• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Murottal Al Qur’an - Ahmad Abu BasiL BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Murottal Al Qur’an - Ahmad Abu BasiL BAB II"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Murottal Al Qur’an

1. Definisi Al-Qur’an dan Murottal Al-Qur’an

Terdapat berbagai macam definisi Al-Qur’an, diantaranya definisi menurut Subhi Al Salih Al-Qur’anberarti “bacaan” asal kata Qoraa. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).

Jadi menurut Subhi Al Salih Al-Qur’an adalah kalam Allah S.W.T yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi

Muhammad S.A.W dan yang ditulis didalam mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah (RI, D. A. 2000).

Secara bahasa Al-Qur’an adalah sesuatu yang kamu baca dan kamu tulis, selain itu Al-Qur’an juga diartikan sebagai kumpulan ayat atau nama kitab Allah S.W.T. Sedangkan menurut istilah adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad S.AW, yang tertulis dalam mushaf-mushaf atau lembaran yang disampaikan kepada kita dengan cara mutawattir yaitu tanpa keraguaan (Rojaya et all, 2005).

(2)

ditulis dalam mushaf dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri Surah An-Nas. Menurut Syekh Muhammad Abduh, Al-Kitab atau Al-Qur’an adalah bacaan yang telah tertulis dalam mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat Islam.

Murottal adalah rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’/pembaca Al-Qur’an (Purna, 2006 dalam Siswantinah, 2011:12). Bacaan Al Qur’an secara murottal mempunyai irama yang konstan, teratur, dan tidak ada perubahan yang mendadak. Tempo murotal Al-Qur’an juga berada antara 60-70/ menit, serta nadanya rendah sehingga mempunyai efek relaksasi dan dapat menurunkan kecemasan (Widayarti, 2011).

2. Macam-Macam Bacaan Al-Qur’an

Menurut Ridwan (2007) mengemukakan bahwa Al-Qur’an merupakan obat bagi orang yang sakit, dalam kedudukannya sebagai obat memiliki dua fungsi, yaitu obat penyakit yang bersifat jasadi dan rohani. Dalam khazanah ilmu-ilmu keislaman, terdapat ulumul qur’an. Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ulumul qur’an adalah setiap

ilmu yang objek materinya adalah Al-Qur’an, salah satunya adalah ilmu Nagham.

(3)

Tingkatan dalam pembacaan Al-Qur’an berdasarkan penggunaan lagu terdiri dari tiga tingkatan :

a. Mu’allam ; adalah membaca Al-Qur’an pada tingkat belajar, sehingga pembacaan difokuskan pada benar atau salahnya bacaan dan tidak menggunakan lagu. Dalam beberapa hal mu’allam memiliki

persamaan dengan tahsin.

b. Murottal ; adalah membaca Al-Qur’an yang menfokuskan pada dua hal yaitu kebenaran bacaan dan lagu Al-Qur’an. Karena konsentrasi bacaan difokuskan pada penerapan tajwid sekaligus lagu, maka porsi lagu qur’an tidak dibawakan sepenuhnya. Hanya pada nada asli atau

jawab dengan tingkat suara sedang.

c. Mujawwad ; adalah membaca Al-Qur’an dengan lagunya secara sempurna baik dalam tingkatan nadanya maupun jenis dan variasi lagu.

3. Manfaat Terapi Murottal Al-Qur’an

(4)

menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”(Al-Isra:82).

Al-Qur’an mempunyai beberapa istilah diantaranya adalah istilah As-Syifa. Istilah As-Syifa menunjukkan bahwa Al-Qur’an sebagai obat dari berbagai penyakit baik penyakit fisik maupun nonfisik. Dalam Al-Qur’an terdapat hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran dan pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit fisik. Dalam Al-Qur’an terdapat cara-cara untuk mengobati penyakit fisik dari luar, dan didalam Al Qur’an juga dapat menyembuhkan penyakit nonfisik yaitu penyakit hati ataupun jiwa, seperti kecemasan, kegundahan hati dan kesedihan (kinoysan, 2007).

(5)

meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.

Al-Qur’an merupakan obat yang komplit untuk segala jenis penyakit, baik penyakit hati maupun penyakit fisik, baik penyakit dunia maupun penyakit akhirat (Ad-Dihami, 2005 dalam Siswantinah, 2011: 17).

