• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MERU PITU

I Made Suprianta, I Gede Yudarta, I Nyoman Pasek,

Institut Seni Indonesia Denpasar

Jalan Nusa Indah

E-mail : Madesuprianta@gmail.com

Abstrak

Bali sangat erat kaitannya dengan budaya dan tradisi. Khususnya umat hindu berkembang atas dasar kesenian dan kebudayaan yang ada, menjadikan Bali mempunyai daya tarik yang kuat dan terkenal dengan adanya pura. Bali juga di juluki pulau seribu pura. Pura adalah tempat suci bagi Umat Hindu untuk melakukan persembahyangan atau tempat pemujaan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Bagunan-bangunan yang terdapat pada pura biasanya bangunan Padma, gedong, meru dan pemujaan suci lainnya. Meru merupakan salah satu bangunan suci Umat Hindu yang sangat agung , megah dan monumental,yang sarat dengan kandungan makna simbolis dan kekuatan religius.

(2)

PENDAHULUAN

Meru adalah salah satu bangunan suci Umat Hindu yang sangat agung, megah dan monumental, yang sarat dengan kandungan makna simbolis dan kekuatan religius. Meru sering di jumpai di pura-pura besar di Bali dengan ciri khasnya yaitu atap yang bertumpang tinggi. Berpijak dari peristiwa di atas, penata mengangkat bangunan Meru sebagai inspirator karya komposisi karawitan. Meru oleh masyarakat adalah istilah untuk menyebut bagian dari salah satu kelengkapan Pura yang bertingkat mengah dan mencirikan bangunan tradisi turun temurun dari nenek moyang. Pura merupakan tempat suci bagi Umat Hindu untuk melakukan persembahyangan atau tempat pemujaan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Bagunan-bangunan yang terdapat pada pura biasanya bangunan Padma, gedong, meru dan pemujaan suci lainnya. Meru merupakan salah satu bangunan suci Umat Hindu yang sangat agung, megah dan monumental, yang sarat dengan kandungan makna simbolis dan kekuatan religius. Meru sering di jumpai di pura-pura besar di Bali dengan ciri khasnya yaitu atap yang bertumpang tinggi. Meru dibangun berdasarkan pada keakuratan proposi, logika teknik konstruksi dan keindahan ragam hias, yang berpegang teguh kepada kearifan lokal arsitektur tradisional Bali seperti Hasta Kosala Kosali, Arsitektur Bangunan Bali Ida Bagus Gede Widana (2011). Meru merupakan perlambangan atau berfungsi sebagai tempat pemujaan atau pelinggihan para Dewa. Keindahan meru ditonjolkan oleh bentuk atapnya yang bertingkat-tingkat atau yang disebut atap tumpang. Tumpang ini dapat dibedakan atas meru tumpang satu, dua, tiga, lima, tujuh, sembilan, dan sebelas. Meru sebagai simbolis alam semesta dan tingkatan atapnya merupakan simbolis tingkatan lapisan alam yaitu bhuana agung (alam besar atau makrokosmos) dan bhuana alit (alam kecil atau mikrokosmos.

Berdasarkan pengertian di atas, penganalogian meru sebagai rhythmical konsep kemudian di kaitkan dengan dimana meru itu berada terdapat sesuwunan barong dan dipresentasikan melalui sebuah fenomena pada rangkaian pertunjukan tari barong yang terjadi di Pura Dalem Mataram, Banjar Penyarikan, Desa Adat Kekeran, Kecamatan Mengwi, Badung yang sekaligus adalah desa tempat kelahiran penata. Tujuan pertunjukan tersebut adalah sebagai pelengkap upacara keagamaan yang dilaksanakan di salah satu pura di desa tersebut yaitu Pura Dalem Mataram, Desa Kekeran. Ada hal yang paling berkesan bagi penata sehingga dapat menggugah keinginan penata untuk mewujudkannya ke dalam sebuah karya seni.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa seni pertunjukan Bali sangat erat kaitannya dengan tradisi maupun upacara keagamaan Hindu di Bali. Ini dapat di lihat dari berbagai macam seni pertunjukan yang ada di Bali, seperti seni karawitan yang hampir selalu dipertunjukan pada setiap upacara keagamaan Hindu di Bali baik yang berskala besar maupun kecil. Hampir sebagian besar masyarakat Bali mengenal seni karawitan atau yang lebih lazim disebut dengan seni tabuh oleh kalangan masyarakat luas, sehingga timbul anggapan bahwa tidak ada upacara keagamaaan yang dianggap selesai tanpa seni pertunjukan seperti tari maupun karawitan. Akan tetapi, pementasan tersebut juga dapat bertujuan sebagai hiburan bagi masyarakat saat berlangsungnya upacara keagamaan.

