• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK PENGHASILAN. Subjek Pajak. Tabel 2.1 Subjek pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PAJAK PENGHASILAN. Subjek Pajak. Tabel 2.1 Subjek pajak"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Subjek Pajak

1.

Tabel 2.1 Subjek pajak

Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :

 Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau

 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia b. Subjek Pajak Badan, yaitu:

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:  Pembentukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan

 Pembiayaanya bersumber dari APBN/APBD

 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah  Pembukuannya diperiksa oleh

aparat fungsional c. Subjek Pajak Warisan

Warisan yang belum dibagi sebagai

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaha tetap di Indonesia

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaja tetap di indonesia

(2)

Objek Pajak

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

erdasarkan Pasal 4 ayat (1), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”

Tabel 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

No Uraian Besaran

1 WP Orang Pribadi 54.000.000,00

2 Tambahan untuk WP kawin 4.500.000,00

3 Tambahan istri yang penghasilannya digabung 54.000.000,00 4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah

dan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang)

4.500.000,00

Contoh

Khoirul Amri status sudah menikah dan mempunyai seorang anak (K/1). Maka perhitungan PTKP dari Khoirul Amri adalah

 Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000  Tambahan wajib pajak kawin Rp 4.500.000  Tambahan satu anak Rp 4.500.000

 Jumlah Rp 63.000.000

(3)

Tarif Pajak

Tabel 2.3 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%

Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 250.000.000,00 15% Di atas Rp. 250.000.000,00 sampai dengan Rp. 500.000.000,00 25%

Di atas Rp. 500.000.000,00 30%

Contoh

Dr. Irawan Yoga, SH, MH, mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp.750.000.000, maka perhitungan pajak penghasilannya adalah

Lapisan Penghasilan Tarif Besaran PPh Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000 Rp 200.000.000 x 15% = Rp 30.000.000 Rp 250.000.000 x 25% = Rp 62.500.000 Rp 250.000.000 x 30% = Rp 75.000.000

Total PPh = Rp 170.000.000

Berdasarkan perhitungan diatas pajak terutang Dr. Irawan yoga, SH, MH adalah Rp. 170.000.000,-

(4)

Pajak Penghasilan Pasal 21

A. Pengertian

Gambar 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, adalah:

1. Pemotongan PPh Pasal 21 Kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pensiunannya;

2. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada yang bukan Pejabat Negara/ Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pajak Penghasilan

• Pekerjaan atau jabatan • Jasa dan Kegiatan

Yang Dilakukan Subjek Pajak Orang Pribadi

Atas Penghasilan Berupa:

Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran Lain dengan Nama/Bentuk Apapun

Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri

(5)

C. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pensiunannya

1. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Teratur

Gambar 2.2 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tetap dan Teratur

Contoh

Drs.Iman Arifin merupakan PNS golongan III/d yang menduduki jabatan struktural sebagai eselon IV. Dia telah menikah dan memiliki 2 orang anak. Dia telah memiliki NPWP dan menerima penghasilan yang sifatnya tetap dan teratur, maka PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut:

Penghasilan Bruto - Gaji Kehormatan - Gaji - Tunjangan yang Terkait Dikurangi:

- Biaya Jabatan, 5% dari Penghasilan Bruto Maksimal

Rp 6.000.000,-/ Thn atau Rp 500.000,-/Bln

- Iuran yang Terikat dengan

Penghasilan Tetap (Iuran Pensiun, Iuran Tht) Penghasilan Neto Penghasilan Neto X 12 Dikurangi

PTKP Penghasilan Kena Pajak

Tarif (Pasal 17 UU PPh) Pajak Terutang

(6)

1 Gaji pokok 4.294.000 2 Tunjangan istri = 10% x 4.294.000,- 429.400 3 Tunjangan anak = 2 x 2% x 4.294.000,- 85.880 Jumlah 4.809.280 4 Tunjangan jabatan 1.260.000 5 Tunjangan beras 217.260 6 Pembulatan 88

7 Gaji kotor/Penghasilan Bruto (Jumlah baris 1 sd baris 6)

6.286.628 8 Pengurangan : a. Biaya jabatan = 5% x Rp6.286.628 = Rp314.331 b. Iuran pension = 4,75% x Rp4.809.280 = Rp228.441 542.772

