinggi yaitu 17,12%-18,53%. Untuk menurunkan kandungan serat kasar yang ada pada
Azolla microphylla dapat dilakukan
fermentasi dengan memanfaatkan aktifitas mikroba. Salah satu mikroba yang dapat digunakan untuk proses fermentasi yaitu Saccharomyces cerevesiae.
Saccharomyces cerevesiae
menghasilkan produk metabolit berupa enzim selulase, amilase, dan protease. Melalui Sitohang et. al.,
(2012) menyatakan bahwa Enzim selulase yang terkandung dalam
Saccharomyces cerevesiae dapat
menghidrolisis selulosa menjadi glukosa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakuakan penelitian terhadap penggunaan tepung Azolla
microphylla yang di fermentasi
dengan Saccharomyces cerevesiae
dalam ransum terhadap bobot potong dan karkas ayam kampung.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu
Penelitiakan ini di lakukan di Kandang Percobaan Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas
Jambi, yang di lakasanakan pada tanggal 25 Oktober 2016 sampai dengan tanggal 20 Desember 2016
Materi dan Peralatan
Materi dalam penelitian ini adalah 140 ekor DOC ayam kampung jantan dari PT Sentral Ternak Malang. Azolla microphylla
yang diperoleh dari Dinas Perikanan Jambi serta ditanam sendiri. khamir
Saccharomyces cerevisiae diperoleh
dari Surakarta. Bahan lain sebagai penyusun ransum yaitu jagung halus, dedak halus serta konsentrat diperoleh dari poultry shop Azizah Sungai Duren Jambi. Perlakuan yang digunakan adalah penggunaan Azolla
microphylla fermentasi dalam
ransum. Kandang yang digunakan berukuran 1x1 meter dilengkapi dengan lampu pijar, tempat pakan dan tempat minum.
Metode
Azolla microphylla
dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari. Azolla
microphylla yang sudah kering
digiling menggunakan gilingan yang memiliki saringan merk FFC No.2 (diameter 0,75 mm). Tepung Azolla
microphylla kering digunakan
sebanyak 1 kg ditambah dedak 10% dan 30 ml Aquadest lalu dikukus selama 45 menit setelah air mendidih. Kemudian dibiarkan dingin pada suhu kamar. Setelah substrat dingin diinokulasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae
dengan dosis inokulasi 5%. Tepung
Azolla microphylla difermentasi
selama 3 hari. Selanjutnya dikeringkan dengan temperature 60°C selama 12 jam. Tepung Azolla
microphylla fermentasi dicampur ke
3 Perlakuan pada kandang dan
ayam dilakukan secara acak. Dimana ayam kampung jantan yang berjumlah 140 ekor DOC dibagi menjadi 20 unit perlakuan. Setiap unit perlakuan diisi dengan 7 ekor. Perlakuan Azolla microphylla dalam ransum yang digunakan adalah: P0 = Ransum Mengandung 0 % Azolla microphylla Fermentasi P1 = Ransum Mengandung 5 % Azolla microphylla Fermentasi P2 = Ransum Mengandung 10 % Azolla microphylla Fermentasi P3 = Ransum Mengandung 15 % Azolla microphylla Fermentasi
Komposisi dan kandungan ransum perlakuan ayam umur 0-3 dan 3-8 minggu dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi Dan Kandungan Ransum Perlakuan Umur 0-3 Minggu (%)
Bahan Ransum Perlakuan 0-3 Minggu
Ransum P0 P1 P2 P3 Jagung Halus 37 37 37 37 Dedak Halus 6 6 6 5 Konsentrat 57 52 47 43 AMF 0 5 10 15 Jumlah 100 100 100 100 BK 86,92 88,54 86,28 87,70 PK 21,48 20,92 21,05 20,87 SK 5,10 5,47 6,11 6,54 LK 5,14 5,93 6,27 5,58 Ca* 1,24 1,17 1,11 1,06 P* 0,67 0,65 0,63 0,61 EM(kkal/kg)* 2848,65 2842,75 2836,85 2827,46 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 pengulangan. Keempat perlakuan yang diberikan. Model matematis dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Steel dan Torrie (1984) adalah sebagai berikut :
Y
ij= μ + α
i+ ε
ijKeterangan: Yij = hasil pengamatan (respon)
akibat pengaruh perlakuan ke-i dalam ulangan ke- j.
i = perlakuan ransum ke-i (1, 2, 3, dan 4).
