• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan 1.1.1. Kajian Umum

Seni itu sangat luas cakupannya. Dilihat dari eranya ada seni klasik, ada juga seni kontemporer. Seni klasik yang ada di Indonesia biasa disebut dengan seni tradisional. Salah satu seni tradisional yang berkembang di Yogyakarta adalah seni gamelan.

Pusat seni di Yogyakarta seperti sanggar, museum atau gedung pertunjukan banyak mendidik seniman-seniman berbakat sehingga Yogyakarta dapat hampir setiap minggu mengadakan acara-acara seni untuk dinikmati masyarakat Yogyakarta dan juga para wisatawan. Namun, keterbukaan untuk menikmati dan mempelajari seni masih terbatas oleh beberapa kondisi salah satunya adalah kondisi fisik. Bagi orang yang mempunyai keterbatasan fisik masih sulit untuk bisa dengan nyaman menikmati suatu pertunjukan seni apalagi mempelajarinya.

Padahal seni itu universal. Seni itu milik semua orang. Seni bisa dipelajari dan dinikmati oleh semua orang. Maka, kaum difabel juga mempunyai hak untuk menikmati dan mempelajari seni.

1.1.2. Arsitektur Itu Universal

Arsitektur sendiri juga bersifat universal dan dapat mempersatukan. Misalnya untuk merancang sebuah desain, arsitek menggunakan berbagai terapan ilmu untuk menghasilkan rancangan yang baik bagi pemilik, pengguna dan lingkungan sekitar. Untuk membangun sebuah gedung, arsitek juga dapat memadukan berbagai macam bahan bangunan untuk menghasilkan bangunan yang estetik, fungsional dan kokoh yang setelah itu dapat dihuni atau digunakan oleh semua orang.

Namun, banyaknya tempat untuk belajar seni di Indonesia khususnya di Yogyakarta sebagai pusat seni baik formal maupun informal hanya menyediakan ruang untuk mereka yang normal saja. Pandangan sosial masyarakat kepada mereka masih negatif sehingga kebutuhan dasar untuk bergerak dengan leluasa kurang terpenuhi. Padahal apabila kaum difabel dapat bergerak atau beraktivitas secara mandiri akan merubah pandangan sosial menjadi lebih positif terhadap keterbatasan mereka.

1.1.3. Pusat Seni Gamelan di Yogyakarta

Pusat pertunjukan atau tempat untuk belajar seni gamelan di Yogyakarta saat ini masih sangat terbatas. Turis asing maupun lokal yang ingin belajar mengenai gamelan harus sedikit kesulitan untuk memulai bagaimana dan di mana dia dapat mempelajari gamelan secara menyeluruh. Mereka harus berkeliling ke daerah-daerah provinsi Yogyakarta untuk mencari tahu itu. Pusat seni

(2)

2

gamelan yang lengkap dan meriah hanya terjadi apabila sedang diadakan pameran kesenian di gedung-gedung budaya atau museum di Yogyakarta. Oleh karena itu, pusat studi seni gamelan ini diperlukan untuk menyediakan wahana pertunjukan gamelan sekaligus sebagai tempat untuk mempelajari dan bersama-sama melestarikan kebudayaan khas Yogyakarta.

1.1.4. Difabel dan Desain yang Inklusif

Pada masa yang lalu pengertian difabel sebagai orang yang memiliki keterbatasan cenderung memisahkan antara penyandang cacat fisik dengan orang yang normal. Namun, belakangan pengertian difabel yang sebenarnya ditekankan menjadi lebih luas lagi. Difabel bukan lagi hanya orang-orang yang memiliki keterbatasan permanen seperti penyandang cacat fisik, orang tua, dan anak-anak tetapi juga orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saja orang yang sedang hamil, orang yang sedang membawa tas berat atau tas belanja yang banyak, orang yang agak rabun dekat/jauh, orang yang membawa bayinya, orang yang menderita sindrom tertentu seperti disleksia, dan lain-lain. Jadi setiap orang seharusnya membuka mata bahwa kita semua dapat berpotensi menjadi difabel dan difabel itu adalah normal.

Menurut data Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2000, prevalensi difabel di Indonesia mencapai 1,46 juta penduduk atau sekitar 0,74 % dari total penduduk Indonesia (197 juta jiwa) pada tahun itu. Presentase difabel di daerah pedesaan adalah sebesar 0,83 % lebih tinggi dibanding dengan persentase di daerah perkotaan sebanyak 0,63 %. Data tersebut tampak kontras dengan estimasi yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang memprediksi bahwa satu dari 10 orang Indonesia adalah difabel. Temuan SUSENAS tersebut juga dianggap terlalu kecil bila dibandingkan dengan hasil quick survey WHO tahun 1979, yang menyimpulkan bahwa prevalensi difabel di Indonesia mencapai 3,11 persen.1

Untuk memfasilitasi berbagai keterbatasan pada kaum difabel diperlukan suatu solusi yang dapat memudahkan kaum difabel dalam beraktivitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, desain yang inklusif dapat menjadi pemecahan masalah tersebut.

