MODEL MATEMATIK EPIDEMI PENYAKIT REBAH SEMAI DENGAN INOKULASI
ACTINOMYCETES DAN VAM PADA TANAMAN KEDELAI PADA DUA MUSIM TANAM
(MODEL REGRESI SEDERHANA)
Oleh : Gusnawaty HS
ABSTRACT
The aim research to know mathematic epidemic model attack
Sclerotium rolfsii
with
actinomycetes
and VAM inoculation to soybean at two season planting. This research was conducted at
the Phytophatology Laboratory, Mycology sub-Laboratory of the Plant Protection Faculty of Agriculture,
University of Brawijaya, and in the trial plantation of Balai Benih Induk Palawija, Lawang
,
Malang sub
district. This research used the Random Group Design (RGD) which consisted of two factors, namely
(1) variety factor consist of Ratai, Kaba and Burangrang; (2) inoculum factor, that is without
actinomycetes
and VAM inoculation, inoculation with
actinomycetes
, inoculation with VAM,
inoculation combination of
actinomycetes
and VAM. The research result shows that the mathematic
epidemic model attack
Sclerotium rolfsii
with inoculation of
actinomycetes
and VAM on two seasons
planting is linear.
Key words: model, mathematic, epidemic,
actinomycetes
, VAM,
S.rolfsii
, soybean, rain season,
dry season
PENDAHULUAN
Model-model epidemi potensial pada
penyakit
yang umum
dan
serius
mulai
dikembangkan para ahli penyakit tanaman sejak
tahun 1960-an dengan melibatkan semua
komponen dan sebanyak mungkin subkomponen
penyakit tanaman spesifik berupa informasi
perlakuan kuantitatif dan diformulasikan secara
matematik. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki
kemampuan
pemahaman
dan
perkiraan
perkembangan suatu epidemi penyakit, pemetaan
peran kompleks faktor yang memungkinkan
untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap
faktor terhadap faktor lainnya dan mungkin
merupakan penentu faktor yang perlu dikaji
(Agrios, 1996).
Dinamika
perkembangan
penyakit
adalah kompleks. Ahli penyakit tanaman
menggunakan
model-model matematika
untuk
tujuan
analisis
dan
memahami
dinamika
penyakit. Model dicoba untuk menggambarkan
dinamika perkembangan penyakit dalam bentuk
persamaan. Model adalah penyederhanaan dari
keadaan sebenarnya dan digunakan dalam
beberapa cara: (1) untuk membangun hipotesis
(2)
untuk
mengidentifikasi
pertanyaan-pertanyaan
penting
untuk
penyelidikan
percobaan, dan (3) untuk mengembangkan
prakiraan secara umum (Abadi, 2000).
Model dibangun untuk
memperoleh
formulasi atau simplifikasi dari suatu sistem
yang memberikan gambaran mengenai keadaan
sebenarnya
(
real
situation
),
menjelaskan
perkembangan suatu populasi patogen dan
representasi
abstrak
dari
suatu
proses
perkembangan yang dapat diilustrasikan dalam
bentuk verbal, grafik atau persamaan matematik.
Dengan model, penjelasan mengenai sistem serta
hubungan-hubungannya dapat diberikan secara
kualitatif maupun kuantitatif dan memungkinkan
untuk mengadakan ramalan-ramalan mengenai
keadaan populasi yang bersangkutan dalam
waktu-waktu tertentu (Tarumingkeng, 1994).
Model matematika banyak digunakan
dalam epidemiologi. Model yang dibangun dapat
berupa model empirik (model korelatif atau
deskriptif) yang dikembangkan berdasarkan
sekumpulan data yang tersedia sehingga data
harus tersedia lebih dahulu baru kemudian
selanjutnya adalah menentukan modelnya atau
berupa model teoritis (mekanistik, eksplanatori,
model biologis atau model fisik) yaitu model
yang pemakaiannya berdasarkan pada konsep,
hipotesis
atau
teori
jadi
bukan
karena
ketersediaan data (Rivai, 2005).
