SKRIPSI
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG MINUMAN KERAS
DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MINUMAN KERAS
PADA REMAJA
(Studi di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat)
Luki Aprilani
133210192
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
ii
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG MINUMAN KERAS
DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MINUMAN KERAS
PADA REMAJA
(Studi di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat)
Skripsi
Diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan
Menyelesaikan studi program Sarjana Keperawatan
LUKI APRILANI 133210192
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
vii
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Runtu 19 April 1995, Peneliti merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mislan dan Ibu Suhaini.
Pada tahun 2007 peneliti lulus dari SDN 1 Runtu, pada tahun 2010 peneliti lulus dari SMP Takhassus Al-Qur’an Wonosobo, pada tahun 2013 peneliti lulus dari SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo, dan pada tahun 2013 peneliti masuk STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang. Peneliti memilih program studi S1 Keperawatan dari beberapa program studi yang ada di STIKes “ICMe” Jombang.
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Jombang, Juli 2017
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Hubungan Persepsi Tentang Minuman Keras Dengan
Perilaku Mengkonsumsi Minuman Keras Pada Remaja Di Desa Runtu Kabupaten Kotawaringin Barat”.
Skripsi penelitian ini disusun sebagai syarat dalam pendidikan akhir S1 Keperawatan STIKES ICME Jombang tahun akademi 2016/2017 merupakan bukti nyata bahwa penulis benar – benar melakukan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2017 di Desa Runtu.
ix
Peneliti sadar bahwa penyajian skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat positif ataupun membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat memperluas wawasan kita semua.
Jombang, Juli 2017
x ABSTRAK
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG MINUMAN KERAS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MINUMAN KERAS PADA REMAJA (Studi di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin
Barat) Oleh: Luki Aprilani
13.321.0192
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih anak-anak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Pada perkembangan yang tidak adekuat sering kali berakibat munculnya perilaku yang menyimpang salah satu perilaku tersebut remaja mengkomsumsi minuman keras atau miras. Tingginya perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja harus diantisipasi, salah satunya dengan mengetahui persepsi pada remaja, karena persepsi dari remaja tersebut akan mempengaruhi perilakunya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan persepsi tentang minuman keras dengan perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja di Desa Runtu. Desain penelitian ini adalah analitik korelasional dengan pendekatan
Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di Desa Runtu yang berjumlah 50 remaja. Teknik sampling yang digunakan total sampling. Variabel independen penelitian ini adalah persepsi tentang mengkonsumsi minuman keras sedangkan variabel dependen adalah perilaku mengkonsumsi minuman keras. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki persepsi positif 23 remaja (46%), dan negatif 27 remaja (54%). Responden yang memiliki perilaku mengkonsumsi 42 remaja ( 84%) sedangkan yang tidak mengkonsumsi 8 remaja (16%). Uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai signifikansi ρ = 0,001 < α (0,05), sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya adalah ada hubungan persepsi tentang minuman keras dengan perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja di Desa Runtu.
xi ABSTRACT
RELETIONSHIP PERCEPTIONS OF ALCOHOLISM AND ALCOHOLIC DRINKING BEHAVIOR IN ADOLESCENTS
(study in runtu village, district of south arut, district of west kotawaringin) By:
Luki Aprilani 13.321.0192
Adolescence is a period of transition from children to adulthood.this transitional period often exposes the individual to a confusing situation,on the one hand he is still a child,but on the other hand he must behave like an adult.adolescents as individuals are in the process of developing or becoming,progress toward maturity or independence. In the inadequate development often resulted in the behavior that deviates one of those behavior teenagers consume liquor. The high behavior of consuming liquor in adolescents should be anticipated, one of them by knowing the perception in adolescent,because the adolescents self perception will affect his behavior. The purpose of this study is to analyze the relationship of perceptions about liquor with alcohol consumption behavior in adolescents in runtu village. The design of this research is correlational analytics with cross sectional approach. Population in this study were all teenagers in runtu village which amounted to 50 adolescents. Sampling technique used total sampling. This independent variable is the perception of consuming liquor, while the dependent variable is the behavior of consuming liquor. Data collection using questioner and analyzed using chi square test. The results showed that respondents had positive perceptions of 23 adolescents (46%), and negative of 27 adolescents (54%). Respondents who had the behavior of consuming 42 adolescents (84%), while those who do not consume 8 adolescents (16%). The chi square test shows that the value of significance ρ = 0,001 < α (0,05), so Ho is rejected and H1 accepted. The conclusion is that there is a perception relation about liquor with drinking behavior on teenagers in runtu village.
xii DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM ... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
PERSETUJUAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... v
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar belakang ... 1
1.2Rumusan masalah... 7
1.3Tujuan penelitian ... 7
1.4Manfaat penelitian ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku ... 10
2.2Persepsi ... 23
2.3Remaja... 30
2.4Minuman Keras ... 32
2.5Konsep hubungan persepsi dengan perilaku konsumsi minuman keras ... 36
2.6Penelitian terkait... 38
2.7Kerangka pemikiran ... 41
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1Kerangka konsep penelitian ... 42
xiii BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1Jenis penelitian ... 44
4.2Desain penelitian ... 44
4.3Waktu dan tempat penelitian ... 45
4.4Populasi, sample, dan sampling ... 45
4.5Kerangka kerja ... 46
4.6Identifikasi variabel ... 47
4.7Definisi operasional ... 48
4.8Pengumpulan data dan analisa data... 49
4.9Etika penelitian... 60
4.10 Keterbatasan penelitian ... 61
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian ... 62
5.2Pembahasan ... 67
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 73
6.2Saran ... 73
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi operasional ... 40
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ... 50
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ... 50
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ... 51
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku alasan ... 51
Tabel 5.5 Distibusi frekuensi responden berdasarkan informasi ... 52
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan persepsi remaja ... 52
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku remaja ... 53
xvi
DAFTAR SINGKATAN
1. RISKESDA : Riset Kesehatan Daerah
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Jadwal kegiatan.