Desain inklusif pada dasarnya adalah pendekatan dalam melihat suatu produk atau ruang atau mungkin juga sistem untuk kemudian dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan khusus kaum difabel tanpa harus memisahkan mereka dengan orang yang tidak berketerbatasan.

1

“Menggugat Kebijakan Dan Pengadaan Fasilitas Umum Untuk Difabel”, Buletin Difabel Sapda Jogja edisi XIX tahun XI, Mei 2011, hlm 5

(3)

3

Gambar 1. 1 Berbagai Kondisi yang Perlu Diperhatikan dalam Menciptakan Desain yang Inklusif Sumber : Buletin Difabel Sapda Jogja Edisi 17

Mendesain secara inklusif berbeda dengan mendesain untuk orang-orang berkebutuhan khusus seperti sekolah luar biasa. Pusat rehabilitasi penyandang cacat pada umumnya bangunannya bersifat tertutup karena penghuni di dalamnya memerlukan perlindungan khusus dan harus hati-hati. Hal ini biasanya menciptakan eksklusivitas pada para penyandang cacat, yang menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat serta menciptakan komunitas masyarakat yang terbagi-bagi hanya karena keterbatasan fisik.

Oleh karena itu, perancangan pusat studi seni gamelan ini diharapkan dapat membuka sekat-sekat antara minoritas dan mayoritas, antara yang berketerbatasan dengan yang normal sehingga tercipta suatu kehidupan sosial yang harmonis.

Penulis ingin menciptakan suatu preseden baru dimana arsitektur dan seni dapat menyatukan segala lapisan masyarakat baik yang normal maupun yang difabel. Penulis ingin membuka mata masyarakat bahwa difabel itu biasa dan wajar. Preseden ini penulis wujudkan dengan memilih suatu pusat studi seni gamelan (Gamelan Art Learning Center) sebagai tema Pra Tugas Akhir dengan mengutamakan kenyamanan bagi masyarakat khususnya kaum difabel dan menciptakan keterbukaan di antara mereka.

1.2. Permasalahan

1.2.1. Permasalahan Umum

Perlunya dibangun pusat studi seni gamelan yang memenuhi kebutuhan setiap penggunanya, dapat mendukung dan mengembangkan kemampuan penggunanya. Pusat studi seni gamelan ini selain sebagai tempat belajar seni, tempat menikmati seni, juga akan menjadi tempat yang universal di mana mereka dapat berkumpul dan bekerja sama antara segala usia dan segala lapisan masyarakat baik yang berketerbatasan atau yang tidak.

(4)

4

1.2.2. Permasalahan Khusus

Bagaimana merancang suatu pusat studi seni gamelan ini agar bersifat universal bagi semua pengguna, baik yang terbatas kemampuannya atau tidak, melalui totalitas pada pemenuhan kebutuhan aksesbilitas dengan cara menerapkan desain inklusif.

1.3. Tujuan Pembahasan

Pembahasan proses perancangan pusat studi seni gamelan bertujuan untuk membuka citra dan perilaku baru dalam kehidupan sosial di Yogyakarta yang terkenal dengan tepa selira-nya menjadi lebih bertoleransi lagi kepada orang-orang berketerbatasan melalui pusat pembelajaran seni gamelan yang memperkuat karakter dari Yogyakarta sebagai pusat seni. Dengan demikian, semua masyarakat Yogyakarta mendapat kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan kesenian khususnya gamelan.

1.4. Sasaran Pembahasan

Sasaran dari desain pusat studi seni gamelan ini adalah terciptanya suatu bangunan yang universal dalam artian nyaman dan aman digunakan oleh segala lapisan usia dan jenis masyarakat secara mandiri. Sasaran terpenting adalah pada aksesbilitas sirkulasi dan tata ruang yang memenuhi kebutuhan semua orang. Sasaran penggunanya antara lain adalah masyarakat Jogja, turis asing dan lokal, serta masyarakat difabel pada khususnya.

1.5. Metoda Pembahasan

1.5.1. Pembahasan yang multidisipliner

Pembahasan dilakukan berdasarkan teori-teori yang ada dan sumber-sumber dari buku maupun internet. Pembahasan multidisipliner lebih berdasar pada literatur yang sudah ada dan berkaitan dengan ilmu lain yang berhubungan dengan pembahasan ini seperti ilmu psikologi dan sosiologi.

