• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK DAN SENYAWA ORGANIK LARUT AIR PADA GAMBUT, SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT. Oleh BAYUAJI ALVIANTORO A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK DAN SENYAWA ORGANIK LARUT AIR PADA GAMBUT, SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT. Oleh BAYUAJI ALVIANTORO A"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT

Oleh

BAYUAJI ALVIANTORO A14060376

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK

DAN SENYAWA ORGANIK LARUT AIR PADA GAMBUT, SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT

Oleh

BAYUAJI ALVIANTORO A14060376

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

BAYUAJI ALVIANTORO. Karakterisasi Bahan Organik dan Senyawa Organik Larut Air pada Gambut, Serasah Pinus dan Limbah Cair Kelapa Sawit. Dibawah bimbingan ISKANDAR dan SUDARSONO.

Senyawa organik larut air (SOLA) merupakan bagian dari bahan organik yang dapat larut dalam air. Peranan SOLA sangat penting di dalam tanah, di antaranya membantu penyediaan unsur hara melalui proses pelapukan mineral dan khelatisasi kation mudah terjerap. SOLA memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan bahan organik asalnya.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan karakterisasi terhadap beberapa jenis bahan organik dan SOLA yang diekstrak dari bahan organik tersebut. Bahan penelitian yang digunakan adalah serasah pinus, gambut dan limbah cair kelapa sawit. Parameter bahan organik yang dianalisis adalah pH, KTK, kadar air, C-organik, N-total, nisbah C/N, kandungan unsur hara dan gugus fungsional, sedangkan parameter SOLA yang dianalisis adalah pH, daya hantar listrik, karbon organik terlarut dan kandungan unsur hara.

Hasil penelitian menunjukkan ketiga jenis bahan organik memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya. Hal ini ditunjukkan melalui beberapa parameter seperti pH, KTK dan nisbah C/N pada masing-masing bahan organik asal. Analisis kandungan hara total menunjukkan bahan serasah pinus dan gambut secara berturut-turut memiliki kadar unsur hara Fe (15.346 ppm dan 66.051 – 70.945 ppm), Ca (9.817 ppm dan 39.572 – 53.687 ppm), Mg (5.415 ppm dan 19.313 – 29.568 ppm), Mn (1.208 ppm dan 993,6 – 2.364 ppm), Zn (64,0 ppm dan 81,8 - 112,2 ppm), Cu (69,7 ppm dan 78,0 - 153,6 ppm) dan Na (207,4 ppm dan 507,3 - 750,0 ppm) yang lebih tinggi dari limbah cair kelapa sawit, sedangkan kadar unsur hara K lebih tinggi pada limbah cair kelapa sawit (5.908 – 6.245 ppm). Gugus fungsional yang terdapat pada bahan-bahan tersebut adalah gugus C-X pada semua vibrasi, C-O, S=O, C=C, C-N, N-H, C-H dan O-H.

Nilai daya hantar listrik (DHL) pada SOLA serasah pinus, gambut dan limbah cair kelapa sawit secara berturut-turut adalah 197,4 µS/cm, 41,6 - 108,5 µS/cm dan 6.130 – 7.160 µS/cm, sedangkan kadar karbon organik terlarut (DOC) pada SOLA secara berturut-turut sebesar 76,1 mg/l, 4,1 - 6,0 mg/l dan 90,2 - 158,3 mg/l. Filtrasi bahan organik asal menyebabkan perubahan pH dan kandungan unsur hara pada SOLA. Nilai pH pada SOLA menunjukkan peningkatan dibandingkan bahan organik asalnya kecuali pada serasah pinus, sedangkan kandungan unsur hara pada masing-masing SOLA mengalami penurunan. Perubahan terbesar terdapat pada unsur hara Zn dimana penurunannya hampir mencapai 100 % pada masing-masing SOLA.

Kata kunci : bahan organik, senyawa organik larut air, serasah pinus, gambut, limbah cair kelapa sawit, karbon organik terlarut.

(4)

SUMMARY

BAYUAJI ALVIANTORO. Characterization of organic matter and water extractable organic matter in peat, pine litter and palm oil mill effluent. Under supervision of ISKANDAR and SUDARSONO.

Water extractable organic matter (WEOM) is a part of organic matter that dissolved into water. WEOM has important role in soil for nutrient availability from mineral degradation and chelatization of cations, such as Fe and Al. WEOM has different characteristic from it’s origin organic matter.

The objectives of this research are to characterize some properties of organic matter and WEOM that extracted from those organic matter, such as peat, pine litter and palm oil mill effluent. The analyzed parameters of organic matter are pH, cation exchange capacity, water content, organic carbon, total nitrogen, C/N ratio, functional group and nutrient content, while the analyzed parameters of WEOM are pH, electric conductivity, dissolved organic carbon and nutrient content.

The result showed that the characteristic of three organic matters depend on it’s compositions. This result is proved by the analyzed parameter such as pH, cation exchange capacity and C/N ration from each organic matter. Pine litter and peat showed a higher nutrient content respectivelly Fe (15.346 ppm and 66.051 – 70.945 ppm), Ca (9.817 ppm and 39.572 – 53.687 ppm), Mg (5.415 ppm and 19.313 – 29.568 ppm), Mn (1.208 ppm and 993,6 – 2.364 ppm), Zn (64,0 ppm and 81,8 - 112,2 ppm), Cu (69,7 ppm and 78,0 - 153,6 ppm), Na (207,4 ppm and 507,3 - 750,0 ppm), while the value of K (5.908 – 6.245 ppm) nutrient higher at palm oil mill effluent. Functional groups which contain all of organic matter are : C-X (at all vibration), C-O, S=O, C=C, N-H, C-H dan O-H.

Electric conductivity (EC) value of WEOM from pine litter, peat and palm oil mill effluent are respectivelly 197,4 µS/cm, 41,6 - 108,5 µS/cm and 6130 - 7160 µS/cm, while dissolved organic carbon (DOC) content at each WEOM are 76,1 mg/l, 4,1 - 6,0 mg/l and 90,2 - 158,3 mg/l. Filtration to origin organic matter resulted in change of pH value and nutrient content at WEOM. The pH value of WEOM increase than the origin organic matter, while the nutrient content of it decrease. The highest decrease number found in Zn nutrient, where the decrease almost reach 100 % at each WEOM.

Keyword : Organic matter, water extractable organic matter, pine litter, peat, palm oil mill effluent, dissolved organic carbon.

(5)

Judul Skripsi : Karakterisasi Bahan Organik dan Senyawa Organik Larut Air pada Gambut, Serasah Pinus

dan Limbah Cair Kelapa Sawit Nama Mahasiswa : Bayuaji Alviantoro

Nomor Induk Mahasiswa : A14060376

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Iskandar Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc NIP. 19611001 198703 1 002 NIP. 19510729 197703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul “Karakterisasi Bahan Organik dan Senyawa Organik Larut Air Pada Gambut, Serasah Pinus dan Limbah Cair Kelapa Sawit” ini yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang memberikan dukungan dan bantuan dalam menyesaikan penelitian dan skripsi ini, diantaranya :

1. Dr. Ir. Iskandar dan Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Darmawan selaku penguji atas saran dan masukan terhadap isi skripsi ini.

3. Seluruh staf Laboratorium Kesuburan Tanah dan Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan atas bantuannya selama proses analisis berlangsung.

4. Manajer perkebunan dan kepala laboratorium PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya, Malingping, atas izin yang diberikan dalam mendapatkan salah satu bahan untuk penelitian ini.

