• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan Transformasional 1. Definisi Kepemimpinan Transformasional - Hendra Kurniawan BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan Transformasional 1. Definisi Kepemimpinan Transformasional - Hendra Kurniawan BAB II"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Transformasional

1. Definisi Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan menurut Robbins dalam Marwan Subekti (2013), adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Kepemimpinan menurut Hersey adalah proses untuk mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus berorientasi pada tugas (tasks) dan hubungan antar manusia (human relationship). Berdasarkan definisi kepemimpinan menurut Robbins dan Hersey maka kepemimpinan adalah suatu proses interaksi antara atasan dan bawahan, dimana adanya hal mempengaruhi dari atasan pada bawahan.

(2)

Awalnya, konsep kepemimpinan transformasional diperkenalkan oleh Burns pada tahun 1978 yang menyatakan bahwa pemimpin yang transformasional meningkatkan kebutuhan dan motivasi bawahan dan mempromosikan perubahan dramatis dalam individual, grup, dan organisasi.

Bass mendefinisikan bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang meningkatkan kepercayaan diri individual maupun grup, membangkitkan kesadaran dan ketertarikan dalam grup dan organisasi, dan mencoba untuk menggerakkan perhatian bawahan untuk pencapaian dan pengembangan eksistensi.

Awalnya kepemimpinan transformasional ditunjukkan melalui tiga perilaku, yaitu karisma, konsiderasi individual, dan stimulasi intelektual. Namun pada perkembangannya, perilaku karisma kemudian dibagi menjadi dua, yaitu karisma atau idealisasi pengaruh dan motivasi inspirasional.

(3)

2. Teori Kepemimpinan Transformasional

Dalam pengembangan teori kepemimpinan terdapat tiga haluan besar, yaitu:

a. Teori kepemimpinan berdasarkan sifat (traits theory)

b. Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku (behavior theory) c. Teori kepemimpinan berdasarkan situasi (situational theory)

Menurut Luthans dalam Marwan Subekti (2013), salah satu teori kepemimpinan yang menggunakan pendekatan situasionaln adalah teori kepemimpinan kontingensi yang dikembangkan oleh Fiedler pada tahun 1967. Teori kepemimpinan kontingensi menyatakan bahwa kinerja pegawai yang efektif hanya dapat tercapai apabila terjadi kesamaan visi antara tipe kepemimpinan seorang pemimpin dengan bawahannya serta sejauh mana pemimpin mampu mengendalikan situasi. Tiga dimensi penting yang muncul pada model kepemimpinan kontingensi, yaitu:

a. Leader-member relations (hubungan pemimpin-anggota), yaitu hubungan pemimpin dengan anggota, besaran kadar kepercayaan serta respek dari bawahan terhadap pemimpin.

b. Task structure (tingkat strukur tugas), yaitu kadar formalisasi dan prosedur operasional standar pada struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin.

(4)

Teori kepemimpinan situasional lainnya dikemukakan oleh Vroom dan Yetton pada tahun 1973 (Wahyu Hamdani, 2012). Teori yang dinamakan teori normative Vroom-Yetton ini menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin bawahan dalam berbagai situasi. Model ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun tipe kepemimpinan yang dapat efektif diterapkan dalam berbagai situasi.

Pilihan mengenai tipe kepemimpinan yang akan dianut hanya efektif jika sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selanjutnya House dan Mitchel l pada tahun 1974 mengemukakan teori situasional dengan berbasis pada hasil penelitian dari Universitas Ohio (Wahyu Hamdani, 2012).

Teori yang dinamakan sebagai teori path-goal ini mengungkapkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tugas untuk membantu bawahan dalam mencapai tujuan-tujuan (goal) mereka dan menyediakan petunjuk (path) atau dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan tersebut sejalan dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Pada intinya, teori path-goal menjelaskan empat perilaku pemimpin, yaitu (Wahjono, 2010) :

a. Pemimpin direktif, mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, dan memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok.

(5)

bersahabat, dan mudah bergaul serta memperhatikan kesejahteraan bawahannya.

c. Pemimpin partisipatif, melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan.

d. Pemimpin yang berorientasi pada kinerja, menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistik dan memenuhi standar-standar yang tinggi.

