• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, 00Juni 2015 Direktur Pembinaan SMA, Harris Iskandar, Ph.D NIP Model Penyelenggaraan SKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, 00Juni 2015 Direktur Pembinaan SMA, Harris Iskandar, Ph.D NIP Model Penyelenggaraan SKS"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

 2015, Dit. Pembinaan SMA ii

KATA PENGANTAR

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun pelajaran 2013/2014 telah menetapkan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270 SMA sasaran dan sejumlah SMA yang melaksanakan secara mandiri. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2014/2015, Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh SMA untuk kelas X dan XI. Mempertimbangkan pentingnya Kurikulum 2013 dan masih ditemukannya beberapa kendala teknis, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan kebijakan penataan kembali implementasi Kurikulum 2013 pada semua satuan pendidikan mulai semester dua tahun pelajaran 2014/2015 melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013. Implementasi Kurikulum 2013 di SMA akan dilakukan secara bertahap mulai semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di 10% SMA sampai dengan tahun pelajaran 2020/2021 di seluruh SMA. Sepanjang implementasi secara bertahap tersebut akan dilakukan evaluasi, perbaikan konsep dan strategi implementasi Kurikulum 2013 agar siap untuk dilaksanakan secara menyeluruh di semua SMA.

Sejalan dengan kebijakan diatas, Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan tugas dan fungsinya terus melakukan fasilitasi pembinaan implementasi Kurikulum 2013, antara lain melalui pengembangan naskah pendukung kurikulum. Pada tahun 2015 Direktorat Pembinaan SMA melakukan reviu naskah yang dikembangkan tahun sebelumnya dan menyusun naskah baru mengikuti perkembangan kebijakan Kurikulum 2013. Naskah-naskah yang direviu dan disusun sebagai berikut : Panduan Pengembangan KTSP, Panduan Pengembangan Silabus, Panduan Pengembangan RPP, Model-Model Pembelajaran, Panduan Pengembangan Penilaian, Model Pembelajaran dan Penilaian Projek, Model Pelaksanaan Remedial dan Pengayaan, Model Penyelenggaraan SKS, Model Penyelenggaraan Aktualisasi Mata Pelajaran Dalam Kegiatan Kepramukaan, Model Penyelengaraan Peminatan, Model Penyelenggaraan Pendalaman Minat, Panduan Pengembangan Muatan Lokal, Model Penyelenggaraan Kewirausahaan, Panduan Transisi Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2006, dan Panduan Pengisian Aplikasi Rapor. Naskah-naskah pendukung kurikulum dikembangkan oleh tim pengembang yang terdiri dari unsur staf Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pengawas, kepala sekolah, dan guru dengan prinsip dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Naskah-naskah tersebut disusun sebagai acuan bagi sekolah dalam mengelola pelaksanaan kurikulum dan acuan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran di kelas sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Naskah-naskah pendukung kurikulum akan terus dikembangkan, sehingga menjadi lebih operasional. Oleh karena itu, sekolah diharapkan memberi masukan untuk penyempurnaan lebih lanjut. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pembahasan

naskah-naskah ini diucapkan terima kasih.

Jakarta, 00Juni 2015

Direktur Pembinaan SMA,

Harris Iskandar, Ph.D NIP. 196204291986011001

(3)

 2015, Dit. Pembinaan SMA iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Ruang Lingkup ... 3

D. Landasan ... 3

BAB IIPENGERTIAN DAN KONSEP ... 4

A. Pengertian ... 4

B. Prinsip ... 4

C. Penyelenggaraan ... 5

BAB IIIMODEL IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN ... 10

A. Mekanisme Persiapan ... 10

B. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar ... 12

C. Pengelolaan Pembelajaran ... 16

D. Pemberdayaan Pembimbing Akademik (PA) dan Konselor/BK ... 23

E. Penilaian Hasil Belajar ... 24

F. Pengawasan dan Evaluasi ... 26

BAB IVPENUTUP ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

Lampiran 1. Contoh Roadmap Pembelajaran Pada Pola Diskontinu ... 31

(4)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Departemen Pendidikan Nasional menjelaskan dalam visinya bahwa kecerdasan mencakup cerdas intelektual, cerdas emosional dan cerdas spiritual (Renstra Kemdiknas 2010-2014). Sedangkan kemandirian merupakan salah satu dari tugas perkembangan yang harus dicapai siswa. Kondisi kemandirian siswa SMA dewasa ini (Sarlito Wirawan, 2003) cukup memprihatinkan. Umumnya siswa ragu dan tidak tahu kemana mereka harus melanjutkan studi. Banyak siswa yang belum dapat menentukan pilihan karier dan pendidikan di masa depan. Sejumlah siswa merasa yakin memilih jurusan bisnis yang dianggap favorit juga tidak memiliki alasan yang rasional. Mereka umumnya hanya

ikut-ikutan berdasarkan trend yang terjadi di kalangan remaja. Salah satu

penyebabnya adalah pengembangan kemandirian di sekolah maupun keluarga belum optimal. Belum ada iklim yang kondusif dalam membangun kemandirian siswa SMA. Sekolah dengan layanan yang dilakukan selama ini belum memberikan alternatif yang dapat dipilih dan diambil keputusan sebagai bentuk pengembangan kemandirian. Kurikulum tingkat satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta didik agar lebih optimal. Sekolah dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan.

Realitas menunjukkan bahwa peserta didik memiliki karakteristik yang beragam. Masing-masing memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Dengan mudah kita temukan bahwa kecepatan belajar, potensi belajar, serta minat peserta didik terhadap mata pelajaran tidak sama. Padahal peserta didik akan lebih sukses jika belajar sesuai dengan potensi dan minatnya. Dengan demikian diperlukan pola penyelenggaraan pendidikan yang dapat secara optimal melayani realitas tersebut.

Pola pembelajaran Sistem Kredit Semester (SKS) yang memberikan kebebasan peserta didik dalam memilih beban belajar dan mata pelajaran dipandang dapat melayani keragaman lebih luas dibanding dengan Sistem Paket. Peserta didik dapat memilih

(5)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 2

mata pelajaran dan beban belajar sesuai dengan minat, potensi, dan kebutuhan. Dengan demikian kondisi belajar diharapkan merupakan upaya sadar yang diawali sejak pemilihan beban belajar dan mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Kebebasan memilih beban belajar dan mata pelajaran dapat mendorong kesadaran dan motivasi yang tinggi sehingga memungkinkan prestasi belajar tercapai lebih optimal.

Peraturan Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Nomor158 tahun 2014 menjelaskan konsep dan strategi penerapan sistem kredit semester (SKS) di SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Dalam lampiran tersebut dijelaskan tentang kebijakan, konsep, dan prinsip penyelenggaraan SKS di sekolah. Penjelasan tersebut masih bersifat umum sehingga sekolah masih banyak mengalami kendala, diantaranya dalam menentukan beban belajar, menyusun struktur kurikulum, menfasilitasi pilihan beban belajar dan mata pelajaran, serta menyusun jadwal pelajaran fleksibel untuk mata pelajaran tertentu. Di sisi lain sekolah belum mampu memfasiltasi keragaman peserta didik dalam hal kecepatan belajar sehingga memungkinkan mereka menyelesaikan studi dalam waktu yang beragam. Oleh karena itu diperlukan model pelaksanaan yang didasarkan pada pengalaman empirik dan ide yang relevan dengan kebijakan SKS yang dapat digunakan sekolah untuk melaksanakan SKS.

Sebagai respon atas temuan dan masukan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA perlu menyusun model penyelenggaraan yang memberikan gambaran tentang alternatif penyelenggaraan SKS di SMA.

B.

Tujuan

Secara umum naskah ini bertujuan untuk memberikan gambaran mekanisme

pelaksanaan SKS di SMA. Secara khusus, naskah ini bertujuan:

1.

Memberikan gambaran tentang teknis persiapan, pelaksanaan, dan pengendalian

pelaksanaan SKS di SMA;

2.

Memberikan penjelasan tentang model tahapan persiapan, pelaksanaan, dan

evaluasi pelaksanaan SKS di SMA;

3.

Memberikan penjelasan model penilaian SKS di SMA; dan

4.

