A. Penelitian yang Relevan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) telah banyak dilakukan. Pada penelitian tindakan kelas, ada yang meneliti tentang pemanfaatan media pembelajaran, penerapan metode pembelajaran, pendekatan pembelajaran, maupun teknik pembelajaran. Penelitian tindakan kelas juga berkaitan dengan materi pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa yaitu, berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Pada kegatan pembelajaran di SMP, khususnya kelas VIII terdapat materi menulis naskah drama.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji tentang menulis naskah drama. Tri Marina (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Media Video Lagu untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis
siswa yang mencapai tuntas belajar adalah 40 siswa atau 100% dengan nilai rata-rata 89.
Kartini (2011) juga melakukan penelitian dengan judul “Upaya
Meningkatkan Keterampilan Menulis Kreatif Naskah Drama dengan Menggunakan Media Video Klip di SMP Negeri 1 Patikraja.” Hasil evaluasi
penelitian dengan menggunakan media video klip dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil evaluasi pre test dengan nilai rata-rata 54,55 dengan nilai tertinggi 88,8 dan nilai terendah 50. Sedangkan, hasil evaluasi pada siklus II dengan nilai rata-rata 82,81 dengan nilai tertinggi 94,4 dan nilai terendah 66,6.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu antara lain, pada penelitian ini, peneliti memilih subjek penelitian siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto dan pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kolaborasi dalam kegiatan pembelajaran menulis kreatif naskah drama. Sehingga, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Baik dari segi waktu, subjek, dan metode yang digunakan dalam penelitian. Kelebihan dari penelitian ini adalah pada metode pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran kolaborasi yang digunakan, dapat membuat siswa lebih aktif dan berinteraksi satu sama lain di dalam kelompok. Selain itu, adanya kolaborasi siswa dapat mengomentari hasil menulis kreatif naskah drama milik teman satu kelompoknya. Sehingga, komentar atau saran yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan menulis naskah drama, karena kesalahan atau kekurangannya telah dikoreksi oleh teman satu kelompoknya.
kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kolaborasi dalam meningkatkan keterampilan menulis naskah drama di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto.
B. Landasan Teori
1. Naskah Drama
a. Pengertian Naskah Drama
Naskah drama adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan. Naskah drama juga dapat diartikan sebagai karangan seseorang yang belum diterbitkan atau bahan-bahan berita yang siap untuk diset. Berkaitan dengan drama, naskah drama (lakon) merupakan naskah yang masih ditulis dengam tangan dengan gaya dialog langsung (cerita sandiwara). Naskah adalah bentuk/rencana tertulis dari cerita drama. Naskah disebut juga bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama yang berbentuk tanya jawab antar pelaku. Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut skenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan-adegan dalam peluangan sebagai karya tulis.
b. Unsur-Unsur Intrinsik Naskah Drama
Unsur-unsur intrinsik naskah drama adalah unsur yang membangun naskah drama dari dalam. Unsur-unsur intrinsik naskah drama menurut Saefudin dkk (2008: 41) meliputi tema dan amanat, tokoh (pelaku) dan perwatakan, latar (setting), alur (plot), konflik (pertentangan), dan dialog.
1) Tema
Tema merupakan unsur cerita yang memberi makna menyeluruh terhadap isi cerita yang telah disampaikan kepada pembaca (Hidayati, 2009: 45). Menurut Stanton (2007: 36), tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu
pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua.
Istilah tema menurut Scharbach (dalam Aminuddin, 2010: 91) berasal dari bahasa Latin yang berarti „tempat meletakkan suatu perangkat‟. Disebut
unsur-unsur yang membangun ceritanya, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penulisannya.
2) Tokoh dan penokohan
Tokoh cerita adalah (character), menurut Abrams (dalam Aminudin, 2004: 165) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilukiskan dalam tindakan.Tokoh adalah pelaku dalam drama. Tiap-tiap tokoh biasanya memiliki watak, sikap, sifat, dan kondisi fisik yang disebut dengan perwatakan atau karakter. Dalam drama kita mengenal tokoh protagonis (menjadi sentral atau pusat penceritaan), tokoh antagonis (lawan \tokoh protagonis), dan tokoh figuran atau tokoh pendukung cerita (Saefudin, 2008: 41).
3) Latar
Stanton (2007: 35), latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Selain itu, menurut Hidayati (2009: 37), latar mengacu pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa dalam plot. Masih menurut Hidayati (2009: 9), menguatkan bahwa latar tidak hanya berkaitan dengan tempat dalam arti geografis saja, tetapi juga sosial, dan historis.