(6)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional

Adapun yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional adalah: a. Idealisasi Pengaruh (Idealized Influence)

Idealisasi pengaruh adalah perilaku yang menghasilkan standar perilaku yang tinggi, memberikan wawasan dan kesadaran akan visi, menunjukkan keyakinan, menimbulkan rasa hormat, bangga dan percaya, menumbuhkan komitmen dan unjuk kerja melebihi ekspektasi, dan menegakkan perilaku moral yang etis. Pemimpin yang memiliki idealisasi pengaruh akan menunjukkan perilaku antara lain: mengembangkan kepercayaan bawahan kepada atasan, membuat bawahan berusaha meniru perilaku dan mengidentifikasi diri dengan pemimpinnya, menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip bersama, mengembangkan visi bersama, menginspirasikan bawahan untuk mewujudkan standar perilaku secara konsisten, mengembangkan budaya dan ideology organisasi yang sejalan dengan masyarakat pada umumnya, dan menunjukkan rasa tanggung jawab social dan jiwa melayani yang sejati. b. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)

(7)

optimisme. Pemimpin juga memanfaatkan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana. Pemimpin yang memiliki motivasi inspirasional mampu meningkatkan motivasi dan antusiasme bawahan, membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai sasaran kelompok. Bass menyatakan bahwa pemimpin yang memiliki motivasi inspirasional akan menunjukkan perilaku membangkitkan gairah bawahan untuk mencapai prestasi terbaik dalam performasi dan dalam pengembangan dirinya, menginspirasikan bawahan untuk mencapai masa depan yang lebih baik, membimbing bawahan untuk mencapai masa depan yang lebih baik, membimbing bawahan mencapai sasaran melalui usaha, pengembangan diri, dan unjuk kerja maksimal, menginspirasikan bawahan untuk mengerahkan potensinya secara total, dan mendorong bawahan untuk bekerja lebih dari biasanya.

c. Konsiderasi Individual (Individualized Consideration)

(8)

meningkatkan potensi yang mereka miliki. Konsiderasi ini sangat mempengaruhi kepuasan bawahan terhadap atasannya dan dapat meningkatkan produktivitas bawahan. Konsiderasi ini memunculkan antara lain dalam bentuk memperlakukan bawahan secara individu dan mengekspresikan penghargaan untuk setiap pekerjaan yang baik.

d. Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation)

Stimulasi intelektual adalah proses meningkatkan pemahaman dan merangsang timbulnya cara pandang baru dalam melihat permasalahan, berpikir, dan berimajinasi, serta dalam menetapkan nilai-nilai kepercayaan. Dalam melakukan kontribusi intelektual melalui logika, analisa, dan rasionalitas, pemimpin menggunakan simbol sebagai media sederhana yang dapat diterima oleh pengikutnya. Melalui stimulasi intelektual pemimpin dapat merangsang tumbuhnya inovasi dan cara-cara baru dalam menyelesaikan suatu masalah. Melalui proses stimulasi ini akan terjadi peningkatan kemampuan bawahan dalam memahami dan memecahkan masalah, berpikir, dan berimajinasi, juga perubahan dalam nilai-nilai dan kepercayaan mereka. Perubahan ini bukan saja dapat dilihat secara langsung, tetapi juga perubahan jangka panjang yang merupakan lompatan kemampuan konseptual, pemahaman dan ketajaman dalam menilai dan memecahkan masalah.

(9)

banyaknya kelemahan yang terdapat pada tiga haluan besar teori kepemimpinan dan teori kepemimpinan transaksional sebelumnya sehingga teori-teori tersebut sudah dianggap sebagai paradigm usang (old paradigm) dalam penelitian pada sektor publik.

4. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Kinerja

Dampak dari diterapkannya kepemimpinan transformasional adalah pemimpin mampu mempengaruhi kinerja bawahannya. Pemimpin transformasional mengarahkan dan mengilhami upaya karyawan dengan meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya nilai-nilai organisasi dan hasil. Proses ini menuntut para pemimpin untuk menciptakan visi, misi dan tujuan antara karyawan, memberikan keyakinan dan arah tentang masa depan organisasi. Daya tarik untuk tujuan yang lebih luas mengaktifkan tingkat kebutuhan karyawan yang tinggi, mendorong mereka untuk mengatasi kepentingan pribadi mereka sendiri demi organisasi dan pelanggannya. Kepemimpinan transformasional lebih baik dibandingkan kepemimpinan transaktional dalam hal menekan turn-over karyawan, meningkatkan produktivitas dan menjadikan kepuasan pegawai lebih besar.