Sebagaimana yang dikemukakan Heru (2008) dalam Siswantinah (2012:15) bahwa Murottal mempunyai beberapa manfaat antara lain:

a. Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan ketenangan jiwa.

(6)

yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.

Dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al-Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14HZ. Ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan menurunkan kecemasan (MacGregor, 2001).

4. Mekanisme Murottal Al-Qur’an Sebagai Terapi

Setelah lisan kita membaca Al-Qur’an atau mendengarkan bacaan Al -Qur’an implus atau rangsangan suara akan diterima oleh daun telinga

(7)

Getaran suara bacaan Al-Qur’an akan ditangkap oleh daun telinga yang akan dialihkan kelubang telinga dan mengenai membaran timpani (membrane yang ada didalam telinga) sehinnga membuat bergetar. Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang bertautan antara satu dengan yang lannya. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrium menjadi aliran listrik melalui saraf N.VII (Vestibule cokhlearis) menuju otak tapatnya diarea pendengaran. Area ini bertanggung jawab untuk menganalisis suara yang kompleks, ingatan jangka pendek, perbandingan nada, menghambat respon motorik yang diinginkan, pendengaran yang serius dan sebagai nya.

(8)

Setelah diolah di area wernicke maka melalui berkas yang menghubungkan dengan area asosiasi prefrontal (pemaknaan peristiwa) sinya-sinyal di area wernicke dikirim ke area asosiasi prefrontal. Sementara itu disamping diantarkan ke koteks auditorik primer dari thalamus, juga diantarkan ke amigdala (tempat penyimpanan memory emosi) yang merupakan bagian terpenting dari system limbic (system yang mempengaruhi emosi dan prilaku). Disamping menerima sinyal dari thalamus (salah satu bagian otak yang berfungsi menerima pesan dari indara dan diteruskan kebagian otk lain). Amigdala juga menerima sinyal dari semua bagian korteks limbic (emosi /prilaku) seperti juga neokorteks lobus temporal (korteks atau lapisan oatak yang hanya ada apada manusia) parietal (bagaian otak tengah) dan oksipital (otak belakang) terutama diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual.

(9)

dari area “ganjaran” dan “hukuman”. Diantara motivasi-motivasi itu terdapat dorongan dalam otak untuk mengingat pengalaman-pengalaman , pikiran-pikiran yang menyenangkan, dan tidak menyenagkan . walaupun demikian membaca Al-Qur’an tanpa mengetahui maknanya juga tetap bermanfaat apabila membacanya dengan keikhlasan dan kerendahan hati. Sebab Al-Qur’an akan memberikan kesan positif pada hipokampus dan amigdala sehingga menimbulkan suasana hati yang positif. Selain dengan membaca Al-Qur’an kita juga dapat memperoleh manfaat dengan hanya mendengarkan nya, namun efek yang ditimbulkan nya tidak sehebat bila kita membacanya dengan lisan.

(10)

Walaupun tidak memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an yang kita dengar, tetapi apabila kita mendengarkannya dengan keikhlasan dan cinta, Al-Qur’an akan tetap berpengaruh positif terhadap suasana hati melalui kesan yang ditimbulkan dalam amigdala dan hipokampus.

Gambar 2.2 Bagan Neorofisiologi Mendengarkan Al-Qur’an Tanpa Mengetahui maknanya.

5. Pengaruh Murottal Al-Qur’an Terhadap Kecemasan

Murottal bekerja pada otak dimana ketika didorong oleh rangsangan dari Terapi Murottal maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut zat neuropeoptide. Molekul ini akan menyangkutkan kedalam

reseptor-reseptor dan memberikan umpan balik berupa kenikmatan dan kenyamanan (Abdurrochman, 2008).

Mendengarkan ayat-ayat suci Al Quran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan

Daun Telinga

Teling a Tengah

Kokhlea

Talamus Amigdala

Hipokampus Hipotalamu

(11)

fisiologis yang sangat besar. Secara umum mereka merasakan adanya penurunan depresi, kesedihan, dan ketenangan jiwa (Siswantinah, 2011).

