• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Made Putra Aryasa 201302027 I Gede Yudarta, SSKar., M.Si, , I Nyoman Pasek, SSKar., M.Si Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK - KUPAT WANTAL - ISI Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "I Made Putra Aryasa 201302027 I Gede Yudarta, SSKar., M.Si, , I Nyoman Pasek, SSKar., M.Si Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK - KUPAT WANTAL - ISI Denpasar"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KUPAT WANTAL

I Made Putra Aryasa

201302027

I Gede Yudarta, SSKar., M.Si, , I Nyoman Pasek, SSKar., M.Si

Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Indonesia Denpasar

ABSTRAK

Tradisi unik yang dimiliki oleh Desa Adat Kapal adalah Tradisi Aci Rah Pengangon atau lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Tradisi Perang Tipat Bantal. Berdasarkan hasil wawancara, Perang Tipat Bantal atau Aci Rah Pangangon adalah bentuk ungkapan syukur dalam pemujaan kemakmuran oleh masyarakat subak Desa Adat Kapal. Ungkapan syukur dilaksanakan dengan mempertemukan kedua unsur simbolik sumber kemakmuran, yaitu tipat (unsur perempuan/feminim) dan bantal (unsur laki-laki/maskulin). Keduanya dipertemukan di udara sebagai sebuah sanggama rohani mencipta benih kemakmuran jatuh dan dikandung oleh bumi sebagai ibu pertiwi. Kutipan lontar Aci Rah Pangangon milik Bapak I Ketut Sudarsana tersebut, menunjukkan bahwa sarana pokok dalam pelaksanaan Aci Rah Pangangon adalah tipat dan bantal yang dalam lontar disebutkan dengan kupat lawan wantal, maka penggarap menuangkan karya seni karawitan Kupat Wantal menggunakan media ungkap dua barungan gamelan selonding sebagai media pokok dan beberapa instrumen tambahan. Struktur garapan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pangawit, pangawak, dan pangecet. Kupat Wantal berbentuk karya seni karawitan inovasi dengan memberikan nuansa religi, menggunakan teknik-teknik komposisi dan mengolah unsur-unsur karawitan seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika. Karya seni karawitan Kupat Wantal dipentaskan secara konser pada panggung gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar, dimainkan oleh sepuluh pemain gamelan selonding, delapan pemain instrument suling, empat pemain instrumen kendang, satu pemain kecek, satu pemain kajar trenteng, dan satu pemain gong lanang dan wadon maka, jumlah pemain sebanyak dua puluh lima orang termasuk penata yang memiliki spesialis memainkan kendang dengan durasi waktu 12 menit.

Kata Kunci: Aci Rah Pengangon, Kupat Wantal, Selonding

ABSTRACT

(2)

then, the number of players as many as twenty-three people including stylist who has a specialist to play drums with a duration of 12 minutes.

Keywords: Aci Rah Pengangon, Kupat Wantal, Selonding

PENDAHULUAN

Desa Adat Kapal adalah salah satu desa tradisional di Bali yang kaya akan keunikan tradisi dan budaya. Salah satunya adalah tradisi Aci Rah Pengangon atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai tradisi Perang Tipat Bantal.

Perang Tipat Bantal merupakan tradisi tua yang diwariskan oleh tetua-tetua Desa Adat Kapal sebagai masyarakat agraris pada jamannya. Kondisi lingkungan, tanah yang subur, masyarakat yang tekun dan ulet menggarap persawahan menjadikan keadaan masyarakat Desa Adat Kapal pada jamannya maju dalam pertanian. Melimpahnya hasil panen memenuhi setiap lumbung padi di setiap pekarangan perumahan petani. Mayoritas masyarakat Desa Adat Kapal pada jamannya bergelut dalam dunia pertanian dan menjadi petani unggul dengan hamparan persawahan yang luas.

Penduduk Desa Adat Kapal yang mayoritas bergelut dalam dunia pertanian, mewariskan banyak tradisi ritus pemujaan terhadap kesuburan sebagai sumber kemakmuran. Persawahan adalah kunci kemakmuran karena dalam proses bertani semua unsur alam dijaga, dipelihara, dan dihidupkan sesuai peran dan fungsinya. Dimulai dari merawat tanah, sumber air, tanaman penunjang, sampai pada keberlangsungan semua itu dirawat dan disentuh langsung oleh petani. Kompleksnya komponen-komponen yang dirawat oleh petani sebagai perannya penggerak kemakmuran kemudian berpengaruh pada religius. Ritual persembahan dan pemujaan terhadap kemakmuran pun berlanjut di persawahan sebagai pelaku utamanya adalah petani.

Aci Rah Pengangon atau yang lebih dikenal dengan Perang Tipat Bantal adalah salah satu ritus pemujaan terhadap kesuburan. Upacara ini dilakukan setiap setahun sekali tepatnya dalam rentangan Oktober mengikuti kondisi aktifitas persawahan. Pelaku utama dalam tradisi ini adalah petani di lingkungan Desa Adat Kapal, namun belakangan pelaksanaannya sudah melibatkan Krama Desa Adat Kapal dalam pelaksanaannya dengan dasar pemikiran bahwa semua yang hidup sekalipun tidak berprofesi sebagai petani dapat hidup dari beras dan hasil olahan persawahan. Oleh sebab itu, seluruh masyarakat Desa Adat Kapal diperankan sebagai pelaku dalam tradisi ini.

Pada mulanya, petani Desa Adat Kapal sangat ulet menggarap sawah tekun dalam bekerja dan bhakti kepada Dewi Kesuburan. Namun, dalam perjalanannya kondisi di persawahan paceklik panen, hasil persawahan menurun. Keadaan yang demikian mengakibatkan kebimbangan, sebab cadangan makanan menipis sebagai akibat gagal panen. Pada saat yang bersamaan Patih Bali pada masanya Ki Kebo Taruna/Kebo Iwa sedang berada di Desa Adat Kapal untuk merestorasi Pura Purushada atas perintah Raja Bali yaitu Asta Sura Ratna Bhumi Banten. Ki Kebo Iwa terketuk dan iba akan keadaan masyarakat melarat kekurangan pangan.

(3)

(feminim/ketupat) dipertemukan di udara sebagai bentuk sanggama rohani memuja kesuburan dan menghasilkan benih maha utama di persawahan. Proses pertemuan purusha predhana ini dilakukan di depan Dhalem Gelgel yaitu di Pura Desa Adat Kapal.

Atas dasar wejangan tersebut, maka patih Ki Kebo Iwa memerintahkan pelaksanan pemujaan yang dikenal dengan Aci Rah Pengangon tersebut kepada masyarakat Desa Adat Kapal. Dengan penuh rasa bakti dan ketekunan bertani untuk pertama kalinya dilaksanakan pada Isaka 1263 atau tahun 2341 Masehi. Sejak saat itu, kondisi persawahan mulai membaik dan makin membaik masyarakat tidak kekurangan sandang pangan. Tradisi Aci Rah Pengangon atau Perang Tipat Bantal secara rutin digelar dan tidak berani untuk dilewatkan.

Sejarah singkat pelaksanaan tradisi Perang Tipat Bantal tersebut di atas juga ditelusuri keberadaannya melalui wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat. Salah satunya adalah Bapak I Ketut Sudarsana. Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Ketut Sudarsana selaku Kelihan Desa Adat Kapal, tanggal 8 Desamber 2016 di kediaman beliau Br. Basangtamiang, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung menyatakan bahwa:

Tradisi Perang Tipat Bantal berkaitan erat dengan kehidupan pertanian masyarakat Desa Adat Kapal, dimana tradisi ini dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kehidupan yang diciptakan-Nya, serta berlimpahnya hasil panen di desa ini. Tradisi Aci Rah Pengangon dilaksanakan setiap bulan keempat dalam penanggalan Bali (sasih kapat) sekitar bulan September-Oktober. Pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk Perang Tipat Bantal. Tipat atau ketupat adalah olahan makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dalam ulatan atau anyaman janur/daun kelapa yang masih muda dan berbentuk segi empat, sedangkan bantal adalah penganan yang terbuat dari beras ketan, yang juga dibungkus dengan janur namun tidak dianyam seperti halnya tipat, serta berbentuk bulat lonjong. Dua hal ini adalah simbolisasi dari keberadaan energi maskulin dan feminim yang ada di semesta ini, dimana dalam konsep Hindu disebut sebagai purusha dan predhana. Pertemuan kedua hal inilah dipercaya memberikan kehidupan pada semua makhluk di dunia. Segala yang tumbuh dan berkembang baik dari tanah (tumbuh), bertelur maupun dilahirkan berawal dari pertemuan purusha dan predhana.