1.5.2. Pencarian data dan proses analisis

Pembahasan dilakukan berdasarkan pencarian data dan proses analisis. Pencarian data dan proses analisis ini didapat dari lapangan langsung melalui pengamatan berkala dan menganalisis beberapa studi kasus bangunan yang sama.

1.5.3. Transformasi data

Pembahasan akhir akan dilakukan dengan transformasi data. Data-data yang telah diperoleh dirangkum menjadi beberapa konsep yang kemudian ditransformasikan dalam kriteria konsep perencanaan bangunan.

(5)

5

1.6. Keaslian Penulisan

Tabel 1. 1 Judul Skripsi Sejenis

JUDUL SKRIPSI SEJENIS PENULIS KEKHUSUSAN PENULISAN

Gedung Pertunjukan Musik Gamelan di

Yogyakarta. Penekanan pada Sistem

Akustik

Restuning Sandini 19053/TA

Yang menjadi kekhususan dalam penulisan skripsi ini dibandingkan dengan skripsi sejenis lainnya adalah fokus penerapan desain inklusif pada

suatu bangunan pusat seni gamelan dengan tujuan untuk membuktikan bahwa desain haruslah universal sehingga nyaman dan aman digunakan

untuk semua orang termasuk orang-orang yang mempunyai keterbatasan

atau difabel. Dengan begitu tercipta perilaku sosial yang lebih baik dalam

memandang kaum difabel atas kemandirian mereka yang didukung

oleh hasil desain inklusif tersebut. Art Center di Yogyakarta.

Penekanan pada Green Architecture

Luluk Rani Puspita 03/165041/TK/28458 Art Center di

Yogyakarta. Penekanan pada Sirkulasi

sebagai Pembentuk Suasana Rekreatif

Danang Widya Sanjaya 03/173653/ET/03683

Pusat Seni dan Kreativitas Anak di Yogyakarta. Karakteristik Anak sebagai

Dasar Perancangan.

Ratih Demayanti 97/115099/TK/22167

2002

Pusat Seni Kontemporer di Yogyakarta.

Aaron Purbosatrio 16099/TK

(6)

6

1.7. Kerangka Pikiran

Diagram 1. 1 Alur Kerangka Pikiran

1.8. Sistematika Pembahasan Bab I: Pendahuluan

Mengemukakan tentang latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan sasaran pembahasan, metoda pembahasan, sistematika pembahasan dan keaslian penulisan.

Bab II: Tinjauan Pusat Studi Seni Gamelan

Mengemukakan tentang pengertian pusat studi seni gamelan, filosofi gamelan dan hubungannya dengan arsitektur

Bab III: Tinjauan Desain Inklusif

Mengemukakan tentang pengertian desain inklusif dan berbagai standard yang ada. Bab IV: Tinjauan Lokasi Site

Mengemukakan tentang pertimbangan site, alternatif site dan penjelasan site terpilih.

(7)

7

Mengemukakan tentang pendekatan-pendekatan yang diambil guna sebagai dasar dan prinsip untuk menentukan konsep desain.

Bab VI: Konsep Perencanaan dan Perancangan

Gambar

Gambar 1. 1 Berbagai Kondisi yang Perlu Diperhatikan dalam Menciptakan Desain yang Inklusif  Sumber : Buletin Difabel Sapda Jogja Edisi 17
Tabel 1. 1 Judul Skripsi Sejenis
Diagram 1. 1 Alur Kerangka Pikiran

Referensi

Dokumen terkait

Saat dikaji pada tanggal 18 September 2017 jam 16.00 WIB Ibu pasien mengatakan anaknya batuk dan sesak sejak satu hari yang lalu, ibu pasien juga menanyakan kenapa batuknya

Hal ini berarti bahwa sebesar 8.1% return saham dapat dijelaskan oleh variabel perubahan arus kas operasi, arus kas investasi, arus kas pendanaan, laba akuntansi dan dividend yield,

Dari pengujian simultan (uji F) dengan return on asset sebagai variabel dependen diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 atau < 0,05 yang membuktikan bahwa

Karena itu dengan penuh ketulusan dan kesadaran, penulis memohon “maaf” bila dalam karya ini masih terdapat banyak kekurangan dengan harapan agar pada satu masa

Berdasarkan permasalahan yang sudah disampaikan, didapatkan sebuah rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu bagaimana membangun sebuah Sistem Informasi

dilakukan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian deteksi suara paru-paru dengan menggunakan pengoalahan sinyal DSP TMS320C6416T agar sinyal suara yang telah

Pemantau Suhu dan Kelembaban Berbasis Mikrokontroler ATmega328 ini dapat memantau suhu inkubator secara realtime dari jarak jauh dan apabila terjadi ketidaksesuaian suhu

Khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan syarat- syarat yang telah disetujui, agar nasabah tidak kehilangan harta kekayaan yang dijaminkan