4) Alur
Menurut Hidayati (2009: 97), alur atau plot adalah bagian dari jalan cerita yang berfungsi memperjelas suatu masalah atau urutan kejadian dan diatur secara tersusun dan sistematis, serta mengandung hubungan sebab akibat. Menurut Stanton (2012: 26), alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Selain itu menurut Hasanudin (2009:24) alur adalah rentetan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dalam hubungan sebab akibat.tanpa hubungan sebab akibat suatu rentetan peristiwa tidaklah dapat disebut suatu alur.
5) Konflik
penonton yang hatinya tergetar menyaksikan pementasan sebuah drama. Mereka menikmati identifikasi dirinya dengan salah seorang peran. Mendorongnya memandang persoalan yang dihadapi peran pun sebagai persoalanya sendiri.
Menurut Hasannudin (2009: 12), konflik kemanusiaan menjadi syarat mutlak. Bentuk dialoglah yang menuntut konflik tersebut di dalam drama. Tanpa konflik peristiwa tidak akan bergerak. Satuan-satuan peristiwa baru dapat berjalan dan menciptakan alur atau plot dalam bentuk dialog, jika satuan-satuan peristiwa itu dikontroversikan melalui konflik-konflik. Menurut Saefudin ( 2008: 41), konflik didalam drama ada dua macam, yaitu:
a. Konflik internal adalah konflik yang terjadi di dalam diri seorang tokoh atau dalam pikiran seorang tokoh.
b. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antartokoh atau pelaku dalam drama. Konflik eksternal ini dapat berupa konflik ide atau pikiran antartokoh (pelaku), dapat juga berupa konflik fisik (bergulat, bertinju, saling pukul, dan sebagainya).
6) Amanat
Amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang, baik tersirat maupun tersurat. Secara tersurat disampaikan secara langsung melalui dialog tokoh, sedangkan tersirat yaitu disampaikan melalui penyusunan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita.
7) Dialog
diujarkan oleh para tokoh atau pelaku akan memberikan gambaran-gambaran tentang watak, sifat, ataupun perasaan masing-masing tokoh atau pelaku. Seseorang berwatak bengis, kasaratau sebaliknya,berbudi luhur serta penyabar dapatdiketahui melalui dialog-dialog. Kondisi psikologis seperti sedih, senang,cemburu, iri hati ataupun dengki juga diketahui melalui dialog-dialog. Selain itu Menurut Poerwadarminta (2007: 290), dialog adalah percakapan (dalam sandiwara, cerita, dsb).
2. Pembelajaran Menulis Naskah Drama
a. Pengertian Menulis
Menulis merupakan kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu (Tarigan, 2008:22). Kegiatan menulis juga disebut sebagai suatu kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman kehidupannya dalam bahasa tulis yang jelas, ekspresif, mudah dibaca, dan dipahami oleh orang lain.
perasaan, dan pendapat. Menulis juga dapat melatih mencari, menguasai, dan menangkap informasi tentang topik yang akan kita tulis.
Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibandingkan dengan kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan yang runtut dan padu (Iskandarwassid, 2009: 175).
Dalam kegiatan menulis dituntut beberapa kemampuan misalnya: memiliki suatu pengetahuan yang akan ditulis, mengetahui aspek-aspek kebahasaan dan teknik penulisan. Semua itu berkaitan dengan proses berpikir penulisnya. Dapat dikatakan bahwa keterampilan itu secara singkat termasuk kemampuan yang kompleks. Ketika akan menggunakan bahasa untuk menulis, penulis harus menyadari bahwa bahasa Indonesia memiliki kaidah-kaidah yang harus ditaati. Jika tidak ditaati akan terjadi kekeliruan-kekeliruan dalam penggunaan kalimat tersebut dan akan mengakibatkan tulisan tidak dapat dipahami oleh pembacanya.
b. Menulis Naskah Drama
melahirkan sebuah karya sastra. Perjalanan sebuah proses kreatif menulis naskah drama dimulai dari keinginan penulis dan angan-angan dalam hatinya hingga mewujudkan satu bentuk karya.Malraux (dalam Jingga, 2012: 112-116) menyebutkan bahwa, perjalanan proses kreatif untuk mewujudkan suatu karya sebagai proses melihat, mendalami, dan mewujud. Hal tersebut perlu fase-fase proses pola berikut 1) Merasakan, 2) Menghayati, 3) Menghayalkan, 4) Mengejawantahkan, 5) Memberi bentuk, 6) Menciptakan konflik, 7) Menciptakan tokoh, 8) Menciptakan dialog, 9) Menciptakan simbol, 10) Menciptakan naskah berbobot. Fase-fase tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Merasakan
Merasakan adalah bagian terpenting dari panca indera manusia. Segala sensasi dalam diri manusia selalu dengan fase merasakan. Merasakan diartikan sudah melewati proses melihat dan mendengar dan menyerap. Melihat dan mendengar apa yang ada, siapa yang melakukan, apa yang terjadi, bagaimana kejadiannya, kapan terjadinya, dan dimana kemudia merasakan dan menyerapnya hingga muncul sensasi tertentu dalam diri (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116).