J = ulangan ke-j (1, 2, 3, 4, dan
5) μ = nilai tengah umum
(rata-rata populasi).
αi = pengaruh dari faktor
perlakuan ransum ke-i. εij = pengaruh galat percobaan
dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
4 Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Ransum Perlakuan Umur 3-8 Minggu (%)
Bahan Ransum Perlakuan 3-8 Minggu
Ransum P0 P1 P2 P3 Jagung Halus 40 38 38 39 Dedak Halus 20 20 20 20 Konsentrat 40 37 32 26 AMF 0 5 10 15 Jumlah 100 100 100 100 BK 89,06 89,29 89,47 89,36 PK 17,28 18,17 17,96 17,65 LK 7,23 5,01 6,63 5,44 SK 4,39 4,25 5,09 5,87 Ca* 0,96 0,93 0,87 0,79 P* 0,71 0,70 0,68 0,65 EM(kkal/kg)* 2921 2899,44 2893,54 2895,47
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, bobot potong dan bobot karkas.
Pengambilan sempel dalam penelitian ini dilakuakan setelah ayam kampung berumur 8 minggu. Sempel yang digunakan adalah 2 ekor ayam kampung dari setiap unit perlakuan yang bobotnya mendekati rata-rata.
Konsumsi ransum dihitung setiap minggu dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa dan dijumlahkan selama penelitian.
Bobot potong adalah bobot dimana ayam yang dipuasakan selam
8 jam sebelum di potongdan di nyatakan dalam g/ekor.
Bobot karkas di hitung dengan cara menimbang ayam yang sudah di potong tanpa kaki, kepala, kaki, bulu dan darah serta saluran yang dikeluarkan kecuali ginjal dan paru – paru yang dinyatakan dalam g/ekor.
Bobot karkas relatif adalah perbandingan antara bobot karkas mutlak dengan bobot potong yang dinyatakan dalam satuan (%)
Analisis Data
Analisis data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA). Jika berpengaruh nyata maka dianjutkan dengan uji jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh penggunaan tepung
Azolla microphylla fermentasi dalam
ransum terhadap konsumsi ransum,
bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas ayam kampung terdapat pada Tabel 4.
5 Tabel. 3 Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Potong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas Ayam Kampung.
Peubah Perlakuan P0 P1 P2 P3 Konsumsi Ransum (gr/ekor/minggu) 153,83 a + 8,75 150,47a + 6,75 148,08ab + 3,74 141,36b + 2,80 Bobot Potong (gr/ekor) 468,10 + 16,05 464,40 + 15,57 458,00 + 11,43 454,20 + 9,28 Bobot Karkas (gr/ekor) 306,50 + 9,17 302,40 + 10,85 301,50 + 13,52 293,60 + 7,59 Persentase Karkas (%) 66,24 + 1,22 65,11 + 0,62 65,80+ 1,59 64,63 + 1,40 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap konsumsi ransum ayam kampung.
P0 Penggunaan Azolla microphylla fermentasi 0%, P2 Penggunaan Azolla
microphylla fermentasi 5%, P3 Penggunaan Azolla microphylla fermentasi 10% dan P3 Penggunaan Azolla microphylla fermentasi 15%.
