• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSEPSI WANITA INFERTIL TENTANG STIGMA MASYARAKAT PADA WANITA INFERTIL DENGAN ADAPTASI SOSIAL PENDEKATAN MODEL KEPERAWATAN CALYSTA ROY (Studi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Madiun) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN PERSEPSI WANITA INFERTIL TENTANG STIGMA MASYARAKAT PADA WANITA INFERTIL DENGAN ADAPTASI SOSIAL PENDEKATAN MODEL KEPERAWATAN CALYSTA ROY (Studi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Madiun) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN PERSEPSI WANITA INFERTIL TENTANG STIGMA MASYARAKAT PADA WANITA INFERTIL DENGAN

ADAPTASI SOSIAL PENDEKATAN MODEL KEPERAWATAN

CALYSTA ROY

(Studi Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun)

SARI MURDIYANI 143210042

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(2)

ii

HUBUNGAN PERSEPSI WANITA INFERTIL TENTANG STIGMA MASYARAKAT PADA WANITA INFERTIL DENGAN

ADAPTASI SOSIAL PENDEKATAN MODEL KEPERAWATAN

CALYSTA ROY

(Studi Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Insan Cendekia medika Jombang

SARI MURDIYANI 143210042

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Madiun, 11 Maret 1996 dari keluarga Bapak Bani dan Ibu S ri Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari TK ABA Wonocatur Yogyakarta,, tahun 2008 penulis lulus dari SDN Balerjo 2, tahun 2011 penulis lulus dari SMPN 1 Geger dan tahun 2014 penulis lulus dari SMAN 1 Dolopo Madiun, tahun 2014 penulis lulus seleksi masuk STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang melalui jalur PMDK gelombang 1. Penulis memilih program Studi S1 Keperawatan dari

lima pilihan program studi yang ada di STIKes “Insan Cendekia Medika”

Jombang.

Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Jombang, 03 Juli 2018

(9)

ix

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

Kau tak dapat meraih sesuatu dalam hidup tanpa pengorbanan sekecil apapun. PERSEMBAHAN

Sujud syukur ku persembahan pada ALLAH yang maha kuasa, berkat dan rahmat yang di berikannya hingga saat ini saya dapat mempersembahkan skripsi pada orang orang tersayangan : Kepada kedua orang tuaku tersayang Bapak Bani dan Ibu Sri Rahayu yang tak pernah lelah membesarkanku dengan penuh kasih saying ,serta memberi dukungan, perjuangan, motinvasi dan pengorbanan dalam hidup ini. Kepada adekku Risqi Aprilia yang memberikan dukungan dan mengisi hari hariku dengan canda tawa dan kasih saying. Kepada orang terbaikku dan tersayang Taufan Eshana Undari yang selalu memberi dukungan selalu memberi semangat dan memberikan kebahagiaan.

Kepada Dosen S1 Keperawatan STIKES ICME Jombang yang selalu memberi bimbingannya , Khususnya Kepada Ibu Muarrofah, S.Kep,Ns.,M.Kes dan Kepada Ibu Maharani Tri Puspitasari, S.Kep.,Ns.MM yang telah sabar memberi bimbingan kepada penulis.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-NYA

sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Persepsi Wanita Infertil Tentang Stigma Masyarakat Pada Wanita Infertil Dengan Adaptasi Sosial Pendekatan

Model Keperawatan Calysta Roy”ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak H. Imam Fatoni, SKM., MM selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang yang telah memberikan sarana prasarana. Ibu Inayatur Rosyidah, selaku Ketua program studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang. Ibu Muarrofah,S.Kep.,Ns.M.Kes selaku pembimbing I yang telah banyak memberi pengarahan, motivasi dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Ibu Maharani Tri Puspitasari,S.Kep.,Ns.MM selaku pembimbing II yang telah banyak memberi motivasi, pengarahan dan ketelitian dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku yang selalu memberi do'a, dukungan dan semangat tiada henti dan selalu memberi dukungan baik moral maupun material dalam penyusunan tugas akhir ini.

(11)

xi

mengharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi profesi keperawatan amin.

(12)

xii ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI WANITA INFERTIL TENTANG STIGMA MASYARAKAT PADA WANITA INFERTIL DENGAN

ADAPTASI SOSIAL PENDEKATAN MODEL KEPERAWATAN CALYSTA ROY

(Studi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Madiun) Sari Murdiyani

Budaya Indonesia menunjukkan pentingnya nilai anak didalam keluarga. Permasalahan infertilitas tidak hanya menjadi masalah ginekologi, tetapi menjadi masalah kesehatan yang serius, permasalahan tersebut berdampak pada kualitas hidup individu dan pasangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial pendekatan model keperawatan Calysta Roy di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun.

Desain penelitian analitik survei, pendekatan cross sectional. Populasi semua wanita infertil yang menikah selama kurang lebih 5 tahun yang tidak memiliki anak dan tidak mengunakan alat kontrasepsi dan sampel yang diteliti sebanyak 31 responden dengan simple random sampling. Variabel independent persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat dan variabel dependent adaptasi sosial pendekatan model keperawatan Calysta Roy. Pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner, pengolahan data editing, coding, scoring dan tabulating, analisa data dengan uji statistik Chi Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi negatif sebanyak 19 responden (61%) dan hampir seluruhnya dari responden memiliki adaptasi negatif sebanyak 25 responden (81%). Nilai p = 0,001 < α 0,05 yang berarti H1 diterima.

Kesimpulan penelitian ini yaitu ada hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial pendekatan model keperawatan Calysta Roy.

(13)

xiii ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF THE INFERTIL WOMEN'S PERCEPTION ON COMMUNITY STIGMA IN WOMEN INFERTIL WITH

ADAPTATIONSOCIAL CALYSTA NURSING APPROACH ROY

(Study at In Working Area UPTD Community Health Centers

Kebonsari Madiun)

Indonesian culture shows the importance of the value of children in the family. The problem of infertility is not only a gynecological problem, but a serious health problem, the problem affects the quality of life of individuals and couples. The purpose of this study was to find out the correlation between perception of infertile woman about stigma of society in infertile woman with social adaptation of nursing approach of Calysta Roy in work area of UPTD community health centers Kebonsari Madiun.

Survey analytic research design, cross sectional approach. Population of all infertile women who married for about 5 years who did not have children and did not use contraceptives and samples studied were 31 respondents with simple random sampling. Independent variables of infertile female perception of community stigma and dependent variable of social adaptation of Calysta Roy's nursing approach. Data collection used questionnaires distribution, data editing, coding, scoring and tabulating, data analysis with Chi Square.

