• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan fungsi pengawasan, menyalurkan aspirasi rakyat, membuat undang-undang dan merumuskan anggaran pendapatan dan belanja negara (UU nomor 10 tahun 2008).

Untuk memudahkan rakyat dalam menentukan pilihannya, partai politik harus mempunyai tanda gambar partai politik dan nama calon anggota lembaga perwakilan. Demikian halnya dengan DPD keberadaannya ditandai dengan pasphoto dan nama calon yang bersangkutan.

Pemilu tahun 2009 ini diyakini lebih baik daripada Pemilu sebelumnya dan secara normatif bertujuan lebih menciptakan derajad kompetisi yang sehat, partisipatif, memiliki keterwakilan tinggi, dan mempunyai mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. Upaya tersebut dilakukan dengan kebijakan misalnya penguatan persyaratan Pemilu, sistem Pemilu proporsional terbuka terbatas dan penetapan calon terpilih. Hal teknis yang sangat berbeda dan baru pada Pemilu legislatif ini adalah

(2)

2 pemberian suara dilakukan satu kali saja pada surat suara dengan cara memberikan tanda centang (V) atau sebutan lain pada surat suara (KPU, Modul PPK Pemilu DPR, DPD dan DPRD tahun 2009).

Uniknya dalam Pemilu legislatif ini adalah bentuk kertas suara, isi surat suara dan peserta Pemilu. Isi surat suara anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut calon dan nama calon tetap partai politik untuk setiap daerah pemilihan. Khusus surat suara DPD memuat nomor, nama dan foto diri calon untuk setiap daerah pemilihan. Memperhatikan isi yang dimuat dalam surat suara tentu ukuran atau bentuknya menyerupai sebuah tabloid, lebih kecil sedikit daripada ukuran harian koran.

Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD. Peserta Pemilu baik partai maupun perseorangan adalah yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu. (UU nomor 10 tahun 2008).

Peserta Pemilu legislatif tahun 2009 adalah 38 partai politik, khusus provinsi NAD ditambah 6 (enam) partai politik lokal. Dalam Undang Undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, disebutkan bahwa partai politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggungjawab.

(3)

3 Pemilu legislatif 2009 (Pileg) sangatlah berbeda dengan Pemilu lainnya seperti Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) atau Pilihan Gubernur atau Bupati/walikota dan Pemilu Presiden (Pilpres). Perbedaan itu sebenarnya yang lebih menonjol adalah secara teknis, misalnya dalam hal metode maupun peserta Pemilu.

Ciri kas Pileg adalah menyuguhkan empat surat suara yaitu surat suara DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota dan DPDRI, sedangkan Pemilu lainnya hanya satu surat suara saja. Peserta Pileg mencapai 38 parpol dan jumlah Calegnya berkisar 400-an nama calon yang harus dihadapi setiap pemilih. Selain itu ukuran kertas Pileg lebih lebar dan isinya lebih banyak.

Pemilu di kota Madiun telah dilaksanakan sedikitnya lima kali selama tahun 2008 dan 2009. Selama hampir enam bulan terakhir dalam tahun 2008 telah digelar tiga kali pemilu kepala daerah dan tahun 2009 ada dua kali Pemilu serentak secara nasional, yaitu Pemilu legislatif dan Pemilu presiden.

Tepatnya pada 23 Juli 2008 dilaksanakan pilihan Gubernur Jawa Timur putaran 1, selanjutnya tanggal 23 Oktober untuk pilihan Walikota dan sepuluh hari kemudian pada 4 Nopember 2008 terjadi lagi pilihan Gubernur putaran kedua. Jadual pesta demokrasi secara nasional telah ditetapkan Pemilu legislatif pada 9 April 2009 dan Pemilu presiden pada 8 Juli 2009.