Dalam
penelitian
ini
akan
coba
dihasilkan model epidemi penyakit rebah semai
berdasarkan data yang dikumpulkan (model
empirik) kemudian dianalisis statistik sehingga
menghasilkan model atau persamaan matematik
yang dapat digunakan untuk tujuan peramalan
penyakit rebah semai. Menurut Sastrahidayat
(1997) dalam epidemiologi, faktor lingkungan
dan biotis adalah peubah bebas (X) sedangkan
tingkat serangan penyakit pada tanaman adalah
peubah tidak bebas (Y). Dan untuk kegiatan
peramalan
penyakit
pada
tanaman
dapat
dilakukan
dengan
melalui
pendekatan
korelasional atau dengan melalui pendekatan
analisis path. Selanjutnya menurut Walpole
(1995), bahwa banyak analisis statistik bertujuan
untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
dua atau lebih peubah. Bila hubungan ini dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik,
maka kita akan dapat menggunakannya untuk
keperluan peramalan dan persamaan matematik
yang memungkinkan untuk meramalkan
nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai-nilai-nilai
satu atau lebih peubah bebas disebut
persamaan regresi. Dalam persamaan regresi ini
akan dapat diduga atau diramalkan nilai peubah
tak bebas Y berdasarkan peubah X.
Oleh karena itu pada penelitian ini akan
dicoba untuk mendapatkan model epidemi
penyakit rebah semai pada tanaman kedelai yang
diinokulasikan dengan
actinomycetes
dan VAM
melalui analisis statistik regresi sederhana pada
dua musim tanam yaitu musim hujan dan musim
kemarau.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April 2008 sampai Januari 2009, bertempat di
Laboratorium Mikologi Jurusan Ilmu Hama dan
Penyakit
Tumbuhan
Fakultas
Pertanian
Universitas Brawijaya dan kebun Balai Benih
Induk Palawija Lawang, Kabupaten Malang
(UPT Pengembangan Benih Palawija).
Metode penelitian
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan
rancangan acak kelompok dalam faktorial yang
terdiri atas dua faktor yaitu: Faktor pertama
adalah varietas benih kedelai (A) terdiri dari:
varietas Ratai (A1), varietas Kaba (A2), varietas
Burangrang (A3). Faktor ke dua adalah inokulum
(B) terdiri dari: kontrol/tanpa
actinomycetes
dan
VAM (B0), inokulasi
actinomycetes
(B1),
inokulasi VAM (B2), inokulasi kombinasi
actinomycetes
dan
VAM
(B3),
sehingga
keseluruhannya
terdapat
12
kombinasi
perlakuan, masing-masing perlakuan dibuat
dalam tiga ulangan sehingga keseluruhan
terdapat 36 unit perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian
Perbanyakan actinomycetes dan VAM
Biakan
murni
actinomycetes
(
Streptomycetes
) dan VAM (
Glomus
sp) yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan
koleksi
Prof.
Dr.
Ir.
Ika
Rochdjatun
Sastrahidayat, Laboratorium Mikologi Fakultas
Pertanian
Universitas
Brawijaya
Malang.
Actinomycetes
yang akan dipergunakan terlebih
dahulu ditumbuhkan pada medium PDA (
Potato
Dextrose Agar
) selanjutnya diperbanyak pada
medium
oatmeal-sand dan disterilkan dalam autoclave ± 3
jam kemudian diinkubasi selama 2 minggu.
Sebelum digunakan
actinomycetes
tersebut
dibuat dalam bentuk suspensi (kerapatan 3,25
konidia ml
-1).
Penyediaan
VAM
diawali
dengan
kegiatan perbanyakan VAM yang dilaksanakan
mengacu pada metode Sieverding (1991) yaitu
inang (tanaman jagung) yang ditanam pada pot
plastik dengan media tumbuh tanah steril.
Setelah tanaman jagung berumur 45 hari, spora
mikoriza dipanen dengan cara membongkar
tanah dan akar tanaman jagung
.
Campuran tanah
yang mengandung spora mikoriza kemudian
dicetak dalam bentuk tablet. Setiap tablet
mikoriza memiliki berat 2 gram dengan
Persiapan lahan
Lahan yang akan digunakan terlebih
dahulu diolah (dua minggu sebelum tanam)
kemudian dibuat petakan (unit perlakuan) dan
guludan, berukuran 3 x 3 m, tinggi 30 cm. Di
antara dua petak dibuat drainase selebar 40 cm
dan jarak antar blok 1 m. Lahan yang digunakan
ini merupakan lahan yang sudah terinfestasi
S.rolfsii
karena berdasarkan pengamatan selama
ini lahan ini selalu menunjukkan adanya
serangan
S.rolfsii
pada tanaman kedelai yang
dibudidayakan.
