• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN DIVERSI DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI DI POLRES SRAGEN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN DIVERSI DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI DI POLRES SRAGEN)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN DIVERSI DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN

PIDANA ANAK (STUDI DI POLRES SRAGEN) Oleh:

Ignasius Krisma Yudha Perwira

Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mendeskripsikan pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen. 2) Mendeskripsikan kendala-kendala dalam pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen.

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa : 1) Pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen dilakukan dengan langkah awal melakukan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Dalam hal penyidik telah melakukan tugas penyidikan maka penyidik wajib memberitahukan kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri dengan berita acara. Setelah semua selesai diperiksa oleh penyidik maka dilakukan pemberkasan perkara atau berkas perkara, yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan ke kejaksaan dimana terjadinya tindak Pidana/locus delicty, apabila sudah benar kemudian diberi stempel Polri dan apabila belum lengkap maka akan dikembalikan untuk diperbaiki. 2) Kendala-kendala dalam pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen adalah : Belum profesionalnya penyidik anak dalam melakukan penyidikan kepada anak yang bermasalah dengan hukum, sehingga penanganan proses penyidikan anak tidak efektif dan efisien, hal tersebut dikarenakan penyidik/penyidik pembantu anak di Polres Sragen selama ini kurang memperoleh pendidikan dan pelatihan kejuruan dalam bidang penyidikan anak. Terbatasnya anggaran serta kurangnya sarana dan prasarana, hal tersebut ditunjukkan dengan sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh penyidik anak di Polres Sragen sangat terbatas atau kurang memadai kalaupun ada kondisinya sudah tidak layak, sehingga proses penyidikan membutuhkan waktu yang lama karena terbatasnya anggaran, sarana dan fasilitas penunjang.

(2)

LATAR BELAKANG MASALAH

Berbicara tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan memegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya menuju masyarakat yang adil dan makmur, meteriil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa merupakan tolok ukur peradapan bangsa tersebut karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Upaya-upaya perlindungan anak harus dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berprestasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara. Maka diperlukan pembinaan secara terus menerus terhadap anak demi kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan fisik, mental serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan.

Pengertian anak berdasarkan penjelasan UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Guna mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan.

Upaya pembinaan dan perlindungan tersebut dihadapkan pada permasalahan dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Di samping itu, terdapat pula anak yang karena satu dengan yang lain tidak mempunyai kesempatan sama dalam memperoleh perhatian baik secara fisik, mental maupun sosial, karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering melakukan tindakan atau perilaku yang dapat merugikan dirinya (anak) dan atau masyarakat.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup orang tua yang membawa pengaruh bagi nilai dan perilaku anak, selain itu kurang atau tidak memperolehnya kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan menyebabkan anak mudah terseret ke dalam arus pergaulan dan lingkungan yang tidak sehat yang dapat merugikan perkembangan pribadinya.

(3)

Persoalan tentang perlindungan terhadap anak pelaku tindak pidana merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan generasi penerus di masa depan, oleh karena itu negara-negara di dunia mencari alternatif tentang penyelesaian terbaik mengenai cara penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yaitu sebagai pelaku tindak pidana. Selain itu, diupayakan pula adanya suatu pengaturan Internasional yang mengatur pelaksanaan peradilan anak serta menjadi standar perlakukan terhadap anak yang berada dalam sistem peradilan pidana seperti diantaranya adalah The Beijing Rules yang biasa digunakan sebagai standar minimum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengenai administrasi peradilan anak.

Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifat khasnya. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitar dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut.

Terkait dengan usaha memberikan perlakuan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, Indonesia merupakan salah satu dari 191 negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of Children) pada tahun 1990 melalui Kepres No. 36 tahun 1990. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak bagi semua anak tanpa terkecuali, salah satu hak anak yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak anak yang berkonflik dengan hukum yaitu sebagai pelaku tindak pidana. Keberadaan anak di dalam tempat penahanan dan pemenjaraan bersama-sama dengan orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan anak-anak dalam situasi rawan dan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Anak-anak yang dalam kondisi demikian di sebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum (children in conflict with the law).

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen?

2. Kendala-kendala apa saja dalam pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen ?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mendeskripsikan pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen.

