• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI

Oleh:

NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

NI WAYAN NARITA SUGAMA. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM)

Permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup yang diikuti perubahan pola konsumsi masyarakat. Makanan sehat dicirikan dari rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein. Salah satu alternatif terbaik untuk mengantisipasi peningkatan permintaan ikan adalah dengan mengembangkan budidaya ikan. Ikan kerapu (Family Serranidae) merupakan jenis ikan laut yang paling populer dan bernilai tinggi diantara jenis ikan karang di daerah Asia Pasifik karena memiliki rasa yang lezat, tekstur daging yang lembut, dan memiliki kandungan gizi berupa omega-3 yang cukup tinggi. Harga ekspor ikan kerapu per kilogram berkisar Rp 80.000,- sampai Rp 450.000,-. Salah satu kendala dari budidaya ikan kerapu adalah pasokan benih yang biasanya berasal dari tangkapan alam sehingga dari segi jumlah, kualitas dan waktu yang tidak tepat dengan kebutuhan menjadi faktor penghambat dari perkembangan budidaya. Padahal permintaan ikan kerapu untuk pasar Hong Kong saja mencapai 30 ton setiap bulannya, tetapi Indonesia baru dapat memenuhi permintaan tersebut sebanyak 40%

Daerah Bali tepatnya di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng merupakan cikal bakal adanya sebuah Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Pembenihan yang berhasil dikembangkan secara masal baru dimulai pada tahun 1999 oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidya Laut (BBRPBL). Jenis ikan kerapu yang menjadi prioritas utama untuk diusahakan dalam Hatchery Skala Rumah Tangga adalah kerapu bebek (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Epinephelus fuscogutatus) dan kerapu sunu (Plectropomus leopardus). Rendahnya tingkat keberhasilan pembenihan atau survival rate (SR) merupakan masalah yang dihadapi dalam usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery

Skala Rumah Tangga di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Selama ini usaha pembenihan ikan kerapu dalam HSRT satu siklusnya hanya dibenihkan satu jenis ikan kerapu saja. Padahal, menurut riset yang dilakukan oleh BBRPBL tehnik pembenihan antara kerapu yang satu dengan yang lain sama sehingga pembenihan dapat dilakukan bersama-sama untuk ketiga jenis ikan kerapu. Penggabungan pembenihan ketiga jenis ikan kerapu akan memenuhi permintaan pasar. Pembenihan yang dilakukan secara masing-masing akan menurunkan harga benih itu sendiri karena karakteristik pemilik HSRT di daerah tersebut adalah selalu membenihkan jenis kerapu yang sama pada saat musim pembenihan sehingga pada musim panen penawaran benih ikan kerapu jenis tertentu akan meningkat. Berdasarkan gambaran kondisi usaha di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah usaha pembenihan kerapu pada Hatchery Skala Rumah Tangga layak atau tidak jika dilakukan pembenihan secara masing-masing atau gabungan dilihat dari aspek non finansial dan aspek financial kemudian dilihat usaha mana yang paling menguntungkan.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji Keragaan usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala rumah Tangga serta menganalisis kelayakan

(3)

usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala Rumah Tangga dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial; (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha pembenihan ikan kerapu macan, kerapu bebek dan kerapu sunu dalam

Hatchery Skala Rumah Tangga, baik dilakukan pembenihan masing-masing atau penggabungan ketiganya; (3) Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha pembenihan ikan kerapu jika terjadi perubahan variabel tingkat keberhasilan pembenihan atau survival rate (SR), harga jual benih, dan harga beli telur ikan kerapu.

Data yang digunakan dalam penelitan ini berupa data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara dengan pemilik usaha pembenihan ikan kerapu dalam

hatchery skala rumah tangga menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Pengambilan contoh pemilik usaha dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana (simple random sampling) dengan jumlah responden sebanyak 30 orang pemilik dari 224 pemilik HSRT yang tersebar di wilayah Kecamatan Gerokgak. Data sekunder diperoleh dari Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Pusat Riset Kelautan dan Perikanan Jakarta. Dinas Perikanan Propinsi Bali dan Pusat Pelayanan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta.

Data yang didapat kemudian diolah dan dianalisis bersifat kualitatif yang mengkaji aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial dan kuantitatif yang mengkaji aspek finansial usaha pembenihan ikan kerapu dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Selain itu, dilakukan analisis sensitivitas terhadap perubahan harga benih, SR dan harga telur ikan kerapu terhadap kelayakan pembenihan ikan kerapu.

Tahapan pembenihan ikan kerapu dimulai dari penanganan induk. Biasanya ikan kerapu memijah saat bulan mati pada pukul 22.00-24.00. Telur yang telah dipanen dipindahkan ke dalam tangki yang sudah lengkap dengan peralatan aerasi dan sirkulasi air, kemudian kotoran yang tersisa pada telur dibersihkan. Tahapan selanjutnya adalah penanganan larva. Telur yang sudah siap untuk dibiakkan ditebar dalam bak larva dengan kepadatan 10 butir per liter, jadi untuk ukuran bak larva 10 ton ditebar 100.000 butir telur. Pada hari ke-3 larva mulai diberikan pakan. Pergantian air dan penyiponan dasar bak perlu dilakukan. Benih yang siap dipanen dari bak larva sebelum dijual sebaiknya dipindahkan ke dalam bak grading. Biasanya pada tahap ini benih rentan terhadap serangan (Viral Nervous Necrosis) VNN.

Hasil analisis aspek pasar menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan kerapu layak untuk dilaksanakan karena permintaan akan benih ikan kerapu macan, bebek, ataupun sunu masih sangat tinggi di pasaran mengingat kandungan gizi yang tinggi dari ikan kerapu dan sistem pemasaran usaha ini sudah cukup baik. Hasil analisis aspek teknis menunjukkan usaha pembenihan kerapu layak untuk dilaksanakan karena lokasi dan tehnik-tehnik pembenihan yang dipergunakan sangat sesuai untuk menunjang kebutuhan usaha pembenihan ditambah lagi dengan adanya Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol sebagai lembaga pemerintahan yang berperan dalam mengembangkan tehnik budidaya guna meningkatkan hasil pembenihan. Hasil analisis aspek manajemen juga menunjukkan usaha ini layak untuk dilakukan. Struktur organisasi usaha yang sangat sederhana karena pemilik turut ikut terjun langsung kelapangan dan

(4)

hanya dibantu oleh satu sampai dua orang pekerja dengan sistem pembagian kerja yang jelas. Hasil analisis aspek sosial menunjukkan usaha pembenihan kerapu layak untuk dilaksanakan karena akan memperluas lapangan kerja baru bagi masyarakat di Kecamatan Gerokgak.

Berdasarkan hasil analisis finansial diperoleh nilai NPV usaha pembenihan ikan kerapu macan, kerapu bebek, kerapu sunu, dan gabungan ketiganya

berturut-turut sebesar Rp 330.405.688,-; Rp 448.428.815,-; Rp 206.600.377,-; Rp 505.215.763,- yang menunjukkan keuntungan yang diperoleh selama 10 tahun.

Nilai IRR secara berturut sebesar 72 persen, 96 persen, 46 persen, dan 98 persen. Nilai Net B/C berturut-turut sebesar 3,179; 4,867; 2,431 dan 4,971 yang artinya setiap Rp 1,- yang dikeluarkan menghasilkan manfaat bersih sebesar nilai tersebut. Kemudian Payback Period berturut- turut selama 3 tahun, 2 tahun 2,9 bulan, 3 tahun 3,36 bulan dan 2 tahun 0,1 bulan. Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka usaha pembenihan ikan kerapu secara masing-masing dan gabungan layak untuk dilaksanakan. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa usaha pembenihan secara gabungan merupakan usaha yang paling layak,diikuti usaha pembenihan kerapu bebek, pembenihan kerapu macan, dan pembenihan kerapu sunu.

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, diperoleh bahwa usaha pembenihan ikan kerapu macan paling sensitif dan tidak layak dijalankan jika terjadi penurunan harga benih, dikuti dengan pembenihan gabungan, pembenihan kerapu bebek, dan pembenihan kerapu sunu tetapi usaha masih layak untuk dijalankan. Jika terjadi penurunan SR, usaha pembenihan kerapu sunu dan kerapu macan merupakan usaha yang paling sensitif dan tidak layak untuk dijalankan diikuti pembenihan kerapu gabungan dan kerapu bebek tetapi masih layak untuk dijalankan. Jika terjadi kenaikan harga telur, usaha pembenihan kerapu sunu merupakan usaha yang paling sensitif diikuti pembenihan kerapu macan, pembenihan kerapu bebek, pembenihan gabungan tetapi usaha masih tetap layak untuk dijalankan. Dari hasil di atas maka usaha pembenihan ikan kerapu macan dapat dikatakan usaha yang paling sensitif, diikuti dengan usaha pembenihan gabungan, usaha pembenihan kerapu sunu, dan pembenihan ikan kerapu bebek.

