commit to user
PENILAIAN KONDISI PERKERASAN DENGAN
METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI),
PENINGKATAN JALAN DAN PERHITUNGAN
RANCANGAN ANGGARAN BIAYA PADA RUAS
JALAN SOLO-KARANGANYAR KM 4+400-11+050
TUGAS AKHIR
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
SUTARI SETYOWATI
I 8208029
PROGRAM DIPLOMA III
TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad, hidayah serta inayahnya-Nya, sehingga Tugas Akhir dengan judul “PENILAIAN KONDISI PERKERASAN DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI), PENINGKATAN JALAN DAN PERHITUNGAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA PADA RUAS JALAN SOLO-KARANGANYAR KM 4+400-11+050” dapat diselesaikan dengan baik.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih
gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman mengenai perencanaan jalan bagi penulis maupun pembaca.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan dan pengerjaan Tugas Akhir ini. Secara khusus
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta
jajarannya.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta jajarannya.
3. Pimpinan Program D3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta beserta jajarannya.
4. Ir. Agus Sumarsono, MTSelaku Dosen Pembimbing Akademik
commit to user
6. Tim Dosen Penguji Tugas Akhir, Ir. Agus Sumarsono dan Ir. Djumari, MT.
7. Dosen-dosen yang telah memberikan pengetahuannya kepada kita
8. Teman –teman seperjuanganku D3 Teknik Sipil Transportasi angkatan 2008
dan tidak lupa untuk kakak” angkatan 2006, 2007, & adik” tingkat angkatan
2009 terima kasih atas kerja samanya dan dukungannya.
9. Teman-teman semua yang telah membantu terima kasih banyak atas
dukungan dan bantuannya selama ini.
Dalam Penyusunan Tugas Akhir ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, maka diharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun, akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, amin.
Surakarta, Juli 2011 Penyusun
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ……… . i HALAMAN PERSETUJUAN ……… iiHALAMAN PENGESAHAN ……….. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... iv
KATA PENGANTAR ……….. v
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR GAMBAR ……… xi
DAFTAR TABEL ………. xiii
DAFTAR NOTASI ……… xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………..xix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2 Cakupan Tugas Akhir ……… 2
1.3 Batasan Tugas Akhir ………. 2
1.4 Tujuan Tugas Akhir ………... 2
1.5 Manfaat Penyelesaian Tugas Akhir ………... 3
BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Teori …...………. 4
2.1.1 Definisi Jalan ……….…………. 4
2.1.2 Ruang Bebas Jalan ……….. 4
2.1.3 Klasifikasi Jalan ……….. 5
2.2 Konsep Pemeliharaan ……….………... 8
2.2.1 Kondisi Kemantapan dan Penenganan Jalan ………..…….……… 7
2.2.2 Pengelolaan Perkerasan …………..……….……… 8
commit to user
Halaman
2.3 Kondisi Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ……….. 13
2.4 Perkerasan Lentur ………...………... 13
2.5 Pembebanan ………... 14
2.6 Jenis-Jenis Kerusakan ……….………... 15
2.6.1 Retak / Cracking……… 17
2.6.2 Distorsi (Distortion) ……… 22
2.6.3 Cacat Permukaan (disintegration) ………..……... 25
2.6.4 Pengausan (Polished Aggregate) ……… 28
2.6.5 Kegemukan (bleeding of flushing) ……….. 28
2.6.6 Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression).. 29
2.7 Metode Perbaikan………... 29
2.8 Perencanaan Perkerasan ………..……….. 32
2.9 Metode PCI (Pavement Condition Index) ………. 40
2.9.1 Menentukan densitas kerusakan ……….. 51
2.9.2 Mencari deduct value (DV) ………. 51
2.9.3 Menjumlah totaldeduct value (TDV) ………. 52
2.9.4 Mencari correcteddeduct value ……….. 52
2.9.5 Menghitung nilai kondisi perkerasan ……….. 53
2.9.6 Menghitung nilai kondisi perkerasan rata-rata ……… 54
BAB 3 PELAKSANAAN SURVEY 3.1. Metode Suvey ……… 55
3.2. Lokasi Survey ……… 55
3.3. Jenis Survey ………... 55
3.4. Peralatan yang Digunakan ………. 55
3.5. Jenis Data ………... 56
3.6. Perolehan Data ………... 56
3.7. Pengolahan Data ……… 56
commit to user
Halaman
BAB 4 HASIL SURVEY DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Jalan Solo-Karanganyar ……… 60
4.1.1 Riwayat Drainase jalan Solo-Karanganyar ………... 60
4.1.2 Diskripsi Ruas Jalan Solo-Karanganyar STA 4+400-11+050……. 61
4.2 Data Lalu Lintas jalan Solo-Karanganyar ……… 61
4.3 Data CBR ………..……… 68
4.4 Kondisi Kerusakan Jalan ………... 69
4.5 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Solo-Karanganyar …... 90
4.5.1 Data Jalan Solo-Karanganyar STA 4+400-5+800 ………..……… 90
4.5.2 Data Jalan Karanganyar-Solo STA 4+400-5+800 ……….. 98
4.5.3 Data Jalan Karanganyar-Solo STA 5+900-11+050 ……… 107
4.6Pemeliharaan Jalan berdasarkan Nilai PCI ………... 116
4.7Metode Perawatan dan Perbaikan ………. 116
BAB 5 RANCANGAN ANGGARAN BIAYA DAN TIME SCHEDULE 5.1 Jenis Pekerjaan ………. 118
5.2 Volume Pekerjaan ……… 118
5.3 Analisa Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan ………. 159
5.3.1 Harga Satuan Pekerjaan ……… 159
5.3.2 Jumlah Harga ………..……… 159
5.3.3 Persen Bobot Pekerjaan ……… 160
5.4 Time Schedule ………. 162
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ……….. 165
6.2 Saran ……… 167
PENUTUP ………... 168
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Penampang Melintang Jalan ………. 5
Gambar 2.2 Grafik Kondisi Jalan Kemantapan Jalan dan Penanganan Jalan …... 8
Gambar 2.3 Indikator kualitatif pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan selama umur pelayanan ………. 11
Gambar 2.4 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Lentur ... 14
Gambar 2.5. Retak kulit buaya (alligator cracks) ………... 18
Gambar 2.6. Retak pinggir (edge cracks) ……… 19
Gambar 2.7. Retak sambu ngan jalan (lane joint cracks)………... 20
Gambar 2.8. Retak refleksi (reflection cracks)……… 20
Gambar 2.9. Retak susut (shrinkage cracks)………... 21
Gambar 2.10. Retak selip (slippage cracks) ………... 21
Gambar 2.11. Alur (ru ts) ………. 22
Gambar 2.12. Keriting (corrugation)……….. 23
Gambar 2.13. Sungkur (shoving)………... 24
Gamb ar 2.14Amblas (grade depressions)………. 24
Gambar 2.15. Jembul (upheaval)………... 25
Gambar 2.16. Lubang (potholes)………... 26
Gambar 2.17.Pelepasan butir (raveling)……….. 27
Gambar 2.18. Striping ……………….. 27
Gambar 2.19.Pengausan (polished aggregate)………. 28
Gambar 2.20. Kegemukan (bleeding or flushing)……….. 29
Gambar 2.21.Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression)…. 29 Gambar 2.22 Nomogram ITP ………... 38
Gambar 2.23 Grafik Deduct Value ……….. 52