9 Penghasilan bersih (netto) sebulan (baris 7) – (baris 8)

5.743.856

10 Penghasilan bersih (netto) setahun 12 x (baris 9)

68.926.270

11 PTKP (diri sendiri + istri + 2 anak) 63.000.000 12 Penghasilan kena pajak setahun (baris 10)

– (barsi 11)

5.926.270

13 Penghasilan kena pajak setahun dibulatkan 5.926.000 14 PPh terutang dalam setahun : 5% x

Rp5.926.000

296.300

15 PPh terutang dalam sebulan = 296.300 : 12 24.692 PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp24.692,00 ditanggung pemerintah, namun apabila Drs. Iman Arifin tidak memiliki NPWP, maka dari dikenakan tambahan tarif 20% dari Rp. 24.692 yakni sebesar Rp.4.938,00, tarif lebih tinggi sebesar Rp4.938,00 (20%) tersebut, tidak dibayarkan oleh pemerintah, melainkan dipotong oleh bendahara dari penghasilan yang dibayarkan (gaji dan tunjangan).

(7)

2. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur

Tabel 2.4 Tarif PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan

Tidak Teratur

Tarif Subjek Pajak

0% 1. PNS golongan I(satu) dan Golongan II (dua); dan

2. TNI dan POLRI dengan pangkat Tamtama dan Bintara dan pensiunannya.

5 % 1. PNS golongan III (tiga); dan

2. TNI dan POLRI golongan /pangkat Perwira Pertama dan pensiunannnya.

15% 1. Pejabat Negara;

2. PNS golongan IV (empat);

3. TNI dan POLRI golongan/pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi dan pensiunannya.

Gambar 2.3 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 PNS dan Pensiun yang bersifat tidak tetap dan teratur

- Honorarium

- Imbalan Lain dengan Nama Apapun yang Diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/Polri

Dibebankan kepada Keuangan Negara/ Daerah

Dipotong PPh Pasal 21 :

0%/5%/15% Dari Penghasilan Bruto (Final) Penghasilan yang tidak tetap dan teratur

(8)

Contoh

Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayar kepada Saudara Monang Sitorus selaku pengajar bela negara pada diklat Kuasa Pengguna Anggaran, sebesar Rp. 1.000.000,00. Saudara Monang Sitorus berkedudukan sebagai pensiunan Brigadir Jenderal. Maka PPh pasal 21 yang harus dipotong bendahara sebesar 15% x Rp.1.000.000,00 = Rp.150.000,00

3. Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya

Gambar 2.4 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya

Pegawai Bukan Pegawai Peserta Kegiatan

(9)

a. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Teratur

Gambar 2.5 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai Bukan Pegawai adalah

Bukan Pegawai

1. Tidak mendapat penghasilan di tempat lain 2. Ber-NPWP Tarif Ps 17 X 50% x Jumlah Bruto Berkesinambungan 50% Jml bruto x Tarif Pasal 17 (lapisan tarif berdasar 50%x Jumlah bruto kumulatif) Tidak Berkesinambungan Tidak Memenuhi syarat Memenuhi syarat (50% Jml bruto-PTKP) x Tarif Pasal 17 (lapisan tarif berdasar Jumlah PKP kumulatif)

(10)

Contoh:

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang hanya menerima penghasilan hanya dari satu Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambunganan

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengadakan kontrak selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (memiliki NPWP, bukan PNS) , spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran empat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. Dr. Dewi Warartuti hanya menerima penghasilan dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:

DPP PPh Pasal 21 per bulan= 50%xRp10.000.000–PTKP sebulan = Rp 10.000.000 -(Rp 54.000.000 : 12) = Rp 10.000.000 - Rp 4.500.000 = Rp 5.500.000

Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sbb: Januari 5.500.000 5.500.000 5% 275.000 Februari 5.500.000 11.000.000 5% 275.000 Maret 5.500.000 16.500.000 5% 275.000 April 5.500.000 22.000.000 5% 275.000 Mei 5.500.000 27.500.000 5% 275.000 Juni 5.500.000 33.000.000 5% 275.000 Juli 5.500.000 38.500.000 5% 275.000 Agustus 5.500.000 44.000.000 5% 275.000 September 5.500.000 49.500.000 5% 275.000 Oktober 500.000 50.000.000 5% 25.000 5.000.000 55.000.000 15% 750.000 5.500.000 775.000 November 5.500.000 60.500.000 15% 825.000 Desember 5.500.000 66.000.000 15% 825.000