5. Kedua orangtua dan keluarga penulis yang selalu memberikan segala bentuk dukungan, terutama dukungan doa dan moral.

6. Bpk. Djunianto Simare-mare dan Baltashar F. Feo yang telah banyak membantu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

Semoga hasil peneitian yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Bogor, April 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 8 Februari 1989 dari orangtua Hari Koentjoro dan Savitri Evawardhani. Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari taman kanak-kanak (TK) Islam Iqra, Parung. Tingkat sekolah dasar ditempuh di SD Muhammadiyah 12 Pamulang dan SD Gunung 05 Pagi Kebayoran Baru. Tingkat sekolah menengah pertama ditempuh di SMP Negeri 11 Kebayoran Baru dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas 82 Jakarta. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK. Setelah melewati tahap persiapan bersama (TPB) selama setahun penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

Selama masa studi di IPB, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Morfologi dan Klasifikasi Tanah pada semester ganjil tahun 2010. Disamping mengikuti perkuliahan penulis juga mengikuti beberapa kegiatan internal departemen di antaranya Rohis Ilmu Tanah dan Klub Penginderaan Jauh Ilmu Tanah.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian. ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Bahan Organik ... 3

2.2. Senyawa Organik Larut Air ... 4

2.3. Karakteristik Gambut Indonesia dan Gambut Rawa Pening ... 5

2.4. Karakteristik Serasah Pinus Gunung Walat ... 7

2.5. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit ... 7

III. BAHAN DAN METODE ... 9

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 9

3.3. Metode Penelitian ... 9

3.3.1. Tahap Pengambilan Bahan ... 9

3.3.2. Tahap Persiapan Bahan ... 10

3.3.3. Tahap Analisis ... 10

3.3.3.1. Analisis Bahan Organik Asal ... 11

3.3.3.2. Analisis Senyawa Organik Larut Air ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

4.1. Karakteristik Bahan Organik Asal ... 13

4.2. Gugus Fungsional Bahan Organik ... 15

4.3. Karakteristik Senyawa Organik Larut Air ... 17

4.4. Kadar Unsur Hara Dalam Bahan Organik Asal dan SOLA ... 18

V. KESIMPULAN ... 21

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 23 LAMPIRAN ... 26

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Unsur Hara Pada Tanah Gambut ... 6

2. Karakteristik Serasah Pinus Gunung Walat ... 7

3. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit ... 8

4. Parameter dan Metode Analisis Sifat Kimia Bahan Organik Asal ... 11

5. Parameter dan Metode Analisis SOLA ... 12

6. Karakteristik Bahan Organik Asal ... 13

7. Nilai pH, DHL dan DOC Pada SOLA ... 17

8. Kandungan Unsur Hara Dalam Bahan Organik Asal ... 19

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Aliran Analisis Bahan Organik Asal dan Senyawa Organik Larut Air ... 10 2. Keragaman Gugus Fungsional Bahan Pada Organik ... 15

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tabel Interpretasi Jenis Gugus Fungsional oleh FTIR ... 27

2. Kurva Interpretasi FTIR Gugus Fungsional Serasah Pinus ... 31

3. Kurva Interpretasi Gugus Funsional Gambut Basah Rawa Pening ... 31

4. Kurva Interpretasi Gugus Fungsional Gambut Kering Rawa Pening ... 31

5. Kurva Interpretasi Gugus Fungsional Limbah Cair Sawit Kolam Satu ... 32

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan organik merupakan salah satu bagian terpenting di dalam tanah. Meskipun komposisinya di dalam tanah sangat sedikit (kurang dari 5%), bahan organik tanah (BOT) memegang peranan penting dalam menentukan sifat fisik, kimia, serta aktivitas biologis di dalam tanah yang menentukan daya dukung dan produktivitas lahan (Mulyanto, 2004). Pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah di antaranya berperan dalam memperbaiki struktur tanah, menurunkan plastisitas dan menjaga kelembaban melalui peningkatan daya jerap tanah terhadap air (Hanafiah, 2005). Organisme tanah, baik flora maupun fauna, memanfaatkan BOT sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas dekomposisi. BOT memegang peranan penting memperbaiki kesuburan tanah dengan bertindak sebagai pH buffer, peningkat kapasitas tukar kation (KTK), kapasitas tukar anion dan sebagai sumber unsur hara bagi tanaman (Zech et al., 1997). Peranan bahan organik dalam penyediaan unsur hara juga dapat melalui pelapukan mineral dan melalui proses khelatisasi kation-kation, terutama kation Al dan Fe yang bersifat reaktif, sehingga melepaskan unsur hara dari jerapannya untuk meningkatkan ketersediaan kepada tanah (Huang dan Schnitzer, 1997).

Peran bahan organik dalam peningkatan ketersediaan hara kepada tanah dan tanaman melalui proses pelapukan mineral dan khelatisasi kation tersebut tidak terlepas dari keberadaan senyawa asam organik. Asam-asam organik tersebut merupakan senyawa hasil dari dekomposisi bahan organik tanah oleh jasad hidup. Asam organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi pada setiap bahan organik memiliki struktur dan karakteristik berbeda-beda yang ditentukan oleh gugus fungsional penyusun bahan organik tersebut. Setiap bahan organik memiliki komposisi gugus fungsional yang berbeda-beda bergantung kepada karakteristik bahan dan lingkungannya.

(14)

Peranan asam organik dalam menyediakan unsur hara melalui pelapukan mineral dan khelatisasi kation-kation ini telah lama diketahui, sehingga kemudian banyak dilakukan usaha untuk memaksimalkan kinerja dari asam organik tersebut agar lebih efektif. Salah satunya adalah dengan menggunakan Senyawa Organik Larut Air (SOLA). Senyawa organik larut air (SOLA) atau Water Extractable Organic Matter (WEOM) merupakan bagian dari bahan organik yang dilarutkan ke dalam air. Keberadaan SOLA mewakili karakteristik dari bahan organik yang dilarutkan dalam air karena ukurannya yang sederhana dan aktif (Zsolnay, 2003), terutama kinerjanya dalam membantu proses pelapukan mineral. SOLA memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan bahan organik padatannya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik beberapa contoh bahan organik yang terdapat di alam seperti gambut, serasah hutan pinus dan limbah cair kelapa sawit, maupun mengetahui karakteristik SOLA yang diekstrak dari bahan-bahan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi kepada pihak lain yang membutuhkan referensi mengenai karakteristik SOLA dari berbagai jenis bahan organik di Indonesia.

1.2 Tujuan penelitan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan :

1. Melakukan karakterisasi terhadap berbagai jenis bahan organik berupa gambut, serasah pinus dan limbah cair kelapa sawit.

2. Melakukan karakterisasi terhadap senyawa organik larut air (SOLA) dari masing-masing bahan organik tersebut.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Organik Tanah

Bahan organik meliputi semua bahan yang berasal dari jasad hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Bahan organik tanah (BOT) merupakan kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi, maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi (Hanafiah, 2005). BOT menyusun sekitar 3-5 % bobot total tanah. Sumber primer bahan organik di dalam tanah berasal dari jaringan tanaman berupa akar, batang, daun, ranting, bunga dan buah. Tanaman merupakan sumber primer bahan organik tidak hanya kepada tanah, tetapi juga kepada semua ekosistem makhluk hidup (Lengkong dan Kawulusan, 2008). Karakteristik BOT dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kondisi lingkungan dan aktivitas mikrob (Stevenson, 1996 dalam Zsolnay et al., 2006).

BOT mempengaruhi sifat kimia dan kesuburan tanah karena perannya sebagai penyedia unsur hara kepada tanah dan tanaman melalui proses dekomposisi-mineralisasi dan pelapukan mineral oleh senyawa asam organik. Pada saat proses mineralisasi akan dilepas unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti N, P, K, Ca, Mg dan unsur-unsur lainnya (Hanafiah, 2005), sedangkan penyediaan unsur hara melalui pelapukan mineral dilakukan oleh senyawa asam organik melalui proses acidolysis dan complexolysis (Ismangil dan Hanudin, 2005). Proses pelapukan mineral secara alamiah pada umumnya terjadi melalui reaksi hydrolysis oleh air, namun proses pelapukan itu dapat lebih intensif dengan keberadaan dari asam-asam organik. Air yang bertindak sebagai pelarut asam-asam organik memiliki kemampuan untuk membantu aktivitas pelapukan secara acidolysis dan complexolysis. Pada proses acidolysis pelarut air akan melepaskan proton (H+) dari senyawa asam organik BOT yang berfungsi dalam menyerang atau mendegradasi batuan mineral, sedangkan anion-anion yang terlepas melalui pelarutan ini akan membentuk ikatan kompleks dengan

(16)

kation-kation mudah terjerap, seperti Al dan Fe, sehingga terjadilah pengkhelatan melalui proses complexolysis (Ismangil dan Hanudin, 2005).

