BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah
untuk menjadi akuntabel secara publik. Untuk pelaporan keuangan kepada
masyarakat, hanya dilakukan secara sukarela. Akan tetapi, dengan keluarnya
Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
yang mengatur bahwa pejabat publik harus lebih transparan, bertanggung
jawab dan lebih berorientasi kepada pelayanan masyarakat, sudah sepatutnya
pemerintah daerah melaporkan hasil kinerja keuangannya kepada masyarakat
sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan transparansi informasi.
Menurut FASB dalam Statement Offinancial Accounting Concepts
mengartikan pelaporan keuangan sebagai sistem dan sarana penyampaian
informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi
keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui
statement keuangan. Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk
menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai
akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial,
maupun politik. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan
menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya
keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan
Informasi yang bermanfaat bagi para pemakai adalah informasi yang
mempunyai nilai. Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dapat
mendukung pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai.
Pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan. Informasi akuntansi yang terdapat di dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus mempunyai beberapa
karakteristik kualitatif yang disyaratkan. Karakteristik kualitatif laporan
keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, maka Tahun 2011 merupakan tahun pertama
Pemerintah Daerah menerapkan akuntansi berbasis akrual, baik penerapan
sistem akuntansinya maupun penyajian laporan keuangannya. Dengan LKPD
berbasis akrual, Pemerintah Daerah dapat mempertanggungjawabkan
pelaksanaan APBD secara lebih transparan, akuntabel dan juga memberi
manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, para pengguna maupun
pemeriksa laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan atas LKPD bertujuan
untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan.
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah
wajar tanpa pengecualian, dengan paragraf penjelasan”. Hal-hal yang menjadi
penekanan dalam paragraf penjelasan adalah (1) Aset tanah jalan dan tanah
irigasi yang bukti kepemilikannya atas nama Pemerintah Pusat masih perlu
divalidasi untuk meyakini keberadaan dan hak penguasaannya; (2) Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah belum menetapkan kebijakan akuntansi penyusutan atas
peralatan dan mesin selain alat angkutan, jalan, irigasi, dan jaringan serta aset
lain-lain. Pada kesempatan ini, BPK RI kembali mengingatkan bahwa
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar mempersiapkan diri untuk
menyampaikan laporan keuangan berbasis akrual, yang tidak saja menyajikan
aspek informasi keuangan yang lebih komprehensif namun juga lebih
kompleks sehingga membutuhkan kompetensi dan konsentrasi yang lebih
tinggi dalam pengerjaannya. Hal ini berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
Tahun 2014, BPK memberikan: “Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Dengan Paragraf Penjelasan”. BPK mengingatkan bahwa Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah beserta seluruh pemerintah daerah di wilayah Provinsi Jawa
Tengah agar menerapkan akuntansi berbasis akrual, baik penerapan sistem
akuntansinya maupun penyajian laporan keuangannya sesuai ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Diharapkan dengan LKPD berbasis akrual ini
Pemerintah Daerah dapat lebih komprehensif dalam menyajikan seluruh hak
dan kewajiban serta kekayaannya. opini yang diberikan untuk laporan
keuangan tahun anggaran 2014 berupa 6 opini WTP, 6 opini WTP-DPP serta
Tahun 2015 BPK memberikan opini “Wajar Tanpa Pengecualian” atas
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2015.
Meski memperoleh opini WTP, BPK masih menyoroti adanya kelemahan
sistem pengendalian internal dalam penyusunan laporan keuangan, antara lain:
(1) pengendalian Belanja Insentif Pemungutan Pajak Daerah pada DPPAD
kurang memadai sehingga realisasi belanja insentif pemungutan pajak PBBKB
dan BBNKB tidak tertib; dan (2) penyajian Piutang PKB belum sepenuhnya
didukung dengan database yang memadai sehingga potensi pendapatan belum
bisa disajikan secara akurat. Selain itu, BPK juga menemukan adanya ketidak
patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan
keuangan daerah, antara lain: (1) realisasi belanja sewa pada Dinas Pemuda
dan Olahraga belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan pengelolaan
keuangan mengakibatkan ketidak hematan dan kelebihan pembayaran; dan (2)
pertanggungjawaban hibah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
oleh KONI tidak memadai sehingga realisasi belanja hibah tidak transparan
serta tidak dapat diyakini efisiensi dan efektivitas penggunaannya
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diharapkan
akan terbebas dari KKN yang tentunya akan terlihat dari hasil audit dari BPK.
