• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea) SKRIPSI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea)

SKRIPSI

AYU IWANTARI

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

ii

PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA

TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Biologi

Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Disetujui oleh Pembimbing I,

Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. NIP. 19620824 198903 1 002

Pembimbing II,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

Judul : Pengaruh Pemberian Biofertilizer dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kubis (Brassica oleracea)

Penyusun : Ayu Iwantari

NIM : 080914086

Pembimbing I : Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. Pembimbing II : Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. Tanggal Ujian : 30 Agustus 2012

Disetujui oleh : Pembimbing I,

Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. NIP. 19620824 198903 1 002

Pembimbing II,

Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. NIP. 19671113 199403 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

(4)

iv

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, karena dengan limpahan berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Biofertilizer dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kubis (Brassica oleracea)” dengan baik dan lancar. Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Bidang Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran atau kritik yang membantu dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan penulisan lebih lanjut. Akhirnya, penulis sangat berharap dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk semua pembaca.

Surabaya, Agustus 2012 Penulis,

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Kelancaran dan keberhasilan dalam penulisan skripsi ini merupakan ridha Allah Subhanahu Wata’ala melalui bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak yang turut membantu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi dan dosen wali yang telah memberi arahan dan kesempatan kepada penyusun untuk menyusun skripsi ini.

2. Dr. Alfiah Hayati selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi yang senantiasa memberi dorongan kepada penyusun agar dapat menyusun skripsi ini dengan baik.

3. Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. selaku pembimbing I yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga.

4. Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. selaku pembimbing II yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga.

5. Dr. Edy Setiti Wida Utami, M. S. selaku penguji III atas saran dan arahan yang diberikan kepada penyusun untuk menyusun skripsi ini.

(7)

7. Bapak/Ibu dosen pengajar yang selama ini memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

8. Bapak, Ibu, dan adik-adikku tercinta atas doa, cinta kasih yang tulus, dukungan, perhatian, dan kepercayaan kepada penulis.

9. Karyawan Biologi Pak Ni, Pak Dji, Pak Sunar, Mas Eko, Mas Joko, Mas Yanto, Mas Catur, Mbak Arie, dan Mbak Yatminah serta karyawan ruang baca yang senantiasa memberikan pelayanan dan bantuan yang sebaik-baiknya kepada penyusun.

10.Teman-teman seperjuangan di laboratorium mikrobiologi: Cici, Wilda (Ncuz), Fita, Ainun, Belinda, Putu, Mbak Nina, Anita, dan Rochma atas bantuannya selama melakukan penelitian.

11.Teman-temanku angkatan ’08: Arik, Om Putu, Abi, Zuda, Indah, Tining, Irama (Bulek), dan teman-teman lainnya atas segala inspirasi, motivasi, dan semangatnya selama ini. Kalian merupakan hal terindah dalam perjalananku selama ini.

12.Teman kosku Yuni yang senantiasa memberikan bantuannya dalam penyusunan skripsi selama ini.

(8)

viii

14.Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dari yang telah diberikan kepada penyusun.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik, tanggapan maupun komentar yang bersifat membangun diharapkan dapat digunakan untuk perbaikan di masa datang.

Akhirnya, penyusun berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi diri penyusun pribadi maupun bagi semua pihak.

Surabaya, Agustus 2012 Penyusun

(9)

Ayu Iwantari, 2012, Pengaruh Pemberian Biofertilizer dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kubis (Brassica oleracea). Skripsi ini dibimbing oleh Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. dan Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara dosis

biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea). Parameter yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter krop) dan produktivitas tanaman (berat basah krop). Konsorsium biofertilizer terdiri dari

Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium sp., Bacillus megaterium, Pseudomonas fluoresense, Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus plantarum, dan

Cellulomonas. Pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 perlakuan, terdiri dari M1D0- (tanah), M1D0+ (tanah dan NPK), M1D5 (tanah dan 5 mL biofertilizer), M1D10 (tanah dan 10 mL biofertilizer), M1D15 (tanah dan 15 mL biofertilizer), M2D0- (campuran tanah dan kompos), M2D0+ (campuran tanah dan kompos dan NPK), M2D5 (campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer), M2D10 (campuran tanah dan kompos dan 10 mL

biofertilizer), M2D15 (campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer). Campuran tanah dan kompos yang digunakan adalah 1:1 (berat:berat). Setiap perlakuan menggunakan 3 kali ulangan. Data hasil panen dianalisis statistik dengan One Way ANOVA dengan uji lanjutan LSD (Least Significance Diference) dan uji Kruskal-Wallis dengan uji lanjutan Mann-Whitney (α=0,1). Dari analisis statistik menunjukkan ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter krop. Pada tinggi tanaman hasil tertinggi didapat pada perlakuan M2D0- diikuti M2D15, jumlah daun pada perlakuan M2D0-, M1D0+, M1D5, dan M1D15 namun keduanya tidak berbeda signifikan, dan diameter krop pada perlakuan M2D5. Tetapi pada berat basah krop menunjukkan tidak ada pengaruh.

(10)

x

Ayu Iwantari, 2012, Effect of Biofertilizer and Type of Growing Media on Growth and Productivity of Cabbage (Brassica oleracea). This study is guided by Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. dan Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. Department of Biology, Faculty of Science and Technology, University of Airlangga.

ABSTRACT

The purpose of this study was to know interaction between dose of biofertilizer and type of growing media on growth and productivity of cabbage (Brassica oleracea). This study used biofertilizer consisted of Azotobacter,

Azospirillum, Rhizobium sp., Bacillus megaterium, Pseudomonas fluoresense,

Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus plantarum, and Cellulomonas. this study used the Completely Randomized Design consisted of 10 treatments. The treatments are M1D0- (soil), M1D0+ (soil and NPK), M1D5 (soil and 5 mL biofertilizer), M1D10 (soil and 10 mL biofertilizer), M1D15 (soil and 15 mL biofertilizer), M2D0- (mixture of soil and compost), M2D0+ (mixture of soil and compost and NPK), M2D5 (mixture of soil and compost and 5 mL biofertilizer), M2D10 (mixture of soil and compost and 10 mL biofertilizer), M2D15 (mixture of soil and compost and 15 mL biofertilizer). Mixture medium consisted of soil and compost 1:1 (w:w). Each treatment used 3 replication. Data were analyzed by One Way ANOVA followed by Least Significant Difference and Kruskal-Wallis followed by Mann-Whitney Test (α=0,1). The result showed that interaction biofertilizer and type of growing media gave effect on height of plant, number of leaves, and diameter of crop. The highest result on heigt of plant showed on M2D0- and M2D15 but it didn’t significant, number of leaves showed on M2D0-, M1D0+, M1D5, and M1D15 but it didn’t significant and diameter of crop showed on M2D5. But interaction biofertilizer and type of growing media didn’t give effect on wet weight of crop.