Sifat dan struktur senyawa organik ini ditentukan oleh susunan atom atau kelompok atom tertentu yang disebut gugus fungsional. Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus fungsi yang sama digolongkan dalam kelompok yang sama. Gugus fungsional bahan organik merupakan bagian yang paling reaktif jika senyawa tersebut bereaksi dengan zat lain (Sukarmin, 2004). Komposisi gugus fungsional yang menyusun suatu bahan menentukan produktifitas dari senyawa asam organik dan karakteristiknya. Sifat-sifat asam organik yang berperan penting dalam pelarutan mineral ditentukan oleh gugus fungsi karboksil (-COO) dan gugus fenolat (-OH) (Ismangil dan Hanudin, 2005). Metode FTIR Spektroskopi digunakan untuk mengidentifikasi struktur kimia dan jenis gugus fungsional pada suatu senyawa organik. Suatu senyawa organik dapat menyerap radiasi dengan panjang gelombang tertentu bergantung kepada strukturnya (Anam et al., 2007).

2.2 Senyawa Organik Larut Air

Ekstraksi bahan organik dengan menggunakan air akan menghasilkan Water Extractable Organic Matter (WEOM) atau senyawa organik larut air (SOLA). Fraksi SOLA merupakan bagian dari bahan organik terlarut atau dissolved organic matter (DOM). SOLA didefinisikan sebagai bagian dari bahan organik terlarut (DOM) yang dapat melewati saringan membran berukuran 0,45 µm (Zsolnay, 2003) dan memiliki campuran molekul yang heterogen dengan ukuran molekul yang berbeda-beda dan kompleks, berkisar dari ukuran molekul gula sederhana dan asam organik hingga koloid humat yang relatif lebih besar dan berat (Traversa et al., 2010). Contoh dari SOLA diantaranya adalah berbagai asam-asam organik seperti asam format, asam asetat, asam askorbat, asam vanilat, aspartat, sitrat dan lain-lainnya (Ismangil dan Hanudin, 2005).

SOLA berperan sangat penting di dalam tanah, diantaranya sebagai sumber karbon bagi mikrob, translokasi ion-ion Fedan Al, transport polutan atau bahan pencemar dalam tanah, sumber kemasaman untuk proses pembentukan tanah dan siklus unsur hara di dalam tanah (Michel et al., 2006). Karakteristik SOLA dipengaruhi oleh pH, aktivitas mikrob, penggunaan lahan, ionic strength

(17)

dari air dan kemampuan bahan organik padat untuk melarut dalam air (Chantigny, 2003).

Dissolved Organic Carbon (DOC) atau karbon organik terlarut merupakan fraksi senyawa karbon dari SOLA. DOC berperan dalam menentukan aktivitas mikroorganisme melalui suplai karbonnya (Neff dan Asner, 2006 dalam Undurraga et al., 2009) dan distribusi karbon ke seluruh horizon tanah (Fujii et al., 2009). Ketersediaan DOC dipengaruhi kadar bahan organik tanah, pH, curah hujan dan tipe penggunaan lahan. Kadar DOC lebih tinggi pada ekosistem hutan dibandingkan pada lahan pertanian (Chantigny, 2003). DOC banyak bersumber dari horizon O di dalam tanah pada ekosistem yang masih alami seperti hutan tropis (Michel et al., 2006), meskipun ketersediaan DOC yang sebenarnya pada tanah tropis tetap rendah karena terdapat pengaruh pencucian oleh air hujan (Zech et al., 1997). Pencucian oleh air hujan merupakan proses penting sebagai transportasi DOC dari horizon O menuju horizon mineral di bawahnya (Fujii et al., 2009).

2.3 Karakteristik Tanah Gambut di Indonesia dan Gambut Rawa Pening Tanah gambut merupakan tanah yang bahan penyusunnya didominasi oleh bahan organik, yaitu sebesar 85 % (Wijaya Adhi, 1988 dalam Barchia, 2006) dan terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman, baik yang telah mengalami pelapukan, maupun yang belum (Agus dan Subiksa, 2008). Dominasi bahan organik sebagai penyusun pada tanah gambut terlihat dari kadar C-organik dan N-total yang tinggi. Menurut Barchia (2006) kadar C-organik pada tanah gambut Indonesia sebesar 57,23 %, sedangkan kadar N-total sebesar 1,2 % hingga 1,8 %.

Gambut di Indonesia pada umumnya tersusun dari bahan yang berasal dari tanaman kayu-kayuan yang memiliki kadar lignin tinggi. Lignin merupakan bahan yang resisten terhadap pelapukan, sehingga bahan ini lambat terdekomposisi. Keberadaan bahan yang mengandung lignin tinggi menyebabkan gambut Indonesia memiliki karakteristik pH yang sangat masam. Sifat masam ini berasal dari asam-asam organik hasil dari aktivitas dekomposisi. Menurut Agus dan Subiksa (2008) pH tanah gambut di Indonesia secara umum berkisar antara 3-5. Pada tanah gambut oligotrofik yang terdapat di Kalimantan, nilai pH dapat

(18)

berkisar antara 3,25 hingga 3,60 (Halim, 1987 dalam Barchia, 2006), sedangkan tanah gambut Sumatera memiliki pH yang sedikit lebih tinggi yaitu sekitar 4,1- 4,3 (Agus dan Subiksa, 2006).

Tanah gambut memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Menurut Kussow (1971 dalam Barchia, 2006) KTK tanah gambut dapat berkisar antara 100 hingga 300 me/100 gram. Kandungan hara pada tanah gambut umumnya terdapat dalam jumlah yang rendah (Tabel 1) sehingga dapat menyebabkan gejala defisiensi pada tanaman.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Pada Tanah Gambut

Ca Mg K Na Cu Zn Mn Fe ---me 100 g-1--- ---ppm---

2,5 0,53 0,2 1,88 0,5 1,6 1,4 8,9 Sumber : Sabiham dan Ismangun (1977 dalam Barchia, 2006)

Keberadaan gugus fenolat (-OH) dan karboksil (-COOH) menyebabkan sifat hidrofilik pada tanah gambut. Kedua gugus tersebut berperan dalam peningkatan penyerapan air karena sifatnya yang polar, sehingga bereaksi kuat dengan air. Menurunnya kapasitas tanah gambut dalam menyerap air berkaitan dengan penurunan kualitas kedua gugus fungsi tersebut akibat pengeringan (Dikas, 2010).

Gambut Rawa Pening merupakan gambut yang berkembang di kawasan Rawa Pening, Jawa Tengah bagian utara. Rawa Pening daerah tempat berkembangnya gambut ini merupakan daerah rawa dengan ekosistem phytoplankton yang tinggi hingga mencapai 103 spesies (Goltenboth dan Timothius, 1992). Permukaan rawa ditutupi oleh vegetasi pakis dan eceng gondok, sedangkan bagian bawah rawa ditumbuhi Hydrilla verticilata (Hastuti, 1999). Karakteristik gambut Rawa Pening adalah bahan gambutnya yang berasal dari tanaman non-kayu, sehingga memiliki pH yang tidak terlalu masam. Menurut Kristijono (2010) pH tanah gambut Rawa Pening sebesar 5 hingga 5,5, sedangkan menurut Nuryani et al. (1999) pH gambut ini senilai 4,89. Gambut ini mengandung sedikit abu volkan karena sebelum terbentuk daerah rawa tempat ini merupakan hutan lebat yang mendapat timbunan abu volkan gunung berapi (Hastuti, 1999).