(11)

Contoh:

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang menerima penghasilan lebih dari satu Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambungan

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengadakan kontrak selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (bukan PNS, memiliki NPWP) , spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran empat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. Dr. Dewi Warartuti selain menerima penghasilan dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan juga menerima dari tempat lain

Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan tidak hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:

DPP PPh Pasal 21 per bulan = 50% x Rp 20.000.000,00 = Rp 10.000.000,00

Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sebagai berikut.

BULAN DPP DPP KUMULATIF TARIF PPh Pasal 21

Rp Rp Rp Januari 10.000.000 10.000.000 5% 500.000 Februari 10.000.000 20.000.000 5% 500.000 Maret 10.000.000 30.000.000 5% 500.000 April 10.000.000 40.000.000 5% 500.000 Mei 10.000.000 50.000.000 5% 500.000 Juni 10.000.000 60.000.000 15% 1.500.000 Juli 10.000.000 70.000.000 15% 1.500.000 Agustus 10.000.000 80.000.000 15% 1.500.000 September 10.000.000 90.000.000 15% 1.500.000 Oktober 10.000.000 100.000.000 15% 1.500.000 November 10.000.000 110.000.000 15% 1.500.000 Desember 10.000.000 120.000.000 15% 1.500.000

(12)

b. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur

Selain penghasilan yang berkesinambungan seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula penghasilan tidak berkesinambungan yang diperoleh oleh Wajib Pajak bukan pegawai, yang dimaksud dengan penghasilan tidak berkesinambungan yakni honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan.

Contoh:

Dalam acara Capacity Building, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengundang seorang motivator dengan pembayaran honor sebesar Rp.120.000.000,00. Maka PPh psl 21 yang dipotong kepada motivator tersebut sebesar :

- Dasar Pengenaan Pajak = 50 % x Rp 120.000.000,00 = Rp 60.000.000

- Pajak terutang :

5% x Rp. 50.000.000,- = Rp.2.500.000,- 15% x Rp10.000.000,- = Rp 1.500.000,- Rp.4.000.000,-

Sehingga PPh 21 yang harus dipotong terhadap motivator tersebut adalah Rp.4.000.000,-. Namun Apabila motivator tersebut tidak mempunyai NPWP maka dikenakan 20% lebih tinggi 120% x Rp.4.000.000,- =

Rp.4.800.000,-Tarif PPh Pasal 21 = Pasal 17ayat 1 huruf a x 50% dari penghasilan bruto.

(13)

c. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang Dibayarkan Bulanan, Satuan, Harian, Mingguan, dan Borongan

Secara ringkas penghitungan PPh pasal 21 penghasilan secara bulanan, mingguan, satuan, borongan, harian dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.6 Perhitungan PPh Pasal 21 Lainnya Contoh 1

Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah, pada bulan November bekerja sebagai buruh harian di kegiatan pembersihan halaman kantor Balai Diklat Keuangan, pekerjaan tersebut dilakukan selama 6 (enam) hari dengan upah per hari

Penghitungan PPh Pasal 21 Lainnya

Pegawai tidak tetap, tenaga lepas,honorer,

yang dibayar bulanan

gaji, uang pensiun, tunjangan, dan

sejenisnya

kali Tarif Pasal 17 Dikurangi PTKP Dikali 12 dibagi 12 =PPh Pasal 21 sebulan Penerima Upah harian, mingguan,satuan, borongan. ≤Rp 450.000/hari TIDAK DIPOTONG >Rp 450.000/hari; ≤4.500.000= 5% x (upah sehari – Rp 450.000) Saat >Rp 4.500.000; ≤8.200.000 dlm 1 bln = 5% x (upah sehari–PTKP/360) Peserta Kegiatan Tarif Pasal 17 X Jumlah Bruto

(14)