The results showed that most respondents had negative perceptions of 19 respondents (61%) and almost all of them had negative adaptation of 25

respondents (81%). Value p = 0.001 <α 0.05 which means H1 accepted.

Conclusion in this research is that there is correlation between perception of infertile woman about stigma of society in infertile woman with social adaptation approach of nursing model Calysta Roy.

(14)

xiv

2.2 Konsep Dasar Stigma Masyarakat ... 9

2.2.1 Definisi stigma masyarakat ... 9

2.2.2 Faktor-faktor terbentuk stigma masyarakat ... 9

2.2.3 Manifestasi stigma ... 10

2.2.4 Tipe-tipe stigma ... 11

2.3 Konsep Dasar Budaya Patriarki ... 12

2.3.1 Definisi budaya patriarki darah ... 12

2.4 Konsep Dasar Infertilitas... 13

2.4.1 Definisi Infertilitas ... 13

2.4.2 Klasifikasi ... 13

2.4.3 Etiologi Infertilitas ... 14

2.4.4 Faktor-faktor infertik ... 15

2.4.5 Pemeriksaan infertilitas ... 17

(15)

xv

2.5 Konsep Dasar Stigma Masyarakat Terhadap Infertil ... 21

2.6 Konsep Dasar Adaptasi sosial budaya ... 22

2.6.1 Definisis adaptasi sosial ... 22

2.6.2 Proses yang mendukung adaptasi sosial ... 23

2.6.3 Mekanisme pertahanan diri ... 23

2.6.4 Adaptasi sosial budaya ... 25

2.7 Konsep Dasar Teori Adaptasi Calista Roy... 25

2.7.1 Definisi teori adaptasi Calista Roy ... 25

2.7.2 Manusia ... 25

4.7 Definisi Operasional... 39

4.8 Pengumpulan Data ... 41

4.9 Analisa Data ... 48

4.10Etika Penelitian ... 52

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1 Hasil Penelitian ... 54

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitia ... 54

5.1.2 Data Umum ... 55

5.2 Pembahasan ... 60

5.2.1 Persepsi Wanita Infertil Tentang Stigma Mayarakat Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 60

(16)

xvi

5.2.3 Hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial dengan pendekatan model keperawatan Calysta Roy Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Kebonsari Kabupaten Madiun ... 67

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 68

6.1 Kesimpulan ... 68

6.2 Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

(17)

xvii DAFTAR TABEL

No Tabel Daftar Tabel Hal

Tabel 2.1 Etiologi Infertilitas ... 13 Tabel 4.1 Definisi Operasional ... 40 Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 53 Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 54 Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 54 Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Menstruasi Di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun 55 Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menikah Di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun 55 Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan agama Di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 56 Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi Wanita Infertil

Tentang Stigma Mayarakat Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 56 Tabel 5.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Adaptasi Sosial Dengan

Pendekatan Model Keperawatan Calysta Roy Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 57 Tabel 5.9 Tabulasi Silang Analisis Persepsi Wanita Infertil Tentang

Stigma Masyarakat Pada Wanita Infertil Dengan Adaptasi Sosial Pendekatan Model Keperawatan Calysta Roy Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun 57 Tabel 5.10 Hasil Uji Statistik Persepsi Wanita Infertil Tentang Stigma

Masyarakat Pada Wanita Infertil Dengan Adaptasi Sosial Pendekatan Model Keperawatan Calysta Roy Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun ... 58

(18)

xviii DAFTAR GAMBAR

No Gambar Daftar Gambar Hal

Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif ... 30

Gambar 2 2 Representasi diagram tentang sistem adaptasi manusia ... 31

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ... 33

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal kegiatan

Lampiran 2 Permohonan menjadi responden Lampiran 3 Lembar informed consent

Lampiran 4 Demografi

Lampiran 5 Lembar kisi-kisi kuesioner persepsi Lampiran 6 Lembar kuesioner persepsi

Lampiran 7 Lembar kisi-kisi kuesioner adaptasi sosial Lampiran 8 Lembar kuesioner adaptasi sosial

Lampiran 9 Tabulasi data umum

Lampiran 10 Data tabulasi validitas dan reabilitas persepsi wanita infertil Lampiran 11 Data tabulasi validitas dan reabilitas adaptasi sosial

Lampiran 12 Validitas persepsi wanita infertil tentang stigma masyrakat Lampiran 13 Validitas adaptasi sosial

Lampiran 14 Reabilitas persepsi wanita infertil Lampiran 15 Reabilitas adaptasi sosial

Lampiran 16 Tabulasi persepsi wanita infertil Lampiran 17 Tabulasi adaptasi sosial

Lampiran 18 Diskriptif statistik karakteristik responden Lampiran 19 Hasil uji statistik

Lampiran 20 Tabulasi crosstab persepsi wanita infertil Lampiran 21 Tabulasi crosstabs adaptasi sosial

Lampiran 22 Surat- surat ijin penelitian Lampiran 23 Lembar konsul

(20)

xx

DAFTAR LAMBANG

% : prosentase > : lebih besar

≥ : lebih besar dari sama dengan < : lebih kecil

/ : atau

= : sama dengan

(21)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

ASRM : American Society of Reproductive Medicine

DKK : Dan Kawan-Kawan

DINKES : Dinas Kesehatan

FSH : Follicle-Stimulating Hormone

FIV : Fertilisasi In Vitro

HIFERI : Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia HHS : Histerosalpingografi

ICMe : Insan Cendekia Medika KEMENKES : Kementrian Kesehatan

STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah USG : Ultrasonografi

(22)

1 1.1Latar Belakang

Budaya Indonesia menunjukkan pentingnya nilai anak di dalam keluarga. Anak sebagai penerus dan penyumbang sosial, ekonomi keluarga (Gokler et al, 2014). Permasalahan infertilitas tidak hanya menjadi masalah ginekologi, akan tetapi menjadi masalah kesehatan yang serius karena seringkali permasalahan tersebut berdampak pada kualitas hidup individu dan pasangan (Louis et al, 2013).

Budaya patriarkhi yang masih kental di Indonesia, khususnya di masyarakat Jawa mengganggap tabu permasalahan infertilitas, bias gender menjadi salah satu faktor yang menghambat pasangan mendapatkan layanan kesehatan infertilitas. Perempuan menjadi pihak yang banyak dirugikan dalam hal tersebut, stigma masyarakat secara umum memandang jika pasangan belum memiliki keturunan maka wanita yang dianggap bersalah, hal ini akan berdampak besar pada kesehatan mental baik dari aspek fisik, emosional, seksual, spritual dan keuangan, sedangan pengambilan keputusan untuk memanfaatkan layanan infertilitas bergantung kepada suami (Dermatoto, 2008).