(10)

telah ditentukan bersama. Tipe kepemimpinan ini mendorong para pengikutnya (individu-individu dalam satu organisasi) untuk menghabiskan upaya ekstra dan mencapai apa yang mereka anggap mungkin. Kepemimpinan transformasional meningkatkan kesadaran para pengikutnya dengan menarik cita-cita dan nilai-nilai seperti keadilan (justice), kedamaian (peace) dan persamaan (equality). Sementara itu, Humphreys (2005) menyatakan bahwa pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dengan karakteristik yang diungkapkan oleh Bass akan menyebabkan terjadinya perubahan yang konstan menuju ke arah perbaikan bagi organisasinya. Dengan perubahan-perubahan positif tersebut, pegawai siap untuk menerima tugas yang diberikan pemimpin tanpa beban, senang dan puas dalam melakukan pekerjaannya serta akan meningkatkan produktivitas dan kinerja pegawai yang bersangkutan.

B. Kompetensi

1. Definisi Kompetensi

(11)

Selanjutnya kompetensi menurut Spence Jr. dalam Ruky (2006) adalah “un under lying characteristic of an individual that is casually

realated to cretarion-referenced effective and/or superior performance in

a job or situation” atau karakteristik dasar seseorang (individu) yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi serta bertahan cukup aman dalam diri manusia.

Menurut Mangkunegara dalam Nenny Anggraeni (2010) mengemukakan bahwa kompetensi merupakan faktor mendasar yang dimiliki seseorang yang mempunyai kemampuan lebih, yang membuatnya berbeda dengan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja.

Kompetensi menurut oleh Nick Boreham dalam Sahwan (2014:5) sebagai berikut :

Contempory work related education and training policy represent

occupational competence as the outcome of individual performance at work. This paper present a critique of this neo liberal assumption,

arguing that in many cases competence should be regreded as an atribure of groups, teams and communities. It proposes a theory of collective competence in terms of (1) making collective sense of event in the workplace, (2) developing and using a collective knowledge base and (3) developing a sense of interdependency.

(12)

tim. Ada semakin banyak organisasi yang menggunakan beberapa segi analisis kompetensi.

Kesimpulan dari definisi para ahli adalah kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, termasuk di antaranya kemampuan seseorang untuk mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru dan meningkatkan manfaat yang disepakati.

2. Teori Kompetensi

Konsep kompetensi berawal dari artikel David McClelland yang mengegerkan, “Testing for competence rather than intelligence”. Artikel

tersebut meluncurkan gerakan kompetensi dalam psikologi industrial. David McClelland menyimpulkan, berdasarkan hasil penelitian, bahwa tes kecakapan akademis tradisional dan pengetahuan isi, serta nilai dan ijazah sekolah; (1) tidak dapat memprediksi keberhasilan di pekerjaan/kehidupan, (2) biasanya bias terhadap masyarakat yang sosial ekonomi rendah.

(13)

Selanjutnya, Spencer dan Spencer (dalam Palan, 2008:6), menguraikan lima karakteristik yang membentuk kompetensi, sebagai berikut:

a. Pengetahuan; merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran.

b. Keterampilan; merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan.

c. Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi.

d. Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan.

e. Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.

Karakteristik kompetensi dibedakan berdasarkan pada tingkat mana kompetensi tersebut dapat diajarkan. Keahlian dan pengetahuan biasanya dikelompokkan sebagai kompetisi di permukaan sehingga mudah tampak. Kompetisi ini biasanya mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar untuk menguasainya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi

(14)

tersebut, dan untuk menekankan kapabilitas karyawan guna meningkatkan keunggulan kompetitif organisasional.

Memiliki sumber daya manusia yang kompeten adalah keharusan bagi perusahaan. Mengelola sumber daya manusia berdasarkan kompetensi diyakini bisa lebih menjamin keberhasilan mencapai tujuan. Sebagian besar perusahaan memakai kompetensi sebagai dasar dalam memilih orang, mengelola kinerja, pelatihan dan pengembangan serta pemberian kompensasi.

Proses rekrutmen dan seleksi diarahkan untuk mencari orang yang mendekati kompetensinya, demikian pula halnya untuk pengembangan kinerja dan karir karyawan. Setiap kali diadakan uji kompetensi (assessment) untuk mencocokkan apakah karyawan bisa memenuhi model kompetensinya atau tidak. Bila terjadi kekurangan maka karyawan tersebut harus dilatih dan dibina lebih lanjut. Kelalaian atau mengabaikan pelatihan bisa berakibat karyawan menjadi tidak kompeten sehingga kinerja tidak maksimal.