(19)

2.4 Karakteristik Serasah Pinus Gunung Walat

Serasah pada ekosistem hutan memegang peranan penting dalam siklus unsur hara antara tanah dan tanaman karena serasah yang jatuh ke lantai hutan akan melepaskan unsur-unsur hara melalui proses dekomposisi dan mineralisasi, sehingga ekosistem sekitarnya menjadi subur (Nilamsari, 2000). Serasah pinus merupakan bahan organik dengan karakteristik kandungan lignin yang tinggi dan bersifat asam. Nisbah C/N yang tinggi membuat serasah pinus sulit terdekomposisi (Mindawati et al., 1998 dalam Nilamsari, 2000).

Serasah pada hutan pinus Gunung Walat umumnya didominasi oleh hancuran bahan berupa daun pinus daripada bagian tanaman lainnya (Nilamsari, 2000). Penelitian yang dilakukan Komaryati et al. (2002) menunjukkan karakteristik yang dimiliki serasah pinus Gunung Walat (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik Serasah Pinus Gunung Walat

pH Kadar Air Lignin C N P K Ca Mg C/N ---%---

4,3 23,11 39,8 51,46 0,47 0,19 0,15 2,97 0,37 109,49 Sumber : Komaryati et al. (2002)

2.5 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit atau dikenal dengan palm oil mill effluent (POME) merupakan hasil sampingan dari pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak sawit kasar (Hasanah, 2011). Limbah cair ini berasal dari sludge water, air kondensat (sterilizer condensate), air hidrocylicone (claybath) atau bak pemisah lumpur, air cucian pabrik dan lain sebagainya (Naibaho, 1998). Limbah cair kelapa sawit memiliki karakteristik umum berwarna coklat pekat, terdiri dari padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan minyak yang bersifat asam dengan tingkat COD dan BOD yang tinggi. Komposisi limbah ini terdiri dari 95 % cairan, 4,5 % berupa padatan yang tersuspensi dan 0,5 % berupa minyak yang teremulsi. Padatan terlarut dalam limbah cair kelapa sawit merupakan senyawa organik seperti selulosa, lemak, protein atau mikroorganisme seperti bakteri dan alga yang tersuspensi dalam larutan (Ahmad et al., 2011).

(20)

Karakteristik limbah cair kelapa sawit (Tabel 3) yang menunjukkan tingginya BOD dan COD berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Sebesar 76 % porsi BOD ini berasal dari padatan tersuspensi dan sebesar 22,4 % berasal dari padatan terlarut (Manurung, 2004).

Tabel 3. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit

pH BOD COD N P K Mg K Fe

---mg/l---4,3 25.000 55.000 700 120 1.500 270 325 110 Sumber : Manurung, (2004)

Pengolahan limbah kelapa sawit menggunakan sistem parit yang dialirkan menuju kolam pengutipan (deoling pond) untuk kemudian mengalami degradasi pada kolam pengasaman (Hanum, 2009). Pada proses degradasi limbah kelapa sawit, senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalamnya seperti karbohidrat, lemak dan minyak mengalami degradasi oleh mikrob (Ahmad et al., 2011) dan dirombak menjadi senyawa-senyawa asam sederhana seperti asam asetat, gas metana, karbon dioksida dan hidrogen sulfida untuk kemudian dilepaskan ke lingkungan (Sihaloho, 2009).

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Agustus tahun 2011.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi serasah pinus Gunung Walat, gambut Rawa Pening dan limbah cair kelapa sawit kolam satu dan kolam dua, bahan-bahan kimia untuk analisis N-total, C-organik, pH, EC, KTK, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn dan gugus fungsional. Peralatan yang digunakan yaitu ayakan berukuran 2 mm, kertas saring, filter atau membran saring berukuran 0,45 µm, oven, Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS), Flamephotometer, pH-meter, EC-meter, Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectrophotometer, Hiper TOC dan berbagai peralatan lainnya.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Tahap Pengambilan Bahan

Pengambilan bahan penelitian dilakukan di tiga tempat berbeda. Bahan serasah pinus diambil di hutan pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, tanah gambut diambil di kawasan Rawa Pening, Semarang, Jawa Tengah dalam dua bentuk yaitu gambut kering dan gambut basah, sedangkan Limbah cair kelapa sawit diambil dari unit instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya, Kabupaten Lebak, Banten pada kolam satu dan kolam dua.

(22)

3.3.2 Tahap Persiapan Bahan

Pada tahapan ini bahan organik segar berupa serasah pinus, gambut basah dan gambut kering diayak dengan menggunakan ayakan/saringan berukuran 2 mm, sehingga didapat bahan yang berukuran lebih halus. Khusus untuk bahan serasah pinus, sebelum diayak terlebih dahulu dilakukan penghalusan dengan menggunakan mesin penggiling. Pada limbah cair kelapa sawit tidak dilakukan tahap persiapan.

3.3.3 Tahap Analisis

Analisis meliputi dua tahap yaitu analisis terhadap bahan organik asal dan analisis terhadap senyawa organik larut air (SOLA). Aliran analisis seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Aliran analisis bahan organik asal dan Senyawa Organik Larut Air -Serasah Pinus

-Gambut

-Limbah Cair Sawit

Analisis : pH, Kadar Air, TSS, C-organik, N-total, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, KTK, Gugus Fungsional Masing-masing ditambah aquades (1:10) Kocok (125 rpm, 120 menit) Sentrifuse (2500 rpm, 30 menit) Filter membran 0,45 µm Analisis : pH, DHL, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, DOC Senyawa Organik

Larut Air (SOLA)

(23)

3.3.3.1 Analisis Bahan Organik Asal

Beberapa parameter dan metode analisis bahan organik asal disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter dan Metode Analisis Sifat Kimia Bahan Organik Asal

No Parameter Metode

1 Kadar Air dan Padatan Terlarut Gravimetri

2 pH pH - meter

3 Kapasitas Tukar Kation Ekstrak amonium asetat

4 Unsur K dan Na Nitrat Perklorat, Flamephotometer 5 Unsur Ca dan Mg Nitrat perklorat, AAS

6 C-organik Walkley and Black

7 N-total Kjeldahl

8 Unsur Fe, Cu, Mn dan Zn Nitrat Perklorat, AAS

9 Gugus Fungsional KBr Pelet, FTIR Spectrophotometer

3.3.3.2 Analisis Senyawa Organik Larut Air

Untuk mendapatkan ekstrak senyawa organik yang larut air (SOLA) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Bahan organik asal berupa serasah pinus, gambut kering dan gambut basah sebanyak 150 gram (berat basah) masing-masing ditambahkan air destilata (aquades) sebanyak 1,5 liter (perbandingan bahan organik dan aquades sebesar 1:10). Bahan limbah cair kelapa sawit tidak ditambah aquades karena sudah dalam bentuk cairan.

2. Campuran bahan organik dengan aquades dikocok dengan menggunakan shaker selama 120 menit pada kecepatan 125 rpm, kemudian disentrifuse selama 30 menit untuk memisahkan partikel padatan.

3. Hasil sentrifuse disaring dengan menggunakan saringan membran berukuran 0,45 µm.

(24)

4. Hasil saringan dengan membran 0,45 µm berupa senyawa organik larut air (SOLA) dianalisis masing-masing parameternya sesuai metode pada Tabel 5 :

Tabel 5. Metode dan Parameter Analisis SOLA

No Parameter Metode

1 pH pH – meter

2 EC EC – meter

3 Dissolved Organic Carbon Hiper TOC

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal

Hasil analisis pH, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N-total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK), gambut basah (GB), limbah cair kelapa sawit kolam satu (SLA) dan kolam dua (SLB) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Beberapa Bahan Organik Asal Bahan

Baku pH KTK

Kadar

Air TSS C-org N-total C/N me/100g ---%--- SP 5,3 58,4 126,5 - 34,1 1,3 24,9 GK 4,7 118,1 385,8 - 34,2 1,6 21,4 GB 5,7 109 740,9 - 38,9 1,9 19,9 SLA 4,3 - - 61,0 0,2 tu ~ SLB 4,4 - - 25,8 0,3 tu ~

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran, tu : nilai tidak terukur, ~ : nilai tidak terdefinisikan.