(23)

Ngelongko dan Desa Binowo. Hasil wawancara didapatkan 5 orang pasangan usia subur yang sudah menikah kurang lebih 5 tahun dan belum memiliki keturunan, dari 545 pasang usia subur di wilayah kerja UPTD puskesmas Kebonsari Madiun ada 34 wanita infertil yaitu dari Desa Balerjo 21 wanita infertil, Desa Selopuro 14 wanita infertil, Desa Binowo 10 wanita infertil dan Desa Ngelongko 20 wanita infertil yang masuk kriteria penelitian dimana dengan kriteria pasangan usia subur yang sudah menikah kurang lebih selama 5 tahun dan belum memiliki keturunan.

Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan menjadi masalah, karena ada keyakinan keadaan ini akan mengancam keutuhan rumah tangga. Hal ini sejalan dengan teori adaptasi Roy menitik beratkan pendekatan pada tiga hal meliputi stimulus fokal yaitu stimulus atau rangsangan yang berasal dari dalam individu maupun dari luar individu dan harus dihadapi secara langsung pada saat itu juga. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang berpengaruh terhadap stimulus fokal berasal dari lingkungan sekitar. Stimulus residual merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sekitar yang dapat berpengaruh secara tidak langsung pada individu (Tomey & Alligood, 2010).

(24)

dengan perubahan status kesehatan melalui lingkungan masyarakat yang ada (Alligood, 2014).

Sekian banyaknya pasangan suami istri yang sudah menikah, namum belum ada kehadiran seorang anak, rasanya kurang lengkap. Pada umumnya klien yang mengalami gangguan kesuburan akan timbul gejala seperti kecemasan dan stres, gejala yang lain diantaranya marah, pengkhianatan, rasa bersalah dan kesedihan (Ezzell, 2016). Kesedihan semacam itu hanya sering dirasakan oleh wanita tetapi, ternyata pria juga dapat merasakan hal yang sama. Pria yang sudah menikah namun belum memiliki keturunan akan merasa kecewa, marah, sedih yang luar biasa. Bagi laki-laki yang belum memiliki anak sama saja merupakan tekanan secara sosial, budaya, dan keluarga (Tjandrawinata, 2013).

Melihat besarnya dampak stigma masyarakat tentang infertilitas yang dialami pasangan infertil, terutama pada wanita infertil, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Persepsi Wanita Infertil Tentang Stigma Masyarakat Pada Wanita Infertil Dengan Adaptasi Sosial Dengan Pendekatan Model Keperawatan Calysta Roy di Kabupaten Madiun Jawa Timur”.

1.2Rumusan Masalah

(25)

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial pendekatan model keperawatan Calysta Roy di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun 2018.

2. Mengidentifikasi adaptasi sosial dengan pendekatan model keperawatan Calysta Roy di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun 2018.

3. Menganalisa hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun 2018.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

(26)

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial dengan pendekatan model keperawatan Calysta Roy.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan salah satu masukan wawasan pengetahuan tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dan memberikan gambaran tentang hubungan presepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat dengan adaptasi sosial.

3. Bagi Institusi

(27)

6 2.1Konsep Dasar Persepsi

2.1.1 Definisi Persepsi

Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Persepsi adalah satu proses pengorganisasian dan penginter pretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu (Notoatmodjo, 2010)

Persepsi merupakan istilah yang umumnya dikenal oleh masyarakat, persepsi dapat diartikan sebagai penafsiran terhadap suatu hal (Riswandi, 2009). Persepsi merupakan informasi yang pertama kali diperoleh sangat mempengaruhi pembentukan persepsi. Oleh karena itu, pengalaman pertama yang tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus yang diterima (Ramadhan, 2009).

2.1.2 Jenis Persepsi

Terdapat dua jenis persepsi menurut Riswandi (2009), yaitu persepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia. Persepsi lingkungan fisik berbeda dengan persepsi sosial. Adapun perbedaan jenis persepsi yaitu sebagai berikut :

(28)

objek. Persepsi terhadap objek terjadi dengan menanggapi sifat-sifat luar objek. Objek bersifat statis, sehingga ketika seseorang mempersepsikan suatu objek, objek tersebut tidak memberi tanggapan.

2. Persepsi sosial merupakan persepsi terhadap orang melalui lambang-lanbang verbal dan non-verbal. Persepsi sosial yaitu menanggapi sifat-sifat luar dan dalam yang meliputi perasaan, motif, harapan, keyakinan. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif, dimana ketika sesorang mempersepsikan orang lain terhadap kemungkinan timbul reaksi dari orang yang dipersepsikan.

3. Berdasarkan jenis persepsi, maka persepsi masyarakat mengenai kinerja jumantik tergolong dalam persepsi sosial. Hal tersebut dikarenakan persepsi ini ditujukan kepada orang atau individu lainnya.

2.1.3 Teori-Teori Persepsi

1. Faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu usia dan jenis kelamin (Arifin, 2011)

2. Faktor interpersonal merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor interpersonal meliputi tingkat pendidikan, tingkat pengembangan, latar belakang sosio-kultural, faktor emosi, gender, status kesehatan fisik, nilai dan kepercayaan serta peran (Nurhidayat, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang menurut Nurhidayat (2012) adalah:

(29)

3. Tekanan sosial, merupakan pengaruh dari teman kelompok dapat mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan mengenai suatu hal. 4. Variabel struktural meliputi pengetahuan Cues of action, dapat berupa

isyarat internal atau eksternal misalnya perasaan lemah, gejala yang tidak menyenangkan atau anggapan seseorang terhadap kondisi orang terdekat yang menderita suatu penyakit

Menurut Arifin (2011), faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu 1. Orang yang melakukan persepsi.

1. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi

2. Motivasi atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada didalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi

3. Interest atau keterkaritan, faktor perhatian individu dipengaruhi oleh keterkaritan tentang sesuatu.

4. Harapan, seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orangtersebut.

5. Pengalaman

2. Target atau objek persepsi

3. Faktor keadaan atau situasi lingkungan 1) Konteks sosial

2) Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam lingkup pekerjaan

(30)

2.2Konsep Dasar Stigma Masyarakat 2.2.1 Definisi Stigma

Stigma berhubungan dengan kehidupan sosial yang biasanya ditujukan kepada orang-orang yang dipandang berbeda, diantaranya seperti menjadi korban kejahatan, kemiskinan, serta orang yang berpenyakitan salah satunya orang infertilitas. Orang yang mendapat stigma dilabelkan atau ditandai sebagai orang yang bersalah (Bhugra, 2016). Stigma masyarakat (stigma sosial) adalah pandangan dari masyarakat pada seseorang yang dianggap ternoda dan karenanya mempunyai watak yang tercela.

2.2.2 Faktor-Faktor Terbentuk Stigma

Faktor-faktor terbentuknya stigma sebagai berikut: 1. Pengetahuan

Stigma terbentuk karena ketidak tahuan, kurangnya pengetahuan tentang Infertilitas, dan kesalahpahaman tentang penularan Infertilitas (Liamputtong, 2013). Hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan adalah hasil tahu dari informasi yang ditangkap oleh panca indera. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, umur, lingkungan, sosial dan budaya (Wawan & Dewi, 2011).

2. Persepsi

(31)

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi munculnya stigma. Jika tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan juga akan tinggi (Erkki & Hedlund, 2013).

4. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stigma seseorang. Semakin bertambah umur seseorang maka semakin berubah sikap dan perilaku seseorang sehingga pemikiran seseorang bisa berubah (Paryati et al, 2012).

5. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kerja seseorang (Paryati, 2012). Perempuan juga cenderung memiliki stigma yang tinggi dimana bersikap menyalahkan dibanding dengan laki-laki (Salmon et al, 2014).

2.2.3 Manifestasi Stigma

(32)

2.2.4 Tipe-Tipe Stigma

Menurut Fiorillo, Volpe, & Bhugra (2016) mengungkapkan ada 5 tipe stigma sebagai berikut :

1. Public stigma, dimana sebuah reaksi masyarakat umum yang memiliki keluarga atau teman yang sakit fisik ataupun mental. Salah satu contoh

kata-katanya adalah “saya tidak mau tinggal bersama dengan orangInfertil”.

2. Structural stigma, dimana sebuah institusi, hukum, atau perusahaan yang menolak orang berpenyakitan.

3. Self stigma, dimana menurunnya harga dan kepercayaan diri seseorang yang memiliki penyakit.

4. Felt or perceived stigma, dimana orang dapat merasakan bahwa ada stigma terhadap dirinya dan takut berada di lingkungan komunitas. Misalnya seorang wanita tidak ingin mencari pekerjaan dikarenakan takut status Infertilitas dirinya diketahui dan dijauhi oleh rekan kerjanya.

5. Experienced stigma, dimana seseorang pernah mengalami diskriminasi dari orang lain. Contohnya seperti pasien Infertil diperlakukan tidak ramah dibandingkan dengan pasien yang tidak Infertil diperlakukan ramah oleh tenaga kesehatan.

(33)

2.3Konsep Dasar Budaya Patriarki 2.3.1 Definisi budaya patriarki

Istilah patriarki menjadi sangat luas pemakaiannya setelah dihubungkan tidak hanya dengan konteks sosial, politik, dan budaya tetapi juga dengan penggambaran struktur masyarakat laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang dan ketidakadilan. Istilah tersebut juga digunakan untuk menunjuk suatu kondisi ketika patriarki bertindak sebagai standar atas yang lain yakni perempuan (Zainubi, 2016).

Menurut Bhasin (1996:1) patriarki digunakan untuk menyebut kekuasaan laki-laki. Patriarki adalah sistem pengelompokan masyarakat sosial yang mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki. Patrilineal adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak. Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.

(34)

2.4Konsep Dasar Infertilitas 2.4.1 Definisi Infertilitas

Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer. Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya. Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan. Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal (HIFERI,2013).

Infertilitas atau ketidak suburan adalah kesulitan untuk memperoleh keturunan pada pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi dan melakukan sanggama secara teratur (Depkes RI, 2008).

2.4.2 Klasifikasi Infertil

Klasifikasi infertil menurut Easley (2013) yaitu : 1. Infertil primer

Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.

2. Infertil sekunder

(35)

tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali perminggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi jenis apapun.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri dianggap infertil apabila memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak.

2) Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri belum mendapatkan kehamilan.

3) Frekuensi hubungan seksual minimal 2 – 3 kali dalam setiap minggunya. 4) Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat ataupun metode

kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan.

2.4.3 Etiologi Infertilitas

Tabel 2.1 Etiologi Infertilitas

Etiologi Penyakit

Gangguan hormonal Hypothalamic release factors pituitary

Reaksi imunitas Penyakit autoniummune

Reaksi imunitas terhadap sperma Reaksi imunitas terhadap fetus dan plasenta

Gonadal disgenesis Congenital disorder Anomali uterus

Anomali vagina dan genitalia eksternal

(36)

2.4.4 Faktor-Faktor Infertil 1. Faktor wanita (60-70%)

1) Faktor vagina (3%-5%)

Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian air mani ini ialah adanya sumbatan atau peradangan. Sumbatan jenis pertama adalah sumbatan psikogen yang disebut juga vaginismus atau

dispareunia dan yang kedua adalah sumbatan anatomis berupa vaginitis

atau radang pada vagina yang biasa disebabkan oleh candida albicans

atau trikomonas sejenis kuman yang hidup di dalam vagina ini dapat menghambat gerak spermatozoa.

2) Serviks (1%-10%)

Infertilitas yang berhubugan dengan faktor serviks dapat disebabkan oleh sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan (servisitis menahun), sineksia setelah konisasi dan inseminasi yang tidak adekuat. Vaginitis yang disebabkan oleh trikomonas vaginalis dan

kandida albicans dapat menghambat motilitas spermatozoa akan tetapi pHnya tidak mengahambat motilitasnya.

3) Uterus (4%-5%)

(37)

mengganggu transportasi spermatozoa. Kalaupun sampai terjadi kehamilan biasanya kehamilan tersebut akan berakhir sebelum waktunya. 4) Tuba fallopii (65%-80%)

Paling banyak ditemukan dalam masalah infertilitas. Diantara tuba yang membesar seluruhnya ataupun yang menebal karena adanya kerusakan dinding tuba akibat infeksi atau endometriosis, tuba yang memendek akibat peradangan sebelumnya, fibriosis atau pembentukan jaringan ikat, serta perlengaketan tuba yang menganggu pergerakan

fimbria.