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ... iii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Asumsi ... 5

1.4. Hipotesis Penelitian ... 6

1.4.1. Hipotesis kerja ... 6

1.4.2. Hipotesis statistik ... 6

1.5. Tujuan Penelitian ... 7

1.6. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Umum Kubis (Brassica oleracea) ... 8

2.1.1. Klasifikasi kubis (Brassica oleracea) ... 8

2.1.2. Morfologi kubis (Brassica oleracea)... 8

2.1.3. Syarat pertumbuhan kubis (Brassica oleraceae) ... 10

2.1.4. Panen kubis (Brassica oleracea) ... 11

2.2. Tinjauan Umum Pupuk... 11

2.2.1. Pupuk hayati (Biofertilizer) ... 11

2.2.2. Pupuk kimia (Anorganik) ... 20

2.2.3. Pupuk organik (Kompos) ... 20

2.3. Tinjauan Tanah ... 22

2.3.1. Sifat fisik tanah ... 24

2.3.2. Sifat kimia tanah ... 26

2.4. Tinjauan Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 29

(12)

xii

3.2.2. Alat penelitian ... 30

3.3. Rancangan Penelitian ... 31

3.4. Variabel Penelitian ... 31

3.5. Prosedur Penelitian ... 32

3.5.1. Tahap peremajaan isolat mikroba ... 32

3.5.2. Tahap pembuatan biofertilizer ... 32

3.5.3. Tahap uji kualitas biofertilizer ... 34

3.5.4. Tahap penanamaan kubis ... 34

3.5.5. Perlakuan penelitian... 36

3.6. Prosedur Pengambilan Data ... 36

3.7. Analisis Data ... 37

3.8. Uji Efektivitas Biofertilizer ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Hasil Penelitian ... 38

4.1.1. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea) ... 38

4.1.2. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea) ... 43

4.1.3. Uji efektivitas biofertilizer ... 45

4.2. Pembahasan ... 45

4.2.1. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea) ... 45

4.2.2. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea) ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 51

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa sistem ... 25

4.1 Data tinggi kubis saat panen ... 39

4.2 Data jumlah daun kubis saat panen ... 41

4.3 Data diameter krop kubis saat panen ... 43

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Tanaman kubis. a) varietas Babat, b) varietas Garung, dan c)

varietas Singgalang ... 9 2 Bentuk krop kubis lokal. a) varietas Jawa, b) varietas Segon, c)

varietas Kemeh, dan d) varietas Jlonggrong ... 10 3 Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap tinggi kubis ... 40 4 Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap jumlah daun kubis ... 41 5 Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap diameter krob kubis ... 43 6 Diagram interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 Hasil uji kualitas biofertilizer

2 Data pengukuran tinggi tanaman kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

3 Data jumlah daun kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

4 Data diameter krop kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

5 Data berat basah krop kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

6 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap tinggi tanaman kubis (Brassica oleracea)

7 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap jumlah daun tanaman kubis (Brassica oleracea)

8 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap diameter krop tanaman kubis (Brassica oleracea)

9 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap berat basah krop tanaman kubis (Brassica oleracea)

10 Bahan-bahan penanaman kubis (Brassica oleracea) 11 Alat-alat penelitian

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini nilai ekspor Indonesia yang cukup tinggi dari sektor hortikultura adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Salah satu jenis sayuran yang banyak di ekspor adalah kubis. Kubis atau kol merupakan salah satu tanaman sayuran yang mendapat prioritas untuk ditingkatkan produksinya (Firmansyah dan Sri, 2003). Selain itu, pasar yang mampu menyerap sayuran kubis dalam jumlah besar adalah kota-kota besar.

Kubis dapat memberi sumbangan yang berharga bagi kesehatan, karena banyak mengandung vitamin dan mineral terutama daun kubis yang berwarna hijau banyak mengandung vitamin A (Harjadi, 1989). Pada sayuran kubis juga terkandung zat spesifik anti karsinogen atau antikanker yang dapat mencegah atau mengurangi resiko terkena kanker.

(17)

Goeswono (1983) dalam Subhan (1994), peran fosfat adalah untuk merangsang penyerapan molibdenum oleh tanaman, selain itu fosfat berpengaruh terhadap kualitas kubis.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, luas lahan di Jawa Timur untuk pertanian kubis seluas 9.993 ha. Luas ini berkurang jika dibandingkan pada tahun 2009 yang mencapai 10.748 ha. Dari tahun ke tahun luas lahan di Indonesia cenderung mengalami penurunan, untuk itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengatasi hal tersebut antara lain dengan memanfaatkan pekarangan. Berdasarkan data tingkat konsumsi per kapita tahun 2002 komoditi kubis memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata per kapita sebesar 7,69% dari tahun 1999-2002.

(18)

Sistem pertanian saat ini dengan menggunakan pupuk kimia, selain menimbulkan dampak negatif juga banyak menimbulkan masalah. Menyikapi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian konvensional, perhatian masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang ramah lingkungan. Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengembangkan pertanian organik yang dapat dikatakan merupakan suatu sistem yang mampu menjaga keselarasan diantara komponen ekosistem secara berkesinambungan dan lestari.

Pertanian organik ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya, misalnya mikroba. Dalam usaha untuk mengembangkan bioteknologi di bidang pertanian organik ini, lembaga penelitian dan perguruan tinggi juga ikut andil melalui penelitian-penelitian tentang mikroorganisme yang mampu menyediakan unsur hara dan pengendalian penyakit. Implementasi yang secara nyata dapat dirasakan oleh para petani adalah dengan pembuatan pupuk hayati (biofertilizer).

(19)

Media tanam yang baik merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan produksi tanaman. Banyak jenis media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman seperti top soil, maupun menggunakan bahan organik. Dengan mengkombinasikan media tanam dengan pupuk hayati maka tanaman dapat tumbuh baik karena hara yang dibutuhukan ada dalam bentuk tersedia dan dalam jumlah yang cukup. Menurut Sarief (1989), bahan organik dapat memperbaiki kualitas tanah. Ketersediaan bahan organik di dalam tanah ikut menentukan kesuburan tanah sebab bahan organik di dalam tanah berfungsi sebagai unsur hara, merangsang aktivitas mikroorganisme tanah, dan memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.

Dengan pemakaian biofertilizer diharapkan tidak hanya akan memberi dampak positif bagi tanah saja tetapi juga pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Dengan menggunakan biofertilizer akan mengurangi jumlah ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia. Selain itu, penggunaan

(20)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formulasi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea)?

2. Apakah ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea)?

1.3. Asumsi

Kubis adalah tanaman yang memerlukan pupuk cukup banyak terlebih unsur nitrogen, kalium dan fosfat. Biofertilizer adalah inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Azotobacter, Azospirillum, dan

Rhizobium merupakan mikroba yang mampu menambat unsur nitrogen. Bacillus

(21)

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah dosis pupuk dan jenis media tanam. Pada dosis pupuk yang berbeda, jumlah total mikroba juga berbeda. Semakin tinggi dosis pupuk semakin banyak pula jumlah mikrobanya. Kandungan nutrien dalam setiap tanah berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan bahan organiknya, semakin tinggi pula tingkat kesuburan tanah. Dengan tingginya dosis pupuk dan tingkat kesuburan tanah yang semakin tinggi, akan memberikan hasil pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang tinggi pula.

1.4. Hipotesis Penelitian

1.4.1. Hipotesis kerja

Jika interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam, berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea) maka interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam yang berbeda akan menunjukkan hasil pertumbuhan dan produktivitas yang berbeda.

1.4.2. Hipotesis statistik

1. H0 : tidak adapengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea).

H1 : ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media

(22)

2. H0 : tidak adapengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea).

H1 : ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media

tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea).