Gambar 2.24 Grafik Corrected Deduct Value ………. 53
commit to user
Halaman
Gambar 3.1 Jalan Solo-Karanganyar KM 4+400 sampai 11+050 ……… 55
Gambar 3.2 Diagram Alir Survey ……….……… 57
Gambar 3.3 Diagram Alir Survey DCP ………. 58
Gambar 3.4 Diagram Alir Survey LHR ………...….……… 59
Gambar 3.5 Diagram Alir Survey Kerusakan ………..……. 59
Gambar 4.1 Tampak Atas ruas jalan Solo-Karanganyar ……….. 60
Gambar 4.2 Grafik CBR 90% ………... 68
Gambar 4.3 Korelasi DDT dan CBR ... 94
Gambar 4.4 Grafik Penentuan Nilai Indek Tebal Perkerasan (ITP) ... 96
Gambar 4.5 Susunan Perkerasan ………... 98
Gambar 4.6 Korelasi DDT dan CBR ... 103
Gambar 4.7 Grafik Penentuan Nilai Indek Tebal Perkerasan (ITP)... 105
Gambar 4.8 Susunan Perkerasan ………... 107
Gambar 4.9 Korelasi DDT dan CBR ... 111
Gambar 4.10 Grafik Penentuan Nilai Indek Tebal Perkerasan (ITP)... 114
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Kualitas Drainase ………..…... 12 Tabel 2.2 Konfigurasi Beban Untuk MST 10 Ton ………...….. 15 Tabel 2.3 pembagian Kelas Jalan dan Daya Dukung Beban..… 15 Tabel 2.4 Nilai Faktor Regional (FR) ……….... 34 Tabel 2.5 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) ………...… 35 Tabel 2.6 Indeks Permukaan Awal (IPo) ………. 36 Tabel 2.7. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana
(IPT)………..……….. 37
Tabel 2.8 Penentuan Nomogram ITP ………...………….. 37 Tabel 2.9 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan bergelombang ………... 41 Tabel 2.10 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan alur ……… 41
Tabel 2.11 tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Ambles (Shoving) ………. 41 Tabel 2.12 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Sungkur ………. 42
Tabel 2.13 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Mengembang (Swell) ……… 42 Tabel 2.14 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Benjol dan turun (Bump and Sags) ……... 43 Tabel 2.15 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Retak Memanjang (Longitudinal Cracks). 43 Table 2.16 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Retak Reflektif Sambungan (Joint Reflection
Cracks) ……….. 44
Tabel 2.17 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
commit to user
Halaman
Tabel 2.18 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Retak Blok (Block Cracks)……… 45 Tabel 2.19 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Retak Slip (Slippage Cracks)/ Retak Bentuk
Bulan Sabit (Crescent Shape Cracks)……… 46
Tabel 2.20 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracking)…………. 47 Tabel 2.21 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Jalur/Bahu turun (lane /Shoulder Drop-Off) 47 Tabel 2.22 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Pelapukan dan Butiran Lepas (Weathering
and Raveling)……….. 48
Tabel 2.23 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Kegemukan (Bleeding/Flushing)……… 48 Tabel 2.24 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Agregat Licin (Polished Aggregate)…….. 49 Tabel 2.25 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Lubang (Potholes) ……… 50 Tabel 2.26 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Tambalan dan Tambalan Galian Utilitas
(Patching and Utility Cut Patching) ……….. 50
Tabel 2.27 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi
kerusakan Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing) 50 Tabel 4.1 LHR dari arah Solo-Karanganyar STA 4+400-5+900 62 Tabel 4.2 LHR dari arah Karanganyar-Solo STA 4+400-5+900 63 Tabel 4.3 LHR dari arah Solo-Karanganyar STA 5+900-11+050 64 Tabel 4.4 LHR dari arah Karanganyar-Solo STA 5+900-11+050 65 Tabel 4.5 Data LHR pada jam sibuk arah Solo-Karanganyar pada
STA 5+900-11+050……….. 66
Tabel 4.6 Data LHR pada jam sibuk arah Karanganyar-Solo pada
commit to user
Halaman
Tabel 4.7 Dari hasil penyelesaian graik CBR dengan alat
Penetrometer (DCP) ………. 68
Tabel 4.8 CBR rata-rata 90% ………...……… 68 Tabel 4.9 Pavement Condition Index (Ruas Solo-Karanganyar)
STA 4+400-5+000 ……… 74
Tabel 4.10 Pavement Condition Index (Ruas Solo-Karanganyar)
STA 5+100-5+800 ……… 75
Tabel 4.11 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
pada STA 4+400-5+300 ………... 76
Tabel 4.12 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
pada STA 5+400-5+800 ……… 77
Tabel 4.13 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 5+900-6+400 ……… 78
Tabel 4.14 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 6+500-6+900 ……… 79
Tabel 4.15 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 7+000-7+525……… 80
Tabel 4.16 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 7+625-8+225………. 81
Tabel 4.17 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 8+325-9+125………. 82
Tabel 4.18 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 9+225-9+725………. 83
Tabel 4.19 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 9+825-10+425……… 84
Tabel 4.20 Pavement Condition Index (Ruas Karanganyar-Solo)
STA 10+525-11+050………. 85
Tabel 4.21 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata ruas
Solo-Karanganyar STA 4+400-5+900………... 86
Tabel 4.22 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata ruas
commit to user
Halaman
Tabel 4.23 Nilai PCI tiap segmen dan nilai PCI rata-rata ruas
Karanganyar-Solo STA 5+900-11+050……… 88
Tabel 4.24 Nilai LHR ………. 90
Tabel 4.25 Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata ……… 91
Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Angka Ekivalent untuk masing-masing kendaraan ………. 92
Tabel 4.27 Perhitungan Lintas Ekivalen ... 92
Tabel 4.28 Nilai LHR ………. 99
Tabel 4.29 Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata ……… 100
Tabel 4.30 Hasil Perhitungan Angka Ekivalent untuk masing-masing kendaraan ………. 101
Tabel 4.31 Perhitungan Lintas Ekivalen ... 108
Tabel 4.32 Nilai LHR ………. 109
Tabel 4.33 Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata ……… 109
Tabel 4.34 Hasil Perhitungan Angka Ekivalent untuk masing-masing kendaraan ………. 109
Tabel 4.35 Perhitungan Lintas Ekivalen ... 110
Tabel 6.1 Data Existing Ketebalan ... 166
Tabel 6.2 Data Rencana Pelapisan Ketebalan ... 166
commit to user
DAFTAR NOTASI
D` : Tebal lapis perkerasan ǻK : Perbedaan tinggi DDT : Daya dukung tanah
ITP : Indeks Tebal Perkerasan LEA : Lintas Ekivalen Akhir
LEP : Lintas Ekivalen Permulaan LER : Lintas Ekivalen Rencana LET : Lintas Ekivalen Tengah PCI : Pavement Condition Index
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1. LAMPIRAN A SOAL TUGAS AKHIR
2.