5) Ovarium (5%-10%)

Gangguan pada ovarium (indung telur), seperti adanya tumor atau kista endometriosis bisa mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi. Sebab bagaimana bisa terjadi pembuahan bila tidak ada sel telur yang akan dibuahi.

6) Anovulasi (35%)

Penyebab infertilitas (ketidaksuburan) adalah anovulasi yaiti

35%. Anovulasi adalah tidak ada sel telur berarti tak akan ada kehamilan.

Ovulasi dan menstruasi adalah satu rangkain orkestrasi kejadian hormonal didalam tubuh wanita, yang berarti mencerminkan suatu peristiwa yang teratur dan periodik.

2. Faktor laki-laki (30-40%)

(38)

1) Gabungan (20-30%) yaitu biasa dari kedua-duanya (suami dan istri mengalami infertil).

2) Tidak jelas (10%) faktor ini sekitar 10% dari kejadian infertilitas setelah semua pemikiran dilakukan penyebab infertilitas dapat saja tidak diketahui atau terdekteksi.

2.4.5 Pemeriksaan infertilitas Menurut HIFERI (2013) yaitu : 1. Pemeriksaan pada perempuan

Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:

1) Pemeriksaan ovulasi

a. Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi

b. Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28) c. Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang

memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi

(39)

2. Pemeriksaan pada laki-laki

Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi: 1) Anamnesis

Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan hidup pasienyang dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas pria. Anamnesis meliputi :

a. Riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya

b. Riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi

c. Gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, riwayat penggunaan alat kontrasepsi

d. Riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual dan infeksi saluran nafas.

2) Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.

(40)

c. Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.

d. Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau indurasi. Varikokelsering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti

meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.

e. Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan

vesikula seminalis.

3) Pemeriksaan fungsi endokrinologi.

a. Dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10 juta/ml

b. Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita kelainan endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum

(41)

2.4.6 Pemeriksaan kasus infertilitas idiopatik

Tatalaksana infertilitas perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dan efektifitas pemeriksaan sangat penting dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan klinik. NationalInstitute for Health and Clinical Excellence in the UK and the American Society of Reproductive Medicine merekomendasikan pemeriksaan yang penting sebagai berikut :

1. Histeroskopi

Histeroskopi meruapakan baku emas dalam pemeriksaan yang mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal diagnosis. Peran histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untuk mendeteksi kelaianan kavum uteri yang dapat mengganggu proses implantasi dan kehamilan serta untuk mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam memperbaiki endometrium.

Oliveira melaporkan kelainan kavum uteri yang ditemukan dengan pemeriksaan histeroskopi pada 25 % pasien yang mengalami kegagalan berulang

fertilisasi in vitro (FIV). Semua pasien tersebut memiliki HSG normal pada pemeriksaan sebelumnya.

Penanganan yang tepat akan meningkatkan kehamilan secara bermakna pada pasien dengan kelainan uterus yang ditemukan saat histeroskopi.

(42)

2. Laparoskopi

Tindakan laparoskopi diagnostik dapat dilakukan pada pasien infertilitas idiopatik yang dicurigai mengalami patologi pelvis yang menghambat kehamilan. Tindakan ini dilakukan untuk mengevaluasi rongga abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan selanjutnya.

Studi menunjukkan bila hasil HSG normal, tindakan laparoskopi tidak perlu dilakukan laparoskopi diagnostik dapat dipertimbangkan bila hingga beberapa siklus stimulasi ovarium dan inseminasi intra uterin pasien tidak mendapatkan kehamilan.

Mengacu pada American Society of Reproductive Medicine (ASRM), laparoskopi diagnostik hanya dilakukan bila dijumpai bukti atau kecurigaan kuat adanya endometriosis pelvis, perlengketan genitalia interna atau oklusi tuba

Tindakan laparoskopi diagnostik pada pasien infertilitas idiopatik tidak dianjurkan bila tidak dijumpai faktor risiko patologi pelvis yang berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan pasien akan hamil setelah menjalani beberapa siklus stimulasi ovarium dan atau siklus FIV.

2.5Konsep Dasar Stigma Masyarakat Terhadap Infertil

(43)

tangga karena tidak adanya anak sebagai buah dari suatu perkawinan (Gokler et al, 2014).

Kemandulan menyebabkan stigmatisasi, perceraian, penyiksaan, penolakan dan penghilangan status sosial serta harga diri. Kesalahan karena tidak mempunyai keturunan dibebankan kepada pihak wanita. Wanita cenderung menjadi tumpuan kesalahan dari terjadinya infertilitas. Secara sosial, keberadaan peran wanita yang menonjol pada masyarakat dengan sistem budaya patriarkhi, akan menghadapkan wanita dengan kasus infertil pada sorotan dan tekanan sosial (Pranata, 2009).

Dalam konteks budaya patriarki yang demikian dominan, bila terjadi kemandulan seringkali yang disalahkan adalah kaum wanita karena kodratnya sebagai yang mampu hamil. Padahal fungsi reproduksi sebenarnya bukan hanya milik kaum perempuan semata. Kaum laki-laki pun memiliki kontribusi sama. Dengan mengamati hal-hal diatas menunjukkan bahwa kasus infertilitas dalam suatu latar sosio kultural mengandung bias gender yang kuat. Wanita cenderung disalahkan dalam hampir semua kasus infertilitas sehingga menderita tekanan sosial dari stigma masyarakat di sekitarnya (Demartoto, 2008).

2.6Adaptasi Sosial

2.6.1 Definisi Adaptasi Sosial

(44)

Menurut Soeharto Heerdjan (1987),“Penyesuaian diri adalah usaha tau

perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan.” Menurut Karta

Sapoetra membedakan adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang

allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang

artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan, danada

yang artinya “aktif”, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan (Winata, 2014).

Adaptasi merupakan suatu proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis dan fsikologis yang akan menghasilkan perilaku adiptif (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008).

2.6.2 Proses yang mendukung dalam adaptasi social

Proses adaptasi antar budaya melibatkan perubahan identitas dan dukungan bagi para mahasiswa pendatang. Dukungan yang dimaksud adalah sebagai berikut Winata (2014):

1. Rasa tenteram dan meningkatnya harga diri 2. Fleksibilitas dan keterbukaan kognitif

3. Kompetensi dalam interaksi social dan meningkatnya kepercayaan diri dan rasa percaya pada orang lain.

2.6.3 Mekanisme pertahanan diri

(45)

1. Rasionalisasi

Merupakan suatu usaha untuk menghindari dari masalah psikologis dengan selalu memberikan alasan secara rasional, sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi.