Nilai pH tertinggi terdapat pada gambut basah, yaitu sebesar 5,7, sedangkan nilai pH terendah terdapat pada limbah cair kelapa sawit kolam fakultatif satu (SLA), yaitu sebesar 4,3. Nilai pH limbah cair kelapa sawit dipengaruhi oleh tingginya senyawa-senyawa organik bersifat asam yang terlarut (Ahmad et al., 2011). Kedua tanah gambut Rawa Pening memiliki pH yang lebih tinggi dibandingkan nilai pH tanah gambut di Indonesia pada umumnya yang memiliki pH<4 (Barchia, 2006). Perbedaan ini disebabkan bahan pembentuk gambut di Rawa Pening yang berasal dari vegetasi tumbuhan non-kayu seperti rumput-rumputan yang memiliki kandungan lignin rendah, sedangkan pada tanah gambut lainnya di Indonesia umumnya bahan pembentuknya adalah tumbuhan kayu yang memiliki kadar lignin tinggi. Hasil analisis menunjukkan serasah pinus memiliki nilai pH sebesar 5,3, nilai ini lebih tinggi dari nilai pH yang diukur pada penelitian Komaryati et al. (2002), yaitu sebesar 4,3. Perbedaan nilai ini dapat

(26)

disebabkan karena perbedaan komposisi bahan serasah pinus yang digunakan pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Komaryati et al. (2002).

Aktivitas pertukaran kation terjadi karena adanya muatan negatif yang menjerap kation dalam bentuk dapat dipertukarkan. Koloid organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah hingga 30 kali lebih besar dibandingkan koloid anorganik (Hanafiah, 2005). KTK terbesar terdapat pada gambut kering, yaitu sebesar 118,1 me/100 g, sedangkan nilai KTK gambut basah sebesar 109,0 me/100 g dan serasah pinus sebesar 58,4 me/100 g. Menurut Kussow (1971 dalam Barchia, 2006) nilai KTK pada tanah gambut dapat mencapai kisaran 100-300 me/100 gram, dengan demikian nilai KTK pada pengukuran ini masih termasuk dalam nilai KTK yang umum pada tanah gambut di Indonesia. Pada limbah cair kelapa sawit tidak dilakukan pengukuran KTK karena padatannya terlarut dalam cairan. Tingginya nilai KTK pada masing-masing bahan organik asal disebabkan karena permukaan bermuatan negatif (misel) pada koloid organik yang lebih luas dari koloid anorganik, sehingga interaksi pertukaran kation lebih tinggi (Hanafiah, 2005).

Tingkat dekomposisi bahan organik dilihat berdasarkan nisbah karbon (C) dan nitrogen (N). Analisis C-organik dan N-total pada bahan organik padat dilakukan untuk mengetahui nisbah C/N. Nisbah C/N pada serasah pinus, gambut kering dan gambut basah berturut-turut adalah 24,9, 21,4, dan 19,9, sedangkan nisbah C/N pada bahan limbah cair kelapa sawit nilainya tidak dapat terdefinisikan karena N-totalnya yang sangat rendah (tidak dapat terukur). Nisbah C/N yang lebih kecil dari 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi unsur N dan bahan organik tersebut mudah untuk dirombak, sedangkan nilai diantara 20–30 berarti proses dekomposisi dan mineralisasi berjalan seimbang (Hanafiah, 2005). Hal ini menunjukkan bahan gambut Rawa Pening lebih mudah terdekomposisi dibandingkan serasah pinus. Nilai nisbah C/N pada tanah gambut Rawa Pening lebih rendah dari gambut di Indonesia pada umumnya yang memiliki C/N pada kisaran 31-49 (Barchia, 2006), hal ini dapat disebabkan karena vegetasi non kayu yang merupakan bahan pembentuk gambut Rawa Pening memiliki kadar C dan N

(27)

tidak setinggi pada tanaman-tanaman kayu yang umumnya merupakan bahan penyusun gambut di Indonesia.

4.2 Gugus Fungsional Bahan Organik

Metode Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectrophotometer digunakan untuk mengidentifikasi kandungan gugus fungsional pada bahan organik asal. Hasil interpretasi FTIR pada Gambar 2 menunjukkan keragaman jenis gugus fungsional yang berbeda pada masing-masing bahan, sedangkan data spesifik jenis gugus fungsional beserta bilangan gelombang pada masing-masing bahan disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 2. Keragaman Gugus Fungsional Pada Bahan Organik Keterangan : 1 : Serasah Pinus 4 : Limbah Cair Kolam Satu

2 : Gambut Basah 5 : Limbah Cair Kolam Dua 3 : Gambut Kering

Interperetasi FTIR terhadap gugus fungsional serasah pinus seperti yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan variasi gugus fungsional yang paling

(28)

sederhana dibandingkan dengan keempat bahan lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan grafik yang relatif lebih landai dan memiliki sedikit lekukan, sedangkan variasi gugus fungsional yang paling kompleks ditemukan pada limbah cair kelapa sawit kolam dua dengan grafik yang memiliki banyak lekukan. Kurva interpretasi FTIR terhadap gugus fungsional masing-masing bahan organik terdapat pada Lampiran 2 hingga 6.

Gugus fungsional yang ditemukan pada kelima jenis bahan di antaranya adalah gugus C-X, S=O, C-N, N-H, O-H, C-O, C=C dan C-H, sedangkan gugus fungsional yang identik pada bahan tertentu saja adalah gugus C=N (imines dan oximes) pada serasah pinus dan kedua jenis limbah cair kelapa sawit, gugus N-H (strecth) pada semua sampel kecuali limbah cair kelapa sawit kolam fakultatif dua, gugus O-H (alcohol-phenol free) pada serasah pinus, gambut kering dan limbah kelapa sawit kolam satu, gugus O-H (alcohol, phenol, H-bonded) pada semua bahan kecuali limbah cair kelapa sawit kolam dua, gugus C=O (amide) yang terdapat pada serasah pinus dan kedua jenis limbah cair kelapa sawit dan gugus C-H (aromatics) pada semua bahan kecuali gambut basah. Gugus fungsional yang hanya terdapat pada satu jenis bahan saja diantaranya adalah gugus X=C=Y pada serasah pinus, gugus C=O (aldehyde dan ester) dan gugus C-H (alkenes, stretch) pada limbah cair kelapa sawit kolam satu.

Gugus fungsional hidroksil (OH-) dan gugus karboksil (COO-) merupakan gugus fungsional penting yang terdapat pada semua jenis bahan organik. Kedua gugus ini merupakan penciri sifat hidrofilik yang menentukan kapasitas penyerapan air pada tanah gambut (Dikas, 2010). Menurut Kussow (1971 dalam Barchia, 2006) kedua gugus tersebut juga menentukan besarnya nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada masing-masing bahan organik karena keberadaan muatan negatif bergantung pH pada keduanya, sehingga hal ini menjelaskan tingginya nilai KTK pada masing-masing bahan organik. Selain itu menurut Ismangil dan Hanudin (2005) gugus hidroksil (OH-) dan gugus karboksil (COO-) merupakan gugus yang berperan penting dalam pelapukan mineral melalui proses acidolysis dan complexolysis. Menurut Zech et al. (1997) kadar lignin menentukan pembentukan kedua gugus fungsional tersebut. Pada bahan yang memiliki kadar lignin tinggi seperti serasah pinus akan lebih banyak terbentuk

(29)

gugus fenol dan eter, sedangkan pada bahan yang mengandung selulosa akan terbentuk gugus karbonil dan senyawa-senyawa asetat sederhana (Wijaya et al., 2008).

4.3 Karakteristik Senyawa Organik Larut Air

Senyawa organik larut air (SOLA) yang diperoleh dari bahan organik setelah difiltrasi dengan membran berukuran 0,45 µm dianalisis beberapa parameternya seperti pH, daya hantar listrik (DHL) dan karbon organik terlarut (DOC). Karakteristik SOLA disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai pH, DHL dan DOC pada SOLA

Bahan Baku pH DHL DOC

(µS/cm) (mg/l)* SP 4,4 197,4 76,1 GB 6,9 41,6 4,1 GK 6,5 108,5 6,0 SLA 5,1 7160,0 158,3 SLB 6,5 6130,0 90,2

Keterangan : * : Telah memperhitungkan kadar air, SP : Serasah Pinus, GK : Gambut Kering, GB : Gambut Basah, SLA : Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Satu, SLB : Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Dua.