Mendengarkan murottal Al-Qur’an terdapat juga factor keyakinan, yaitu agama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa Al Qur’an adalah

kitab suci yang mengandung firman-firmanNya dan merupakan pedoman hidup manusia. Sehingga dengan mendengarkannya akan membawa subjek merasa lebih dekat dengan Tuhan serta menuntun subjek untuk mengingat dan menyerahkan segala permasalahan yang dimiliki kepada Tuhan, hal ini akan menambah keadaan relaks. Faktor keyakinan yang dimiliki seseorang mampu membawa pada keadaan yang sehat dan sejahtera, teori ini dikemukakan oleh Benson. Menurut Benson seseorang yang mempunyai keyakinan mendalam terhadap sesuatu akan lebih mudah mendapatkan respon relaksasi. Respon relaksasi ini dapat timbul karena terdapat suatu hubungan antara pikiran dengan tubuh (mindbody conection). Sehingga mendengar bacaan Al-Qur’an dapat disebut juga sebagai suatu relaksasi religious (Faradisi, 2009).

B. Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

(12)

Ansietas atau kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2002).

Sementara menurut Kusmawati dan Hartono (2010) kecemasan atau ansietas merupakan sebuah emosi dan pengalaman subjective dari seseoarang. Pengertian yang lain dari kecemasan adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan terbagi dalam beberepa tingkatan, jadi kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Sedangakan menurut American Pshycological Assotiation (APA) kecemasan adalah emosi yang ditandai dengan perasaan ketegangan, pikiran cemas dan perubahan fisik seperti tekanan darah meningkat (http://www.apa.org). 2. Teori Kecemasan

Menurut Stuart & Sundeen (1991) ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai ansietas, teori tersebut antara lain:

a. Teori Psikoanalisis

(13)

b. Teori Interpersonal

Dalam pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengaan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain ataupun masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas. Namun bila keberadaan nya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang dan tidak cemas. Dengan demikian ansietas berkaitan dengan hubungan antar manusia.

c. Teori Prilaku

Menurut pandangan prilaku, ansietas merupakan hasil frustasi. Ketidakmampuan dan kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang di nginkan akan menimbulkan frustasi atau keputusasaan. Keputusasaan inilah yang menyebabkan seseorang menjadi cemas.

3. Factor Pencetus Kecemasan

(14)

a. Ancaman terhadap intregritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas-aktivitas sehari hari guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

b. Ancaman terhadap system diri yaitu adanya Sesuatu yang dapat

mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri dan hubunga interpersonal (Asmadi, 2008).

4. Factor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Mahanani (2013:38) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain:

a. Usia dan tingkat perkembangan

Semakin tua usia seseorang, tingkat kecemasan dan kekuatan seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.

b. Jenis kelamin

Menurut jenis kelamin, laki-laki lebih tinggi kecemasannya dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dibuktikan dari hasil pemeriksaan asam lemak bebas menunjukan nilai yang tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.

c. Pengalaman individu

(15)

suatu stressor atau masalah. Jika respon kecemasan yang semakin berkurang bila dibandingkan dengan seseorang yang baru pertama kali menghadapi masalah tersebut.

5. Penyebab/Etiologi Kecemasan

Kusmawati dan Hartono (2010) mengemukakan beberapa penyebab kecemasan antara lain:

a. Factor presdisposisi (pendukung) 1) Peristiwa traumatic 2) Konflik emosional 3) Gangguan konsep diri 4) Frustasi Gangguan fisik

5) Pola mekanisme koping keluarga 6) Riwayat gangguan kecemasan 7) Medikasi

b. Factor presipitasi

1) Ancaman terhadap intregritas fisik (a) Sumber internal

(b) Sumber eksternal

2) Ancaman terhadap harga diri (a) Sumber internal

(16)

6. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart and Sundeen (1991), tingkat kecemasan dibagi empat yaitu:

a. Kecemasan ringan

Berhuhungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan seseorang jadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serta menghasilkan kreativitas.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal penting dan mengesampingkan yang lain, sehingg seseorang mengalami perhatian selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada orang lain.

d. Panik

(17)

disorganisasi kepribadian, peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan tidak sebagian sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan. 7. Karakteristik Tingkat Kecemasan

Karakteristik kecemasan menurut Stuart and Sundeen (1991) adalah: a. Kecemasan ringan

Fisik: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan berkeringat.

Kognitif: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah aktual. Perilaku dan emosi: Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan sedang

Fisik: Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi, gelisah. Kognitif: Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi perhatianya.

(18)

c. Kecemasan berat

Fisik: Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.