Inokulasi actinomycetes pada benih kedelai
dan VAM
Benih kedelai yang mendapat perlakuan
actinomycetes
, sebelum ditanam terlebih dahulu
direndam dalam suspensi
actinomycetes
selama
empat jam (630 ml/100 gram benih kedelai),
sedangkan VAM diberi bersama benih kedelai
pada saat tanam (tiap lubang tanam diberi dua
tablet VAM).
Penanaman
Penanaman
dilakukan
dua
minggu
setelah pengolahan tanah. Benih ditanam dengan
jarak tanam 40 x 15 cm (setiap petak terdapat
120 tanaman) dengan setiap lubang tanam diisi
dua benih kedelai
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan
tanaman
meliputi
pemupukan,
penyiangan,
pengairan
dan
pengendalian hama. Pemupukan yang diberikan
per hektar yaitu urea 50 kg, SP36 100 kg dan
KCl 100 kg dan untuk pencegahan terhadap
serangan
hama
dilakukan
menggunakan
insektisida berbahan aktif Profenofos 500 g L
-1pada 27 hari setelah tanam.
Pengamatan
Parameter
pengamatan
adalah
perkembangan tingkat infeksi
S. rolfsii
yang
diamati sejak sembilan sampai 36 hari setelah
tanam:
%
100
x
b
a
TS
Keterangan: TS = tingkat infeksi, a = jumlah
tanaman mati, b = jumlah keseluruhan tanaman
yang diamati
Analisis Model dan Data
Untuk mendapatkan model matematik
epidemi penyakit rebah semai pada tanaman
kedelai maka data tingkat serangan pada tiap
perlakuan selanjutnya dianalisis regresi sederhana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Tingkat Infeksi S. rolfsii pada
Dua Musim Tanam
Tingkat infeksi
S. rolfsii
pada
masing-masing musim tanam dapat dilihat pada Tabel 1
dan 2.
Tabel 1. Tingkat infeksi
S. rolfsii
pada berbagai umur tanaman kedelai pada musim hujan
Perlakuan Tingkat infeksi S. rolfsii(%) pada umur tanaman (hari)
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3 3,33c 2,50b 3,33c 1,94a 4,72e 3,33c 4,17d 3,33c 6,67g 5,00e 5,83f 5,00e 7,50c 5,55b 7,22c 4,44a 10,00e 7,50c 8,89d 7,22c 13,61h 10,83f 9,22g 10,00e 11,67c 9,17b 9,22cd 7,22a 15,28d 11,67cd 13,61d 11,11c 21,11d 16,94d 18,89d 15,00d 16,39c 13,05b 16,94c 10,28a 21,94ef 16,67c 19,16d 15,83c 29,17h 23,33f 25,83g 20,83e 21,66c 17,22b 21,11c 13,61a 28,61f 22,22c 24,99d 20,83c 37,50h 30,00f 33,33g 26,94e 26,38cd 20,83b 25,27c 16,11a 34,44g 27,50d 30,55e 25,27c 45,00j 36,39h 40,27i 32,22f 30,00cd 23,89b 28,61c 18,05a 39,16g 31,38d 34,72e 28,61c 51,28j 42,83h 45,83i 36,66f 32,22cd 25,83b 30,55c 19,72a 39,44e 33,88d 37,50e 30,83c 56,11h 46,66f 49,72g 40,00e 33,05d 26,38b 31,11c 20,27a 43,89h 35,00e 38,88f 31,66cd 58,61k 48,61i 51,66j 40,83g 33,33c 26,66b 31,39c 20,27a 44,44f 35,28d 39,16e 31,66c 59,44i 49,16g 52,22h 40,83e
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 0,05. A1 = Ratai, A2 = Kaba, A3 = Burangrang, B0 = kontrol (tanpa inokulasi), B1 = actinomycetes, B2 = VAM , B3 = actinomycetesdan VAM
Tabel 2. Tingkat infeksi
S. rolfsii
pada berbagai umur tanaman kedelai pada musim kemarau
Perlakuan Tingkat serangan S. rolfsii(%) pada umur tanaman (hari)
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3 4,17b 3,05a 3,89b 2,50a 5,27c 3,05a 3,89b 3,05a 7,50d 5,55c 6,11c 4,72bc 8,33c 6,39b 8,05c 4,72a 10,83d 7,77c 8,61c 7,22bc 15,00f 11,94e 9,77e 10,27d 9,77d 9,44b 11,94cd 7,22a 16,66g 9,50d 13,61e 11,39c 22,50i 18,33h 19,16h 15,55f 16,66d 11,94b 15,27c 9,17a 21,66g 16,66d 18,33e 15,00c 30,00j 24,16h 25,27i 20,55f 20,83d 14,44b 18,61c 10,83a 26,39g 20,55d 22,77e 18,33c 36,39i 30,00h 30,83h 24,72f 24,16d 16,94b 21,11c 9,50a 30,55g 23,89d 26,94e 21,67c 42,22i 35,00h 36,11h 28,89f 26,66d 18,89b 23,61c 13,61a 34,16g 26,67d 30,27e 24,17c 47,22j 39,44h 40,83i 32,22f 28,33d 20,27b 25,55c 14,44a 37,50g 28,61d 32,78e 26,11c 51,66j 42,50h 44,99i 34,72f 29,16d 21,11b 26,53c 14,72a 39,72g 30,27d 34,44e 26,94c 55,00j 44,16h 47,50i 36,66f 29,44d 21,11b 26,94c 14,72a 40,55g 30,55d 35,00e 26,94c 55,83j 44,72h 48,33i 36,66f Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 0,05.