(15)

organisasi sehingga menghasilkan serangkaian kompetensi yang akan membentuk kompetensi inti (core competency).

Kompetensi memberikan beberapa manfaat kepada karyawan, organisasi sebagai berikut :

a. Karyawan

1) Kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer keterampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karir.

2) Adanya kesempatan bagi pegawai untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional berbasis standar yang ada.

3) Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier

4) Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan. 5) Pilihan perubahan karir yang lebih jelas untuk berubah pada jabatan

baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru. Kompetensi baru yang dibutuhkan mungkin hanya berbeda 10% dari yang telah dimiliki.

6) Penilaian kinerja yang lebih obyektif dan umpan balik berbasis standar kompetensi yang ditentukan dengan jelas.

(16)

b. Organisasi

1) Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan.

2) Meningkatnya efektifitas rekrutmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar.

3) Pendidikan dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan persyaratan keterampilan perusahaan yang lebih khusus.

4) Akses pada pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan industri dan identifikasi penyedia pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.

5) Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki keterampilan yang akan diperoleh dalam pendidikan dan pelatihan.

6) Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil pendidikan dan pelatihan akan lebih reliable dan konsisten.

7) Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi kompetensi yang diperlukan untuk mengelola perubahan. .

(17)

dasar dalam memilih orang, mengelola kinerja, pelatihan dan pengembangan serta pemberian kompensasi.

Komponen utama kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang saling terkait mempengaruhi sebagian besar jabatan (peranan atau tanggung jawab), berkorelasi dengan kinerja pada jabatan tersebut, dan dapat diukur dengan standar-standar yang dapat diterima, serta dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya pelatihan dan pengembangan.

Kemudian Hutapea dan Thoha dalam Christina (2013) mengungkapkan bahwa ada empat komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan, pengalaman, dan perilaku individu. Keempat komponen utama dalam kompetensi dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang. Pengetahuan adalah komponen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasi.

(18)

oleh karyawan berpengetahuan kurang. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi. Atau dapat disimpulkan bahwa karyawan yang berpengetahuan kurang, akan mengurangi efisiensi. Maka dari itu, karyawan yang berpengetahuan kurang harus diperbaiki dan dikembangkan melalui pelatihan SDM, agar tidak merugikan usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi yang sudah ditentukan sebelumnya. Pengetahuan dikategorikan sebagai berikut :

1) Informasi yang didapatkan dan diletakkan dalam ingatan kita (Deklaratif).

2) Bagaimana informasi dikumpulkan dan digunakan ke sesuatu hal yang sudah kita ketahui (Procedural).

3) Mengerti tentang how, when dan why informasi tersebut berguna dan dapat digunakan (Strategic).

b. Keterampilan

(19)

atau pekerjaan. Lebih lanjut tentang keterampilan adalah sebagai kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu rangkaian tugas yang berkembang dari hasil pelatihan dan pengalaman. Keahlian seseorang tercermin dengan seberapa baik seeorang dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik, seperti mengoperasikan suatu peralatan, berkomunikasi efektif atau mengimplementasikan suatu strategi bisnis.

c. Perilaku

Disamping pengetahuan dan ketrampilan karyawan, hal yang perlu diperhatikan adalah sikap perilaku kerja karyawan. Apabila karyawan mempunyai sifat yang mendukung pencapaian tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Menurut Gitosudarmo dan Sudita dalam Fahmi (2012) mengemukakan bahwa : ”Perilaku kerja adalah sikap keteraturan

perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungannya.”

d. Pengalaman kerja

Banyak perusahaan atau organisasi yang kerapkali menganggap bahwa pengalaman sebagai indikator yang tepat dari kemampuan dan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan.

(20)

hidup. Pengalaman yang dapat membentuk kompetensi seseorang misalnya pengalaman yang diperoleh dari bekerja dan berorganisasi. Baik pengalaman manis maupun pahit berperan penting dalam pembentukan kompetensi dari individu. Mengingat pengalaman seseorang memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan kompetensi, maka sudah sewajarnya seorang pemimpin mengetahui latar belakang sumber daya manusianya.

Menurut Manullang dalam Christilia (2013) bahwa : ”Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau

keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Pengalaman kerja sebagai suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Komponen-komponen kompetensi terdiri dari motive (dorongan), traits (ciri, sifat, karakter pembawaan), self image (citra diri), social role (peran sosial), dan skills (keterampilan).