Mendorong kesiapan SMA untuk melaksanakan SKS sebagai layanan inovasi

(6)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 3

C.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup naskah model penyelenggaraan SKS di SMA mencakup prinsip dan mekanisme penyelanggaran mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pengelolaan secara bertahap, pembelajaran dan penilaian, serta pengawasan dan evaluasi.

D.

Landasan

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional;

3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang

Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;

4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang

Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;

5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013Tentang

Standar Penilaian Pendidikan;

6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 Tentang

Penyelenggaraan SKS pada Pendidikan Dasar dan Menengah;

7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 Tahun 2014 tentang

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah

8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 tentang

Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah

9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang

Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Menengah

10.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2014 tentang

Peminatan pada Pendidikan Dasar dan Menengah

11.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang

Penilian oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Menengah

12.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang

Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah

13.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014 tentang

Kriteria Kelulusan Peerta Didik pada Satuan Pendidikan Penyelenggaran US/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional

(7)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 4

BAB II

PENGERTIAN DAN KONSEP

A.

Pengertian

Pada hakikatnya, SKS merupakan perwujudan dari amanat Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak, antara lain: (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; dan (f) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan”.

Penerapan SKS dalam pengelolaan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia merupakan suatu upaya inovatif untuk menambah kekayaan pengelolaan pembelajaran. Selama ini sistem pengelolaan pendidikan hanya menggunakan satu cara, yaitu Sistem Paket. Melalui penerapan SKS dimungkinkan peserta didik dapat menyelesaikan program pendidikan lebih cepat sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.

Beban belajar pada SKS di SMA dinyatakan dengan jam pelajaran (JP) dengan beban keseluruhan pada tingkat SMA minimal 260 JP. Beban belajar 1 JP secara umum terdiri atas 45 menit kegiatan tatap muka dan minimal 60% (sekitar 27 menit) untuk kegiatan penguasan terstruktur dan tugas mandiri tidak terstruktur.

Sistem Kredit Semester selanjutnya disebut SKS adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang peserta didiknya menentukan jumlah beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar.

Secara khusus kegiatan satu jam pelajaran tatap muka dalam beban belajar bagi peserta didik yang memiliki kecepatan belajar diatas rata-rata, durasi satu jam pelajaran dapat dilaksanakan selama 30 menit (Permendikbud 158 tahun 2014 pasal 9).

B.

Prinsip

Penyelenggaraan SKS di SMA mengacu pada prinsip sebagai berikut.

1. Fleksibel, artinya penyelenggaraan SKS harus memberikan pilihan mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa belajar yang memungkinkan peserta didik menentukan dan mengatur strategi belajar secara mandiri.

(8)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 5

2. Keunggulan, artinya penyelenggaraan SKS memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan mencapai tingkat kemampuan optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar.

3. Maju berkelanjutan, artinya penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik dapat langsung mengikuti muatan, mata pelajaran atau program lebih lanjut tanpa terkendala oleh peserta didik lain.

4. Keadilan, artinya penyelenggaraan SKS memungkinkan peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperoleh perlakuan sesuai dengan kapasitas belajar yang dimiliki dan prestasi belajar yang dicapainya secara perseoranga

C.

Penyelenggaraan

SKS diselenggarakan melalui pengorganisasian pembelajaran bervariasi dan pengelolaan waktu belajar yang fleksibel. SKS adalah alternatif sistem belajar selain sistem paket yang dapat dilakukan oleh SMA berakreditasi A. Penyelenggaraan SKS di SMA merupakan salah satu upaya inovatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui layanan yang bervariasi untuk mengakomodasi kemajemukan peserta didik dalam hal minat, kebutuhan, potensi, bakat, dan kecepatan belajarnya. Penyelenggara SKS harus melakukan persiapan fisik dan non fisik dalam memberikan layanan yang bervariasi dan fleksibel.Berbeda dengan sistem paket dengan pola layanan yang seragam, penyelenggara SKS perlu menyiapkan paradigma terkait keragaman dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevalusai program pendidikan di sekolahnya.

Pengorganisasian pembelajaran bervariasi dilakukan melalui penyediaan unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik. Variasi pembelajaran normal ditempuh rata-rata enam semester dengan beban rata-rata 42 s.d 46 jam pelajaran per minggu. Variasi pembelajaran lebih cepat dapat diselesaikan dalam waktu empat atau lima semester. Layanan seperti ini ditempuh dengan beban belajar 54 s.d 70 jam pelajaran per minggu.

Pengelolaan waktu belajar yang fleksibel dilakukan melalui pengambilan beban belajar untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Peserta didik dengan kecepatan belajar dan prestasi tinggi dapat mengambil beban lebih banyak dibanding dengan lainnya. Layanan pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk individu dan/atau kelompok.

Layanan individu diberikan kepada peserta individu yang meminta tambahan beban belajar dan mata pelajaran di luar jam pelajaran kelas atau rombongan belajar.

(9)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 6

Layanan dapat diberikan sampai malam hari sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.Layanan kelompok dapat dilakukan dengan membuat kelompok/kelas tertentu dengan kecepatan dan prestasi/kemampuan yang hampir sama. Pengelompokan dalam kelas secara bervariasi dapat dilakukan berdasarkan data yang diperoleh pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Pada beberapa sekolah berasrama (boarding) layanan individu lebih mudah

dilaksanakan. Sebaliknya pada sekolah tidak berasrama, layanan kelompok lebih mudah dilaksanakan. Ketersediaan sumber daya dan fleksibiltas waktu layanan sangat berpengaruh pada bentuk individu dan/atau kelompok yang dilakukan.

Konsekuensi keragaman dalam penyelenggaraan SKS di SMA antara lain adalah sebagai berikut.

1) Terdapat pola layanan yang dapat dilakukan, yaitu layanan kelompok dan layanan

individu

2) Pada layanan kelompok dapat dilakukan dengan pola kontinu dan diskontinu atau

On/Off. Pada pola kontinu setiap mata pelajaran selalu muncul tiap semester, sedangkan pola diskontinu mata pelajaran tidak harus dimunculkan tiap semester.

3) Pada layanan kelompok pola kontinu, satuan pendidikan dapat menyusun variasi

pembelajaran sesuai dengan kecepatan belajarnya. Struktur kurikulum dapat disusun beragam, terdiri atas: 4 semester, 5 semester, dan/atau 6 semester.

4) Pada layanan kelompok pola diskontinu, satuan pendidikan menyusun serial mata

pelajaran dengan jumlah maksimal 4 seri. Penyusuan serial mata pelajaran tidak mengubah urutan materi dan kompetensi (KI dan KD) yang tertuang pada standar

isi. Satuan pendidikan dapat menyusun peta jalan (roadmap) sebagai pilihan yang

disediakan bagi peserta didik sesuai dengan strategi yang dipilih.

5) Konsekuensi keragaman tersebut adalah menyusun silabus dan bahan ajar dalam

unit-unit tertentu yang disusun berdasarkan perhitungan alokasi waktu, yaitu satu semester minimal 18 minggu efektif termasuk dua minggu efektif yang terpakai untuk UTS dan UAS.

6) Satuan pendidikan dengan jumlah rombongan relatif sedikit (menerima peserta

didik baru sampai dengan 6 kelas) disarankan menggunakan layanan kontinu. Sebaliknya satuan pendidikan dengan jumlah rombongan belajar relatif banyak

dapat menggunakan layanan diskontinu (On/Off).

7) Variasi layanan kontinu dan diskontinu dapat memunculkan kelas dinamis, artinya

terdapat kelas mayor (utama) dengan mata pelajaran tertentu yang dipilih dan kelas minor sesuai dengan tambahan mata pelajaran lainnya.