1.5. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea).

2. Mengetahui pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea).

1.6. Manfaat Penelitian

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Kubis (Brassica oleracea)

2.1.1. Klasifikasi kubis (Brassica oleracea)

Berikut adalah klasifikasi dari tanaman kubis (Brassica oleracea): Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Brassicales Familia : Brassicaceae Genus : Brassica

Species : Brassica oleracea (Simpson, 2006)

2.1.2. Morfologi kubis (Brassica oleracea)

(24)

Pertumbuhan kepala bagian dalam yang terus berlangsung hingga melewati fase matang (keras) dapat menyebabkan pecahnya kepala. Variabel komoditas yang penting adalah ukuran kepala, kerapatan, bentuk, warna, tekstur daun, dan periode kematangan. Bentuk kepala berkisar dari elips meruncing hingga gepeng lirdru, dengan bentuk yang paling disukai adalah bundar atau hampir bundar. Warna daun dengan atau tanpa lapisan lilin, beragam dari hijau muda hingga hijau-biru tua, dan juga ungu kemerahan. Tekstur daun licin atau kusut (Rubatzky et al., 1998).

Menurut Sunarjono (2011) morfologi kubis adalah sebagai berikut. Kubis atau kol sebenarnya merupakan tanaman semusim atau lebih yang berbentuk perdu. Tanaman kubis berbentuk perdu berbatang pendek dan beruas-ruas, sebagai bekas tempat duduk daun. Tanaman ini berakar tunggang dengan akar sampingnya sedikit tetapi dangkal. Daunnya lebar berbentuk bulat telur dan lunak. Bunganya tersusun dalam tandan dengan mahkota bunga berwarna kuning spesifik. Buahnya bulat panjang menyerupai polong. Polong muda berwarna hijau, setelah tua berwarna kecokelatan dan mudah pecah. Bijinya kecil, berbentuk bulat, dan berwarna kecokelatan. Biji yang banyak tersebut menempel pada dinding bilik tengah polong.

Gambar 1. Tanaman kubis. a) varietas Babat, b) varietas Garung, dan c) varietas Singgalang. Sumber: Hidayat dkk. (2004).

(25)

Gambar 2. Bentuk krop kubis lokal. a) varietas Jawa, b) varietas Segon, c) varietas Kemeh, dan d) varietas Jlonggrong. Sumber: Hidayat dkk. (2004)

2.1.3. Syarat pertumbuhan kubis (Brassica oleraceae)

Tanaman kubis merupakan tanaman dataran tinggi, tumbuh terbaik pada ketinggian tempat lebih dari 750 m di atas permukaan laut. Namun demikian sekarang sudah banyak kultivar yang dapat ditanam pada dataran yang lebih rendah. Kubis toleran terhadap beberapa jenis tanah, dengan pH sekitar netral. Bahkan pada tanah yang masam, kubis mampu tumbuh dengan baik. Kubis termasuk tanaman dwimusim, namun dapat juga ditanam sebagai tanaman semusim (Ashari, 1995).

(26)

tanam kubis yang baik ialah pada awal musim hujan (awal Oktober) atau awal musim kemarau (Maret).

2.1.4. Panen kubis (Brassica oleracea)

Tanaman kubis (Brassica oleracea) dapat dipanen hasilnya setelah kropnya besar dan padat penuh. Umur tanamannya kira-kira antara 3-4 bulan dari waktu sebar. Pemanenan tidak boleh terlambat karena kropnya akan pecah (retak) dan kadang-kadang busuk. Tanaman yang terawat dengan baik dan tidak terserang hama atau penyakit dapat menghasilkan krop antara 30-40 ton/ha untuk jenis kubis telur (Sunarjono, 2011).

2.2. Tinjauan Umum Pupuk

Dalam arti luas, pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman (Rosmarkam dkk., 2002).

2.2.1. Pupuk hayati (Biofertilizer)

Biofertilizer adalah inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit dkk., 2006). Menurut Gunalan (1996) dalam

Rahmawati (2005), secara garis besar fungsi tersebut dapat dibagi menjadi berikut:

1. Penyedia hara

(27)

3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman 4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus 5. Perombak persenyawaan agrokimia

6. Pemantap agregat tanah.

Menurut Taniwiryono dan Isroi (2008) kelompok mikroba yang sering digunakan dalam pupuk hayati (biofertilizer) adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang melarutkan hara (terutama P dan K), dan mikroba-mikroba yang merangsang pertumbuhan tanaman. Salah satu kelemahan pupuk hayati adalah mikroba tergantung pada faktor lingkungan. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik.

a. Mikroba pelarut fosfat (P)

Kebanyakan tanah di wilayah tropis adalah asam. Sebagian besar bentuk fosfat ada dalam bentuk koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada kebanyakan tanah tropis diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sekitar 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).

Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi fosfat. Dalam proses pelarutan fosfat oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat hubungannya dengan metabolisme (Prihatini dkk., 1996).

(28)

tanaman dan daya serap fosfat oleh perakaran tanaman (Rafi’i, 1982). Pada tanah netral atau basa memiliki kandungan kalsium yang tinggi karena akan terjadi pengendapan kalsium fosfat sehingga fosfat berikatan dengan Ca. Sedangkan tanah yang asam umumnya miskin akan ion kalsium, karenanya fosfat diendapkan dalam bentuk senyawa besi atau aluminium yang tidak dengan mudah diserap oleh perakaran tanaman atau mikroba tanah. Mikroba dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfatdan mengubahnya sehingga dengan mudah tersedia bagi tanaman (Muslimin, 1995). Beberapa jenis mikroba penambat fosfat ini adalah

Pseudomonas dan Bacillus. Bacillus megaterium diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman (Simanungkalit dkk., 2006).

b. Mikroba penambat nitrogen (N)

Bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen molekular dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan anaerob. Bakteri aerob obligat termasuk dalam genus Azotobacter

dan Bacillus. Bakteri anaerob fakultatif antara lain genus Pseudomonas dan

Aerobacter. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang anaerob diwakili oleh genus

Clostridium, Chlorobium, dan Metanobacterium (Rao, 1994). Menurut Purwoko (2007) proses penambatan unsur nitrogen juga dapat dilakukan oleh Rhizobium.

(29)

Menurut Yuwono (2006), mikroba penambat nitrogen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Mikroba penambat nitrogen non simbiosis

Mikroba non simbiosis yaitu mikroba yang hidup bebas dan mandiri di dalam tanah (Pelczar dan Chan, 1998). Mikroba pemfiksasi nitrogen non simbiotik salah satunya dilakukan oleh Azospirillum dan Azotobacter.

Azospirillum merupakan salah satu jenis mikroba yang hidup di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen (Rahmawati, 2005).

Azotobacter juga merupakan mikroba yang hidup di daerah perakaran. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, mikroba ini juga menghasilkan sejenis hormon yang hampir sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti pada Azospirillum,

Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Rahmawati, 2005).