Kognitif: Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

Perilaku dan emosi: Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat. d. Panik

Fisik: Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah

Kognitif: Lapang persepsi sangat menyempit tidak dapat berpikir logis.

Perilaku dan emosi: Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking, kehilangan kontrol diri, persepsi datar.

8. Rentang Respon Kecemasan

(19)

Seseorang berespon adaptif terhadap kecemasannya maka tingkat kecemasan yang dialaminya ringan, semakin maladaptif respon seseorang terhadap kecemasan maka semakin berat pula tingkat kecemasan yang dialaminya, seperti gambar dibawah ini:

Respon Adaftif Respon Maladaftif

Ringan Sedang Berat Berat sekali

Gambar 2.3 Rentang respon kecemasan

9. Penatalaksanaan Kecemasan

Penatalaksanaan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan adalah sebagai berikut:

a. Farmakologi

(20)

b. Non farmakologi 1. Relaksasi

Pendekatan utama psikoterapetik untuk gangguan kecemasan adalah kognitif-perilaku, suportif, teknik relaksasi yang dapat diberikan antara lain adalah terapi musik, nafas dalam, dan guidance imagenary. Psikoterapi berorientasi untuk memusatkan dan mengungkapkan konflik bawah sadar dan kekuatan ego. Terapi suportif menawarkan ketentraman dan kenyamanan pada pasien.

2. Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bias menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter, 2005).

(21)

atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik (Heru, 2008).

10. Mekanisme Kopping

Kecemasan berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang akan terjadi, suatu ancaman terhadap ego yang harus dihindari atau dilawan. Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan, maka secara otomatis muncul upaya untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping. Secara umum mekanisme kopping terhadap kecemasan diklasifikasikan ke dalam dua katagori yaitu strategi pemecahan masalah (problem solving strategig) dan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism).

a. Problem solving str ategig (Pemecahan masalah)

Metode pemecahan masalah ini secara ringkas dapat digunakan dengan metode STOP (source, trial and error, other, serta pray and patient).

Source berarti mencari mencari dan mengidentifikasi apa yang

(22)

b. Defence mechanism (Mekanisme pertahanan diri)

Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme penyesuaian ego yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasaan tidak adekuat. Diantara ciri mekanisme pertahan diri antara lain:

a) Bersifat sementara karena hanya berfungsi untuk melindungi atau bertahan dari hal hal yang tidak menyenangkan dan secara tidak langsung bmengatasi masalah.

b) Mekanisme perahan diri terjadi diluar kesadaran.

c) Seringkali tidak berorientasi pada kenyataan (Asmadi, 2008).

Menurut pendapat Freud dalam Andri (2012) mengemukakan ada beberapa mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan kecemasan antara lain adalah:

a. Represi

Represi adalah pelepasan tanpa sengaja sesuatu dari kesadaran (conscious). Pada dasarnya merupakan upaya penolakan secara tidak

sadar terhadap sesuatu yang membuat tidak nyaman atau menyakitkan. b. Reaksi formasi

(23)

c. Proyeksi

Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan miliknya melainkan milik orang lain.

d. Regresi

Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi dan kecemasan yang saat ini dihadapi. Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi dan kecemasan yang saat ini dihadapi.

e. Rasionalisasi

Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman kembali perilaku kita untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan dapat diterima oleh kita. Kita berusaha memaafkan atau mempertimbangkan suatu pemikiran atau tindakan yang mengancam kita dengan meyakinkan diri kita sendiri bahwa ada alasan yang rasional dibalik pikiran dan tindakan itu.

f. Pemindahan

(24)

tuanya, karena perasaan takut berhadapan dengan orang tua maka rasa kesal dan marahnya itu ditimpakan kepada adiknya yang kecil. Pada mekanisme ini objek pengganti adalah suatu objek yang menurut individu bukanlah merupakan suatu ancaman.

g. Sublimasi

Berbeda dengan displacement yang mengganti objek untuk memuaskan Id, sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian dari impuls Id itu sendiri. Energi instingtual dialihkan ke bentuk ekspresi lain, yang secara sosial bukan hanya diterima namun dipuji.

h. Isolasi

Isolasi adalah cara kita untuk menghindari perasaan yang tidak dapat diterima dengan cara melepaskan mereka dari peristiwa yang seharusnya mereka terikat, merepresikannya dan bereaksi terhadap peristiwa tersebut tanpa emosi

i. Undoing

(25)

j. Intelektualisasi

Sering bersamaan dengan isolasi; individu mendapatkan jarak yang lebih jauh dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak dari individu itu sendiri.