(5)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI

Oleh :

NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali

Nama : Ni Wayan Narita Sugama NRP : A14104079

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Anita Ristianingrum, M.Si NIP. 132 046 437

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2008

Ni Wayan Narita Sugama A14104079

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Maret 1986 sebagai anak pertama dari pasangan Prof. Dr. Ir. Ketut Sugama, MS.c dan Dra. Isti Koesharyani.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar selama 6 tahun di SD LAB STKIP Singaraja, Bali. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 1 Singaraja, Bali. Tiga tahun setelah itu, penulis diterima sebagai siswa di SMU Negeri 28 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.

Selama kuliah, penulis aktif dalam keorganisasian mahasiswa, yaitu menjadi anggota himpunan mahasiswa peminat ilmu-ilmu sosial ekonomi pertanian sebagai staf PSDM pada kepengurusan 2006/2007 dan sebagai staf Hublu pada kepengurusan 2007/2008. kemudian penulis juga menjadi anggota Perkumpulan Mahasiswa Hindu (KMHD) IPB. Keanggotaan di organisasi ekstra kampus yang pernah diikuti penulis diantaranya adalah OMDA BALI.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap langkah selalu dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.

Skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali” bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala Rumah Tangga dilihat dari aspek finansial dan non finansial. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Penulis telah mencoba menyusun skripsi ini dengan sebaik mungkin. Namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2008

Ni Wayan Narita Sugama A14104079

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali ini tidak terlepas dari bantuan seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama atas masukan yang diberikan.

3. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji komdik atas arahan yang diberikan. 4. Papa, Mama, dan adikku Ryoko tercinta atas doa, dukungan, kasih sayang dan

dorongan sebesar-besarnya kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Seluruh staf dan pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas bimbingan dan bantuannya selama 4 tahun ini.

6. Tante Mami, Tante Yanti, Om Ujud, terima kasih telah bersedia menjadi sumber informasi selama penelitian.

7. Seluruf Staf dan Peneliti di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Singaraja, Bali.

(11)

9. Putu Eka Sudaryatma atas doa, kasih sayang, perhatian, waktu, dan kesabaran kepada penulis.

10.Adisti, Fandy, Remmy, Tifa, Wanti, Yulita atas tawa dan tangis yang pernah dilalui bersama penulis. Semoga persahabatan kita tetap abadi untuk selamanya.

11.Okky, Ika, Bagas, Esti atas semua masukan yang senantiasa mendewasakan penulis.

12.Teman-teman seperjuangan: Wanti, Dika, Chika, Aries, Triyadi atas dorongan dan semangatnya.

13.Cahyo, Mamieq, Nunik, Aliy, Yoga dan seluruh teman-teman AGB’41 lainnya, AGB’40 dan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 14 1.4 Manfaat Penelitian ... 15 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ikan Kerapu ... .. 16

2.2 Biologi Ikan Kerapu ... 19

2.2.1 Taksonomi ... 19

2.2.2 Ciri-Ciri Morfologi Ikan Kerapu ... 20

2.3 Tahapan Pembenihan Ikan Kerapu ... 21

2.4 Kiat-Kiat dalam Pembenihan Kerapu ... 22

2.5 Penelitian Terdahulu ... 25

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 29

3.2 Teori Biaya Dan Manfaat ... 32

3.3 Proyeksi Cashflow ... 33

3.4 Analisis Finansial ... 33

3.5 Analisis Sensitivitas ... 34

3.6 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 39

4.3 Pengolahan Data... 40

4.4 Analisis Kelayakan Finansial ... 40

4.4.1 Net Present Value ... 40

4.4.2 Internal Rate Of Return ... 42

4.2.3 Net Benefit Cost Ratio ... 42

4.4.4 Payback Period ... 43

4.5 Analisis Sensitivitas ... 44

V GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1 Karakteristik Wilayah Penelitian ... 46

5.2 Karakteristik Penduduk Kecamatan Gerokgak ... 47

5.3 Karakteristik Responden ... 47 5.4 Keragaan Pembenihan Ikan kerapu pada Hatchery Skala

(13)

Rumah Tangga di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng,

Bali ... 49

5.4.1 Sistem Pemeliharaan Larva ... 49

5.4.2 Pergantian Air dan Penyiponan Dasar Bak ... 51

5.4.3 Pemeliharaan Juvenil ... 52

5.4.4 Pemasaran ... 52

VI ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar ... 54

6.1.1 Permintaan dan Penawaran ... 54

6.1.2 Pemasaran ... 57

6.2 Aspek Teknis ... 59

6.2.1 Lokasi Usaha ... 60

6.2.2 Sarana dan Prasarana Pembenihan ... 63

6.2.3 Teknis Kultur Pakan Alami ... 66

6.3 Aspek Manajemen ... 72

6.4 Aspek Sosial ... 73

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL 7.1 Identifikasi Biaya dan Manfaat ... 81

7.1.1 Biaya ... 81

7.1.2 Manfaat ... 84

7.2 Analisis Kelayakan Finansial ... 85

7.3 Analisis Sensitivitas ... 88

7.3.1 Sensitivitas Pembenihan Ikan Kerapu Macan ... 89

7.3.2 Sensitivitas Pembenihan Ikan Kerapu Bebek ... 93

7.3.3 Sensitivitas Pembenihan Ikan Kerapu Sunu ... 97

7.3.4 Sensitivitas Pembenihan Gabungan Ikan Kerapu Macan, Kerapu Bebek, dan Kerapu Sunu ... 101

VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 107

8.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1 Perkembangan Produksi Perikanan Menurut Jenis Budidaya Tahun

2001-2005 ... 2

2 Potensi Lahan Budidaya Laut ... 4

3 Komoditas Ikan Laut Utama Yang Dibudidayakan Di Asia ... 5

4 Kandungan Omega-3 pada Beberapa Jenis Ikan ... 6

5 Kebutuhan Benih Ikan Kerapu di Indonesia ... 9

6 Daftar Harga Benih ... 12

7 Komposisi Penduduk Kecamatan Gerokgak Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 ... 47

8 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 48

9 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 49

10 Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Menggeluti Usaha Pembenihan Ikan Kerapu ... 49

11 Pola Pemberian Pakan Pada Pemeliharaan Larva Kerapu ... 51

12 Benih Ikan Kerapu Yang Dikirim Melalui Bandara Ngurah Rai (dalam ekor) ... 56

13 Biaya Investasi Usaha Pembenihan Ikan Kerapu... 82

14 Rincian Biaya Variabel Usaha Pembenihan Ikan Kerapu... 84

15 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Kerapu Macan, Kerapu Bebek, Kerapu Sunu dan Gabungan ketiganya ... 86

16 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Benih Kerapu Macan Sebesar 40 % ... 89

17 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Tingkat Keberhasilan Pembenihan Kerapu macan Sebesar 5% ... 90

(15)

18 Hasil Perhitungan Sensitivitas Terhadap Peningkatan Harga Telur

Kerapu Macan Sebesar 100% ... 92 19 Perbandingan Hasil Perhitungan Sensitivitas Pembenihan Kerapu

Macan ... 93 20 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga

Benih Kerapu Bebek Sebesar 30% ... 93 21 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Tingkat Keberhasilan Pembenihan Kerapu Bebek Menjadi Sebesar 3% ... 94 22 Hasil Perhitungan Sensitivitas Terhadap Peningkatan Harga Telur

Kerapu Bebek Sebesar 75% ... 95 23 Perbandingan Hasil Perhitungan Sensitivitas Pembenihan Kerapu

Bebek... 96 24 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga

Benih Kerapu Sunu Sebesar 15% ... 97 25 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Tingkat Keberhasilan Pembenihan Kerapu Sunu Menjadi Sebesar 1% ... 98 26 Hasil Perhitungan Sensitivitas Terhadap Peningkatan Harga Telur

Kerapu Sunu Sebesar 100% ... 99 27 Perbandingan Hasil Perhitungan Sensitivitas Pembenihan Kerapu