Beberapa perbandingan pola kontinu dan diskontinu dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(10)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 7

Tabel 1. Perbandingan Pola Kontinu dan Diskontinu

Aspek

Pola Kontinu

Pola Diskontinu

Penjadwalan mata pelajaran

Muncul di tiap semester Beberapa mata pelajaran

tidak muncul tiap semester

Struktur mata pelajaran o Tidak sama sesuai

kecepatan belajarnya. Satuan pendidikan menyediakan struktur kurikulum dan beban belajar mata pelajaran bervariasi o Program aplikasi menggunakan pengkodean mata pelajaran berbeda untuk kecepatan belajar yang berbeda

o Disusun masksimal 4

seri berlaku sama untuk semua variasi kecepatan belajar

o Program aplikasi dapat

disusun dengan kode matapelajaran yang sama

Pengaturan beban megajar guru minimal 24 jam pelajaran

Lebih mudah Lebih sulit, karena harus

diatur roadmapp bervariasi

Pengambilan beban tambahan sesuai dengan indeks Prestasi

Kurang fleksibel, peserta didik terkondisi dengan pemilihan beban belajar yang seragam

Lebih fleksibel, peserta didik terkondisi pengisian KRS yang beragam

Pengalihan dari rombongan belajar lebih cepat ke lebih lambat

Lebih sulit, karenanya tugas PA dan BK menjaga prestasi dan kecepatan belajar peserta didik tetap stabil

Lebih mudah, karena masih ada pilihan bervariasi yang tersedia

Pengalihan dari rombongan belajar lebih lambat ke lebih cepat

Lebih Sulit, karena seri mata pelajaran berbeda di kelas lebih cepat materi cenderung lebih banyak. Solusinya adalah dengan program matrikulasi pada jeda waktu sebelum semester berikutnya dimulai.

Lebih mudah, karena seri mata pelajarannya sama

Pelaksanaan tugas PA Lebih mudah, peserta

didik cenderung ada pada kelas yang tetap

Lebih dinamis, peserta didik boleh jadi tidak selalu dalam kelas yang tetap

Penyusunan perangkat pembelajaran (silabus, RPP, bahan ajar)

Disusun dalam unit-unit tertentu sesuai dengan materi pokok. Kemudian dikemas untuk tiap

Disusun dalam unit-unit tertentu sesuai dengan materi pokok. Kemudian dikemas menurut seri yang

(11)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 8

Aspek

Pola Kontinu

Pola Diskontinu

semester menurut variasi kecepatan belajar

dapat digunakan untuk semua variasi kecepatan belajar

Penerapan sesuai jumlah rombongan belajar

Disarankan untuk sekolah kecil (jumlah paralel rombongan belajar sampai dengan 6)

Disarankan untuk sekolah besar (jumlah paralel rombongan belajar 8 ke atas)

Keunggulan penyelenggaraan SKS antara lain sebagai berikut.

1) Peserta didik dapat terlayani sesuai dengan keragaman bakat, minat, dan

kemampuannya

2) Kemandirian peserta didik terkondisi dengan adanya pengisian KRS (kartu rencana

studi) setiap semester pada saat memilih beban belajar dan mata pelajaran.

3) Dapat menyusun strategi lebih efektif dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) di

semester 6, yaitu dengan cara menyelesaikan semua beban belajar dan mata pelajaran di semester 5. Dengan demikian ujian sekolah (US) sudah terlaksana sampai awal semester 6. Sedangkan di semester dapat difokuskan pada kegiatan Try Out persiapan UN dan seleksi perguruan tinggi.

4) Ujian Sekolah dapat dilakukan tiap semester untuk mengurangi beban yang selama

ini terpusat di semester 6.

5) Hubungan antara peserta didik dengan pembimbing akademik (PA) lebih kuat sejak

awal tahun pertama sampai dengan selesai masa studinya.

6) Tidak ada kenaikan kelas. Kelulusan mata pelajaran dilakukan di akhir semester.

7) Dapat melayani peserta didik tertentu sesuai dengan kecepatan belajarnya dengan

tetap memungkinkan hasil belajar tinggi meskipun masa studinya lebih lama. Keunggulan ini memungkinkan peserta didik yang selesai 8 semeter (empat tahun) tetap dapat mengikuti seleksi perguruan tinggi jalur SNMPTN (Undangan)

8) Motivasi belajar peserta didik lebih tinggi karena hak memilih beban belajar dan

mata pelajaran tiap semester.

Beberapa kelemahan penyelenggaraan SKS di SMA antara lain adalah sebagai berikut.

1) Keragaman layanan dianggap menyulitkan karena terbiasa dengan pola yang

seragam

2) Memerlukan dukungan administrasi berbasis TIK yang memadai

3) Pengaturan peta jalan (roadmapp) pada pola diskontinu dianggap sulit karena harus

mengakomodasi distribusi jam mengajar guru. Hal ini untuk memenuhi tuntutan minimal mengajar 24 jam tatap muka

(12)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 9

4) Pemahaman peran dan fungsi pembimbinag akademik (PA) yang berbeda dibanding

dengan wali kelas. Pelaksanaan layanan PA sampai peserta didik selesai juga dianggap sulit dalam pengadministrasian.

5) Adaptasi terhadap PDSS, terutama pada pola diskontinu (On/Off). Satuan

pendidikan perlu membuat tabel konversi dari serial pada SKS dengan semester pada sistem paket. Hambatan ini dapat diatasi dengan penyediaan PDSS yang fleksibel dan difasilitasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

6) Peraturan daerah dan tradisi harus masuk dan pulang secara bersamaan

masihmenjadi kendala bagi satuan pendidikan. Peserta didik tertentu yang tidak dapat masuk mulai jam pertama belum bisa dilayani.

7) Pelaksanaan UN tiap semester oleh pemerintah belum terlaksana. Sebagian satuan

pendidikan penyelenggaran SKS masih ragu untuk melaksanakan US tiap semester.

(13)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 10

BAB III

MODEL IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN

A.

Mekanisme Persiapan

Pelaksanaan atau penyelenggaraan SKS dilakukan secara bertahap dengan strategi

phasing in/out dimulai tahun pertama.Sehingga penerapan SKS dimulai kelas X, sedangkan kelas XI dan XII menggunakan Sistem Paket. Pada tahun kedua, terdapatdua angkatan yang menerapkan SKS,dan pada tahun ketiga seluruh angkatan menerapkan SKS.

Tabel 2. Tahapan Penyelenggaraan SKS di SMA PERIODE

PELAKSANAAN

KELAS X KELAS XI KELAS XII

Tahun Pertama Sistem Kredit

Semester Sistem Paket Sistem Paket

Tahun Ke Dua Sistem Kredit

Semester

Sistem Kredit

Semester Sistem Paket

Tahun Ke Tiga Sistem Kredit

Semester

Sistem Kredit Semester

Sistem Kredit Semester

Pada tahap awal penyelenggaraan SKS, satuan pendidikan.

1. Menyusun KTSP yang memuat struktur kurikulum dengan Sistem Paket dan SKS

yang telah ditandatangani Dinas Pendidikan Provinsi.

2. Menyusun perangkat pembelajaran (Silabus dan RPP) SKS sesuai dengan unit-unit

pembelajaran tiap mata pelajaran, minimal untuk tahun pertama.

3. Merancang jadwal mata pelajaran dan jadwal konsultasi Pembimbing Akademik

(PA) dan Konselor/BK.

4. Mendapat izin tertulis dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Izin

tersebut kemudian dilaporkan kepada Direktorat PSMA.

Implikasi Pelaksanaan

Jenis/Pola

Model Penyelenggaran

SKS Kontinu Variasi Kecepatan Belajar Variasi Struktur Kurikulum Variasi Konversi Mapel Diskontinu Variasi Kecepatan Belajar Variasi Roadmapp Variasi beban Mengajar Guru

(14)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 11

5. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan orangtua.