Konsumsi Ransum
Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada perlakuan P0 merupakan perlakuan dengan tingkat konsumsi tertinggi, yang diikuti berurutan oleh P1, P2 dan P3.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penggunaan tepung Azolla microphylla
fermentasi dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum ayam kampung. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukan bahwa perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda pada P0, perlakuan P3 tidak berbeda pada P2, sedangkan perlakuan P3 nyata lebih rendah dari P0 (P<0,05).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan tepung Azolla microphylla
fermentasi dalam ransum tidak dapat digunakan dalam taraf penggunaan 15 %. Kondisi ini diduga karena kandungan serat kasar yang terkandung dalam ransum P3 yang cukup tinggi, sehingga pemberian
tepug Azolla microphylla fermentasi dalam ransum menurunkan konsumsi ransum. Hatta (2005) menjelaskan bahwa semakin tinggi kandungan serat pada ransum maka semakin rendah pula konsumsi ransum. Serat kasar yang ada pada ransum yang bersifat bulky yang menyebabkan kapasitas tembolok terbatas, cepat penuh dan konsumsi akan terhenti. Amrullah (2003) menyatakan bahwa serat kasar yang tinggi menyebabkan unggas merasa kenyang, sehingga dapat menurunkan konsumsi, karena serat kasar bersifat mengeyangkan.
Selain serat kasar yang terkandung di dalam Azolla
microphylla fermentasi dalam
ransum tingkat palatibilitas juga mempengaruhi konsumsi ransum. Dimana ransum perlakuan yang diberikan berbentuk tepung. Sebagaimana dikemukakan Praptiwi dan Indriastuti (2015) bahwa palatabilitas ransum di pengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang
6 bersifat internal yang dimilki oleh
ternak tersebut, kebiasaan, umur dan selera maupun secra eksternal oleh kondisi lingkungan yang di hadapi dan sifat makanan yang diberikan, derajat palatibilitas tersebut berkaitan dengan bau, warna dan tekstur.
Hasil dari penelitian memperlihatkan rataan konsumsi ransum ayam kampung 141,36-153,83 gr/ekor/minggu. Konsumsi ransum dari penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Astuti (2012) yang menggunakan ransum berbasis konsentrat broiler pada ayam kampung berumur 8 minggu yang memperoleh nilai rataan konsumsi
ransum 310,29-398,30
gr/ekor/minggu. Sedangkan ayam kampung umur 8 minggu yang diberi perlakuan air gula 1 % mengkonsumsi ransum 346,77 gr/ekor (Aryanti, et. al., 2013).
Bobot Potong
Pada Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan P0 merupakan perlakuan dengan bobot potong tertinggi, yang diikuti berurutan oleh P1, P2 dan P3.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung Azolla microphylla
fermentasi dalam ransum bepengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong ayam kampung. Hal ini dikarenakan kandungan zat nutrisi yang ada dalam ransum perlakuan sudah cukup umtuk memenuhi kebutuhan ayam kampung. Sehingga bobot potong yang dihasilkan sama dengan bobot potong kontrol.
Fakta ini menunjukan bahwa penggunaan tepung Azolla
microphylla fermentasi dalam
ransum dengan taraf pemberian 15%
tidak berdampak negatif pada bobot potong. Noferdiman (2012) menyatakan bahwa penggunaan tepung Azolla microphylla yang difermentasi dengan Trichoderma
harzianum sampai taraf 15 % tidak
memberi efek negatif pada bobot potong ayam broiler. Ransum yang dikonsumsi juga berkaitan erat dengan bobot potong yang akan di hasilkan. Bobot potong yang di hasilkan sama karena konsumsi ransum yang sama pula (Haryadi, 2007). Bobot potong yang dihasilkan juga sejalan dengan pertambahan bobot badan yang didapat. Melalui Setiadi et. al., (2012) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan sangat di pengaruhi oleh konsumsi ransum.
Hasil dari penelitian memperlihatkan rataan bobot potong ayam kampung 454,20-484,10 gr/ekor. Bobot potong ayam kampung dalam penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Haryadi
et. al., (2015) yang melaporkan
bahwa ayam kampung umur 8 minggu yang diberikan ransum berserat kasar beda sebanyak 4 %, 6 %, 8 % dan 10% memiliki rataan bobot potong sebesar 412,33-467,00 gr/ekor. Sedangkan ayam kampung umur 8 minggu yang diberi ransum mengandung limbah kulit buah naga terfermentasi menghasilkan rataan bobot potong 351,00-392,00 gr/ekor (Dewi et. al., 2016).