2. Displacement

Merupakan upaya untuk mengatasi masalah psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku kepada objek lain, sebagai contoh apabila seseorang terganggu akibat situasi yang ramai, maka temanya yang disalahkan.

3. Kompensasi

Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara mencari kepuasaan pada situasi yang lain seperti seseorang memiliki masalah karena menurunya daya ingat maka akan menonjolkan kemampuan yang dimilikinya.

4. Proyeksi

Merupakan mekanisme pertahanan diri dengan menempatkan sifat batin orang lain, seperti dirinya membenci pada orang lain kemudian mengatakan pada orang bahwa orang lain yang membencinya.

5. Represi

Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara menghilingkan pikiran masa lalu yang buruk dengan melupakanya.

6. Supresi

(46)

2.6.4 Adaptasi sosial budaya

Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan (Winata, 2014).

2.7Konsep Dasar Teori Adaptasi Calista Roy 2.7.1 Definisi teori adaptasi calista roy

Teori Adaptasi Roy pertama kali dikembangkan oleh Sister Calista Roy pada tahun 1964 -1966 dan baru dioperasionalkan pada tahun 1968. Teori adaptasi Roy memandang klien sebagai suatu sistem adaptasi. Tujuan keperawatan adalah membantu klien beradaptasi dan meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku adaptif serta merubah perilaku maladaptif. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap tekanan lingkungan internal dan eksternal akan menyebabkan klien membutuhkan pelayanan kesehatan. Dalam memahami konsep model ini, Roy menetapkan empat komponen elemen sentral paradigma keperawatan dalam model adaptasi tersebut yang terdiri dari manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem (Yani, Hamid &Ibrahim, 2017)

2.7.2 Manusia

Roy mengemukakan bahwa manusia merupakan fokus utama yang menerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok maupun

masyarakat. Manusia dipandang sebagai “Holistic Adaptif Sistem” yang

(47)

pertukaran informasi, “matter” dan energi.. Dalam konsep Sistem, Roy mengemukakan beberapa pandangannya tentang manusia antara lain: manusia sebagai makhluk biopsikososial yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya secara terus menerus : untuk mencapai suatu keseimbangan, seseorang harus beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi dengan menggunakan koping, baik yang bersifat positif maupun negatif : semua individu harus beradaptasi terhadap tekanan internal dan eksternal dalam memenuhi empat mode adaptasi (fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi) : individu selalu berada pada rentang sehat sakit dan hal ini berhubungan dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk beradaptasi terhadap perubahan (Yani, Hamid & Ibrahim, 2017). Sebagai sistem adaptif, Roy menggambarkan manusia secara holistik sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari Input, Proses kontrol, Efektor dan Output.

2.7.3 Input

Input berarti manusia menerima masukan dari lingkungan luar (eksternal) dan dalam (internal) dirinya sendiri. Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus yang dibagi dalam tiga tingkatan yaitu:

1. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung dihadapi seseorang dan menimbulkan efek segera misalnyakerusakan ginjal progresif akan menyebabkan pasien mengalami kelebihan volume cairan tubuh.

(48)

3. Stimulus residual merupakan faktor predisposisi berupa sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi terjadinya keadaan tidak sehat. Stimulus ini berkembang sesuai pengalaman yang lalu dan menjadi proses belajar untuk mentoleransinya. Efek dari stimulus ini mungkin tidak tampak jelas bagi observer serta sering tidak disadari oleh individu. Contoh stimulus residual adalah kurangnya pengetahuan klien tentang cara pengobatan infertil sehingga klien merasa di jauhi oleh masyarakat.

2.7.4 Proses Kontrol

Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Dalam konsep ilmu Keperawatan, Roy juga memperkenalkan dua mekanisme kontrol (subsistem) yaitu:

1. Regulator Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Subsistem ini merupakan faktor bawaaan dan berdasarkan respon fisiologis danreaksi kimia tubuh.

(49)

2.7.5 Efektor

Roy menggambarkan proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor. Sebagai sistem adaptasi, efektor memiliki 4 mode adaptasi meliputi fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan

interdepedensi.

1. Fungsi Fisiologis

Fungsi fisiologis berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Calysta Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

1) Oksigenasi menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.

2) Nutrisimenggambarkan pola penggunaan nutrient untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.

3) Eliminasi menggambarkan pola eliminasi.

4) Aktivitas dan istirahat menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.

5) Integritas kulit menggambarkan pola fungsi fisiologis kulit.

6) Rasa /senses menggambarkan fungsi sensori perceptual berhubungan dengan panca indera.

(50)

8) Fungsi neurologist menggambarkan pola control neurologist, pengaturan dan intelektual

9) Fungsi endokrin menggambarkan pola control dan pengaturan termasuk respon stress dan system reproduksi

2. Konsep Diri

Model konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik. Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.

Konsep diri menurut Calysta Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.

1) The physical self yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.

2) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.

3. Fungsi Peran (Sosial)

(51)

peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .

4. Interdependent

Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok. Interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Calysta Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.

Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.

2.7.6 Output

(52)

Input Proses control Efektor Out put

2.7.7 Lingkungan

Lingkungan adalah semua stimulus yang berasal dari dalam maupun sekitar individu. Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan dan pengaruh- pengaruh disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok (Yani & Ibrahim, 2017). Tugas seseorang adalah mendesin lingkungan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada saat terjadi perubahan

Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar ”Teori Adaptasi Roy ’’

Umpan Balik

Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif. (Diambil dari Roy, C. 1984 Introduction to nursig : An adaptaion model. edisi ke-2. Englewood cliffs, NJ : Prentice Hall).

2.7.8 Kesehatan

Definisi sehat menurut Roy adalah “a state and process of being and

becoming an integrated and whole person”.Integritas atau keutuhan manusia

meliputi integritas fisiologis, psikologis dan sosial. Integritas ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, berkembang dan beradaptasi secara terus menerus. Asuhan keperawatan yang diberikan bertujuan

(53)

untuk memaksimalkan respon adaptif dan meminimalkan respon infektif individu dalam kondisi sehat maupun sakit(Yani & Ibrahim, 2017).