Berdasar pada hasil wawancara tersebut di atas, yang dimaksudkan dengan Perang Tipat Bantal atau Aci Rah Pangangon adalah bentuk ungkapan syukur dalam pemujaan kemakmuran oleh masyarakat subak Desa Adat Kapal. Ungkapan syukur dilaksanakan dengan mempertemukan kedua unsur simbolik sumber kemakmuran, yaitu tipat (unsur perempuan/feminim) dan bantal (unsur laki-laki/maskulin). Keduanya dipertemukan di udara sebagai sebuah sanggama rohani mencipta benih kemakmuran jatuh dan dikandung oleh bumi sebagai ibu pertiwi.

Lontar Aci Rah Pengangon menyebutkan bahwa sarana utama dalam upacara ini adalah tipat dan bantal, seperti tampak dalam kutipan di bawah ini.

… … ...., (3.b.) mangke yan kita mahyun gemah ripah lohjinawi, tar kerang pangan mwang kenum, (4.a.) wenang ta kita ngadakaken aci tabuh rah pengangon, aci rare angon, ngaken awarsha, sadhananing aci ika, wenang kupat lawan wantal, tika purusha predhana ngarania, …. … …

Artinya:

(4)

melaksanakan upacara Aci Rah Pangangon, yang juga disebut Aci Rare Angon, dilaksanakan setiap tahun, sebagai sarana upacara tersebut, adalah ketupat dan bantal, sebagai simbolik unsur laki dan perempuan, …

Kutipan lontar Aci Rah Pangangon milik Bapak I Ketut Sudarsana tersebut di atas, menunjukkan bahwa sarana pokok dalam pelaksanaan Aci Rah Pangangon adalah tipat dan bantal yang dalam lontar disebutkan dengan kupat lawan wantal. Lontar ini menjelaskan secara jelas tentang latar belakang diadakannya upacara Perang Tipat Bantal dengan sarana upacara pokoknya berupa tipat dan bantal.

Dari tradisi Perang Tipat Bantal tersebut mucul ide menarik yang dapat diangkat menjadi judul garapan. Kata kupat dan wantal dalam Lontar Aci Rah Pengangon tersebut di atas, sudah mewakili ritual upacara tersebut secara keseluruhan. Berdasar pada hal tersebut, maka kupat wantal dipilih sebagai judul garapan ini dengan harapan dari kata kupat wantal sudah mampu mewakili penggambaran secara simbolik tradisi Perang Tipat Bantal secara unik dengan permainan konsonan berupa pergeseran konsonan dari tipat menjadi kupat dan dari bantal menjadi wantal. Keduanya, kupat wantal mengesankan sebuah bentuk penghormatan dengan nilai rasa lebih halus dibandingkan dengan tipat bantal.

Ide tradisi unik serta bentuk dari tipat dan bantal tersebut, penata mencoba menuangkannya ke dalam garapan komposisi karawitan Bali dengan menggunakan gamelan selonding sebagai media pokok. Gamelan selonding merupakan gamelan yang termasuk dalam golongan tua yang berlaraskan pelog tujuh nada dengan mempergunakan lima nada pokok dan dua nada yang lain disebut penyorog dan pemero yang keseluruhannya berbentuk bilah (Tusan, 2001:472). Berdasar pada pandangan Tusan tersebut maka dapat diketahui bahwa jenis barungan gamelan selonding tergolong ke dalam barungan gamelan kuno Bali. Selanjutnya juga disebutkan dalam Tusan, bahwa gamelan selonding digunakan untuk mengiringi tradisi dan upacara khas di Desa Tenganan sebagai asal muasal gamelan selonding. Fungsinya yang demikian sakral sebagai pengiring ritual upacara menimbulkan karakteristik gamelan selonding sebagai gamelan sakral melekat baik secara fisik gamelan ataupun jenis gending yang dimainkan.

Berdasar pada pandangan tersebut di atas, maka penata tertarik untuk memadukan ide tradisi Aci Rah Pangangon yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan Perang Tipat Bantal dengan judul Kupat Wantal dalam media ungkap pokok gamelan selonding. Tradisi Perang Tipat Bantal tergolong tradisi tua dan sakral sebagai bentuk pemujaan terhadap kemakmuran sangat layak untuk dipadukan dengan karakter gamelan selonding yang cenderung bersifat sakral. Oleh sebab itu, ide tradisi Perang Tipat Bantal dengan judul Kupat Wantal layak diungkap menggunakan gamelan selonding.

(5)

Pemanfaatan saih dalam garapan karawitan, pada hakekatnya menunjukan berdasarkan kararakter dari masing-masing saih dan patet melainkan ditata sesuai keindahan dan kebutuhan komposisi karawitan ini. Dengan kata lain bahwa pemanfaatan saih dan patet pada masing-masing bagian dari garapan selain menunjukan karakter dari masing-masing suasana yang ingin diwujudkan dalam karya seni karawitan Kupat Wantal. Mengungkapan saih dan patet dalam karya seni karawitan Kupat Wantal bertujuan untuk menggali, mengembangkan, dan melestarikan pepatutan Bali pada umumnya gamelan yang berlaras pelog tujuh nada dan khususnya dalam gamelan selonding (Pratama, 2015:45).

Ide Garapan

Ide atau gagasan merupakan hasil dari suatu proses pemikiran yang terus menerus dari seseorang terhadap lingkungan secara kompleks. Ide tidak muncul begitu saja, karena apapun sumber penciptaan yang dilahirkan dalam sebuah karya seni perlu pertanggungjawaban. Dalam komposisi karya seni, ide tercipta berdasarkan fenomena tradisi Aci Rah Pengangon atau perang tipat bantal yang berada di Desa Adat Kapal. Adanya tipat bantal tersebut menimbulkan ide untuk mencoba diungkapkan lewat bahasa musik melalui pola jalinan-jalinan nada serta permainan melodi dan tempo. Memperhatikan hal tersebut, menimbulkan inspirasi yang kemudian menjadikan sebuah ide untuk menuangkannya ke dalam komposisi karawitan Bali melalui media ungkap dua barungan gamelan selonding sebagai media pokok, serta memperhatikan unsur-unsur musik yang ada, seperti: melodi, ritme, harmoni, dinamika, dan tempo yang dikemas dalam sebuah bentuk komposisi karawitan. Gamelan selonding digunakan sebagai media ungkap garapan Kupat Wantal karena gamelan selonding identik dengan ritual dan mampu membangkitkan suasana sakral dalam sebuah upacara.

Salah satu contoh dapat dilihat dalam tradisi Perang Pandan atau Mekare-kare yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem, diiringi dengan gamelan selonding. Sehingga adanya ketertarikan penata untuk menuangkan ide garapan Kupat Wantal ke dalam media pokok gamelan selonding dengan pengembangan instrumen dan penambahan beberapa instrumen guna menunjang garapan Kupat Wantal.

