• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI DAN METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI DAN METODE"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI DAN METODE

2.1 Teknik Pengukuran

Teknologi yang dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi sedimen tersuspensi yaitu mekanik (trap sampler, bottle sampler), optik (optical beam transmissometer, optical backscatter), dan akustik (ADCP). Teknologi mekanik merupakan metode pengukuran yang paling terandalkan. Kelemahan teknologi ini adalah kemampuan pengambilan dan pengolahan data membutuhkan waktu yang lama. Pengukuran dilakukan dengan mengambil contoh air yang mengandung sedimen. Instrumen yang menggunakan teknologi akustik dan optik merupakan pengukuran konsentrasi sedimen tersuspensi secara tak langsung. Penggunaan kedua metode ini harus dikalibrasi dengan menggunakan teknologi mekanik untuk estimasi konsentrasi sedimen tersuspensi. Teknologi akustik memiliki keunggulan dibanding teknologi lainnya. Keunggulannya yaitu resolusi spasial serta temporal yang dihasilkan jauh lebih baik dibanding teknologi lainnya dan penggunaannya tidak mengganggu pergerakan air.

2.1.1 Prinsip Kerja Instrumen

ADCP mengukur kecepatan arus dengan memancarkan gelombang akustik. Gelombang akustik tersebut bergerak di medium air. Kemudian ADCP merekam frekuensi dan intensitas pantulan balik dari partikel-partikel pemantul (scatterers) yang tersuspensi di dalam air. Partikel-partikel tersebut diasumsikan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan arus (Gambar 2.2) (RD Instruments, 1996). Pergerakan partikel-partikel mendekati atau menjauhi transduser ADCP menyebabkan perubahan frekuensi. Perubahan frekuensi ini yang digunakan untuk menghitung kecepatan partikel.

ADCP merekam data kecepatan dan intensitas pantulan balik setiap lapisan air yang dinamakan bin. Sedangkan kolom pengukuran disebut ensemble (Gordon, 1996). Ketebalan bin Δd diatur oleh selang waktu Δt dan ukuran bin dapat diatur ADCP

(2)

(Gambar 2.3). Satu ensemble terdiri atas rekaman satu atau rata-rata beberapa ping. Pada tugas akhir ini, ketebalan bin dan ensemble yaitu 0,5 m dan 1 detik.

Gambar 2.1 Acoustic Doppler Current Profiler 600 kHz (Simpson, 2001)

Gambar 2.2 Perambatan gelombang akustik (dimodifikasi dari Simpson, 2001)

Gambar 2.3 Proses penggerbangan waktu (Poerbandono, 2006)

(3)

2.1.2Keterandalan Data

Walaupun banyak keunggulan yang dimiliki, ADCP juga memiliki keterbatasan (Gambar 2.4). Keterbatasan disebabkan terutama sifat fisik gelombang akustik serta kemampuan transduser dalam mengirim dan menerima gelombang. Gelombang akustik yang ditembakkan dari transduser membentuk pancaran utama dan pancaran sisi. Kedudukan transduser miring membentuk sudut sebesar 20° terhadap sumbu vertikal. Pancaran sisi akan sampai di dasar perairan terlebih dahulu, sehingga bin terbawah akan terjadi interferensi gelombang (Simpson, 2001).

Gambar 2.4 Keterbatasan ADCP (Poerbandono, 2006)

Saat awal pengukuran, letak bin harus direduksi terhadap muka air karena kedudukan transduser berada di bawah muka air. Selain itu, setiap kali memancarkan gelombang akustik, transduser membutuhkan waktu untuk menerima intensitas akustik pada lapisan air yang terdekat (recovery time). Koreksi yang diberikan yaitu transducer near field correction.

Nilai intensitas pantulan balik sebanding dengan konsentrasi material pemantul. Oleh sebab itu, data intensitas pantulan balik merupakan informasi kualitatif yang sangat berharga untuk estimasi konsentrasi sedimen tersuspensi. Saat ini telah banyak dikembangkan persamaan / model untuk mengubah intensitas pantulan balik menjadi konsentrasi absolut sedimen tersuspensi. Besaran absolut konsentrasi sedimen tersuspensi dapat diperoleh jika pemodelan sifat perambatan gelombang akustik dan sifat fisik sedimen tersuspensi diketahui.