Rp 500.000,00, (Lima ratus ribu rupiah), maka perhitungan PPh 21 bagi Seto adalah sebagai berikut:

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:

Upah sehari Rp. 500.000,00

Upah harian tidak dikenakan PPh Rp. 450.000,00 – Penghasilan Kena Pajak per hari Rp. 50.000,00 PPh Pasal 21 (5% x Rp 50.000,00) = Rp. 2.500,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong

selama 6 hari = 6 hari x Rp.2.500.00 = Rp. 15.000.00 Contoh 2

Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah, pada bulan November bekerja sebagai buruh harian di Kegiatan Pemeliharaan Halaman Gedung Balai Diklat Keuangan Yogyakarta. Seto bekerja selama 12 hari dan menerima upah harian sebesar Rp. 450.000,00, maka perhitungan PPh 21 bagi Seto adalah sebagai berikut:

Perhitungan PPh Pasal 21 terutang :

 Upah sehari Rp 450.000,00

 Upah s.d. hari ke 10 Rp 4.500.000,00

Sampai hari ke 10 karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp.4.500.000,00 maka tidak ada PPh pasal 21 yang dipotong

 Upah s.d. hari ke 11(450.000 x 11) Rp 4.950.000  PTKP Sebenarnya =

11 x (54.000.000 / 360) Rp 1.650.000

Rp 3.300.000  PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke 11

5% x 3.300.000 Rp 165.000

 PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke 10

Rp 0

 PPh pasal 21 yang harus dipotong pada

(15)

Sehingga pada hari ke 11, upah bersih yang diterima Seto adalah Rp.450.000 – Rp. 165.000 = Rp.285.000,00

Penghitungan PPh pasal 21yang harus dipotong pada hari ke 12 sebagai berikut :

 Upah sehari Rp. 450.000,00

 PTKP Sehari :

Rp.54.000.000 / 360 Rp. 150.000,00

Rp 300.000,00  PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke 12

5% x Rp.300.000,00 Rp. 15.000,00

 Sehingga upah bersih seto pada hari ke 12 adalah Rp.450.000,00 – Rp.15.000,00 =

Rp. 435.000

Contoh 3

Seto bekerja sebagai satpam pada Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan. Seto sudah menikah tetapi belum mempunyai anak. Seto mendapat upah yang dibayarkan secara bulanan sebesar Rp.5.000.000,00

Perhitungan PPh pasal 21

Penghasilan neto setahun = Rp.5.000.000,00 x 12 = Rp.60.000.000,00 PTKP (K/0) adalah

- Untuk WP sendiri Rp. 54.000.000,00

- Tambahan kawin Rp. 4.500.000,00

Rp. 58.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp.1.500.000,00 PPh pasal 21 setahun adalah sebesar

5% x Rp.1.500.000,00 = Rp.15.000,00 Contoh 4

Seto bekerja memasang gebalan rumput. Upah dibayar sebesar Rp.150.000,00 setiap 1 meter. Dalam seminggu (6 hari kerja) Seto memasang sebanyak 24 meter. Sehingga upah yang dibayarkan sebesar Rp. 3.600.000,00

(16)

Upah sehari :

- Rp.3.600.000,00 : 6 = Rp.600.000,00

Upah diatas Rp. 450.000,00, sehingga penghasilan kena pajak

- Rp.600.000,00 – Rp.450.000,00 = Rp.150.000,00

- 6 hari x Rp.150.000,00 = Rp.900.000,00 PPh pasal 21

- 5% x Rp.900.000,00 = Rp.45.000,00 (selama seminggu)

d. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang Diterima Peserta Kegiatan

Penghasilan yang diterima peserta kegiatan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan perhitungan sebagai berikut:

Contoh

Saudara Retno mengikuti kegiatan bimbingan teknis merangkai bunga yang diselenggarakan oleh Badan Latihan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dia menerima upah sebesar Rp.700.000,00 untuk 7 (tujuh) hari. Saudara Retno telah memiliki NPWP.

