• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNOLOGI TERUMBU BUATAN DI PERAIRAN LAUT PULAU ABANG, BATAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNOLOGI TERUMBU BUATAN DI PERAIRAN LAUT PULAU ABANG, BATAM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNOLOGI TERUMBU BUATAN

DI PERAIRAN LAUT PULAU ABANG, BATAM

Iwan Eka Setiawan

Peneliti Ekosistem dan Sumberdaya Kelautan

Balai Teknologi Survei Kelautan – BPPT

Tlp :021-3168813 Email : iwaneka@yahoo.om

Abstract

The application of artificial reef technology has been done on Abang Island, Batam were conducted on Juni-October 2007. The research objectives are to enhance the fish population and rehabilitate marine environment in Abang island waters. The activities are particularly in assessment site selection survey for development the artificial reef, contruction and deployment of 10 unit the artificial reef at the selected sites. Parameter measured were: bathymetri, water quality aspects, current and sedimentation

The results of the assessment for marine environment condition have seen the water qualities such as temperature, salinity, dissolved oxygen in the normal condition and they conduct as not as unlimited factors for artificial reef program. In other hand, the assessment of sea bed morphology have seen homogen marine topography with slope slightly, the dominant of sediment seabed is sandy beach. The deployment sites have to be selected at 3 positions are surrounded 0o 30’28.47” N ; 104o 16’ 5.55” E, range 20-25 meter and calm waters (low current flows).

Key words : Artificial reef, Pulau Abang-Batam

1. PENDAHULUAN

Gugusan Pulau Abang yang berada di bagian selatan dari wilayah perairan Pemko Batam telah ditentukan sebagai daerah Kawasan Taman Nasional Laut (1). Hal ini berarti kawasan perairan tersebut merupakan areal konservasi yang berfungsi sebagai habitat perlindungan, pelestarian dan sumberdaya kelautan agar terjamin keberadaan, ketersedian dan kesinambungannya bagi generasi sekarang maupun mendatang. Sangat tepat pemko Batam telah memilih perairan Pulau Abang sebagai areal konservasi laut, yang nantinya dapat menjadi kawasan pusat plasma nutfah biota laut diantara pesatnya pengembangan pulau-pulau di sekitarnya sebagai kawasan industri yang tentunya turut meningkatkan limbah yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan seperti adanya pencemaran, buangan air panas dsb.

Dalam rencana tata guna lahan laut yang sudah dicanangkan, perairan Pulau Abang yang terdiri dari beberapa gugusan pulau kecil tersebut memiliki kondisi perairan yang masih alami (2) Hasil penelitian lingkungan untuk keperluan budidaya laut yang pernah dilakukan peneliti kelautan BPPT tahun 2003 memperlihatkan kualitas kimia, fisik dan biologi yang sangat baik untuk kelangsungan hidup biota laut, namun disisi lainnya pengamatan lain dengan menggunakan kamera bawah laut terlihat terumbu di sebelah selatan pulau Abang Besar menunjukkan tingkat kerusakan yang sangat parah(2).

Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem tropis pantai yang mempunyai produktivitas primer paling tinggi dibanding dengan ekosistem lepas pantai(3). Tingginya produktivitas primer ekosistem ini menyediakan sumberdaya perikanan dengan nilai komersil yang tinggi pula, seperti ikan, udang moluska dan lain-lain. Dilain pihak, kerusakan terumbu karang akibat berbagai aktivitas manusia maupun alam telah mengakibatkan penurunan dan hilangnya sumberdaya hayati laut. Aktivitas penangkapan dengan bahan peledak dan beracun, pengambilan karang untuk bahan bangunan dan akuarium, penebangan hutan mangrove merupakan penyebab utama kerusakan terumbu karang. Prosentase terumbu karang hidup di Indonesia telah mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dimana hanya 7 % saja yang masih dalam keadaan baik, sedangkan 61 % telah rusak. Karena itu upaya pengelolaan sumberdaya hayati laut, termasuk rehabilitasi dan konservasi terumbu karang perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan potensi komersilnya(4) .