Sunu ... 100 28 Hasil Analisis Sensitivitas Penurunan Harga Benih Ikan Kerapu

Macan, Kerapu Bebek, dan Kerapu Sunu ... 101 29 Hasil Analisis Sensitivitas Penurunan SR Pada Usaha Pembenihan

Gabungan Ikan Kerapu Macan, Kerapu Bebek, dan Kerapu Sunu ... 102 30 Hasil Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Telur Pada Usaha

Pembenihan Gabungan Ikan Kerapu Macan, Kerapu Bebek,

dan Kerapu Sunu ... 104 31 Perbandingan Hasil Perhitungan Sensitivitas Pembenihan Gabungan Ikan Kerapu Macan, Kerapu Bebek, dan Kerapu Sunu ... 105

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kerangka Pemikiran Konseptual... 38 2 Alur Pemasaran Benih Kerapu ... 58 3 Struktur Organisasi HSRT ... 73

(17)

Nomor Halaman

1 Rencana Pembenihan ... 113

2 Estimasi Penerimaan ... 114

3 Nilai Sisa ... 115

4 Rincian Biaya Operasional Kerapu Macan ... 116

5 Rincian Biaya Operasional Kerapu Bebek ... 117

6 Rincian Biaya Operasional Kerapu Sunu ... 118

7 Rincian Biaya Operasional Pembenihan Gabungan ... 119

8 Cash Flow Usaha Pembenihan Kerapu Macan ... 121

9 Cash Flow Usaha Pembenihan Kerapu Bebek... 122

10 Cash Flow Usaha Pembenihan Kerapu Sunu... 123

11 Cash Flow Usaha Pembenihan Gabungan ... 124

12 Laporan Laba Rugi Usaha Pembenihan Kerapu Macan ... 125

13 Laporan Laba Rugi Usaha Pembenihan Kerapu Bebek ... 126

14 Laporan Laba Rugi Usaha Pembenihan Kerapu Sunu ... 127

15 Laporan Laba Rugi Usaha Pembenihan Gabungan ... 128

16 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Harga Benih Kerapu Macan 40 persen ... 129

17 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Survival Rate Kerapu Macan Menjadi 5 persen ... 130

18 Cash Flow Sensitivitas Kenaikan Harga Telur Kerapu Macan 100 persen ... 131

19 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Harga Benih Kerapu Bebek 30 persen ... 132

20 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Survival Rate Pembenihan Kerapu Bebek Menjadi 3 persen ... 133 21 Cash Flow Sensitivitas Kenaikan Harga Telur Kerapu

(18)

Bebek 75 persen ... 134 22 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Harga Benih Kerapu

Sunu 15 persen ... 135 23 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Survival Rate Kerapu Sunu

Menjadi 1 persen ... 136 24 Cash Flow Sensitivitas Kenaikan Harga Telur Kerapu

Sunu 100 persen ... 137 25 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Harga Benih Pembenihan

Gabungan ... 138 26 Cash Flow Sensitivitas Penurunan Survival Rate Pembenihan

Gabungan ... 139 27 Cash Flow Sensitivitas Kenaikan Harga Telur Pembenihan

Gabungan ... 140 28 Foto-Foto Penelitian ... 141

(19)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia memiliki 17.508 pulau dan laut sekitar 5,8 juta km2 dengan bentangan pantai sepanjang 81.000 km. Beragam jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, tuna atau cakalang, ubur-ubur, kepiting, ikan hias, kerang-kerangan, termasuk mutiara, dan rumput laut sangat mudah didapat. Karena kondisi perairan yang beriklim tropis, kegiatan budidaya ikan di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun (Direktorat Jendral Perikanan 1999).

Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranan tersebut terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan peningkatan taraf hidup pada umumnya nelayan kecil, pembudidaya ikan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumberdaya ikan.

Permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup yang diikuti perubahan pola konsumsi masyarakat. Peningkatan kualitas hidup tersebut menyebabkan bergesernya pola konsumsi makanan ke jenis makanan sehat. Makanan sehat dicirikan dari rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein salah satunya adalah ikan (Akbar 2002). Lonjakan permintaan ikan tersebut tidak akan dapat terpenuhi kalau hanya mengandalkan hasil tangkapan alam. Salah satu alternatif terbaik untuk mengantisipasi peningkatan permintaan ikan adalah dengan mengembangkan budidaya ikan.

(20)

Tabel 1 Perkembangan Produksi Perikanan Menurut Jenis Budidaya Tahun 2001-2005 Jenis Budidaya 2001 2002 2003 2004 2005 Kenaikan / Tahun (%) Budidaya Laut 221.010 234.859 249.242 420.919 890.074 48,18 Budidaya Tambak 454.710 473.128 501.977 559.612 643.975 9,18 Budidaya Kolam 222.790 254.625 281.262 286.182 331.962 10,62 Budidaya Keramba 39.340 40.742 40.304 53.694 67.889 15,54 Budidaya Jaring Apung 40.710 47.172 57.628 62.371 109.421 30,43 Budidaya Sawah 98.190 86.627 93.779 85.832 120.353 7,06 Jumlah 1.076.750 1.137.153 1.224.192 1.468.610 2.163.674 20,14 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan

Budidaya Jakarta Tahun 2006.

Budidaya perikanan merupakan pilihan pengembangan sumberdaya perikanan sebagai pendukung untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun non konsumsi masyarakat. Kegiatan budidaya perikanan dapat dibedakan menurut jenis budidaya yang dilakukan. Jenis kegiatan budidaya perikanan adalah budidaya laut, budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya jaring apung, dan budidaya sawah. Perkembangan produksi perikanan menurut jenis budidaya mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 20,14 persen per tahun. Budidaya laut mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi sebesar 48,18 persen per tahun. Hal ini didukung oleh luas perairan Indonesia yang mencapai 5,8 juta Km2 (Direktorat Jendral Perikanan 2006). Kemudian diikuti oleh budidaya jaring apung, budidaya keramba, budidaya kolam, budidaya tambak, dan budidaya sawah. Perkembangan produksi perikanan Indonesia menurut jenis budidaya tahun 2001 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.

(21)

Indonesia mempunyai potensi untuk pengembangan budidaya laut yang cukup besar, walau tidak seragam dan tidak merata di seluruh propinsi. Kawasan barat perairan pantai Indonesia memiliki curah hujan tinggi dan banyak terdapat muara sungai besar yang berpotensi membawa muatan suspensi, sehingga substrat dasar perairan menjadi berlumpur, serta dasar laut yang landai berupa paparan, mempunyai potensi untuk pengembangan budidaya kerapu, kakap putih dan kekerangan. Pada kawasan perairan timur Indonesia, terutama Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua banyak terumbu karang dengan perairan yang jernih, sehingga potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut, abalone, ikan karang, dan kerang mutiara. Kawasan perairan di daerah Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku, dimana lahan perairannya bersubstrat pasir dan berlumpur, serta tidak ada muara sungai besar, sangat potensial untuk budidaya rumput laut dan teripang.

Berdasarkan hasil survey Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Tahun 2004, Indonesia diperkirakan mempunyai potensi indikatif sebesar 8,4 juta ha perairan laut, dimana 3,8 juta ha merupakan potensi efektif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan budidaya laut, yang terdiri dari 775 ribu ha untuk pengembangan keramba jaring apung (KJA) ikan, lobster atau abalone, 37,2 ribu ha untuk pengembangan keramba tancap ikan, 769,5 ribu ha untuk pengembangan budidaya rumput laut, 4,7 juta ha untuk pengembangan budidaya kekerangan, 174,6 ribu ha untuk pengembangan budidaya teripang dan 1,9 juta ha untuk pengembangan budidaya tiram mutiara. Potensi lahan budidaya laut dapat dilihat pada Tabel 2.

(22)

Tabel 2 Potensi Lahan Budidaya Laut 2004

No Komoditas Potensi (ha)

Indikatif Efektif 1 Ikan 812.000 8.000 2 Rumput Laut 770.000 385.000 3 Kerang-kerangan 4.720.000 2.350.000 4 Teripang 175.000 88.000 5 Mutiara 1.890.000 945.000 Total 8.367.000 3.776.000

Sumber: Master Plan Budidaya Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004

Indonesia sebagai negara maritim mempunyai potensi hasil perikanan laut yang besar. Perhatian pemerintah dalam sektor perikanan laut semakin besar dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan dan pemeliharaan potensi perikanan laut semaksimal mungkin sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dan dapat mempertinggi pemasukan devisa negara. Salah satu strategi pemanfaatan dan pelestarian potensi sumberdaya laut adalah pembenihan dan budidaya ikan kerapu (Darwisito, 2002).