2. Lampiran 2 : Lembar pernyataan menjadi responden
3. Lampiran 3 : Surat-surat ijin instrumen, penelitian dan surat balikan. 4. Lampiran 4 : Kisi-kisi kuesioner.
5. Lampiran 5 : Kuesioner.
6. Lampiran 6 : Hasil uji validitas dan reliabilitas. 7. Lampiran 7 : Tabel data umum dan data khusus. 8. Lampiran 8 : Hasil SPSS penelitian.
9. Lampiran 9 : Dekumentasi.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih anak-anak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini, seringkali menyebabkan perilaku-perilaku aneh, canggung dan kalau tidak kontrol
bisa menjadi kenakalan (Notoatmodjo,2007). Proses perkembangan individu tidak
selalu berjalan secara mulus atau sesuai harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya. Faktor penghambat ini bisa bersifat internal atau eksternal. Faktor eksternal adalah yang berasal dari lingkungan seperti ketidak stabilan dalam kehidupan sosial politik, krisis ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan agama atau masyarakat , Gunarsa 1995 ( dalam Suseno, 2014).
Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Lustin Pikunas dalam membahas perkembangan ini, mengemukakan pendapat
memperoleh kesadaran yang jelas tentang apa yang diharapkan masyarakat dari dirinya (Yusuf, 2015) .
Pada perkembangan yang tidak adekuat sering kali berakibat munculnya perilaku yang menyimpang salah satu perilaku tersebut remaja mengkomsumsi minuman keras atau miras. Kebanyakan remaja setelah mengkonsumsi minuman keras mereka mengatakan kepercayaan diri bertambah dari pemalu menjadi pemberani, dan mereka beranggapan bahwa semua masalah akan teratasi dengan mengkonsumsi minuman keras, minuman keras dapat memperbanyak teman. Tapi sesuai kenyataannya minuman keras dapat merusak proses berfikir dan menjadikan orang tidak sadarkan diri atau bertindak tidak sesuai kehendak, Ratih 1998 (dalam Suseno, 2014).
menemukan pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa menduduki jumlah tertinggi penggunaan minuman keras yaitu sebanyak 70% pengguna. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Suseno dkk (2014), tentang perilaku mengkonsumsi minuman keras dikalangan remaja awal di Desa Kunden Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobongan 2014, yaitu berdasarkan karakteristik responden diketahui bahwa dari 5 subyek penelitian 2 orang berusia 15 tahun, 1 orang berusia 14 tahun, 1 orang berusia 13 tahun, dan 1 orang berusia 12 tahun. Semua subyek berjenis kelamin laki-laki. 1 orang bersekolah di SMP Negeri dan sisanya bersekolah di MTs dimana 3 orang berada di kelas VIII dan 2 orang berada di kelas IX, 1 orang mengonsumsi minuman keras selama 2 tahun, 3 orang mengonsumsi selama 1 tahun dan 1 orang mengonsumsi minuman keras kurang dari 1 tahun.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 16 maret 2017 yang di lakukan di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, yang di lakukan oleh peneliti dengan cara wawancara kepada 20 remaja dari 50 jumlah total remaja laki-laki terdapat 70% yang mengkonsumsi minuman keras.
sebaya sangat berpengaruh dalam perilaku remaja untuk menggunakan minuman keras (Pratama, 2013).
Mengkonsumsi minuman keras merupakan salah satu bentuk perilaku yang dianggap menyimpang. Perilaku menyimpang yang terjadi dikalangan remaja tidak akan begitu saja muncul apabila tidak ada faktor penarik atau faktor pendorong. Faktor penarik berada diluar diri seseorang, sedangkan faktor pendorong berasal dari dalam diri atau keluarga yang memungkinkan seseorang untuk melakukan penyimpangan tersebut, Waluya 2007 ( dalam Agung, 2015). Alasan penggunaan minuman keras diungkapkan oleh
Perilaku mengkonsumsi minuman keras dikalangan remaja masih saja dilakukan. Perilaku ini tidak ada berhenti dikarenakan sudah menjadi kebiasaan dikalangan remaja, perilaku mengkonsumsi minuman keras disebabkan harga minuman keras yg murah, tidak susah dicari, dan terkadang untuk mengikuti nafsu anak remaja mereka meminum dengan minuman keras oplosan, sehingga dengan mengkonsumsi minuman keras yang tidak ada berhentinya akan mempengaruhi kesehatan. Minum minuman keras yang masih di bawah umur beresiko negatif bagi kesehatan dan sosial seperti gangguan perkembangan otak, bunuh diri dan depresi, kehilangan memori,resiko tinggi terhadap perilaku seksual, kecanduan, pengambilan keputusan terganggu, prestasi akademis yang buruk, kekerasan, dan kecelakaan kendaraan bermotor,Lee Et Al 2001 ( dalam Sulistyowati, 2012).
Apabila dalam mengkonsumsi minuman keras atau alkohol dalam batas tertentu tidak terlalu beresiko, namun dalam jangka pajang bisa menimbulkan dampak yang merugikan kita sendiri terutama kerusakan pada organ tubuh kita, seperti peradangan pada pankreas, liver, jantung, ginjal, saraf, sistem pencernaan atau lambung, resiko kanker, dan gangguan pada otak (Suseno,2014)
dilingkungannya. Persepsi merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain. Persepsi itu bersifat individual (Walgito, 2010). Dengan demikian persepsi yang muncul dari remaja yang satu dengan yang lain terhadap minuman keras akan berbeda. Hal ini disebabkan pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang mendasari individu masing-masing.
Pembentukan persepsi yang tepat sangatlah penting, karena persepsi merupakan proses yang digunakan individu untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Tidak selalu berbeda, namun sering terdapat ketidaksepakatan. Perilaku manusia didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas yang ada, bukan mengenai realitas itu sendiri. Dunia seperti yang dipersepsikan adalah dunia yang penting dari segi perilaku. Maka dari itu apabila persepsi remaja mengenai minuman keras itu tepat maka akan terhindar yang namanya minuman keras. Dengan persepsi yang tepat itulah yang mendukung remaja terhindar dari perilaku mengkonsumsi miras.
perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja harus diantisipasi. Salah satunya adalah dengan mengetahui persepsi tentang minuman keras pada anak tersebut.