LAMPIRAN B LEMBAR KOMUNIKASI DAN PEMANTAUAN 3. LAMPIRAN C FOTO KERUSAKAN JALAN4. LAMPIRAN D FORM SURVEY LALU-LINTAS 5. LAMPIRAN E FORM DCP
6. LAMPIRAN F DAFTAR HARGA SATUAN (Upah, Bahan dan Peralatan)
7. LAMPIRAN G ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN 8. LAMPIRAN H ANALISA ALAT
commit to user
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tingginya frekuensi kendaraan yang lewat di atas permukaan jalan yang ada menyebabkan turunnya tingkat pelayanan jalan. Karena pada umumnya jalan-jalan dalam kota jarang dilewati kendaraan berat, maka penurunan tingkat pelayanan dapat berupa kerusakan pada permukaan jalan. Adanya retak-retak
(crack), pengelupasan (ravelling) dan lubang-lubang (potholes) pada permukaan
jalan merupakan bukti bahwa jalan mengalami penurunan tingkat pelayanan atau jalan dalam kondisi rusak. Kerusakan-kerusakan kecil yang tidak segera diantisipasi penanganannya menyebabkan kerusakan yang terjadi semakin parah, pengaruhnya semakin luas serta mengurangi kapasitas jalan itu sendiri.
Perbaikan konstruksi jalan raya merupakan serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk menjaga agar struktur dan jalan raya dapat berfungsi senyaman mungkin. Perbaikan jalan raya ini perlu dilaksanakan mengingat sebagian struktur perkerasan jalan tidak dapat selalu rata selama umur rencananya tanpa adanya kerusakan-kerusakan. Ada masa dimana keadaan perkerasan jalan mulai memburuk hingga pada tingkat yang tidak layak. Pada keadaan ini diperlukan suatu perbaikan agar perkerasan kembali pada tingkat pelayanan yang memadai, sehingga dapat dilewati lalu lintas dengan baik.
Usaha melakukan perbaikan-perbaikan dengan tujuan untuk mempertahankan tingkat layanan selama umur rencana biasa disebut dengan pekerjaan pemeliharaan jalan. Survey kondisi jalan mendapatkan hasil penanganan prioritas pemeliharaan jalan (pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan pemeliharaan pekerjaan darurat) yang berupa peningkatan jalan kaitannya dengan pertumbuhan lalu lintas, overlay atau pemeliharaan rutin berupa penambalan-penambalan saja.
commit to user
1.2 Cakupan Tugas Akhir1) Apa jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan Solo - Karanganyar KM 4+400-11+050
2) Penanganan kerusakan ruas jalan Solo - Karanganyar KM 4+400-11+050
3) Berapa anggaran biaya (RAB) yang dibutuhkan untuk pemeliharaan dan peningkatan
1.3 Batasan Tugas Akhir
1) Lokasi penelitian pada ruas jalan Solo - Karanganyar KM 4+400-11+050
2) Survey kerusakan jalan dilakukan pada bulan Maret tahun 2011
3) Kondisi jalan dianalisis dengan metode PCI
4) Data sekunder lalu lintas dari Bina Marga Surakarta
1.4 Tujuan Tugas Akhir
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1) Mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan Solo - Karanganyar KM 4+400-11+050
2) Mengetahui kerusakan jalan dengan metode PCI
3) Menentukan jenis penanganan kerusakan
commit to user
1.5 Manfaat Penyelesaian Tugas AkhirTugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu menambah wawasan dan pengetahuan tentang penanganan pemeliharaan dan peningkatan pada ruas jalan
commit to user
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Dasar Teori 2.1.1 Definisi Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. (UU No. 38 Tahun 2004)
Jalan merupakan suatu aset yang harus diatur dengan baik. Aset yang berupa jaringan jalan ini dapat diatur dengan melakukan penanganan pada seluruh ruas jalan tanpa terkecuali minimal dengan pemeliharaan rutin jalan.
2.1.2 Ruang Bebas Jalan
a. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh Pembina Jalan, dimana ruang tersebut meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. (PP No.
26/1985)
b. Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
Merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari, serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. (PPNo.26/1985)
c. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)
commit to user
pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi dan untuk konstruksi jalan, dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi, yang ditetapkan oleh Pembina Jalan. (PP No. 26/1985)
Gambar 2.1 penampang Melintang Jalan
2.1.3 Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan tercabtum dalam peraturan pemerintah nomer UU 38 tahun 2004 berisi,
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas : a. Jalan Arteri
Jalan arteri adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
b. Jalan Kolektor
Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
commit to user
Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak sesuai
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas: 1) Sistem Jaringan Jalan Primer
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.( UU 38 tahun 2004)
a. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya
b. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada di bawah pengaruhnya
c. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang kedua dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya sampai persil.
2) Sistem Jaringan Jalan Sekunder :
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. ( UU 38 tahun 2004)
a. Jalan arteri sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua
commit to user
b. Jalan kolektor sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kedua, yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga
c. Jalan lokal sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
2.1. Konsep Pemeliharaan
2.2.1 Kondisi Kemantapan Jalan dan Penanganan Jalan
Umur rencana perkerasan jalan adalah sejumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural, sampai diperlukan pelapisan ulang (overlay) suatu perkerasan, selama umur tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap dilakukan. Seperti pelapisan non structural yang berfungsi sebagai lapisan aus, umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya dilakukan 20 tahun sedangkan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Untuk jalan yang lebih dari 20 tahun dinilai tidak lagi ekonomis karena tidak relevan dengan pertumbuhan lalu lintas yang sangat tinggi (SKBI, 1987).
Kinerja perkerasan dapat dihubungkan dengan kemampuan perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam jangka waktu tertentu. Dari hari pertama pada saat struktur perkerasan dibuka untuk lalu lintas, struktur perkerasan akan mengalami kerusakan struktural secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan kinerja struktur perkerasan dalam menahan beban lalu lintas selama umur rencananya. Oleh karena itu agar kinerja struktur perkerasan tetap terjaga, berbagai rehabilitasi seperti rekonstruksi atau perbaikan struktural perlu dilakukan sebelum umur rencananya tercapai (AASHTO, 1996).
commit to user
Gambar 2.2 Grafik Kondisi Jalan Kemantapan Jalan dan Penanganan Jalan
2.2.2 Pengelolaan Perkerasan
Perkerasan merupakan lapisan yang berada diantara beban lalulintas kendaraan dan tanah dasar, yang bersifat lebih konstruktif sehingga beban tersebut mampu didukung tanah dasar. Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah menetapkan tiga model pengelolaan perkerasan jalan nasional, yaitu: pembangunan jalan baru, peningkatan jalan dan pemeliharaan jalan. Sejak tahun anggaran 2004 sampai sekarang, model tersebut diterapkan untuk pengelolaan jalan propinsi dan kabupaten, sedangkan jalan nasional lebih difokuskan pada aspek pemeliharaan jalan (rutin dan berkala) dan peningkatannya. Pengelolaan jalan dimulai dari program prioritas pembangunan ruas jalan yang baru, jadwal pemeliharaan berkala dan peningkatan
commit to user
strukturnya berdasarkan laporan identifikasi kerusakan dan dampaknya terhadap penurunan umur pelayanan.