Nilai pH pada setiap SOLA menunjukkan peningkatan dibandingkan bahan organik asalnya, kecuali pada serasah pinus yang justru mengalami penurunan. Perubahan pH pada SOLA gambut basah, gambut kering dan limbah cair kelapa sawit kolam dua mendekati reaksi pH netral, yaitu nilai pH~7. Perubahan pH disebabkan karena terfiltrasinya senyawa-senyawa mengandung H+ yang berukuran kompleks dan meloloskan senyawa yang berukuran lebih sederhana pada saat filtrasi dengan membran berukuran 0,45 µm dilakukan, sehingga konsentrasi H+ pada SOLA hasil ekstraksi menurun.

Electric Conductivity (EC) atau daya hantar listrik (DHL) merupakan parameter untuk mengukur akumulasi garam-garam atau konsentrasi ion terlarut (Ruliyani, 2011). Limbah cair kelapa sawit merupakan SOLA dengan nilai DHL tertinggi yaitu sebesar 6130,0 - 7160,0 µS/cm, lebih tinggi dari serasah pinus (197,4 µS/cm) dan gambut Rawa Pening (41,6 - 108,5 µS/cm). Nilai DHL

(30)

merupakan indikator salinitas yang menunjukkan besarnya kandungan elektrolit atau jumlah kation-kation di dalam SOLA. Menurut Turan (2008) SOLA yang memiliki nilai DHL diatas 2 mS/cm dapat dikatakan salin. Berdasarkan hasil analisis ini SOLA limbah cair kelapa sawit diketahui merupakan bahan yang salin akibat tingginya kation-kation yang terdapat di dalamnya.

DOC merupakan fraksi senyawa karbon dari bahan organik yang dapat terlarut air. Nilai DOC tertinggi terdapat pada limbah cair kelapa sawit kolam fakultatif satu (SLA) dengan nilai 158,7 mg/l, sedangkan pada kolam fakultatif dua (SLB) sebesar 90,2 mg/l. Nilai DOC pada limbah cair kelapa sawit lebih tinggi dari serasah pinus (76,1 mg/l), gambut basah (4,1 mg/l) dan gambut kering (6,0 mg/l). Menurut Chantigny (2003) kadar DOC umum pada serasah hutan dapat berkisar antara 5 - 400 mg/l, berdasarkan asumsi ini maka kadar DOC pada SOLA serasah hutan pinus Gunung Walat tergolong normal. Meskipun kadar DOC pada SOLA limbah cair kelapa sawit merupakan yang paling tinggi, kadar karbon di dalam limbah cair kelapa sawit tetap dalam nilai yang rendah. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan hasil analisis kadar C-organik pada limbah cair kelapa sawit yang sangat rendah, yaitu sekitar 0,2 - 0,3 %.

4.4 Kadar Unsur Hara Dalam Bahan Organik Asal dan SOLA

Hasil analisis kandungan hara pada masing-masing bahan organik padat pada Tabel 8 menunjukkan gambut basah dan gambut kering Rawa Pening memiliki kandungan hara yang relatif paling tinggi pada semua jenis unsur hara, kecuali pada unsur hara K. Gambut Rawa Pening diketahui termasuk dalam gambut yang memiliki kandungan unsur hara tergolong tinggi jika dibandingkan dengan gambut di beberapa daerah lain di Indonesia. Hal ini disebabkan pada tanah gambut Rawa Pening terdapat pengaruh dari abu volkan yang disebutkan dalam penelitan Hastuti (2000), sehingga memungkinkan kadar unsur hara pada gambut Rawa Pening tinggi. Meskipun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa besar kadar abu volkan sebenarnya yang terdapat di gambut Rawa Pening.

Serasah pinus Gunung Walat memiliki kandungan unsur hara yang relatif lebih rendah dibandingkan kedua bahan gambut Rawa Pening, namun kandungan

(31)

hara serasah pinus lebih tinggi dari kedua bahan limbah cair kelapa sawit selain pada unsur K. Daun pinus yang merupakan bahan dominan pada serasah pinus merupakan bahan dengan kandungan unsur hara yang relatif rendah. Rendahnya kadar unsur hara serasah pinus Gunung Walat juga dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Komaryati et al. (2002) dengan hasil analisis beberapa unsur hara diantaranya unsur K (0,15 %), Ca (2,97 %) dan Mg (0,37 %).

Limbah cair kelapa sawit merupakan bahan dengan kandungan unsur hara yang paling tinggi hanya pada unsur hara K (5.908 - 6.245 ppm), sedangkan pada jenis unsur hara lain jumlahnya relatif paling rendah dibandingkan kedua bahan lainnya. Sama seperti penyebab kadar C dan N yang rendah, rendahnya kandungan unsur hara pada limbah cair kelapa sawit dikarenakan kandungan hara di dalam tandan dan buah kelapa sawit sudah hilang pada saat proses pengolahan buah kelapa sawit, sehingga kadar hara yang tersisa hanya berasal dari campuran ampas pengolahan dengan air limbah yang jumlahnya sangat rendah.

Tabel 8. Kandungan Unsur Hara Dalam Bahan Organik Asal

Bahan Baku Fe K Ca Mg ---ppm---SP* 15.346 500,5 9.817 5.415 GK* 66.051 484,5 39.572 19.313 GB* 70.945 728,0 53.687 29.568 SLA** 1.224 6.245 2.638 5.193 SLB** 199,0 5.908 2.282 4.472 Bahan Baku Mn Zn Cu Na ---ppm--- SP* 1.208 64,0 69,7 207,4 GK* 993,6 81,8 153,6 507,3 GB* 2.364 112,2 78,0 750,0 SLA** 59,0 6,0 6,0 30,0 SLB** 52,0 3,0 1,0 52,0

Keterangan : *) Kadar unsur hara terhadap bahan padat, **) Kadar unsur hara terhadap cairan ; tu : tidak terukur ; SP : Serasah Pinus, GK : Gambut Kering, GB : Gambut Basah, SLA : Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Satu, SLB : Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Dua.

Filtrasi bahan organik asal dengan menggunakan membran saring 0,45 µm memberikan perubahan kadar hara pada masing-masing SOLA dengan bahan organik asalnya, yaitu menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kadar unsur

(32)

hara bahan organik asal. Penurunan kadar hara pada setiap SOLA sangat tinggi. Unsur hara Zn mengalami penurunan terbesar, dimana penurunan kadar hampir mencapai 100 % pada semua SOLA. Gambut Rawa Pening mengalami penurunan kadar paling tinggi dengan persentase penurunan hampir mencapai 100 % pada semua jenis unsur hara, sedangkan komposisi kandungan unsur hara pada SOLA yang tertinggi terdapat pada kedua jenis limbah cair kelapa sawit, kecuali pada unsur hara Zn. Kandungan unsur hara pada SOLA disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan Unsur Hara dalam Senyawa Organik Larut Air (SOLA)

Bahan Baku Fe K Ca Mg Mn Zn Cu Na ---ppm--- SP* 0,3 61,7 30,8 33,0 tu 0,2 0,3 25,4 GK* 2,4 5,4 6,6 17,3 tu 0,1 0,2 tu GB* 3,0 3,5 8,0 4,0 tu 0,4 0,2 5,2 SLA** 58,0 3.271 980,3 2.067 13,3 0,1 0,3 tu SLB** 50,0 2.901 768,3 1.875 7,6 0,1 0,1 tu Keterangan: *) ppm unsur hara terhadap bahan padat, **) ppm unsur hara terhadap cairan, tu : tidak terukur, SP : Serasah Pinus, GK : Gambut Kering, GB : Gambut Basah, SLA : Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Satu, SLB : Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Dua.