(3)

Sebagai sumber inspirasi, para seniman biasanya menggunakan berbagai peristiwa untuk berimajinasi seperti kehidupan sosial, fenomena alam, pengalaman pribadi, cerita pewayangan dan lain-lain. Akan tetapi, penata tertarik mengangkat bangunan meru tumpang pitu yang ada di Pura Dalem Mataram, Desa adat Kekeran, yang juga tempat melinggihnya sesuwunan barong sebagai inspirasi. Dari hasil pengamatan penata terhadap bangunan suci yaitu, bangunan meru tumpang pitu yang memiliki pondasi yang kuat dan tahan gempa yang di mana bangian atap meru memiliki tingkatan dan ruas atau jarak dari yang besar hinga yang kecil dan memiliki hiyasan ukiran atau ornamentasi, sehingga penata mendapatkan inspirasi untuk menggarap suatu karya dengan konsep meru tumpang pitu. Karya ini akan diwujudkan dalam bentuk komposisi Tabuh Kreasi Babarongan yang berjudul Meru Pitu. Dari sumber pengertian Meru di atas, penata mengutip salah satu konsep dari konsep hitungan ganjil. Banyak konsep ganjil yang mampu menjadi refrensi dalam proses untuk mewujudkan karya seni, yaitu karya karawitan Bali. Selain dari konsep di atas terdapat kekuatan dan fisik dalam bentuk visual Meru tersebut seperti tahan gempa serta memiliki monumental yang artistik. Dalam garapan ini konsep ganjil, simbol, dan fisik dari bangunan Meru, dituangkan kedalam karya karawitan Bali dengan instrument gamelan sebagai medium.

Dalam garapan komposisi ini, Meru pitu di artikan penata yaitu melodi ruas tujuh, adapun ketertarikan penata mengangkat meru tumpang tujuh tidak meru tumapang emapat, lima atau yang lainnya, karena penata tertarik dan tertantang membuat melodi dengan hitungan tujuh, karena melodi hitungan tujuh sulit menempatkan aksen-aksen. Yang dimana penata akan mengekspresikan kedalam komposisi Tabuh Kreasi Babarongan, penata akan mencoba mentransformasikan kedalam bahasa musik, serta dihubungkan juga dengan aspek-aspek musikal yang dikembangkan dan di olah secara inovatif seperti menggunakan melodi atau gatra tujuh, aksen, interval/jarak nada, ritme, tempo, dinamika, tangga nada, amplitudo, sumber bunyi, dan sistem oktaf (Suweca, 2009:53).

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

Dalam konteks ini, teknik atau metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan, observasi, dan dokumentasi. ide tercipta berdasarkan pengamatan penata terhadap bangunan suci yaitu bangunan meru tumpang pitu yang di mana bangunan meru memiliki pondasi yang kuat dan kokoh yang tahan gempa di mana bangian atap meru memiliki tingkatan dan ruas atau jarak dari besar hinga kecil dan memiliki hiyasan ukiran atau ornamentasi, penata akan mencoba mentransformasikan ke dalam bahasa musik dengan membuat gatra atau melodi tujuh sehingga penata mendapatkan inspirasi untuk menggarap suatu karya dengan konsep meru tumpang pitu yang ada di Desa adat Kekeran. Karya ini akan diwujudkan dalam bentuk komposisi Tabuh Kreasi Babarongan yang berjudul Meru Pitu. Memperhatikan hal tersebut, menimbulkan inspirasi yang kemudian menjadikan sebuah ide untuk mengungkapkannya kedalam sebuah komposisi karawitan melalui media ungkap gamelan Palegongan, dengan memperhatikan unsur-unsur musik yang ada, yang dikemas dalam sebuah bentuk komposisi Tabuh kreasi Babarongan Meru Pitu. Adapun alasan penggunaan gamelan Pelegongan sebagai media ungkap garapan, karena sejak penata berumur 11 tahun di lingkungan penata sudah biasa mengiringi tarian barong maka dari itu ketertarikan penata dan karena kecocokan gamelan palegongan untuk menggambarkan karakter bebarongan, kebetulan di pura Dalem Mataram, yang tepatnya di Banjar Penyarikan juga ada gamelan palegongan, maka dari itu penata memilih gamelan palegongan sebagi media ungkap garapan ini. Melihat hal tersebut, memberikan inspirasi dan mendorong diri penata untuk menggarap komposisi dengan media ungkap gamelan palegongan yang dikemas ke dalam sebuah bentuk komposisi Tabuh Kreasi babarongan. Tema dalam garapan ini merupakan sebuah hasil dari observasi pada sebuah realita penatan terhadap bangunan meru tumpang pitu. Dalam Tabuh Babarongan menggunakan konsep Tri Angga (Pengawit, pengawak, pengecet).