(4)

Sifat perambatan gelombang akustik yang perlu dikenali adalah mekanisme kehilangan intensitas akustik (Transmission Losses) karena sebaran geometrik (Geometrical Spreading) dan pelemahan akustik (Acoustic Attenuation). Geometrical Spreading atau Beam Spreading (BS) disebabkan gelombang akustik yang dipancarkan dari sumber akan menyebar ke segala arah. Bidang sebaran gelombang semakin membesar, sedangkan energi yang dipancarkan tetap. Besarnya nilai Beam Spreading untuk 2 kali perambatan gelombang yaitu:

) (

20 Log R

BS   ……….….………..(1)

dengan, R merupakan jarak miring (slant distance) sumber gelombang (m)

merupakan transducer near field correction (Downing et al., 1995).

Gelombang akustik merambat pada medium air akan mengalami pelemahan energi. Energi yang dipancarkan sebagian diubah menjadi panas. Oleh karena itu, nilai intensitas pantulan balik juga harus dikoreksi karena adanya Absorpsi (A). Persamaan Absorpsi untuk 2 kali perambatan gelombang akustik yang digunakan (RD Instruments, 1996) yaitu:

R

A2 ...(2) dengan, merupakan koefisien pelemahan energi (Attenuation).

Pada tugas akhir ini, nilai koefisien pelemahan energi yang digunakan pada saat pengukuran yaitu 0,139 dB/m.

Model matematika yang digunakan untuk memperoleh intensitas pantulan balik (EI), yaitu:

EISL2.TLTS...(3)

dengan, SL merupakan intensitas akustik pada saat dipancarkan oleh transducer TL merupakan mekanisme kehilangan intensitas akustik

(5)

Nilai kekuatan target (Target Strength) berkaitan sifat fisik, struktur internal maupun eksternal objek, dan karakteristik sinyal yang dipancarkan. Untuk memperoleh kekuatan target diperlukan analisis ukuran partikel (grain size analysis). Analisis ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran, bentuk serta jenis partikel. Oleh karena itu, kekuatan target diabaikan.

EISL2.TL...(4) atau EISLBSA...(5)

2.2Persamaan Empirik untuk Estimasi Konsentrasi Sedimen Tersuspensi

Data intensitas pantulan balik dalam dB merupakan nilai relatif konsentrasi sedimen tersuspensi. Untuk memperoleh nilai absolut konsentrasi sedimen tersuspensi dalam kg/m³, maka harus dilakukan konversi dengan persamaan (pendekatan) tertentu. Untuk memperoleh konsentrasi sedimen tersuspensi, persamaan empirik yang digunakan pada tugas akhir ini yaitu Gartner (2002):

10log(c) a.EIb...(6)

Konstanta a dan b dari persamaan empirik Gartner (2002) diperoleh dengan melakukan regresi linier. Kalibrasi dilakukan terhadap sampel sedimen tersuspensi yang diperoleh di lapangan (direct sampling). Pengambilan sampel sedimen tersuspensi menggunakan water sampler. Pada saat pengambilan sampel sedimen tersuspensi, water sampler harus terletak pada kedalaman yang sama dengan kedalaman bin yang diamati (Gambar 2.5).

Untuk merepresentasikan konsentrasi sedimen tersuspensi pada suatu kolom pengukuran, maka digunakan konsentrasi rata-rata terbobot (Wall et al., 2006), yaitu:

   n i i n i i i rata u u c c 1 1 2 ...(7)

(6)

dengan, crata2 merupakan konsentrasi rata-rata sedimen tersuspensi

i

c merupakan konsentrasi sedimen tersuspensi setiap bin i

u merupakan kecepatan arus setiap bin

Gambar 2.5 Proses kalibrasi menggunakan ADCP dan water sampler (dimodifikasi dari Wall et al., 2006)

2.3 Teknik Evaluasi

Untuk uji kualitas hasil estimasi, konsentrasi sedimen tersuspensi yang diperoleh dari persamaan empirik Gartner (2002) dibandingkan dengan sampel konsentrasi sedimen tersuspensi. Hasil evaluasi dinyatakan dalam kesalahan rata-rata absolut (kg/m³), kesalahan rata-rata relatif (%), dan tingkat kesesuaian / discrepancy factor. Kesalahan rata-rata absolut merupakan nilai rata-rata simpangan antara konsentrasi sedimen tersuspensi hasil estimasi (ce) dan konsentrasi sedimen tersuspensi hasil direct sampling (cu).

e u

A c c

n

k 1 ...(8)

Kesalahan rata-rata relatif dinyatakan dalam nilai rata-rata simpangan konsentrasi sedimen tersuspensi hasil estimasi (ce) dan konsentrasi sedimen tersuspensi hasil

(7)

direct sampling (cu) terhadap nilai yang dianggap benar. Konsentrasi sedimen tersuspensi hasil direct sampling (cu) merupakan nilai yang dianggap benar.