Berbagai pemerintahan daerah banyak yang mengupayakan untuk
mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), dan untuk itupun
terbukti di daerah kabupaten dan kota banyak yang secara konsistem
pendapatkan opini WTP. Namun demikian pernyataan dari ketua KPK
pemerintahan bebas korupsi, tentunya hal ini sangat memprihatinkan karena
seharusnya kalau pemerintahan mendapatkan dengan opini WTP setidaknya
pelaporan keuangannya sudah bebas dari salah saji material. Opini BPK
tentunya akan didukung dengan banyaknya informasi yang diungkapkan
laporan keuangan pemerintah daerah. Namun demikian tidak semua
pemerintah daerah mengungkapkan semua informasi yang harus di ungkapkan
dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Rata-rata indeks tingkat
pengungkapan informasi keuangan pemerintah daerah terbukti lebih rendah
dari pada rata-rata indeks pengungkapan informasi non keuangan. Dengan
kata lain, setiap pemerintah daerah memiliki alasan dan pertimbangan
tersendiri untuk melakukan pelaporan atau tidak melakukan pelaporan laporan
keuangan melalui website yang dimiliki.
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.1 persentase penduduk, kekayaan daerah, belanja daerah
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan pemerintah
daerah, salah satunya di antaranya adalah jumlah penduduk. Menurut UUD
1945 pasal 26 ayat (2) Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang
33,08
27,17 30,53
33,34
32,26 33,48
33,59 40,57 35,99
0 10 20 30 40 50
Penduduk kekayaan Daerah Belanja Daerah
d a la m p ros e n ta se %
asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Berdasarkan grafik di atas angka
sementara proyeksi sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah
pada tahun 2013 tercatat sebesar 33.264.339 juta jiwa atau sekitar 33,08%.
Pada tahun 2014 tercatat sebesar 33.522.663 juta jiwa atau sekitar 33,34%.
Dibandingkan dengan proyeksi jumlah tahun 2013, penduduk Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan sebesar 0,26% dari tahun 2014. Tahun 2015
sebanyak 33.774.141 juta jiwa atau sekitar 33,59%. Dibandingkan dengan
proyeksi jumlah penduduk tahun 2014, penduduk Jawa Tengah mengalami
pertumbuhan sebesar 0,25 % dari tahun 2014. Sementara itu kepadatan
penduduk di 35 kabupaten/kota cukup beragam dengan kepadatan penduduk
tertinggi terletak di Kabupaten Brebes tahun 2014 dengan kepadatan sebesar
1.770.480 juta jiwa dan tahun 2015 sebesar 1.773.379 juta jiwa, sedangkan
jumlah penduduk terendah di Kabupaten Magelang sebesar 119.935 ribu jiwa
(http://bps.go.id). Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih
dalam melayani kebutuhan masyarakat. Semakin banyak jumlah penduduk
disuatu daerah, semakin besar pula tanggung jawab pemerintah daerah untuk
dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat (Pramata,
2015). Penelitian yang dilakukan oleh Hilmi dan Martani (2012) menyebutkan
bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang peraturan daerah
provinsi jawa tengah. Kekayaan daerah adalah kekayaan yang memiliki dan
barang tidak bergerak serta fasilitas-fasilitas penujang lainnya. Kekayaan pada
tahun anggaran 2013 terhimpun sekitar Rp 544.499.388.357.314,00 triliun
rupiah atau sekitar 27,17%. Pada tahun anggaran 2014 terhimpun sekitar Rp
646.479.222.316.955,00 triliun rupiah atau sekitar 32,26%. Dibandingkan
dengan jumlah kekayaan tahun 2013, kekayaan Jawa Tengah mengalami
peningkatan sebesar 5,09% dari tahun 2014. Pada tahun anggaran 2015
terhimpun sebesar Rp 812.855.720.953.848,00 triliun rupiah atau sekitar
40,57%. Dibandingkan dengan jumlah kekayaan tahun 2015, kekayaan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 8,30% dari tahun 2014.