11. Akibat Kecemasan

Kaplan & Sadock (2002) menyatakan akibat dari kecemasan adalah timbulnya ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif. Ketegangan motorik paling sering dimanifestasikan sebagai gemetaran¸ kegelisahan dan nyeri kepala. Hiperaktivitas seringkali dimanfestasikan oleh sesak nafas, keringat berlebih, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal. Kewaspadaan kognitif ditandai oleh sifat lekas tersinggung dan mudahnya pasien dikejutkan.

12. Skala Pengukur Tingkat Kecemasan

Beberapa skala penilaian psikiatrik untuk gangguan kecemasan telah dikembangkan untuk melihat seberapa besar tingkat keparahan seseorang mengalami gangguan kecemasan. Beberapa skala penilaian tersebut antara lain: Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), Covi Anxiety Scale, AnxietyStates Inventory, Brief Outpatien Psychopathology,Physicisns

Questionnaire, Fear Questionnaire, Mobility Inventory for Agoraphobia,

Social Avoidance and Distress Scale, Acute PanicInventory, Leyton

(26)

FearThermometer, Impact of Event Scale (Kaplan 1997 dalam Kusumadewi 2008).

Menurut Hawari (2007) yang dikutip Siswantinah (2012) mengemukakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) digunakan alat ukur (instrumen) yang disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah: a. Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat buruk,

takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah. c. Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal

sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak.

d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

(27)

f. Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kedutan otot,

gigi gemerutuk, suara tidak stabil.

h. Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi, berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernafasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.

k. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi.

(28)

m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri. n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak tenang,

jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah

13. Cara Penilaian Tingkat Kecemasan

Menurut Hidayat (2008) mengemukakan bahwa cara penilaian tingkat kecemasan menurut HRS-A adalah sebagai berikut:

Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali. Skor 1 : 1 dari gejala yang ada. Skor 2 : separuh dari gejala yang ada. Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada. Skor 4 : semua gejala ada.

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :

Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan. Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan. Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang. Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat.

(29)

C. Intensive Coronary Care Unit (ICCU) 1. Sejarah dan Definisi ICCU

Sebelum Intensive coronary Care Unit (ICCU) ada, pengobatan infark miokard akut dan penyakit cardiovaskuler lainnya dilakukan di bangsal medis umum dan diarahkan pada penyembuhan infark dan pencegahan ruptur jantung. Ini biasanya melibatkan periode bedrest yang lama dan dukungan tenaga keperawatan intensif yang kecil jumlahnya. Unit perawatan koroner/jantung pertama kali dibangun pada tanggal 20 Mei 1962 oleh Hughes di kota Kansas, dan dengan cepat diikuti di Toronto, Sydney, New York, Philadelphia pada tahun1972 (Thompson, 2011).

Dengan adanya permintaan masyarakat medis yang meminta untuk pengembangan unit serupa, sehingga pada awal 1970an banyak rumah sakit besar memiliki fasilitas untuk memantau pasien koroner akut, baik sebagai bagian dari bangsal umum atau unit perawatan intensif terpisah. Setelah pembentukan unit perawatan koroner, angka kematian pasien semakin menurun jumlah angka kematiannya.

(30)

medis dan alat-alat khusus, sehingga memudahkan pengamatan dan perawatan oleh perawat yang sudah terlatih (WHO, 1992).

ICU/ICCU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staff yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis yang diharapkan masih reversible (Kemenkes, 2011).

Intensive care unit/ Intensive cardiac care unit (ICU/ICCU) adalah

layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara terkonsentrasi dan lengkap. Unit ini memiliki tenaga perawat yang terlatih khusus dan berisi peralatan pemantauan dan dukungan khusus untuk pasien yang membutuhkan perawatan dan observasi intensif dan komprehensif, karena syok, trauma, atau kondisi yang mengancam jiwa (http://kamuskesehatan.com).

2. Staff ICU/ICCU

(31)

3. Intensives/spesialis anestesologi atau dokter spesialis yang berkompeten dalam ilmu kedokteran intensive care sesuai ICU/ICCU.