Untuk lebih jelasnya komponen-komponen kompetensi tersebut akan diuraikan satu persatu sebagai berikut :

1) Motive (Dorongan)

(21)

berbuat. Jadi motif tersebut merupakan studi driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu dimulai dengan motivasi (niat). Motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell dalam Christilia (2013) motivasi mewakili proses persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu. Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah : keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut, (Goals or ends of such behavior).

(22)

melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan yang harus terpuaskan.

2) Traits (Ciri, sifat, karakter pembawaan)

Traits adalah elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan tingkah laku. Hal ini tampak definisi kepribadian menurut Cattell. Menurutnya, kepribadian adalah struktur kompleks yang tersusun dalam berbagai kategori yang memungkinkan prediksi tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu, mencakup seluruh tingkah laku baik yang konkrit atau yang abstrak.

3) Self image (Citra diri)

Menurut Brisset dalam Christilia (2013) self image merupakan suatu gambaran dan keadaan diri yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan. Self image berkenaan dengan karakteristik fisik dan mentalnya. Proses perkembangan self image merupakan gambaran diri yang dimiliki individu melalui interaksi dengan lingkungan. Individu mendapat umpan balik dan persetujuan mengenai perilakunya dari orang-orang di sekitar individu tersebut.

4) Social role (Peran sosial)

Social role merupakan seperangkat harapan dan perilaku atas status sosial. Peran sosial merupakan tingkah laku individu yang

(23)

menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya.

C. Kompensasi

1. Definisi Kompensasi

Kompensasi merupakan sejumlah uang yang di terima sebagai balas jasa dari prestasi kerja termasuk juga berbagai macam layanan dan tunjangan dari perusahaan kepada pegawainya. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Rivai (2010) Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi (Simamora, 2004).

Kompensasi (compensation) meliputi kompensasi finansial dan non finansial. Dimana pada kompensasi finansial terdapat kompensasi finansial langsung (direct financial compentation) yaitu berbentuk gaji atau upah dan kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation) atau disebut juga dengan tunjangan. Sedangkan untuk kompensasi non financial meliputi insentif, tunjangan dan fasilitas. Untuk sistem kompensasi dibedakan oleh waktu, hasil (output) dan borongan.

(24)

untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, karena kualitas hasil pekerjaan ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki sumber daya manusianya. Alasan ini membuat banyak organisasi mengeluarkan sejumlah dana yang relatif besar untuk mengembangkan sumber daya manusianya agar memiliki kompetensi sesuai kebutuhannya.

Kompensasi adalah imbalan yang dibayarkan kepada karyawan atas jasa yang mereka sumbangkan pada pekerjannya (Bangun, 2012). Kompensasi dapat diterima dalam bentuk finansial (kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung) dan kompensasi bukan finansial.

Kompensasi finansial adalah bentuk kompensasi yang dibayarkan kepada karyawan dalam bentuk uang atas jasa yang mereka sumbangkan pada pekerjaannya (Bangun, 2012). Kompensasi dalam bentuk finansial dapat dibayarkan secara langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung adalah kompensasi yang dibayarkan secara langsung baik dalam bentuk gaji pokok (base payment) maupun berdasarkan kinerja (bonus dan insentif). Kompensasi langsung dapat berupa :

a. Perlindungan umum (jaminan sosial, pengangguran dan cacat)

b. Perlindungan pribadi (pensiun, tabungan, pesangon tambahan, dan asuransi)

(25)

d. Tunjangan siklus hidup (bantuan hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan, konseling, penghasilan dan biaya pindah).

Kompensasi tidak langsung adalah kompensasi yang dibayarkan dalam bentuk uang tetapi sistem pembayarannya dilakukan setelah jatuh tempo, atau pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa akan datang yang telah disepakati sebelumnya. Kompensasi tidak langsung dapat dibayarkan dalam bentuk tunjangan seperti asuransi, liburan atas biaya perusahaan dan dana pensiun. Pembayaran tidak langsung akan diberikan kepada seluruh karyawan.

Kompensasi non finansial adalah imbalan yang diberikan kepada karyawan bukan dalam bentuk uang, tetapi lebih mengarah pada pekerjaan yang menantang, imbalan karir, jaminan sosial atau bentuk-bentuk lain yang dapat menimbulkan kepuasan kerja (Bangun, 2012). Imbalan non finansial dapat berupa imbalan karir (berupa rasa aman, pengembangan diri, fleksibilitas karir, dan peluang kenaikan penghasilan), dan imbalan sosial (berupa simbol status, pujian dan pengakuan, kenyamanan tugas, dan persahabatan).

