• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Sidat ( Glass ell Klasifikasi sidat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Sidat ( Glass ell Klasifikasi sidat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Sidat (Glass ell)

Ikan sidat (Anguilla sp.) merupakan ikan yang unik, mengawali hidup (menetas dari telur) di laut, tumbuh menjadi dewasa di perairan tawar seperti sungai dan danau, kemudian akan kembali ke laut untuk memijah. Sidat populer sebagai makanan mewah karena memiliki kandungan gizi yang baik. Masyarakat Jepang merupakan konsumen sidat terbesar dengan jumlah konsumsi 100.000 ton per tahun, tetapi kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi sidat. Pemenuhan konsumsi sidat sebagian besar ± 80% diproduksi melalui kegiatan budidaya, namun pasokan benih (glass eel) bergantung pada usaha penangkapan di muara-muara sungai seperti di muara Sungai Cimandiri. Sumberdaya sidat yang keberadaannya cukup melimpah memiliki potensi untuk konsumsi lokal maupun untuk tujuan ekspor (Fahmi dan Hirnawati 2010).

2.1.1 Klasifikasi sidat

Menurut beberapa ahli antara lain Weber dan de Beaufon (1929) serta Williamson dan Castle (1975) diacu dalam Kottelat (1993) ikan sidat termasuk dalam Famili Anguillidae. Ikan sidat menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Euchordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Anguilliformes Famili : Anguillidae Genus : Anguilla

Spesies : Anguilla sp. (Shaw 1803) Anguilla bicolor bicolor

(2)

Sumber : 2.1.2 Ada Pros strukturny dengan lin dengan ba berkaitan dan lain-l morfologi menyerup untuk men transparan terhadap g baik untuk Orga insang me selain oks Organ pen Pembesara untuk men gelap (Fah : Data prime aptasi morf ses adaptas ya untuk me ngkungan d aik. Adapta mengenai b lain. Sidat nya. Bentu ai daun, ha ncapai perai n membuat getaran teru k mengatasi an pernafas emberi kem sigen yang nglihatan si an mata ika ningkatkan hmi 2010). er, 2012 Gambar fologi dan f si adalah p eningkatkan dimana org asi morfolog bentuk bada memiliki uk badan ik al ini memu iran pantai. sidat terlin utama pada i kelemahan san sidat ter mampuan u terlarut da idat mampu an mencapai kemampuan 1 Juvenil s fisiologi sid penyesuaian n kemampu anisme ting gi adalah ad an, warna k berbagai m kan sidat pa udahkan sid Warna bad ndung dari a bagian la n dalam org rdiri atas in untuk meng lam air (Te u beradapta i empat kali n melihat di sidat (glass e dat n organism uan hidup se ggal sehing daptasi suatu kulit, organ macam stra ada fase lep

dat untuk m dan sidat pa predator. teral. Org an pengliha nsang dan k gambil oks esch 2003 asi saat mas

i lipat ukura i lingkunga eel) me baik tin erta dapat m gga dapat b u organisme pernafasan, ategi berad ptocephalus mengikuti p ada fase lep

Badan sid gan pencium atan sidat (F ngkah laku menyesuaika berkembang e dalam hal , organ sen daptasi terh berbentuk pola arus air

ptocephalus dat juga se man yang s Fahmi 2010) u dan an diri g biak yang sorik, hadap pipih r laut yang ensitif sangat ). kulit. Lame sigen langs diacu dalam suk ke pera an normal, h an perairaan ella-lamella sung dari u m Fahmi 2 airan laut d hal ini dilak n laut dalam pada udara, 2010). dalam. kukan yang

(3)

5

Secara fisiologis ikan sidat mampu hidup pada kondisi konsentrasi oksigen yang rendah. Pada kondisi apnoea yaitu keadaan dimana otot-otot pernafasan dan organ pernafasan dalam kondisi istirahat, benih sidat mampu bernafas selama 30 menit. Selama 30 menit tersebut benih sidat hanya menggunakan oksigen yang tersimpan dalam darahnya, tanpa mengambil oksigen dari luar. Sidat mampu mengatur tubuhnya pada kondisi oksigen rendah, tetapi sidat tidak mampu bertahan pada konsentrasi karbondioksida yang tinggi. Ikan sidat mempunyai toleransi yang tinggi terhadap suhu. Daya toleransi suhu akan meningkat sejalan dengan bertambahnya ukuran ikan. Glass eel mampu hidup pada suhu mencapai 28ºC, stadia elver mampu hidup dengan suhu 30,5ºC-38,1ºC dan pada sidat dewasa mampu bertahan pada suhu 39,7ºC bahkan bisa mencapai suhu 41ºC (Fahmi 2010).