2) Menghayati
3) Menghayalkan
Menghayalkan adalah fase memunculkan kembali apa yang telah dirasakan dan apa yang dihayati dalam wujud khayalan dengan harapan memperoleh khayalan-khayalan lain yang baru. Pembebasan proses berfikir atau membuka keliaran-keliaran berfikir menjadi pendukung dalam fase mengkhayalkan. Semakin liar akan semakin berkembang daya imajinasi kita dalam melewati fase mengkhayalkan (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116). 4) Mengejawantahkan
Mengejawantahkan adalah fase mewujud dari tiga proses sebelumnya. Fase ini perlu menggunakan filter estetik agar curahan-curahan hasil fase sebelumnya lebih bernilai. Filter estetis ini juga diharapkan dapat memunculkan kreativitas yang bukan hanya peniruan, pengulangan, ataupun pencocokan dan pembenaran yang sudah ada atau terjadi (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116).
5) Memberi bentuk
Memberi bentuk adalah fase penguatan pengejawantahan dengan proses alamiah, mengalir, dengan menggunakan simbol-simbol dan metafora, sehingga keinginan dan angan-angan dapat menjadi sebuah karya (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116).
6) Menciptakan konflik
kejutan-kejutan, menjalin konflik-konflik tersebut, dan memberikan empati dalam penyelesaian konflik (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116).
7) Menciptakan tokoh
Kehadiran tokoh atau pelaku dalam sebuah drama menjadi penting. Tokoh atau pelaku akan menjadi penentu gerak alur cerita. Berdasarkan perannya teradap jalan cerita terdapat tokoh protagonis yaitu tokoh yang mendukung cerita, tokoh antagonis yaitu tokoh penentang, dan tokoh tritagonis atau tokoh pembantu, baik terhadap tokoh antagonis maupun pada tokoh protagonis. Sedangkan, berdasarkan fungsinya terdapat tokoh sentral (tokoh yang menjadi fokus gerak alur cerita), tokoh utama (tokoh pendukung dan atau penentang tokoh sentral), dan tokoh pembantu (tokoh pelengkap atau tambahan dalam alur cerita) (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116).
8) Menciptakan dialog
Dialog merupakan salah satu aspek esensial yang ada dalam naskah drama. Namun bukan berarti bahwa naskah drama hanya tergantung pada dialog, melainkan banyak hal yang menjadikan dialog menjadi ciri penanda naskah drama. Dalam naskah drama, bahasa yabg diwujudkan dalam bentuk dialog, dapat diadikan penanda memahami siapa dan bagaimana tokoh atau pelaku dalam naskah drama tersebut ) (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116). 9) Menciptakan simbol
karya sastra merupakan proses kreatif individu pengarang yang berbicara tentang dirinya yang disajikan secara tidak langsung atau dengan menggunakan simbol-simbol bahasa, gerak, dan bunyi (Malraux dalam Jingga, 2012: 112-116).
10) Menciptakan naskah berbobot
Menurut Malraux (dalam Jingga, 2012: 112-116), naskah drama dapat dikategorikan berbobot jika naskah drama tersebut ditulis dengan dilandasi proses penciptaan antara lain:
a) menampilkan gagasan baru melalui pemikiran imainatif: merasakan, menghayati, menghayalkan, dan menemukan kebenaran kehidupan dengan proses melihat, mendalami, dan mewujudkan.
b) memiliki konflik dengan surprise atau kejutan-kejutan, kaya suspense atau ketegangan sehingga memikat untuk dibaca maupun dipentaskan.
c) menghadirkan tokoh atau pelaku sebagai penentu gerak alur cerita.
d) memiliki dialog yang bermuatan emosi, konsep, dan perasaan tokoh disertai dengan lakuan.
e) menggunakan simbol-simbol bahasa, gerak, dan bunyi.
f) menampilkan problem kehidupan manusia, mengandung aspek moral, dan mengandung nilai-nilai pendidikan
(6) memberi tanda bagian ilustrasi musik; (7) menyusun urutan kata dan kalimat yang jelas; (8) mengemukakan pokok pikiran yang jelas dalam cakapan (dialog); (9) memberi tanda pergantian babak dengan jelas; (10) mengakhiri cerita dengan kalimat yang padat.
c. Pembelajaran Menulis Naskah Drama di SMP
Pembelajaran menulis naskah drama di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto diajarkan di kelas VIII semester 1. Materi naskah drama terdapat pada Standar Kompetensi 8. Memahami teks drama dan novel remaja, Kompetensi Dasar 8.1 Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide. Indikatornya adalah mampu menyusun kerangka naskah drama yang mengandung keaslian ide, mampu mengembangkan kerangka cerita menjadi teks drama satu babak yang mengandung keaslian ide.