(4)

nantinya juga bakal digarap untuk ujian tugas akhir. Penemuan sebuah ide berawal ketika pengamatan penata terhadap bangunan suci yaitu bangunan meru tumpang pitu yang di mana bangunan meru memiliki pondasi yang kuat dan kokoh yang tahan gempa di mana bangian atap meru memiliki tingkatan dan ruas atau jarak dari besar hinga kecil dan memiliki hiyasan ukiran atau ornamentasi, penata akan mencoba mentransformasikan ke dalam bahasa musik dengan membuat gatra atau melodi tujuh sehingga penata mendapatkan inspirasi untuk menggarap suatu karya dengan konsep meru tumpang pitu yang ada di Desa adat Kekeran. Karya ini akan diwujudkan dalam bentuk komposisi Tabuh Kreasi Babarongan yang berjudul Meru Pitu. Memperhatikan hal tersebut, menimbulkan inspirasi yang kemudian menjadikan sebuah ide untuk mengungkapkannya kedalam sebuah komposisi karawitan melalui media ungkap gamelan Palegongan, dengan memperhatikan unsur-unsur musik yang ada, yang dikemas dalam sebuah bentuk komposisi Tabuh kreasi Bebarongan Meru Pitu. Untuk mewujudkannya ke dalam sebuah komposisi musik dengan berbagai unsur-unsur komposisi, tekstur, pembagian ruang dan pola-pola desain motiv yang variatif memberikan kesan artistik yang sangat kuat sehingga membuat penata terasa menemukan sebuah ide yang tepat untuk diangkat ke dalam sebuah garapan komposisi karawitan.

Melihat dari pengamatan tersebut, muncul ide penata untuk mengungkapkannya ke dalam sebuah karya seni komposisi karawitan “Meru Pitu”. Pemantapan ide kemudian direspon melalui pencarian sumber referensi yang akurat untuk meyakinkan bahwa apakah ide tersebut layak diwujudkan ke dalam sebuah karya seni. Ketika ide sudah dianggap matang dengan melalui berbagai banyak pertimbangan, maka penata memutuskan untuk mewujudkan garapan ini ke dalam sebuah bentuk tabuh kreasi babarongan dengan menggunakan media ungkap gamelan Palegongan.

Berawal dari observasi serta pengamatan-pengamatan terhadap media ungkap yang akan digunakan, disamping itu penata juga memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain dari kelaziman yang telah baku. Demikian juga mengenai karekteristik gamelan, mood, dan yang utama potensi unik dari gamelan tersebut yang tentunya paling menonjol. Potensi unik dari gamelan palegongan adalah posisi nada yang tidak berurutan yang dapat memberikan nuansa musikal yang khas. Berangkat dari hal tersebut penata memikirkan bagaimana mengolah teknik-tektik kotekan agar lebih mudah, karena posisi nada ndung dan ndang sangat jauh, mensiasati melodi, menjelajah pola ritme, megatur teknik permainan tempo, dan mengatur dinamika sehingga dapat memberikan kesan bahwa dari hanya mendengarkan lewat bahasa musikalnya, penikmat dapat membayangkan konsep serta tema yang diangkat pada karya ini.

Disamping pemantapan ide, penata juga mulai memikirkan serta melakukan pendekatan terhadap pendukung dalam karya ini. Dalam menentukan pendukung, perlu pula pertimbangan mengenai kesiapan waktu mereka dalam melakukan pelaksanaan jadwal latihan, melihat juga seberapa pengalaman mereka dalam berkesenian dalam bidang seni karawitan agar nantinya tidak menjadi hambatan dalam berproses. Mendengar kesanggupan para pendukung yang telah ditunjuk, langkah selanjutnya yaitu penata mengadakan rapat untuk menjelaskan lagi tentang tujuan serta langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mendukung kegiatan ini agar para pendukung lebih paham dan benar-benar yakin sanggup untuk mendukung karya ini, selain itu juga menentukan tempat latihan, dan kapan hari baik untuk memulai jadwal latihan. Pendukung karya ini ada dari lingkungan penata dan sebagian besar adalah para seniman-seniman muda yang berasal dari lingkungan Kecamatan Mengwi, Badung.