Pemeliharaan jalan lama dapat dilakukan secara rutin (routine maintenance)
sepanjang tahun dan atau berkala (periodic maintenance) yang dilakukan tiap lima tahun atau tergantung penurunan indek performansi jalan yang disyaratkan (Ditjen Bina Marga, 2005; Gedafa, 2006). Pemeliharaan rutin dilakukan hanya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (riding quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan sepanjang tahun, misalnya menambal retak-retak permukaan dengan slurry seal atau cold mix, melancarkan aliran air permukaan dan mencegah terjadinya genangan. Pemeliharaan berkala dapat dilakukan pada waktuwaktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan kemampuan struktural, misalnya pelapisan tambahan permukaan dengan bahan lataston atau HRS, burtu atau lapis kedap lainnya yang berfungsi melindungi perkerasan eksisting dari infiltrasi air hujan serta memberikan kerataan dan kekesatan permukaan. Pemeliraan berkala dapat juga diartikan sebagai langkah perbaikan struktur secara parsial terhadap kerusakan tertentu yang indeks performansinya sudah melebihi ambang batasnya (TNZ, 2002.a & 2002.b; Gedafa, 2006).
Mamlouk et al. (2000) dan Scott et al. (2004) melakukan riset dalam pengelolaan jalan yang menyimpulkan bahwa: saat perkerasan jalan selesai dibangun dianggap memiliki rating PSI (present serviceability index) minimal 60, pada pertengahan umur pelayanan, rating PSI diperkirakan berada pada angka 40 jika tidak ada kendaraan overloading, selanjutnya dilakukan pemeliharaan berkala, dan pada akhir umur pelayanan diperkirakan rating PSI lebih kecil 20, dilakukan betterment (lihat Gambar 2.3.a).
Paterson (1995) dalam Gedafa (2006) maupun Mamlouk et al. (2000) telah mendefinisikan peningkatan jalan sebagai kegiatan perbaikan konstruksi (betterment) yang dilakukan jika indeks performansi permukaan perkerasannya sudah mendekati ambang batas terbawah, artinya kondisi perkerasan sudah dalam keadaan rusak berat. Paterson (1995) dalam Gedafa (2006) lebih menekankan rating RCI (riding comfort
index) atau tingkat kenyamanan sebagai indikator penetapanpengelolaan jalan, yaitu:
jalan dalam kondisi baik jika rating RCI mencapai 10, terutama terjadi permukaan jalan yang baru dibuka, jalan dalam kondisi rusakringan jika rating RCI mencapai 5,0 diperkirakan pada ¾ umur pelayanan sehingga perlu pemeliharaan berkala dan
commit to user
jalan dalam kondisi rusak berat jika rating RCI lebih kecil 4,0 sehingga perlu peningkatan jalan (lihat Gambar 2.3.b).
TNZ (2002.a) dan Morgan & Casanova (2006) menetapkan nilai skid resistance pada perkerasan yang baru sebesar 1,0 SCRIM, waktu yang tepat untuk pemeliharaan berkala jika nilai skid resistance berada pada angka 0,55 SCRIM, selajutnya waktu yang tepat untuk peningkatan struktural jika skid resistance berada pada angka 0,35 (lihat Gambar 2.3.c).
Ditjen Bina Marga (2005) dan Schliessler & Bull (2004) lebih memfokuskan pengelolaan jalan pada kegiatan pemeliharaan berkala (periodic maintenance) dan peningkatan strukturnya (betterment) yang secara langsung memerlukan pengalokasian anggaran yang lebih besar daripada biaya awal (initial cost) pembangunannya. Oleh karenanya diperlukan laporan rutin hasil monitoring dan evaluasi kondisi kerusakan jalan, yang dinyatakan dalam rating IP (indek permukaan jalan). Kondisi jalan yang memiliki pelayanan yang baik, artinya jalan dalam kondisi mantap, nyaman dan aman jika rating IP=2,5; selanjutnya repetisi beban lalu lintas bertambah selama umur pelayanan maka pemeliharaan berkala akan dilakukan jika
rating IP=1,5 (jalan dalam keadaan rusak ringan); peningkatan jalan akan dilakukan
jika rating IP=1,0 (jalan dalam keadaan rusak berat) pada akhir umur pelayanan (lihat Gambar 2.3.d).
Model manajemen jalan yang pernah dirumuskan oleh Bennett & McPherson (2005) juga menggunakan data IRI sebagai indikator penting untuk pengelolaan jalan. Pemeliharaan berkala akan dilaksanakan jika nilai IRI telah mencapai 9,0 m/km umumnya terjadi pada pertengahan umur rencana dan perbaikan mutu konstruksi
(betterment) dilakukan jika nilai IRI lebih besar 12 m/km yang terjadi pada akhir
umur rencana (lihat Gambar 2.3.e).
commit to user
Gambar 2.3. (b)commit to user
Gambar 2.3. (d)commit to user
Gambar 2.3. (e)Gambar 2.3 Indikator kualitatif pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan selama umur pelayanan
2.2.3 Drainase Jalan
Konsep koefisien drainase diperlukan untuk mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Tabel 2.1 memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas drainase
commit to user
Tabel 2.1 Definisi Kualitas DrainaseKualitas Drainase Air Hilang dalam Waktu
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Buruk Air tidak akan mengalir
Sumber : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, 2002
Jalan dalam kondisi apapun bisa dipelihara jika diimbangi dengan pengelolaan sistem drainase yang baik. Kualitas drainase sangat berpengaruh terhadap umur perkerasan jalan. Sistem drainase yang buruk akan mengakibatkan air meluap ke badan jalan. Apabila iar sudah meluap ke badan jalan, maka jalan tersebut akan mengalami kerusakan. Pengaruh air pada perkerasan jalan yaitu :
a. Air menurunkan kekuatan material butiran lepas dan tanah subgrade, yang bila ditambah dengan volume lalu lintas truk berat yang membawa muatan berlebih merupakan kombinasi yang sangat fatal bagi perkerasan aspal
b. Air menyebabkan penyedotan (pumping) pada perkerasan beton yang dapat menyebabkan keretakan dan kerusakan bahu jalan
c. Dengan tekanan hidrodinamik yang tinggi akibat pergerakan kendaraan, menyebabkan penyedotan material halus pada lapisan dasar perkerasan fleksibel yang mengakibatkan hilangnya daya dukung
d. Kontak dengan air yang menerus dapat menyebabkan penelanjangan campuran aspal dan daya tahan kerusakan beton
e. Air menyebabkan perbedaan peranan pada tanah yang bergelombang
Masalah sistem drainase sering terlupakan oleh para penentu kebijakan, padahal sistem drainase jalan tidak hanya terbatas pada ruas jalan yang diperbaiki, namun mencakup interkoneksi saluran drainase jalan dengan sistem drainase jalan yang lebih luas.