Masih ingatkah kita dalam beberapa dekade lalu? Saat itu Pemda DKI Jakarta mengadakan operasi bebas becak secara besar-besaran dan becak-becak yang terjaring akhirnya ditenggelamkan di perairan Kepulauan Seribu untuk dijadikan terumbu buatan atau rumah ikan dengan menciptakan habitat baru. Upaya pembuatan rumah ikan tersebut tidak hanya dengan becak-becak saja namun juga mobil bekas, ratusan ban bekas dll yang juga turut ditenggelamkan disekitar pulau Kotok Kecil untuk keperluan yang sama. Salah satu manfaat yang ada sekarang dari upaya itu adalah lokasi wisata penyelaman selain tempat memancing.

Dengan semakin buruknya habitat terumbu karang alami yang diyakini sebagai habitat sangat produktif maka sudah selayaknya peran aktif pemerintah baik pusat dan daerah untuk lebih peduli dengan kondisi seperti ini ditambah lagi adanya isu dunia global warming yang juga akan mempecepat bleaching (pemutihan) terumbu alami. Perlu disadari bahwa terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sumber makanan bagi banyak biota laut, termasuk ikan. Adanya kerusakan besar-besaran yang terjadi pada terumbu karang, sudah dapat dipastikan bahwa jumlah tangkapan ikan para nelayan juga menurun drastis.

(2)

Terumbu buatan adalah suatu rekayasa struktur bangunan yang diturunkan ke dasar laut yang digunakan untuk merubah suatu perairan yang sepi ikan menjadi perairan yang ramai ikan. Dalam jangka waktu panjang, struktur yang dapat dibuat dari berbagai material seperti ban bekas, mobil bekas atau struktur beton baik yang berbentuk kubah atau piramida, akan membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Terumbu buatan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjadi rumah, pelindung, tempat mencari makan serta tempat berpijah dan daerah asuhan (nursery ground) berbagai biota laut dapat terwujud.

Tujuan utama dari adanya bangunan yang diletakkan di dasar laut adalah untuk menarik koloni ikan agar berkumpul pada daerah agak terlindung yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan produksi perikanan disekitarnya. Dalam jangka panjang struktur bangunan tersebut akan ditumbuhi tumbuhan laut dan karang alami. Pembuatan dan penurunan terumbu buatan memang pekerjaan mudah, namun agar usaha rehabilitasi terumbu karang ini sesuai dengan tujuan dan berhasil, proses pemilihan lokasi penurunan dan penempatannya di dasar laut memerlukan pemahaman karakter laut yang dikaitkan dengan pendekatan oseanografi lingkungannya.

Tulisan ini merupakan aplikasi teknologi pemetaan laut dalam penentuan lokasi ideal bagi penurunan terumbu buatan sebagai “rumah ikan” di perairan laut Pulau Abang-Batam dalam upaya merehabilitasi kerusakan terumbu karang alami yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan sumberdaya perikanan.

2. METODE

Kegiatan penelitian ini dilakukan secara bertahap yaitu koordinasi instansi terkait dan sosialisasi masyarakat, survei detail kondisi hidro-oseanografi calon lokasi penurunan terumbu, konstruksi terumbu buatan serta penanaman terumbu pada lokasi terpilih.

2.1. Penentuan Lokasi Penempatan Terumbu Buatan

Penentuan lokasi penempatan terumbu buatan yang akan dijadikan sebagai rumahikan disesuaikan dengan dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan organisme penempel sebagai cikal bakal tumbuhnya terumbu buatan bisa tumbuh cepat dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung untuk tumbuhnya terumbu karang alami (suhu, salinitas, kedalaman, kecerahan, tubiditas, sedimentasi dan arus) serta stabilisasi dan daya tahan terumbu buatan yang ditempatkan.

Untuk mendukung keberhasilan program penanaman terumbu buatan ini perlu pengamatan: ƒ Kajian sosial ekonomi masyarakat setempat

ƒ Kajian geologi dasar laut (batimetri, karakteristik dasar laut dan substrat dasar). Peralatan yang digunakan adalah fish finder, computer, GPS dan Sedimen grab.