(30)

2. Mikroba penambat nitrogen simbiosis

Mikroba penambat nitrogen secara simbiotik adalah mikroba yang mampu hidup dalam akar tanaman jenis legume (Muslimin, 1995). Fiksasi nitrogen semacam ini dapat dilakukan oleh Rhizobium leguminosarum dan

Rhizobium japonicum. Pada proses penambatan, Rhizobium dan tanaman saling mendapatkan keuntungan dari hubungan ini. Rhizobium menyediakan nitrogen untuk tanaman dan tanaman menyediakan zat nutrien yang dibutuhkan oleh

Rhizobium (Pelczar dan Chan, 1998).

Proses penambatan utama nitrogen terdiri atas dua reaksi yang terpisah, yaitu pembentukan reduktan dan pengikatan gas nitrogen. ATP diperlukan untuk reaksi pertama, yang elektronnya diteruskan dari feredoksin tereduksi ke reduktan yang hingga kini belum diketahui. Pada reaksi kedua gas nitrogen ditambatkan ke protein (nitrogenase), yang mengandung molibdenum dan besi. Tidak diketahui berapa molekul ATP diperlukan untuk proses ini (Volk dan Margaret, 1990).

c. Mikroba dekomposisi

(31)

Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua tahapan dekomposisi karena kerja mikroorganisme tanah. Bermacam-macam senyawa organik yang mencapai tanah dalam bentuk sisa-sisa tanaman atau hewan tersusun dari karbohidrat yang kompleks, gula sederhana, tepung, selulosa, hemiselulosa, pektin, getah, lendir, protein, lemak, minyak, lilin, resin, alkohol, aldehid, keton, asam-asam organik, lignin, fenol, tanin, hidrokarbon, alkaloid, pigmen, dan produk-produk lainnya. Selama dekomposisi terjadi tiga proses paralel, yaitu degradasi sisa-sisa tumbuhan dan hewan oleh selulosa dan enzim-enzim mikroba lainnya, peningkatan biomassa mikroorganisme yang terdiri dari polisakarida dan protein, dan akumulasi atau pembebasan hasil akhir (Rao, 1994). Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein.

(32)

Peningkatan suhu tanah dapat merangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO2). Selain itu, dengan suhu yang tinggi, bakteri termofilik akan berfungsi untuk

mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan organik dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani dkk., 2005).

Kondisi pH alkalin atau basa mempunyai dampak yang baik dalam dekomposisi. Hal ini terlihat dari penelitian Heerden et al. (2002) yang menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dalam pengomposan limbah jeruk

untuk menyesuaikan tingkat pH substrat. Perlakuan ini bertujuan untuk meningkatkan suasana pH substrat yang bersifat asidik menjadi alkalin, sehingga dengan demikian kondisi ikatan ligninselulosa menjadi lebih mudah untuk dipecah oleh enzim yang diproduksi mikroba selulolitik. Lemos et al. (2003) menyatakan bahwa mikroba selulolitik adalah mikroba yang mempunyai enzim untuk menghidrolisis selulosa dan kristalin selulosa.

Bertoldi et al. (1983) menyarankan bahwa pH optimum dalam pengomposan berkisar antara 5,5 dan 8,0, dikarenakan pH merupakan salah satu karakteristik penting dari proses pengomposan. Selama pengomposan terjadi mineralisasi nitrogen organik menjadi nitrogen amonia yang menyebabkan nilai pH meningkat, sedangkan penurunan pH disebabkan oleh produksi asam-asam organik yang meningkat atau proses nitrifikasi. Perubahan nilai pH juga dipengaruhi oleh pertukaran ion amonium.

(33)

Mikroorganisme dekomposer dibagi menjadi kelompok yang melakukan dekomposisi oksidatif dan fermentasi. Fermentasi adalah proses anaerob fakultatif dimana mikroorganisme (misalnya ragi atau Saccharomyces cereviceae) mentransfer molekul organik kompleks menjadi senyawa organik sederhana dapat langsung diserap oleh tanaman. Dari sekian banyak mikroorganisme dalam EM ada 5 golongan pokok, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus (bakteri asam laktat), Streptomyces, ragi atau yeast dan Actinomycetes. Bakteri tersebut jika diaplikasikan dapat dengan cepat menjadi aktif merombak bahan organik dalam tanah. Selain itu EM juga dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan organisme lain yang menguntungkan seperti bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat, mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap patogen, serta menekan pertumbuhan jamur patogen tular tanah. Lactobacillus sp. berfungsi mendekomposisi bahan organik tanah. Dalam proses dekomposisi tahap awal akan dihasilkan asam-asam organik yang bertindak sebagai asam lemah sehingga secara tidak langsung juga menyumbang terhadap penurunan pH tanah.

Tingkat akhir dari proses dekomposisi disebut mineralisasi. Dalam proses mineralisasi akan dilepaskan mineral hara tanaman yang tadinya merupakan penyusun bahan organik. Hara yang dilepaskan adalah N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur mikro. Unsur-unsur tersebut kemudian diserap oleh tanaman untuk membentuk jaringan tubuh sebagai senyawa organik (Rosmarkam dkk., 2002).

d. Mikroba penghasil zat-zat aditif

(34)

dengan triptofan, penyusun IAA. Misalnya, Agrobacterium tumefaciens,

Rhizobium spp., dan Pseudomonas fluorescens menghasilkan IAA dalam kultur murni atau dalam asosiasi dengan tanaman tinggi (Rao, 1994).

Azotobacter dapat menghasilkan hormon tumbuh dalam kompos mikrobial dan melalui proses inhibisi masuk ke dalam biji yang berkecambah. Hormon ini adalah auksin dan IAA. IAA ini diproduksi sebanyak 0,05-1 µg/ml cairan kultur. Selain IAA, ditemukan adanya 20 µg atau ZPT/ml asam giberalat dalam kultur Azotobacter berumur 17 hari (Imas dkk., 1989).

Dalam kaitannya dengan ZPT, tanaman yang berasosiasi dengan

Azospirillum akan memperoleh banyak keuntungan, antara lain karena adanya suplai :

1. Hormon pertumbuhan seperti auksin, IAA dan giberelin yang diproduksi dalam kondisi tertentu

2. Auksin berfungsi memacu pertumbuhan akar dan rambut-rambut akar sehingga daerah serapan akar terhadap hara seperti N, P, K dan air diperluas (Hadas dan Okon, 1987)

3. Vitamin berupa tiamin, niasin dan pantotenik (Rodelas et al., 1993 dalam

Hanafiah dkk., 2007) yang bersama dengan hormon tumbuh berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan dan produksi tanaman

(35)

dengan siklus asam trikarboksilat, lintas glikolisis, sintesis asam-asam amino dan perombakan P organik.

2.2.2. Pupuk kimia (Anorganik)

Pupuk anorganik atau mineral adalah pupuk dari senyawa anorganik. Hampir seluruh pupuk buatan tergolong pupuk anorganik (Rosmarkam dkk., 2002). Menurut Kasno (2009), pupuk kimia (anorganik) adalah pupuk yang dibuat di pabrik secara kimia. Pupuk kimia dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah hara yang menyusunnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang mengandung hanya satu unsur hara. Sedangkan pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara nitrogen (N), TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara fosfat (P), KCl atau MOP untuk hara kalium (K) (Taniwiryono dan Isroi, 2008).