Berdasarkan masalah yang sudah di uraikan di atas, maka perlu di lakukan pengkajian lebih mendalam kepada remaja tentang persepsi mengkonsumsi minuman keras atau miras yang tidak baik bagi kesehatan. Maka perlu di lakukan penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Remaja Tentang
Minuman Keras dengan Perilaku Mengkonsumsi Minuman Keras Pada Remaja di Desa Runtu Kecamatan Arut Selatan Kabupaten Kotawaringin Barat”
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat di susun rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara persepsi remaja tentang minuman keras dengan perilaku konsumsi minuman keras di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat? 1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis persepsi tentang minuman keras dengan perilaku konsumsi minuman keras pada remaja di Desa Runtu.
1.3.2 Tujuan Khusus
2. Mengidentifikasi perilaku konsumsi minuman keras pada remaja di Desa Runtu.
3. Menganalisis hubungan persepsi remaja tentang minuman keras dengan perilaku konsumsi miras pada remaja di Desa Runtu.
1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi, manfaat dan menambah pengetahuan, wawasan bagi dosen, staff, mahasiswa atau mahasiswi Stikes ICME jombang.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Remaja di Desa Runtu.
Manfaat penelitian ini bisa mengurangi perilaku remaja tentang mengkonsumsi minuman keras yang akan berdampak negatif bagi kesehatan.
2. Masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai perilaku minum-minuman keras dikalangan remaja.
3. Bagi peneliti selanjutnya
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencangkup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan (internal activity) seperti berfikir, persepsi dan emosi duka merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007, 131).
process) (Notoatmodjo,2007,132). Perilaku manusia terjadi melalui proses sebagai berikut:
Stimulus Organisme Respons, sehingga teori skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons).
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respons. Ia membedakan adanya dua respons, yakni:
1. Respondent respons atau reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang semacam itu disebut eliciting stimulasi, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya, makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Pada umumnya perangsang-perangsang yang demikian ini mendahului respons yang ditimbulkan.
2. Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Apabila seseorang anak belajar atau telah melakukan sesuatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responsnnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
Didalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (respondent respons atau respondent behaviour) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan untuk memodifikasikannya adalah sangat kecil. Sebaliknya operant respons atau instrumental behaviour merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, bahkan dapat dikatakan tidak terbatas. Fokus teori skinner ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang kedua ini (Notoatmodjo,2007,133).
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua, yakni:
a. Perilaku terutup (covert behavior)
jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau covert
behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang
lain dari luar atau “observable behavior”.
2.1.2 Prosedur pembentukan perilaku
Seperti telah disebutkan diatas sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Untuk itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu, yang disebut operant konditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant konditioning
ini menurut skinner adalah sebagai berikut.
1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadia untuk masing-masing komponen tersebut.
4. Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan, hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk, kemudian dilakukan komponen (peilaku) yang kedua yang diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang, sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku eperti ini maka anak tersebut harus:
a. Pergi ke kamar mandi ebelum tidur. b. Mengambil sikat dan odol.
Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi masing-masing komponen perilaku tersebut (komponen a-e), maka akan dapat dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut. contoh di atas adalah suatu penyederhanaan prosedur pembentukan perilaku melalui opernt conditoinng. Di dalam kenyataannya presedur itu banyak dan bervariasi sekali dan lebih kompleks daripada contoh di atas. Teori skinner ini sangat besar pengaruhnya terutama di Amerika Serikat. Kosep-konsep ‘behaviour
control’, ‘behaviour therapy’, dan’behaviour modification’ yang dewasa ini berkembang adalah bersumber dari teori ini (Notoatmodjo,2007,134).
2.1.3 Bentuk perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut. Respons ini membentuk dua macam, yakni:
keluarga berencana, meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkrit terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (convert behaviour).
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan pada kasus kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut (overt behaviour).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih
2.1.4 Proses pembentukan perilaku
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan (Notoatmodjo, 2014), yakni:
a. Awareness (kesadaran)
Yang dimaksud disini adalah dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest ( merasa tertarik)
Orang tersebut merasa tertarik terhadap stimulus atau objek yang diberikan. Sikap subyek sudah mulai timbul.
Orang tersebut akan menimbnag-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal tersebut berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.
d. Trial
Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption
Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2014).
2.1.5 Faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Lawrence Green dikutip oleh (Notoadmojo, 2014) bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi : yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.
b. Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersediannya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban. c. Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
2.1.6 Domain perilaku
(Benyamin Bloom, 1908, dikutip Notoatmodjo, 2014), membagi perilaku itu kedalam 3 domain (ranah/kawasan) yang terdiri dari kognitife
(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Ketiga
domain ini diukur dari:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
2. Sikap ( Attiude)
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
3. Tindakan atau Praktik (practice)
Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni:
a. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu, tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomtis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, ata tidakan perilaku yang berkualitas.
2.1.7 Pengukuran perilaku
Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan 2 metoda, (Notoatmodjo, 2014) yaitu:
1. Langsung
Peneliti mengamati langsung atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Misalnya mengukur perilaku ibu dalam memberikan makanan kepada anak balitanya. Maka peneliti dapat mengamati ibu – ibu balita dalam memberikan makanan pada anak balitanya. Untuk memudahkan peneliti dalam mengamati, maka hal – hal yang akan diamati dituangkan atau dibuat lembar titik atau (chek list).