Analisis kandungan unsur hara dalam SOLA membuktikan terdapat korelasi positif antara nilai daya hantar listrik (DHL) dengan kandungan unsur hara pada SOLA. Hal ini terlihat pada SOLA limbah cair kelapa sawit. Selain memiliki nilai DHL yang paling tinggi, juga ditemukan kandungan unsur hara yang tinggi melebihi kandungan hara pada SOLA lainnya, sedangkan pada SOLA gambut Rawa Pening yang memiliki nilai DHL rendah ditemukan juga kandungan unsur hara yang rendah. Berdasarkan hasil analisis ini maka terbukti bahwa nilai DHL SOLA berkorelasi positif dengan kandungan kation-kation dalam SOLA.

(33)

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil analisis menunjukkan nisbah C/N pada bahan serasah pinus lebih tinggi dibandingkan pada bahan lainnya, sedangkan nilai pH dan KTK pada bahan gambut lebih tinggi dari bahan serasah pinus. Nilai parameter pH, KTK dan C/N menunjukkan karakteristik bahan organik asal dipengaruhi oleh bahan penyusunnya. Bahan serasah pinus dan gambut memiliki kandungan unsur hara Fe (15.346 ppm dan 66.051 - 70.945 ppm), Ca (9.817 ppm dan 39.572 – 53.687 ppm), Mg (5.415 ppm dan 19.313 – 29.568 ppm), Mn (1.208 ppm dan 993,6 – 2.364 ppm), Zn (64,0 ppm dan 81,8 - 112,2 ppm), Cu (69,7 ppm dan 78,0 - 153,6 ppm) dan Na (207,4 ppm dan 507,3 - 750,0 ppm) yang lebih tinggi dari limbah cair kelapa sawit, sedangkan unsur K (5.908 – 6.245 ppm) ditemukan lebih tinggi pada limbah cair kelapa sawit.

2. Nilai DHL pada SOLA serasah pinus, gambut basah, gambut kering, limbah cair kelapa sawit kolam satu dan dua secara berturut-turut adalah 197,4 µS/cm, 41,6 µS/cm, 108,5 µS/cm, 7.160 µS/cm dan 6.130 µS/cm, sedangkan nilai DOC pada SOLA secara berturut-turut sebesar 76,1 mg/l, 4,1 mg/l, 6,0 mg/l, 158,3 mg/l dan 90,2 mg/l. Filtrasi bahan organik asal menyebabkan perubahan pH dan kadar unsur hara pada SOLA. Perubahan pH menjadi lebih tinggi mendekati pH netral kecuali pada serasah pinus, sedangkan kadar hara pada masing-masing SOLA mengalami penurunan dibandingkan bahan organik asalnya. Pada unsur hara Zn penurunannya sangat tinggi yaitu hampir mencapai 100 % pada

(34)

3. Gugus fungsional organik yang ditemukan pada semua bahan adalah gugus C-X (pada semua jenis vibrasi), gugus S=O, C=C, C-O, C-N, N-H, C-H dan O-H. Gugus C=N (imines dan oximes) terdapat pada serasah pinus dan limbah cair kelapa sawit, gugus N-H (stretch) pada semua bahan kecuali limbah cair kelapa sawit kolam dua, gugus O-H (alcohol-phenol, free) terdapat pada serasah pinus, gambut kering dan limbah cair kelapa sawit kolam satu, gugus O-H (alcohol-phenol, H-Bonded) pada semua bahan kecuali limbah cair kolam dua, gugus C=O (amide) terdapat pada serasah pinus dan limbah cair kelapa sawit dan gugus C-H (aromatics) terdapat pada semua bahan kecuali gambut basah. Gugus fungsional X=C=Y hanya terdapat pada bahan serasah pinus, sedangkan gugus C=O (aldehyde dan ester) dan C-H (alkenes, stretch) hanya terdapat pada limbah cair kelapa sawit kolam satu.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F dan I. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Center. Bogor

Ahmad, A., Bahrudin dan A. Rahmi. 2011. Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta.

Anam, C., Sirojudin dan K. S Firdausi. 2007. Analisis Gugus Fungsi pada Sampel Uji Bensin dan Spirtus Menggunakan Metode Spektroskopi FTIR. Berkala Fisika Vol. 10 No. 1 : 79-85.

Barchia, M. F. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. UGM Press. Yogyakarta.

Chantigny, M. 2003. Dissolved and Water Extractable Organic Matter in Soils. Geoderma (113) : 357-380.

Dikas, T. M. 2010. Karakterisasi Gambut di Riau Pada Tiga Ekosistem (Marine, Payau, dan Air Tawar). Skripsi sarjana. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Fujii, K., Uemura, M., Hayakawa, C., Funakawa, S., Sukartiningsih., Kosaki, T.,

S. Ohya. 2009. Fluxes of Dissolved Organic Carbon in Two Tropical Forest of East Kalimantan Indonesia. Geoderma (152) : 127-136.

Goltenboth, F. dan Timothius, K. H. 1992. The Rawa Pening Lake. Fakultas Sains dan Matematika. Universitas Satya Wacana. Salatiga.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Pers. Jakarta.

Hanum, F. 2009. Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit dari Unit Deoling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi. Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hasanah, H. 2011. Penurunan Beban Pencemar Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Melalui Fermentasi Anaerob Menggunakan Digester Dua Tahap. Skripsi sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Hastuti, S. 1999. Sifat-Sifat Gambut Rawa Pening yang Tidak Mudah Berubah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol 2, No. 1, 17-22. 2000. UGM. Yogyakarta.

Huang, P. M. dan M. Schnitzer. 1997. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikroba. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ismangil dan E. Hanudin. 2005. Degradasi Mineral Batuan oleh Asam-Asam Organik. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 5 (1) : 1-17.

(36)

Lengkong, J dan R. Kawulusan. 2008. Pengelolaan Bahan Organik untuk Memelihara Kesuburan Tanah. Soil Environment 6 (2): 91-97.

Komaryati, S. Gusmailina dan Pari, G. 2002. Pembuatan Kompos dan Arang Kompos dari Serasah dan Kulit Kayu Tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20, No. 3 : 231-242.

Kristijono, A. 2010. Pemanfaatan Gambut Sebagai Media Tumbuh BITUMAN dalam Rangka Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis. Laporan Program Insentif Riset DIKTI. Pusat Teknologi Sumber Daya Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana. Jakarta.

Manurung, R, 2004. Proses Anaerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit. Artikel Repository Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan.

Michel, K., E. Matzner., M-F. Dignac dan I. Kogel-Knabber. 2006. Properties of Dissolved Organic Matter Quality and Nitrogen Additions in Norway Spruce Forest Floors. Geoderma (130) : 250-264.

Mulyanto, B. 2004. Pengelolaan Bahan Organik Tanah untuk Mendukung Kelestarian Pertanian di Lahan Basah. Simposium Nasional ISSAAS Pertanian Organik. Bogor.

Naibaho, P. M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Nilamsari, D. 2000. Produktivitas, Penghancuran dan Kandungan Hara Serasah pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii), Puspa (Schima wallichi) dan Aghatis (Agathis loranthifolia) di DAS Cipeureu, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi sarjana Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Nuryani, S., B. Purwanto., A. Maas., Wiwik., O. A. Bannati., K. D. Sasmita. 2007. Peningkatan Efisiensi Pemupukan N pada Tanaman Tebu melalui rekayasa Khelat Urea Humat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 : 93-102.

Pavia, D. L., G. Lampman dan G. Kriz. 2001. Introduction to Spectroscopy. Departement of Chemistry. Western Washington University. Washington. Ruliyani, F. 2011. Sifat-sifat Kimia Tanah di Sekitar Landfill Abu Terbang PLTU

Suralaya. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian. IPB.

Rumonda, H. 2008. Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit dan Zeolit sebagai Bahan Amelioran Tanah dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Caisin. Skripsi sarjana Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Sihaloho, W. S. 2009. Analisa Kandungan Kimia dari Limbah Cair Inlet dan Outlet dari Berbagai Industri Kelapa Sawit. Karya Ilmiah Diploma Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. USU. Medan.

(37)

Sukarmin. 2004. Senyawa Karbon. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan DEPDIKNAS. Jakarta.