commit to user
Lalu lintas harian rata-rata dapat didefinisikan sebagai volume lalu lintas yang menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Data volume kendaraan digunakan untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas setiap tahun. Untuk mendapatakan besarnya volume lalu lintas, harus diketahui sebelumnya jumlah lalu lintas per hari per tahun serta arah dan tujuan lalu lintas pada suatu lokasi. Oleh karena itu diperlukan juga penyelidikan lapangan terhadap semua jenis kendaraan untuk mendapatkan data lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Satuan mobil penumpang adalah jumlah mobil yang digantikan tempatnya oleh kendaran lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku. Data lalu lintas harian rata-rata diambil dari tempat pengamatan
2.4 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-lapisan perkerasan yang dihampar diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan tersebut dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka perkerasan akan melendut/melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas beberapa lapisan dengan material tertentu. Pada lapisan struktur perkerasan dibawahnya akan menerima/mendukung beban yang ringan. Penyebaran beban relatif lebih kecil pada perkerasan lentur sehingga lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberi sumbangan yang besar dalam memikul beban. Struktur perkerasan beraspal pada umumnya terdiri atas : Lapis Tanah Dasar (subgrade), Lapis Pondasi Bawah
(subbase), Lapis Pondasi Atas (base) dan Lapis Permukaan (surface)
Gambar 2.4 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Lentur
2.5 Pembebanan
Subgrade Subbase course Base course Surface course
commit to user
Beban Sumbu, semakin besar beban sumbu ĺ QLODL )DNWRU 'D\D 5XVDN Kendaraan (VDF) semakin besar
VDF (Vehicle Damage Factor) adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Perbandingan ini tidak linier, melainkan exponensial sbb:
4 tan ¸¸¹ · ¨¨ © § dar s sumbu beban kendaraan sumbu beban VDF 4 3 , 5 , ¸ ¹ · ¨ ©
§bebansumbutunggal rodatunggal
VDF 4 16 , 8 , ¸ ¹ · ¨ ©
§beban sumbutunggal roda ganda
VDF 4 15 , ¸ ¹ · ¨ ©
§bebansumbu ganda roda ganda
VDF 4 20 , ¸ ¹ · ¨ ©
§bebansumbutriple roda ganda
commit to user
Tabel 2.2 Konfigurasi Beban Untuk MST 10 TonGOLONGAN KONFIGURASI VDF 6B (trailer 2 sumbu) 1.2H 3.898 7A (trailer 3 sumbu) 1.2.2 3.679 7C1 (trailer 4 sumbu) 1.2+2.2 5.934 7C2 (trailer 5 sumbu) 1.2+2.2.2 6.222 7C3 (trailer 6 sumbu) 1.2.2+2.2.2 6.003
Sumber: Subdit Teknik Jalan, Dit. Bintek
Tabel 2.3 Pembagian Kelas Jalan dan Daya Dukung Beban
Kelas Jalan Fungsi Jalan Karakteristik Kendaraan (m) Muatan Terberat (MST) Sumbu Panjang Lebar
I Arteri 18 2,50 >10 ton
II Arteri 18 2,50 10 ton
III A Arteri/Kolektor 18 2,50 8 ton
III B Kolektor 12 2,50 8 ton
III C Lokal 9 2,10 8 ton
Sumber : Peraturan Bina Marga
2.6 Jenis-Jenis Kerusakan
Seiring dengan bertambahnya umur, perkerasan akan mengalami penurunan kondisi. Penurunan kondisi akan lebih cepat terjadi apabila beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan disertai dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Akibat beban kendaraan, pada lapis-lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan yang besarnya tergantung pada kekakukan dan tebal lapisan. Pengulangan beban mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapisan beraspal
commit to user
serta deformasi pada lapisan beraspal. Bila sudah mulai terjadinya retak, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat sehingga terjadi gompal dan akhirnya terjadinya lubang. Retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume (Sjahdanulirwan, 2003)
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan no : 03/MN/B/1983 dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Binamarga, kerusakan jalan terutama pada perkerasan lentur dapat dibedakan atas 6 jenis yang akan dijelaskan secara bertahap berikut jenis-jenisnya:
x Retak (cracking)
x Distorsi (distortion)
x Cacat Permukaan (disintegration)
x Pengausan (polished aggregate)
x Kegemukan (bleeding / flushing)
x Penurunan pada bekas penanaman utilitas
Disamping beban lalu-lintas, kemungkinan penyebab kerusakan secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
x Konstruksi perkerasan, termasuk tanah dasar yang lemah
x Perbedaan kekuatan dua bagian perkerasan
x Penggunaan bahan dan cara pengerjaan yang tidak sesuai dengan NSPM
x Sistem drainase yang jelek (memperlemah konstruksi perkerasan)
x Umur (mengakibatkan penuaan/pelapukan aspal)
x Kemarau (mengakibatkan penyusutan tanah sehingga terjadi retak memanjang)
x Gaya horizontal pada saat kendaraan direm (menimbulkan retak selip)
x Keterlambatan pemeliharaan
2.6.7 Retak / Cracking
Adalah serangkaian retak yg saling bersambung, yang disebabkan rusak kelelahan pada permukaan hot mix akibat lalu lintas berulang. Pada perkerasan tipis retak dimulai dari dasar, dimana tensile stress cukup besar lalu menjalar kepermukaan
commit to user
dalam bentuk satu atau lebih retak memanjang. Ini merupakan retak yg umum atau “klasik”atau disebut “bottom –up”. Pada perkerasan yg cukup tebal retak biasanya dimulai dari atas pada lokasi tensile tress yg tinggi yg dihasilkan dari interaksi ban dan asphalt binder aging (to-down cracking). Setalah beban berulang retak memanjang akan saling tersambung membentuk bersudut banyak dan terbentuk seperti kulit buaya.