ƒ Kajian oseanografi (arus) dan kualitas air laut (suhu, salinitas, pH, kecerahan, turbidity). Peralatan yang digunakan current meter, water quality checker

2.2. Konstruksi Terumbu Buatan

Pemilihan bahan terumbu buatan didasarkan atas beberapa kriteria yaitu, menurut fungsi/ kegunaan, kesesuaian, kestabilan dan ketahanan. Dalam hal ini material yang digunakan adalah beton (concrete) asli yang didesain menurut bentuk tertentu (dikonstruksikan) dengan komposisi bahan campuran pasir kali, pasir laut, kerikil, semen tipe II, abu batubara dan pecahan karang mati. Penggunaan semen tipe II direkomendasikan oleh American Society of Testing Materials (5) , karena penggunaan bahan campuran pasir laut, pasir sungai, debu batubara, dan pecahan karang dimaksudkan untuk menormalkan pH semen sesuai dengan pH lingkungan air laut. Seperti diketahui lime (kalsium peroksida) mempunyai kisaran pH yang cukup tinggi (pH 10-11) dibanding dengan pH air laut (pH 8,3) sehingga untuk menghindari pengaruh negatif (dapat menjadi racun bagi organisme invertebrata) maka perlu penetralan pH terumbu buatan sesuai dengan pH lingkungan. Bahan campuran lain yang dapat digunakan untuk penormalan pH semen diantaranya adalah lempung/tanah liat, mikrosilika, batu apung dan sebagainya (6). Materiil beton memiliki permukaan dan tempat hidup yang sangat baik bagi persinggahan dan pertumbuhan organisme penempel yang akan menyusun habitat baru

Penggunaan beton dimaksudkan untuk memenuhi kriteria meminimalkan unsur resiko lingkungan dari kemungkinan racun yang ditimbulkan. Lain halnya dengan terumbu buatan dari bahan ban, bangkai pesawat, bus maupun becak kemungkinan adanya polusi dapat timbul dari logam berat, bensin, oli maupun bahan beracun lain terhadap organisme. Penggunaan beton selain lebih stabil juga dapat mengurangi resiko kecelakaan bagi wisata Selain itu, desain demikian diharapkan mempunyai nilai estetika bagi wisata penyelaman. Bentuk terumbu buatan yang dibuat yaitu tipe piramida (Gambar 2).

2.3. Penempatan Terumbu Buatan

Hasil interpretasi data survei pendahuluan dituangkan untuk menentukan lokasi yang paling ideal bagi penempatan terumbu buatan. Pada lokasi yang menjadi target penurunan berdasarkan kesesuaian kriteria dilakukan penurunan 1 unit terumbu buatan sebagai titik pusat vertikal dan diberi penandaan dengan menggunakan pelampung. Selanjutnya pada daerah ini dibuatkan transek kotak persegi empat sebagai daerah penurunan terumbu. Setelah itu baru dilakukan penurunan seluruh terumbu buatan. Pelaksanaan pengaturan pemasangan dilakukan melalui teknik pengaturan di atas wahana pengangkut (menggunaan tali-temali dan pelampung). Pelaksanaan pembuatan dan penurunan terumbu buatan dengan melibatkan kelompok masyarakat nelayan

(3)

Gambar 1. Lintasan survei dan stasiun pengamatan di Perairan Pulau Abang Batam

Gambar 2. Bentuk terumbu yang dipergunakan

2.4. Waktu Kegiatan

Kegiatan ini diawali dengan koordinasi dengan aparat desa setempat, survei penentuan lokasi, konstruksi dan kegiatan penurunan terumbu buatan di lokasi terpilih. Pelaksanaan kegiatan Juni – November 2007

(4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Deskripsi sosial ekonomi masyarakat Pulau Abang

Pengumpulan data berdasarkan wawancara dengan kepala desa dan berbagai tokoh masyarakat didapatkan deskrip sebagai berikut :

Desa Pulau Abang termasuk kedalam wilayah administrasi Kecamatan Galang, Kota Batam. Desa Pulau Abang terdiri dari kurang lebih 64 pulau besar dan kecil, seperti Pulau Abang besar, Abang kecil, Petong, Galang Baru, Nguan, Teleje, Penggelap, Dedap, Pasir Bukul dan lain-lain.