Menurut Taniwiryono dan Isroi (2008), pupuk kimia buatan memiliki keunggulan dibanding pupuk yang lain. Pupuk kimia lebih cepat tersedia bagi tanaman dan memiliki kandungan hara yang tinggi. Pupuk kimia umumnya diaplikasikan dalam jumlah yang relatif sedikit. Namun demikian, pupuk kimia juga lebih mudah hilang karena pencucian (leaching), terikat oleh mineral liat tanah, atau menguap ke udara.

2.2.3. Pupuk organik (Kompos)

(36)

organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain. Namun, kandungan hara tersebut rendah (Taniwiryono dan Isroi, 2008).

Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, cabang-cabang, serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral esensial bagi tanaman (Simanungkalit dkk., 2006). Umumnya sekitar 5% biomassa atau bahan organik ini berperan sangat penting karena peran yang dimilikinya sebagai bahan koloid tanah dan sumber hara tanah (Hanafiah, 2007).

(37)

Pupuk organik juga dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relatif sedikit, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe, dan Mn dapat diperkecil (Simanungkalit dkk., 2006). Namun demikian, pupuk organik memiliki beberapa kekurangan antara lain adalah kandungan hara yang rendah dan lambat tersedia, diperlukan dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan pupuk kimia, serta memerlukan biaya angkut dan aplikasi yang lebih besar (Taniwiryono dan Isroi, 2008).

2.3. Tinjauan Tanah

(38)

Tanah dalam disiplin ilmu tanah adalah sekumpulan tubuh alam terletak di permukaan bumi, yang kadang diubah atau diusahakan oleh manusia sebagai lahan usaha tani, merupakan media alam sebagai tempat pertumbuhan tanaman dan biologi lainnya (Anonim, 2004).

Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan yang berinteraksi dengan cairan dan udara. Komponen pembentuk tanah yang berupa padatan, cairan, dan udara jarang berada dalam kondisi kesetimbangan, selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi di atas permukaan tanah yang dipengaruhi oleh suhu udara, angin, dan sinar matahari (Kurnia dkk., 2006). Menurut Hanafiah dkk. (2007) tanah tersusun oleh 3 kelompok material, yaitu material hidup (faktor biotik) berupa biota (jasad-jasad hayati), faktor abiontik berupa bahan organik, dan faktor abiotik berupa pasir, debu, dan liat.

Sifat-sifat tanah bervariasi menurut tempat dan waktu, yang dapat disebabkan oleh hasil akhir dari proses yang terjadi secara internal atau alami dan pengaruh dari luar. Proses yang sifatnya internal berkaitan dengan faktor-faktor geologi, hidrologi, dan biologi yang dapat mempengaruhi pembentukan tanah. Pengaruh luar terhadap sifat-sifat tanah seperti pengolahan tanah dan jenis penggunaan lahan (Kurnia dkk., 2006).

(39)

bervariasi secara morfologis, fisik, kimiawi, biologis, dan karenanya juga dalam hal tenaga memasok nutriennya (Gardner et al., 1991).

Pada dasarnya pertumbuhan tanaman tidak hanya bergantung pada tersedianya unsur hara yang cukup dan seimbang, tetapi juga harus ditunjang oleh keadaan fisik dan kimia tanah yang baik. Pentingnya sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang baik dalam menunjang pertumbuhan tanaman sering tidak disadari karena kesuburan tanah selalu dititik beratkan hanya pada kesuburan kimianya (Rohlini dan Soeprapto, 1989 dalam Tambunan, 2008).

2.3.1. Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah yang dapat ditetapkan di laboratorium mencakup berat volume (BV), berat jenis partikel (PD), tekstur tanah, permeabilitas tanah, stabilitas agregat tanah, distribusi ukuran pori tanah termasuk ruang pori total (RPT), pori drainase, pori air tersedia, kadar air tanah, kadar air tanah optimum untuk pengolahan, plastisitas tanah, pengembangan atau pengerukan tanah, dan ketahanan geser tanah (Kurnia dkk., 2006). Menurut Rao (1994) sifat-sifat fisik suatu tanah bergantung pada ukuran partikel-partikelnya. Partikel di atas 2,0 mm umumnya dikelompokkan sebagai kerikil atau batu dan yang lainnya disebut pasir (antara 0,05 dan 2,0 mm). Berbagai lembaga penelitian atau institusi mempunyai kriteria sendiri untuk pembagian fraksi partikel tanah. Pada tabel 2.1 diperlihatkan sistem klasifikasi fraksi partikel menurut International Soil Science Society

(40)

Tabel 2.1. Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa sistem. 0,05-0,1 Sangat halus

0,002-0,02 Debu 0,002-0,05 Debu 0,005-0,05 Debu < 0,002 Liat < 0,002 Liat < 0,005 Liat Sumber: Hillel, 1982 dalam Kurnia dkk., 2006.

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik, kemudahan tanah memadat, dan lain-lain (Hillel, 1982 dalam

Kurnia dkk., 2006). Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2 mm.

Faktor fisik tanah lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah kapasitas mempertahankan kelembaban. Tertahannya air di dalam tanah berhubungan dengan rongga pori dan kegiatan kapiler partikel tanah. Selain itu, temperatur tanah juga merupakan faktor yang sangat beragam namun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman bergantung pada intensitas cahaya, panjang hari, variasi musiman, curah hujan, dan warna serta tekstur tanah (Rao, 1994).

(41)

tingkat kemiripan tersebut sangat tergantung pada skala pengamatan, misalnya negara, km, atau hanya mm saja.

2.3.2. Sifat kimia tanah

Tanah merupakan medium untuk tanaman secara normal memperoleh nutriennya. Unsur-unsur dalam tanah adalah C, H, O, N, P, S, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, Cn, Mo, Br, dan Cl. Tiga komponen utama tanah yang menyediakan nutrien bagi pertumbuhan tanaman adalah bahan organik, turunan bahan batuan induk, dan serpih-serpih lempung. Nutrien pertama-tama dibebaskan ke dalam larutan tanah (air tanah) sebelum dipindahkan ke dalam sistem perakaran tanaman. pH tanah merupakan salah satu faktor yang bergantung pada kondisi kimia tanah (Rao, 1994).

Dalam larutan tanah mengandung kation dan anion yang konsentrasinya khas untuk tanah tertentu, tetapi biasanya dengan konsentrasi yang sangat kecil. pH tanah merupakan faktor utama yang mempengaruhi ketersediaan nutrien tanaman. Kebanyakan nutrien lebih banyak tersedia dalam nilai pH antara 6-7 (Truog, 1961 dalam Gardner et al., 1991).

2.4. Tinjauan Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman

(42)

Secara umum pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena organisme multiseluler tumbuh dari zigot, pertambahan bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pada banyak kajian, pertumbuhan perlu diukur. Teorinya, semua ciri pertumbuhan yang disebutkan tadi dapat diukur, tapi ada dua macam pengukuran yang lazim digunakan untuk mengukur pertambahan volume atau massa. Pertambahan volume (ukuran) ditentukan dengan cara mengukur panjang, diameter, atau luas. Pertambahan massa ditentukan mengukur massa segar dan massa kering (Salisbury et al., 1995). Menurut Sitompul dan Bambang (1995), pertumbuhan adalah suatu proses yang dilakukan tanaman hidup pada lingkungan tertentu dan dengan sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan.