Tabel 3. Mekanisme Persiapan Penyelenggaraan SKS

Tahapan Deskripsi Kegiatan Out Put Kepala Sekolah Tim Pengembang Kurikulum Guru PAdanBK Persiapan o Mempersiapkan dan menyamakan persepsi warga sekolah tentang SKS o Sosialisasi internal o Membentuk Tim Pelaksana SKS (Tim Pengembang Kurikulum) o Mengajukan ijin kepada Dinas Pendidikan o Mendalami dan memahami konsep SKS o Membuat jadwal kegiatan o Membuat dan o m membahas draft dokumen Merevisi draft dokumen o Merancang sistem aplikasi pendukung o Merancang struktur kurikulum dan peta pembelajaran untuk 6 semester o Memahami konsep SKS o Mempelajari dan membahas draft dokumen o Menyusun KI-KD sesuai struktur kurikulum Merancang Silabus dan RPP sesuai dengan unit pembelajaran o Memahami konsep SKS o Merancang program layanan o Merancang program konsultasi Dokumen KTSP dan Ijin Pelaksanaan Awal Pelaksanaan o Sosialisasi eksternal kepada masyarakat o Menetapkan

tugas guru, PA, dan BK kelas X o Menghimpun dokumen perangkat pembelajaran dan penilaian o Pembagian tugas guru, PA, dan BK o Menyusun jadwal pelajaran o Menyiapkan perangkat pembelajaran dan penilaian o Meningkatkan pemahaman pembelajaran SKS o Menyiapkan perangkat layanan dan konsultasi bimbingan o Dukungan warga sekolah dan publik o Kelengkapa n dokumen perangkat pembelajar an dan penilaian o Dokumen peangkat layanan dan bimbingan

(15)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 12 Tahapan Deskripsi Kegiatan Out Put Kepala Sekolah Tim Pengembang Kurikulum Guru PAdanBK

Pelaksanaan o Mengontrol dan mengevaluasi pelaksanaan o Memotivasi dan menginspirasi warga sekolah o menjamin pelaksanaan pembelajaran dan penilaian o mengatur penjadwalan dan pembagian tugas mengajar o Membantu pelaksanaan monitoring dan evaluasi o Melaksanakan pembelajaran o Melakukan penilaian o Menganalisis hasil belajar o Melaksanakan tindak lanjut hasil analisis o Melaporkan penilaian kompetensi peserta didik o Melaksanakan layanan dan bimbingan o Menganalisis hasil layanan dan bimbingan o Menindak-lanjuti hasil analisis o Melaporkan hasil layanan dan bimbingan Efektifitas pelaksanaan

B.

Struktur Kurikulum dan Beban Belajar

Secara umum struktur kurikulum dan beban belajar SKS mengacu pada Permendikbud Nomor 59 tahun 2014, terdiri dari mata pelajarn kelompok Adan B (Umum) dan kelompok C peminatan. Beban belajar untuk tingkat SMA berjumlah 260 jam pelajaran (JP) yang dapat ditempuh secara bervariasi. Dengan demikian SMA penyelenggara SKS dapat menyusun struktur kurikulum dan beban belajar tiap semeseter secara bervariasi. Dua pola pembelajaran yang dapat dilakukan, yaitu pola kontinu dan pola

diskontinu (on/off)

1. Pola Kontinu

Pada pola pembelajaran kontinu setiap mata pelajaran selalu muncul di tiap semester. Dalam hal ini pemilihan beban belajar berlaku ketika peserta didik memilih tambahan jam pelajaran (beban belajar) pada beberapa atau semua mata pelajaran sesuai dengan kemampuan dan pilihannya. Penambahan jam pelajaran berimplikasi pada tambahan unit pembelajaran (konten) dan kegiatan yang diperlukan.

Pada layanan kelompok pola kontinu, satuan pendidikan dapat menyusun variasi pembelajaran sesuai dengan kecepatan belajarnya. Struktur kurikulum dapat disusun beragam, terdiri atas: 6 semester, 5 semester, dan/atau 4 semester. Contoh struktur kurikulum dan beban belajar pola kontinu disajikan pada tabel berikut.

(16)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 13

Tabel 4. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Enam Semester

NO Mata Pelajaran Semester/ Beban (JP) JML

1 2 3 4 5 6

KELOMPOK A (UMUM)

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3 3 3 3 18

2 Pendiikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2 12

3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4 24 4 Martematika 4 4 4 4 4 4 24 5 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2 12 6 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2 12 KELOMPOK B (UMUM) 7 Seni Budaya 2 2 2 2 2 2 12

8 Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 3 3 3 3 3 3 18

9 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2 12

KELOMPOK C (PEMINATAN) 10 MP 1 3 3 4 4 4 4 22 11 MP 2 3 3 4 4 4 4 22 12 MP 3 3 3 4 4 4 4 22 13 MP 4 3 3 4 4 4 4 22 14 MP 5 3 3 4 4 4 4 22 15 MP 6 3 3 6

JUMLAH BEBAN BELAJAR (JP) 42 42 44 44 44 44 260

Keterangan

(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama

yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa

(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar

peminatan utama

Tabel 5. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Lima Semester

NO Mata Pelajaran Semester/ Beban (JP) JML

1 2 3 4 5

KELOMPOK A (UMUM)

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 4 4 4 18

2 Pendiikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 3 2 2 2 12

3 Bahasa Indonesia 4 5 5 5 5 24 4 Martematika 4 5 5 5 5 24 5 Sejarah Indonesia 3 3 2 2 2 12 6 Bahasa Inggris 3 3 2 2 2 12 KELOMPOK B (UMUM) 7 Seni Budaya 2 2 3 3 2 12

(17)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 14

NO Mata Pelajaran Semester/ Beban (JP) JML

1 2 3 4 5

8 Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 4 4 4 3 3 18

9 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 3 3 2 12

KELOMPOK C (PEMINATAN) 0 10 MP 1 4 4 4 5 5 22 11 MP 2 4 4 4 5 5 22 12 MP 3 4 4 4 5 5 22 13 MP 4 4 4 4 5 5 22 14 MP 5 4 4 4 5 5 22 15 MP 6 3 3 6

JUMLAH BEBAN BELAJAR (JP) 48 53 53 54 52 260

Keterangan

(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama

yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa

(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar

peminatan utama

Tabel 6. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Empat Semester

NO Mata Pelajaran

Semester/ Beban

(JP) JML

1 2 3 4

KELOMPOK A (UMUM)

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 5 5 18

2 Pendiikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 3 3 3 12

3 Bahasa Indonesia 6 6 6 6 24 4 Martematika 6 6 6 6 24 5 Sejarah Indonesia 3 3 3 3 12 6 Bahasa Inggris 3 3 3 3 12 KELOMPOK B (UMUM) 7 Seni Budaya 3 3 3 3 12

8 Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 4 4 5 5 18

9 Prakarya dan Kewirausahaan 3 3 3 3 12

KELOMPOK C (PEMINATAN) 10 MP 1 5 5 6 6 22 11 MP 2 5 5 6 6 22 12 MP 3 5 5 6 6 22 13 MP 4 5 5 6 6 22 14 MP 5 5 5 6 6 22 15 MP 6 3 3 6

(18)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 15

Keterangan

(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama

yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa

(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar

peminatan utama

2. Pola Diskontinu (On/Off)

Pada pola pembelajaran diskontinu, mata pelajaran disusun dalam bentuk serial. Untuk mengakomodasi peserta didik yang cepat, maka jumlah serial maksimum adalah 4 (empat) seri. Dengan serial mata pelajaran ini, satuan pendidikan

menyusun peta pembelajaran (road map) untuk enam, lima, dan empat semester

secara bervariasi. Contoh struktur kurikulum dan beban belajar model empat seri tersaji pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Diskontinu

NO Mata Pelajaran Seri MP/ Beban (JP) JML

1 2 3 4

KELOMPOK A (UMUM)

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 6 6 6 18

2 Pendiikan Pancasila dan Kewarganegaraan 4 4 4 12

3 Bahasa Indonesia 6 6 6 6 24 4 Martematika 6 6 6 6 24 5 Sejarah Indonesia 4 4 4 12 6 Bahasa Inggris 4 4 4 12 KELOMPOK B (UMUM) 7 Seni Budaya 4 4 4 12

8 Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 4 4 5 5 18

9 Prakarya dan Kewirausahaan 4 4 4 12

KELOMPOK C (PEMINATAN) 10 MP 1 6 6 6 4 22 11 MP 2 6 6 6 4 22 12 MP 3 6 6 6 4 22 13 MP 4 6 6 6 4 22 14 MP 5 6 6 6 4 22 15 MP 6 6 6

JUMLAH BEBAN BELAJAR (JP) 260

Keterangan

(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama

yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa

(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar

(19)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 16

Selanjutnya struktur kurikulum dengan serial mata pelajaran menjadi acuan untuk

merancang peta pembelajaran (roadmapp) yang disediakan sebagai pilihan oleh

peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar dan strategi belajarnya. Peserta didik dapat memilih masa studi 4, 5, atau enam semester sesuai dengan kecepatan belajaranya. Di sisi lain untuk masa studi 5 atau 6 semester diberikan variasi

roadmapp yang disusun untuk mengakomodasi distribusi lebih merata terkait beban mengajar guru 24 jam pelajaran tatap muka.