2. Tidak Langsung
Pengukuran perilaku secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Metode mengingat kembali atau “recall”:
Metode “recall” ini dilakukan dengan cara responden atau subjek penelitian diminta untuk mengingat kembali (recall), terhadap perilaku atau tindakan pada waktu yang lalu. Lamanya waktu yang diminta untuk diingat berbeda – beda, maka pengukuran perilku seseorang untuk mengingat kembali perilaku responden yang sudah dilakukan, dalam rentan waktu yang sudah ditentukan. Rentan waktu yang ditentukan diserahkan pada peneliti yang melakukan penelitian sesuai prilaku yang akan diamati.
2) Melalui orang ketiga atau orang lain yang “dekat” dengan subjek atau responden:
Pengukuran perilaku seseorang (responden) dilakukan oleh orang yang terdekat dengan resaponden yang diteliti. Misalnya utuk mengamati kepatuhan minum obat pada penderita penyakit tertentu, dapat melalui anggota keluarga pasien yang paling dekat, misalnya melalui istri atau suami. Mengukur atau mengamati partisipasi seseorang dalam masyaraka, dapat melelui tokoh masyarakat setempat.
3) Melalui “indikator “ (hasil perilaku) responden:
seorang murid sekolah, maka yang diamati adalah hasil perilaku kebersihan diri, seperti kebersihan kuku, telinga, kulit, gigi dan seterusnya.
Cara pengukuran perilaku dapat menggunakan teknik skala Likert. Sekala Likert, yaitu: masing – masing responden diminta untuk melakukan egreement atau disegreemen-nya untuk masing – masing aitem. Dalam skala yang terdiri dari 5 point yaitu S (Selalu), Sr (Sering), J (Jarang), P (Pernah), TP (Tidak Pernah).Semua aitem yang favorabel
kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk Selalu nilainya 5, sedangkan untuk tidak pernah nilainya 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorabel nilai skala Selalu nialainya adalah 1, sedangkan untuk yang tidak pernah nilainya adalah 5. Skala likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal-intervalscale).
Penilaian perilaku menggunakan skala likert dengan kategori sebagai berikut:
Tabel. 1 Pengukuran dan Penilaian Perilaku
Pernyataan Pesitif Nilai Pernyataan Negatif Nilai
Selalu (S) 5 Selalu (S) 1
Sering (Sr) 4 Sering (Sr) 2
Pernah (P) 2 Pernah (P) 4
Tidak pernah (TD) 1 Tidak pernah (TD) 5
Pernyataan perilaku yang berisi atau mengatakan hal positif mengenai objek perilaku, yaitu kalimat yang bersifat mendukung atau memihak pada objek perilaku, penyataan ini disebut pernyataan
favourable. Skala perilaku terdiri atas pernyataan – pernyataan
favourable dan non favourable dalam jumlah yang seimbang, Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan semua negatif, yang seolah – olah isi pernyataan perilaku tersebut mendukung atau tidak mendukung terhadap objek perilaku.
Hasil perhitungan digunakan untuk pengelompokan perilaku responden, menggunakan skor T yaitu:
𝑇 = 50 + 10[X −S X ]
Keterangan:
X = Skor responden pada skala perilaku yang hendak diubah menjadi skor T.
X = Mean skor kelompok
S = Standar deviasi skore kelompok Keterangan hasil:
Perilaku negatif: jika T hitung < T mean 2.2 Persepsi
2.2.1 Definisi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensori. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan (Walgito,2010)
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus (Notoatmodjo,2010)
Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan kadang kita tidak sadari, dimana kita dapat mengenali stimulus yang kita terima. Persepsi yang kita miliki ini dapat mempengaruhi tindakan kita (Notoatmodjo,2010). Robbin (dalam Notoatmodjo,2010,98) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberi makna terhadap lingkungan.
2.2.2 Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi
Seperti yang dipaparkan diatas bahwa dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus yang diterimanya, sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu:
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.
2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.
3. Perhatian
atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
2.2.3 Proses terjadinya persepsi
Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut.
Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang dengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.
bahwa individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai sebagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Namun demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Miftah Toha (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
a. Faktor internal: perasaan, sikap, dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
2.2.5 Organisasi Persepsi
Kalau organisme dalam mempersepsi sesuatu bagiannya lebih dahulu dipersepsikan baru kemudian keseluruhannya, ini berarti bagian merupakan hal yang primer dan keseluruhan merupakan hal yang sekunder, sedangkan kalau keseluruhan dahulu yang dipersepsi baru kemudian bagian-bagiannya, maka keseluruhannya merupakan hal yang primer, dan bagian-bagiannya merupakan hal yang sekunder. Misalnya dalam seseorang mempersepsi sebuah sepeda motor, ada kemungkinan orang tersebut mempersepsi bagian-bagiannya terlebih dahulu baru kemudian keseluruhannya. Namun demikian ada pula kemungkinan orang tersebut mempersepsi keseluruhannya dahulu baru kemudian bagian-bagiannya (Walgito,2010,104).
2.2.6 Pengukuran Persepsi
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian (Sugiyono,2011).
Menurut Azwar (2010), pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan menggunakan skala likert, dengan kategori sebagai berikut:
a. Pernyataan Positif/Pernyataan Negatif Sangat setuju :SS
Setuju :S
Ragu-ragu :R
Sangat Tidak Setuju :STS
Penilaian persepsi menggunakan skala likert dengan kategori sebagai berikut:
Tabel. 2 Pengukuran dan Penilaian persepsi
Pernyataan Pesitif Nilai Pernyataan Negatif Nilai
Sangat setuju (SS) 5 Sangat tidak setuju (STS) 1
Setuju (S) 4 Tidak setuju (TS) 2
Ragu – ragu (R) 3 Ragu – ragu (R) 3
Tidak setuju (TS) 2 Setuju (S) 4
Sangat tidak setuju (STS) 1 Sangat setuju (SS) 5
Hasil perhitungan digunakan untuk pengelompokan persepsi responden, menggunakan skor T yaitu:
𝑇 = 50 + 10[X −S X ]
Keterangan:
X = Skor responden pada skala persepsi yang hendak diubah menjadi skor T.