Ikan kerapu (Family Serranidae) merupakan jenis ikan yang paling populer dan bernilai tinggi diantara jenis ikan karang di daerah Asia Pasifik. Ikan kerapu umumnya tumbuh cepat, kuat, dan cocok untuk budidaya intensif dan mempunyai kekhasan dalam pasca panen serta penyajiannya dalam konsumsi. Permintaan jenis ikan kerapu yang cukup tinggi disebabkan mempunyai keunikan dalam cara memasak dan menyajikannya serta sediaan di alam sangat langka. Biasanya ikan kerapu hidup pada kedalaman 20-80 m di bawah permukaan laut (SEAFDEC 2001).

Kerapu merupakan salah satu prioritas komoditas laut yang diunggulkan. Menurut data perikanan FAO (2004) menunjukkan bahwa terdapat 13 komoditas

(23)

ikan laut utama yang dibudidayakan di Asia, ikan kerapu termasuk di dalamnya. Dalam kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahun 1985 hingga 2004, produksi ikan kerapu meningkat sebanyak 3 persen. Jika dibandingkan dengan ikan bandeng dan ikan makarel yang pada tahun 1985 produksinya berturut-turut adalah 53,5 persen dan 30,8 persen pada tahun 2004 menurun menjadi 31,9 persen dan 10,5 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komoditas Ikan Laut Utama yang Dibudidayakan di Asia

Spesies 1985 2004 Jumlah (Kg) Persentase (%) Jumlah (Kg) Persentase (%) Kerapu 1.320 0,3 57.995 3,6 Kakap putih 1.971 0,4 134.874 8,4 Kakap merah 29.173 5,7 164.898 10,2 Kakap 34 0,0 4.343 0,3 Tilapia 16.682 3,3 45.469 2,8 Bandeng 274.451 53,5 514.656 31,9 Belanak 4.284 0,8 16. 574 1,0 Makarel 157.781 30,8 168.738 10,5 Salmon 6.990 1,4 11.257 0,7 Pipih 1.572 0,3 102.700 6,4 Buntal 750 0,1 19.190 1,2 Cobia 0 0,0 20.461 1,3 Lain-lain 17.859 3,5 351.179 21,8 Jumlah 512. 867 100 1.612.294 100 Sumber: FAO (2004)

Ikan kerapu sangat penting karena nilai ekonomis ikan kerapu yang tinggi. Harga ekspor per kilogram pada bulan februari 2008 untuk jenis kerapu bebek

(24)

(Cromileptes altivelis) berkisar Rp 300.000,- sampai Rp 450.000,-, kerapu sunu (Plectropomus leopardus) berkisar Rp 180.000,- sampai Rp 250.000,-, dan kerapu macan (Epinephelus fuscogutatus) berkisar antara Rp 80.000,- sampai Rp 130.000,-. Selain harga ikan kerapu yang tinggi di pasaran, ikan kerapu juga memiliki rasa yang lezat, tekstur daging yang lembut, dan memiliki kandungan gizi berupa omega 3 yang cukup tinggi (Tabel 4).1

Tabel 4 Kandungan Omega-3 pada Beberapa Jenis Ikan

Ikan

Kandungan Omega-3 (Gram per 100 gram ikan)

Inggris Indonesia

Sardines Lemuru, Tembang, 3,90

Mackerel Japuh 3,60

Grouper Kerapu 3,00

Rabbit fish Baronang 2,50

Red Snapper Kakap merah 2,50

Sea Bass Kakap hitam 0,55

Milk fish Bandeng 0,55

Tuna Tuna 0,20

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008

Berdasarkan data hasil survey Direktorat Jendral Perikanan terdapat 20 jenis kerapu dan hanya 12 diantaranya yang memiliki nilai komersial. Ikan kerapu yang hidup dan berkembang di perairan Indonesia sangat terbatas, diantaranya adalah kerapu bebek, kerapu macan, kerapu sunu, kerapu lumpur, kerapu batu dan lain-lain. Selain untuk mendukung keberhasilan Protekan (Program Peningkatan

1 Wawancara dengan Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan Dan Perikanan

(25)

Ekspor Hasil Perikanan) yang telah dicanangkan pemerintah, budidaya kerapu sekaligus merupakan salah satu upaya pelestarian lingkungan dengan menghindari pengerusakan terumbu karang sebagai habitat hidup ikan kerapu. Hancurnya terumbu karang di Indonesia antara lain disebabkan oleh penangkapan ikan kerapu dan ikan karang lainnya dengan cara menggunakan sianida dan bahan peledak.

Salah satu kendala dari budidaya kerapu adalah pasokan benih yang biasanya berasal dari tangkapan alam sehingga dari segi jumlah, kualitas dan waktu yang tidak tepat dengan kebutuhan menjadi faktor penghambat dari perkembangan budidaya. Tetapi saat ini hal tersebut sudah dapat diatasi karena benih kerapu telah dapat dipasok dari hasil pembenihan yang telah banyak dilakukan oleh petani Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) yang banyak terdapat di sekitar Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) – Gondol, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali (Sugama et.al 2001; Sutarmat et al 2002; 2003). Daerah tersebut ditunjuk pemerintah melalui BBRPBL - Gondol sebagai sentra budidaya ikan laut yang salah satunya adalah ikan kerapu.

Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL)-Gondol pembenihan kerapu telah dirintis sejak tahun 1994, kegiatan ini mulai diaplikasikan kepada masyarakat khususnya HRST di sekitar Gondol pada tahun 1999. Sebelumnya masyarakat di daerah tersebut memproduksi benih bandeng, tetapi seiring berjalannya waktu dan kemudahan memproduksi benih bandeng mengakibatkan harga benih turun hingga 75 persen. Harga benih bandeng pernah mencapai Rp 18,- per ekornya (Ismi, 2005). Sejak saat itu petani tidak hanya

(26)

memproduksi benih bandeng namun juga dapat memproduksi benih kerapu sehingga pasokan benih dalam jumlah yang cukup dengan ukuran yang seragam sudah mulai dapat terpenuhi. Dari HSRT pasokan benih dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa tergantung musim sehingga kebutuhan benih yang selama ini menjadi kendala bagi budidaya karamba jaring apung dapat ditanggulangi.

Pemasaran benih kerapu hampir ke seluruh wilayah Indonesia bahkan sebagian diekspor ke Malaysia, Singapura, Taiwan, Vietnam, Philipina, Hongkong, dan Cina. Pemasaran dalam negeri meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Bengkulu, Riau, Bangka, Banjarmasin, Balikpapan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Irian Jaya, NTB, NTT. Harga lokal benih di Bali tergantung musim dan jenis dimana harganya berfluktuasi antara Rp 300,-hingga Rp1.500,- per cm dari panjang total ikan.

Seluruh tehnik yang dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL)-Gondol telah ditransfer kepada pembenih kerapu dalam HSRT dalam memberikan kontribusi untuk mendapat keuntungan, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan untuk diekspor sehingga usaha ini memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Untuk itu perlu dilakukan suatu studi kelayakan dari usaha budidaya pembenihan ikan kerapu dalam HSRT agar para pembenih dapat meningkatkan kualitas dan performa HSRT sesuai dengan aspek-aspek non finansial dan finansial yang telah dikembangkan oleh BBRPBL Gondol.

(27)

Ikan kerapu pada umumnya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena memiliki rasa yang enak dan kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Kerapu juga mempunyai pasar yang baik terutama di negara Asean, Hongkong, Taiwan. Untuk Hongkong saja permintaan akan ikan kerapu hidup setiap bulan dari Indonesia mencapai 30 ton, sementara kemampuan Indonesia untuk mengeksport ikan kerapu sekitar 40 persen (Dinas Kelautan dan Perikanan pulau Bintan). Permintaan kerapu yang cukup tinggi dan tidak dapat dipenuhi dengan penangkapan dari alam, maka petani di beberapa daerah perairan di Indonesia mulai memelihara dalam karamba jaring apung dan tambak. Salah satu kendala dari budidaya kerapu adalah pasokan benih yang biasanya berasal dari tangkapan alam sehingga dari segi jumlah, kualitas dan waktu yang tidak tepat dengan kebutuhan menjadi faktor penghambat dari perkembangan budidaya. Pada Tabel 5 dapat dilihat permintaan ikan kerapu untuk pasar lokal dan ekspor. Kebutuhan benih pada tahun 2005 mencai 18.460.000 benih dan baru terpenuhi 10.800.000 benih sehingga belum dapat memenuhi permintaan pasar ikan kerapu. Begitu juga untuk permintaan benih pada tahun 2006 masih kurang sekitar 8. 510.000 benih dan pada tahun 2007 kurang sekitar 10.220.000 benih.