Selang beberapa hari sambil menunggu jadwal untuk memulai latihan, penata mulai merenungkan pola-pola baik itu berupa jalinan melodi, pola tempo, pola ritme, maupun motif-motif ornamentasi. Sesekali waktu juga mendengarkan rekaman-rekaman musik karawitan maupun non karawitan untuk mendapatkan beberapa stimulasi pola ritme, tempo, dan juga motif-motif lainnya agar nantinya dapat dikembangkan kedalam garapan Meru Pitu.

(5)

dilakukan yaitu tahap penjajagan (Exploration) dalam tahap ini dilakukan yaitu Menentukan Konsep Garapan atau ide, Pemilihan pendukung, Pemilihan alat atau media ungkap yang akan di gunakan.Tahap kedua yaitu penuangan (improvisation), melakukan nuwasen yaitu sebuah upacara ritual untuk menandakan dimulainya latihan bagi penata dan pendukung. Tahap ketiga yaitu pembentukan (forming) dalam tahap ini dilakukan penyempurnaan gending (dinamika, tempo, ritme, melodi) yang diimbangi dengan teknik pukulan dalam karya tabuh kreasi Meru ini. Proses pembentukan karya ini dilakukan kurang lebih dalam waktu selama 4 bulan yang dimulai dari bulan Mei 2017 sampai bulan Agustus 2017.

Berikut ini dapat dijabarkan dalam bentuk tabel, kegiatan untuk proses penjajagan, penuangan dan pembentukan dari karya tabuh kreasi Meru ini.

Tabel

Proses Kreativitas

Keterangan

: Ujian Proposal

: Penjajagan (mencari sumber terkait)

: Latihan dengan intensitas ringan

: Latihan dengan intensitas berat

: Gladi Kotir/bersih dan Ujian TA

Tahapan

Kegiatan

Rentang Waktu Penataan

Desember 2016

Januari 2017

Februari 2017

Maret 2017

April 2017

Mei 2017

Juni 2017

Juli 2017

Agustus 2017

Ujian Proposal

Penjajagan

Percobaan

Pembentukan

(6)

Garapan komposisi karawitan “Meru Pitu” merupakan sebuah garapan Tabuh Kreasi babarongan yang masih berpegangan pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu, teknik permainan maupun motif-motif gendingnya dengan penataan atau pengolahan unsure-unsur musikal seperti nada, melodi, irama (ritme), tempo, harmoni, dan dinamika sesuai dengan konsep yang digunakan. Di samping itu juga dilakukan penataan penyajian agar musik yang disajikan tidak hanya enak didengar tetapi juga enak dilihat.

Dilihat dari strukturnya, garapan “Meru pitu” tersusun berdasarkan komposisi yang terdiri dari tiga bagian pokok, yang mana pada tiap-tiap bagian tersebut terdapat berbagai teknik dan motif-motif permainan dari masing-masing instrumen, serta memiliki suasana dan nuansa tersendiri. Hal ini dikaitkan dengan bangunan meru tumpang pitu, dalam sebuah garapan komposisi karawitan Bali. Bagian-bagian tersebut antara lain :

Pengawit

Bagian pertama dalam garapan “Meru Pitu” diawali dengan mulainya dengan pengngranggrang.. Setelah itu dilanjutkan dengan pukulan pada semua instrumen dengan memukul nada ndang dan nding dan dilanjutkan pukulan kekebyaran sebagai pembuka dari komposisi gending. Dilanjutkan dengan kendang sebagai mengawali turunnya melodi, dan tersusun dua motif melodi, suatu melodi pendek dengan tempo sedang menuju pada melodi panjang dengan tempo yang cepat yang dimainkan dari melodi dan oleh instrumen lainnya yang masing-masing mempunyai motif-motif tersendiri. Suasana yang ingin penata ungkapkan pada bagian pengawit yaitu menggambarkan bagian atap meru yang paling tinggi menurun menuju bagian yang besar .