A1= Ratai, A2= Kaba, A3=Burangrang, B0= kontrol (tanpa inokulasi), B1= actinomycetes, B2= VAM , B3 =
actinomycetesdan VAM
Pada dua periode tanam tersebut terlihat
adanya peranan varietas dan inokulum dalam
mempengaruhi tingkat infeksi. Jika dilihat
berdasarkan
varietasnya,
nampak
bahwa
varietas
Ratai
selalu
menunjukkan
tingkat infeksi yang lebih rendah
dibanding varietas Kaba dan terlebih lagi jika
dibandingkan dengan varietas Burangrang.
Tingkat infeksi terendah yang terjadi pada
varietas Ratai dibanding dengan tingkat infeksi
pada varietas Kaba dan Burangrang, maka
varietas Ratai dapat dikategorikan sebagai
varietas tahan sedang varietas Kaba sebagai
varietas rentan dan Burangrang sebagai varietas
sangat rentan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Diananthari (2008), yang mengkaji
ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap
S.
rolfsii
yang hasilnya menyatakan bahwa varietas
Ratai termasuk dalam kategori varietas tahan
sedang Kaba dan Burangrang sebagai varietas
paling rentan. Selanjutnya hasil penelitian
Puranika (2008), yang menguji ketahanan
beberapa varietas dan galur kedelai terhadap
S.
rolfsii
, yang hasilnya menunjukkan bahwa
varietas Burangrang adalah varietas sangat
rentan. Perbedaan tersebut diduga disebabkan
oleh perbedaan gen ketahanan pada
masing-masing varietas. Varietas Ratai sebagai varietas
tahan diduga memiliki gen ketahanan terhadap
patogen penyebab penyakit rebah semai sedang
varietas Burangrang sebagai varietas rentan
diduga tidak memiliki gen ketahanan tersebut
.
Berdasarkan pengaruh inokulumnya,
pada musim hujan maupun musim kemarau
memperlihatkan
bahwa
perlakuan
dengan
inokulasi kombinasi
actinomycetes
dan VAM
adalah perlakuan dengan tingkat infeksi yang
terendah. Kemudian inokulasi
actinomycetes
,
inokulasi dengan VAM dan perlakuan tanpa
inokulasi/kontrol adalah perlakuan dengan
tingkat
infeksi
tertinggi.
Kemampuan
actinomycetes
mengendalikan tingkat infeksi
actinomycetes
sebagai penghasil antibiotik
terbesar, seperti dikemukakan oleh Baker dan
Cook (1974), bahwa
actinomycetes
merupakan
penghasil antibiotik terbesar dan hampir 2/3
anggotanya diketahui memproduksi antibiotika
di dalam tanah. Untuk VAM perannya dalam
mengendalikan
tingkat
serangan
dapat
dikatakan lebih bersifat tidak langsung, karena
jika diinokulasikan secara sendiri terlihat tingkat
serangan yang terjadi lebih tinggi dibanding
jika dibandingkan dengan inokulasi kombinasi
actinomycetes
dan VAM.