4. Perawat intensive care

5. Dokter ahli mikrobiologi klinik 6. Ahli farmasi klinik

7. Ahli nutrisi klinik, Dietisen 8. Fisioterapi

9. Tenaga lain yang sesuai dengan klasifikasi ruang ICU/ICCU.

Dalam unit perawatan intensive semua staff multidisiplin mempunyai lima karakter berdasarkan pada ketetapan Kementerian Kesehatan RI antara lain:

1. Staff medic dan keperawatan yang purna waktu sebagai kepala dengan otoritas dan tanggung jawab penuh terhadap managemen ruangan.

2. Staff medic, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi klinik, gizi klinik dan mikrobiologi klinik yang berkolaborasi dengan pendekatan multidisiplin.

3. Mempergunakan standart, protocol guidline untuk memastikan

(32)

4. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi bagi managemen ruang intensive care.

5. Menekankan pada pelayanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan, pelatihan, masalah etik dan pengutamaan pasien.

Seorang perawat yang bertugas di ICU/ICCU melaksanakan tiga tugas utama yaitu, lifesupport, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien.

Standar minimum untuk semua staff harus mencakup kemampuan untuk menilai pasien akut, kemampuan untuk menerapkan, mendukung kehidupan langsung dan pemahaman tentang obat jantung modern dan prosedur pemberiannya. Rasio staff keperawatan tergantung pada kondisi lokal dan pada ketajaman pasien, yang ditentukan oleh kebijakan masuk. Tingkat dan arah tenaga keperawatan berdasarkan pada keahlian yang bervariasi dengan masing-masing model perawatan koroner. Keterampilan Minimum untuk semua staff termasuk penilaian klinis pasien jantung, life support jantung dasar dan lanjutan, pengetahuan saat ini, obat jantung dan prosedur.

3. Peralatan Diruang ICU/ICCU

(33)

yang digunakan di ICU/ICCU menurut KEMENKES Derektorat Jendral Bina Upaya Kesehatan (2011) sebagai berikut:

a. Ventilasi mekanik

b. Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas c. Alat hisap

d. Peralatan akses vaskuler

e. Peralatan monitor invasive dan non invasive Peralatan monitor invasive antara lain:

1) Monitor tekanan darah invasive 2) Tekanan vena sentral

3) Tekanan bagian pulmonalis (Swans Ganz) Sementara peralatan monitor non invasive antara lain:

1) Tekanan darah

2) EKG dan laju jantung

3) Saturasi oksigen (pulse oximetry) 4) kapnograf

f. Defiblilator dan alat pacu jantung g. Alat pengatur suhu pasien

h. Peralatan drain thorax

i. Pompa infuse dan pompa syiringe

(34)

l. Lampu untuk tindakan

m. Continous Renal Replacement Therapy 4. Manajemen Mutu di Ruang ICCU

Prinsip peningkatan mutu berkelanjutan dan manajemen kualitas total telah digariskan dalam literatur yang cukup besar pada peningkatan kualitas dan kesehatan. Prinsip-prinsip terus menerus dikembangkan untuk peluang perbaikan, yang siap untuk diterapkan dalam perawatan koroner (jantung). Proses terpenting dalam perawatan jantung adalah persepsi pasien sebagai konsumen yang layak, tidak hanya keunggulan dalam perawatan medis, tetapi juga dalam semua aspek perawatan mereka sebagai pribadi.

Ini merupakan tantangan yang mulai jauh lebih luas daripada proses tradisional jaminan kualitas atau perbaikan. Sementara jaminan kualitas sangat penting dan membutuhkan sumber daya yang dialokasikan untuk itu, itu hanya mewakili bagian yang sempit dari spektrum manajemen kualitas total dalam menagemen perawatan jantung modern.

(35)

Yang penting dalam kegiatan unit perawatan jantung adalah jaminan kualitas yang mendefinisikan masalah, pemantauan hasilnya, mereview hasil, membuat rencana untuk perbaikan, melaksanakan, dan memantau hasil dengan maksud untuk perbaikan terus-menerus dan menjadi bagian dari filosofi semua anggota staff perawatan koroner (Thompson, 2011).

(36)

Sumber: Thompson peter L (2011), Coronary Care Manual. Gambar 2.4 Sistem Perawatan Jantung Modern

Unit perawatan koroner modern yang merupakan bagian dari sistem secara keseluruhan, dengan mencakup hubungan dekat dengan masyarakat, pelayanan medis darurat EMS (Electronic Medical Systems), area perawatan kritis rumah sakit lain (ICU, ED), Cath Lab (Catheterization Laboratory) dan daerah procedural CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) dan PCI. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai pengaruh eksternal.