Tabel 5 Kebutuhan Benih Ikan Kerapu di Indonesia

Parameter Tahun 2005 2006 2007 Permintaan ikan kerapu (ton) 7.200 8.000 9.600 - Lokal 2.880 3.200 3.360 - Ekspor 4.320 4.800 6.340 Kebutuhan benih (x1000 ekor) 18.460 20.510 24.620 Ketersediaan benih (x1000 ekor) 10.800 12.000 14.400

(28)

Bali tepatnya di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng merupakan cikal bakal adanya sebuah Hatchery Skala Rumah Tangga. Pembenihan yang berhasil dikembangkan secara masal baru dimulai pada tahun 1999 oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidya Laut (BBRPBL) Gondol yang bekerjasama dengan Japan International Coorporation Agency (JICA). Jenis ikan kerapu yang menjadi prioritas utama untuk diusahakan dalam Hatchery Skala Rumah Tangga adalah kerapu bebek (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Epinephelus fuscogutatus) dan kerapu sunu (Plectropomus leopardus). Penduduk di daerah tersebut mulai mencoba untuk mengusahakan pembenihan ikan kerapu melihat tingginya permintaan akan benih ikan kerapu untuk dibudidayakan guna memenuhi pasar lokal dan ekspor.

Hatchery Skala Rumah Tangga (HRST) adalah pembenihan yang diusahakan secara sederhana dan biasanya dalam skala kecil dimana pada pengusahaannya tidak menyertakan pemeliharaan induk, jadi hanya memperoleh telur secukupnya sesuai kebutuhan yang dibeli dari Hatchery lengkap yang memelihara induk. Sebaiknya Hatchery skala rumah tangga diusahakan dekat dengan Hatchery lengkap sebagai sumber telur atau telur masih bisa diusahakan dari lain daerah asal transportasi tidak menjadi kendala. Untuk memudahkan pelaksanaan operasional, lokasi Hatchery yang dipilih adalah lahan di dekat laut atau lahan yang masih terjangkau suplai air langsung dari laut karena pembenihan ikan laut memerlukan air dalam jumlah yang banyak dan terus menerus (Slamet, 2003).

Budidaya ikan kerapu sunu masih mengandalkan pasok benih dari alam, padahal keberadaannya tergantung musim. Kerapu sunu belum banyak

(29)

dikembangkan karena memiliki banyak kelemahan yaitu tingkat keberhasilan benih yang sangat minim yaitu sebesar 2% jika dibandingkan dengan kerapu macan sebesar 10% dan kerapu bebek sebesar 5%. Adopsi teknik budidaya pembenihan kerapu bebek dan kerapu macan merupakan pengembangan teknologi, hal ini sedang dikembangkan pada pembenihan kerapu sunu. Sintasan yang rendah pada larva kerapu merupakan satu kelemahan yang mendasar yang menjadikan harga benih kerapu sunu menjadi mahal.

Masalah yang dihadapi dalam usaha pembenihan ikan kerapu dalam

Hatchery Skala Rumah Tangga di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng adalah perbedaan karakteristik berupa tingkat keberhasilan atau survival rate (SR) yang dimiliki oleh ketiga spesies kerapu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya SR diantaranya adalah buruknya kualitas larva yang baru menetas, larva mati terapung pada permukaan air, larva mati di dasar bak, kekurangan nutrisi, duri sirip yang memanjang, dan serangan virus VNN (Viral Nervous Necrosis).

Selama ini usaha pembenihan ikan kerapu dalam HSRT satu siklusnya hanya dibenihkan satu jenis ikan kerapu saja. Padahal, menurut Balai Besar Budidaya laut Gondol tehnik pembenihan antara kerapu yang satu dengan yang lain sama sehingga pembenihan dapat dilakukan bersama-sama untuk ketiga jenis ikan kerapu. Penggabungan yang dimaksud adalah dalam satu siklus pembenihan di dalam sebuah HSRT dibenihkan ketiga jenis kerapu secara bersamaan tetapi dilakukan dalam bak terpisah. Penggabungan pembenihan ketiga jenis ikan kerapu akan memenuhi permintaan pasar. Pembenihan yang dilakukan secara masing-masing akan menurunkan harga benih itu sendiri karena karakteristik pemilik

(30)

HSRT di daerah tersebut adalah selalu membenihkan jenis kerapu yang sama pada saat musim pembenihan sehingga pada musim panen penawaran benih ikan kerapu jenis tertentu akan meningkat. Harga jual benih tertinggi dan terendah untuk ketiga jenis kerapu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Daftar Harga Benih Ikan Kerapu di Kecamatan Gerokgak Tahun 2006

Spesies Ukuran (cm) Harga (Rp)

Kerapu Macan 2,7-3 cm 600 - 1.000

Kerapu Bebek 2,7-3 cm 1.800 - 2.700

Kerapu Sunu 2,7-3 cm 3.750 - 4.500

Sumber: Ismi (2006)

Selain itu, pengusahaan pembenihan ikan kerapu membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Diperlukan biaya yang cukup besar terutama biaya pembuatan bak untuk mempersiapkan dan melaksanakan usaha ini. Meskipun benih ikan kerapu memiliki harga jual yang tinggi, tetapi tingkat keberhasilan ikan kerapu sangat minim karena tergolong ikan yang sulit dibudidayakan sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. Besar kecilnya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan skala usaha yang dilakukan dan tingkat pendapatan atau keuntungan yang ingin diperoleh. Usaha pembenihan ikan kerapu dalam HSRT adalah usaha kecil yang sudah berkembang sejak tahun 1999 di daerah Gerokgak, tetapi sampai saat ini belum dianalisis kelayakannya, baik secara finansial maupun non finansial, padahal usaha tersebut memiliki potensi yang besar karena ikan kerapu memiliki kesempatan ekspor yang besar ditambah lagi tingginya kandungan gizi berupa omega-3 yang dimiliki oleh ikan kerapu sehingga untuk pengembangan perlu dilakukan analisis kelayakan.

(31)

Berdasarkan gambaran kondisi usaha di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah usaha pembenihan kerapu pada Hatchery Skala Rumah Tangga layak jika pembenihan dilakukan secara gabungan atau masing-masing dilihat dari aspek non finansial dan aspek finansial. Untuk mengetahui informasi kelayakan usaha dari masing-masing atau penggabungan pembenihan tiga jenis kerapu tersebut diperlukan analisis berbagai aspek seperti aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial.

Tingkat keberhasilan atau survival rate (SR) benih yang berfluktuasi dan merupakan masalah mendasar, harga jual benih yang tidak stabil karena karakteristik pemilik HSRT yang membenihkan jenis ikan kerapu yang sama di musim yang sama sehingga penawaran benih ikan kerapu meningkat yang menyebabkan turunnya harga benih ikan kerapu di daerah tersebut, dan harga telur yang cenderung meningkat karena kelangkaan persediaan telur sebagai bahan baku pembenihan. Untuk itu, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas terhadap penurunan tingkat keberhasilan atau survival rate (SR), penurunan harga benih dan peningkatan harga telur ikan kerapu.

Untuk melakukan analisis finansial diperlukan perhitungan tentang manfaat dan biaya. Dari perhitungan manfaat dan biaya ini dapat diketahui apakah usaha pembenihan tiga jenis kerapu, baik pembenihan yang dilakukan secara masing-masing ataupun gabungan tersebut layak untuk terus dikembangkan atau tidak, kemudian dipilih usaha mana yang lebih menguntungkan. Selain itu, dapat pula diketahui berapa waktu yang diperlukan untuk pengembalian investasi (payback period).

(32)

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka beberapa masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tehnik budidaya pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala Rumah Tangga?

2. Bagaimana kelayakan usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery

Skala Rumah Tangga bila dilakukan pembenihan masing-masing jenis kerapu dan jika digabungkan ketiganya?