Komposisi barungan gamelan selonding sebagai media ungkap pokok Kupat Wantal dilakukan pengembangan dan penambahan beberapa instrumen. Penata mencoba menuangkan ke dalam dua barungan gamelan selonding, saih cenik/kecil dan saih gede/besar. Gamelan selonding saih gede/besar memiliki suara lebih besar mewakili dari penggambaran tipat (Pradhana) sedangkan gamelan selonding saih cenik/kecil memiliki suara lebih kecil mewakili dari penggambaran bantal (Purusha). Dalam garapan karya seni karawitan Kupat Wantal, penata berpedoman pada pola tri angga, yang terdiri dari Pangawit, Pangawak, dan Pangecet. Ketiganya menjadi satu kesatuan untuk mengungkap Kupat Wantal baik dari sisi karakter ketupat atau tipat dan bantal dalam nilai simbolik kekuatan perempuan dan laki-laki maupun dalam pengkarakteran gending.

(6)

Tujuan Garapan

Setiap kegiatan yang dilakukan sudah tentu ada tujuan yang ingin dicapai, demikian juga terhadap penggarapan karya seni yang dilakukan perlu adanya tujuan yang jelas.Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal terdapat dua tujuan yang dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Berikut ini diuraikan kedua tujuan-tujuan tersebut: Tujuan Umum

Secara umum, mengungkap keberadaan sebuah tradisi Aci Rah Pangangon atau Perang Tipat Bantal yang terdapat di Desa Adat Kapal dalam bentuk karya seni karawitan Bali.

Tujuan Khusus

1. Mentransformasikan ide garapan menjadi karya seni karawitan Kupat Wantal. 2. Menjadikan bentuk dan struktur karya seni karawitan Kupat Wantal.

3. Untuk menyangkup aspek-aspek musikalitas dan estetika komposisi musik karya seni karawitan Kupat Wantal.

Manfaat Garapan

Adapun manfaat yang diperoleh dari penciptaan komposisi karawitan ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kreativitas berkarya dalam berkesenian, khususnya dalam penciptaan sebuah komposisi karawitan Bali serta menambah wawasan penata dan pengalaman dalam menggarap.

2. Menambah khasanah seni pertunjukan di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar, khususnya seni karawitan, serta sebagai bahan perbandingan dalam meningkatkan kreativitas seni kalangan akademik.

3. Memberikan pengetahuan tradisi Perang Tipat Bantal ke khalayak umum atau masyarakat, tentang karakteristik tipat bantal yang di ungkapkan ke dalam karya seni karawitan Kupat Wantal dan upaya pelestarian tradisi leluhur.

Ruang Lingkup

Untuk membatasi ruang tafsir dan apresiasi terhadap garapan komposisi yang berjudul Kupat Wantal ini, penata memberikan pemaparan dan batasan karya sebagai berikut:

1. Garapan Seni Karawitan ini berjudul Kupat Wantal.

2. Ide garapan, yaitu tradisi Aci Rah Pengangon atau Perang Tipat Bantal sebagai bentuk penggambaran tipat dan bantal dalam karya seni karawitan Kupat Wantal. 3. Karya seni karawitan Kupat Wantal adalah garapan yang berbentuk komposisi

karawitan Bali dengan menggunakan pola tri angga, yang terdiri dari pawitan, pangawak, dan pangecet. Perkembangannya terdapat pada pola-pola permainan dan pengolahan unsur-unsur musikal seperti nada, melodi, irama, tempo, harmoni, dan dinamika. Sifat estetis seperti kesatuan, kekuatan, keyakinan, dan kerumitan tetap dijadikan pijakan serta acuan dalam mewujudkan karya yang berkualitas.

(7)

KAJIAN SUMBER

Terwujudnya suatu garapan komposisi seni karawitan yang tidak terlepas dari sumber-sumber dan informasi. Untuk menghasilkan karya seni yang di dalamnya mengandung nilai filsafat, etika dan sistematika, maka komposisi karawitan ini didukung dengan beberapa sumber, diantaranya:

Sumber Tertulis

Lontar Tabuh Rah Pengangon milik Bapak I Ketut Sudarsana (Kelihan Desa Adat Kapal) sekaligus salinannya menerangakan sejarah pelaksanaan Tradisi Aci Rah Pengangon sebagai sumber ide garapan karya seni karawitan Kupat Wantal. Naskah Lontar Tabuh Rah Pangangon memiliki tebal 5 lembar lontar dengan panjang 27cm dan lebar 3,5cm beraksara Bali, kode naskah lontar: 201/Sr./1390 berbahasa Bali Kawi. Informasi yang diperoleh dari naskah lontar Tabuh Rah Pangangon adalah mengenai latar belakang pelaksanaan aci rah pangangon dan pelaksanaan yang pertamakalinya serta sarana yang terkait pelaksanaan upacara.

Diceritakan pada awal mulanya, masyarakat Desa Adat Kapal adalah masyarakat agraris pengolah tanah handal dengan hamparan persawahan begitu luas. Aktifitas bertani menjadi kegiatan rutinitas dan mayoritas hal ini juga berdampak pada aktifitas religious masyarakat sebagai manusia yang taat melaksanakan upacara dan ritual keagamaan. Aktifitas tani yang tertata baik menjadikan masyarakat Desa Adat Kapal makmur dalam pangan.

Namun, pada suatu ketika terjadi paceklik panen, hasil pertanian terkena musibah. Panen yang diharapkan mampu maksimal menjadi merugi. Masyarakat dilanda kebimbangan sebab jika hal tersebut tidak diatasi maka akan berdampak negative bagi kehidupan masyarakat ke depannya. Pada saat yang bersamaan, Ki Kebo Iwa sedang mengadakan perbaikan terhadap pura Purusadha di Desa Adat Kapal atas perintah Raja Bali Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banten. Sebagai seorang abdi raja dan abdi rakyat, Ki Kebo Iwa merasa terhenyuh dan tergerak untuk membantu masyarakat Desa Adat Kapal yang terlanda musibah paceklik panen. Berhubung Ki Kebo Iwa sedang memperbaiki Pura Purusadha, maka di sana beliau bersamadi dan memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa.

Samadhi yang begitu khusyuk menurunkan sabda awing-awang berupa wejangan bijak Beliau yang berstana di Pura Purusadha. Wejangan tersebut mengisaratkan untuk melaksanakan pemujaan terhadap sumber benih kehidupan dalam simbul purusha (bantal) dan predhana (ketupat/tipat). Kedua sarana tersebut dipertemukan dalam sanggama rohani di udara, layaknya tajen sehingga kemudian disebut tajen pangangon yaitu Aci Rah Pangangon. Prosesi ini dilaksanakan di Dalem Gelgel di Pura Desa Adat Kapal pada bulan Oktober/November. Demikian intisari wejangan Beliau yang berstana di Pura Purusadha dalam prabhawa sebagai Dewa Pasupati bersama Dewi Uma yang disebut dengan Sanghyang Druwe Rsi menitahkan agar melaksanakan Aci Rah Pangangon sebagai sarana pemuliaan benih kemakmuran dalam simbul ketupat dan bantal dan dilaksanakan di Dalem Gelgel Pura Desa Adat Kapal.

(8)

Uraian sejarah pelaksanaan Aci Rah Pangangon dalam Lontar Tabuh Rah Pangangon kemudian dipakai sebagai landasan penggarapan “kupat wantal” yaitu untuk memperkuat latar belakang pelaksanaan sekaligus sebagai pematangan konsep nilai simbolik yang terdapat dalam ritual Aci Rah Pangangon yang lebih dikenal dengan siat tipat bantal.

Artikel Bali Post Bali Orti berjudul “Aci Tabuh Rah Pengangon Antuk Parikrama Nguyagang Merta” yang terbit hari Minggu, 28 Mei 2017, menurut (was) menguraikan tentang pelaksanaan Aci Tabuh Rah Pengangon yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Kapal yang bertujuan memohon kesuburan dan sembari berterima kasih atas rahmat yang telah diberikan, sehingga kehidupan masyarakat Desa Adat Kapal menjadi makmur sejahtera. Artikel ini memberikan pemahaman mendalam tentang tradisi yang dilaksanakan di Desa Adat Kapal.