Penimbunan berat kering umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan, karena biasanya mempunyai kepentingan ekonomi yang paling besar. Sejumlah petunjuk lain yang berhubungan dengan itu seperti tinggi, volume, dan luas daun, juga dapat digunakan. Pada produsen sayur-sayuran, bunga, dan buah lebih tertarik pada berat basah (digabung dengan faktor kualitas) daripada berat kering (Gardner et al., 1991).

(43)
(44)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Sidoarjo sebagai tempat penanaman dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga sebagai tempat pembuatan biofertilizer. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai bulan Juli tahun 2012.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1. Bahan penelitian

a. Benih kubis (Brassica oleracea)

Benih kubis (Brassica oleracea) yang digunakan adalah F1 Hybrid Cabbage Seed Grand 22 dari PT. BISI Internasional Tbk.

b.Bahan biofertilizer

Bahan biofertilizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroba koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Komposisi mikroba tersebut terdiri dari Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium sp., Bacillus megaterium, Pseudomonas fluorescens, Saccharomyces cerevisiae,

(45)

PDA (Potato dextrose Agar), ME (Malt Extract), YE (Yeast Extract), Pikovskaya terdiri dari: 10 g glukosa; 0,2 g KCl; 0,1 g MgSO4; 0,1 g MnSO4;

0,1 g FeSO4; 5 g Ca3PO4; 0,5 g (NH4)2SO4; 0,5 g Yest extract; 15 g agar, dan

1000 mL akuades, Nfb semi solid (Nitrogen Fixation Bacteria) terdiri dari: 0,5 g Malic Acid; 0,4 g KOH; 0,05 g K2HPO4; 0,005 g FeSO4; 0,001 g

MnSO4; 0,01 g MgSO4; 0,002 g NaCl; 0,002 g CaCl; 0,001 N2MoO2; 0,3 mL

bromo timol; 0,175 g agar, dan 100 mL akuades, MSA (Mannitol Salt Agar), MRSA (Mannitol Rhogasa Sharpe Agar) terdiri dari: 2 g MRS, 2 g glukosa, 1,5 g yeast ekstrak, 1,8 g agar, dan 100 mL akuades, CMC (Carboxymethyl cellulose) terdiri dari: 0,1 g NH4NO3; 0,2 g NaCl; 1 g selulosa, 1 g agar, dan

100 mL akuades, akuades, glukosa, dan molase,.

c. Media tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu media tanah dan media campuran antara tanah dan kompos dengan perbandingan berat 1:1. Tanah yang digunakan diambil dari daerah Beji, Bangil Jawa Timur. Sedangkan kompos didapat dari rumah kompos, Bratang, Surabaya.

d.Pupuk kimia

Pupuk kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk NPK. Pupuk ini didapat dari tempat penjualan pupuk kimia (anorganik).

3.2.2. Alat penelitian

(46)

jarum ose, kompor listrik, bunsen, autoclave, botol ukuran 200 dan 500 mL, neraca analitik, magnetic stirrer, aluminium foil, kapas, kertas label, jerigen,

polybag ukuran 15 kg, sekop, cangkul, pisau, gembor, bak, sendok, penggaris, kayu, dan jangka sorong.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 perlakuan, yaitu:

M1D0- : tanah tanpa biofertilizer dan NPK M1D0+ : tanah dan NPK

M1D5 : tanah dan 5 mL biofertilizer M1D10 : tanah dan 10 mL biofertilizer

M1D15 : tanah dan 15 mL biofertilizer

M1D0- : campuran tanah dan kompos

M1D0+ : campuran tanah dan kompos dan NPK

M1D5 : campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer M1D10 : campuran tanah dan kompos dan 10 mL biofertilizer

M1D15 : campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer

Jumlah ulangan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing perlakuan.

3.4. Variabel Penelitian

(47)

Variabel bebas : interaksi antara dosis biofertilizer (mL) dan jenis media tanam (kg)

Variabel terikat : tinggi tanaman (cm), jumlah daun yang terbentuk (helai), diameter krop (cm), dan berat basah krop (g) Variabel terkendali : jenis benih kubis (Brassica oleracea), lokasi tanam,

dan komposisi biofertilizer.

3.5. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

3.5.1. Tahap peremajaan isolat mikroba

Bakteri yang akan digunakan ditumbuhkan terlebih dahulu dalam agar miring NA, sedangkan khamir ditumbuhkan pada media PDA, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 27oC.

3.5.2. Tahap pembuatan biofertilizer

1. Pembuatan NB (Nutrien Broth)

Nutrien Broth digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba setelah diinkubasi selama 48 jam dalam media NA. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat 1050 mL NB adalah dengan mencampurkan 0,8 g NB, dan 10,5 g glukosa dalam 1050 mL akuades yang dipanaskan di atas kompor listrik. Nutrien broth yang akan digunakan di autoclave (121oC, 1 atm, 20

(48)

tiap botol. Jumlah media yang harus disiapkan sebanyak 7 botol. Kultur mikroba diinkubasi selama 2 hari pada suhu 27oC.

2. Penghitungan jumlah mikroba dengan OD (Optical Density)

Setelah mikroba diinkubasi dalam media NB selama 2 hari, dilanjutkan dengan uji jumlah mikroba dengan melihat OD atau kekeruhannya. Sebelum diukur OD, kultur mikroba dilakukan pengenceran dengan garam fisiologis 0,8% steril hingga pengenceran 10-6. Untuk menentukan nilai OD digunakan pengenceran 10-5 dan 10-6. Sampel kultur mikroba dimasukkan kedalam cuvet

sebanyak 5 mL. Selanjutnya diukur ODnya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 650 nm hingga didapat nilai absorbansinya. Jumlah sel mikroba yang akan digunakan untuk membuat

biofertilizer masing-masing mikroba minimal 106. 3. Pembuatan molase 2%

Pembuatan molase 2% dilakukan dengan melarutkan molase dengan akuades di atas kompor listrik. Molase 2% yang dibutuhkan untuk membuat

biofertilizer ini sebanyak 9450 mL. Molase 2% ini dapat dibuat dengan melarutkan 189 mL molase kedalam 9261 mL akuades.

4. Pencampuran mikroba

(49)

3.5.3. Tahap uji kualitas biofertilizer

Sebanyak 10 mL sampel biofertilizer disuspensikan dalam 90 mL garam fisiologis 0,8% steril, kemudian dilakukan pengenceran serial dengan memasukkan 1 mL suspensi biofertilizer ke dalam 9 mL garam fisiologis steril hingga 10-6. Kemudian sebanyak 1 mL suspensi tersebut diinokulasikan ke dalam

media pertumbuhan, yaitu Pikovskaya untuk uji mikroba pelarut fosfat selama 10 hari, Nfb untuk uji penambat nitrogen selama 5 hari, MSA untuk uji Rhizobium

selama 10 hari, PDA untuk uji Saccharomyces selama 3 hari, MRSA untuk uji

Lactobacillus 2 hari, dan CMC agar untuk uji Cellulomonas selama 6 hari. Selanjutnya media yang telah diinokulasikan mikroba diinkubasi dalam suhu ruang. Setelah itu dilanjutkan dengan penghitung populasi mikroba secara Total Plate Count (TPC) kecuali untuk uji mikroba penambat nitrogen dilakukan penghitungan secara Most Propable Number (MPN) seri 3-3-3.