Retak/craking yang umum diikenal dapat dibedakan atas : a) Retak Halus (hair cracking)
dengan ciri-ciri Lebar celah 3mm. Penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar / bagian perkerasan dibawah lapis permukaan yang kurang stabil. akibat retak halus ini air dapat meresap kedalam lapis permukaan. Sehingga untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis latasir, buras.
b) Retak Kulit Buaya (alligator crack)
x ciri-ciri utama dari retak kulit buaya adalah dengan adanya celah dengan lebar PP 6DOLQJ EHUDQJNDL PHPEHQWXN VHUDQJNDLDQ NRWDN-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Sifat kerusakan ini dapat meresapkan air dan akan berkembang menjadi lubang akibat pelepasan butiran-butiran aspal.
x Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).
x Daerah retak kulit buaya yang luas, biasanya disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Untuk sementara untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston.
x Jika celah PP VHEDLNQ\D EDJLDQ SHUNHUDVDQ \DQJ WHODK PHQJDODPL retak kulit buaya akibat rembesan air ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan dibuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai.
commit to user
Gambar 2.5. Retak kulit buaya (alligator cracks)
c) Retak Pinggir (edge crack)
x Merupakan retak longitudinal sepanjang 30 cm (1 ft) dari tepi perkerasan dengan atau tanpa retak melintang ke arah soulder. Retak ini mempunyai sifat dapat meresapkan air dan akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada tepi retak.
x Retak pinggir, retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu, disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement dibawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir.
Gambar 2.6. Retak pinggir (edge cracks)
commit to user
x Retak sambungan bahu perkerasan, retak memanjang, umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu / perkerasan jala, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat di bahu jalan.
e) Retak Sambungan Jalan (lane joint crack)
x Retak ini merupakan retak yang terjadi secara memanjang yang pada dua sambungan lalu lintas. Dapat meresapkan air dan akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butiran pada tepi retak. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan dua lajur lalu lintas.
x Penyebab kerusakan ini antara lain adalah :
Pemisahan sambungan (joint) antara perkerasan dengan bahu jalan akibat kembang susut dari lapisan di bawah permukaan
Penurunan bahu jalan
Penyusutan campuran bahan jalan atau sehubungan dengan sambungan yang dilewati truk
Permukaan bahu lebih tinggi dari permukaan perkerasan
Gambar 2.7. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)
f) Retak Sambungan Pelebaran Jalan (widening crack)
x Retak jenis ini terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran secara memanjang. Hal ini disebabkan oleh
commit to user
perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh tidak baiknya ikatan antar sambungan.
g) Retak Refleksi (reflection crack)
x Ciri-ciri Retak Refleksi dapat terjadi secara memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan retakan di bawahnya. Retak ini dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki dengan baik sebelum pekerjaan overlay, dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertical atau horizontal di bawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif.
Gambar 2.8. Retak refleksi (reflection cracks) h) Retak Susut (shrinkage crack)
x Retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
commit to user
i) Retak Selip (slippage crack)x Retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dandan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat di antara kedua lapisan. Retak selip dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan.
Gambar 2.10.Retak selip (slippage cracks)
2.6.8 Distorsi (Distortion)
Distorsi/ perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan ditentukan terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang cepat.
Distorsi (distortion) dapat dibedakan atas :
a) Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.
commit to user
Gambar 2.11. Alur (ru ts)b) Keriting (corrugation)
Keriting disebut juga washboarding adalah type pergeseran plastis yang berupa gelombang melintang pada permukaan perkerasan aspal atau alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang keriting ini pengemudi akan merasa ketidaknyamanan pengemudi.
x Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak mempergunakan anggregat halus, aggregate berbentuk bulat dan berpermukaan penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair).
Gambar 2.12. Keriting (corrugation)
commit to user
Sungkur adalah deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan/tanpa retak.
x Penyebab kerusakan ini antara lain yaitu :
Lapisan aspal yang kurang stabil, dimana terlalu banyak kadar aspal
Sine aggregat terlalu banyak
Butiran kasar dan halus bertekstur bulat dan halus
Kadar air yang berlebihan
Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantab (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair)
Gambar 2.13.Sungkur (shoving)
d) Amblas (grade depression)
Amblas adalah daerah setempat dimana terjadi penurunan, dengan atau tanpa retak.
x Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang.
x Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar settlement.
commit to user
Gambar 2.14 . Amblas (grade depressions)
e) Jembul ( Upheavel )
Lapis permukaan tampak menyembul ke atas permukaan di bandingkan dengan permukaan disekitarnya. Kerusakan terjadi ditempat kendaraan sering berhenti atau ditepi perkerasan.
Kerusakan dapat terjadi dengan atau tanpa retak dan hampir sama dengan keriting. Penyebab kerusakan hampir sama dengan keriting, dan juga dipengaruhi oleh beban kendaraan yang melebihi beban standar.
Gambar 2.15. Jembul (upheaval)
2.4.8.1 Cacat Permukaan (disintegration),
yang mengarah kepada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari lapis perkerasan.
commit to user
Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah :a) Lubang (potholes)
Potheles adalah lubang berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Selain mengurangi kenyamanan, juga membahayakan pemakai jalan.
Lubang dapat terjadi akibat :
1) Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
x Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas
x Aggregate kotor sehingga ikatan antara aspal dan aggregate tidak baik
x Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan
2) Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan aggregate mudah lepas akibat pengaruh cuaca
3) System drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis permukaan
4) Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Gambar 2.16. Lubang (potholes)
b) Pelepasan butir (raveling)
Ravelling adalah pemisahan partikel agregat dan permukaan perkerasan yang makin lama makin dalam. Kerusakan ini terjadi pada suatu lokasi (lokal),memiliki karakateristik kasar dan jika berada pada area dengan lalu lintas cepat maka akan mempercepat kerusakan menjadi pothole. Biasanya agregat halus (fine aggregate) terlepas lebih dahulu dan akibat erosi yang
commit to user
terus menerus, maka partikel-partikel yang lebih besar ikut terlepas dan menyebabkan pemukaan perkerasan menjadi kasar (rough) dan terkena erosi.
x Kerusakan ravelling dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang.
x Aggregate kotor dan berbentuk pipih
x Aspal kurang/ tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat perngaruh cuaca
x Pemadatan kurang
Gambar 2.17.Pelepasan butir (raveling)
c) Pengelupasan lapis permukaan (stripping), merupakan kerusakan yang terjadi pada daerah luas dimana permukaan jalan kasar. Disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan. Lepasnya material halus tidak diikuti dengan pemadatan kembali maka interlock antar aggregate menjadi berkurang yang menyebabkan lepasnya aggregate. Lepasnya aggregate menyebabkan air dapat masuk kedalam campuran yang mengakibatkan kehilangan adhesi dari campuran, bitumen, kehilangan slurry (mastik) akhirnya pavement menjadi
commit to user
Gambar2.18 Striping2.6.4 Pengausan (Polished Aggregate)
Polished Aggretat adalah kerusakan partikel agregat pada permukaan perkerasan terlalu halus atau licin (smooth). Kerusakan ini biasanya luas. Permukaan jalan menjadi licin sehinggs memahayakan kendaraan.
x Pengausan terjadi karena aggregate berasal dari material yang tidak tahan aus tehadap roda kendaraan, atau aggregate yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical.