Batas wilayah Desa Pulau Abang ini berbatasan sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Desa karas, sebelah Barat dengan Pulau Patah kecamatan Mora, sebelah Timur dengan Pulau Benam kecamatan Senayang dan sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Berjong kecamatan Senayang.

Jumlah penduduk desa Pulau Abang berdasarkan wawancara dengan pemuka desa sekitar 1183 jiwa dengan komposisi terbesar bermatapencaharian sebagai nelayan (85%). Nelayan setempat umumnya menggunakan wahana tangkap tradisional, artinya menggunakan kapal kecil dengan pola operasi one day fishing, pagi hari berangkat kemudian sore hari atau malamnya kembali ke darat. Dengan perahu sederhana daya jelajah hanya beberapa mil dari tempat tinggal dan areal tangkapan (fishing ground) masih berada disekitar perairan Pulau Abang. Alat tangkap yang dipergunakan dalam penangkapan berupa pancing tradisional, bubu dan jaring kecil.

Berdasarkan arah angin, nelayan Batam pada umumnya mengenal ada 4 musim, yaitu musim Timur bulan Februari - April, musim Selatan Mei -Juli, musim Barat Agustus-Oktober dan musim Utara November-Januari. Diantara jenis-jenis ikan yang tertangkap di sekitar perairan tersebut terdapat beberapa jenis bernilai ekonomi tinggi seperti udang, kerapu, bawal, kakap, belanak, dingkis, cumi-cumi dll. Komposisi hasil tangkapan umumnya berbeda setiap musimnya. Pada musim Barat didapat ikan-ikan ekor kuning, kue, kerapu, kakap dan cumi. Musim Utara, ikan dingkis, selar. Musim Timur, ikan ikan karang seperti kerapu, kakap, kue dan cumi. Musim Selatan, ikan pari, lobster, ikan belanak, ikan lebam dan beberapa ikan karang. Pemasaran hasil ini untuk kawasan Batam sendiri (lokal) dan Singapura (ekspor) baik ikan yang masih hidup maupun yang sudah didinginkan.

3.2. Kajian topografi dasar Laut

Pengukuran topografi atau batimetri di lakukan di perairan Pulau Abang, Batam dengan menggunakan fish finder yang dihubungkan dengan GPS dan komputer. Area pengukuran berada diantara perairan antara Pulau Dedap dan Pulau Pangelap dengan cakupan area kurang lebih 7,38 km2 dalam koridor geografis (00o31'2.8"N;104o15'18"E), (00o31'2.8"N; 104o17'16"E), (00o29'14.5"N; 104o17'16"E) dan (00o29'14.5"N; 104o15'18"E).

Kedalaman laut berkisar dari 30 cm sampai dengan 25 meter. Rata-rata kedalaman pada bagian tengah dari kedua pulau tersebut berkisar 20 meter. Kedalaman ini sangat ideal bagi pertumbuhan terumbu sehubungan dengan penetrasi cahaya yang bisa mencapai dasar perairan.Cahaya matahari yang masuk merupakan faktor penting untuk pertumbuhan karang sehubungan dengan aktivitas fotosintesis.

Pengambilan conto sedimen dengan menggunakan sedimen grab. Hasil analisa butiran sedimen, menunjukkan sebaran sedimen perairan ini merupakan sedimen pasir lumpuran, yaitu 90 persen pasir dan 10 persennya lumpur. Tidak adanya sungai diantara 2 pulau Pengelap dan Dedap yang mengindikasikan tidak ada pengaruh input dari darat sehingga memperlihatkan kondisi sebaran yang relatif homogen.