2.1.3 Migrasi sidat

Migrasi dalam perikanan dikenal juga dengan ruaya yang berarti proses perpindahan ikan ke tempat yang memungkinkan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Menurut Heape (1931) dalam Lucas &Baras (2001), migrasi adalah sebuah proses siklus yang mendorong migran ( hewan yang bermigrasi) untuk kembali ke wilayah dimana migrasi dimulai, tempat untuk bereproduksi, menemukan makanan serta tempat yang memiliki iklim tepat untuk situasinya. Setiap ikan melakukan kegiatan migrasi selalu berangkat dan menuju lokasi yang sama atau hampir sama dengan tempat dimana dilahirkan. Namun migrasi yang dilakukan ikan yang masih kecil untuk mencari makan dapat dilakukan berulang kali hingga masa pemijahan dimulai (Fahmi 2010). Migrasi ikan dapat dibagi berdasarkan pola gerakan yaitu migrasi vertikal dan migrasi horizontal, sedangkan menurut waktu migrasi terbagi menjadi dua yaitu migrasi panjang dan migrasi pendek. Migrasi ada yang terkait dengan salinitas yaitu migrasi ikan yang bergerak dari air tawar ke air laut dan sebaliknya (diadromus) (Myers 1949 diacu dalam Lucas dan Baras 2001). McDowall (1997) membagi diadromus menjadi tiga kelompok pergerakan ikan yaitu anadromus, katadromus, dan amphidromus

(4)

Air tawar

Sumber : Mcdowall (1997)

Gambar 2 Migrasi anadromus

Sumber : Mcdowall (1997)

Gambar 3 Migrasi katadromus

Sumber : Mcdowall (1997)

Gambar 4 Migrasi amphidromus

Ikan sidat termasuk ikan yang melakukan migrasi secara katadromus, yaitu migrasi dari air tawar menuju laut untuk melakukan pemijahan. Lokasi pemijahan ikan sidat berada pada kedalaman lebih dari 500 m. Sidat pada fase

leptochephalus yang baru menetas bergerak kearah permukaan laut dan berenang secara diurnal. Leptochephalus berkembang menjadi glass eel yang ditandai dengan terbentuknya sirip dan panjang badan mulai memendek, selanjutnya glass eel berenang mengikuti arah arus hingga mencapai air tawar (Fahmi 2010).

2.1.4 Distribusi dan siklus hidup sidat

Spesies sidat daerah tropis yang ada di perairan Indonesia meliputi Anguilla marmorata, Anguilla bornensis, Anguilla celebesensis, Anguilla interioris, Anguilla nebulosa nebulosa, Anguilla bicolor pasifica, dan Anguilla bicolor

Air tawar

Laut

Reproduksi Reproduksi

Juvenile migrasi ke laut

Makan dan tumbuh di laut

Juvenil migrasi kembali ke air tawar

Mencari makan dan tumbuh dewasa di air tawar Air tawar

Laut

Reproduksi Makan dan tumbuh di Reproduksi

Juvenil migrasi ke air tawar

Mencari makan dan tumbuh dewasa di air

Dewasa kembali ke laut untuk memijah Laut

Juvenil migrasi ke laut

Makan dan tumbuh di air tawar

Mencari makan dan tumbuh dewasa di

Dewasa kembali ke air tawar untuk memijah

(5)

7

bicolor. Penyebaran sidat di Indonesia meliputi sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, pesisir barat daya Sumatra, pesisir timur Kalimantan, Sulawesi dan Bali (Tabeta 1976). Distribusi penyebaran sidat yang hidup di perairan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.