SELONDING: Tinjauan Gamelan Bali Kuna Abad X-XIV, oleh Pande Wayan Tusan, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudyaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali, 2001. Menguraikan tentang gamelan selonding yang berperan dalam memberikan pemahaman tentang karakter gamelan selonding dan fungsinya.

Sumber Diskografi

Karya ini juga mempergunakan sumber diskografi berupa rekaman audio dan rekaman audio visual, di antaranya :

Rekaman video lomba baleganjur PKB Duta Kabupaten Badung, Siat Tipat Bantal karya Putu Tiodore Adi Bawa, S.Sn., M.Sn, 2016. Rekaman vidio ini sangat mendukung tentang cerita serta menambah pengetahuan penata dalam membuat jalinan nada agar terdengar harmoni dan cara menonjolkan karakteristik dari masing-masing instrumen dalam sebuah komposisi.

Rekaman video liputan mahasiswa Fakultas Dharma Duta, IHDN Denpasar, Perang Pandan/Mekare-kare, Arga Setiawan, 2015. Rekaman video liputan ini mendukung serta memberikan inspirasi tentang keadaan perang pandan penata dalam penggarapan komposisi karawitan.

Rekaman video Festival Nasional Tari Tradisi TMII, Tari Pertiwi Jati karya Anak Agung Gede Agung Rahma Putra, S.Sn.,M.Sn, 2015. Rekaman video ini, penata mendapatkan keharmonisan suara pada iringan Tari Pertiwi Jati yang menceritakan tentang purusha pradhana mengangkat konsep tradisi dipadukan dengan tembang dan musik bercitarasa tradisi kekinian sehingga menimbulkan inspirasi bagi penata untuk mengolahnya kembali dan menuangkannya ke dalam karya seni karawitan Kupat Wantal.

PROSES KREATIVITAS

Semua yang terjadi dalam komposisi karya seni karawitan ini, merupakan upaya kreativitas untuk menghasilkan sesuatu yang baru mengenai pembaharuan konsep-konsep estetika, teknik, dan fungsinya. Proses tersebut tidak saja berjalan dengan lancar, kadang terjadi hambatan yang tidak akan pernah diduga sebelumnya.

Terwujudnya suatu karya seni tentu dimulai dengan adanya proses yang

(9)

sendiri untuk memotivasi pembentukan sebuah jati diri sehingga perlu dibuat garapan dengan rasa orisinalitasnya.

Setiap tahap pada proses ini dan hasil karya sang seniman selalu akan

mengandung ciri khas sebagai akibat dari segala pengaruh serta pengalaman-pengalaman sang seniman. Pengaruh tersebut berkaitan dengan lingkungan hidupnya, pendidikannya, dan apa yang pernah dibaca, serta pengalaman yang khusus dan latar belakang

kebudayaannya.

Dalam proses penggarapan karya seni karawitan, terdapat tiga tahapan penting yang harus dilalui. Adapun ketiga tahapan yang dipakai dalam proses penggarapan guna mewujudkan sebuah karya seni karawitan adalah tahap penjajagan (eksplorasi), tahap percobaan (improvisasi), dan tahap pembentukan (forming) (Garwa, 2008:4).

Tahap Penjajagan (Eksplorasi)

Tahapan ini merupakan langkah awal dalam suatu proses penataan termasuk berpikir, berimajinasi, serta membayangkan tentang sesuatu yang akan dibuat. Dalam hal ini penata melakukan dua hal pokok, yaitu mencari ide dan memastikan ide, selanjutnya menerjemahkan ide tersebut menjadi sebuah bentuk garapan seni karawitan.

Penataan karya seni karawitan memerlukan proses penjajagan tidak hanya dilakukan menjelang tahap pelaksanaan Ujian Tugas Akhir. Karya seni karawitan Kupat Wantal ini muncul ketika penata ujian komposisi IV. Pada ujian komposisi ini diwajibkan untuk memperlihatkan embrio yang akan digunakan sebagai Ujian Tugas Akhir melali rekaman video serta presentasi.

Beranjak dari arahan dan bimbingan dosen pengampu mata kuliah Komposisi Karawitan IV yang memberi masukan serta dukungan dan telah mendapatkan nilai yang cukup memuaskan, maka penata semakin yakin untuk memilih karya karawitan ini sebagai karya dalam Ujian Tugas Akhir. Bagi penata, judul dan konsep karya seni karawitan Kupat Wantal yang dapat membingkai dan menjadi landasan teori dari karya karawitan ini.

Selanjutnya, penata menentukan pendukung dan tempat yang digunakan pada saat latihan, dalam hal ini penata mencari pendukung yang memang mampu memainkan gamelan selonding serta instrumen pendukung garapan Kupat Wantal. Tempat latihan adalah di Jaba Pura Dalem Salunding di Jalan Menuh II, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan pengumpulan proposal pada Ketua Jurusan Karawitan pada hari kamis, 16 Februari 2017. Kemudian dilakukan seleksi proposal pada hari kamis & jumat, 23-24 Februari 2017. Setelah dinyatakan lulus sampai pengumpulan proposal, kegiatan yang dilakukan dalam memulai proses penataan karya seni karawitan KupatWantal seiring mencari hari baik untuk melaksanakan nuasen, yaitu upacara mengawali proses penuangan karya seni karawitan Kupat Wantal. Menurut kepercayaan Umat Hindu agar mendapatkan keselamatan, memiliki spirit atau disebut dengan taksu dan selalu dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2017 penata hanya bisa melaksanakan latihan ringan dikarenakan kesibukan pendukung menyambut hari raya Nyepi serta hari raya Galungan dan Kuningan. Tempat pelaksanaan upacara nuasen dilaksanakan di Jaba Pura Dalem Salunding pada Minggu, 30 April 2017.

Tahap Percobaan (Improvisasi)

(10)

dituangkan pada garapan sesuai dengan struktur garapan. Pada latihan pertama yaitu Minggu, 30 April 2017, diawali dengan memberikan penjelasan kepada pendukung karawitan mengenai ide dan konsep garapan karya seni karawitan Kupat Wantal, agar para pendukung dapat memahami ide dan konsep tersebut untuk kelancaran proses penuangan gending. Setelah para pendukung memahami ide dan konsep tersebut, dilanjutkan dengan penuangan bagian pangawit, berkat kesungguhan para pendukung, bagian pangawit dapat terselesaikan setengahnya.

Latihan selanjutnya pada Rabu, 3 Mei 2017, karena keterbatasan pendukung yang bisa hadir dalam latihan ini, penata hanya mengingatkan bagian yang sudah setengahnya rampung dan melakukan sedikit penambahan materi, sehingga bagian pangawit sudah lumayan dapat terbentuk.

Penuangan selanjutnya dilaksanakan pada Minggu, 7 Mei 2017. Pada pertemuan ini dilakukan pemantapan bagian pangawit yang sudah terbentuk dan melakukan perbaikan, sehingga bagian pangawit dapat terbentuk seutuhnya.

Penuangan selanjutnya dilaksanakan pada Kamis, 11 Mei 2017, didahului dengan pemantapan bagian pangawit karena beberapa pendukung tidak hadir pada latihan sebelumnya dan menyebabkan penata kembali mengulang bagian pangawit. Bimbingan skrip karya dan garapan juga senantiasa dilakukan baik di kampus maupun di luar kampus guna mendapatkan saran dan masukan untuk kesempurnaan garapan yang akan diwujudkan.

Minggu, 14 Mei 2017, penata menuangkan bagian transisi dari bagian pangawit menuju bagian pangawak. Penuangan bagian transisi yang cukup lancar, menjadikan penata untuk langsung menuangkan bagian pangawak. Pada bagian pangawak, merupakan tahap yang perlu diberikan konsentrasi penuh karena penata mencoba memasukkan beberapa motif yang nantinya memberikan kesan perbedaan laki-laki dan perempuan atau yang disebutkan dalam skrip karya yaitu purusha dan pradhana. Namun pada hari itu, bagian pangawak belum dapat dirampungkan secara utuh karena keterbatasan waktu.