(4)

4 Kehadiran pemilih dalam Pilgub putaran 1 lebih besar dari pada Pilgub putaran 2, artinya Golput semakin bertambah pada jenis Pemilu yang sama (Gubernur). Bila pada 23 Juli 2008 Golput sebanyak 36,23 persen naik menjadi 45,58 persen pada 4 Nopember 2008. Diantara kedua Pemilu Gubernur tersebut ada pemilu Walikota Madiun yang digelar pada 23 Oktober 2008 dengan kehadiran pemilih yang cukup tinggi yaitu 63.77 persen atau Golput menurun menjadi 36.23 persen.

Tingginya angka Golput pada Pemilu Gubernur putaran 2 ini menarik untuk dicermati perilaku politiknya. Apakah disebabkan jenuhnya (baca: capek) masyarakat dalam berpesta politik yang tiga kali berturut turut mendatangi TPS atau memang pemilih sudah merasa tidak berkepentingan langsung dengan urusan politik para elit partai atau bahkan merasa bahwa Gubernur Jawa Timur yang terpilih tak akan banyak membawa perubahan hidupnya menuju lebih sejahtera.

Yang menarik bahwa mengapa pada Pemilu Walikota 23 Oktober 2008 angka Golput cukup kecil dibanding pada pemilu Gubernur putaran 2, dengan perbandingan 36.23 persen untuk Pilwakot dan 45.58 persen untuk Pilgub putaran dua? Perbandingan jumlah Golput ini cukup besar, hampir 10 persen. Apakah karena jarak waktu yang pendek, sekitar 10 hari atau faktor lain?

Gambaran angka partisipasi pemilih di kecamatan Kartoharjo selama tahun 2008 dan 2009 dapat dicermati pada tabel 1.1 dibawah ini.

(5)

5 TABEL 1.1

ANGKA PARTISIPASI PEMILIH DAN GOLPUT

PADA LIMA KALI PEMILU DI KECAMATAN KARTOHARJO KOTA MADIUN TAHUN 2008 DAN 2009

NO JENIS PEMILU JUMLAH DPT JUMLAH PARTI SIPASI TINGKAT PARTI SIPASI JUMLAH GOLPUT TINGKAT GOLPUT TAHUN 2008 1 PILGUB I JATIM 39.209 24.266 61,89 14.943 38,11 2 PILWAKOT MADIUN 40.354 25.735 63,78 14.619 36,23 3 PILGUB II JATIM 40.566 22.074 54,43 18.492 45,50 RATA RATA 40.043 24.025 60,03 16.018 39,98 TAHUN 2009 1 PILEG (DPR, DPRD PROV, DPRD KAB/KOTA dan DPD RI) 45.631 27.863 61,06 17.768 38,94 2 PILPRES 41.115 27.705 67,39 13.410 32,62 RATA RATA 44.728 27.831 62,33 16.896 37,68

Sumber Data : PPK Kecamatan Kartoharjo tahun 2008 dan 2009 serta Data Olahan.

Angka non partisipasi (Golput) dalam lima kali Pemilu di kecamatan Kartoharjo ternyata masih diatas 30 persen, partisipasi pada Pemilu presiden (Pilpres) 32,62 persen adalah partisipasi yang paling bagus dibanding empat kali Pemilu lainnya, sementara Pemilu gubernur Jatim tahap 2 adalah Pemilu yang parah angka Golputnya yaitu 45,56 persen (KPU Kota Madiun, 2009).

Menurut M Hernowo (2009) hampir pada setiap pemilihan, jumlah Golput akan dianggap sehat jika jumlah Golput kurang dari angka 30 persen, meski realita pemilihan disetiap daerah perkotaan jumlah Golputnya melampaui titik itu bahkan mencapai kitaran 50 persen.

(6)

6 Misalnya Pilgub Sumatera Utara angka Golput tembus sampai 45 persen, Pilgub di Jawa Barat 35 persen (http://www.kompas.co.id)

Begitu juga dengan Pemilu legislatif 2004, dari data yang ada jumlah Golput karena tidak hadir di TPS sejumlah 34.509.246 orang atau 23,34% dari angka DPT sejumlah 148.000.369. Jumlah ini lebih besar dari perolehan Parpol pemenang Pemilu, seperti Partai Golkar 24.480.757 (16,54%), PDI Perjuangan 21.026.629 (14,21%), dan PKB 11.989.564 (8,10%). Menurut perhitungan manual yang dilakukan KPU 23 April sampai 4 Mei 2004, jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya 124.449.038, dengan jumlah suara yang sah 113.498.755, dan suara tidak sah 10.957.925 (8,81%).