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 700.000,00 = Rp. 35.000,00 Tabel 2.5 Dasar Penghitungan PPh Pasal 21

Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak Pegawai tetap Penghasilan kena pajak =

jumlah seluruh penghasilan bruto

setelah dikurangi dengan:

a.biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 Tarif PPh Pasal 21 = Pasal 17ayat 1 huruf a x penghasilan

(17)

Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun;

b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Dikurangi PTKP Pegawai tidak tetap yang

penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp. 4.500.000

Penghasilan Kena Pajak =

Penghasilan bruto Dikurangi PTKP

Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto dikurangi Rp 450.000

(18)

Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak Pegawai tidak tetap yang

menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000 belum melebihi Rp 8.200.000

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto dikurangi PTKP sebenarnya (PTKP yang sebenarnya

adalah adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.)

Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 8.200.000

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto (disetahunkan)

dikurangi PTKP

Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan dan memenuhi syarat

Penghasilan Kena Pajak

= 50% dari jumlah penghasilan bruto

Dikurangi PTKP perbulan Bukan pegawai yang

menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan

50% dari jumlah penghasilan Bruto

(19)

Pajak Penghasilan Pasal 22

 Objek PPh Pasal 22 adalah pembayaran yang berkenaan dengan penyerahan barang yang dibeli dari sumber dana APBN/APBD

 Pengecualian pembayaran yang dikenakan PPh pasal 22

Objek PPh Pasal 22 adalah pembayaran yang berkenaan dengan penyerahan barang yang dibeli dari sumber dana APBN/APBD. Namun terdapat pengecualian pembayaran atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah/ KPA/Penerbit SPM/Bendahara Pengeluaran lain antara lain a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua

juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas,

pelumas, benda-benda pos; dan pemakaian air dan listrik;

c. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

d. Pembayaran kepada pengusaha dengan jumlah peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenakan pungutan PPh atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

h. Pembelian gabah dan/atau beras

 Tarif PPh pasal 22 yang dipungut Bendahara Pengeluaran termasuk oleh KPA

 Wajib Pajak PPh Pasal 22 yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi sebesar 100%. Dengan demikian, tarif PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah 1,5% ditambah 1,5% = 3%.

Tarif PPh Pasal 22

(20)

Pajak Penghasilan Pasal 23

 Apabila rekanan/penyedia barang/jasa tidak memiliki NPWP, maka penulisan NPWP dalam SSP dapat dilakukan dengan cara: a. 01.000.000.0-xxx.000 untuk Wajib Pajak badan Usaha; dan b. 04.000.000.0-xxx.000 untuk Wajib Pajak orang pribadi.

xxx diisi dengan Nomor Kode Kantor Pelayanan Pajak domisili bendahara terdaftar.

A. Objek PPh Pasal 23 adalah:

1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta , kecuali sewa tanah dan bangunan;

2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

CONTOH 1.

Bendahara Universitas Negeri Jakarta membayarkan pembelian buku pelajaran umum dari UD Buku Pintar (ber NPWP) dengan harga Rp. 2.500.000,00.

Maka besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut bendahara adalah:

Rp. 2.500.000,00 × 1,5% = Rp. 37.500,00

Catatan : Buku pelajaran umum merupakan salah satu jenis barang kena pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Sehingga bendahara tidak memungut PPN (penjelasan lebih lanjut tentang PPN dibahas di bab III)

CONTOH 2 Perhitungan PPh pasal 22

Sekolah Dasar Negeri 11 Jakarta Selatan mengadakan pengadaan komputer senilai Rp.10.000.000,00. Pembayaran dilaksanakan dengan dana BOS, maka berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010, tidak dipungut PPh Pasal 22.

(21)

B. Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta

1. Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati.

2. Saat terutangnya adalah pada saat pembayaran dan jatuh tempo. C. Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi,

Jasa Konsultan, dan Jasa Lain

1. Jasa teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :

a. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;

b. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau

c. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.

2. Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.

3. Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.

(22)

4. Jenis-jenis jasa lain, antara lain: 1. Jasa penilai (appraisal); 2. Jasa aktuaris;

3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

4. Jasa hukum 5. Jasa arsitektur

6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape

7. Jasa perancang (design);

8. Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);

9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas) 10. Jasa penambangan dan jasa

penunjang di bidang penambangan selain migas; 11. Jasa penunjang di bidang

penerbangan dan bandar udara; 12. Jasa penebangan hutan; 13. Jasa pengolahan limbah ; 14. Jasa penyedia tenaga kerja

dan/atau tenaga hli (outsourcing

services)

15. Jasa perantara dan/atau keagenan ;

16. Jasa di bidang perdagangan surat berharga (kecuali Bursa efek,KSEI dan KPEI)

28. Jasa maklon;

29. Jasa penyelidikan dan keamanan;

30.Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

31.Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa,media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi ; 32.Jasa pembasmian hama ; 33.Jasa kebersihan/Cleaning

Service;

34.Jasa sedot septic tank 35.Jasa pemeliharaan kolam; 36.Jasa katering atau tata

boga;

37.Jasa freight faro.Jarding; 38.J asa logistik;

39.Jasa pengurusan dokumen; 40.Jasa pengepakan;

41.J asa loading dan unloading; 42.Jasa laboratorium dan/ atau

dilakukan oleh lembaga atau rangka perielitian akademis; 43.Jasa pengelolaan parkir; 44.Jasa penyondiran tanah; 45.Jasa penyiapan dan/ atau

pengolahan lahan;

46.Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit;

(23)

17. Jasa

kustodian/penyimpanan/penitipa n, kecuali yang dilakukan oleh KSEI

18. Jasa pengisian suara (dubing);

19. Jasa mixing film;

20. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner, pamflet, baliho dan folder

21. Jasa sehubungan dengan

software komputer (termasuk

perawatan, pemeliharaan dan perbaikan);

22. Jasa pembuatan dan atau pengelolaan website;

23. Jasa internet termasuk sambungannya;

24. Jasa penyimpanan,

pengolahan dan atau penyaluran data, informasi dan atau program

25. Jasa instalasi/pemasangan AC, mesin, peralatan, listrik, telepon, TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi;

26. Jasa

perawatan/perbaikan/pemelihar aan mesin, peralatan, listrik,

48. Jasa pemanenan;

49.Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/ atau perhutanan; 50.Jasa dekorasi; 51.Jasa pencetakan/penerbitan; 52.Jasa penerjemahan; 53.Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan; 54. Jasa pelayanan

kepelabuhanan;

55.Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;

56.Jasa pengelolaan penitipan anak;

57.Jasa pelatihan dan/ atau kursus;

58.Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM; 59.Jasa sertifikasi;

60. Jasa survey; 61.Jasa tester, dan

62.Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

(24)

Pajak Penghasilan Pasal 26

alat transportasi/kendaraan dan atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang Lingkupnya di bidang Konstruksi;

27. Jasa perawatan kendaraan dan atau transportasi darat laut dan udara

Belanja Daerah

D. Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 2% dari penghasilan bruto (nilai pembayaran atas jasa yang tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai). Dalam hal wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka dikenakan tarif lebih tinggi 100% dari tarif yang dikenakan terhadap wajib pajak yang memiiki NPWP, yaitu menjadi 4% dari jumlah bruto

A. Objek pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain Badan Usaha Tetap.

B. Tarif

CONTOH 1.

Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayar jasa service kendaraan pada bengkel mobil “Tokcer” (ber NPWP) untuk memperbaiki kendaraan dinas. Besarnya biaya yang dikeluarkan Rp 900.000,00 (belum termasuk PPN) pembayaran tersebut sudah termasuk penggantian suku cadangnya.

Terhadap transaksi tersebut Bendahara memungut PPh Pasal 23 sebesar :  Rp 900.000,00 × 2% = Rp. 18.000,00

(25)

Pajak Penghasilan Pasal Pasal 4 Ayat 2

A. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan

1. Persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagian-bagiannya, gedung dan bangunan industri termasuk areal baik di dalam maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut.

2. Tarif

Contoh

Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembayaran kepada CV Maju Hidayat untuk sewa gedung dalam rangka penyelenggaraan Diklat Teknis Umum dengan harga Rp 6.600.000,00. (termasuk PPN) pada tanggal 19 Juli 2016. Bagaimana kewajiban perpajakan bendahara.