Dalam proses penuangan karya seni karawitan Kupat Wantal penata menemukan kendala yaitu, dari tanggal 15-21 Mei 2017 penata tidak bisa mengadakan latihan dikarenakan Komunitas Seni Taksu Agung melakukan latihan iringan Drama Tari yang akan dipakai untuk ngayah di Pura Kahyangan Dalem, Desa Adat Sedang, Abiansemal, Badung yang melibatkan semua anggota Komunitas dan menggunakan tempat yang penata sering pakai untuk latihan.

Latihan kembali dilanjutkan Senin, 22 Mei 2017. Pada latihan tersebut penata mengingat materi yang di cari sebelumnya serta merampungkan bagian pangawak. Penuangan bagian pangawak cukup lancar namun ada beberapa pendukung yang berhalangan hadir.

Penuangan selanjutnya Rabu, 23 Mei 2017, materi garapan yang diberikan adalah menyelesaikan serta memantapkan bagian pangawak dan menambahkan ke transisi menuju bagian pangecet.

Tahap Pembentukan (Forming)

Tahap ketiga penggarapan adalah pembentukan (forming). Tahap akhir dari karya seni karawitan Kupat Wantal yaitu pembentukan menjadi sebuah komposisi karawitan yang utuh. Bagian-bagian yang telah selesai dituangkan, dirangkai menjadi satu kesatuan bentuk yang utuh walaupun terdapat bagian-bagian yang masih perlu penataan kembali. Dalam hal ini penata juga perlu memperhatikan dinamika (keras lirih) yang berkaitan dengan masalah ngumbang ngisep suatu gending.

(11)

karawitan Kupat Wantal. Penyatuan rasa juga perlu dilakukan, sehingga dapat terbentuk garapan yang benar-benar utuh. Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan agar karya seni karawitan Kupat Wantal lebih rapi dan apik. Aksentuasi tertentu ditonjolkan sebagai suatu identitas agar diperoleh sebuah komposisi musik yang berkualitas.

Setelah tahapan ini dilakukan tahap finishing untuk mengakhiri proses kreativitas dengan lebih sempurna dan menghayati garapan. Penjiwaan dan kekompakan pendukung sangat dibutuhkan karena hal tersebut sangat berperan dalam penyampaian kesan dan pesan yang terkandung dalam garapan kepada penikmat. Penata juga melakukan pembakuan terhadap setting gamelan yang dipergunakan dan dicoba pada Jumat, 28 Juli 2017 sebelum dilaksanakannya gladi kotor dan gladi bersih pada Minggu, 30 juli 2017 serta Ujian Tugas Akhir (TA) pada Senin, 7 Agustus 2017.

WUJUD GARAPAN

Wujud merupakan salah satu bagian dari tiga unsur-unsur estetika (wujud, isi/bobot, dan penampilan), serta menjadi unsur mendasar yang terkandung dalam karya seni (Djelantik, 2004:15). Wujud adalah sesuatu yang dapat dilihat secara nyata dan dipersepsikan melalui mata atau telinga secara abstrak yang dapat dibayangkan dan dianalisa sesuai komponen-komponen penyusunnya (Djelantik, 2004:17).

Karya seni karawitan Kupat Wantal merupakan sebuah garapan karawitan inovasi yang masih berpegang teguh pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu, teknik permainan maupun motif-motif lagu atau gendingnya dengan penataan yang mengolah dari unsur-unsur karawitan seperti nada, melodi, ritme, tempo, harmoni, dan dinamika. Disamping itu juga dilakukan penataan dalam penyajiannya agar komposisi karawitan yang disajikan tidak hanya enak didengar tetapi juga enak dilihat.

Deskripsi Garapan

Kupat Wantal merupakan sebuah garapan seni karawitan inovasi dengan menggunakan gamelan selonding sebagai media ungkap pokok serta beberapa instrumen tambahan sebagai penunjang garapan. Untuk mewujudkan karya seni karawitan Kupat Wantal penata mengolah unsur-unsur karawitan seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika. Karya seni karawitan Kupat Wantal penata melangkah awal dimulai dari mencari media gamelan selonding dan langkah selanjutnya penata mencari konsep yang masuk akal dalam nuansa religi yang dimana gamelan selonding yang bersifat sakral.

Karya seni karawitan Kupat Wantal menggunakan media ungkap dua barungan gamelan selonding sebagai media pokok dan beberapa instrumen tambahan. Karya seni karawitan Kupat Wantal dipentaskan secara konser pada panggung gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar dengan jumlah pemain sebanyak dua puluh tiga orang termasuk penata yang memiliki spesialis memainkan kendang dengan durasi waktu 12 menit. Karya seni karawitan Kupat Wantal diharapkan dapat memacu kreativitas dalam berkarya dan berkomposisi seni karawitan untuk pengembangan potensi diri.

Adapun ide yang diangkat dalam garapan ini adalah fenomena Tradisi Aci Rah Pengangon atau Perang Tipat Bantal yang berada di Desa Adat Kapal. Ide ini diangkat karena sebuah tradisi yang menjadi ruang untuk masyarakat yang berada di Desa Adat Kapal dalam melakukan pemujaan sebagai ungkapan sujud bakti, rasa syukur, dan sarana introspeksi diri agar dapat menjadi orang yang lebih baik ke depannya. Ide tersebut diatas disesuaikan dengan struktur garapan agar dapat menjadi satu kesatuan yang utuh. Struktur garapan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pangawit, pengawak, dan pengecet.

Instrumentasi

(12)

tungguh Gong, dan dua tungguh Kempul. Nyongnyong ageng dan nyongnyong alit merupakan instrumen yang berbilah besi yang merupakan bagian dari barungan gamelan selonding, masing-masing terdiri dari delapan bilah nada. Adapun nada dalam instrumen nyongnyong ageng :5 6 7 1 2 3 4 5 dan nada dalam instrumen nyongnyong alit : 7 1 2 3 4 5 6 7 . Peenem dan Petuduh adalah instrumen yang merupakan bagian dari barungan gamelan selonding, masing-masing tungguh terdiri dari empat bilah nada. Adapun nada dalam instrumen peenem :6 7 1 2dan nada dalam instrumen petuduh : 3 4 5 6. Gong dan Kempul yaitu instrumen yang merupakan bagian dari barungan gamelan selonding, masing-masing tungguh terdiri dari empat bilah nada. Adapun nada dalam instrumen gong :4 5 6 7 dan nada dalam instrumen kempul : 1 2 3 4 (Pratama, 2015:42). Untuk mewujudkan karya seni karawitan Kupat Wantal, penata menggunakan dua barungan gamelan selonding sebagai media pokok dan beberapa instrumen tambahan untuk penunjang diantaranya :

Instrumen Pokok.

1) Nyongnyong Ageng dan Nyongnyongan Alit

Instrumen nyongnyong ageng dan nyongnyong alit adalah instrumen yang merupakan bagian dari barungan gamelan selonding yang masing-masing instrumen terdiri dari delapan bilah nada secara umum, yang diantaranya myongnyong ageng: ndeng, ndeung, ndung, ndang, ndaing, nding, ndong, ndeng, dan nyongnyong alit: Ndung, ndang, ndaing, nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung. Adapun fungsi instrumen ini adalah:  Nyongnyong Ageng:

1. Mengikuti arah nada yang di hasilkan oleh peenem dan petuduh, serta mengisi atau memberikan celah-celah kepada instrumen nyongnyongalit.

2. Membuat jalinan-jalinan seperti kotekan yang terdapat dalam permainan instrumen riong, yang dalam hal ini nyongyong alit bisa memainkan kotekan polos atau kotekan sangsih.

Nyongnyong Alit:

1. Mengikuti arah nada yang dihasilkan oleh peenem dan petuduh, serta serta mengisi atau memberikan celah-celah kepada instrumen nyongnyong ageng.