Pengawak

Pada bagian pengawak dari garapan ini cenderung dengan menggunakan tempo sedang. Dengan melodi yang sederhana dan pada bagian pengawak kedua sedikit berbeda. pada bagian ini yaitu memunculkan kesan bagaimana kesederhanaan rangkainan melodi, aksentuasi dan ornamentasi, sebagai transisi ke bagian pengecet, sebagaimana tergambarkan oleh akumulasi berbagai jenis ukiran atau hiasan yang terlihat pada bagian gedong meru.

Pengecet

Bagian pengecet merupakan bagian terakhir dari garapan komposisi karawitan “Meru Pitu”. Merupakan baian yang paling penata tonjolkan dengan membuat melodi dengan hitungan tujuh dan pada bagian ini penata mencoba menonjolkan berbagai unsur-unsur musik seperti permainan melodi, perubahan ritme dan tempo yang sewaktu-waktu berubah, serta penekanan terhadap dinamika gending, namun kompleksitas permainan instrument ritmis seperti gangse dan kantilan yang ditonjolkan. Menggambarkan bagaimana kekuatan dan fisik dalam bentuk visual Meru tersebut seperti tahan gempa serta memiliki monumental yang artistic serta kekuatan arsitektur bangunan meru.

(7)

Terwujudnya sebuah bentuk karya seni, tentu terdapat materi yang menunjang karya seni tersebut. Dalam komposisi karawitan “Meru Pitu” , selain dibentuk berdasarkan unsur-unsur musikal seperti : nada, tempo, dinamika, dan harmoni, juga tidak lepas dari unsur-unsur karawitan yang melebur menjadi satu kesatuan yang utuh, yang memberikan jiwa dalam garapan ini antara lain :

Dalam suatu karya seni, ritme atau irama merupakan kondisi yang menunjukkan kehadiran sesuatu yang terjadi berulang-ulang secara teratur. Pada dasarnya, ritme atau irama dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain : irama metris (irama yang ajeg), irama melodis (bentuk irama yang merupakan pengembangan dari pola-pola melodi), dan irama ritmis (bentuk irama yang menekankan pada pola-pola ritme yang menghasilkan kesan jelimet atau rumit). Dalam garapan ini lebih ditonjolkan suatu bentuk ritme atau irama dengan membuat beberapa pola-pola ritme yang berbeda, yang dikembangkan dari pola-pola melodi dan dijalin menjadi satu sehingga menghasilkan ritme yang terkesa rumit. (I Wayan Suweca. Diktat Pengetahuan Dasar Musik Barat. Denpasar : Sekeolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, 1999).

Melodi merupakan rangkaian nada-nada secara beraturan yang sudah diatur tinggi dan rendahnya. Menurut William P. Malm sebagaimana dikutip oleh Sudirga menyatakan bahwa pola melodi dalam sebuah lagu berhubungan dengan ruang dan waktu yang bergerak secara harmonis. (William P. Malm dalam Sudirga. Cakepung „Ansamble Vokal Bali‟: Kajian Teks dan Konteks. Yogyakarta : Kalika, 2005). Dalam penyusunannya, penata mencoba menjalin beberapa pola melodi yang berbeda menjadi satu, sehingga menghasilkan jalinan-jalinan melodi yang terkesan utuh dan harmoni.

Tempo adalah cepat lambatnya birama lagu pada saat dimainkan. Secara garis besar tempo dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : tempo cepat, tempo sedang dan tempo lambat. Tempo merupakan hal yang sangat penting dalam permainan musik, karena tempo berperan sebagai pemegang kecepatan sebuah lagu. Dalam garapan ini, penata mencoba mengolah berbagai tempo yang disesuaikan dengan tafsiran penata terhadap suasana yang diinginkan, agar dapat lebih mempertegas tiap-tiap suasana dalam konsep garapan tersebut.

Dinamika adalah tanda untuk memainkan volume nada secara keras maupun lembut. Dinamika biasanya digunakan oleh komposer untuk menunjukan bagaimana perasaan yang terkandung di dalam sebuah komposisi, apakah itu riang, sedih, datar, atau agrsif. Demikian halnya dinamika sangatlah penting karena menyangkut keras lirihnya suara serta panjang pendeknya motif maupun teknik permainan instrumen yang dilakukan untuk menghasilkan kesan dinamis dalam sebuah karya.