2. Teori Kompensasi

(26)

misi, dan tujuannya. Menurut Gugup Kismono (2011) kompensasi dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu:

a. Kompensasi Finansial (Uang)

Kompensasi langsung berupa pembayaran upah (pembayaran atas dasar jam kerja), gaji (pembayaran secara tetap/bulanan), dan insentif atau bonus. Pemberian gaji tetap setiap bulannya umumnya didasarkan pada nilai pekerjaan yang diembannya. Semain tinggi nilai pekerjaan atau jabatannya akan semakin tinggi pula gaji yang diterimanya tanpa memeprtimbangkan kinerja yang dihasilkannya. Penentuan nilai sebuah pekerjaan dilakukan melalui evaluasi pekerjaan. Sebaliknya, besar-kecilnya gaji insentif atau bonus dikaitkan dengan kinerja seseorang atau kinerja organisasi. Jika seseorang menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan rekan kerjanya, maka dia berhak mendapatkan insentif lebih besar walaupun mereka menduduki jabatan yang sama. Kompensasi pelengkap atau tidak langsung (benefits), pemberian pelayanan dan fasilitas kepada karyawan seperti program beasiswa pendidikan, perumahan, program rekreasi, libur dan cuti, konseling financial, dan lain-lain.

b. Kompensasi Non finansial (Non uang)

(27)

kebijakan yang sehat, supervisi yang kompeten, kerabat kerja yang menyenangkan, dan lingkungan kerja yang nyaman.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Dikemukakan oleh Hasibuan (2009) sebagai berikut :

a. Penawaran dan Permintaan

Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerja (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan maka komoensasi relatif semakin besar.

b. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan

Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik, maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang, maka tingkat kompensasi relatif kecil.

c. Serikat buruh / organisasi karyawan

(28)

d. Produktivitas Kerja Karyawan

Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit maka kompensasinya kecil.

e. Pemerintah dan Undang-undang dan keppres

Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas upah/balas jasa minimum. Peraturan pemrintah ini sangat penting supaya pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dan tindakan sewenang-wenang.

f. Biaya Hidup

Apabila biaya hidup didaerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/ upah semakin besa. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup didaerah itu rendah maka tingkat kompensai / upah relatif kecil. Seperti tingkat upah di jakarta lebih besar dari pada di Bandung.

g. Posisi Jabatan Karyawan

(29)

h. Pendidikan dan pengalaman kerja

Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji / balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji kompensasinya kecil.

4. Hubungan Kompensasi dengan Kinerja

Kompensasi karyawan merupakan elemen hubungan kerja yang sering menimbulkan masalah dalam hubungan industrial. Masalah kompensasi, khususnya upah, selalu menjadi perhatian manajemen organisasi, karyawan, dan pemerintah. Manajemen memperhitungkan upah karena merupakan bagian utama dari biaya produksi dan operasi, melukiskan kinerja karyawan yang harus dibayar, dan mempengaruhi kemampuannya untuk merekrut tenaga kerja dengan kualitas tertentu.

(30)

Jika seorang karyawan menghasilkan kinerja yang diharapkan manajemen, ia akan mendapatkan kompensasi tertentu. Dalam waktu tertentu, ia akan mendapatkan kenaikan kompensasi jika memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan manajemen organisasi. Bagi karyawan, upah menentukan standard dan kualitas hidupnya. Upah ukuran tenaga, pikiran, waktu, risiko kerja, dan kinerja yang ia berikan kepada majikan. Upah juga mencerminkan kualitas dan kebahagiaan hidupnya di hari tua. Oleh karena itu, upah menentukan hubungan karyawan dengan majikannya, terjadinya pemogokan, kepuasan kerja, dan komitmen terhadap tempat kerja.

Sebagian besar pemogokan buruh di Indonesia disebabkan oleh tuntutan buruh atas kenaikan upah minimum dan perbaikan jaminan sosial mereka. Bagi pemerintah, kompensasi mempengaruhi kestabilan ekonomi makro, yaitu tingkat pengangguran, inflasi, daya beli dan perkembangan ekonomi, serta poltik dan sosial negara. Upah menentukan jumlah pajak yang diterima pemerintah dan kemampuannya untuk memberikan layanan publik bagi warga negaranya. Jumlah pajak penghasilan yang dipungut pemerintah menentukan kemampuan pemerintah untuk memberikan jaminan sosial kepada karyawan ketika sedang bekerja dan di hari tuanya.