Model Matematik Epidemi Penyakit Rebah
Semai pada Dua Musim Tanam
Berdasarkan hasil analisis terhadap
tingkat infeksi
S rolfsii
pada setiap perlakuan
pada dua musim tanam tersebut selanjutnya
berdasarkan hasil analisis pada beberapa model
regresi sederhana yang dicobakan, diperoleh
model-model matematik epidemi penyakit rebah
semai pada tanaman kedelai pada dua musim
tanam seperti pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Model matematik epidemi penyakit rebah semai pada beberapa model regresi sederhana pada
musim hujan
Perlakuan Model regresi sederhana
linear logaritma kuadratik eksponensial pertumbuhan Ratai-kontrol (A1B0) y = 1,2065x-5,5907 R 2= 0,9535 y=24,378Ln(x)-52,263 R 2=0,9796 y=-0,0312x2 +2,6117x-19,081 R 2= 0,9903 Y= 3,106e0,0772x R 2=0,8289 Y=0,1217x1,6434 R 2= 0,9457 Ratai-actinomycetes (A1B1) y = 0,9753x-4,8337 R 2= 0,9546 y=19,696Ln(x)-42,53 R 2=0,9797 y=-0,0249x2 +2,09587x-15,59 R 2= 0,9905 Y= 2,31e0,0796x R 2=0,8274 Y=0,0815x1,6957 R 2= 0,9451 Ratai-VAM (A1B2) y = 1,1122x-4,2479 R 2= 0,944 y=22,631Ln(x)-47,751 R 2=0,9839 y=-0,0337x2 +2,6276x-18,795 R 2= 0,9942 Y= 3,2375e0,0742x R 2=0,8089 Y=0,1396x1,5898 R 2= 0,9336 Ratai-actinomycetes+V AM (A1B3) y = 0,7356x-3,3554 R 2= 0,961 y=14,902Ln(x)-31,929 R 2=0,9822 y=-0,0202x2 +1,6455x-12,09 R 2= 0,9924 Y= 1,8607e0,078x R 2=0,8175 Y=0,0693x1,6657 R 2= 0,939 Kaba-kontrol (A2B0) y = 1,6079x-7,5361 R 2= 0,958 y=32,395Ln(x)-69,453 R 2=0,979 y=-00384x2 +3,3338x- 24,105 R 2= 0,9918 Y= 4,2346e0,0751x R 2=0,8419 Y=0,1764x1,6159 R 2= 0,953 Kaba-actinomycetes (A2B1) y =1,2941x-6,6718 R 2= 0,9586 y=26,05Ln(x)-56,436 R 2=0,9775 y=-0,0303x2 +2,6569x- 19,755 R 2= 0,9889 Y= 3,0198e0,0797x R 2=0,8376 Y=0,1077x1,6935 R 2= 0,9508 Kaba-VAM (A2B2) y =1,4073x-6,4978 R 2= 0,9599 y=28,356Ln(x)-60,696 R 2=0,9806 y=-0,0334x2 +2,9113x- 20,936 R 2= 0,991 Y= 3,7629e0,0758x R 2=0,8414 Y=0,1587x1,6091 R 2= 0,9532 Kaba-actinomycetes+ VAM (A2B3) y =1,1465x-5,1562 R 2= 0,9515 y=23,179Ln(x)-49,548 R 2=0,9787 y=-0,0303x2 +2,5099x- 18,245 R 2= 0,9898 Y= 3,0587e0,0761x R 2=0,8318 Y=0,1257x1,6199 R 2= 0,9475 Burangrang-kontrol (A3B0) y =2,0986x-9,3675 R 2= 0,9681 y=42,187Ln(x)-89,893 R 2=0,9844 y=-0,0452x2 +4,1341x- 28,908 R 2= 0,994 Y= 5,9386e0,0741x R 2=0,8494 Y=0,2724x1,5683 R 2= 0,9579 Burangrang-actinomycetes (A3B1) y =1,7686x-8,8156 R 2= 0,9698 y=35,463Ln(x)-76,404 R 2=0,9812 y=-0,0353x2 +3,3555x- 24,05 R 2= 0,992 Y= 4,4816e0,0771x R 2=0,8492 Y=0,1814x1,6319 R 2= 0,9575 Burangrang-VAM (A3B2) y =1,8479x-7,996 R 2= 0,9633 y=37,228Ln(x)-79,145 R 2=0,9837 y=-0,0429x2 +3,779x- 26,534 R 2= 0,9932 Y= 5,2949e0,0739x R 2=0,8427 Y=0,2427x1,5671 R 2= 0,9539 Burangrang-actinomycetes+V AM (A3B3) y =1,4467x-5,7172 R 2= 0,955 y=29,216Ln(x)-61,634 R 2=0,9801 y=-0,0368x2 +3,1038x- 21,625 R 2= 0,9907 Y= 4,4743e0,0718x R 2=0,8411 Y=0,2244x1,5216 R 2= 0,9546