(5)

3.3. Kajian oseanografi dan kualitas air

Pengukuran arus laut dilakukan dengan alat survei direct currentmeter tipe VALEPORT pada sebaran stasiun diperairan sebanyak 16 stasiun pengukuran. Pengukuran dilakukan pada kedalaman 2 dan 10 meter. Hasil pengukuran diperoleh kecepatan maksimum pada kedalaman 2 dan 10 meter masing-masing adalah 0,15 dan 0,54 m/det. Sementara kecepatan minimumnya masing-masing adalah 0,05 dan 0,07 m/det. Kecepatan arus yang tidak terlalu kencang sangat baik untuk pertumbuhan karang.

Hasil pemantauan terhadap kualitas air laut disekitar perairan Pulau Abang masih menunjukkan bahwa keseluruhan parameter kualitas air laut yang diamati masih memenuhi batas nilai baku mutu air untuk kehidupan biota sesuai dengan surat keputusan Kementrian Lingkungan Hidup, Kep. Men. No. 02/MENKLH/I/1988 peruntukan biota laut dan perikanan (4) .

Pengamatan kualitas air dilakukan dengan menggunakan water sampler Horiba yang meliputi aspek kualitas fisika dan kimia. Pentingnya informasi kualitas air ini ini berkaitan erat dengan tempat ruang gerak dan hidup ikan, udang, biota lainnya serta jasad-jasad makanannya. Berkaitan dengan hal tersebut, mutu air menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan tingkat keseuaian lahan, serta sebagai dasar acuan dalam pemantauan lingkungan laut secara teratur berikutnya

Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan perairan dengan menggunkan sechi disk terlihat bahwa angka kecerahan nilainya berkisar antara 3-9 meter. Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Perairan yang memiliki nilai kecerahan tinggi pada waktu cuaca normal (cerah), memberikan suatu petunjuk atau indikasi rendahnya partikel yang terlarut dan tersuspensi dalam perairan.

Hasil pengamatan suhu air berkisar antara 28,2 – 32,5 oC untuk perairan permukaan dan dasar. Secara umum dapat dikatakan bahwa suhu perairan baik permukaan dan dasar pada lokasi penelitian adalah homogen, tidak terlihat stratifikasi berbeda antara kondisi suhu permukaan dan dasar. Nilai kisaran suhu perairan ini masih dalam batas ambang yang disarankan untuk perairan kehidupan normal biota laut. Struktur data suhu cenderung turun dengan bertambahnya kedalaman, namun demikian suhu air tidak menunjukkan gejala stratifikasi dan cukup baik dalam mendukung kehidupan ikan.

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut pada lokasi penelitian berkisar antara 4,5 – 6,5 ppm pada permukaan dan dasar perairan. Oksigen terlarut sangat esensial bagi pernapasan ikan dan udang dan merupakan salah satu komponen utama metabolisme ikan dan organisme lainnya. Kebutuhan organisme ikan akan oksigen sangat bervariasi baik pada jenis, stadia maupun aktivitasnya.

Nilai pH air dapat memberikan gambaran tentang keseimbangan asam dan basa. Hasil pengamatan nilai pH air laut di perairan Pulau Abang berkisar antara 7.5 – 8.1 untuk permukaan dan dasar perairan. Keadaan nilai pH demikian sangat sesuai untuk kehidupan ikan dan pH cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman.

Hasil pengamatan salinitas di perairan laut antara pulau Pengelap dan Dedap berkisar antara 26 - 33 ppt untuk dasar dan permukaan. Salinitas merupakan salah satu faktor penentu terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme laut.

3.4. Kajian lokasi penurunan terumbu buatan

Pemilihan lokasi penempatan terumbu buatan harus mempertimbangkan aspek kesesuaian kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan terumbu karang alami beserta organisme asosiasinya. Ditinjau dari hasil kajian kualitas air (suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, DO) umumnya menunjukkan kondisi normal untuk kehidupan biota laut sehingga dapat mendukung kehidupan, pertumbuhan terumbu karang dan biota yang berasosianya