(31)

mempengaruhi daya beli mereka untuk membeli produk yang mereka butuhkan. Selain itu, upah juga menentukan jumlah jenis, kuantitas dan kualitas produk yang diproduksi oleh pekerja dan dibutuhkan oleh para anggota masyarakat.

Upah merupakan tolak ukur kinerja karyawan. Upah diberikan setelah karyawan menghasilkan kinerja tertentu. Tujuan mengaitkan upah dengan kinerja antara lain sebagai berkut:

a. Upah merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan secra efisien. Skema upah disusun berdasarkan tujuan kinerja., seperti tingkat produktivitas dan keuntungan perusahaan. b. Untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya organisasi

dengan merekrut dan mempertahankan retensi karyawan dengan kompetensi tinggi.

c. Menciptakan sistem manajemen SDM denga sistem imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang meningkatkan motivasi kerja karyawan.

d. Upah juga berkaitan dengan manajemen kinerja yang mengontrol, mengembangkan, dan mempertahankan kinerja tinggi karyawan.

D. Kinerja

1. Definisi Kinerja

(32)

tersebut menunjukkan bahwa apabila kinerja karyawan baik, maka kinerja perusahaan juga akan menjadi baik.

Faktor–faktor situasi juga berpengaruh terhadap tingkat kinerja yang

dicapai seseorang, situasi yang mendukung misalnya adanya kondisi sarana usaha yang baik, ruang yang tenang, pengakuan atas pendapat rekan kerja yang lain, pemimpin yang mengerti kebutuhan karyawan dan tidak otoriter tetapi demokratis. Sistem kerja yang mendukung tentunya akan mendorong pencapaian kinerja yang tinggi daripada kondisi kerja yang tidak mendukung dimana terdapat pemimpin yang otoriter, pelayanan yang kurang memuaskan, tekanan terhadap peranan, tentu akan menimbulkan kinerja karyawan yang rendah.

2. Teori Kinerja

Menurut Pramudyo (2010) terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu : a. Adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; dan b. Adanya objektivitas dalam proses evaluasi

(33)

identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik.

Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian

Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2008), yaitu :

a. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah :rating scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident.

(34)

2) Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari :

a) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

b) Paired comparation : yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. 3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired

comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif banyak.

4) Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia.

5) Freeform essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang/ karyawan/ pegawai yang sedang dinilainya.

(35)

berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.

b. Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah : assesment centre, Management By Objective (MBO=MBS) dan human asset accounting.

1) Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam.

2) Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan.

3) Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson dalam Fahmi (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu :

(36)

b. Tingkat keterampilan yang ditentukan oleh pendidikan latihan dalam manajemen supervisi serta keterampilan dalam teknik industri.

c. Hubungan tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkara pengawasan mutu.

d. Manajemen poduktiviatas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas. e. Efisiensi tenaga kerja, seperti: perencanaan tenaga kerja dan tambahan

tugas.

f. Kewiraswastaan, dalam pengambilan resiko, kreatifititas.

Disamping hal diatas terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja kerja, diantaranya adalah:

a. Sikap mental, berupa: 1) Motivasi kerja 2) Disiplin kerja 3) Etika kerja b. Pendidikan

(37)

c. Keterampilan

Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman yang cukup.

d. Manajemen

Manajemen di sini berkaitan dengan sistem yang dikaitkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan staf/ bawahannya. Apabila manajemennya tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang produktif.

e. Tingkat Penghasilan

Apabila tingkat penghasilan memadai makan dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja.

f. Jaminan Sosial

(38)

g. Lingkungan dan Iklim Kerja

Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai lebih senang bekerja dan meningkatkan tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju ke arah peningkatan kinerja.

h. Sarana Produksi

Mutu sarana produksi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai.

i. Teknologi

Apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya maka akan memungkinkan:

1) Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi

2) Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu 3) Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa

j. Kesempatan Berprestasi

(39)

4. Teknik-teknik Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson dalam Fahmi (2015) teknik-teknik untuk meningkatkan kinerja karyawan sebagai berikut:

a. Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

b. Quanlity of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syaratkesesuaian dan kesiapannya.

c. Job knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaaan dan ketrampilannya

d. Creatineness : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

e. Cooperation : Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesame organisasi.

f. Dependability : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

g. Initiative : semangat untuk melakukan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

(40)

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu penting dilakukan dalam sebuah penelitian. Selain sebagai bahan kopparasi dan referensi, penelitian terdahulu juga bertujuan untuk memetakan posisi peneliti yang akan dilakukan dengan menelusuri hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan sasaran penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Fadli Dan Inneke tentang Pengaruh Perencanaa Dan Kompetensi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT Indonesia Asahan Alumunium Kuala Tanjung diperoleh hasil bahwa kompetensi karyawan yang terdiri dari kompetensi teknis, kompetensi non teknis berpengaruh secara bersama-sama dan sangat nyata (highly significant) terhadap kinerja karyawan pada PT. INALUM Kuala Tanjung.

Penelitian yang dilakukan oleh Widyatmini dan luqman tentang Hubungan Kepemimpinan, Kompensasi Dan Kompetensi Terhadap Kinerja Pada Karyawan Pegawai Dinas Kesehatan Kota Depok menunjukan hasil bahwa Kepemimpinan, kompensasi, dan kompetensi ditemukan mempunyai hubungan dengan kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kota Depok Semakin tinggi kompetensi pegawai, semakin tinggi kinerja pegawai.

Penelitian yang dilakukan oleh Tati (2009) tentang Pengaruh Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Dosen pada FPTK UPI menunjukan hasil bahwa kompetensi memiliki korelasi positif dengan kinerjas, selain itu kompetensi memberikanpengaruh signifikan terhadap kinerja.

(41)

mempengaruhi variabel kinerja karyawan pada PT KAI DAOP IV Semarang. Penelitian Astarini (2014), menghasilkan pengaruh positif pengalaman kerja, kompetensi sosial dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Dan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2014), menyimpulkan bahwa kompensasi mempunyai pengaruh positif terhadap variabel kinerja karyawan. Kemudian penelitian ini mengkombinasikan variabel penelitian dari Subekti (2013), Aristarini (2014) dan Prasetyo (2014) yaitu kepemimpinan, kompetensi dan kompensasi yang telah terbukti signifikan terhadap kinerja dan diharapkan mampu menghasilkan tingkat determinasi (R2) yang tinggi. Penelitian mengambil objek di PT KAI Daop V Purwokerto karena penelitian mengenai kinerja belum pernah diteliti sebelumnya.

F. Kerangka Pemikiran Teoritis

(42)

bawahan akan merasa percaya, kagum, bangga, loyal, dan hormat kepada atasannya serta termotivasi untuk mengerjakan pekerjaan dengan hasil yang melebihi target yang telah ditentukan bersama.

Menurut Grote dalam Pramudyo (2010), kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, perilaku yang harus dimiliki seseorang dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Organisasi dapat menggunakan kompetensi untuk memprediksi kinerja, yaitu siapa yang berkinerja baik dan kurang baik tergantung pada kompetensi yang dimilikinya, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.

(43)

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

G. Hipotesis

H1 : Kepemimpinan transformasional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

H2 : Kompetensi secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan. H3 : Kompensasi secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan. H4 :Peran kepemimpinan transformasional, kompetensi dan kompensasi

secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.

Kompetensi (X2)

Kompensasi (X3)

Kinerja karyawan (Y)

H1

H2

H4

H3 Kepemimpinan

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh setiap institusi pemerintah namun sebelumnya para pelaksana reformasi birokrasi harus memahami terlebih dahulu apa itu hakikat

Sehingga dapat diartikankan bahwa variabel independen X1 tidak berpengaruh terhadap kenaikan nilai Kapitalisasi Jakarta Islamic Index , artinya dalam penelitian ini menyatakan

Pada penelitian ini berhasil menerapkan metode Certainty Factor dalam membangun aplikasi penataan warna rambut berdasarkan warna kulit dengan menggunakan data

Jari-jari roda kemudi harus benar-benar simetris, jika tidak, roda harus diluruskan dengan memutar kedua lengan tie-rod (ada beberapa kendaraan yang hanya memiliki sebuah lengan)

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa peranan dan tanggungjawab PT Jasa Raharja dalam memberikan biaya dan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas

Ketidakjelasan yang mengemuka bukan berasal dari persoalan mengaflikasikan sunnah itu, tetapi yang paling mendasar adalah bagaimana memahami sebuah pemahaman

Dengan demikian pedoman pen- skoran (rubrik) dan lembar observasi belum tersedia di sekolah ini. Oleh karena itu, penulis mencoba membuat rubrik penilaian keterampilan

Selain itu ketika kita bersandar sepenuhnya kepada Tuhan, Ia akan memampukan kita menjadi orang tua yang baik dan Ia juga akan melengkapi dan menyempurnakan kita mendidik