C.

Pengelolaan Pembelajaran

SKS diselenggarakan melalui pengorganisasian pembelajaran bervariasi dan pengelolaan waktu belajar yang fleksibel.Pengorganisasian pembelajaran bervariasi dilakukan melalui penyediaan unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik. Pembelajaran dengan SKS dikelola dalam bentuk pembelajaran yang berdiferensiasi bagi masing-masing kelompok peserta didik yang berbeda kecepatan belajarnya.Diferensiasi pembelajaran yang terjadi bergantung paa pola kontinu dan diskontinu. Perbandingan implikasi dari pola kontinu dan diskontinu tersaji pada tabel berikut.

dan diskontinu tersaji pada tabel berikut.

Tabel 8. Perbandingan Imlpikasi Diferensiasi Pembelajaran Pola Kontinu dan Diskontinu

No Aspek Pembanding Pola Kontinu Pola Diskontinu

1. Variasi Kecepatan 4, 5, 6 semester dan

seterusnya

4, 5, 6 semester dan seterusnya

2. Struktur Kurikulum Bervariasi sesuai kecepatan belajar

Sama dalam bentuk serial mata pelajaran

3. Silabus mata pelajaran Bervariasi sesuai kecepatan belajar

Sama sesuai dengan serial mata pelajaran

4. Bahan ajar Tersusun atas unit-unit

pembelajaran yang dikemas sesuai variasi kecepatan

Tersusun atas unit-unit pembelajaran yang dikemas sesuai serial mata pelajaran 5. Pemilihan beban belajar Bersifat ajeg sesuai dengan

data awal kemampuan dan variasi kecepatan belajar

Bersifat dinamis sesuai dengan indeks prestasi pada akhir semester

6. Pemilihan beban belajar tambahan

Layanan individu atau kelas kecil

Layanan kelas kecil 7. Penyusunan Konversi

sistem paket dan SKS untuk input data UN dan PDSS

Bervariasi sesuai kecepatan belajar

Sama sesuai dengan serial mata pelajaran

8. Tindak lanjut siswa yang tidak lulus mata pelajaran

Dilakukan semester pendek bervariasi

Dilakukan semester pendek sesuai seri mata pelajaran

(20)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 17

No Aspek Pembanding Pola Kontinu Pola Diskontinu

9. Pengkodean mata pelajaran pada sistem aplikasi penilaian

Bervariasi sesuai kecepatan belajar

Sama. sesuai dengan serial mata pelajaran

10. Pengaturan beban mengajar guru

Stabil, semua mata pelajaran terjadwal

Dinamis, mata pelajaran tidak selalu muncul di tiap kelas paralel

Satuan pendidikan perlu melakukan beberapa langkah dalam pengelolaan pembelajaran, antara lain:

1) Menetapkan KD serial mata pelajaran bagi sistem diskontinu, dan pembagian

KI-KD pada sistem kontinu

2) Menyediakan pilihan peta pembelajaran atau roadmapp yang dapat dipilih oleh

peserta didik

3) Menetapkan kelas atau rombongan belajar berdasarkan variasi kecepatan belajar

dan/atau kesamaan pilihan roadmapp

4) Menetapkan guru mata pelajaran yang akan mengajar, pembimbing akademik, dan

konselor/BK pada angkatan pertama penyelenggaraan SKS, tahun kedua, dan seterusnya.

5) Menyiapkan perangkat pembelajaran dilengkapi bahan ajar yang disusun dalam

satuan unit pembelajaran

6) Menyiapkan peraturan akademik yang mengatur mekanisme pemilihan beban

belajar, mekanisme penilain, pelaksanaan semester pendek, serta pengaturan pembelajaran dan penilaian lainnya.

Penyusunan KI dan KD.

1. Pembagian KI-KD pada sistem kontinu

 Lama belajar 6 Semester

Pembagian KI-KD untuk 6 semester mengacu pada standar isi permen no 59 tahun 2014

 Lama belajar 5 semester

Pembagian KI-KD untuk 5 semester diatur mandiri oleh sekolah dengan memperhatikan kompleksitas KI-KD.

 Lama belajar 4 semester

Pembagian KI-KD untuk 4 semester sama dengan serial mata pelajaran pada sistem diskontinu

2. Serial mata pelajaran pada sistem diskontinu

Konsekuensi dari penyusunan serial mata pelajaran adalah merekostruksi KI dan KD yang semula tersusun atas tingkatan kelas X, XI, dan XII menjadi KI dan KD yang tersusun menjadi serial mata pelajaran. Penyusunan KI dan KD mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: tingkat perkembangan fisik dan mental peserta didik; hierarki

(21)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 18

kompetensi inti dan kompetensi dasar; kontinuitas dan kontinuitas materi pelajaran dan antar mata pelajaran; dan kemudahan dalam keterpakaian.

Penyusunan KI dan KD serial mata pelajaran dilakukan dengan cara mengurutkan KD sesuai serial dan beban belajar (sks). Berikut ini contoh ilustrasi konversi serial mata pelajaran.

Tabel 9. Contoh Konversi Serial Mata Pelajaran Mata Pelajaran

Alokasi (JP) tiap

Semester Serial MP Keterangan

X XI XII 1 2 3 4 PPKn, Sejarah Indonesia, seni Budaya, atau Bhasa Inggris 2, 2 2, 2 2, 2 4 4 4

oSeri 1 memuat KI-KD

Kelas X

oSeri 2 memuat KI-KD

Kelas XI

oSeri 3 memuat KI-KD

Kelas XII

Bahasa

Indonesia atau Matematika

4, 4 4, 4 4, 4 6 6 6 6

oSeri 1 memuat KI-KD

kelas X semester 1 dan sebagian semester 2

oSeri 2 memuat KI-KD

dari sebagian

semester 2 kelas X dan semester 1 kelas XI

o Seri 3 memuat KI-KD

kelas XI semester 2 dan sebagian semester 1 Kelas XII

oSeri 4 memuat

sebagian KI-KD kelas XII semester 1 dan KI-KD semester 2 Kelas XII Agama, Pendidikan Jasmani dan Olah Raga 3, 3 3, 3 3, 3 4 4 5 5

oSeri 1 memuat KI-KD

kelas X semester 1 dan sebagian semester 2

oSeri 2 memuat KI-KD

dari sebagian

semester 2 kelas X dan semester 1 kelas XI

o Seri 3 memuat KI-KD

kelas XI semester 2 dan sebagian semester 1 Kelas XII

oSeri 4 memuat

sebagian KI-KD kelas XII semester 1 dan KI-KD semester 2 Kelas XII

(22)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 19

Selanjutnya KI dan KD yang sudah tersusun dalam serial mata pelajaran dijadikan dokumen KTSP dan acuan dalam mengembangkan Silabus dan RPP.

Penyediaan

Roadmap

(Peta Jalan) Pembelajaran

Langkah penyusunan roadmapp pada pola diskontinu antara lain adalah sebagai

berikut.

1) Mendata potensi peserta didik yang mampu menyelesaikan masa studi 4 semester.

2) Menyusun roadmap 4 semester sebagai alternatif pertama

3) Menyusun roadmap 5 semester sebagai alternatif 2, 3, dan seterusnya yang

mengakomodir peminatan MIPA dan IPS. Alternatif 2, 3, dan seterusnya untuk masa studi 5 semester diupayakan melengkapi kekosongan mata pelajaran yang ada di

roadmap 4 semester.

4) Menyusun roadmap 6 semester sebagai alternatif, 4, 5, dan seterusnya dengan

mengakomodir peminatan MIPA, IPS, dan/ atau bahasa. Penyusunan roadmapp 6

semester juga diupayakan untuk mengisi kekosongan mata pelajaran yang ada di

roadmap lainnya.