3.5.4. Tahap penanamaan kubis

1. Pembibitan

Pembibitan dilakukan dengan membuat media pembenihan terlebih dahulu, yaitu tanah dan pupuk kandang. Perbandingan tanah dan pupuk kandang adalah 1:1 (v:v), yaitu 1/4 bak tanah dan 1/4 bak pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan adalah yang berasal dari lambung sapi.

(50)

dipotong-potong dengan pisau dengan ukuran panjang dan lebar 3 cm dan tinggi 4,5 cm. Setelah semua tanah dipotong-potong kemudian dilubangi dengan diameter lubang 2 cm. Lubang diberi 1 benih dan ditutup dengan pupuk kandang yang masih tersisa. Kemudian benih disiram dengan gembor dan ditaburi Furadan untuk mencegah munculnya semut, kemudian ditutup dengan koran untuk menghindari penguapan.

2. Penanaman

Bibit ditanam di media tanam, yaitu tanah dan media campuran tanah dan kompos. Bibit ditanam setelah usia 19 hari setelah pembenihan. Bibit yang akan ditanam dipilih bibit yang sehat dengan jumlah daun 4 helai.

3. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tumbuhnya tidak baik atau mati dengan bibit yang seumur dan sehat.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan setelah tanam dilakukan penyiraman secara rutin pada pagi dan sore hari.

5. Pemupukan

Pemupukan dengan biofertilizer dan pupuk kimia dilakukan pada saat tanaman berumur 6 hari sebelum tanam, 30 hari setelah tanam, dan 50 hari setelah tanam dengan dosis yang telah ditentukan.

6. Pemanenan

(51)

3.5.5. Perlakuan penelitian

Perlakuan pada penelitian ini ada 10 perlakuan. Pada kontrol positif diberikan pupuk kimia sebanyak 5 g/tanaman. Pemberian biofertilizer pada tanaman dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat 6 hari sebelum tanam, 30 hari setelah tanam, dan 50 hari setelah tanam, begitu pula untuk pemberian pupuk kimia. Pemupukan dengan biofertilizer dan pupuk kimia dengan cara menyiramkan atau menaburkannya secara melingkar di sekitar tanaman yang berjarak 5 cm dari batang tanaman. Perbedaan jenis media tanam ini dibedakan pada saat penanaman.

3.6. Prosedur Pengambilan Data

(52)

3.7. Analisis Data

Setelah data hasil penelitian didapatkan maka data dianalisis dengan menggunakan progam SPSS. Data diuji normalitas dengan uji Kolmogorov Smirnov dan homogenitas dengan uji Homogeneity of Variance Test. Jika dari hasil analisis didapatkan data normal dan homogen maka di analisis dengan One Way ANOVA satu arah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan. Jika dari analisis ANOVA didapatkan nilai signifikansi (p-value) < α maka tolak H0,

jika (p-value) > α maka terima H0. Nilai α yang digunakan adalah 0,1.

Selanjutnya apabila dari hasil ANOVA menunjukkan ada beda yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) untuk mengetahui beda antar perlakuan. Namun, jika dari uji normalitas dan homogenitas didapatkan data tidak normal atau tidak homogen, maka dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Jika dari uji ini didapatkan nilai signifikansi (p-value) < α maka dapat dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

3.8. Uji Efektivitas Biofertilizer

Uji efektivitas biofertilizer dimaksudkan untuk mempelajari, apakah suatu pupuk mempunyai nilai efektivitas terhadap hasil tanaman baik secara agronomis dan secara sosial ekonomi. Untuk menentukan efektivitas biofertilizer

digunakan rumus Relative Agronomic Effectiveness (RAE) dihitung dengan rumus (Machay, et al., 1984) :

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea). Parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter krop. Sedangkan produktivitas dihitung dengan menimbang berat basah krop yang terbentuk. Tinggi tanaman dan jumlah daun dihitung setiap 2 minggu dan saat panen sedangkan diameter krop dan berat basah krop dihitung pada saat panen.

4.1.1. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea)

Hasil dari pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap parameter pertumbuhan perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing perlakuan. Pengujian secara statistik, dilakukan satu persatu untuk setiap parameter. Pada uji statistik data yang digunakan adalah data minggu ke-15 (saat panen). Data pertumbuhan kubis yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter krop terlebih dahulu diuji normalitas dengan Kolmogorov–Smirnov Test dan homogenitasnya dengan

(54)

a. Tinggi tanaman

Pada parameter tinggi tanaman, dari hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikansi 0,47 (p<0,1) maka data tidak normal (Lampiran 6). Karena data tidak normal, maka untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan dengan uji nonparametrik, yaitu dengan Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil analisis, interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam didapatkan nilai signifikansi 0,051. Karena nilai signifikansi < 0,1 maka keputusan yang diambil adalah tolak H0 dan terima H1. Jadi, interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Kemudian dilakukan uji lanjutan Mann-Whitney untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Hasil dari uji Mann-Whitney

untuk tinggi tanaman kubis disajikan dalam tabel 4.1 dan gambar 3. Tabel 4.1. Data tinggi kubis saat panen.

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) M1D0- 22±1.9079ab

M1D0+ 20.5±2.2716a M1D5 23.5±1.0817b

M1D10 22.4333±0.8737ab M1D15 21.9667±1.5275ab

M2D0- 25.8667±2.444bc M2D0+ 22.9667±1.097ab

M2D5 14.3±6.634a

M2D10 21.2667±7.6291abc M2D15 25.6±1.5875c

(55)

Gambar 3. Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap tinggi kubis. M1D0- (tanah tanpa biofertilizer dan NPK), M1D0+ (tanah dan NPK), M1D5 (tanah dan 5 mL

biofertilizer), M1D10 (tanah dan 10 mL biofertilizer), M1D15 (tanah dan 15 mL biofertilizer), M2D0- (campuran tanah dan kompos), M2D0+ (campuran tanah dan kompos dan NPK), M2D5 (campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer), M2D10 (campuran tanah dan kompos dan 10 mL biofertilizer), M2D15 (campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer).

b. Jumlah daun

(56)

Tabel 4.2. Data jumlah daun kubis saat panen. Perlakuan Jumlah daun (helai)

M1D0- 28±2.5166a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (α<0,1) dengan uji t.

Gambar 4. Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap jumlah daun kubis. M1D0- (tanah tanpa biofertilizer

dan NPK), M1D0+ (tanah dan NPK), M1D5 (tanah dan 5 mL

biofertilizer), M1D10 (tanah dan 10 mL biofertilizer), M1D15 (tanah dan 15 mL biofertilizer), M2D0- (campuran tanah dan kompos), M2D0+ (campuran tanah dan kompos dan NPK), M2D5 (campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer), M2D10 (campuran tanah dan kompos dan 10 mL biofertilizer), M2D15 (campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer).

Dari hasil uji t tersebut, diketahui bahwa pemberian interaksi antara dosis

biofertilizer dan jenis media tanam berpengaruh terhadap jumlah daun yang terbentuk pada tanaman kubis.