Traversa, A., E. Loffredo., C. E. Gatullo., N, Senesi. 2010. Water Extractable Organic Matter of Different Composts. Geoderma (156) : 287-292.

Turan, N. G. 2008. The Effect of Natural Zeolite on Salinity Level of Poultry Litter Compost. Science Direct (99) : 2097-2101.

Undurraga, P., Zagal, E., Sepulveda, G., Valderama, N. 2009. Dissolved Organic Carbon and Nitrogen in Andisol For Six Crop Rotations With Different Soil Management Intensity. Chilean Journal Agriculture Research 69 (3) : 445-454.

Wijaya, M., E. Noor., T. Irawadi., G. Pari. 2008. Karakterisasi Komponen Kimia Asap Cair dan Pemanfaatannya sebagai Biopestisida. Bionature Vol. 9 : 34-40.

Zech, W., N. Senesi., G. Gugenberger., K. Kaiser., J. Lehman., T. M. Miano., A. Miltner., G. Schroth. 1997. Factors Controling Humification and Mineralization of Soil Organic Matter in the Tropic. Geoderma (79) : 161.

Zsolnay, A., 2003. Dissolved Organic Matter Artefacts, Definition, and Function. Geoderma (113) : 187-209.

Zsolnay, A., M. Corvasce., V. D’Orazio., R. Lopez., T. M Miano. 2006. Characterization of Water Extractable Organic Matter in a Deep Soil Profile. Chemosphere (62) : 1583-1590.

(38)
(39)

Rujukan* SP GK GB SLA SLB C-X Bromide, Iodide <667 s 432,05 432,05 416,62 470,63 470,63 470,63 470,63 432,05 536,21 621,08 532,35 540,07 470,63 621,08 651,94 651,94 648,08 540,07 651,94 648,08 Chloride 785-540 s 651,94 540,07 540,07 621,08 621,08 694,37 648,08 648,08 651,94 651,94 748,38 748,38 698,23 721,38 771,53 767,67 Fluoride 1400-1000 s 1037,7 1033,85 1033,85 1033,85 1026,13 1334,74 1091,71 1091,71 1099,43 1049,28 1384,89 1330,88 1215,15 1253,73 1107,14 1384,89 1327,03 1315,45 1226,73 1392,61 1338,6 1261,45 1296,16 1342,46

S=O Sulfones, Sulfonyl, chlorides, sulfates, 1375-1300 s and 1334,74 1330,88 1327,03 1315,45 1342,46 sulfonamides 1350-1140 s 1338,6

X=C=Y Allenes, ketenes, isocyanates, isothiocyanates 2270-1940 m-s 1998,25

(40)

Lampiran 1. (Lanjutan) C-N Amines 1350-1000 m-s 1037,7 1033,85 1033,85 1033,85 1026,13 1334,74 1091,71 1091,71 1099,43 1049,28 1330,88 1215,15 1253,73 1107,14 1327,03 1315,45 1226,73 1338,6 1261,45 1296,16 1342,46

N-H Primary and secondary amines and amides 3500-3100 m 3278,99 3352,28 3302,13 3278,99 (stretch)

(bend) 1640-1550 m-s 1600,92 1604,77 1612,49 1554,63 1554,63

1566,2

O-H Alcohol, Phenols

Free 3650-3600 m 3618,46 3618,46 3614,6 H-Bonded 3400-3200 m 3278,99 3352,28 3302,13 3278,99 Carboxylic acids 3400-2400 m 2846,93 2850,79 2850,79 2850,79 2850,79 2904,8 2943,37 2943,37 2920,23 2916,37 2943,37 3352,28 3302,13 3005,1 2958,8 3278,99 3278,99

C-O Alcohols, ethers, esters, carboxylic acids, 1300-1000 s 1037,7 1033,85 1033,85 1033,85 1026,13 anhydrides 1091,71 1091,71 1099,43 1049,28

1215,15 1253,73 1107,14 1226,73 1261,45

(41)

Lampiran 1. (Lanjutan) 1296,16 C=O Aldehyde 1740-1720 s 1732,08 Ketone 1725-1705 s Carboxylic Acid 1725-1700 s Ester 1750-1730 s 1732,08 Amide 1680-1630 s 1651,07 1658,78 1658,78 Anhydride 1810 and 1760 s Acid Chloride 1800 s C≡C Alkyne 2250-2100 m-w C=C Alkene 1680-1600 m-w 1600,92 1604,77 1612,49 1658,78 1658,78 1651,07 Aromatic 1600 and 1475

C-C Alkane not interpretatively useful

C-H Alkanes (stretch) 3000-2850 s 2904,8 2850,79 2850,79 2850,79 2850,79 2943,37 2943,37 2943,37 2920,23 2916,37 2958,8 CH3 (bend) 1450 dan 1375 m CH2 (bend) 1465 m Alkenes (strecth) 3100-3000 m 3005,1 (out of plane bend) 1000-650 s 651,94 748,38 910,4 651,94 651,94

694,37 910,4 698,23 721,38

748,38 771,53 767,67

(42)

Lampiran 1. (Lanjutan)

910,4 941,26

Aromatics (stretch) 3150-3050 s

(out of plane bend) 900-690 s 694,37 748,38 698,23 721,38

748,38 771,53 767,67

794,67 875,68

Alkyne (stretch) ca.3300 Aldehyde 2900-2800 w 2846,93 2850,79 2850,79 2850,79 2850,79

2800-2700 w

Keterangan :

* : Rujukan bilangan gelombang yang digunakan berasal dari Tabel korelasi gugus fungsional (Pavia et al., 2001)

s : kuat GK : Gambut kering

m : sedang GB : Gambut basah

w : lemah SLA : Limbah cair kelapa sawit kolam satu

(43)

Lampiran 2. Kurva Interpretasi FTIR terhadap Gugus Fungsional pada Serasah Pinus

Lampiran 3. Kurva Interpretasi FTIR terhadap Gugus Fungsional pada Gambut

Basah Rawa Pening

Lampiran 4. Kurva Interpretasi FTIR terhadap Gugus Fungsional pada Gambut Kering Rawa Pening

(44)

Lampiran 5. Kurva Interpretasi FTIR terhadap Gugus Fungsional pada Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Satu

Lampiran 6. Kurva Interpretasi FTIR terhadap Gugus Fungsional pada Limbah Cair Kelapa Sawit Kolam Dua

Gambar

Tabel 3. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit
Gambar 1. Aliran analisis bahan organik asal dan Senyawa Organik Larut Air -Serasah Pinus
Tabel 5. Metode dan Parameter Analisis SOLA
Gambar 2. Keragaman Gugus Fungsional Pada Bahan Organik  Keterangan :  1 : Serasah Pinus  4 : Limbah Cair Kolam Satu

Referensi

Dokumen terkait

“Barangsiapa secara mela wan hukum memaksa orang agar melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan, dengan memakai kekera san, sesuatu perbuatan lain, maupun

“Mereka menjawab: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”

Peneliti tertarik untuk meneliti objek ini dikarenakan KAP tersebut berada dalam satu koordinasi wilayah (korwil) yaitu Sumatera Bagian Tengah yang memilik jumlah KAP

Berdasarkan surat perintah tersebut Kelurahan Pulau Karam Kecamatan Sukajadi melaksanakan tugas inventarisasi aset tanah milik pemerintah Kota Pekanbaru dengan

Selanjutn ya, catatan memberitahukan kepada kita, ketika pikiran beliau telah tenang secara sempurna, pada jam malam per tama Beliau mampu mengingat kelahiran-kelahiran lampaun

Jika Tertanggung mengalami Kecelakaan dan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal terjadinya Kecelakaan tersebut Tertanggung meninggal dunia sebelum mencapai Usia

11 http://buahan-sehat.blogspot.com/2014/03/kandungan-gizi-dan-manfaat-jahe-bagi.html.. Perlu diketahui kemana hasil produksi akan dipasarkan baik menyangkut harga maupun

Planning atau suatu rencana adalah langkah selanjutnya yang harus dilakukan berdasarkan informasi yang telah terkumpul dari proses environmental scanning dan formative