Tabel 4. Model matematik epidemi penyakit rebah semai pada beberapa model regresi sederhana pada
musim kemarau
Perlakuan Model regresi sederhana
linear logaritma kuadratik eksponensial pertumbuhan Ratai-kontrol (A1B0) y = 0,9786x-1,9641 R 2= 0,9417 y=19,982Ln(x)-40,451 R 2=0,9879 y=-0,0313x2 +2,3885x-15,499 R 2= 0,9973 Y= 4,06e0,0645x R 2=0,8151 Y=0,2669x1,3779 R 2= 0,9374 Ratai-actinomycetes (A1B1) y = 0,693x-1,2306 R 2= 0,9517 y=14,103Ln(x)-28,342 R 2=0,9918 y=-0,0201x2 +1,5989x-9,9275 R 2= 0,9979 Y= 3,0342e0,0629x R 2=0,8187 Y=0,2147x1,3419 R 2= 0,9384 Ratai-VAM (A1B2) y = 0,8736x-1,5025 R 2= 0,955 y=17,772Ln(x)-35,66 R 2=0,9945 y=-0,0248x2 +1,988x-12,201 R 2= 0,9992 Y= 3,8608e0,0626x R 2=0,8192 Y=0,276x1,3366 R 2= 0,9389 Ratai-actinomycetes+ VAM (A1B3) y = 0,4669x-0,0604 R 2= 0,9256 y=9,608Ln(x)-18,648 R 2=0,9863 y=-0,0173x2 +1,2453x-7,5331 R 2= 0,9988 Y= 2,5042e0,058x R 2=0,8005 Y=0,213x1,2449 R 2= 0,9279 Kaba-kontrol (A2B0) y = 1,3446x-3,9201 R 2= 0,9697 y=27,147Ln(x)-55,869 R 2=0,9947 y=-0,0309x2 +2,7333x- 17,252 R 2= 0,9992 Y= 5,033e0,0667x R 2=0,8356 Y=0,3091x1,4171 R 2= 0,949 Kaba-actinomycetes (A2B1) y =1,0483x-3,5324 R 2= 0,9544 y=21,328Ln(x)-44,525 R 2=0,9939 y=-0,0299x2 +2,3954x- 16,464 R 2= 0,9992 Y= 3,2644e0,0726x R 2=0,7903 Y=0,1479x1,5616 R 2= 0,9195 Kaba-VAM (A2B2) y =1,2054x-4,4559 R 2= 0,9631 y=24,382Ln(x)-51,162 R 2=0,9914 y=-0,0301x2 +2,5622x- 17,481 R 2= 0,9978 Y= 3,7765e0,0718x R 2=0,8232 Y=0,1841x1,5313 R 2= 0,9419 Kaba-actinomycetes+ VAM (A2B3) y =0,9244x-2,7144 R 2= 0,9474 y=18,838Ln(x)-38,957 R 2=0,99 y=-0,0281x2 +2,187x- 14,836 R 2= 0,9976 Y= 3,172e0,0698x R 2=0,7977 Y=0,1631x1,4989 R 2= 0,9251 Burangrang-kontrol (A3B0) y =1,8552x-5,4089 R 2= 0,9698 y=37,434Ln(x)-77,017 R 2=0,9936 y=-0,0422x2 +3,7547x- 23,643 R 2= 0,9988 Y= 7,0163e0,0663x R 2=0,8421 Y=0,4409x1,4066 R 2= 0,9532 Burangrang-actinomycetes (A3B1) y =1,5146x-4,4962 R 2= 0,957 y=30,728Ln(x)-63,463 R 2=0,9911 y=-0,0412x2 +3,367x- 22,279 R 2= 0,9977 Y= 5,4267e0,0682x R 2=0,8214 Y=0,3073x1,455 R 2= 0,9407 Burangrang-VAM (A3B2) y =1,6246x-5,3586 R 2= 0,9723 y=32,719Ln(x)-67,879 R 2=0,9924 y=-0,035x2 +3,1983x- 20,467 R 2= 0,9983 Y= 5,7585e0,068x R 2=0,842 Y=0,3374x1,4424 R 2= 0,9528 Burangrang-actinomycetes+ VAM (A3B3) y =1,2268x-3,1025 R 2= 0,9562 y=24,924Ln(x)-50,969 R 2=0,9931 y=-0,034x2 +2,7576x- 17,799 R 2= 0,9986 Y= 4,7134e0,0664x R 2=0,8157 Y=0,2862x1,4186 R 2= 0,9368