3. Metode Kolaborasi
a. Pengertian Metode Kolaborasi
Metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pada pengajaran bahasa, metode digunakan untuk menyatakan kerangka menyeluruh tentang proses belajar mengajar. Proses ini tersusun dalam rangkaian kegiatan sistematis, tumbuh dari pendekatan yang digunakan sebagai landasan. Adapun sifat metode adalah prosedural (Iskandarwassid dan Sunendar, 2009: 40-41).
Menurut Suryaman (2012: 85), metode pembelajaran bahasa Indonesia merupakan suatu cara untuk merealisasikan strategi. Senada dengan pendapat Sanjaya (2006: 147) yang menyatakan bahwa, metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting.
Penggunakan metode kolaborasi, siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok. Di dalam metode kolaborasi, tiap siswa dalam setiap kelompok akan bertukar karya atau tulisannya. Dengan demikian, hasil karya atau tulisan tersebut akan dilihat dan dikoreksi kekurangan serta kesalahannya oleh teman sejawat. Teman satu kelompok sebagai kolaborator akan langsung menyampaikan kekurangan dalam tulisan tersebut kepada pemiliknya agar diperbaiki. Tulisan atau hasil karyanya akan semakin baik. Panduan kolaborasi reading-writing connection menurut Alwasilah dan Alwasilah (2007: 26-29) sebagai berikut:
1) Berbagi diri ke dalam kelompok-kelompok kecil, terdiri atas tiga atau empat orang. Pada kelompok besar, kolaborasi cenderung tidak efektif.
2) Upayakan ada jarak yang cukup agar setiap kelompok tidak terganggu oleh kelompok lainnya.
3) Masing-masing anggota membaca karangan orang lain dalam kelompoknya. 4) Sewaktu membaca, perhatikanlah mekanik tulisan. Tandailah dengan
menggarisbawahi kesalahan kecil. Gunakan tinta warna-warni agar nampak variasi.
5) Baca setiap kalimatnya.
6) Tanyakan langsung kepada penulisnya manakala Anda menemukan hal-hal yang tidak jelas, aneh, atau tidak bernalar.
7) Kembalikanlah karangan yang sudah dikomentari itu kepada penulisnya untuk ditulis ulang.
8) Selanjutnya, melakukan kerja kelompok (kolaborasi) serupa pada karangan yang sudah direvisi oleh penulisnya.
9) Kegiatan kolaborasi dan revisi ini dilakukan minimal empat kali. 10) Karangan yang telah direvisi
b. Menulis Naskah Drama dengan Metode Kolaborasi
a. Berbagi diri dalam kelompok-kelompok kecil, terdiri atas tiga atau empat orang.
b. Upayakan ada jarak yang cukup agar setiap kelompok tidak terganggu oleh kelompok lainnya.
c. Masing-masing anggota membaca naskah drama orang lain dalam kelompoknya.
d. Sewaktu membaca, perhatikanlah mekanik tulisan. Tandailah dengan menggarisbawahikekurangan dan kesalahan.
e. Baca setiap kalimat dan aspek-aspek yang terdapat dalam naskah drama. f. Tanyakan langsung kepada penulisnya manakala menemukan hal-hal yang
tidak jelas, aneh, atau tidak bernalar.
g. Kembalikanlahnaskah drama yang sudah dikomentari itu kepada penulisnya untuk ditulis ulang.
h. Selanjutnya, melakukan kerja kelompok (kolaborasi) serupa pada karangan yang sudah direvisi oleh penulisnya.
i. Kegiatan kolaborasi dan revisi ini dilakukan minimal empat kali.
j. Karangan yang telah direvisi, diserahkan kepada guru pembimbing untuk mendapatkan feedback lain.
C. Kerangka Berpikir
metode pembelajaran yang kurang tepat (misalnya hanya dengan menggunakan metode ceramah saja, sehingga siswa merasa bosan dan jenuh), penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik minat belajar siswa, serta guru yang melibatkan siswa dalm proses pembelajaran.