Pemotongan PPh pasal 4 (2)

Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong PPh final sebesar :

Contoh

Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayarkan honorarium kepada Mr. Paul Lambert seorang narasumber yang berasal dari Australia dalam pelaksanaan Diklat Logic Model sebesar 3000 US $ (catatan kurs 1US $ = 15.000,00

Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong PPh pasal 26 sebesar (3000 US $ x Rp.15.000,00) x 20% = Rp.9.000.000,00

(26)

Rp 6.000.000,00 x 100/110 = Rp 6.000.000,00 PPh pasal 4 (2) = Rp.6.000.000,00 x 10%

= Rp.600.000,00 Pemungutan PPN

Atas pembayaran sewa wajib dipungut PPN dengan tarif 10%

PPN = Rp.6.000.000,00 x 10%

= Rp.600.000,00 Kewajiban Bendahara

a. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak PT Maju Hidayat, dan membubuhi cap “disetor tanggal ……” serta membubuhi tanda tangan;

b. membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama PT Maju Hidayat;

c. membuat bukti setor elektonik PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN atas nama PT Maju Hidayat;

d. menyerahkan fotokopi bukti setor elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN, Faktur pajak lembar ke-2; dan bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2), kepada PT Maju Hidayat;

e. melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 Agustus 2016;

f. melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Manado paling lama tanggal 31 Agustus 2016.

B. PPh Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

1. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:

a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;

b. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; dan

(27)

c. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus 2. Tarif

PPh (final) = 5% x Bruto CONTOH:

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan akan membuka kantor Balai Diklat Keuangan. Untuk kegiatan tersebut dilakukan pembayaran atas pembebasan tanah dengan nominal pembayaran Rp5.000.000.000,00. Kepada bapak Nasrun (ber NPWP) pada tanggal 25 Maret 2016

Pemotongan PPh pasal 4 (2)

PPh final yang harus dipungut/dipotong dan disetor oleh Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan atas pembayaran tersebut adalah:

Rp 5.000.000,00 x 5% = Rp 25.000.000,00 Pemungutan PPN

PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali atas pengadaan tanah dari real estate atau industrial estate.

Kewajiban Bendahara

b. membuat bukti penyetoran elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama Bapak Nasrun

c. menyerahkan fotokopi bukti setor elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2)

d. melaporkan pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 April 2016.

e. menyerahkan fotokopi bukti setor elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2)

f. melaporkan pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 April 2016.

(28)

C. Usaha Jasa Kontruksi

1. Jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi

2. Tarif

Gambar 2.7 Tarif Usaha Jasa Konstruksi

3. Dasar pengenaan pajak untuk jasa kontruksi adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh bendahara, tidak/belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Perhitungannya dapat dilakukan dengan cara:

Contoh

Pada Tanggal 10 Mei 2016 dilakukan pembayaran termin I atas kegiatan pembangunan Asrama Melati Barat kepada rekanan PT. Karya Persada, NPWP 01.399.222.1-396.000, Tanggal Pengukuhan PKP 20 Juni 1998, Alamat Jl. Puncak No.27 Bogor sebesar Rp.

JASA KONSTRUKSI PPh Bersifat Final Pelaksana Kontruksi Perencana/Pengawas Kontruksi Mempunyai kualifikasi usaha Tidak Mempunyai kualifikasi usaha Dengan kualifikasi usaha Tanpa kualifikasi usaha

Kecil Non Kecil

2 % 3 % 3 % 4 % 6 %

(29)

Mata Anggaran Penerimaan dan Kode Jenis

Setoran

2.200.000.000,00. (termasuk PPN) PT. Karya Persada merupakan pelaksana konstruksi yang tergolong usaha kecil dan memiliki kualifikasi. PT Karya Persada menerbitkan Faktur Pajak bernomor seri 000.000.09.00000036 tertanggal 8 Mei 2016. Bagaimana perhitungan pajak yang harus dikenakan?