Kriteria unsur lain yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi penempatan terumbu buatan, yaitu kesesuaian kedalaman laut untuk kehidupan optimum bagi ekosistem terumbu karang. Untuk memperoleh gambaran kesesuaian penempatan terumbu buatan, maka dibuatkan peta informasi yang memuat kontur kedalaman (mencakup informasi kedalaman optimum yang diinginkan), kelandaian dasar laut, dan profil arus perairan studi. Kedalaman optimum untuk tumbuhnya terumbu karang berkisar antara 10-20 m (7). Sedangkan unsur yang memenuhi untuk kestabilan terumbu dan daya tahan mempertimbangkan topografi dasar laut yang landai, tipe substrat dasar berpasir dan kondisi arus yang tidak terlalu kuat. Pola arus yang lambat lebih disukai ikan-ikan demersal untuk tinggal disekitar terumbu. Substrat yang mengandung lumpur dihindari dalam pemilihan lokasi penempatan untuk menghindari sedimentasi yang dapat menutupi polip karang dan menghambat pertumbuhan, adanya partikel lumpur yang tersebar diperairan juga akan menghalangi penetrasi cahaya serta menutupi material terumbu buatan sehingga memperlambat keberhasilan rehabilitasi.

Dengan mempertimbangkan aspek oseanografi lingkungan, terumbu buatan ini diharapkan dapat memenuhi unsur kestabilan, tahan dalam jangka waktu lama dan merupakan pemicu untuk tumbuhnya terumbu karang alami, asosiasi organisme dan membentuk habitat baru bagi sumberdaya perikanan. Terumbu buatan yang dibenamkan diharapkan menjadi atraktan untuk berkumpulnya ikan dalam rongga-rongga yang ada sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Keberadaan ikan-ikan kecil berlindung dalam rongga-rongga menarik ikan-ikan besar sebagai pemangsa akan datang ke lingkungan ini.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut diatas, didapatkan 3 lokasi sekitar perairan pulau Pengelap dan pulau Dedap yang ideal bagi penurunan terumbu buatan yaitu lokasi 1 (0o 30’28.47” N ; 104o 16’ 5.55” E) ; lokasi 2 (0o 30’19.02” N ; 104o 16’ 28.30” E); lokasi 3 (0o 29’48.88” N ; 104o 16’ 44.86” E) namun dalam kegiatan ini penurunan

(6)

hanya dilakukan pada satu titik lokasi. Lokasi penurunan kesepuluh unit terumbu adalah 1 (0o 30’28.47” N ; 104o 16’ 5.55” E).

Gambar 8. Lokasi Ideal Penurunan Terumbu ( 1,2 dan 3) diantara Pulau Pengelap dan Pulau Dedap, perairan laut Pulau Abang - Batam

Tujuan lain dari dibuatkannya terumbu buatan di dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang, adalah sebagai salah satu upaya meniadakan / mengurangi beban penangkapan ikan di areal terumbu karang alami. Oleh sebab itu terumbu buatan dibangun di sekitar terumbu karang alami, sehingga nelayan tidak lagi menangkap ikan di terumbu karang yang sangat mungkin akan merusak, dan berpindah di lokasi terumbu buatan.

Penurunan terumbu buatan sudah semakin banyak dilakukan karena merupakan usaha yang sangat bertanggung jawab dan akan meningkatkan keberhasilan pengelolaan sumberdaya laut dan lingkungan. Manfaat dari penurunan terumbu ini antara lain: (1) pengembangan area penangkapan ikan (2) perbaikan dan pemulihan habitat yang telah rusak (3) penyedia area pemijahan (spawning ground) dan asuhan ikan (nursery ground) (4) mengurangi tekanan penangkapan ikan pada habitat terumbu alami (5) menghindarkan operasi trawl (6) dapat melengkapi bangunan break water dan pengendali erosi pantai (7) penyedia areal penyelaman bagi pariwisata dan rekreasi serta (8) keperluan penelitian dan pengembangan iptek dan sebagainya.

4. KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

• Kondisi perairan laut pulau Abang, Batam secara umum memiliki kualitas perairan yang masih baik dan mendukung untuk kehidupan biota laut.

• Telah didapatkan 3 (tiga) lokasi spesifik untuk pengembangan ekosistem terumbu buatan di perairan laut antara pulau Penggelap dan Dedap.

• Telah diturunkan 10 unit terumbu buatan di perairan laut tersebut.

4.2. Saran

• Program pembuatan rumah ikan dengan teknologi terumbu buatan yang dilakukan ini boleh dikatakan sebagai pemicu dalam pengembangan kawasan pesisir khususnya Kawasan Taman Nasional Pulau Abang. Terumbu buatan yang dibenamkan memang tidak banyak, namun setidaknya dengan diketahuinya lokasi-lokasi ideal penurunan terumbu buatan yang dikaitkan dengan kondisi hidro-oseanografi tentunya program rehabilitasi lingkungan perairan Pulau Abang Batam dapat dibuatkan skala prioritas.

• Kegiatan membangun rumah ikan dengan penerapan teknologi terumbu buatan ini baru sebatas pada tahap penurunan dengan memperhatikan berbagai aspek lingkungan yang mendukung. Keberhasilan program kajian dan penerapan teknologi terumbu buatan dalam jangka panjang perlu dilakukan dengan kegiatan monitoring, untuk mengetahui kemampuan laju pertumbuhan terumbu beserta organisme yang berasosiasi (organisme penempel, bentos, kumpulan ikan dan sebagainya).

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2001. Peta Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2001 – 2011. Pemerintah Kota Batam

2. Anonim, 2003. Laporan Kegiatan Survei Karateristik Perairan Pulau Abang Batam Untuk Keperluan Budidaya Perikanan Laut. UPT Baruna Jaya - BPPT

3. Wasilun, Karsono dan Suprapto. 1995. Pengembangan terumbu buatan sebagai alternatif rehabilitasi kerusakan terumbu karang. Prosiding simposium perikanan Indonesia I, buku II bidang: Sumberdaya perikanan dan penangkapan. Puslitbangkan, No. 39, 1995. ISBN No. 979-8186-42-7.

(7)

5. Lukens, R. R. 1997. Guidelines for marine artificial reef materials. Artificial Reef Subcommittee of the Thechnical coordinating Committee Gulf States Marine Fisheries Commission.

6. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan, Jakarta. 118 hal.

7. Rinkevich, B. 1995. Restoration strategies for coral reef damaged by recreational activities: The use of sexual and asexual recruits. Restoration Ecology. 3:41-251.

Gambar

Gambar 1.  Lintasan survei dan stasiun pengamatan di Perairan Pulau Abang Batam
Gambar 8.  Lokasi Ideal Penurunan Terumbu ( 1,2 dan 3) diantara Pulau Pengelap dan Pulau Dedap, perairan laut  Pulau Abang - Batam

Referensi

Dokumen terkait

Beban kerja yang akan dibahas dalam penelitian ini berasal dari lingkungan psikis pekerjaan karena beban kerja yang berasal dari lingkungan fisik pekerjaan di bank bjb

Hasyim Asy’ari dalam penyebaran Islam di Jawa tahun 1899-1947 ini, menggunakan metode penulisan yaitu menggunakan metode studi literatur yang meliputi

Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan peningkatan aktivitas fisik, mental dan emosional pembelajaran siswa dalam studi ilmu alam .Ini menggunakan metode

Pada pengujian diketahui bahwa penerapan skenario variasi jumlah node berpengaruh terhadap kinerja protokol routing yang digunakan yaitu average throughput, average

Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki kecepatan tinggi yang

Peningkatan Kreativitas Seni Budaya Keterampilan Siswa Kelas V SDN Tempurejo 2 Kediri Melalui Pemanfaatan dari Limbah Koran.. Jurusan S1 PGSD Fakultas Keguruan

Hasil kajian IPCC menyatakan bahwa produksi pangan terutama padi, jagung, dan kedelai dalam beberapa dekade terakhir mengalami penurunan akibat meningkatnya frekuensi kejadian

Berarti semakin baik kualitas produk yang dihasilkan oleh The Bluesville dan tingginya brand awareness dari konsumen akan produk mereka maka kedua faktor