Gambar 2.19.Pengausan (polished aggregate)
2.6.5 Kegemukan (bleeding of flushing)
Bleeding adalah perpindahan ke atas dari aspal pada permukaan lapisan aspal
sehingga merupakan bentuk lapisan aspal di atas permukaan. Biasanya terjadinya luas dengan permukaan menjadi licin. Pada temperature tinggi, aspal menjadi lunak dan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan.
commit to user
x Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan oeh :
pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal,
pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat
agregat yang digunakan terdiri dari batuan alam yang tanpa dipecah atau batu pecah yang menyebabkan bahaya gelincir pada waktu basah
beberapa type batuan yang termasuk lime stone
agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan
bentuk agregat bulan dan licin
Gambar 2.20. Kegemukan (bleeding or flushing)
2.6.6 Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression) Terjadi di sepanjang bekas penanaman utlitas. Hali ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.
Gambar 2.21.Penurunan pada bekas penanaman utilitas
commit to user
2.7 Metode PerbaikanMetode perbaikan Standar Dirjen Bina Marga tahun 1995: a. Metode Perbaikan P1
Jenis kerusakan:
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan Langkah penanganan:
x Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi
x Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki
x Membersihkan daerah dengan air comperessor
x Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal >10 mm diatas permukaan yang terkena kerusakan
x Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan(berat 1-2 ton) samapai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.
b. Metode Perbaikan P2 Jenis kerusakan:
x Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
x Retak buaya yang lebih kecil 2 mm
x Retak garis lebar kurang dari 2 mm
x Terkelupas Langkah penanganan:
x Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi
x Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki
x Membersihkan daerah dengan air comperessor
x Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal 5 mm diatas permukaan yang terkena kerusakan hingga rata.
x Melakukan pemadatan dengan mesin pneumatic samapai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.
c. Metode Perbaikan P3 Jenis kerusakan:
commit to user
Langkah penanganan:x Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi
x Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki
x Membersihkan daerah dengan air comperessor
x Menyemprotkan tack coat(0,2 lt/m2) didaerah yang akan diperbaiki.
x Menebarkan dan mertakan campuran aspal beton diatas permukaan yang terkena kerusakan hingga rata.
x Melakukan pemadatan ringan (1-2 ton) sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %. d. Metode Perbaikan P4
Jenis kerusakan:
Lokasi –lokasi retak satu arah dengan lebar retakan lebih besar 2 mm Langkah penanganan:
x Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi
x Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki
x Membersihkan daerah dengan air comperessor
x Mengisi retajkan dengan aspal cut back 2lt/m2 menggunakan aspal sprayer
x Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal >10 mm diatas permukaan yang terkena kerusakan.
x Melakukan pemadatan dengan baby roller minimal 3 lintasan. e. Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)
Jenis kerusakan:
x Lubang dengan kedalaman >50 mm
x Retak buaya yang lebih besar 2 mm
x Keriting dengan kedalaman >30 mm
x Alur dengan kedalaman >30 mm
x Ambles dengan kedalaman >50 mm
x Jembul dengan kedalaman >50 mm
x Kerusakan tepi Perkerasan jalan Langkah penanganan:
commit to user
x Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi.
x Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki
x Menggali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.
x Membersihkan daerah yang diperbaiki dengan tenaga manusia.
x Menyemprotkan lapis serap ikat(pengikat) prime coat dengan takaran 0,5 lt/m2
x Menebarkan campuran aspal diatas permukaan yang terkena kerusakan hingga rata.
x Melakukan pemadatan dengan baby roller minimum 5 lintasan. f. Metode Perbaikan P6 (Perataan)
Jenis kerusakan:
x Lubang dengan kedalaman <30 mm
x Keriting dengan kedalaman <30 mm
x Alur dengan kedalaman < 30 mm
x Lokai penurunan dengan kedalaman <50 mm
x Jembul dengan kedalaman <50 mm
x Kerusakan tepi Perkerasan jalan Langkah penanganan:
x Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lokasi.
x Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki
x Membersihkan daerah yang diperbaiki dengan tenaga manusia.
x Menyemprotkan lapis serap ikat(pengikat) tack coat dengan takaran 0,5 lt/m2
x Menebarkan campuran aspal diatas permukaan yang terkena kerusakan hingga rata.
x Melakukan pemadatan dengan baby roller minimum 5 lintasan.
2.10 Perencanaan Perkerasan
Pelapisan tambahan dilakukan apabila kondisi perkerasan jalan yang ada sudah dianggap tidak memenuhi standar pelayanan yang diharapkan, baik itu sebelum ataupun setelah mencapai target umur recana. Data-data yang diperlukan pada
commit to user
pelapisan tambahan ini, secara umum sama dengan data-data yang diperlukan untuk perencanaan jalan baru. Namun perlu juga dilakukan survey terhadap kondisi perkerasan jalan yang telah ada sebelumnya. Seperti susunan material perkerasan, tebal masing-masing lapis perkerasan dan penilaian terhadap kondisi lapis permukaan, lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah, sehingga dapat diketahui kekuatan perkerasan jalan yang telah ada. Dengan pemberian lapis tambahan ini, diharapkan tingkat pelayanan jalan dapat ditingkatkan kembali untuk memenuhi syarat standar pelayanan yang direneanakan. Lapis tambahan ini terkadang menjadi sangar penting dikarenakan beberapa sebab, diantaranya : Angka perturnbuhan lalu lintas yang sulit diprediksi secara pasti.
x Beban kendaraan yang melebihi batas normal.
x Faktor pelaksanaan di lapangan.
x Kondisi alam yang berbeda-beda di tiap daerah.
Rumus Pelapisan Tambahan D1 = ¨,73 a1
Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) adalah :
1. Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan mempergunakan pemeriksaan CBR. Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan menggunakan persamaan :
DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR) ... (2.1) dimana :
DDT = nilai daya dukung tanah dasar CBR = nilai CBR tanah dasar
Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan. Umur rencana dalah jumlah wakru dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Pada perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 10 tahun.
2. Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelaksanaan dan selama umur rencana.
commit to user
3. Menentukan faktor regional (FR). Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain :
a. prosentase kendaraan berat,
b. kondisi iklim dan curah hujan setempat, c. kondisi persimpangan yang ramai, d. keadaan medan,
e. kondisi drainase yang ada,
Tabel 2.4 Nilai Faktor Regional (FR)
Kelandaian I ( < 6% ) Kelandaian II ( 6-10% ) Kelandaian III ( > 10% ) % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
< 30% > 30% < 30% > 30% < 30% > 30% Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5 Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5 Sumber : SNI 1732 – 1989 – F
4. Menentukan Lintas Ekuivalen
Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan dalam lintasan sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuivalen yang diperhitungkan hanya untuk lajur tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi.
a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)
Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8, I6 ton (18.000 lb) panda lajur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana.