Bobot Karkas
Pada Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan P0 merupakan perlakuan dengan bobot karkas tertinggi, yang diikuti berurutan oleh P1, P2 dan P3.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penggunaan tepung Azolla microphylla
7 berpengaruh tidak nyata (P>0,05)
terhadap bobot karkas. Hal ini disebabkan karena bobot potong yang dihasilkan berpengarunh tidak nyata. Sebagaimana yang dikemukakan Ahmad dan Herman (1982) bahwa bobot karkas sejalan dengan bobot hidup, semakin tinggi bobot hidup maka bobot karkas yang dihasilkan semakin tinggi. Siregar (1994) bobot karkas dipengaruhi bobot badan, kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan.
Hasil dari penelitian memperlihatkan rataan bobot karkas ayam kampung 293,60 - 306,50 gr/ekor. Bobot karkas dalam penelitian ini hampir sama dengan bobot karkas hasil penelitian Hutabarat (2007) yang melaporkan bahwa bobot karkas ayam kampung umur 14 minggu yang diberi ransum kulit buah kopi fermentasi dalam ransum sebesar 223,58-557,31 gr/ekor. Sedangkan ayam kampung umur 8 minggu yang diberi limbah udang produk fermentasi dalam ransum memperoleh bobot karkas 266,74-316,16 gr/ekor (Asyidiqi et. al., 2016).
Persentase Karkas
Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada perlakuan P0 merupakan persentase karkas ayam kampung tertinggi, yang diikuti berurutan P2, P1 dan P3.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penggunaan tepung Azolla microphylla
fermentasi dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas ayam kampung. Hal ini dikarenakan bobot potong dan karkas yang di dapat berpengaruh tidak nyata. Sebagaimana dikemukakan Nataamidjaya et. al., (1995) bahwa
persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan seratus persen. Soeparno (2005) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah bobot hidupnya.
Hasil dari penelitian memperlihatkan rataan persentase karkas ayam kampung 66,24-64,64 %. Peresentase karkas dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Kurniawan (2011) dimana ayam kampung umur 10 minggu yang diberi ransum bungkil biji jarak pagar terfermentasi memperoleh rataan persentase karkas 61,45-64,43 %. Sedangkan ayam kampung umur 12 minggu yang di beri subtitusi pakan komersil dengan tepung ampas kelapa memperoleh persentase karkas 62,60-63,57 % (Ramdani et. al., 2016).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Azolla
microphylla fermentasi hingga taraf
pemberian 15 % dalam ransum tidak mengganggu bobot potong dan karkas ayam kampung.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar dan A. G. Notoamidjojo, 1997. Persentase Karkas Dan Bagian bagiannyaDua Galur Ayam Broiler Dengan Penambahan Tepung Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Dalam Ransum. Buletin Peternakan Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
8 Achamanu. 1997. Pengaruh
penggunaan tingkat Azolla
dan enzim pertumbuhan dalam ransum terhadap performan itik jantan. Agrivita. 20: 103 – 108. Achmadi, J. 1988. Serat kasar, zat
anti nutrisi pada ransum ayam. Poult. Indones. No. 98/TH. IX
Ahmad, B dan R. Herman. 1982. Perbandingan Produksi Daging Antara Ayam Jantan Kampung dan Ayam Jantan Petelur. Media Peternakan (25) 3-6.
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Astuti, N. 2012. Kinerja Ayam
Kampung Dengan Ransum Berbasis Konsentrat Broiler. Prodi Peternakan, Fakultas Agroindustri. Universitas Marcu Buana Yogyakarta. Jurnal AgriSains Vol. 4 No.5. ISSN: 2086-7719
Asyidiqi, A.S., T. Widjastuti dan Abun. Pengaruh Ransum Mengandung Limbah Udang Produk Fermentasi Terhadap Bobot Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Kampung. Alumni Fakultas Peternakan UNPAD. Bandung.
Blakely, J. dan D. H. Blade. 1998. Ilmu Peternakan. Diterjemahkan oleh B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.
Dewanti, R. 2007. Potensi Nutrisi Tepung Azolla microphylla
dalam Memperbaiki Performan Itik Mnila
(Cairina moschata).