2. Membuat jalinan-jalinan seperti kotekan yang terdapat dalam permainan instrumen riong, yang dalam hal ini nyongyong alit bisa memainkan kotekan polos atau kotekan sangsih.

2) Peenem dan Petuduh

Instrumen peenem dan petuduh merupakan bagian dari barungan gamelan selonding, bilah-bilah gamelan tersebut terbuat dari besi yang masing-masing terdiri dari empat bilah nada, yang diantaranya, peenem: ndeung, ndung, ndang, ndaing, dan petuduh: nding, ndong, ndeng, ndeung. Fungsi instrumen peenem dan petuduh dalam karya seni karawitan Kupat Wantal, tidak jauh berbeda dengan fungsi pada umumnya, yaitu:

1. Pembawa melodi

2. Membuat jalinan-jalinan seperti kotekan yang terdapat dalam permainan instrumen riong pada gong kebyar.

3) Gong dan Kempul

Instrumen gong dan kempul merupakan bagian dari barungan gamelan selonding, bilah-bilah gamelan terbuat dari besi serta masing-masing tungguh terdiri dari empat bilah. Fungsi dari instrumen ini dalam karya seni karawitan Kupat Wantal tidak jauh berbeda dari sebelumnya yaitu:

(13)

Instrumen Penunjang 1) Ceng-ceng ricik (kecek)

Instrumen ceng-ceng ricik atau lebih dikenal dengan sebutan kecek merupakan instrumen yang berbentuk cymbal, tetapi ukurannya lebih kecil. Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal instrumen ini berfungsi sebagai memberikan nuansa ritmis serta memberikan aksen-aksen yang sama dengan instrumen kendang.

2) Satu pasang kendang krumpungan dan satu pasang kendang gupekan

Instrumen kendang termasuk ke dalam jenis alat musik membranophone, yaitu alat musik yang sumber bunyinya dari kulit yang ditekankan pada alat, cara membunyikannya adalah memukul dengan alat atau tanpa alat (telapak tangan). Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal instumen ini berfungsi sebagai pemurba irama atau mengatur dan mengendalikan jalannya gending, serta memberikan aksen-aksen atau penekanan pada ruas-ruas gending.

3) Suling

Instrumen suling adalah instrumen tiup yang digolongkan kedalam kelompok aerophone. Adapun fungsi dari instrument sulimg dalam karya seni karawitan Kupat Wantal adalah :

1. Memulai suatu lagu atau gending. 2. Membuat suatu perpaduan harmoni 3. Menjalankan melodi.

4. Sebagai pemanis lagu dan sekaligus memperindah bagian-bagian yang lirih. 4) GongLanang dan Gong Wadon

Instrumen gong merupakan instrumen bermoncol yang ukurannya paling besar dibandingkan instrumen bermoncol lainnya. Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal penata menggunakan satu intrumen gong. Fungsi instrumen ini dalam karya seni karawitan Kupat Wantal secara umum adalah untuk mengakhiri gending (sebagai finalis). 5) Kajar trenteng

Instrumen kajar trenteng merupakan intrumen yang menyerupai intrumen bende dan memiliki ukuran yang lebih kecil. Fungsi instrumen kajar trenteng dalam karya seni karawitan Kupat Wantal selain fungsi utama sebagai pembawa tempo, fungsi yang membedakannya dari instrumen pembawa tempo lainnya adalah memperjelas pukulan kendang krumpungan yang dimana tidak jauh dari fungsi pada instrumen kajar trenteng pada umumnya.

Analisa Simbol

Notasi karawitan Bali atau sering disebut titi laras yaitu catatan cara penulisan gending-gending atau lagu yang menggunakan lambang nada yang berupa angka, huruf maupun gambar. Tujuannya untuk memberikan isyarat secara visual tentang garapan dan memudahkan untuk mengingat gending atau lagu (Aryasa,1984/1985:28). Karya seni karawitan Kupat Wantal hanya ditulis melodi pokoknya saja. Simbol notasi ini diambil dari Penganggening Aksara Bali yaitu ulu (3), tedong (4), taleng (5), suku ilut (6), suku (7), carik (1), pepet (2). Simbol atau notasi ini ini dibaca laras pelog tujuh nada, disesuaikan dengan laras yang memiliki oleh gamelan selonding

Di samping penggunaan simbol-simbol nada, juga dilengkapi dengan tanda-tanda yang umum dipakai dalam sistem notasi karawitan Bali. Simbol-simbol tersebut adalah : 1. Tanda titik ( .)

(14)

2. Tanda ulang ||. . . . . . . .||

Tanda ini berupa garis vertikal diletakkan di depan dan di belakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan.

3. Garis nilai . . . .

Garis nilai ini merupakan garis horizontal yang ditempatkan di atas simbol nada, yang menunjukan nilai nada tersebut dalam satu kesatuan.

4. Tanda coret pada simbol nada ( / )

Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa dalam permainan nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup bilahnya.

5. Garis nilai yang berharga ½ ( . . ) Artinya setiap satu ketuk terdapat dua ritme. 6. Garis nilai yang berharga ⅓ ( . . . )

Artinya setiap ketuk terdapat tiga ritme. Tanda ketukan ( . . . . . . . . )

Analisa Struktur

Struktur atau susunan dari suatu karya seni adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian untuk dapat dicapainya sebuah bentuk karya seni karawitan (Djelantik, 2004:37). Struktur adalah bagian-bagian yang tersusun menjadi satu sekatuan dalam sebuah komposisi karawitan. Pada komposisi yang bersifat konvensional di Bali struktur ini dikenal dengan istilah Tri Angga, yang artinya tiga bagian pokok utama yang sering disebut dengn istilah Kawitan, Pengawak dan Pengecet yaitu: pendahuluan, isi dan penutup. Namun setiap bagian tersebut memiliki penghubung yang juga tidak kalah pentingnya untuk mendukung keindahannya menyangkut juga unity atau kesatuan yang utuh (Suweca, 2009:54).

Karya seni karawitan Kupat Wantal disusun berdasarkan komposisi atau struktur garapan yang terdiri dari tiga bagian pokok yang disebut sebagai pawitan, pangawak, dan pangecet yang masing-masing mempunyai karakter karawitan tersendiri sesuai dengan suasana-suasana yang diungkapkan. Adapun uraian dari masing-masing bagian tersebut sebagai berikut:

1. Pangawit

Pangawit dalam karya seni karawitan Kupat Wantal penata mengenalkan perbedan saih dalam kedua barungan gamelan selonding dan beberapa instrumen tambahan sebagai penunjang karya seni karawitan Kupat Wantal.

2. Pangawak

Pangawak terdiri dari dua bagian yang masing-masingnya mengungkap ide menggunakan jalinan-jalinan nada yang menggambarkan jalinan daun kelapa membentuk tipat dan motif atau ornamentasi yang polos menggambarkan begitu polosnya daun pembukus yang membentuk bantal.

3. Pangecet

Pangecet, dimana jalinan nada-nada bertemu dengan motif atau ornamentasi yang polos, menggambarkan pertemuan tipat dengan bantal.

Analisa Materi

Materi merupakan unsur terpenting dalam membangun wujud sebuah karya seni karawitan khususnya karya seni karawitan Kupat Wantal. Dalam garapan ini, elemen terpenting sebagai materi yang patut dianalisa ditentukan berdasarkan motif-motif lagu, teknik pukulan, dan cara-cara mengeksplorasi bunyi untuk membentuk karakter masing-masing bagian. Tujuan analisa materi ini adalah agar garapan mudah dicerna dan dimengerti oleh penikmatnya. Motif-motif yang digunakan dalam garapan Kupat Wantal adalah sebagai berikut:

(15)

Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal terdapat pengulangan untuk memberikan kesan dan menegaskan pesan yang ingin disampaikan. Pada pengulangan, beberapa motif diulang beberapa kali, tetapi dalam pengulangan juga dilakukan pengolahan motif atau ornamentasi. Hal ini dapat dilihat pada pengolahan ritme dan kotekan yang diolah pada melodi yang sama.