(37)

5. Indikasi Pasien Masuk ICU/ICCU

Pada dasar nya pasien yang dirawat di ruang ICU/ICCU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan reversible (pulih kembali) mengingat ICU adalah ruang perawatan yang membutuhkan biaya tinggi dan peralatan serta tenaga yang khusus. Pasien yang layak dirawat di ICU/ICCU menurut KEMENKES RI Derektorat Jendral Bina Upaya Kesehatan (2011) adalah:

a. Pasien yang memerlukan perawatan intensive medis oleh tim intensive care.

b. Pasien yang memerlukan pengeloloan fungsi organ tubuh secara terkoordnasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan, terus menerus dan metode titrasi.

c. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantaun kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah dampak dekompensasi fisiologis.

D. Kerangka Teori

(38)

Sumber: Stuart & sundeen (1998), Kaplan & Sadock (2002), Stuart & Sundeen (1991), Pedak, M. (2009), Asmadi (2008).

(39)

E. Kerangka Konsep

Notoamodjo (1993) yang dikutip oleh Wasis (2008) mengemukakan bahwa kerangka konsep adalah kerangaka hubungan antara konsep yan ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Pengembangan konsep dilakukan dengan dua pendekatan yaitu dengan melihat hubungan variable dependen-independen dan melalui pendekatan input-output.

Variabel Independen Variabel Dependen

Sumber: Potter (2005), Heru (2008). Gambar 2.6 Kerangka konsep

F. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan sederhana mengenai perkiraan hubungan antar variable-variabel yang sedang dipelajari. Hal tersebut sering kali disebut sebagai dugaan yang diperhitungkan atau dipikirkan seperti untuk jawaban pertanyaan studi. Dugaan tersebut harus didukung dengan teori yang ada dan temuan riset terdahulu. Didalam pernyataan hipotesis, suatu kondisi

Non farmakologis

(Distraksi)

Penurunan Tingkat kecemasan

(40)

pendahuluan disebut sebagai variable independen dikaitkan dengan terjadinya kondisi efek lain, disebut variable dependen ( Patricia & Arthur, 2002).

Ha : Ada pengaruh pemberian terapi murottal Al-Qur’an terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien yang di rawat diruang ICCU. Ho : Tidak ada pengaruh pemberian terapi murottal Al-Qur’an terhadap

penurunan tingkat kecemasan pasien yang di rawat diruang ICCU. Hipotesis ini mengacu pada perumusan masalah dan sesuai dengan judul penelitian yang diambil yaitu “Pengaruh terapi murottal Al-Qur’an terhadap penurunan tingakat kecemasan pasien di ruang Intensive Coronary Care Unit RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”. Maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Neorofisiologi Mendengarkan Al-Qur’an Dengan
Gambar 2.2 Bagan Neorofisiologi Mendengarkan Al-Qur’an Tanpa
Gambar 2.3 Rentang respon kecemasan
Gambar 2.4 Sistem Perawatan Jantung Modern

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin merupakan bagian dari perangkat daerah yang dalam pembentukan dan penyusunannya harus berpedoman pada

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

Hukum I Mendel diperoleh dari hasil perkawinan monohibrid yaitu persilangan dengan satu sifat beda, hukum I mendel mengatakan bahwa pada waktu pembentukan gamet terjadi

Trichinellosis pada daging babi tersebut dide- teksi menggunakan metode digesti dan kemudi- an hasil yang positif pada uji digesti dilakukan uji dengan metode kompresi untuk

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam Hukum Tata Negara, dalam rangka

Pembahasan utama dalam tulisan ini akan mengritisi dari sudut teoretis atas penerapan RBR dalam UUCK yang terdiri atas 4 (empat) kritik, yaitu (i) format omnibus yang diterapkan

Salah satu metode pengolahan fenol yang dapat dilakukan adalah mempergunakan proses adsorptive micellar flocculation yaitu suatu metode pengolahan air limbah dengan memanfaatkan

Siswa secara berkelompok diminta untuk mengingat kembali salah satu ukuran badan teman sekelompoknya, kemudian siswa diminta untuk membuat pola busana dengan ukuran yang