5) Menghitung jumlah jam pelajaran pada semester ganjil dan genap dan

mencermati keseimbangannya. Keseimbangan jumlah jam pelajaran tiap mata pelajaran pada semester ganjil dan genap menunjukkan jaminan bahwa tidak ada kekosongan atau kelebihan jam mata pelajaran di tiap semester. Artinya kelangsungan jumlah jam pelajaran minimal 24 jam pelajaran terjamin.

Penetapan Rombongan Belajar/Kelas

Langkah penetapan rombongan belajar pada tahun pertama dilakukan pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB). SMA penyelenggara SKS perlu memfasilitasi pengisian data elektronik yang memuat riwayat hasil belajar dari nilai rapor, data potensi waktu di SMP, dan data kemampuan lain yang diperlukan untuk membuat klasifikasi kecepatan belajar peserta didik.

Beberapa langkah kegiatan penetapan rombongan belajar antara lain adalah sebagai berikut.

1) Mengelompokan siswa dengan variasi kecepatan belajar 4 semester, 5 semester,

dan 6 semester pada peminatan MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa. Komposisi jumlah kelas/rombongan belajar umumnya lebih banyak pada kategori 5 semester. Sementara itu kategori 4 semester paling sedikit atau sulit diperoleh. Kriteria pengelompokan berdasarkan nilai di SMP/MTs. Contoh kriteria pengelompokkan berdasarakan nilai akhir (NA: gabungan NS dan NUN) adalah sebagai berikut.

(23)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 20

 Nilai (NA) > 3, 50  kategori 4 semester

 Nilai (NA) 3,00 s.d 3,49  kategori 5 semester

 Nilai (NA) < 3,00  kategori 6 semester

2) Pada pola diskontinu, hasil pengelompokan berdasarkan kecepatan belajar

dilanjutkan pengelompokan berdasarkan pilihan roadmapp.

3) Memberikan nama rombongan belajar dengan kelas A, B, C, dan seterusnya sebagai

kelas mayor (utama). Kelas utama ini dapat berkembang menjadi kelas minor mulai semester dua akibat adanya peluang menambah beban mata pelajaran pada saat pengisian KRS.

4) Menetapkan ruang kelas jika menggunakan sistem belajar kelas tetap. Pada sistem

belajar kelas bergerak (moving clasroom) tidak memiliki ruang kelas tertentu.

Sistem moving class merupakan sistem pendukung yang mempermudah pelaksanaan SKS tetapi tidak mutlak untuk dilaksanakan.

Penetapan Pendidik

Penetapan pendidik mencakup guru mata pelajaran, pembimbing akademik, dan konselor/BK pada tahun pertama sangat berpengaruh pada keberhasilan penyelenggaraan SKS. Pendidik tahun pertama menjadi perintis bagi penyelenggaran pada tahun berikutnya sehingga menjadi tumpuan keberhasilan.

Kriteria penentuan guru mata pelajaran, pembimbing akademik dan konselor/BK antara lain sebagai berikut.

1) Memiliki kinerja sangat baik berdasarakan hasil supervisi akademik, penilaian

kinerja guru, dan evaluasi responden peserta didik

2) Memiliki keterampilan teknis dan metodologis yang memadai

3) Responsif terhadap inovasi di bidang pendidikan, pengajaran, dan perkembangan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4) Memiliki sikap baik dan bertanggungjawab.

Penyiapan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang disiapkan mencakup silabus, RPP, dan bahan ajar dalam satuan unit pembelajaran.Penyusunan silabus dapat menggunakan silabus yang diadopsi dari lampiran Permendikbus Nomor 59 Tahun 2014 dengan penyesuaian berdasarakan struktur kurikulum.Pada pola diskontinu disusun berdasarkan variasi kecepatan belajar, sedangkan pada pola kontinu berdasarkan serial mata pelajaran. Penyusunan silabus dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik satuan pendidikan.

(24)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 21

Penyusunan RPP dilakukan oleh guru mata pelajaran sesuai dengan silabus yang dikembangkan. Penyediaan unit-unit pembelajaran dilakukan oleh satuan pendidikan (sekolah) berdasarkan struktur kurikulum dan materi pokok serta Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.Satuan pendidikan mengkoordinir kegiatan penyusunan unit-unit pembelajaran dengan mempertimbang-kan hal-hal sebagai berikut.

1) Kegiatan dilakukan oleh guru mata pelajaran dibawah koordinasi wakil bidang

akademik

2) Guru mata pelajaran merekap seluruh materi pokok dan alokasi waktu smata

pelajaran yang tertuang dalam struktur kurikulum dan beban belajar.

3) Satu materi pokok dapat dinyatakan sebagai satu satuan unit pembelajaran yang

dinyatakan dengan beban belajar yang harus ditempuh dalam tatap muka beserta tugas terstruktur dan tugas mandiri. Kemudian dilakukan rekapitulasi jumlah unit pembelajaran untuk seluruh seri dan masing-masing di tiap serial mata pelajaran. Beban belajar yang dimaksud dinyatakan dalam satuan jam pelajaran (JP).

4) Setiap unit pembelajaran dikembangkan menjadi bahan ajar atau modul

Pemilihan Beban Belajar

Mekanisme pemilihan beban belajar dan mata pelajar diatur dalam peraturan akademik. Mekanisme tersebut harus mengakomodasi fleksibiltas berdasarkan variasi kebutuhan, kemampuan, dan kecepatan belajara peserta didik. Termasuk pengelolaan waktu belajar yang fleksibel.

Pengelolaan waktu belajar yang fleksibel dilakukan melalui pengambilan beban belajar untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Pengambilan beban belajar dapat dilakukan dengan mengisi format perencanaan pengambilan beban belajar dalam bentuk kartu rencana strudi (KRS) atau kontrak belajar. Peserta didik dapat memilih beban belajar dan mata pelajaran sesuai dengan pilihan yang disediakan oleh satuan pendidikan.

Untuk menyediakan pilihan beban belajar, satuan pendidikan dapat merancang variasi dengan mempertimbangkan: perbedaan kecepatan belajar, perbedaan pilihan peminatan, dan perbedaan pilihan lintas minat. Lebih jauh lagi, variasi pilihan disesuaikan dengan perbedaan pendidikan lanjutan.

Pengambilan beban belajar sebagaimana dimaksud menggunakan kriteria sebagai berikut.

a. prestasi yang dicapai pada satuan pendidikan sebelumnya untuk pengambilan

(25)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 22

b. Indekas Prestasi (IP) yang diperoleh pada semester sebelumnya untuk

pengambilan beban belajar pada semester berikutnya.

Peserta didik SMA pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil beban belajar berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:

 IP < 2,67 dapat mengambil beban belajar paling banyak 46 jam pelajaran;

 IP 2,67 – 3,33 dapat mengambil beban belajar paling banyak 54 jam

pelajaran;

 IP 3,34 – 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 62 jam

pelajaran; dan

 IP > 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 70 jam pelajaran.

Kegiatan tatap muka dalam beban belajar bagi peserta didik yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata yang ditunjukkan dengan IP > 3,50 durasi setiap satu jam pelajaran dapat dilaksanakan selama 30 menit.

Kegiatan Semester Pendek

Semester pendek adalah program pembelajaran perbaikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang belum lulus sampai akhir semester. Kegiatan ini bermanfaat untuk memberi kesempatan bagi peserta didik memperbaiki nilai sampai batas minimal ketuntasan.

Kegiatan semester pendek dilaksanakan hanya untuk perbaikan nilai bagi mereka yang belum mencapai kelulusan mata pelajaran sampai akhir semester. Ketentuan tentang semester pendek antara lain sebagai berikt.

1) Jadwal ditentukan oleh sekolah dengan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan

kebutuhan dan daya dukung;

2) Waktu belajar dilaksanakan pada sore hari setelah jadwal pelajaran berakhir atau

pada jeda antar semester.

3) Pembelajaran semester pendek mengacu pada hasil ketuntasan kompetensi dasar

mata pelajaran;

4) Jumlah kegiatan dilakukan dalam 8 pertemuan yang diakhiri dengan penilaian;

5) Guru yang mengajar di semester pendek adalah guru mata pelajaran terkait yang

(26)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 23

D.