Sementara itu di DKI Jakarta yang sebagian orang menyatakan sebagai barometer politik Indonesia, dari 6.461.572 pemilihan terdaftar, Golput sebanyak 33,20 persen atau 2.114.971. Ini juga jumlah terbesar dalam jumlah perolehan suara partai dimana PKS 15,24 persen (985.031), partai Demokrat 14,06 persen (908.246), PDI Perjuangan hanya 9,00 persen (581.806), partai Golkar 5,56 persen (359.122) (www.regional.roll.co.id).

Dalam setiap Pemilu, pemilih non partisan atau Golongan Putih (Golput) sering menjadi wacana yang hangat dan krusial. Meski komunitas non partisan ini kurang mendapat perhatian serius dari peserta dan penyelenggara pemilu, tetapi ada kecenderungan atau trend peningkatan jumlah Golput dalam setiap pemilihan. Bahkan Golput adalah jumlah terbesar pada hampir setiap pemilihan di gelar.

(7)

7 Jumlah Golput ini masih terus mengalami dinamika, misalnya dari sembilan kali Pemilu di Indonesia sejak 1955, angka Golput hanya 12,34%, sedangkan pemilu 1999 sedikit turun menuju 10,4% dan 2004 melonjak 23,34%.

Barisan Golput ini senantiasa pasti ada di setiap desa atau kelurahan. Walaupun setiap wilayah itu memiliki besaran angka yang berbeda. Menurut data KPU 2008, khususnya hasil pemilu di kecamatan Kartoharjo angka golput terbesar pada kawasan perkotaan. Mereka berada pada pemukiman padat, daerah pusat belanja, perumahan kaum elit, seperti Klegen, Oro Oro Ombo dan Sukosari. Sementara kawasan penyangga hasil pertanian atau daerah hinterland yang lokasi geografisnya berada pada pingggiran kota yaitu di Tawangrejo, Kelun dan Pilangbango nampak cenderung semakin sedikit pasukan golputnya (KPU Kota Madiun, 2009).

Masalah Golput atau non partisan dalam Pemilu legislatif menjadi lebih menarik untuk dijelaskan dari aspek latar belakang terjadinya. Penelitian ini ingin mendiskripsikan sifat-sifat Golput, baik secara teknis adminstratif maupun secara politis. Selain hal tersebut penelitian ini ingin mengetahui bagaimana sikap peserta dan penyelengara pemilu merespon adanya beberapa macam sebab terjadinya Golput tersebut?

Telah menjadi pengetahuan publik kalau Pemilu legislatif lebih rumit dan lebih seru. Pemilu ini dikuti oleh 34 partai dan ratusan caleg serta memiliki skala nasional. Secara teknis dan administratif dapat dipastikan lebih sulit dan sensitif. Pemilu legislatif ini lebih dinamis karena para caleg akan lebih rajin melakukan pendekatan kepada calon

(8)

8 pemilih dan tokoh panutan untuk kampanye dan mencari dukungan. Upaya caleg dan parpol tentu lebih dramatis dan intensif untuk mendapatkan dukungan dengan jumlah besar, dengan demikian logikanya pasukan Golput akan terkikis oleh kuatnya rayuan tim sukses partai peserta pemilu. Tiga jenis Pemilu (Pilkada, Pileg dan Pilpres) pada 2008 dan 2009 mempunyai karakteristik masalah yang berbeda, baik dari sisi penyelenggaraan maupun partisipasinya. Pada penelitian ini lokus permasalahan dipilih Golput pada Pemilu legislatif, karena Pemilu legislatif lebih unik dan rumit. Unik karena surat suara berisi minimal 134 caleg (kecamatan Kartoharjo) dengan ukuran menjadi sangat lebar. Selain itu secara teknis pemberian tanda centang atau tanda sejenisnya, rawan menjadi suara tidak sah. Hal lain yang berbeda adalah pemilih disuguhi empat lembar surat suara yang sangat lebar. Gambaran Pemilu legislatif yang rumit ini menarik untuk didalami dari aspek teknis dan politis. Aspek teknis misalnya surat suara yang tidak sah, tidak terdaftar dalam DPT dan tidak mendapatkan undangan. Aspek politis misalnya sengaja membuat suara tidak sah atau sengaja tidak hadir dalam TPS.