6 2 6 2 6 1 5 6 3 4 2 5 6 1 3 4 5 6 5 1 5 5 5 6 1 2 2 2 1 1 1 2 2

Keterangan: 1 = Anguilla bicolor bicolor 4 = A. ancestralis

2 = A. celebesensis 5 = A. bicolor pasifica

3 = A. borneensis 6 = A. marmorata

Sumber : Setiawan, 2003

6

Gambar 5 Distribusi spesies sidat di perairan Indonesia

Stadia perkembangan ikan sidat baik di iklim tropis maupun subtropis (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad) (Irawan 2008). Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang di perairan tawar, sidat dewasa yang lebih dikenal dengan yellow eel berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan bermigrasi ke laut untuk memijah. Pada stadium larva, sidat hidup di laut. Bentuknya seperti daun lebar, tembus cahaya, dan dikenal dengan sebutan

leptocephalus. Larva ini hidup terapung-apung di tengah samudera (Sasongko 2007).

Leptocephalus hidup sebagai plankton terbawa arus samudera mendekati daerah pantai. Pada stadium elver, sidat banyak ditemukan di pantai atau muara sungai. Panjang tubuh 5-7 cm, tembus cahaya. Burayak (anak ikan/impun) akan

(6)

hidup di air payau sampai umur satu tahun. Ketika itulah sidat akan berenang melawan arus menuju hulu sungai. Setelah bertemu dengan perairan yang dalam dan luas, misalnya lubuk, bendungan, rawa atau danau, sidat akan menetap dan tumbuh menjadi ikan buas dan liar. Impun dewasa inilah yang selanjutnya dikenal sebagai sidat. Ketika itulah dia akan kembali ke laut lepas untuk kawin dan berkembangbiak. Setelah berpijah, induk akan mati (Sarwono 2006).

Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya. Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan. Waktu berpijah sidat di perairan Samudera Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa nebulosa (Irawan 2008).

2.2 Penangkapan Sidat

2.2.1 Alat tangkap anco dan sodok

Alat tangkap anco (portable liftnet / hand liftnet) berdasarkan klasifikasi von Brandt (1984) termasuk dalam jenis liftnet. Jaring angkat (liftnet) terdiri dari

hand liftnet, mechanized liftnet, blanket net, fish wheel. Sodok (push net) termasuk dalam jenis alat tangkap Bagnets. Klasifikasi alat penangkap ikan menurut Keputusan Menteri (2010) anco dan sodok termasuk dalam jenis jaring angkat (liftnet).

Anco atau sirib (portable liftnet) adalah alat penangkap ikan yang berbentuk jaring persegi, memiliki bingkai kecil dan dioperasikan hanya dengan menggunakan tenaga manusia yaitu kekuatan tangan. Terbukanya jaring, anco menggunakan dua buah belahan bambu yang kedua ujungnya dihaluskan (diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain dengan sudut 90 derajat yang selanjutnya pada ujung-ujungnya dikaitkan pada jaring. Jaring berbentuk bujur sangkar, umumnya berukuran 3 x 3 m. Bahan jaring umumnya

(7)

9

dibuat dari benang katun, dengan besar mata jaring ± 1 cm untuk bagian yang tengah dan 1,5 cm untuk yang dipinggir (Subani dan Barus 1989).

Sodok (jaring dorong) adalah alat penangkap ikan berupa jaring kantong berbentuk kerucut dengan mulut berbingkai segitiga sama kaki. Bahan jaring sodok terbuat dari benang halus (nylon) dan waring yang dirajut seperti jaring dan direkatkan pada kayu berdiameter 8 cm dan panjang 3 meter. Bingkai jaring terbuat dari kayu, bambu dengan ukuran panjang 1–3 m (Subani dan Barus 1989). Alat tangkap anco dan sodok dapat dilihat pada Gambar 6 :

Sumber : Subani dan Barus (1989)

Gambar 6 Alat Tangkap anco dan sodok

2.2.2 Metode pengoperasian anco dan sodok

Anco dioperasikan dengan cara jaring diturunkan ke arah dasar perairan pantai, muara sungai dan teluk-teluk yang relatif dangkal dengan muka jaring menghadap ke dalam perairan. Setelah ikan terkumpul, lalu secara perlahan jaring diputar atau dibalik dan diangkat ke arah permukaan hingga kumpulan ikan berada di dalam jaring. Kemudian hasil tangkapan diangkat dari jaring. Anco hampir terdapat di seluruh daerah perikanan baik darat maupun laut, contohnya: di Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Palabuhan Ratu Sukabumi (Subani dan Barus 1989).

Sodok dioperasikan dengan cara mendorong menelusuri dasar perairan dangkal atau melayang – layangkan dibawah permukaan air dengan menggunakan

(8)

tenaga tangan dan perahu. Penangkapan dilakukan dengan menurunkan jaring kedalam air lalu mendorongnya menelusuri dasar perairan. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan ketika kantong jaring terisi ikan (Subani dan Barus 1989).