3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) dari usaha pembenihan ikan kerapu apabila terjadi perubahan harga benih, perubahan tingkat survival rate dan perubahan harga telur?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji Keragaan usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala rumah Tangga serta menganalisis kelayakan usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala Rumah Tangga dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha pembenihan ikan kerapu macan, kerapu bebek dan kerapu sunu dalam Hatchery Skala Rumah Tangga, baik dilakukan pembenihan masing-masing atau penggabungan ketiganya. 3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha pembenihan ikan kerapu jika

terjadi perubahan variabel tingkat keberhasilan pembenihan atau survival rate (SR), harga jual benih, dan harga beli telur ikan kerapu.

(33)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Para petani yang mengusahakan pembenihan kerapu dalam Hatchery

Skala Rumah Tangga, sebagai bahan pertimbangan dalam perluasan usaha selanjutnya

2. Pemerintah, sebagai masukan untuk lebih mengembangkan tehnik budidaya pembenihan ikan kerapu guna meningkatka tingkat keberhasilan pembenihan atau survival rate (SR).

3. Calon investor, sebagai informasi dan pertimbangan sebelum menanamkan modal pada usaha budidaya ikan kerapu.

4. Penelitian kelayakan usaha ikan kerapu berikutnya, khususnya mengenai budidaya pembesaran ikan kerapu.

(34)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Ikan Kerapu

Keberadaan ikan kerapu sangat luas di dunia meliputi Perairan Jepang, Pulau, Guam, New Caledonia, Queensland, Australia dan lautan India Timur dari Nicobar hingga Broome, Australia Barat (Heemstra dan Randall 1993, dalam

Sutarmat et al. 2003). Di Indonesia kerapu dapat dijumpai di Perairan Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepulauan Riau, Pulau Seribu, Kepaluan Karimun Jawa, Madura, Kalimantan dan Nusa Tenggara (Evalawati et al. 2001, dalam Sutarmat

et al. 2003 ).

Kerapu dapat berkembang biak pada terumbu karang hidup maupun yang mati atau perairan karang berdebu dan tide pools (Heemstra dan Randall 1993,

dalam Sutarmat et al. 2003). Ikan kerapu muda dapat ditemukan pada kedalaman antara 0,5 sampai 3 meter dan yang dewasa pada kedalaman 40 sampai 60 meter. Induk ikan kerapu didapat dari penangkapan di alam (kerapu sunu) dan dibeli dari pengumpul ikan hidup untuk ekspor (kerapu macan dan kerapu bebek). Ikan yang diperoleh dari pengumpul biasanya jarang yang matang gonad, sehingga agak sulit untuk menentukan jenis kelamin. Untuk itu disarankan agar membeli ikan yang berukuran lebih dari satu kilogram (Sugama et al. 2001). Kerapu macan dan kerapu lumpur yang digunakan untuk induk sudah dapat dilakukan pembenihan sendiri setelah tahun 2002, akan tetapi kerapu sunu belum dapat dilakukan kegiatan pembenihan karena keterbatasan penyediaan induk di alam, sedangkan permintaan di pasar tinggi.

(35)

Ikan kerapu memiliki 15 genera yang terdiri atas 159 spesies. Effendi (2002) menyatakan bahwa ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau ikan kerapu ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. Fenomena perubahan jenis kelamin ini sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin dan ukuran. Selain itu juga aktivitas pemijahan ikan kerapu dipengaruhi oleh peredaran bulan atau umur bulan (bulan gelap) hubungannya dengan faktor lingkungan, dimana puncak aktivitas pemijahan terjadi pada malam hari tepat bulan baru (bulan mati).

Ikan kerapu biasanya dipelihara dalam keramba jaring apung (KJA) dan jadi tambak, namun KJA lebih umum diterapkan di negara-negara Asia Tenggara. Budidaya ikan kerapu di tambak bekas budidaya udang intensif menjadi sangat menarik terutama setelah tambak udang intensif menemui masalah produksi. KJA harus ditempatkan di lokasi yang perairannya tenang (teluk terlindung atau antara pulau-pulau) dengan arus air yang memadai. Lokasi KJA juga harus mempunyai pertukaran air (arus ) yang baik, tidak terjadi pengadukan air pada kedalaman tertentu (SEAFDEC 2001).

Ikan kerapu termasuk karnivora, sebagai pemakan ikan kecil, cumi-cumi dan crustacea. Ukuran panjang ikan kerapu bisa mencapai 70 cm dan berat mencapai 4,8 Kg. Menurut Lau dan Li (2000) matang gonad ikan kerapu pada ukuran panjang rata-rata 39 cm untuk betina dan 50 cm untuk jantan. Ikan jantan mudah diketahui dengan cara memijat bagian perutnya maka akan keluar cairan putih susu atau sperma dan ikan betina dicirikan dengan membesarnya bagian abdomen yang apabila disedot dengan kanul akan didapat butiran telur.

(36)

Pengecekan ini biasanya dilakukan menjelang bulan mati. Ikan kerapu termasuk ikan yang protogynus hermaprodit, artinya pada saat berukuran kecil (berukuran kurang dari 1 kg) berkelamin betina dan setelah dewasa ukuran tertentu (di atas 2 kg) jenis kelamin akan berubah menjadi jantan hingga akhir hidupnya. Akan tetapi di BBRPBL Gondol ditemukan ikan kerapu berukuran di atas 3 kg tetap berkelamin betina (tidak berubah) dikarenakan pemeliharaan ikan di dalam bak. Pertumbuhan ikan kerapu sangat lambat, untuk mencapai ukuran panjang 33 cm memerlukan waktu 2 tahun, sedangkan di BBRPBL Gondol menemukan pertumbuhan ikan kerapu dari 10 gr sampai 500 gr membutuhkan waktu 14 bulan. Hal ini dikarenakan perbedaan kondisi lingkungan pemeliharaan (Sugama et al. 2001).

Kondisi yang tidak memungkinkan dapat menurunkan daya tahan tubuh ikan sebab itu penyakit mudah masuk dan menyerang ikan kerapu. Penyakit kerapu disebabkan oleh beberapa sebab (komplikasi), baik dari lingkungan dan agen penyakit maupun dari sesama agen penyakit yaitu virus, jamur dan parasit (SEAFDEC 2001). Kondisi lingkungan dapat disebabkan oleh kepadatan yang tinggi, adanya racun dari lingkungan, mutu pakan yang buruk dan perubahan kadar garam dari air laut. Dampak yang ditimbulkan oleh penyakit meliputi pertumbuhan yang lambat, SR yang rendah, perubahan warna dan waktu yang lama dalam pemeliharaan. Penyakit dapat ditularkan melalui penyebaran horizontal melalui pakan, air untuk budidaya dan pengangkutan, binatang pembawa penyakit dalam budidaya dan atau penyebaran secara vertikal melalui telur dan sperma. Kontrol yang sigap dan tepat dalam mengambil tindakan preventif pencegahan penyakit sangat diperlukan.

(37)

2.2 Biologi Ikan Kerapu 2.2.1 Taksonomi

Ikan kerapu memiliki 15 genera yang terdiri atas 159 spesies. Satu diantaranya adalah Cromileoptes altivelis yang selain sebagai ikan konsumsi juga juvenilnya juga sebagai ikan hias. Ikan kerapu termasuk famili Serranidae, Subfamili Epinephelinea, yang umumnya dikenal dengan nama groupers,

rockcods, hinds, dan seabasses. Ikan kerapu ditemukan di perairan pantai Indo-Pasifik sebanyak 110 spesies dan di perairan Filipina dan Indonesia sebanyak 46 spesies yang tercakup ke dalam 7 genera Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola (Marsambuana dan Utojo, 2001).

Ikan Kerapu diklasifikasikan sebagai berikut:

Klas : Pisces Sub klas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Percoidea Devisi : Perciformis Famili : Serranidea

Sub famili : Epinephelinea Genus : Epinephelus Spesies : Epinephelus sp.

(38)

2.2.2 Ciri-Ciri Morfologi Ikan Kerapu

Ciri-ciri morfologi ikan kerapu adalah sebagai berikut (Wardana, 1994): 1. Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil daripada panjang dan

tinggi tubuh.

2. Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat. 3. Mulut lebar, serong ke atas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol

melebihi bibir atas.

4. Sirip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang dimana bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak.