Pemungutan PPN

Nilai Pembayaran Termin I = Rp 2.200.000.000,00 (termasuk PPN) Dasar Pengenaan Pajak :

Rp 2.200.000.000,00 x 100/110 = Rp 2.000.000.000,00

Nilai PPN = Rp 2.000.000.000,00 x 10% = Rp 200.000.000,00

Pemungutan PPh pasal 4 ayat (2) = 2% x (Rp 2.000.000.000,00) = Rp 40.000.000,00

Tabel 2.6 Mata Anggaran Penerimaan Mata Anggaran

Penerimaan Jenis Pajak

411121 Pajak Penghasilan Pasal 21 411122 Pajak Penghasilan Pasal 22 411123 Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor 411124 Pajak Penghasilan Pasal 23

411125 Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Orang Pribadi 411126 Pajak Penghasilan 25/29 Badan

411127 Pajak Penghasilan Pasal 26

411128 Pajak Penghasilan Final dan Fiskal Luar Negeri 411129 Pajak Penghasilan Non Migas

(30)

A. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran terkait dengan tugas perpajakan Bendahara Pengeluaran.

1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21

Tabel 2.7 Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 Kode Jenis

Setoran Jenis Setoran Keterangan

100 Masa PPh Pasal 21

untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.

402 PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya

untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya.

2. Kode Akun Pajak 411122 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22

Tabel 2.8 Kode Akun Pajak 411122 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Kode Jenis

Setoran Jenis Setoran Keterangan

100 Masa PPh Pasal 22

untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan.

900 Pemungut PPh Pasal 22 non bendahara

untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut selain bendahara

910 Pemungut PPh pasal 22 Bendahara APBN

untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut bendahara APBN

920 Pemungut PPh pasal 22 Bendahara APBD

untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut bendahara APBD

930 Pemungut PPh pasal 22 Bendahara Dana Desa

untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut bendahara dana desa

(31)

3. Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23

Tabel 2.9 Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23 Kode Jenis

Setoran Jenis Setoran Keterangan

100 Masa PPh Pasal 23 untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor (selain PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23 termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan. 104 PPh Pasal 23 atas

Jasa

untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.

4. Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final

Tabel 2.10 Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final Kode Jenis

Setoran Jenis Setoran Keterangan

402 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

403 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

409 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi

untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi.

410 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran Dalam Negeri

untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa pelayaran dalam negeri. 411 PPh Final Pasal 15

atas Jasa Pelayaran dan/atau

Penerbangan Luar Negeri

untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.

(32)

5. Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri

Tabel 2.11 Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri Kode Jenis

Setoran Jenis Setoran Keterangan

100

Pemungut PPN Dalam Negeri non Bendahara

untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh pemungut selain bendahara

910

Pemungut PPN Dalam Negeri bendahara APBN

untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh pemungut bendahara APBN

920

Pemungut PPN Dalam Negeri Bendahara APBD

untuk pembayaran PPN dalam Negeri yang dipungut oleh Pemungut

bendahara APBD 930 Pemungut PPN dalam Negeri Bendahara Dana Desa

untuk pembayaran PPN dalam

Negeri yang dipungut oleh Pemungut bendahara dana desa

Gambar

Tabel 2.1 Subjek pajak
Tabel 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Gambar 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan  B.  Ruang Lingkup
Gambar 2.2 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan  Tetap dan Teratur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala perusahaan tidak berpengaruh terhadap Sustainability Reporting Level meskipun dalam penelitian sebelumnya skala perusahaan

Sebaliknya, pimpinan perusahaan yang perusahaannya dalam kondisi kalah dalam persaingan di pasar akan cenderung bersikap risk taking, yaitu cenderung bertahan pada

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perencanaan yang mana didalamnya terdapat unsur target dan tujuan, dari target yang telah ditetapkan UPTD PIB penetapan target

Telah dikembangkan bahan ajar terintegrasi, yang terdiri dari revisi silabus, Rencana Perkuliahan Satu Semester (RPS), modul, lembar kegiatan mahasiswa, dan lembar

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pendidikan dan pembelajaran, yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses

Dalam lingkungan politik Indonesia yang amat terfragmentasi, Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang didukung oleh partai minoritas, walaupun mendapat dukungan dari 62 persen

“Dinamika Strategi Coping Terhadap Post-Power Syndrome Dalam Menjalani Masa Pensiun”, Skripsi Sarjana Strata 1, Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya

Vignette: Seorang laki-laki usia 56 tahun datang ke klinik konservasi dengan keluhan gigi depan atas kiri berlubang dan kehitaman sejak 8 bulan yang lalu, pernah terjadi