Jurusan Peternakan, Universitas Sebelas Maret. Sains Peternakan Vol. 5 (2) : 12-17.
Dewi, G.A.M.K., I.M. Nuriyasa dan I. W. Wijayana. 2016. Optimalisasi Peningkatan Produksi Ternak Unggas dengan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga (Hylocereus sp) Terfermentasi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Forbes, J.M/ 1986. The Voluntary Food Intake of Farm Animals. Butter-Worth and co. London
Haryadi, R.D., R. Sutrisna dan T. Kurtini. 2015. Pengaruh Pemberian Ransum Berserat Kasar Beda Terhadap Bobot Hidup Dan Karkas Ayam Jantan Tipe Medium Umur 8 Minggu. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 85-91.
Hatta, U. 2005. Performan Hati dan Ginjal Ayam Broiler yang Diberi Ransum
Menggunakan Ubi Kayu Fermentasi dengan Penambahan Lysine. J. Agroland
Hutabarat, H. 2007. Pemanfaatan Kulit Buah Kopi Fermentasi Terhadap Performans dan
9 Kualiatas Karkas Ayam
Buras. Pusat Kajian Peternakan, Perikanan, Sumberdaya Pesisir dan Laut Fakultas Peternakan.
Universitas HKBP
Nommensen. Medan
Kannaiyan, S. 1993. Nitrogen Contribution by Azolla to Rice Crop. Page 309-21 in
proc.Indian natn. Sci. Acad. Kartasujana, R, dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Kurniawan, H. 2011. Karkas Dan Potongan Karkas Ayam Kampung Umur 10 Minggu yang Diberi Ransum Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha
Curcas L) Terfermentasi
Rhizopus Oliposgorus.
Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nataamijaya, A.G., K. Dwiyanti, S.N., dan Jarman. 1995. Pendugaan Kebutuhan Pokok Nutrisi Ayam Buras Koleksi. Proceeding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan Balai Nasional Ternak. Bogor. Noferdiman. 2012. Efek Penggunaan
Azolla microphylla
Fermentasi Sebagai Pengganti Bungkil Kedele Dalam Ransum Terhadap Bobot Organ Pencernaan Ayam Broiler. Program Studi
Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Volume 14, Nomor 1, Hal. 49-56. ISSN 0852-8349. Rasyaf, M. 2011. Beternak Ayam
Kampung. PT Penbar Swadaya, Jakarta.
Ramdani, I., D. Kardaya dan Anggaraeni. 2015. Pengaruh Subtitusi Pakan Komersil Dengan Tepung Ampas Kelapa Terhadap Bobot Potong Dan Karkas Ayam Kampung. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda. Bogor. Jurnal Peternakan Nusantara. Volume 2. Nomor 1. ISSN 2442-2541.
Setiadi, D. Nova. K. Tantalo , S. 2012. Perbandingan Bobot Hidup, Karkas, Giblet dan Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium dengan Strain Berbeda yang Diberi Ransum. Siregar, A.P., M.Sabrani, dan P.
Suroprawiro. 1994. Teknik Beternak Ayam Ras di indonesia.Margie Group. Jakarta.
Sitohang, V.R., T. Herawati dan W. Lili. 2012. Pengaruh pemberian dedak padi hasil fermentasi ragi
(Saccharomyces cerevisiae)
terhadap pertumbuhan biomassa Daphina Sp.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (1) : 65 – 72.
10 Supartoto., P. Widyasunu,
Rusdiyanto dan M. Santoso. 2012. Eksplorasi Potensi Azolla microphylla
dan Lemma polirhizza
sebagai biomasa bahan pupuk hijau, pakan itik dan ikan. Hal. 217-125 dalam:
Proseding Seminar Nasional. Purwekerto. Tabun, A. ch dan Fernandus, N.
2007. Performan Pertumbuhan Awal Ayam Buras Pada Fase Starter yang Diberi Ransum Komersil Ayam Broiler. Program Studi Produksi Ternak. Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Tillman A.D., H Hartadi, S
Reksohadiprodjo , S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1984 . Ilmu Makanan Ternak Dasar . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta