• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELAPISAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC DENGAN OKSIDA METAL TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELAPISAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC DENGAN OKSIDA METAL TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

126

PENGARUH PELAPISAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC

DENGAN OKSIDA METAL TERHADAP MODULUS ELASTISITAS

KOMPOSIT Al/SiC

M. Zainuri

1,2

, Eddy S Siradj

1

, Dedi Priadi

1

, Anne Zulfia

1

, dan Darminto

2

1. Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya 60111, Indonesia

Abstrak

Komposit isotropik Al/SiC yang dibuat dengan metode metallurgi serbuk kualitas mekaniknya sangat ditentukan oleh kualitas ikatan permukaan antara matrik (Al) dan penguat (SiC). Kualitas ikatan permukaan akan menentukan nilai modulus elastisitas komposit yang dibuat melalui metode fase padat. Pelapisan oksida metal pada permukaan partikel SiC dapat meningkatkan kualitas ikatan interfasial antara matrik dan penguat. Pada penelitian ini menggunakan tiga macam pelapis oksida metal, yaitu Al oksida, Mg oksida, dan Cu oksida yang dideposisikan pada permukaan partikel SiC. Dari ketiga jenis pelapis itu pelapis Al2O3 mempunyai peran sebagai pengikat antara matrik dan penguat paling

baik dibandingkan CuO atau MgO. Adanya fase intermetalik pada pelapis CuO dan porus pada pelapis MgO merupakan indikasi yang menyebabkan penurunan kualitas dari material komposit Al-SiC. Pada semua variabel fraksi volume SiC pada komposit Al/SiC pelapis alumunium oksida mempunyai nilai modulus elastisitas yang paling tinggi dibandingkan kedua pelapis oksida lainnya.

Abstract

The Influence of Coating Oxide Metal on Surface of SiC Particles to Elastic Modulus of Al/SiC Composites. The isotropic composites of Al/SiC is made by powder metallurgy method, the quality of mechanical materials depend on interfacial bonding between matrix (Al) and reinforcement (SiC). The quality of interfacial bonding can influence to elastic modulus of composites which is made by solid process. SiC particles were coated by metal oxide aim to enhance quality interfacial bonding between matrix and reinforcement. These research using three kinds of coating materials, which are Mg oxide, Cu oxide and Al oxide, and these materials were deposited on surface of SiC particles. From three kinds of materials coating Al2O3 is the best to enhance quality interfacial bonding between matrix and reinforce than the

others as CuO or MgO. There is Intermetalic phase formatted on CuO coating, and MgO coating have many porous where they can make decrease quality of Al-SiC composites. All of volume fraction of SiC on the Al/SiC composites, which oxide aluminum coating on SiC surface have highest value of elastic modulus than the others metal oxides.

Keywords: composites, isotropic, interfacial bonding, matrix, reinforcement, elastic modulus

1.

Pendahuluan

Permasalahan utama pada pembuatan material komposit berbasis serbuk metallurgi yang diperkuat dengan material keramik adalah sifat kebasahan (wetability) yang rendah antar kedua material tersebut. Hal tersebut dikarenakan keramik mempunyai sifat yang innert pada temperatur rendah, sehingga proses diffusi atomik antar permukaan partikel sulit terjadi pada saat proses sintering. Berbagai metode telah dikembangkan dan dilakukan penelitian untuk meningkatkan efek kebasahan dengan cara merekayasa permukaan partikel keramik agar meningkat kebasahannya dengan material

logam. Komposit isotropik yang berbasis metal sebagai matrik dengan penguat keramik secara umum dikenal sebagai Metal Matrix Composites (MMCs) sekarang

banyak dilakukan penelitian secara intensif dalam pengembangan berbagai sifat yang dikehendaki dalam aplikasinya. Salah satu material tersebut adalah Al/SiC yang telah lama ditengarai merupakan material komposit yang mempunyai banyak keunggulan, mempunyai beberapa sifat keunggulan dalam berbagai sifat yang diperlukan dalam penerapan teknologi material dewasa ini. Material tersebut juga mempunyai kendala yang cukup signifikan dalam aspek kebasahan antar material pembentuknya.

(2)

Salah satu metode untuk mencegah terbentuknya karbida pada permukaan partikel SiC dilakukan dengan cara melapisi permukaan partikel SiC dengan logam atau oksida logam. Pelapisan oksida metal pada material SiC akan meningkatkan aspek kebasahan antara penguat (SiC) terhadap material matrik (Al). Metode pelapisan pada permukaan partikel SiC adalah electroless paltting,

dengan menggunakan variabel larutan ionik Al, Mg, Cu, dan fraksi volume penguat SiC.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya pengaruh lapisan tipis oksida metal pada permukaan SiC terhadap kualitas ikatan permukaan terhadap matrik Al. Hal tersebut terkait dengan nilai modulus elastisitas komposit Al/SiC yang cenderung meningkat terhadap variabel fraksi volume penguat SiC dibandingkan komposit tanpa menggunakan pelapis metal oksida.

Material komposit. Material komposit merupakan

kombinasi dua atau lebih material yang berbeda, dengan syarat adanya ikatan permukaan antara kedua material tersebut. Komposit tidak hanya digunakan untuk sifat struktural tapi dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai sifat yang lainnya seperti listrik, panas, atau material-material yang memperhatikan aspek lingkungan. Komposit pada umumnya diklasifikasikan menjadi 2 bagian yang berbeda dimana fasa kontinyu disebut matrik, dan fasa diskontinyu disebut sebagai penguat. Kriteria komposit didasarkan kepada jenis matrik yang digunakan seperti komposit bermatrik material organik yang disebut sebagai (Organic Matrix Composites/OMCs), Komposit bermatrik logam (Metal

Matrix Composites/MMCs). Komposit bermatrik

keramik (Ceramic Matrix Composites/CMCs) [1]. Berdasarkan jenis bentuk penguatnya, komposit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe komposit, partikulat, whisker, serat dan anyaman. Sifat komposit tergantung pada beberapa proses yang mempengaruhinya, diantaranya adalah jenis material komposit yang digunakan, fraksi volume penguat, dimensi penguat, dan beberapa variabel-variabel proses yang lain. Komposit partikulat, supaya dapat meningkatkan kualitas sifatnya biasanya menggunakan fraksi volume penguat di atas 10% atau lebih [2]. Penguat yang disebut partikulit jika dimensi mayor dan minornya mendekati satu. Komposit partikulat pada umumnya diberi penguat material keramik seperti SiC, Al2O3, SiO2 dan material keramik yang lainnya.

Keunggulan dari material MMCs, mempunyai sifat kekakuan yang tinggi, densitas yang rendah, kekerasan yang tinggi dan biaya produksi yang cukup rendah [3,4].

Modulus elastisitas komposit isotropik teoritik. Pada komposit isotropik partikulit atau short fiber dapat digunakan persamaan Tsai Halpin. Dengan menerapkan faktor geometri partikel penguat yang diperoleh dari bentuk geometri partikel penguat sebagai fungsi dari

arah beban, geometri dan orientasi penguat dapat menjadi bahan pertimbangan faktor geometri [1,5]

f f m c

qV

SqV

E

E

+

=

1

)

2

1

(

(Pers. 1) Dimana :

S

E

E

E

E

q

m f m f

2

)

/

(

1

)

/

(

+

=

(Pers. 2)

Dimana S merupakan faktor geometri fiber atau partikel (l/d). Dari hasil penelitian material komposit dengan matrik magnesium dan SiC sebagai penguat, diperoleh nilai S pada SiC sama dengan 2 [1].

Komposit unidireksional merupakan komposit yang mempunyai orientasi penguat yang sama, pemberian beban eksternal yang arahnya sama dengan orientasi penguat komposit disebut dengan beban longitudinal, maka komposit akan mengalami strain yang sama antara matrik dan penguat (isostrain). Modulus elastisitas komposit longitudinal

E

c" (upper bound)

dapat dinyatakan dengan ( rule of mixture) [1,6]

m m f f c

E

V

E

V

E

"

=

+

(Pers. 3) Beban transversal pada material komposit unidireksional, merupakan beban yang tegak lurus dengan luas penampang penguat. Akibat pemberian beban yang kuat pada arah tersebut menyebabkan terjadinya elongation yang berbeda antara penguat dan matrik, dengan besar beban eksternal yang dialami matrik dan penguat sama besar (isostress). Modolus elastisitas dari komposit pada beban transversal (lower bound) dapat dinyatakan dengan:

m m c f c

E

V

E

V

E

=

+

1

(Pers. 4)

Dimana E modulus elastisitas, V fraksi volume, c (komposit), m (matrik), dan f (penguat). Kedua persamaan di atas dapat digunakan untuk menguji kualitas ikatan antar permukaan antara matrik dan penguat komposit.

Pengaruh interfasial. Dibandingkan dengan material monolitik mikrostruktur dan interfasial pada komposit dengan matrik metal MMCs tidak dapat dianggap dalam keadaan terisolasi, mereka saling kait terkait. Interaksi dan reaksi kimia antara matrik dan penguatnya ditentukan oleh adesi interfasial, karakteristik komponen-komponen pembentuk komposit dan karakteristik mekaniknya. Pada temperatur tinggi yang

(3)

diperlakukan pada material MMCs mikrostrukturnya akan cenderung stabil untuk penahanan waktu yang lama. Kestabilan termal dan kegagalannya ditentukan oleh perubahan mikrostruktur dan interfasialnya, yakni proses reaksi dan participat. Tegangan termal pada material MMCs dapat terjadi melalui perlakuan isotermal atau berubah-ubah (Cyclically). Terbentuknya fase pada daerah interfasial matrik dan penguat material komposit, sangat ditentukan pada saat proses produksi dan karakteristik material metal komposit. Fase interfasial yang terbentuk menentukan adhesifitas dari matrik dan penguatnya. Pada prinsipnya komposit yang dibentuk dari matrik dan penguat keramik, agar terjadi adhesifitas yang baik sangat ditentukan oleh kebasahan

(wettability) antar material-material pembentuk

komposit [7]. Konsep reaksi interfasial pada material komposit sangat penting, karena hal tersebut akan menghasilkan fase baru dan energi-energi interfasialnya dapat dirubah secara subtansial sehingga kebasahan atau perekatan antara penguat dan matrik dapat terjadi dengan baik. Fase interfasial yang terbentuk pada permukaan matrik –penguat, yang terjadi akibat reaksi kimia atau hasil rekayasa pelapisan ketebalannya dapat menurunkan kekuatan komposit [8].

Pelapisan oksida metal dengan metode electroless platting. Teknologi pelapisan merupakan bidang baru yang dikembangkan dalam skala industri maupun skala riset. Teknologi pelapisan diterapkan dalam berbagai aplikasi baik untuk logam, keramik (karbida, nitride dan oksida) hingga dikembangkan untuk material baru dengan satu atau banyak lapisan pada substrat logam maupun non logam. Aplikasi material coating adalah untuk komponen mesin, alat elektronik, sensoir, foil, optoelektronik, teknologi kesehatan dan banyak aplikasi lainnya. Electroless plating biasanya digunakan untuk komponen mekanik ataupun elektronik khususnya untuk meningkatkan ketahanan aus (wear resistance) dan dalam beberapa kasus dilakukan untuk meningkatkan ketahanan korosi (dengan perlakuan khusus). Proses ini sangat tidak tergantung dari geometri specimen. Beberapa standar kepresisian komponen dapat diperoleh dengan elektroless nikel untuk memperoleh toleransi dimensi. Komposite dengan elektroless nikel yang mengandung partikel silikon karbida (SiC) dapat menaikkan ketahanan aus dan menurunkan koefeisien friksi. Electroless plating adalah deposisi metal dari larutan dengan mengunakan agen pereduksi (RA) dalam larutan atau disolusi substrate dengan elektron bebas.

Electroless plating dapat dibagi menjadi dua model, yaitu autocatalytic plating dan ion-exchange plating [9].

(i) Autocatalytic Plating

Proses autocatalytic plating ditentukan oleh elektron bebas yang berasal dari reduksi agen (RA). Elektron bebas ini bergabung dengan ion logam di dalam larutan dan membentuk logam padat pada permukaan. Karena elektron diperoleh dari reduksi agen, maka proses

pelapisan (coating) ini dapat terjadi setelah substrate tertutup/terlapisi dengan ketebalan tertentu. Elektroless nikel adalah salah satu contoh dari autocatalytic plating.

(ii) Ion-Exchange Plating

Jenis yang lain dari electroless plating adalah ion-exchange plating. Proses dari jenis electroless ini berbasis pada oksidasi (dissolution) dari substrate yang akan dilapisi dan proses reduksi (deposition) oleh ion logam yang lain yang berasal dari larutan pelapis.

Lapisan yang terbentuk dengan proses ini biasanya lebih tipis, sebab proses pelapisan akan terhenti ketika seluruh substrate telah terlapisi dan tidak dapat dihasilkan lagi

supplai electron dengan proses oksidasi. Logam yang dilapisi dengan metode ini biasanya adalah seng dan timah, sehingga prosesnya disebut zincate-process,

stannate-process atau modifikasi sifat

zincate/stannate-process. Proses elektrolitik plating sering

mempersyaratkan perlakuan pendahuluan untuk meningkatkan kemampuan adesi. Ketika digunakan perlakuan pendahuluan (pretreatment) untuk parameter proses yang benar seperti kebersihan permukaan yang akan dilapisi, maka akan berpengaruh terhadap kualitas lapisan yang akan dilakukan.

2.

Metode Penelitian

Proses pelapisan SiC partikel dengan AlMg (oksida). Pada penelitian ini digunakan serbuk alumunium produk

Merck (PA), dan partikel penguat keramik SiC (220

Mesh). Partikel penguat SiC dibersihkan dengan ultra

sonic cleaner dalam media alkohol (90 %), dan di

keringkan dalam oven 1000 C. Partikel SiC dilapisi dengan variabel ion Al, Mg dan Cu dalam larutan HNO3

melalui mekanisme electroless plating . Media elektrolit yang digunakan terdiri dari Mg 0, 25 gr, Al 0,5 gr dan Cu (1 gr) masing-masing dalam media elektrolit HNO3

40 ml. Proses coating oksida metal pada partikel SiC dilakukan dengan menggunakan magnetic stirer dengan temperatur 1250 C. Proses oksidasi pada partikel SiC dilakukan dalam furnace pada temperatur 2000 C, dilanjutkan pada temperatur 4000C selama satu jam Proses pembuatan komposit Isotropik Al/SiCp dengan mekanisme cold compacting. Partikel SiC yang telah terlapisi di blending dengan partikel serbuk Al dalam N-butanol (wet mixing), dengan menggunakan

magnetic stirer pada temperatur 1000 C. Masing-masing campuran divariasikan penguat SiC dengan fraksi volume 10, 20, dan 30 % terhadap volume total komposit. Setelah proses selesai masing-masing komposisi Al/SiCp yang sudah kering dimasukkan ke dalam cetakan silinder stainles steel berdiameter 14 mm dengan tinggi 120 mm. Besarnya gaya kompaksi untuk pembuatan green density dibuat tetap sebesar 15 KN dengan lama penahanan 10 menit, dan menggunakan pelumas padat Zn-stearat untuk mengurangi gesekan.

(4)

Proses sintering dilakukan dalam keadaan vakum 10-3 thorr, menggunakan rotary vacuum pump pada temperatur presintering 2000C selama 20 menit dan dilanjutkan dengan sintering pada temperatur 6000C (60 menit).

Karakteristik komposit isotropik Al/SiC. Untuk menganalisa mikrostruktur, dan kualitas interfasial pada komposit isotropik Al/Sic menggunakan Scanning Ellectron Microscope (SEM). Identifikasi fase-fase yag terbentuk setelah proses sintering pada komposit Al/SiC, dianalisis menggunakan X-Ray Diffraction (X-RD ). Identifikasi sifat mekanik komposit. Salah satu sifat mekanik material adalah nilai modulus elastisitas, dimana nilai tersebut diperoleh berdasarkan nilai slope

pada daerah elastisitas material. Nilai tersebut dapat dianalisis berdasarkan korelasi antara stress-strain pada daerah elastis hasil pengujian tensile strenght atau

compression test. Pada penelitian ini data stress-strain digunakan metode compression test, dengan perbandingan l/d lebih besar dari 1.

3.

Hasil dan Pembahasan

Mikrostruktur lapisan oksida pada permukaan parikel SiC.Pada penelitian ini tujuan utamanya adalah mengetahui pengaruh pelapisan oksida metal pada permukaan penguat SiC, yang berperan sebagai penguat pada material komposit isotropik Al/SiC terhadap nilai modulus elastisitasnya. Komposit dibuat dengan metode

solid process, dengan proses pelapisan menggunakan

electroless platting pada lingkungan atmosfir.

Berdasarkan pengamatan strukturmikro pada permukaan SiC yang dilapisi oksida Al, Mg dan Cu dengan menggunakan SEM dapat di lihat pada Gambar 1. Pada pelapisan ion Mg yang membentuk lapisan MgO hasil reaksi oksidasi dengan atmosfir, terlihat (Gb.1a) tanpa pelaapis dan (Gb.1b) lapisan oksida Mg sangat tipis berdasarkan skala SEM kurang dari 1 µm. Hal tersebut sangat berbeda dengan pelapisan oksida Cu dan Al (Gb.1c,d), menunjukkan pelapisan yang lebih merata dan tebal.

Kualitas lapisan tidak dapat ditinjau dari segi dimensi lapisan saja, tetapi fase–fase yang terjadi pada pelapis di permukaan SiC juga berpengaruh terhadap ikatan antar pemukaan antara penguat SiC dan matrik Al pada komposit Al/SiC.Berdasarkan analisa X-RD pada partikel SiC yang telah dilapisi ion Mg, Cu, dan Al dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

Pada gambar di atas terlihat (Gb.2a ) tanpa menggunakan pelapis hanya terdapat SiC dan SiO2, dan

yang menggunakan pelapisan dengan menggunakan Al2O3 terlihat terbentuk beberapa fase pada daerah

permukaan (Gb.2b) fase oksida Al, almunium karbida (Al2C3) dan SiO2. Fase-fase oksida yang terbentuk

merupakan fase yang konstruktif dalam meningkatakan

wetability antara SiC terhadap matrik Al. Terbentuknya fase karbida dalam jumlah yang besar akan dapat menurunkan kualitas ikatan permukaan antara matrik dan penguat. Pada pelapis ion mg dalam membentuk fase oksida magnesium (MgO) (Gb.2c) , terlihat adanya fase intermetalik MgSi yang sangat labil dalam lingkungan oksida, dan cenderung dapat mendegrasi fase interfasial yang terbentuk sebagi binder. Pada pelapisan oksida tembaga oksida (CuO) (Gb.2d) hasil analisa XRD terlihat hanya fase CuO yang paling dominan pada permukaan partikel SiC, fase-fase SiC dan SiO2 merupakan fase murni dari penguat dan

oksidanya (SiO2) sudah terbentuk pada partikel SiC saat

pembuatan partikel SiC .

Mikrostruktur komposit Al/SiC dengan penguat SiC terlapisi Oksida metal. Kerapatan ikatan antar partikel penguat SiC dan matrik Al ada komposit isotripk Al/SiC dapat teramati secara kualitatif berdasarkan analisa strukturmikro. Dari ketiga lapisan oksida yang digunakan dalam meningkatkan ikatan interfasial antara matrik dan penguat, strukturmikro yang terjadi seperti pada Gambar 3

Strukturmikro pada pelapisan MgO (Gb.3b), terlihat material komposit lebih porus dan banyak terbentuk

debonding antarr matrik (Al-Al) dan

matrik-penguat (Al-SiC). Dibandingkan dengan pelapisan MgO, pelapisan CuO (Gb.2c) terlihat mnyebabkan ikatan antar material pembentuk komposit lebih rapat. Dibandingkan dengan kedua jenis pelapis tersebut pelapis Al2O3

mempunyai kompaktibilitas antar matrik dan penguatnya paling baik. Pada pelapis Al2O3

menunjukkan wetability antara matrik dan penguat yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan transfer tegangan ekstenal dari matrik ke penguat sangat baik. Ikatan interfasial antara matrik dan penguat yang baik merupakan salah satu indikator dari material komposit yang mempunyai kualitas mekanik yang paling sempurna. Kegagalan aspek penguat pada material komposit banyak terjadi karena tidak adanya ikatan interfasial antara matrik dan penguat, akibat berbagai aspek diantaranya terbentuknya fase akibat rekasi kimia pada daerah antar permukaan matrik dan penguat. Pada material metal matrix composites (MMCs) dengan penguat partikel keramik, mempunyai perbedaan ekspansi termal antara penguat dan matrik. Pada saat proses pemanasan melalui mekanisme sintering, sering terjadi pemuaian yang tidak merata antara matrik dan penguat, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan

debonding pada matrik an penguatnya. Pada dasarnya

wetability antara matrik metal dan penguat keramik

sangat rendah pada saat dbuat komposit MMCs, sehingga pengaruh pelapisan oksida dengan fase metastabil akan mampu berperan sebagai binder antara penguat dengan matrik pada komposit.

(5)

Gambar 1. Mikrostruktur permukaan partikel SiC. (a) Partikel SiC sebelum terlapisi (b) terlapisi MgO (b) terlapisi CuO (c) terlapisi Al2O3

Gambar 2. Analisa fase pada partikel SiC yang terlapisi fase metal oksida dengan menggunakan X-Ray diffraction (a) lapisan Al2O3 (b) lapisan MgO (c) lapisan CuO

Modulus elastisitas komposit Al/SiC dengan penguat SiC yang terlapisi oksida metal. Modulus elastisitas material komposit merupakan salah satu performa untuk sebagai indikasi sifat mekanik yang sangat baik. Modulus elastisitas dianalisa berdasarkan konsep elstisitas material, yang mennjukkan slope antara stress-strain. Pada material komosit isotropik nilai modulus elastisitas dapat diprediksi berdasarkan konsep Hal-pin tsai dengan pendekatan menggunakan finite elemen

pada penguat berbentuk kubik atau silinder. Pada komposit isotropik Al-SiC yang dilakukan dalam penelitian ini, hasil analisa nilai modulus elastisitas dibandingkan nilai secara empirik dan hasil eksperimen berdasarkan uji kompressi.Untuk mengetahui pengaruh pelapisan metal oksida pada permukaan penguat SiC, kedua hasil ekperimen dan empirik juga dibandingkan dengan komposit Al-SiC yang tanpa menggunakan pelapisan (Non-Coating).

(b)

(c)

(d)

(a)

(d) (b) (c)

SiC tanpa coating

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2 The ta It en si ta s (a) ○ SiO2 ● SiC

(6)

Gambar 3. Mikro Struktur Komposit Al/SiC yang dicoating dengan (a) ion Al, (b) Ion Mg, dan (c) Ion Cu

Gambar 4. Grafik perbandingan modulus elastisitas pada komposit Al/SiC dengan variable fraksi volume SiC secara teoritk, tanpa pelapisan dan SiC dengan pelapis (a) MgO, (b) Al2O3, (c) CuO

(7)

Pada Gambar 4, terlihat perbedaan yang sangat jelas antara partikel SiC tanpa pelapisan dengan yang terlapis metal oksida pada permukaannya pada nilai modulus elastisitasnya. Semua fraksi volume penguat (v/vo %) SiC pada komposit Al-SiC dengan menggunakan pelapis mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tanpa pelapis. Hasil ekperimen menunjukkan nilai modulus elastisitas dengan menggunakan pelapis metal-oksida mendekati nilai teoritik.Untuk melihat hasil paling baik dari ketiga material metal-oksida sebagai pelapis partikel SiC, pada komposit Al-SiC dapat dilihat pada Gambar 5.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 10 20 30 40

Fraksi Volume SiC (v/vo %)

E , Mo d .E las ti si tas ( G P a ) Lps.MgO Lap.Al2O3 Lap.CuO

Gambar 5. Grafik modulus elestisitas Komposit Al-SiC dengan SiC ter coating metal oksida

Gambar 6. Grafik perbandingan modulus elastisitas pada komposit Al/SiC dengan variabel fraksi volume SiC terhadap modulus elastisitas upper dan lowerbound, tanpa pelapisan dan SiC dengan pelapis (a) tanpa pelapisan (b) pelapisan CuO (c) pelapisan Al2O3, (d) pelapisan MgO

(8)

Hasil perbandingan nilai modulus elastisitas pada ketiga material metal-oksida, menunjukkan pelapis Al2O3

mempunyai peran sebagai pengikat antara matrik dan penguat paling baik dibandingkan CuO atau MgO. Adanya fase intermetalik pada pelapis CuO dan porus pada pelapis MgO merupakan indikasi yang menyebabkan penurunan kualitas dari material komposit Al-SiC yang dibuat.Untuk mengetahui kualitas ikatan permukaan antara matrik dan penguat scara kuantitatif dapat, nilai modulus elastisitas komposit dapat dibandingkan dengan nilait teoritik dari komposit unidireksional dengan orientasi tegangan longitudinal (upper bound) dan tegangan transversal

(lower bound). Bedasarkan analisa tegangan tersebut pada komposit tanpa pelapisan oksida logam, pada semua fraksi volume penguat rendah nilainya terletak di luar upper dan lower bound yang mengidikasikan lemahnya interaksi antara, atrik dan penguatnya (Gambar 6a). Hal tersebut sangat berbeda dengan menggunakan pelapsan logam oksida, dimana pada semua fraksi volume penguat nilai modulus elastisitas komposit berada pada daerah upper dan lower bound

yang menunjukakan kompaktibilitas antara matrik dan penguatnya terjadi dengan baik (Gambar 6b,c,d).

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pembuatan komposit isotropik Al-SiC, dengan perlakuan pelapisan partikel penguat SiC menggunakan pelapis metal oksida yang berbeda-beda ,dan proses pembuatannya dalam keadaan padat dapat disimpulkan: 1) Pelapis Al2O3 pada permukaan partikel SiC dengan

menggunakan menggunakan metode electroless platting

cenderung lebih merata dibandingkan dengan pelapis

CuO dan MgO; 2) Pelapis Al2O3 menyebabkan ikatan

interfasial antara penguat (SiC) dan matrik (Al) menjadi lebih baik, sehinga menyebabkan modulus elastisitasnya optimum pada semua fraksi volume penguat SiC dalam komposit Al-SiC; 3) Nilai modulus elastisitas komposit Al-SiC dengan pelapis Al2O3 paling tinggi

dibandingkanpelapis CuO dan MgO. Pelapisan oksida metal dapat meningkatkan ikatan antar permukaan penguat SiC dan matrik Al pada komposit Al-SiC, bila dibandingkan dengan keadaan tanpa pelapis pada proses pembuatan dalam keadaan padat

Daftar Acuan

[1] D. Bhagwan Agarwal, Analysis and Performance of fiber Composite, Jon & Sons . Inc. New York, 1980.

[2] A.P. Sannino, H.J. Rack, Journal of Materials Science Vol. 30(1996)

[3] V. Fritz, Lenel, Powder Metallurgy principles and aplications, Metal Powder, Industries Federation, New Jersey, 1980.

[4] Kwon, Dongil, Scripta Metallurgy Vol.30 (1994). [5] M. Zainuri, Parangtopo, Tesis S-2, Material Sience

Universitas Indonesia, Depok, 1994.

[6] B. Stefan Friderch, Powder Technology, Elsevier sequoia Vol. 78 (1994).

[7] S.Long, O. Beffort et .al, 9Th CIMTEC-World Ceramics Congress, Ceramics-Part C, Florence, Italy (1999).

[8] S. Long, O. Beffort, Mat.Sci & Eng, Vol A, In March ,1999.

[9] L. Froyen, B. Verlinden, Aluminium Matrix Composites Materials, TALAT Lecture University of Leuven, Belgium 1402, p.28.

Gambar

Gambar 2. Analisa fase pada partikel SiC yang terlapisi fase metal oksida dengan menggunakan X-Ray diffraction (a)
Gambar 3. Mikro Struktur Komposit Al/SiC yang dicoating dengan (a) ion Al, (b) Ion Mg, dan (c) Ion Cu
Gambar 5. Grafik modulus elestisitas Komposit Al-SiC dengan SiC ter coating metal oksida

Referensi

Dokumen terkait

Hematoma intraserebral adalah perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat dari trauma kapitis

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi atau mengetahui pengaruh antara profitabilitas, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan terhadap struktur modal

3.3 Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pencernaan pada manusia dan hewan

“BIMTEK ini menunjang penerapan analisis jabatan berbasis Informasi Teknologi (IT), karena dalam BIMTEK ini mas, nantinya akan di berikan pengetahuan menganai pengimputan data

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Ketentuan

Departemen business development memiliki 32 orang apoteker yang bertanggungjawab untuk menciptakan inovasi produk baru, mulai dari mengusulkan bahan aktif, bentuk sediaan

Pada dekade 1880an dan 1890an, pemerintah mengajukan draft-draft RUU yang memberikan aturan yang lebih ketat bagi perlindungan buruh seperti pembatasan waktu kerja bagi perempuan

Sampel dalam penelitian ini ialah data rekam medik penderita gastritis dengan diagnosa utama gastritis tanpa mengalami komplikasi yang menjalani rawat inap di