X = Mean skor kelompok
b. Kriteria pengukuran persepsi yakni:
Persepsi positif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari kuesioner > T mean.
Persepsi negatif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari kuesioner < T mean.
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi
Masa remaja (adolescence) adalah masa perkembangan yang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini dimulai sekitar pada usia 10 tahun hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 21 tahun. Dalam menelusuri masa remaja, kita harus tetap mengingat bahwa tidak semua remaja sama (Dryfoos dkk,2006 (dalam Laura A.King,2010,188)).
Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf ,2015,184).
Pikunas juga mengemukakan pendapat William Kay, yaitu bahwa tugas perkembangan tugas utama remaja adalah memperoleh kematangan sistem moral untuk membimbing perilakunya. Kematangan remaja belumlah sempurna, jika tidak memiliki kode moral yang dapat diterima secara universal. Selanjutnya, William Kay mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.
c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau oarang lain, baik secara individual mauapun kelompok.
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri.
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung). g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan. 2.4 Minuman Keras
2.4.1 Definisi
: bir, anggur, brandy, wiski, vodka, arak, tual dan lain-lain. Masalah yang timbul dari tingkah laku orang mabuk alkohol akan ditinjau secara sosiologis, karena tinjauan yang dipakai dalam penelitian ini adalah tinjauan sosiologis yang berkaitan dengan masalah ini.
Alkohol menekan kerja otak (depresansia). Setelah diminum, alkohol diserap oleh tubuh dan masuk ke dalam pembuluh darah. Alkohol dapat menyebabkan mabuk, jalan sempoyongan, bicara cadel, kekerasan atau perbuatan merusak, ketidakmampuan belajar dan lain-lain. (Joewana, dalam sari 2008).
Alkohol dalam jumlah sedikit, alkohol tampaknya dapat meningkatkan energi dan membuat orang merasa lebih bergairah dan ramah. Kenyataannya, alkohol adalah depresan sistem syaraf pusat, bukan stimulusi atau perangsang. Rasa stimulan timbul dari kemampuan mengendurkan beberapa pengekangan perilaku sosial (Atkinson dkk, 1983, 268).
2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang mengkonsumsi minuman keras
Agung 2015 mengatakan, Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Seseorang Menggunakan Minuman Keras:
1. Pengangguran
Penggangguran adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki pekerjaan sama sekali/sedang berusaha untuk memperoleh pekerjaan tetapi belum mendapatkannya. Masalah penggangguran seringkali membuat seseorang menjadi frustasi jika belum mendaptkan pekerjaan yang diinginkannya dan membuat hidup menjadi tidak berarti lagi, terkadang dapat membawa pada kehidupan yang kelam seperti mengkonsumsi minuman keras.
2. Pergaulan Bebas
Pergaulan bebas adalah melencengnya pergaulan seseorang dari pergaulan yang benar. Pergaulan bebas ini kerap diidentikkan sebagai bentuk pergaulan diluar batas kewajaran. Pergaulan bebas ini merupakan produk dari era globalisasi, seperti yang kita ketahui bahwa globalisasi bisa dengan mudah menyerang aspek dan segi kehidupan masyarakat. Tak peduli besar kecil, tua muda, pria wanita yang mana semua bisa terkena dampak dari globalisasi.
Setiap manusia pasti selalu mempunyai sifat ingin tahu tentang segala sesuatu yang belum/kurang diketahuinya dampak buruk/negatifnya, misalnya saja ingin tahu bagaimana rasanya mengkonsumsi minuman keras. Individu yang awalnya bukan peminum dan mempunyai rasa keingintahuan dengan cara mencoba-coba yang akhirnya dapat menjadi sebuah kebiasaa. Selain itu adanya ajakan/tawaran baik dari orang-orang terdekat seperti saudara, bahkan teman sendiri untuk mengkonsumsi minuman keras merupakan contoh model pergaulan yang tidak baik.
3. Kenikmatan
tenang, perasaan seperti melayang-layang, persahabatan menjadi kuat, perasaan malu agak berkurang, dan menyenangkan.
Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari informan melalui hasil pengamatan dilapangan bahwa kenikmatan merupakan salah satu pendorong seseorang untuk mengkonsumsi minuman keras tersebut. Karena kenikmatan yang diberikan setelah mengkonsumsi miras tersebut dapat membuat si peminum menjadi ketagihan dan ingin mengkonsumsi minuman keras tersebut secara berulang-ulang.
2.4.3 Dampak minuman keras pada tubuh
1. Gangguan mental organik
Gangguan ini akan mengakibatkan perubahan perilaku, seperti bertindak kasar, gampang marah sehingga memiliki masalah dalam lingkungan sekitar. Perubahan fisiologi seperti mata juling, muka merah, dan jalan sempoyongan. Perubahan psikologis seperti susah konsentrasi, sering ngelantur dan gampang tersinggung.
2. Merusak daya ingat
Mengkonsumsi minuman keras dapat menghambat perkembangan memori dan sel-sel otak.
3. Odema otak
Pembengkakan dan terbendungnya darah dijaringan otak. Sehingga mengakibatkan gangguan koordinasi dalam otak secara normal.
Peradangan sel hati secara luas dan kematian sel dalam hati akibat terlalu banyak minum-minuman keras.
5. Gangguan jantung
Terlalu banyak minum-minuman keras dapat membuat kerja jantung tidak berfungsi dengan baik.
6. Gastritis
Radang atau luka pada lambung. Ini biasanya diakibatkan gara-gara muntah akibat minuman keras, karena lambung harus memompa secara paksa keluar zat-zat adiktif yang beracun dalam tubuh.
2.5 Konsep hubungan persepsi dengan perilaku konsumsi minuman keras
Minuman keras adalah berbagai macam jenis minuman beralkohol mengendung ethanol (ethyl alkohol). (Joewana, dalam sari 2008) Contohnya : bir, anggur, brandy, wiski, vodka, arak, tual dan lain-lain. Masalah yang timbul dari tingkah laku orang mabuk alkohol akan ditinjau secara sosiologis, karena tinjauan yang dipakai dalam penelitian ini adalah tinjauan sosiologis yang berkaitan dengan masalah ini. Alkohol dalam jumlah sedikit, alkohol tampaknya dapat meningkatkan energi dan membuat orang merasa lebih bergairah dan ramah. Kenyataannya, alkohol adalah depresan sistem syaraf pusat, bukan stimulusi atau perangsang. Rasa stimulan timbul dari kemampuan mengendurkan beberapa pengekangan perilaku sosial (Atkinson dkk, 1983, 268).
(Notoatmodjo,2010). Menurut miftah Toha (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi perepsi seseorang ada faktor internal dan eksternal, faktor internal seperti perasaan, sikap, dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal seperti latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
lah orang tua mempunyai peranan penting dalam menjaga anaknya agar tidak terjerumus dalam minuma-minuman keras , dengan tujuan menjadikan remaja yang sehat fisik dan moral. Sehingga, diharapkan persepsi dan perilaku remaja tidak lagi mengkonsumsi minuman keras demi menuju remaja yang sehat.
2.6 Penelitian Terkait
Yang pertama adalah penelitian dari Dwi Agus Suseno dkk pada tahun 2014 yang berjudul “Perilaku Mengkonsumsi Minuman Keras Dikalangan Remaja Awal di Grobongan”. Metode yang digunakan adalah
bisa juga seminggu sekali. Diketahui juga bahwa setiap konsumsi menghabiskan dua botol saat bersama teman-teman.
Yang kedua adalah penelitian dari Verdian Nendra Dimas Pratama pada tahun 2013 yang berjudul “Perilaku Remaja Pengguna Minuman Keras di Kabupaten Lumajang”. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan Untuk mempelajari serta mengkaji lebih dalam tentang perilaku remaja pengguna minuman keras di Kota Lumajang, khususnya remaja yang bertempat tinggal di Desa Jatigono kecamatan Kunir. Hasil penelitian diketahui bahwa remaja yang berpengetahuan baik sebanyak 20 (46,5%), remaja yang berpengetahuan kurang baik ada 7 (16,3%). Sementara itu remaja yang bersikap baik sebanyak 24 (55,8%), Remaja yang bersikap kurang baik ada 4 (9,3%). Sedangkan remaja yang mempunyai tindakan baik sebanyak 25 (58,1%), remaja yang mempunyai tindakan kurang baik sebanyak 18 (41,9%). Untuk hasil penelitian perubahan perilaku pada remaja diketahui bahwa mayoritas responden tidak ingin berubah sebanyak 48,8% , dan tidak tahu ingin berubah atau tidak ingin berubah sebanyak 16,3%. Sedangkan jumlah responden yang ingin berubah sebanyak 34,9%.
Yang ketiga adalah penelitian dari agung pada tahun 2015 yang berjudul ”Perilaku Sosial Pengguna Minuman Keras di Samarinda”. Metode
minuman keras sangat beragam yaitu meliputi pencurian, free sex (seks bebas), pemalakan, dan tawuran/perkelehian, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan minuman keras antara lain, meliputi pengangguran, pergaulan bebas, dan kenikmatan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Faktor - faktor yang mempengaruhi persepsi: 1. Faktor internal
a. Perasaan b. Sikap
c. Kepribadian individu d. Keinginan atau harapan 2. Faktor eksternal
a. Latar belakang keluarga b. Informasi yang diperoleh
c. Pengetahuan dan kebutuhan sekitar (Toha, 2003)
Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku: 1. Faktor Prediposisi:
a. pengetahuan, b. sikap, c. keyakinan. 2. Faktor pendukung:
a. lingkungan fisik. 3. Faktor pendorong:
a. sikap
(Notoadmojo, 2014)
Perilaku remaja tentang mengkonsumsi minuman keras
Persepsi remaja tentang minuman keras
39
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual adalah pemikiran yang diturunkan dari beberapa teori maupun konsep yang sesuai masalah penelitian, sehinga memunculkan asumsi – asumsi yang berbentuk bagan alur pemikiran, yang dapat dirumuskan
kedalam hipotesis yang dapat diuji (Sujarweni, 2014). Adapun kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 kerangka konseptual persepsi dan perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja.
Persepsi remaja tentang minuman keras Perilaku remaja tentang
mengkonsumsi minuman keras
Positif
Keterangan kerangka konseptual: : Diteliti
: Mempengaruhi yang diteliti
Negatif
Persepsi remaja tentang minuman keras dipengaruhi faktor internal, seperti Perasaan, Sikap, Kepribadian, individu Keinginan atau harapan. Faktor eksternal, seperti latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, akan menimbulkan persepsi positif dan persepsi negatif, mempengaruhi perilaku remaja dalam mengkonsumsi minuman keras juga dipengaruhi oleh faktor Prediposisi, pengetahuan, sikap, keyakinan. Faktor pendukung, lingkungan fisik. Faktor pendorong,sikap.yang akan menimbulkan perilaku antara perilaku positif dan perilaku negatif. 3.2.Hipotesis
Hipotesis Merupakan dugaan sementara dari 2 kemungkinan jawaban, yang disimbolkan dengan H. Kemungkinan jawaban tersebut dipilih berdaasarkan teori dan penelitian terdahulu (Sujarweni, 2014). Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu:
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif, penelitian dengan metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2011).
4.2.Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu strategi atau tahapan untuk mencapai tujuan penelitian, yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2008, didalam Sujarweni, 2014). Hal tersebut menunjukan bahwa desain penelitian merupakan gambaran dari langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan dari penelitian.
4.3.Waktu Dan Tempat Penelitian 4.3.1.Waktu penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimulai dari mualainya perumusan masalah sampai dapat ditarik kesimpulan, yang dimulai dari bulan februari sampai juli 2017.
4.3.2.Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat.
4.4.Populasi, Sample Dan Sampling 4.4.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi penelitian ini adalah seluruh remaja di Desa Runtu yang berjumlah 50 remaja.
4.4.2. Sample dan Sampling
4.5.Kerangka Kerja
Kerangka kerja adalah suatu langka-langkah atau tahapan tenelitian dari awal perumusan masalah sampai dapat dilakukannya penarikan kesimpulan (Nursalam, 2011 didalam Saputro, 2016). Kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Kerangka Kerja penelitian persepsi dan perilaku pada tentang mengkonsumsi minuman keras di Desa Runtu.
Perumusan masalah
Populasi
Seluruh remaja pria di Desa Runtu, sejumlah 50 remaja
Sampling Total sampling
Desain penelitian Analitik korelasi (cross sectional)
Pengambilan data kuesioner
Pengolahan data Editing, coding, scoring,
tabulating
Analisa data
Kesimpulan
4.6.Identifikasi Variabel
Variabel adalah sifat yang akan diukur atau diamati yang nilainya berbeda antara satu objek dengan objek yang lain (Sujarweni, 2014). Pada penelitian ini menggunakan 2 variable meliputi:
1. Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab timbulnya variabel dependen. Independen dalam penelitian ini adalah persepsi tentang minuman keras.
4.7.Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan variabel penelitian untuk memahami arti setiap variabel sebelum dilakukan analisis (Sujarweni, 2014). Definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.7
No
62
4.8.Pengumpulan Data dan Analisa Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan atau mengumpulkan data atau informasi dari responden sesuai lingkup penelitian (Sujarweni, 2014). Pengumpulan data merupakan tahap mendapatkan data dari responden dengan menggunakan alat atau instrumen.
4.8.1.Instrumen
Instrumen adalah alat ukur yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mempermudah peneliti. Pembuatan instrumen harus mengacu pada variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuranya (Arikunto, 2000 didalam Sujaarweni, 2014). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dari dua variabel, jumlah pertanyaan dalam kuesioner dari variabel persepsi tentang minuman keras dengan perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja, perlu dilakukan pengujian, melaului uji validitas dan uji reliabilitas.
Uji validitas dan uji reliabilitas perlu dilakukan, agar kuisioner yang dibuat lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Berikut penjelasan uji validitas dan relibilitas sebagai berikut:
1. Uji validitas
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner, telah mengukur variable yang yang kita ukur. Uji validitas dalam penelitian ini diukur dengan korelasi pearson product moment,
yaitu dengan menganalisis setiap pertanyaan dengan mengkorelasikan setiap pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah skor setiap pertanyaan (Notoadmojo, 2010).
Uji validitas dapat dilakukan menggunakan pearson product moment, dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS 16, maka dikatakan valid, jika r tabel < r hitung dengan nilai siginifikan r tabel 0,05 (5%).
Valid rxy > rxy tabel
Tidak valid rxy < rxy table
Setelah dilakukan uji validitas pada tanggal 01 juni 2017
pada remaja di Desa Sulung, dengan bantuan program atau aplikasi
adapun dari 15 pernyataan persepsi tentang minuman keras
semuanya valid.
2. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas adalah indeks untuk melihat seberapa jauh alat ukur bisa digunakan atau diandalkan. Hal ini menunjukan bahwa hasil dari kuesioner tersebut bisa konsisten. Perhitungan reliabilitas harus dengan kuesioner yang sudah divalidasi. Teknik uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik ekuivalen, yaitu dengan melakukan pengujian kuisioner cukup sekali, instrumen yang diuji ada dua (2) dan berbeda, pada responden yang sama. Reliabiltas diukur dengan cara mengkorelasikan instrumen yang satu dengan instrumen yang dijadikan ekuivalennya, bila korelasi positif atau signifikan, maka instrumen tersebut dapat dinyatakan valid (Sujarweni, 2014), penghitungan jumlah skor dari ke dua instrumen dengan menggunakan teknik korelasi product moment.
Uji reliabilitas menggunakan program komputer yaitu SPSS 16. Sebuah kuisioner dikatan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,5
atau mendekati 1. Mengetahui reliabilitas digunakan rumus Alpha sebagai berikut (Arikunto, 2010):
Keterangan:
rxy : Realibilitas
k : Jumlah butir soal
2b : Varian skor setiap butir
2
t : Varian total
Hasil uji reabilitas yang telah dilakukan didapatkan cronbach alpha (0,932) > 0,6, yang artinya koesioner dinyatakan reliabel.
4.8.2.Prosedur penelitian
Dalam melakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan hasil dari objek yang diteliti, terdapat prosedur-prosedur yang perlu dilakukan, sebagai berikut:
1. Mengurus surat pengantar penelitian ke STIKES BCM Pangkalan Bun.
2. Meminta izin melakukan penelitian dengan melampirkan surat pengantar dari kampus, kepada kepala desa runtu.
3. Menjelaskan tujuan dan maksud dari penelitian, kepada calon responden. Jika calon responden setuju untuk menjadi responden dalam penelitian, responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan menjadi responden(informed consent).
4. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden dan mejelaskan cara pengisian jawaban kepada responden.
6. Setelah kuesioner terkumpul, peneliti melakukan tabulasi dan analisa data.
7. Menyusun laporan dari hasil analisa data dan menyimpulkan hasil dalam bentuk deskriptif.
4.8.3.Pengolahan data
Pengolahahan data adalah tahap pemberian skor dari isi kuesioner (pertanyaan-pertanyaan) pervariabel (Sujarweni, 2014). Skor yang diberikan pada variabel persepsi tentang minuman keras dan perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja, sesuai cara atau skala pengukuran variabel tersebut. Cara pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunkan skala likert. pengolahan data dilakukan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Editing
Editing yaitu memeriksa kelengkapan dan kejelasan pengisian instrumen pengumpulan data.
2. Coding
Pengolahan data jawaban bisa lebih mudah dengan sistem
Coding, penelitian ini dibagi menjadi data umum dan data khusus sebagai berikut:
1. Data umum 1) Responden
a. Responden 1 diberi kode :R1
b. Responden 2 diberi kode :R2 dan seterusnya. 2) Umur
a. Umur 12-15 tahun diberi kode :U1 b. Umur 15-18 tahun diberi kode :U2 c. Umur 19-22 tahun diberi kode :U3 3) Tingkat Pendidikan
a. Tidak Sekolah diberi kode :T1
b. SD diberi kode :T2
c. SMP diberi kode :T3
d. SMA diberi kode :T4 e. Perguruan Tinggi diberi kode :T5 4) Pekerjaan
5) Sumber membeli minuman keras
a. Uang jajan :Sm1
b. Hasil kerja :Sm2 c. Iuran dengan teman :Sm3
d. Uang teman :Sm4
2. Data khusus 1) Kriteria Persepsi
a. Positif :KP1 b. Negatif :KP2
2) Perilaku mengkonsumsi minuman keras a. Mengkonsumsi :M1 b. Tidak mengkonsumsi :M2 3. Scoring
Scoring merupakan tahap pemberian nilai dari masing-masing pertanyaan dan hasil penjumlahan hasil scoring. pemberian
scoring pada kuesioner persepsi tentang minuman keras, dan perilaku remaja mengkonsumsi minuman keras, menggunakan skala likert. pemberian skoring pada dua variabel sebagai berikut:
1. Variabel persepsi remaja tentang minuman keras a) Pernyataan atau pertanyaan positif
1. Sangat setuju, skor (5) 2. Setuju, skor (4)
5. Sangat tidak setuju, skor (1) b) Pernyataan atau pertanyaan Negatif
1. Sangat setuju, skor (1) 2. Setuju, skor (2)
3. Ragu-ragu, skor (3) 4. Tidak setuju, skor (4) 5. Sangat tidak setuju, skor (5)
Dengan kategori: positif bila T > mean, negatif bila T < mean 4. Tabulating
Adapun hasil pengolahan data tersebut diinterprestasikan menggunakan skala kumulatif (Arikunto 2010) :
100 % = Seluruhnya
76 % - 99 % = Hampir seluruhnya
51 % - 75 % = Sebagian besar dari responden 50 % = Setengah responden
26 % - 49 % = Hampir dari setengahnya 1 % - 25 % = Sebagian kecil dari responden 0 % = Tidak ada satupun dari responden.
4.8.4. Analisa data
Analisa data diartikan sebagai upaya data yang sudah tersedia, kemudian diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian (Sujarweni, 2014). Tahapan menganalisa data meliputi:
1. Analisa univariat
Kemudian dari jawaban responden masing-masing item pertanyaan dihitung tabulasi. Untuk persepsi dikategorikan menjadi positif dan negatif dengan menghitung terlebih dahulu skor-T.
Untuk mencari T-skor menggunakan rumus (Azwar, 2011).
Dimana :
X : Skor responden pada skala persepsi yang hendak diubah menjadi skor T
: Mean skor kelompok
sd : Deviasi standar skor kelompok Untuk mencari s digunakan rumus :
1
Analisa univariat untuk menggambarkan besarnya persentase besarnya data dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
f
P = X 100 % N
Keterangan :
P :Prosentase
F :Frukensi Jawaban N :Jumlah Responden 2. Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua variabel. Analisa bivariat berfungsi untuk mengetahui hubungan antara variabel. Dua variabel tersebut disimpulkan, misalnya dengan mencari hubungan antar variable x1 dengan x2 (Notoadmodjo, 2005 didalam Sujarweni, 2014).
4.9.Etika Penelitian
4.9.1. Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. 4.9.2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
4.9.3. Confidentiality (kerahasiaan)
4.10 Keterbatasan Penelitian
1. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang mana sudah tersedia pilihan dari setiap jawaban, sehingga jawaban yang diberikan responden masih kurang memuaskan jika dibandingkan dengan pertanyaan terbuka ataupun dengan cara wawancara agar dapat menggali informasi secara mendalam.
75
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berjudul “Hubungan persepsi tentang minuman keras dengan perilaku
mengkonsumsi pada remaja di Desa Runtu”. Hasil penelitian disajikan dalam tiga bagian yang meliputi Gambaran lokasi penelitian, data umum, dan data khusus dan pembahasan. Dalam data Umum yang dimuat karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, perilaku mengkonsumsi minuman keras, alasan mengkonsumsi minuman keras. Sedangkan data khusus yang dimuat adalah persepsi tentang minuman keras, perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja, dan Hubungan persepsi tentang minuman keras dengan perilaku mengkonsumsi minuman keras pada remaja. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
5.1Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran lokasi penelitian
jalan raya dimana dimana tempatnya mudah dijangkau oleh penduduk Desa Runtu.
5.1.2 Data Umum
1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur remaja di Desa Runtu
No. Umur Frekuensi Persentase (%)
1 12-15 tahun 8 16
2 15-18 tahun 23 46
3 18-22 tahun 19 38
Jumlah 50 100
Sumber : Data umum 2017
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa hampir dari setengah dari responden di Desa Runtu berumur 15-18 tahun yaitu berjumlah 23 remaja (46 %).
2. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan No. Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
1 Tidak
Sekolah 16
32
2 SMP 17 32
3 SMA 18 36
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan hampir dari setengah responden di Desa Runtu yang berpendidikan SMA 18 remaja (36 %).
3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan No. Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)
1 Tidak Bekerja 8 16
2 Pelajar/Siswa 34 68
3 Buruh 7 14
4 Petani/Nelayan 1 2
Jumlah 50 100
Sumber : Data umum 2017
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden di Desa Runtu dari sektor pekerjaan yaitu pelajar 34 remaja (68%).
4. Karakteristik responden berdasarkan alasan mengkonsumsi minuman keras
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan alasan mengkonsumsi minuman keras
sumber : Data Umum 2017
No Alasan mengkonsumsi minuman keras
Frekuensi Persentase (%)
1 Kelompok 42 84
2 Tidak ada 8 16