2.2.3 Hasil tangkapan anco dan sodok

Hasil tangkapan anco dan sodok terutama jenis-jenis ikan pantai seperti tembang (Clupea sp.), teri (Stolephorus sp.), japuh (Dussumiera sp.), selar (Charanx sp.), pepetek (Leiognathus sp.), kerot-kerot (Therapon sp.), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp.), layur (Trichiurus sp.), kembung (Rastrelliger sp.) dan udang halus atau rebon (Subani dan Barus 1989).

2.3 Pembangunan Perikanan Keberlanjutan

Perikanan tangkap berkelanjutan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) merupakan suatu proses perubahan, dimana eksploitasi

sumberdaya, orientasi pengembangan teknologi dan perubahan institusi adalah suatu proses yang harmonis dan menjamin potensi masa kini dan masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Kementerian KLH/Bapedal yang diacu dalam Simbolon, 2003). Perman et al. (1996) diacu dalam Fauzi (2004) mendiskripsikan konsep keberlanjutan dengan mengajukan lima alternatif pengertian, yaitu : 1) suatu kondisi dikatakan berkelanjutan jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu; 2) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi di masa mendatang; 3) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam tidak berkurang sepanjang waktu; 4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam; 5) keberlanjutan adalah kondisi keseimbangan minimum dan daya tahan ekosistem terpenuhi.

Konsep pembangunan berkelanjutan juga dapat dilihat dalam konsep FAO Council (1988) yang diacu dalam FAO (2001) sebagai pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam dan perubahan orientasi teknologi dan kelembagaan dalam beberapa cara yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan

(9)

11

generasi sekarang dan yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan berusaha untuk melindungi tanah, air, tumbuhan serta sumberdaya genetik hewan, yang tidak menurunkan kualitas lingkungan dimana secara teknis tepat, secara ekonomis berguna, dan secara sosial dapat diterima. Keberlanjutan perikanan dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas perikanan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhannya. Inti dari kata keberlanjutan (sustainability) pembangunan perikanan di seluruh dunia sebenarnya adalah dapat memperbaiki dan memelihara kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri (Fauzi dan Anna 2002).

2.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Sidat Berkelanjutan

Pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah kepada bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktifitas penangkapan yang bersifat ekonomi atau komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI. Pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi (Mallawa 2006).

Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pengelolaan SDI dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistim, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan Sedang keberlanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan

(10)

ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien (Bengen 2005). Habitat dan sebaran benih ikan sidat alami tergantung pada sebaran induk. Jenis-jenis benih alami yang banyak dijumpai antara lain, ikan sidat dari genus Anguilla meliputi: Anguilla ancentralis, A. bicolor bicolor, A. celebensis, A.borneonsis, A.mossambica, A.marmorata (Mallawa 2006).

Gambar

Gambar 2 Migrasi anadromus
Gambar 5 Distribusi spesies sidat di perairan Indonesia
Gambar 6 Alat Tangkap anco dan sodok  2.2.2  Metode pengoperasian anco dan sodok

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti kebijakan API memengaruhi struktur dan tingkat kompetisi perbankan di Indonesia yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi bank, namun peningkatan

Baraas (1993) mengemukakan bahwa kadar trigliserida dan kolesterol total dalam darah akan cenderung makin tinggi akibat diet yang tidak terkendali dan aktivitas

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar Vineland Social Maturity Scale (VSMS). Kesimpulannya adalah 1) Sebagian besar anak (48,7%) mempunyai

Tim Bawor Satria dalam meminimalisir peredaran miras di

Mengenai pengaturan tindak pidana perdaran obat secara ilegal yang sebelumnya diatur dalam Pasal 80 Ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Sifahutar (2018) yang mengatakan bahwa Pengetahuan sangat berpengaruh dalam pemberian ASI Eksklusif , berdasarkan penelitiannya di Puskesmas Siborong borong yaitu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Isa dan Baiyewu (2006) terhadap 251 responden, bertujuan untuk mengkaji kualitas hidup pasien DM dan untuk membandingkan faktor

Penelitian ini juga menduga bahwa terdapat reverse causality, yakni perusahaan dengan nilai yang lebih tinggi akan mengadopsi praktik corporate governance yang lebih