(57)

c. Diameter krop

Analisis secara statistik dengan uji normalitas dan homogenitas terhadap diameter krop nilai signifikansi normalitas 1,58 dan homogenitas 0,014 (Lampiran 8). Karena nilai signifikansi normalitas > 0,1 maka data normal, sedangkan nilai signifikansi homogenitas < 0,1 maka data tidak homogen. Uji lanjutan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan dengan uji Brown-Forsythe. Dari uji

Brown-Forsythe didapatkan nilai signifikansi 0,074 (signifikansi < 0,1) maka tolak H0 dan terima H1, jadi interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media

tanam tidak berpengaruh pada diameter krop yang terbentuk. Kemudian dilanjutkan dengan uji t.Hasil uji statistik diameter krop disajikan dalam tabel 4.3 dan gambar 6.

Tabel 4.3. Data diameter krop kubis saat panen. Perlakuan Diameter krop(cm)

M1D0- 4.5517±0.8829a M1D0+ 5.2075±0.7601a

M1D5 5.4883±1.0694a

M1D10 4.2733±1.0471a

M1D15 4.2867±0.8029a

M2D0- 3.6183±1.2983a

M2D0+ 4.7933±1.6714a

M2D5 0.965±1.6714b

M2D10 3.3267±2.881ab

M2D15 5.3383±0.9072a

(58)

Gambar 5. Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap diameter krop kubis. M1D0- (tanah tanpa biofertilizer

dan NPK), M1D0+ (tanah dan NPK), M1D5 (tanah dan 5 mL

biofertilizer), M1D10 (tanah dan 10 mL biofertilizer), M1D15 (tanah dan 15 mL biofertilizer), M2D0- (campuran tanah dan kompos), M2D0+ (campuran tanah dan kompos dan NPK), M2D5 (campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer), M2D10 (campuran tanah dan kompos dan 10 mL biofertilizer), M2D15 (campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer).

4.1.2. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea)

Parameter produktivitas yang diukur hanya satu, yaitu berat basah krop. Dari data yang telah diperoleh untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap berat basah krop, dilakukan uji normalitas. Nilai signifikansi yang didapatkan adalah 0,930 (Lampiran 9). Karena 0,930 > 0,1 maka data normal. Selanjutnya diuji homogenitasnya dan didapatkan nilai signifikansi > 0,1 yaitu 0,593 maka data homogen. Kemudian di uji dengan One Way ANOVA. Dari uji ini didapatkan nilai signifikansi interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam adalah 0,362. Karena nilai signifikansi > 0,1 maka terima H0. Karena H0 diterima maka

interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam tidak berpengaruh

(59)

terhadap berat basah krop. Hasil dari berat basah krop antar perlakuan disajikan dalam tabel 4.4 dan gambar 6.

Tabel 4.4. Data berat basah krop saat panen. Perlakuan Berat basah krop (g)

M1D0- 17.009±12.2363

biofertilizer), M1D10 (tanah dan 10 mL biofertilizer), M1D15 (tanah dan 15 mL biofertilizer), M2D0- (campuran tanah dan kompos), M2D0+ (campuran tanah dan kompos dan NPK), M2D5 (campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer), M2D10 (campuran tanah dan kompos dan 10 mL biofertilizer), M2D15 (campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer).

(60)

4.1.3. Uji efektivitas biofertilizer

Efektifitas biofertilizer yang digunakan dapat diketahui dengan menggunakan rumus RAE (Relative Agronomic Effectiveness). Biofertilizer

dinyatakan efektif bila nilai RAE > 100% sebaliknya, jika nilai RAE < 100% maka biofertilizer tidak efektif. Untuk mengujinya digunakan hasil dari berat basah krop saat panen. Berikut adalah hasil perhitungan efektifitas biofertilizer:

Dari hasil tersebut di atas didapatkan bahwa perlakuan M1D5 dan M2D15 yang memiliki nilai RAE > 100%, yaitu 708,9% dan 100,9%.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea)

(61)

pertumbuhan tanaman sebagai proses pembelahan dan pemanjangan. Faktor pertumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan, dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (genetik). Faktor eksternal meliputi iklim (cahaya, temperatur, angin, dan lainnya), tanah (tekstur, bahan organik, pH, dan lainnya), dan biologis (serangga, mikroorganisme, organisme penyebab penyakit, dan lainnya). Faktor internal misalnya adalah gen, aktifitas fitohormon, dan laju fotosintetik (Gardner et al., 1991).

Pada penelitian ini faktor yang diperlakukan adalah faktor eksternal yaitu tanah dan biologis. Perlakuan pada penelitian ini adalah interaksi antara dosis

biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Pada banyak kajian pertumbuhan perlu diukur. Ada dua macam pengukuran yang lazim digunakan untuk mengukur pertambahan volume (ukuran) atau massa (Salisbury et al., 1995).

Pada penelitian ini pertambahan ukuran ditentukan dengan mengukur tinggi tanaman dan diameter krop. Pertambahan massa ditentukan dengan memanen hasil yang diinginkan, yaitu krop dan menimbang hasilnya. Selain itu, dihitung pula jumlah terbentuknya daun.

(62)

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Simanungkalit dkk. (2006) kompos merupakan sumber hara makro dan mikro mineral secara lengkap meskipun dalam jumlah relatif kecil (N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Zn, Mo, dan Si). Selain itu, kompos banyak mengandung mikroorganisme (fungi, aktinomisetes, bakteri, dan alga). Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah tidak hanya jutaan mikroorganisme yang ditambahkan, akan tetapi mikroorganisme yang ada dalam tanah juga terpacu untuk berkembang. Variasi dalam kuantitas macam-macam nutrien esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman itu sangat besar. Kebutuhan kuantitatif tergantung pada jenis tanaman, tingkat hasil panen, dan nutrien tertentu tersebut (Gardner et al., 1991). Menurut Rao (1994) pertumbuhan suatu tanaman tidak hanya tergantung pada kapasitas tanah untuk membebaskan nutriennya tetapi juga tergantung pada kapasitas sistem perakarannya untuk menyerap nutrien-nutrien tersebut secara efisien. Jika tanaman mendapatkan seluruh unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah cukup, maka tanaman akan dapat tumbuh dengan normal (Ridwan, 2011).

Gambar

Gambar 1. Tanaman kubis. a) varietas Babat, b) varietas Garung, dan c) varietas Singgalang
Gambar 2. Bentuk krop kubis lokal. a) varietas Jawa, b) varietas Segon, c) varietas
Tabel 2.1. Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa sistem.
Tabel 4.1. Data tinggi kubis saat panen.
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah dapat memberikan pemahaman tentang pengaruh jenis dan taraf level bunyi terhadap pertumbuhan tanaman

Interaksi antara pemberian berbagai jenis pupuk kandang dan media tanam yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter waktu muncul tunas,

Untuk masyarakat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum khususnya petani bawang merah tentang pengaruh pemberian

Pertumbuhan dan perkembangan diameter bunga yang besar 11,98 cm dikarenakan jarak tanam lebar 50 cm x 60 cm dan populasi kubis bunga sebanyak 25 tanaman

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara aplikasi pupuk nitrogen dan pupuk kandang kambing terhadap pertumbuhan dan

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara pemberian dosis jamur pelarut fosfat dan pupuk kandang ayam terhadap bobot bunga per tanaman, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Interaksi antara pemberian pupuk kandang ayam 2 kg/petak dengan waktu pemberian pupuk 7 hari sebelum tanam D3W1 memberikan pengaruh terbaik terhadap