(8)

Pementasan karya tabuh kreasi Meru di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar (Dokumentasi : Suprianta, Agustus 2017)

Penataan kostum atau busana juga merupakan hal yang penting dalam sebuah pementasan karya seni demi menunjang karya tersebut. Penataan kostum biasanya disesuaikan berdasarkan konsep dan ide pada sebuah garapan. Untuk garapan komposisi”Meru pitu” penata memilih menggunakan kostum/busana adat Bali dalam hal mendukung penampilan. Busana yang dipakai adalah ;

- Memakai hiasan kepala yang disebut dengan udeng berwarna hitam kombinasi poleng yang di baluti dengan hiasan prada dan memakai bros

- Menggunakan Umpal yang dihiasi prada

- Menggunakan kamen berwarna putih dihiasai prada

- Memakai saput yang motifnya sama dengan udeng yang dikenakan diatas kamen

Busana yang dikenakan oleh pendukung garapan ini adalah sama dengan busana yang dipakai oleh penata, terkecuali bedanya hanya terletak pada warna saput dan kamen,sedangkan para pendukung memakai saput endek yang polos dan memakai kamen hitam kombinasi endek.

- Memakai hiasan kepala yang disebut dengan udeng berwarna hitam kombinasi poleng yang di baluti dengan hiasan prada dan memakai bros

- Menggunakan Umpal yang dihiasi prada

- Menggunakan kamen berwarna hitam kobinasi endek - Memakai saput endek polos

PENUTUP

Berdasarkan uraian pada BAB I sampai BAB IV di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Komposisi karawitan “Meru Pitu” merupakan sebuah garapan Tabuh kreasi babarongan yang diwujudkan dengan penganalogian sebuah bangunan meru sebagai rhythmical konsep kemudian dipresentasikan melalui pengamatan penata pada bangunan meru tumpang tujuh.

2. Garapan “Meru Pitu” menggunakan instrumen barungan gamelan palegongan dengan adanya penambahan alat seperti suling, yang dimotori dengan satu buah kendang babarongan dan hanya menggunakan satu buah gong seperti layaknya yang digunakan pada tabuh-tabuh babarongan pada umumnya.

3. Struktur garapan ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian pengawit, bagian pengawak, dan bagian pengecet dengan beberapa transisi untuk menghubungkan bagian-bagian tersebut. Dari masing-masing bagian tersebut mempunyai karakter musikal yang berbeda sesuai dengan suasana yang ingin diungkapkan.

(9)

Daftar Rujukan

Arya Sugiartha, I Gede. 2012. Kreatifitas Musik Bali Garapan Baru Perspektif Cultural Studies. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar Bandem, I Made, 1986. Prakempa Sebuah Lontar Karawitan Bali. Denpasar:

Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.

Djelantik, A. A. M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.

Garwa, I Ketut. 2009. Komposisi Karawitan IV (buku ajar). Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.

Hadi, Sumandyo. 2003. Mencipta Lewat Tari. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar

Suweca, I Wayan. 2009. “Estetika Karawitan‟‟ (buku ajar). Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.

(10)

Gambar

Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Nakon što obratci dođu u radni prostor pogona, pogon prati upravljački program koji je napisan u Siemens 840D SL upravljačkom računalu te „poziva“ potrebne alatne

Berdasarkan perhitungan di atas sistem akan melakukan perhitungan menggunakan Metode Mountford untuk mengakuratkan hasil pendeteksian dimana akan menampilkan nilai

Sehingga, untuk memajukan pendidikan penyandang disabilitas ini, sudah saatnya dibuat kebijakan mengenai sekolah inklusif, sehingga pada tiap-tiap kecamatan setidaknya terdapat

Analisis dibahagikan kepada dua bahagian iaitu Bahagian A: menguji kefahaman pelajar sebelum dan selepas menggunakan modul Pengajaran & Pembelajaran: Securing WAN

Australia dalam skenario tentang perubahan iklim global terhadap kelautan, telah memperkirakan bahwa akan ada perluasan wilayah perairan tropis yang dapat memberikan dampak

Terdapat 7 jenis penggunaan tanah di Kecamatan Kendari Barat pada tahun 2013 yaitu bangunan dan halaman sekitarnya, tegal/kebun, ladang/huma, lahan yang sementara

Pengecualian dari instrumen ekuitas AFS, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara obyektif dengan sebuah peristiwa

Jarak antarbaris adalah satu setengah spasi, kecuali abstrak, terusan nama bab, terusan nama judul tabel, terusan nama judul grafik/gambar, dan kutipan langsung yang lebih dari empat