Pemberdayaan Pembimbing Akademik (PA) dan Konselor/BK

Satuan pendidikan penyelenggara SKS wajib menyediakan guru pembimbing akademik. Guru pembimbing akademik bertanggung jawab terhadap aspek akademik bagi peserta didik sejak semester pertama sampai dengan semester akhir.Satuan pendidikan dapat mengganti guru pembimbing akademik sesuai dengan kebutuhan.

Pembimbing Akademik (PA) dan Bimbingan Konseling (BK) merupakan tenaga pendidik yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan SKS. PA dan BK melayani konsultasi peserta didik dalam rangka mendorong optimalisasi potensi dan prestasi belajar di sekolah.

PA adalah guru yang diberi tugas untuk membimbing perkembangan prestasi akademik peserta didik sampai akhir masa studinya. PA membimbing peserta didik maksimal 20 orang dengan tugas sebagai berikut:

a. Memantau dan melakukan analisis terhadap data potensi, kebutuhan, minat, dan

prestasi yang diperoleh dari Konselor/BK, serta memberikan rekomendasi konstruktif selama mengikuti pendidikan di sekolah agar potensi akademik peserta didik berkembang secara maksimal;

b. Membimbing siswa pada saat pengisian kartu rencana studi (KRS), pemilihan

jurusan, pembagian laporan capaian kompetensi (LCK), dan/ atau melaksanakan konsultasi akademik;

c. Melakukan pendampingan secara intensif sehingga siswa dapat menyelesaikan masa

studinya sesuai atau lebih cepat dari identifikasi awal yang telah dilakukan.

d. Mengelola hasil penilaian akhlak mulia dan kepribadian berdasarkan hasil penilaian

dari guru mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan dan masukan guru mata pelajaran lainnya;

e. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orangtua, Konselor/BK, dan guru mata

pelajaran.

Konselor/BK adalah pendidik profesional yang bertugas memberikan pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan formal; Konselor/BK memberikan bimbingan dan konsultasi pada peserta didik (konseli) agar mampu mengembangkan potensi dan mandiri dalam mengambil keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Dalam pelaksanaan SKS, Konselor/BK membimbing siswa dengan jumlah minimal 150 orang selama masa studi dengan tugas sebagai berikut:

(27)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 24

a. Memantau, menghimpun dan mendokumentasi data, serta melakukan analisis

potensi, kebutuhan, minat, dan prestasi peserta didik;

b. Memantau, mendeteksi, dan memberikan rekomendasi konstruktif agar peserta

didik mampu mencapai tugas perkembangannya melalui kegiatan pengembangan diri di sekolah termasuk peserta didik yang membutuhkan layanan khusus;

c. Memberikan bimbingan siswa pada saat kegiatan layanan dan kosultasi kelompok

sesuai jadwal layanan, serta layanan individu sesuai dengan kebutuhan peserta didik; dan

d. Melakukan pendampingan secara intensif sehingga siswa dapat menyelesaikan masa

studinya sesuai atau lebih cepat dari identifikasi awal yang telah dilakukan.

e. Melaporkan hasil penilaian kegiatan pengembangan diri tiap semester;

f. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orang tua, PA, dan guru mata

pelajaran.

E.

Penilaian Hasil Belajar

Secara umum penilaian mengacu pada standar penilaian Kurikulum 2013, yaitu dilakukan dalam bentuk penilaian autentik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Penilaian dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Penilaian sikap dapat dilakukan melalui observasi, penilaian diri, penilaian antarteman dan jurnal. Penilaian pengetahuan dapat dilakukan melalui tes (tertulis dan/atau tes lisan), penugasan, dan pengamatan saat diskusi/presentasi.Sedangkan penilaian keterampilan dilakukan melalui pengamatan kinerja praktik, penilaian proyek, penilaian produk, menulis, dan penilaian portofolio.

Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang menyelenggarakan SKS dapat dilakukan pada setiap akhir semester.

Peserta didik dinyatakan lulus apabila:

1. Menyelesaikan beban belajar minimal 260 JP mencakup minimal 144 JP pada mata

pelajaran kelompok A dan B (Umum) dan minimal 116 JP sks pada mata pelajaran kelompok C (Peminatan), serta memperoleh IPK minimal 2,66;

2. Memperoleh nilai baik pada penilaian sikap; dan

3. Lulus ujian sekolah (US).

Laporan hasil belajar mengacu pada permendikbud 104 tahun 2014 dan dilengkapi dengan indeks prestasi (IP).IP merupakan gabungan hasil penilaian kompetensi KD dari KI-3 (pengetahuan) dan KI-4 (Keterampilan) dari seluruh mata pelajaran yang diikuti tiap semester.

(28)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 25

Indeks prestasi menggunakan skala maksimal 4 dengan rumus perhitungan adalah sebagai berikut. i i i B xB N IP    ( ) IP = Indeks Prestasi

Ni = rata-rata nilai pengetahuan dan keterampilan tiap mata pelajaran

Bi = Beban belajar tiap mata pelajaran (sks)

Contoh penghitungan indeks prestasi tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 9. Contoh Penghitungan Indeks Prestasi

NO

Mata Pelajaran

Beban

(B)

Pengetahuan Keterampilan Rerata

(N)

B x N

Huruf Angka Huruf Angka

KELOMPOK A (UMUM)

1

Pendidikan Agama dan

Budi Pekerti

3

B

3.17

B+

3.42

3.30

9.89

2

Pendiikan Pancasila

dan Kewarganegaraan

3

B+

3.34

B+

3.27

3.31

9.92

3 Bahasa Indonesia

5

B

2.89

B

2.98

2.94

14.68

4 Martematika

5

A-

3.56

B+

3.33

3.45

17.23

5 Sejarah Indonesia

3

B+

3.35

B

3.17

3.26

9.78

6 Bahasa Inggris

3

A

3.92

B+

3.34

3.63

10.89

KELOMPOK B (UMUM)

7 Seni Budaya

2

B-

2.72

B

2.96

2.84

5.68

8

Pendidikan Jasmani

Olahraga dan

Kesehatan

4

B

3.02

B+

3.35

3.19

12.74

9

Prakarya dan

Kewirausahaan

2

B

3.12

A

3.92

3.52

7.04

KELOMPOK C (PEMINATAN)

10 MP 1

4

A-

3.56

A-

3.56

3.56

14.24

11 MP 2

4

A-

3.81

B+

3.35

3.58

14.32

12 MP 3

4

A-

3.77

A

3.92

3.85

15.38

13 MP 4

4

B

3.13

B

3.14

3.14

12.54

14 MP 5

4

B

3.11

B-

2.72

2.92

11.66

15 MP 6

3

B+

3.22

B

3.02

3.12

9.36

JUMLAH BEBAN BELAJAR

(JP)

53

175.33

(29)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 26

F.

Pengawasan dan Evaluasi

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi penyelenggaraan SKS di satuan pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pengawasan dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan tahun pertama, hingga tahun ke tiga.

Pemerintah daerah melalui dinas pendidikan menjamin keterlaksanaan

penyelenggaraan SKS di SMA dengan mengeluarkan ijin penyelenggaraan. Ijin penyelenggaraan dikeluarkan setelah pengawas sekolah dan dinas pendidikan melakukan verifikasi persiapan dan pelaksanaan.

Evaluasi dilakukan secara meyeluruh baik sekolah sebagai institusi maupun guru sebagai individu pelaksana program. Secara institusional, SMA pelaksana SKS dapat melakukan evaluasi diri dengan instrumen tertentu dalam pengawasan Dinas Pendidikan Kab/Kota dan Provinsi.

Secara individual, guru mata pelajaran yang mengajar di tahun pertama pelaksanaan SKS dapat melaksanakan evaluasi keterlaksanaan dan evaluasi hasil menggunakan instrumen evaluasi yang dikembangkan seperti contoh instrumen pada lampiran. Hasil evaluasi berguna untuk memotret keberhasilan atau kekurangan yang terjadi selama

pelaksanaan untuk dijadikan pertimbangan melakukan perbaikan dan

penyempurnaan.Informasi tersebut bermanfaat bagi sekolah penyelenggara dalam menyempurnakan program yang dilakukan pada periode berikutnya.