¦
u u n j j j UR awal C E LHRj LEP 1 UR = umur rencana j = jenis kendaraanC = koefisien distribusi kendaraan E = angka ekivalen
commit to user
Tabel 2.5 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)Lebar Perkerasan (L) Jumlah lajur
Kend. Rungan *) Kend. Berat **) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah L < 5,50 m 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 5,50 m < L < 8,25 m 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475 11,25 m < L < 15,00 m 4 lajur - 0,30 - 0,45 15,00 m < L < 18,75 m 5 lajur - 0,25 - 0,425 18,75 m < L < 22,00 m 6 lajur - 0,20 - 0,40 Sumber : SNI 1732 – 1989 - F
b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)
Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan struktural disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan:
LEA = LEP (1+r) UR dimana :
LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan.
r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana. UR = umur rencana jalan tersebut.
c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET)
Adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. Lintas Ekuivalen Tengah diperoleh dengan persamaan :
2
LEA LEP LET u
d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)
Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana, yang diperoleh dari persamaan :
10
UR LET LER u
commit to user
a. Indeks Permukaan Awal (IPo) adalah indeks permukaan pada awal tahun permulaan, yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan yang akan dipakai.
Tabel 2.6 Indeks Permukaan Awal (IPo)
Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness (mm/km) LATASTON LABUSTAG HRA BURDA BURTU LAPEN LATASBUM BURAS LATASIR JALAN TANAH JALAN KERIKIL >4 3,9-3,5 3,9-3,5 3,4-3,0 3,9-3,5 3,4-3,0 3,9-3,5 3,4-3,0 3,4-3,0 2,9-2,5 2,9-2,5 2,9-2,5 2,9-2,5 <2,4 <2,4 <1000 >1000 <2000 >2000 <2000 >2000 <2000 <2000 <2000 <3000 >3000 Sumber : SNI 1732 – 1989 - F
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) adalah indeks permukaan pada akhir masa pelayanan. Pemilihan IPt menunjukan tingkat kerusakan yang diijinkan/direncanakan pada akhir masa pelayanan. Dalam menentukan IPt, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER) (lihat Tabel 2.7), berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi jalan tersebut. Beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini:
IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang
masih mantap.
IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
commit to user
Tabel 2.7. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)
LER Kualifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol <10 10-100 100-1000 >1000 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 - 1,5 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 2,5 - - - 2,5 Sumber : SNI 1732 – 1989 – F.
6 Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah angka yang berhubungan dengan penentuan tebal minimum tiap lapisan di suatu jalan. Jalan yang memakai perkerasan lentur memiliki 3 lapisan utama yaitu Lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Tiap lapisan memiliki nilai minimum untuk Indeks Tebal Perkerasan yang diambil dari nomogram ITP berdasarkan hubungan DDT, LER dan Faktor Regional dan tabel tiap minimum tebal lapisan menurut MAK.
Tabel 2.8 Penentuan Nomogram ITP :
No Ipt Ipo Nomogram
ITP 1 1 2,4 9 2 1 2,5 - 2,9 8 3 1,5 2,5 -2,9 7 4 1,5 3,5 – 3,9 6 5 1,5 2,5 – 3,9 5 6 2 3,5 – 3,9 4 7 2 4 3 8 2,5 3,5 – 3,9 2 9 2,5 4 1 (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)
commit to user
Gambar 2.23 Nomogram 4 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)
7 Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E) Untuk menghitung angka ekivalen (E) menggunakan :
4 tan ¸¸¹ · ¨¨ © § dar s sumbu beban kendaraan sumbu beban VDF 4 3 , 5 , ¸ ¹ · ¨ ©
§bebansumbutunggal rodatunggal
VDF 4 16 , 8 , ¸ ¹ · ¨ ©
§bebansumbutunggal roda ganda
VDF 4 15 , ¸ ¹ · ¨ ©
§bebansumbu ganda roda ganda
commit to user
4 20 , ¸ ¹ · ¨ ©§bebansumbutriple roda ganda
VDF
Tabel 2.2 Konfigurasi Beban Untuk MST 10 Ton
GOLONGAN KONFIGURASI VDF 6B (trailer 2 sumbu) 1.2H 3.898 7A (trailer 3 sumbu) 1.2.2 3.679 7C1 (trailer 4 sumbu) 1.2+2.2 5.934 7C2 (trailer 5 sumbu) 1.2+2.2.2 6.222 7C3 (trailer 6 sumbu) 1.2.2+2.2.2 6.003
Sumber: Subdit Teknik Jalan, Dit. Bintek
8 Analisa Komponen Perkerasan
Penghitungan ini didistribusikan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka tertentu (umur rencana) dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan rumus:
3 3 2 2 1 1D a D aD a ITP (64) dimana :
a1, a2, a3 : Koefisien relative bahan perkerasan ( SKBI 2.3.26 1987 ) D1, D2, D3 : Tebal masing – masing lapis permukaan
commit to user
2.9 Metode PCI (Pavement Condition Index)Metode PCI (Pavement Condition Index) digunakan untuk mengetahui nilai kondisi lapis permukaan pada suatu ruas jalan yang besarnya dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan yang terjadi. Survei kerusakan dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan. Hasilnya dipergunakan untuk menentukan tingkat kerusakan jalan, jenis pemeliharaan yang akan dilaksanakan, prioritas penanganan serta untuk menentukan besarnya dana yang diperlukan. Pengidentifikasian kerusakan dimaksudkan untuk menentukan jenis-jenis kerusakan, luas kerusakan dan kelas kerusakan.
Cara mengukur luas kerusakan adalah sebagai berikut, daerah yang rusak terlebih dahulu ditandai dengan cat atau kapur untuk menandai batas-batas pengukuran dengan dengan membuat garis segi empat panjang dengan dua sisi segi empat dibuat minimum berjarak 10 cm dari daerah kerusakan. Data-data hasil survei kerusakan perkerasan jalan kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas kerusakan seperti terlihat pada Tabel berikut
a. Deformasi
Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (sesudah pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan penting dari kondisi perkerasan, karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu lintas. Beberapa tipe deformasi perkerasan lentur adalah :
1. Bergelombang (Corrugation)
Bergelombang atau keriting adalah kerusakan oleh akibat terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah perkerasan aspal.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi ditunjukkan dalam tabel 2.9
commit to user
Tabel 2.9 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan bergelombang
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan
M Keriting mengakibatkan agak banyak gangguan kenyamanan kendaraan
H Keriting mengakibatkan banyak gangguan
kenyamanan kendaraan Sumber : Shahin (1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
2. Alur (Rutting)
Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan ke arah memanjang pada lintasan roda kendaraan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi ditunjukkan dalam tabel 2.10
Tabel 2.10 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan alur Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in. (6 – 13 mm) M Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in. (13 – 25,5 mm)
H Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm) Sumber : Shahin (1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
3. Ambles (Depression)
Ambles adalah penurunan perkerasan yng terjadi pada area terbatas yang mungkin dapat diikuti dengan retakan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi ditunjukkan dalam tabel 2.11
Tabel 2.11 tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan Ambles Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman maksimum ambles ½ – 1 in. (13 – 25 mm) M Kedalaman maksimum ambles 1 – 2 in. (25 - 51 mm) H Kedalaman ambles > 2 in. (51 mm)
Sumber : Shahin (1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
4. Sungkur (Shoving)
Sungkur adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu-lintas.