UU No. 23 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja daerah
adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah
digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat. Semakin tinggi belanja, pemerintah daerah akan memberikan
pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakatnya. Sementara
itu realisasi belanja daerah untuk tahun anggaran 2013 sebesar Rp
44.262.241.015.385,30 triliun rupiah atau sekitar 30,53%. Tahun anggaran
2014 sebesar Rp 48.540.292.705.516,60 atau sekitar 33,48%. Dibandingkan
dengan jumlah belanja tahun 2013, belanja Jawa Tengah mengalami
peningkatan sebesar 2,95% dari tahun 2014. Tahun anggaran 2015 sebesar Rp
52.179.074.255.415,00. Dibandingkan dengan jumlah belanja tahun 2015,
Penelitian oleh Pratama, dkk (2015) bahwa Belanja daerah
berpengaruh terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini
mengacu pada penelitian jurnal Pratama, dkk (2015) yang menganalisis
tentang pengaruh kompleksitas pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah,
kekayaan daerah, dan belanja daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah
daerah. Perbedaan terlihat pada variabel independen yaitu jumlah penduduk,
kekayaan daerah dan belanja daerah, sedangkan yang di teliti oleh pratama,
dkk yaitu: kompleksitas pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah,
kekayaan daerah, dan belanja daerah. Perbedaan juga terlihat pada studi kasus
yang digunakan oleh peneliti juga berbeda, yaitu pemerintah kabupaten/kota
di Jawa Tengah. Sedangkan yang diteliti oleh pratama, dkk (2015) yaitu
pemerintah kabupaten/kota di Bali. Periode yang digunakan penelitian juga
berbeda. Pada penelitian yang di lakukan oleh Pratama,dkk (2015) periode
tahun 2010-2013 sedangkan penelitian ini periode 2013-2015.
Penelitian ini memberikan gambaran kepada pengguna laporan
keuangan pemerintah daerah, khususnya masyarakat, sehingga dapat menilai
akuntabilitas, transparansi, dan kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain
itu, hasil penelitian ini bermanfaat bagi inverstor, kreditor, dan donatur terkait
pertimbangan untuk melalukan kerjasama di bidang keuangan dengan suatu
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan terhadap
pelaporan keuangan pemerintah daerah ?
2. Apakah kekayaan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap
pelaporan keuangan pemerintah daerah ?
3. Apakah belanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan
keuangan pemerintah daerah ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah di paparkan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah berikut:
a. Memberikan bukti empiris bahwa jumlah penduduk berpengaruh
positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.
b. Memberikan bukti empiris bahwa kekayaan daerah berpengaruh positif
signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.
c. Memberikan bukti empiris bahwa belanja daerah berpengaruh positif
signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang peneliti lakukan antara lain:
a. Bagi Akademis
lebih dalam pentingnya pengungkapan pelaporan keuangan pemerintah
daerah.
b. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini dapat diharapkan pemerintah daerah dapat lebih
termotivasi untuk mengembangkan situs resminya dalam penyampaian
informasi serta mengambil kebijakan mengenai transparansi pelaporan
keuangan di pemerintah daerah sendiri.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu,
menambah pengetahuan tentang penerapan teori akuntansi sektor
publik, pentingnya pengungkapan pelaporan keuangan pemerintah