Secara institusional sekolah melaksanakan evaluasi keterlaksanaan dan hasil penyelenggaraan SKS menggunakan instrumen yang dikembangkan dengan bimbingan dan pengawasan dinas pendidikan. Hasil evaluasi ini bermanfaat untuk penyempurnaan dan memperoleh dukungan dari pemerintah melakukan perbaikan dan penyempurnaan. Evaluasi Keterlaksanaan

Evaluasi pelaksanaan SKS meliputi evaluasi kinerja satuan pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi dilakukan oleh satuan pendidikan pada setiap akhir semester, meliputi: tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan; pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler; hasil belajar peserta didik; hasil evaluasi dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Evaluasi terhadap kurikulum meliputi:

a. Struktur beban belajar dan struktur kurikulum setiap program,

b. Serial mata pelajaran,

c. Susunan KI dan KD sesuai dengan serial mata pelajaran,

(30)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 27

e. Mekanisme pemilihan beban belajar,

f. Mekanisme penjurusan,

g. Menentukan pembimbing akademik,

h. Melaksanakan penilaian hasil belajar untuk menentukan Indeks Prestasi.

Evaluasi terhadap pengelola dilakukan setahun sekali, mencakup:

a.

tingkat relevansi pendidikan terhadap visi, misi, dan tujuan;

b.

tingkat pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh satuan pendidikan;

c.

tingkat efisiensi dan produktivitas satuan pendidikan;

d.

tingkat daya saing satuan pendidikan pada tingkat daerah, nasional, regional,

dan global

.

Evaluasi Hasil

Evaluasi hasil dilakukan melalui analisis hasil belajar peserta didik dalam bentuk hasil tiap mata pelajaran dan perubahan perilaku.Setiap mata pelajaran memilki data hasil belajar pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.Evaluasi dilakukan setiap semester hingga hasil akhir Ujian Sekolah, UN, dan kelanjutan peserta didik di perguruan tinggi.

Evaluasi terhadap prilaku dilakukan melalui survey dan pengamatan pada aspek kemandirian, motivasi, dan kepuasan terhadap layanan pembelajaran dan penilaian. Hasil evaluasi menjadi data pendukung bagi penguatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan SKS.

(31)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 28

BAB IV

PENUTUP

Pelaksanaan Kurikulum 2013 memerlukan panduan, model, ataupun contoh-contoh yang dapat mengotimalkan dan memaksimalkan kualitas pelaksanaan kurikulum tersebut. Salah satu pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah istem Kredit Semester (SKS).

Sistem Kredit Semester yang disingkat SKS merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang peserta didiknya menentukan jumlah beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar. Pola penyelenggaraan SKS secara kontinu atau secara diskontinu merupakan variasi yang dapat dipilih sekolah dan guru dalam menyelenggaran sistem terbut. Oleh karena itu, penyelenggaraan SKS di SMA bukan sesuatu yang niscaya, melainkan sesuatu yang bersifat inovatif dan membawa warna berbeda dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.

Model penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) yang disusun oleh Direktorat SMA diharapkan dapat memandu satuan pendidikan ataupun guru dalam menyelenggarakan SKS dengan lebih baik, walaupun dalam kenyataannya pelaksanaan SKS di setiap satuan pendidikan sangat bervariasi disesuaikan dengan kondisi di setiap satuan pendidikan. Penyusun menyadari bahwa naskah ini belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran demi peningkatan dan perbaikan naskah model ini sangat diharapkan.

(32)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 29

DAFTAR PUSTAKA

Anthono J. Nitco, (1996). Educational Assessment of Students.Ohio: Prentice Hall.

Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing

behavioral objective. New York: David Mc Key Company.

James A, Athanasou (2002). A Teacher’s Guide to Assessment. Sydney: Social Science

Press.

Mardapi, Dj. danGhofur, A, (2004).Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum

Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: DirektoratPendidikanMenengahUmum.

Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and

Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013Tentang StandarPenilaian Pendidikan;

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan SKS pada Pendidikan Dasar dan Menengah;

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 tentang Ekstra kurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2014 tentang Peminatan pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentangPenilian oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Penyelenggaran

(33)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 30

Popham,W.J., (1999). ClassroonAsessment: What teachers need to know.Mass:

Allyn-Bacon.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Fokus

Media.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru danDosen, Jakarta: Fokus Media.

Wirawan, Sarlito (2001), Faktor-Faktor Makro yang Menyebabkan Anak Malas Belajar,

Artikel dalam website pribadi www.sarlito_wirawan.com.

(34)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 31

Lampiran 1. Contoh

Roadmap

Pembelajaran Pada Pola Diskontinu

NO PELAJARAN/ MATA KELAS

Beban (JP) A-B C-D E-F G-H I Jumlah

1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 Ga Ge KELOMPOK A

1 Pendidikan Agama dan Budi

Pekerti 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 54 36 2 Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 28 32 3 Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 72 48 4 Matematika 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 72 48 5 Sejarah Indonesia 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 24 36 6 Bahasa Ingris 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 32 28 KELOMPOK B 7 Seni Budaya 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 28 32 8 Prakarya dan Kewirausahaan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 28 32 9 Penjas Orkes 4 4 4 6 4 4 4 6 4 4 4 6 4 4 4 6 4 4 4 6 4 4 4 6 42 48 KELOMPOK C (Peminatan) 10 MP 1 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 60 50 11 MP 2 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 54 56 12 MP 3 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 6 4 6 6 6 4 54 40 13 MP 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 62 48 14 MP 5 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 6 6 6 6 4 56 38 15 MP 6 6 6 6 6 6 6 4 6 6 6 4 6 30 32 JUMLAH 260 46 46 50 50 52 16 48 48 50 48 44 22 40 50 46 54 44 26 48 48 46 46 48 24 66 66 68 60 260 260 260 260 260

(35)

 2015, Dit. Pembinaan SMA 32

Lampiran 2 Contoh Kartu Rencana Studi (KRS)

KARTU RENCANA STUDI

Nama Siswa : ... Semester

: ...

NIS

: ... Pilihan/Alt : ...

Pembimbing Akademik: ...

Mata Pelajaran dan Beban Belajar:

No

Mata Pelajaran

Beban

Belajar (JP)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

No. Mata Pelajaran Tambahan (pilihan)*

1.

2.

3.

JUMLAH

*) Dipilih dari mata pelajaran di semester atau seri berikutnya

Jakarta, 20 Desember 2015

Mengetahui

Siswa

Pembimbing Akademik

(36)

Gambar

Tabel 2. Tahapan Penyelenggaraan SKS di SMA  PERIODE
Tabel 3. Mekanisme Persiapan Penyelenggaraan SKS
Tabel 6. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Empat Semester
Tabel 7. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Diskontinu
+3

Referensi

Dokumen terkait

“ rising star ”, artinya jahe di Singapura berada pada posisi pasar ideal yang bertujuan memperoleh pangsa pasar ekspor tertinggi dengan nilai RCA lebih besar dari

Selain itu, pola dinamika populasi jenis-jenis gulma pada saat minggu pertama umur tanaman tomat hingga minggu ke 5 mengalami penurunan, pada pengamatan gulma

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 146 Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan

Penghasilan I : bertugas melakukan urusan pemantauan, penatausahaan pembayaran masa, penelaahan penyusunan laporan efektifitas pembayaran masa, urusan penerimaan, penatausahaan

Dalam usaha peningkatan produktivitas, pemasaran dan penjualan mitra akan dilaksanakan kegiatan dalam penyelesaian masalah dengan enam bentuk kerja utama yang

Dalam setiap penyusunan rencana kegiatan SKPD dapat menggunakan 2 (dua) ASB atau lebih dengan ketentuan besaran total ASB dihitung dengan menghitung semua belanja baik

Dari pertanyaan tentang bagaimana cara mengurangi kebiasaan merokok dengan permen xylitol banyak siswa yang tidak mengetahui hal tersebut yaitu 92,8 % atau hampir semua

Dalam Bab IV ini disajikan hasil analisis data sesuai dengan seperangkat tujuan, yakni memperoleh deskripsi perkembangan ludruk Jawa Timur yang meliputi; (1) perkembangan