Berkaitan dengan proses sosial manusia, Roy secara luar mengkategorikan proses kontrol menjadi subsistem penstabil dan inovator. Subsistem penstabil

Gambar 2.2 Representasi diagram tentang sistem adaptasi manusia (diambil dari Roy, C & Andrews, H 1999. The Roy Adaptation Model. Edisi ke-2. Upper Saddle River, NJ : Pearson)

(54)

33 3.1Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Keterangan: : Ditelit : Tidak Diteliti : Mempengaruhi : Hubungan

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual pada penelitian hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial pendekatan model keperawatan Calysta Roy di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Madiun

Input Proses Kontrol Efektor

r

Mekanisme Koping Respon :

Adaptasi Sosisal 1. Fungsi

(55)

3.2Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2014).

(56)

35

Metode penelitian adalah metode atau cara yang akan digunakan dalam penelitian yang tercermin melalui langkah-langkah teknis dan operasional penelitian yang akan dilaksanakan (Notoatmodjo, 2010). Pada bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, rancangan penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel, teknik sampling, kerangka kerja, identifikasi variabel, definisi operasional, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan etika penelitian.

4.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei (non-eksperimen). Penelitian survei merupakan penelitian yang tidak melakukan intervensi atau perlakuan terhadap variabel, hanya mengamati fenomena alam atau sosial yang terjadi, atau mencari hubungan fenomena tersebut dengan variabel-variabel yang lain (Notoatmodjo, 2010).

4.2Rencana Penelitian

(57)

4.3 Waktu dan Tempat Penelitian 4.3.1 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai dengan selesai. Waktu penelitian dihitung dari awal pembuatan proposal sampai penyusunan laporan hasil penelitian.

4.3.2 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun 2018.

4.4 Populasi, Sampel dan Sampling 4.4.1 Populasi

Populasi adalah subjek misalnya manusia atau klien yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam,2017). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh responden wanita infertil yang menikah selama kurang lebih 5 tahun yang tidak memiliki anak dan tidak mengunakan alat kontrasepsi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun sebanyak 34 responden.

4.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2017). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian klien wanita infertil di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun.

(58)

Keterangan: n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Tingkat signifikansi

Jadi, jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 31 responden 4.4.3 Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana dimana setiap unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2010).

(59)

4.5 Kerangka Kerja

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Hubungan Persepsi Wanita Infertil Tentang Stigma Masyarakat Pada Wanita Infertil Dengan Adaptasi Sosial Pendekatan Model Keperawatan Calysta Roy di UPTD Puskesmas Kebonsai Kabupaten Madiun

Sampling Simple random sampling

Pengambilan data Kuisioner

Desain penelitian

Desain penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional

Analisa data Uji Chi Square

Populasi

Seluruh klien wanita infertil di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun sebanyak 34 responden.

Pengolahan data

Editing, koding, scoring, tabulating

Penyajian data Identifikasi Masalah

Sampel

(60)

4.6 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Variabel juga merupakan konsep dari berbagi level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2017)

4.6.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel independen dalam penelitian ini adalah persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat.

4.6.2 Variabel Dependen (Variable Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah adaptasi social pendekatan model keperawatan Calysta Roy.

4.7 Definisi Operasional

(61)

Tabel 4.1 Definisi Operasional Penelitian Hubungan Persepsi Wanita Infertil Tentang Stigma Masyarakat Pada Wanita Infertil Dengan Adaptasi Sosial Dengan Pendekatan Model Keperawatan Calysta Roy di UPTD Puskesmas Kebonsari Kabupaten Madiun

No. Variabel Devinisi

(62)

sehingga PUS

1. Persepsi wanita infertil tentang stikma masyarakat Alat : kuesioner

2. Adaptasi sosial Alat : kuesioner 4.8.2 Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Sebelum kuesioner digunakan untuk penelitian harus diuji validitas dan reabilitas.

1. Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk menguji apakah suatu kuisioner dianggap valid. Kuisioner dianggap valid bila semua item (pertanyaan) yang ada dalam kuisioner itu apa yang ingin diukur (Saryono, 2013). Kuisioner disusun sendiri oleh peneliti dilakukan uji validitas dengan rumus r product moment, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dengan rumus:

(63)

Keterangan:

rhitung = koefisien korelasi

ΣXi = jumlah skor item

ΣYi = jumlah skor total (item) n = jumlah responden

Apabila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel maka dapat dikatakan bahwa butir pertanyaan yang digunakan adalah valid, dan sebaliknya.

Uji validitas pada penelitian ini dengan menggunakan bantuan perangkat komputer, di mana uji validitas sangat diperlukan dalam menentukan apakah instrumen bisa digunakan untuk mengukur apa yang di ukur, uji validitas ini berdasarkan data yang diperoleh dari responden, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

1) Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0,05) maka instrument atau item item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor hitung (valid).

2) Jika r hitung ≤ r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0,05) maka instrument atau item -item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor hitung (dinyatakan tidak valid).

2. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila dilakukan pengukuran berulang (Saryono, 2013). Reliabilitas skala efikasi diri dan skala kualitas hidup di uji dengan menggunakan Formula Alpha Cronbach (Sugiyono, 2012).

r11 = [ k ] [1 - Σs i2]

(64)

Keterangan:

r11 : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

Σs i2 : mean kuadrat kesalahan

St2 : varian total 4.8.3 Prosedur penelitian

Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Mengurus surat pre servei data, studi pendahuluan dan penelitian di STIKes

ICMe Jombang.

2. Mengurus surat perijinan di Bankes Banpol di Kabupaten Madiun . 3. Mengurus surat perijinan di Dinas Kesehatan Madiun.

4. Mengurus surat perijinan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kebonsari 5. Mengurus surat perijinan ke Balai Desa Balerjo Kecamatan kebonsari untuk

melaksanakan penelian di wilayah desa Balerjo, Selopuro, Binowo dan Nglongko dan menemui kader desa untuk minta data pasangan usia subur (PUS) .

6. Setelah mendata sesuai dengan kriteria responden, kemudian peneliti mengadakan pertemuan dengan responden untuk melakukan informed consent dan menjelaskan tujuan serta manfaat dari penelitian.

7. Responden harus mengisi semua daftar pertanyaan dalam kuesioner yang telah diberikan, dan jika telah selesai kuesioner diserahkan pada peneliti. 8. Terakhir dilakukan penyusunan laporan hasil penelitian.

(65)

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2017). Data yanag didapat dari responden akan dilakukan pengolahan data melalui tahapan editing, coding, scoring, dan tabulating.

1. Memeriksa (Editing)

Memeriksa (Editing) adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat, 2010). Editing atau mengedit data bertujuan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian

antara kriteria data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau “menjawab”

tujuan penelitian.