2. Ritme

Ritme adalah rangkaian beberapa suara yang berbeda panjang pendeknya, jika memakai nada-nada maka akan menjadi lagu dengan nada tinggi dan rendah (Aryasa, 1984/1985:27). Karya seni karawitan Kupat Wantal merupakan karya karawitan inovasi dengan mengolah ritme

3. Tempo

Tempo adalah waktu dan kecepatan dalam langkah tertentu. Pola permainan yang dimainkan dalam karya karawitan memegang peranan yang penting. Tempo yang digunakan dalam karya seni karawitan Kupat Wantal adalah sedang, lambat, dan cepat.

4. Dinamika

Dinamika merupakan keras lembutnya dalam suatu cara memainkan sebuah karya seni karawitan dan memiliki peranan penting dalam sebuah karya seni karawitan. Dinamika sebagai ekspresi dalam penataan, menyangkut aksen pada teknik permainan setiap instrumen, keras lirihnya suara atau lagu, serta panjang pendeknya motif maupun teknik permainan instrumen yang dilakukan untuk menghasilkan kesan dinamis dalam sebuah karya seni karawitan.

5. Melodi

Melodi merupakan rangkaian nada secara berurutan yang berbeda panjang pendeknya dan berbeda pula tinggi rendahnya. Melodi sangat berperan penting dalam terwujudnya sebuah garapan karya seni karawitan Kupat Wantal yang dihasilkan dari gamelan selonding dan instrumen pendukung yang ada di karya seni karawitan Kupat Wantal.

6. Harmoni

Harmoni merupakan paduan nada dalam nyanyian atau permainan musik yang menggunakan dua nada atau lebih yang berbeda tinggi rendah nadanya dan dibunyikan secara bersamaan. Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal harmoni tejadi pada saat pertemuan Kupat dengn Wantal dan disitu pula kedua gamelan selonding dimainkan bersamaan serta muncul harmoni.

Analisa Estetis

Estetika merupakan bagian yang penting dalam proses penataan karya seni. Estetika atau keindahan berhubungan dengan daya tarik agar penikmat mampu memperoleh kepuasan lahir dan batin. Penilaian terhadap keindahan tergantung pada persepsi dan pandangan dari masing-masing orang dalam menikmati karya seni yang disajikan. Dalam karya seni karawitan Kupat Wantal, keindahan dapat terlihat jika masing-masing penikmat merasakan dan mendalami karya karawitan ini. Tiga unsur keindahan yang terkandung di dalam karya seni karawitan Kupat Wantal yaitu wujud, bobot, dan penampilan (Djelantik, 2004:15).

1. Wujud

Wujud merupakan bentuk yang bersifat nyata yang dapat dinikmati ataupun diapresiasi. Wujud dapat secara nyata dilihat melalui mata dan didengar melalui telinga. Dalam sebuah karya seni khususnya seni karawitan wujud memiliki unsur bentuk dan struktur komposisi (Djelantik, 2004:15).

(16)

Kupat Wantal disajikan secara konser dan dimainkan oleh sepuluh pemain gamelan selonding, delapan orang pemain suling, empat pemain instrumen kendang, satu pemain ceng-ceng ricik, satu pemain kajar trenteng, dan satu pemain gong lanang dan wadon, jadi pendukung garapan Kupat Wantal ini berjumlah dua puluh lima orang termasuk penata.

Struktur garapannya menggunakan tri angga yang terdiri dari tiga bagian penting yang dihubungkan oleh suatu transisi yang menjembatani bagian pangawit ke bagian pangawak, dari bagian pangawak ke pangecet yang mengacu pada ide dan konsep karya seni karawitan.

2. Bobot

Bobot dari suatu karya seni merupakan isi atau makna yang disajikan kepada penikmat. Bobot sebuah karya seni hanya bisa dirasakan dan dihayati melalui kedalaman rasa penikmat sehingga penikmat dapat menangkap nilai dan kualitas dari karya yang disajikan. Tiga aspek utama dari bobot adalah gagasan, suasana, dan pesan (Djelantik, 2004:15).

Gagasan atau ide merupakan hasil dari suatu proses pemikiran yang terus menerus dari seseorang terhadap lingkungan secara komplek dan merupakan manifestasi dari budaya dimana ia hidup. Gagasan dari karya seni karawitan Kupat Wantal lahir dari eksperimen dengan gamelan selonding dan memadukan instrumen tambahan sebagai pendukung, mencari karakteristik warna suara, dan sumber pola garap. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesan dan fungsi yang berbeda terhadap beberapa unsur suara tersebut. Menggunakan teknik-teknik komposisi dan mengolah unsur-unsur karawitan seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika.

Keinginan untuk menggarap karya seni karawitan Kupat Wantal berangkat dari konsep dasar yang mengambil ide dari mencari gamelan selonding dan disana penata melangkah selanjutnya menemukan konsep Kupat Wantal tepat untuk dipadukan dengan gamelan selonding.

Suasana yang ingin disampaikan dalam karya seni karawitan Kupat Wantal ini adalah keseriusan dan ketulusan hati menggarap karya seni karawitan ini, yang berkaitan dengan eksplorasi dari bentuk tipat dan bantal yang dihasilkan dan pengolahan skill yang dimiliki dari masing-masing pemain.

Pesan yang ingin disampaikan dalam karya seni karawitan Kupat Wantal adalah membuka cara pandang tentang pemahaman bahwa dengan karya karawitan ini, dalam memadukan gamelan selonding dan instrumen pendukung tersebut bisa berdiri sendiri dan mempunyai kekuatan sendiri apabila digarap ke dalam bentuk karya seni karawitan.

3. Penampilan

Penampilan menentukan bagaimana persepsi atau pandangan penikmat terhadap hasil karya yang disajikan. Unsur-unsur yang mempengaruhi penampilan adalah bakat, keterampilan, dan sarana atau media (Djelantik, 2004:15). Bakat dari setiap orang berbeda-beda dan pengembangan bakat tersebut didukung dengan adanya rasa percaya diri, dengan adanya rasa percaya diri yang tinggi maka penampilan akan terlihat sempurna dan kesuksesan dalam sebuah pementasan akan tercapai.

(17)

menyatukan rasa untuk tercapainya penampilan karya seni karawitan yang baik dan sempurna.

Media intrinsik dalam karya seni karawitan Kupat Wantal adalah gamelan selonding dan instrumen tambahan sebagai penunjang karya seni karawitan Kupat Wantal serta unsur ekstrinsik yang bersifat sebagai penunjang, berhasilnya pertunjukan karya seni karawitan Kupat Wantal adalah tempat pementasan/tata panggung, dekorasi, tata lampu, tata busana, tata rias dan sound system. Tempat pementasan karya seni karawitan Kupat Wantal adalah di gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar dengan tata lampu yang disesuaikan dengan kebutuhan karya seni karawitan dan dekorasi panggung serta latar belakang memakai gapura.

Analisa Penyajian

Karya seni karawitan Kupat Wantal disajikan secara konser yang dipentaskan di panggung pementasan gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar dengan dimainkan oleh dua puluh tiga orang pemain yang dibagi menjadi sepuluh pemain gamelan selonding, delapan orang pemain suling, empat pemain instrumen kendang, satu pemain ceng-ceng ricik, satu pemain kajar trenteng, dan satu pemain gong lanang dan wadon. Karya seni karawitan Kupat Wantal berdurasi 12 menit dengan struktur karawitan yang terdiri dari tiga bagian yang mampu menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga dapat menghasilkan karya seni yang berkualitas.

1. Kostum/Tata Busana

Tata Busana merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari atau penabuh di atas panggung. Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian antara lain;

1) Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya. Misalnya, setagen atau strapless.

2) Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai dari dada sampai pinggul. Misalnya kain, kemeja, selendang, dan seterusnya.

3) Bagian kepala, jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelungan), udeng, hiasan udeng dan asesoris.