Penelitian ini selain ingin menjawab bagaimana perilaku politik pemilih non partisan pada Pemilu legislatif 2009, mengapa pemilih menjadi Golput, makna apa saja yang ingin disampaikan dalam sikapnya itu? Mengapa jumlah suara tidak sah berbeda pada empat lembar suara DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kab/kota dan DPD RI?

Dalam studi perilaku politik Golput ini, dipilih kecamatan Kartoharjo kota Madiun sebagai tempat pengambilan data karena wilayah

(9)

9 ini mempuyai ciri khas yang berbeda (karakteristik) yaitu dari sebagai lokasi industri (bisnis) dan strategis dari sisi geografis serta secara sosiologis masyarakat perkotaan yang heterogen.

Berdasar permasalahan diatas, cukup kuat alasan bila penelitian ini diangkat dengan judul ”Perilaku Non Partisan Dalam Pemilu Legislatif 2009, Studi Kasus di kecamatan Kartoharjo kota Madiun”.

B. Fokus Masalah

Penelitian tentang pemilih non partisan (Golput) di kecamatan Kartoharjo kota Madiun ini ingin menjawab pertanyaan dengan fokus masalah adalah :

a. Bagaimana gambaran perilaku politik pemilih non partisan dalam Pemilu legislatif 2009?

b. Mengapa terjadi perilaku politik non partisan pada Pemilu legislatif 2009?

C. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui gambaran perilaku politik non partisan dalam Pemilu legislatif 2009?

b. Mengetahui sebab-sebab terjadinya perilaku politik non partisan pada Pemilu legislatif 2009?

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademik

Temuan penelitian dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dikembangkan model teoritik yang menggambarkan fenomena Golput.

(10)

10 b. Manfaat Praktis

Secara umum penelitian ini memberikan masukan dalam kebijakan sistem pemilu dan peningkatan partisipasi politik atau memenimalisi angka golput di Indonesia.

Secara khusus penelitian ini juga bermanfaat:

1. Bagi pemilih yang berpatisipasi maupun yang Golput. 2. Bagi penyelenggara Pemilu (KPUD, PPK, PPS dan KPPS). 3. Bagi peserta Pemilu (partai politik dan calon legislatif). 4. Bagi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini bertujuan untuk meneroka proses pemupukan waja diri kanak-kanak prasekolah melalui strategi-strategi program harian, aktiviti dan pengalaman, interaksi yang

Pada aspek pelaksanaan kegiatannya, mencakup: proses koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan pengelolaan work shop; pelaksanaan kegiatan work shop dalam

23 PEMANFAATAN PROGRAM GEOGEBRA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII Adi Suryobintoro,

Dengan demikian untuk focus pada pengoptimalan pelayanan, maka pada kesempatan ini penulis tertarik untuk meneliti atau menganalisis perbandingan pelayanan standar

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Motaha tahun 2012 yang dilakukan terhadap 74 responden menunjukkan bahwa 37 responden kelompok kasus yang memiliki pengetahuan

&ucing om baru saja melahirkan dan menyusui. iba tiba tidak mau menyusui anaknya sekitar satu bulan. +al ini disebabkan karena terjadi iritasi atau luka pada

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 51 orang petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan Karang Baru yang terlibat dalam pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah

Penelitian keanekaragaman kumbang lembing herbivora (subfamili EpiJachninae) dan tumbuhan inangnya di ekosistem tropis basah dataran rendah dilakukan di kawasan Taman Nasional