Kegiatan dalam langkah ini antara lain:

1) Mengecek nama dan kelengkapan identitas penguji. Apalagi instrumenya

anonym, perlu sedikit dicek sejauh mana identitas apa saja yang sangat diperlukan bagi pengolahan data lebih lanjut.

2) Mengecek kelengkapan data artinya memeriksa isi instrumen pengumpulan data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrumen barangkali ada yang lepas atau sobek).

3) Mengecek masalah isian data. Jika dalam instrumen termuat sebuah atau

seberapa item yang diisi “tidak tahu” atau isian lain bukan yang dikehendaki peneliti, padahal isian yang diharapkan tersebut merupakan variabel pokok, maka item perlu di drop.

(66)

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2014). Coding dalam penelitian ini yaitu dengan data demografi umum dan khusus.

1) Data umum meliputi : a. Umur :

a) 25 – 30 tahun = A1 b) 31 – 35 tahun = A2 c) 36 – 40 tahun = A3 d) 41 – 45 tahun = A4 b. Pendidikan :

a) SD = B1

b) SMP = B2

c) SMA = B3

d) PT = B4

e) Tidak Sekolah= B5 c. Pekerjaan :

a) PNS = C1

b) TNI/POLRI = C2 c) Swasta = C3 d) Wiraswasta = C4 e) Petani = C5 f) IRT = C6 d. Riwayat menstruasi :

(67)

b) Tidak lancar menstruasi/ bulan = D2

c) Tidak menstruasi = D3

e. Lama pernikahan : a) < 5 tahun = E1 b) 6 - 10 tahun = E2 c) > 11 tahun = E3 f. Agama / kepercayaan

a) Islam = F1

b) Kristen = F2

c) Hindu = F3

d) Lainnya = F4 2) Data khusus meliputi :

a. Persepsi positif = J1 b. Persepsi negatif = J2 c. Adaptasi positif (adaptif) =J3 d. Adaptasi negatif (inefektif) =J4 3. Scoring

Scoring adalah proses pemberian nilai pada jawaban kuesioner (Hidayat, 2014). Menurut Najmah (2011), pada data normal pembagian skor menjadi 2 kategori dapat dilakukan dengan menggunakan cut of point mean dengan kriteria skor :

Scoring untuk persepsi wanita infertil 1) Penyataan positif yaitu:

Sangat setuju (SS) : 4

Setuju (S) : 3

(68)

Sangat tidak setuju : 1 2) Penyataan negatif yaitu: Sangat setuju (SS) : 1

Setuju (S) : 2

Tidak setuju (TS) : 3 Sangat tidak setuju : 4

Scoring untuk persepsi adaptasi sosial 1) Penyataan positif yaitu:

Sangat setuju (SS) : 4

Setuju (S) : 3

Tidak setuju (TS) : 2 Sangat tidak setuju : 1 2) Penyataan negatif yaitu: Sangat setuju (SS) : 1

Setuju (S) : 2

Tidak setuju (TS) : 3 Sangat tidak setuju : 4

Menurut Najmah (2011), pada data normal pembagian skor menjadi 2 kategori dapat dilakukan dengan menggunakan cut of point mean dengan kriteria skor :

(69)

Tabulating yaitu penyusunan data dalam bentuk tabel. Adalah kegiatan untuk meringkas data yang masuk (data mentah) ke dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan (Notoadmojo, 2010).

Adapun hasil pengolahan data tersebut diinterprestasikan menggunakan skala kumulatif :

100 % = seluruhnya

76 % - 99 % = hampir seluruhnya

51 % - 75 % = sebagian besar dari responden 50 % = setengah responden

26 % - 49 % = hampir dari setengahnya 1 % - 25 % = sebagian kecil dari responden 0 % = tidak ada satupun dari responden 4.9 Analisa Data

(70)

Keterangan:

= frekuensi yang diharapkan

jumlah frekuensi pada kolom jumlah frekuensi pada baris

= jumlah keseluruhan baris dan kolom ` mencari nilai Chi Square hitung dengan rumus:

mencari nilai x² tabel dengan rumus: dk = (k-1) (b-1)

keterangan:

k = banyaknya kolom b = banyaknya baris

Membandingkan x² hitung dengan x² tabel:

(71)

4.9.1 Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini analisa univariat yang digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan angka atau nilai karakteristik responden berdasarkan persepsi wanita infertil dengan menggunakan rumus penentuan besarnya prosentase sebagai berikut :

Untuk mengukur sikap digunakan skala likert. Pada skala likert disediakan empat alternative jawaban dan setiap jawaban sudah tersedia nilainya. Dalam skala likert item ada yang bersifat positif (favorable) terhadap masalah yang diteliti, sebaliknya ada yang bersifat negatif (unfavorable) terhadap masalah yang diteliti.

Untuk pernyataan positif (favorable) yaitu:

1. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 4.

2. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 3.

3. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyaan kuesioner, dan diberikan melalui kuesioner skor 2.

4. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 1.

Untuk pernyataan negatif (unfavorable) yaitu :

1. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 1.

(72)

melalui jawaban kuesioner skor 2.

3. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui kuesioner skor 3.

4. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 4.

(Hidayat, 2010).

Kemudian dari jawaban responden masing-masing item pertanyaan dihitung tabulasi. Untuk sikap dikategorikan menjadi positif dan negatif dengan menghitung terlebih dahulu skor-T

Untuk mencari T-skor menggunakan rumus (Azwar, 2011).

Dimana :

X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T X : Mean skor kelompok

sd : Deviasi standar skor kelompok Untuk mencari s digunakan rumus :

1

SD : varian skor pernyataan n : jumlah responden

Skor T responden Skor mean T =

Jumlah responden

Gambar

Tabel 2.1 Etiologi Infertilitas
Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif. (Diambil dari Roy, C. 1984
Gambar 2.2 Representasi diagram tentang sistem adaptasi manusia        (diambil dari Roy, C & Andrews, H 1999
Gambar 3.1     Kerangka Konseptual pada penelitian hubungan persepsi wanita infertil tentang  stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial pendekatan model keperawatan Calysta Roy di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebonsari Madiun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan wanita usia premenopause dengan perilaku pencegahan osteoporosis di Dusun Bareng Desa

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah ada pengaruh terapi humor terhadap kadar gula darah acak pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Banjardowo

Berdasarkan informasi dan data tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan terjadinya persepsi pasangan usia subur tentang