Kostum atau tata busana merupakan komponen yang tidak kalah penting perannya dalam sebuah pertunjukan karya seni karawitan. Penataan kostum dapat mempengaruhi nilai artistik dalam sebuah karya karawitan. Dalam pertunjukan karya seni karawitan Kupat Wantal menggunakan kostum minimalis sesuai dengan kebutuhan karya karawitan dan disesuaikan dengan tata lampu.

2. Tata Rias

Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri khususnya pada bagian muka atau wajah. Tata rias pada seni pertunjukan diperlukan untuk menggambarkan atau menentukan watak di atas pentas. Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas panggung/pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134).

Tata rias para pemain gamelan dalam karya seni karawitan Kupat Wantal disesuaikan dengan ide yang bertujuan untuk mempertegas dan memperkuat ekspresi wajah dari para pemain tersebut yang didukung dengan tata lampu. Tata rias yang digunakan dalam penyajian karya seni karawitan Kupat Wantal adalah dengan konsep minimalis.

(18)

3. Tata Cahaya

Pengertian tata cahaya atau tata lampu adalah segala perlengkapan perlampuan baik tradisional maupun modern yang digunakan untuk keperluan penerangan dan penyinaran dalam seni pertunjukan. Karya seni karawitan Kupat Wantal disajikan dalam suasana pada suatu kegiatan ritual yang ada di Desa Adat Kapal. Oleh karena itu penata memerlukan tata cahaya dan dekorasi yang sesuai dengan ide dan konsep. Sebagai latar belakang pada karya ini digunakan hiasan candi untuk membuat penyajian lebih menarik. Terkait pada hal tersebut, maka pada setting cahaya pada saat pementasan ditata sesuai dengan suasana yang ingin diungkapkan, yaitu suasana pada saat kegiatan ritual. Oleh karena itu tata cahaya dalam karya seni karawitan Kupat Wantal menggunakan cahaya lampu general kuning terang.

4. Tata Panggung

Dalam seni pertunjukan panggung dikenal dengan istilah Stage melingkupi pengertian seluruh panggung. Panggung merupakan tempat yang dipergunakan untuk pementasan sehingga karya seni yang diperagakan atau dipentaskan diatasnya dapat terlihat oleh penonton. Tata panggung dalam karya seni karawitan Kupat Wantal adalah sebagai berikut:

PENUTUP

Simpulan

Tradisi Aci Rah Pengangon atau Perang Tipat Bantal dijadikan sebagai pijakan dasar konsep garapan Kupat Wantal. Dengan pijakan konsep ini, penata dapat mewujudkan karya seni karawitan Kupat Wantal yang sarat akan nilai-nilai tradisi Aci Rah Pengangon yang ada di dalam masyarakat. Komunikasi dan interaksi antar warga masyarakat dalam melaksanakan tradisi Aci Rah Pengangon melalui Perang Tipat Bantal merupakan wujud keharmonisan masyarakat dalam melaksanakan tradisi sehingga secara konkrit akan sampai pada realitas yang dituju yaitu harmonisasi vertikal-horizontal (Tuhan dengan manusia dan manusia dengan manusia). Kupat Wantal merupakan sebuah karya seni karawitan dengan menggunakan media ungkap gamelan selonding sebagai instrumen pokok dan beberapa instrumen tambahan yang menunjang karya seni karawitan Kupat Wantal. Adapun instrumen pokok dalam karya seni Kupat Wantal yaitu dua tungguh Nyongnyong Ageng, dua tungguh Nyongnyong Alit, dua tungguh Peenem, dua tungguh Petuduh, empat tungguh Gong, dan empat tungguh Kempul sedangkan instrumen tambahannya, satu tungguh ceng-ceng ricik, satu pasang kendang krumpungan, satu pasang kendang gupekan, delapan instrumen suling, dua tungguh gong (lanang dan wadon), dan satu instrumen kajar trenteng.

Garapan ini masih berpegangan pada pola-pola tradisi. Pengembangannya terdapat pada pola-pola melodi, teknik-teknik permainan yang sudah ada dan di elaborasikan dengan pola-pola kekinian yang terkandung dalam sebuah garapan.

Karya seni karawitan Kupat Wantal disajikan secara konser dalam durasi waktu 12 menit. Struktur garapan terdiri dari pangawit, pangawak dan pangecet. Penyajian karya ini didukung oleh 25 orang penabuh sesuai dengan kebutuhan garapan. Karya seni karawitan Kupat Wantal terbentuk melalui proses kreativitas yang cukup panjang, disertai adanya bimbingan-bimbingan dengan pihak terkait guna mendapatkan saran dan kritik sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas penataan.

Saran-saran

(19)

berkualitas. Jangan hanya menghasilkan suatu karya karawitan hanya untuk hasrat estetis semata dan diharapkan hadir sebagai ilmu untuk proses kedepannya. Diharapkan agar terus mencoba mencari hal-hal baru dan wawasan baru yang lebih luas dalam menggarap suatu karya karawitan.

Untuk lembaga hendaknya mampu memberikan ruang kreativitas yang lebih luas bagi mahasiswa, agar mahasiswa mampu mengembangkan ilmu, wawasan, dan mengekspresikan kreativitasnya dalam sebuah karya seni.

DAFTAR PUSTAKA

Aryasa, I WM. 1984/1985. Pengetehuan Karawitan Bali. Bali: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.

Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Donder, I Ketut. 2005. Esensi Bunyi Gamelan Dalam Prosesi Ritual Hindu. (penerbit Paramita Surabaya).

Garwa, I Ketut. 2008. Bahan ajar: Metode Penciptaan Seni Karawitan, Denpasar: Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar.

Harymawan, RMA. 1993. Dramaturgi Cetakan Ke-2. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Lontar Tabuh Rah Pengangon sekaligus salinannya milik Bapak I Ketut Sudarsana (Kelihan Desa Adat Kapal)

Pratama, A.A. Ngurah Eka. 2015. “Panca Gita”. Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Peneitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Suweca, I Wayan. 2009. Buku Ajar: Estetika Krawitan, Denpasar: Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar.

Sukerta, Pande Made. 2011. Metode Penyusunan Karya Karawitan (Sebuah Alternatif).ISI Press: Surakarta.

Tusan, Pande Wayan. 2001. Selonding,(Tinjauan Gamelan Bali Kuna Abad X-XIV), Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Tinggakat 1 Bali.

Was. “Aci Tabuh Rah Pengangon Antuk Parikrama Nguyaggang Merta”. Bali Post (28 Mei, 2017): 7.

Referensi

Dokumen terkait

Driver & Bell (1986) menyebutkan beberapa pandangan kelompok konstruktivisme terhadap  proses belajar sains sebagai berikut (1) hasil belajar tergantung pada

3 Madrasah harus meningkatkan mutu proses pembelajaran dengan melakukan tindakan seperti guru harus mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran bukan pengajaran

Dalam klasifikasi ada dua pekerjaan utama yang dilakukan, yaitu (1) pembangunan model sebagai prototipe untuk disimpan sebagai memori dan (2) penggunaan model

1) Mengkoordinasikan dan memonitor kegiatan identifikasi potensi di wilayah kerja Kanca dalam mendukung penyusunan Pasar Sasaran (PS), Kriteria Risiko yang

TRADING SELL : Posisi jual untuk jangka pendek , yang menitikberatkan pada analisa teknikal dan isu- isu yang beredar. BANK

Setelah agama Islam telah menyebar ke seluruh pelosok wilayah Bima, maka agama Islam yang berkembang di Bima mempengaruhi kehidupan di Bima Khususnya dalam

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti buat, maka peneliti merumuskan masalah yang diduga oleh peneliti yaitu: Bagaimana fungsi lembaga masyarakat desa

Mengacu pada delapan teknik perumusan masalah 68 menurut William Dunn (2003), analisis asumsi merupakan teknik yang dianggap paling relevan dengan tujuan studi. Teknik ini