5. Posisi sirip perut berada di bawah sirip dada. 6. Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid.

Pada ikan kerapu genus Aethaloperca merupakan monotipik, terdiri atas satu spesies, warna coklat gelap, tubuh melebar, sirip dada tidak simetris, sirip punggung terdiri atas 9 jari-jari keras, sirip ekor tegak. Ikan kerapu genus

Anyperodon merupakan monotipik, warna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, bintik coklat pada kepala, tidak ada gigi pada langit-langit, kepala dan tubuh panjang 3-4 kali dari panjang kepala serta sirip bundar, tebal badan 11-15 persen dari panjang standar,.

Ikan kerapu genus Cephalopholis terdiri atas warna gelap, yaitu coklat kemerahan sampai coklat tua dan warna terang, yaitu merah kecoklatan sampai merah atau kuning atau jingga, panjang standard 2,2 – 3,1 kali dari panjang kepala, rahang pada ikan dewasa dilengkapi dengan bonggol, sirip ekor berbentuk bundar. Ikan kerapu genus Epinephelus tubuh ditutupi oleh bintik-bintik berwarna

(39)

cokelat atau kuning, merah atau putih, tinggi badan pada sirip punggung pertama biasanya lebih tinggi dari pada sirip dubur, sirip ekor berbentuk bundar.

Ikan kerapu genus Plectropomus warna gelap bergaris (menyerupai pita) dan yang tidak bergaris, warna tubuh agak putihan, sirip berwarna kuning, tulang sirip dubur lemah, panjang standard 2,8 – 3,1 kali dari panjang kepala, sirip ekor umumnya tegak, dan yang terakhir ikan kerapu dari genus Variola warna tubuh ditutupi oleh bintik merah, sirip ekor berwarna putih tipis pada bagian pinggir, panjang standard 2,5 – 2,8 kali dari panjang kepala, sirip ekor berbentuk sabit.

2.3 Tahapan Pembenihan Ikan Kerapu

Tahapan pembenihan ikan kerapu dimulai dari penanganan induk. Biasanya ikan kerapu memijah saat bulan mati pada pukul 22.00-24.00. Telur yang sudah dibuahi akan mengapung di permukaan air dan terbawa arus sirkulasi air. Telur akan tersaring dan terkumpul di luar bak pemijahan. Panen telur dilakukan pada pukul 06.00-07.00 saat telur sudah dalam stadia embrio. Telur yang telah dipanen dipindahkan ke dalam tangki yang sudah lengkap dengan peralatan aerasi dan sirkulasi air, kemudian kotoran yang tersisa pada telur dibersihkan.

Tahapan selanjutnya adalah penanganan larva. Telur yang sudah siap untuk dibiakkan ditebar dalam bak larva dengan kepadatan 10 butir per liter, jadi untuk ukuran bak larva 10 ton ditebar 100.000 butir telur. Pada hari kedua bak larva ditambahkan Chlorella (plankton) sebagai green water. Kemudian pada hari ketiga larva mulai diberi makan berupa pakan alami yaitu rotifer. Pemberian rotifer sampai larva berumur 25 hari. Pada hari ke-12 larva mulai diberikan pakan buatan berupa pelet. Pelet diberikan sampai larva berbentuk benih dan siap untuk

(40)

dipanen. Ukuran pelet yang diberikan sesuai dengan ukuran larva. Artemia

diberikan pada saat larva berumur 17 hari. Banyaknya pemberian disesuaikan dengan perkiraan jumlah larva. Artemia diberikan sampai larva berumur 35-40 hari.

Pergantian air dan penyiponan dasar bak perlu dilakukan. Pada hari ke-9 sampai hari ke-12 pergantian air mulai dilakukan. Pergantian air dilakukan dengan sistem air mengalir sedikit demi sedikit. Penyiponan dasar bak dilakukan pada hari ke-9 atau hari ke-11 secara perlahan. Penyiponan dilakukan setiap hari setelah diberi pakan buatan.

Benih yang siap dipanen dari bak larva sebelum dijual sebaiknya dipindahkan ke dalam bak grading. Pakan buatan tetap diberikan pada tahap ini. Biasanya pada tahap ini benih rentan terhadap serangan (Viral Nervous Necrosis) VNN. Kematian dapat mencapai 100 persen karena virus tersebut mengakibatkan kelemahan tubuh ikan. Dengan memberikan pakan buatan akan mempercepat kekeruhan bak, sehingga pergantian air harus ditingkatkan dengan suhu 27-28◦ C dan salinitas 34-35 ppt, karena hal ini dapat mencegah berkembangnya VNN.

2.4 Kiat-Kiat dalam Pembenihan Ikan Kerapu

Dalam perkembangan larva kerapu dari fase larva hingga juvenil banyak mengalami perubahan bentuk tubuh. Sebelum metamorfosis, larva sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu selama pemeliharaan perlu manajemen yang baik. Pemeliharaan larva pada suhu air 28-30◦ C memerlukan waktu sekitar 45 hari untuk metamorfosis.

(41)

Tingkat keberhasilan atau Survival Rate (SR) dalam pemeliharaan larva kerapu sangat bergantung pada kemampuan untuk menghindarkan terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh virus ” Viral Nervous Necrosis” (VNN). Sekali

terjadi serangan VNN maka akan terjadi kematian yang cukup tinggi dan terkadang larva mati total dalam beberapa hari. Pencegahan berjangkitnya VNN harus selalu diupayakan dengan cara membuat lingkungan pemeliharaan larva yang nyaman, tidak terjadi perubahan lingkungan atau kekurangan pakan yang dapat menimbulkan stress. Larva dalam kondisi lemah dan stress sangat mudah diserang VNN, karena VNN kemungkinan besar ada di setiap perairan.

Kanibalisme adalah bukan faktor utama penyebab rendahnya SR pembenihan ikan kerapu. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya kematian larva selama pemeliharaan dan pencegahannya.

1. Mati terapung pada permukaan air

Larva berumur antara 0-5 hari setelah menetas (HSM) sangat mudah terperangkap pada tegangan permukaan air. Sekali larva terperangkap tidak dapat bergerak lagi, lalu mati. Sebelum mati, larva menjadi stress dan selama stress banyak mengeluarkan lendir dan lendir tersebut mempercepat terperangkapnya larva lain sehingga menyebabkan kematian yang tinggi pada awal pemeliharaan. Untuk menghindari kematian tersebut maka pelu dilakukan pengaturan letak dan kekuatan aerasi, memberi minyak ikan pada permukaan air, dan pertahankan warna air.

2. Mati di dasar bak

Beberapa kejadian yang menunjukkan bahwa larva berumur 2 HSM cenderung berada di dasar bak dan tidak menyebar. Keadaan ini dapat

(42)

menyebabkan kematian yang tinggi. Penyebab kematian belum diketahui dengan pasti apakah dari kualitas telur dan larva yang menetas kurang baik atau larva yang berada di dasar bak mengalami stress lalu memproduksi lendir dan lengket satu sama lain, dan akhirnya mati. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu dilakukan penguraangan kepadatan telur dalam bak dan beri aerasi yang kuat. 3. Duri sirip memanjang

Mulai 10 HSM larva mempunyai satu sirip punggung dan dua sirip dada yang berduri dan memanjang bersamaan dengan bertambahnya umur larva. Adanya pertumbuhan duri yang panjang menjadikan masalah dalam pembesaran larva, apabila larva dipelihara dalam kepadatan tinggi, duri sirip tersebut akan saling mengkait satu sama lain, terutama apabila larva bergerombol di satu tempat akibat adanya perbedaan intensitas cahaya dalam bak larva. Larva ikan kerapu termasuk jenis yang berfototaksis positif yaitu cenderung mencari cahaya. Apabila duri sirip tersebut saling mengkait dan jumlah larva yang bergerombol cukup banyak, maka kematian yang tinggi sering terjadi terutama pada larva berumur antara 10-25 HSM. Usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari hal tersebut adalah pengaturan cahaya di atas bak, tambah jumlah aerasi, letakkan batu aerasi didekat dinding bak, dan pertahankan warna air bak hijau.