% 100 1   

u u e R c c c n k ...(9)

Tingkat kesesuaian / discrepancy factor (rf) merupakan kemampuan persamaan empirik yang digunakan untuk memprediksi nilai konsentrasi yang dihasilkan (ce) terhadap nilai konsentrasi sedimen tersuspensi yang diperoleh dari direct sampling

) (cu (Poerbandono, 2003). u e f c c r  ...(10)

2.4Estimasi Laju Angkutan dan Debit Sedimen Tersuspensi

Laju angkutan sedimen tersuspensi (qZ) menyatakan banyaknya massa sedimen yang melewati suatu penampang setiap detik. Jika konsentrasi sedimen tersuspensi dan kecepatan arus diketahui, maka laju angkutan sedimen dapat dihitung. Laju angkutan sedimen tersuspensi di satu titik pengamatan ditentukan sebagai produk (perkalian) antara konsentrasi sedimen tersuspensi dengan kecepatan arus di titik tersebut.

qZu(z).c(z)...(11)

Untuk laju angkutan rata-rata sedimen tersuspensi, yaitu: u

c

(8)

i i



i i

n i z z u u h u     

1 1 1 1 2 1 1 ...(13)

dengan, h merupakan kedalaman perairan z merupakan tinggi pengukuran

Estimasi debit sedimen tersuspensi (QS) pada suatu penampang diperoleh dari perkalian laju angkutan (qZ) terhadap luas penampang pengukuran (Gambar 2.6).

Q q dzdb b n Z S

 

  0 1 1 ………….…...………..(14)

dengan, qZ merupakan laju angkutan rata-rata antar bin z merupakan ketinggian pengukuran

b merupakan lebar penampang

m uka air

dasar perairan

Profil debit sedimen

Gambar 2.6 Skema estimasi debit sedimen pada suatu penampang

b

Gambar

Gambar 2.2 Perambatan gelombang akustik  (dimodifikasi dari Simpson, 2001)
Gambar 2.4 Keterbatasan ADCP   (Poerbandono, 2006)
Gambar 2.5 Proses kalibrasi menggunakan ADCP dan water sampler  (dimodifikasi dari Wall et al., 2006)
Gambar 2.6 Skema estimasi debit sedimen pada suatu penampang

Referensi

Dokumen terkait

Sejak tahun 2001, Program Kemitraan ILO-Irish Aid telah bekerja di sejumlah negara terpilih di Asia Tenggara serta Afrika Timur dan Selatan untuk mempromosikan kerja layak

Dari studi di atas kita dapat melihat bahwa untuk menekan laju emisi karbon dan metan ke udara yang dapat membentuk dampak rumah kaca bagi bumi (yang mengakibatkan pemanasan

Tempat & Tanggal Lahir : Bengkulu, 15 September 1994 Jenis Kelamin : Perempuan. Agama

Beberapa bahan makanan yang ditumbuhi jamur dan ditemukan mycotoksik yaitu jagung, sorgum, barley, gandum, padi dan biji kapuk. Untuk mengatasi tumbuhnya jamur pada bahan makanan

Pengaturan mengenai usaha jasa konstruksi adalah untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dengan terselenggaranya

Dalam keputusan tersebut Mahkamah mengatakan bahwa Dekrit Norwegia bulan Juli 1935 yang menetapkan batas suatu zona penangkapan ikan ekslusif sepanjang hampir 1000 mil dari

DINAS PEKERJAAN UMUM Peningkatan Jalan Angkrukketip - Sangubanyu (lanjutan) Pengawasan Teknis Peningkatan Jalan Angkrukketip - Sangubanyu (lanjutan) JB: Modal JP: Jasa Konsultansi.

Sehubungan dengan hal di atas, dalam sendi-sendi pelayanan prima seperti yang dikutip Warella (1997) menyebutkan bahwa untuk menilai pelayanan publik yang