4. Kekurangan nutrisi

Kematian sedikit demi sedikit dan terus-menerus terjadi setelah larva berumur 25 HSM. Kematian ini diduga disebabkan oleh kekurangan nutrisi dalam pakan. Untuk menghindari kejadian kematian seperti ini, sebaiknya larva diberi pakan buatan sedini mungkin, karena pakan buatan mengandung cukup nutrisi yang dibutuhkan larva. Usaha yang perlu dilakukan untuk menghindari hal

(43)

tersebut adalah dengan memberikan pakan buatan sedini mungkin, pakan buatan diberikan sebelum mulai pemberian artemia, dan pakan berupa artemia harus segera habis dimakan sehingga pemberian artemia harus sesuai dengan kebutuhan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2006), meneliti tentang kelayakan usaha pembenihan dan penggelondongan ikan kerapu macan pada BBL Pulau semak daun. Pada penelitian tersebut dikatakan bahwa usaha layak dari semua aspek kecuali aspek finansial. Usaha tersebut dikatakan tidak layak pada tingkat harga jual Rp 10.000,- per ekor benih. Usaha tersebut akan menjadi layak jika mengikuti harga jual pasaran yaitu Rp 15.000,- per ekor benih. Usaha tersebut dikatakan relatif sensitif terhadap perubahan survival rate dan biaya variabel, namun dapat dikatakan layak untuk diusahakan.

Reni (2006) melakukan penelitian komoditas perikanan, yaitu Analisis Kelayakan Finansial Pembenihan dan Pendederan Ikan Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari, Desa Tanjungsari, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum usaha pembenihan dan pendederan ikan nila Wanayasa yang dilakukan oleh anggota kelompok pembudidaya Mekarsari di Desa Tanjungsari, menganalisis keuntungan usaha, menganalisis keuntungan investasi yang ditanamkan dan menganalisis sensitivitas usaha terhadap perubahan harga faktor produksi, dalam hal ini pakan. Kelayakan usaha dan sensitivitas dinilai berdasarkan kriteria investasi yang terdiri atas NPV, Net B/C, dan IRR.

(44)

Hasil analisis yang diperoleh menyatakan bahwa nilai NPV Rp 225.116.401,83; Net B/C 19,38 dan IRR 707 persen. Hasil analisis sensitivitas

dengan metoda switching value diperoleh bahwa usaha masih layak dijalankan dengan adanya peningkatan harga pakan sampai batas kenaikan 800,917 persen, karena nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama dengan 1, dan IRR sama dengan tingkat suku bunga. Permasalahan yang dihadapi oleh pembudidayaan ikan nila Wanayasa di Desa Tanjungsari adalah kurangnya peran serta pemerintah dalam memberikan kemudahan-kemudahan kepada pembudidaya untuk mengembangkan usahanya serta dalam meningkatkan motivasi pembudidaya ikan nila Wanayasa untuk meningkatkan usahanya dalam memperbaiki manajemen usahanya.

Hasil penelitian Firdaus (2006), Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Udang Windu di PT. Kuala Laras Sentana, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatra Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum usaha budidaya udang windu PT. Kuala Laras Sentana, menganalisis keuntungan usaha, menganalisis kelayakan investasi yang ditanamkan dan menganalisis sensitivitas usaha terhadap perubahan faktor produksi, dalam hal ini harga udang dan harga pakan. Hasil perhitungan analisis usaha yang dilakukan selama satu tahun usaha tersebut memperoleh keuntungan sebesar Rp 636.489.237,83. Hasil perhitungan analisis usaha budidaya udang Windu menguntungkan dilihat dari hasil perhitungan R/C>1 yaitu 1,47.

Hasil analisis kelayakan investasi melalui 3 kriteria investasi terhadap usaha budidaya udang windu PT. Kuala Laras Sentana diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.281.908.706,51; Net B/C sebesar 3,02 dan IRR sebesar 57,90 persen

(45)

yang menunjukkan bahwa usaha budidaya Udang Windu di PT Kuala Selaras Sentana layak untuk dikembangkan selama umur proyek yaitu 8 tahun.

Hasil analisis sensitivitas pada usaha budidaya udang windu apabila terjadi kenaikan harga pakan sebesar 18,75 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp945.794.043,43, Net B/C sebesar 2,49 dan IRR sebesar 51,90 persen yang menunjukkan usaha budidaya udang windu di PT. Kuala Laras Sentana masih layak untuk dikembangkan selama umur proyek. Demikian pula apabila terjadi penurunan harga jual udang sebesar 14,55 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp23.474.030,45; Net B/C sebesar 1,04 dan IRR sebesar 19,71 persen yang menunjukkan bahwa usaha budidaya udang windu di PT. Kuala Laras Sentana masih layak untuk dikembangkan selama umur proyek.

Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada analisis kelayakan finansial usaha pembenihan ikan kerapu dalam Hatchery Skala Rumah Tangga di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Penelitian ini juga tidak hanya membahas satu jenis ikan kerapu saja, tetapi membahas tiga jenis ikan kerapu yaitu kerapu macan, kerapu bebek dan kerapu sunu. Skenario yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis kelayakan dari masing-masing jenis ikan kerapu tersebut dan penggabungan ketiganya. Kemudian usaha tersebut dibandingkan dan dipilih usaha yang paling layak. Analisis kelayakan yang dibahas dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan non finansial dan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan non finansial yaitu analisis yang dilakukan berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial kemudian analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menghitung kriteria investasi seperti NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Analisis sensitivitas juga

(46)

dilakukan untuk menghitung sampai sejauh mana pengaruh perubahan faktor-faktor yang sangat sensitif mempengaruhi kriteria kelayakan investasi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah komoditas perikanan yang diteliti. Pada penelitian ini membahas pembenihan ikan kerapu kemudian daerah tempat melakukan penelitian adalah di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Pembahasan juga difokuskan pada usaha pembenihan saja tidak sampai pembesaran ikan kerapu.

(47)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Analisis Kelayakan Proyek

Usaha atau proyek merupakan suatu kegiatan investasi, yang menggunakan sumberdaya (biaya) untuk memperoleh keuntungan atau manfaat dalam periode waktu tertentu. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil.

Menurut Gray (1993) tujuan dilaksanakannya analisis kelayakan proyek adalah 1) Mengetahui tingkat benefit yang dicapai dalam suatu proyek, 2) Menghindari pemborosan sumberdaya, 3) Memilih alternatif proyek yang menguntungkan, 4) Menentukan prioritas investasi.

Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya (Gittinger 1986). Aspek-aspek tersebut antara lain adalah :

1. Aspek Pasar

Aspek pasar meliputi permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan, dan proyeksi permintaan. Kemudian penawaran, baik berasal dari dalam negeri maupun impor. Kemudian harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan. Kelayakan aspek pasar akan sangat berkaitan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dalam usaha, karena aspek ini

Gambar

Tabel 1 Perkembangan Produksi Perikanan Menurut Jenis Budidaya Tahun       2001-2005  Jenis Budidaya  2001  2002  2003  2004  2005  Kenaikan/ Tahun  (%)  Budidaya Laut            221.010  234.859  249.242  420.919  890.074  48,18  Budidaya Tambak  454.710  473.128  501.977  559.612  643.975  9,18  Budidaya Kolam  222.790  254.625  281.262  286.182  331.962  10,62  Budidaya  Keramba  39.340  40.742  40.304  53.694  67.889  15,54  Budidaya Jaring  Apung  40.710  47.172  57.628  62.371  109.421  30,43  Budidaya Sawah  98.190  86.627  93.779  85.832  120.353  7,06  Jumlah  1.076.750  1.137.153  1.224.192  1.468.610  2.163.674  20,14  Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan
Tabel 2  Potensi Lahan Budidaya Laut 2004
Tabel 3 Komoditas Ikan Laut Utama yang Dibudidayakan di Asia
Tabel 4 Kandungan Omega-3 pada Beberapa Jenis Ikan  Ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti3. Pendidikan Pancasila

Sedangkan berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap kadar logam berat pada air tambak wilayah Tapak, kadar logam berat Cu di perairan tambak sebesar <0,1 ppm

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai alat untuk menerapkan teori yang diperoleh

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan skor secara keseluruhan yang dilakukan, sehingga diperoleh rata – rata skor siswa adalah 86,7625,

dari siswa itu sendiri, mengusulkan penambahan tempat untuk pelaksanaan teaching factory agar terpisah dengan kegiatan pelaksanaan proses belajar mengajar,

kelontong etnis Cina di pasar Bangsalsari Kabupaten Jember memiliki prinsip bisnis dan karakter bisnis yang baik, maka peneliti menyampaikan saran agar

andaian dan tanggapan mengenai bagaimana sesuatu masalah yang wujud dalam sebuah organisasi itu seharusnya diselesaikan. Tanggapan dan andaian asas ini akan memberikan

Dalam bidang Psikologi, Sigmund Freud (1856-1939), bapak Psikoanalisa dari Austria, menyebut agama sebagai ilusi yang muncul atas dasar ketidakberdayaan dalam