2. Mendeskripsikan kendala-kendala dalam pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data

(4)

primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Diversi di Tingkat Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen

Adapun pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen dilaksanakan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan

Proses pemeriksaan terhadap tersangka anak merupakan bagian dari kegiatan penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan barang buktinya. Juga diperlukan kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh pemeriksa sehingga dalam pelaksanaannya perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada anak harus dibedakan dengan tersangka dewasa. Dalam proses pemeriksaan wajib dilaksanakan dengan menjunjung tingggi hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam KUHAP.

a. Pemeriksaan Anak

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dikenal memiliki dua macam penyidik yakni Pejabat Po;isi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang (PPNS). Dalam hal perkara pidana yang dilakukan oleh anak-anak pada umumnya ketentuan yang dilanggar adalah peraturan pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka penyidikannya dilakukan oleh penyidik umum dalam hal ini adalah penyidik Polri. Sejalan dengan hal tersebut, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah dipertegas bahwa penyidikan terhadap perkara pidana yang pelakunya anak-anak dilakukan oleh Pejabat Polri.

Meskipun penyidiknya adalah penyidik polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri dapa melakukan penyidikan terhadap perkara pidana yang dilakukan oleh anak-anak. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dikenal adanya penyidik anak, sehingga penyidik inilah yang berwenang melakukan penyidikan. Adapun syarat khusus selaku penyidik/penyidik pembantu untuk dapat melaksanakan penyidikan terhadap anak diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut:

1) Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2) Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5)

3) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

4) Dalam hal belum terdapat Penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Menjadi penyidik anak memang tidak cukup hanya kepangkatan yang memadai tetai juga dibutuhkan pengalaman tugas dalam melaksanakan penyidikan. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai minat, perhatian, dedikasi dan pemahaman masalah anak, akan mendorong penyidik anak dalam menimba pengetahuan tentang masalah anak, sehingga dalam melaksanakan tugasnya penyidik akan memperhatikan kepentingan anak.

b. Ruang Pemeriksaan Khusus Anak

Untuk melakukan pemeriksaan tersangka anak maka yang perlu diperhatikan adalah ruangan pemeriksaan tersangka yang memungkinkan terselenggaranya proses pemerikasaan, dalam rangka mengungkap perkara yang sedang disidik. Berdasarkan himpunan buku petunjuk pelaksanaan dan buku petunjuk teknis tentang proses penyidikan tindak pidana menyebutkan bahwa ruang pemeriksaan memiliki persyaratan ruang pemeriksaan sebagai berikut:

1) Tempat pemeriksaan harus sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesan menakutkan atau menyeramkan;

2) Tempat pemeriksaan harus tenang, bersih serta tidak ada hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatian yang diperiksa;

3) Tempat pemeriksaan harus dijamin keamananannya;

4) Lingkungan tempat pemeriksaan diusahakan dalam suasana tenang; 4) Tersedia tempat bagi penasehat hukum; dan

5) Dilengkapi dengan sarana pemeriksaan seperti meja, kursi sesuai kebutuhan, media tulis, alat-alat tulis, tape recoder dan alat-alat elektronika sebagai penolong pemeriksaan apabila diperlukan, kelengkapan administrasi penyidikan.

Persyaratan ruangan pemeriksaan tersebut diatas mencerminkan bahwa dalam rangka melakukan kegiaan pemeriksaan terhadap tersangka apalagi terhadap tersangka anak, maka sangat diperlukan ruangan pemeriksaan khusus yang mencerminkan situasi kekeluargaan, bebas dari gangguan orang lain yang tidak berkepentingan dan suasana ruangan yang mampu mendatangkan ketentraman kepada tersangka anak. Dengan demikian dalam pelaksanaan proses pemeriksaan tersangka tidak akan merasa takut, tertekan, nyaman dan dapat memberikan keterangan secara bebas.

Pemeriksaan tersangka anak di wilayah Polres Sragen dilakukan di ruangan khusus yang berdasarkan dengan pandangan penulis mengindikasikan bahwa ruangan tersebut cukup aman karena berada diruangan di lantai 1 (satu) yang masing-masing ruangan dilengkapi dengan

(6)

air conditioner yang diharapkan agar dalam pemeriksaan anak dapat dilakukan dalam suasana yang sejuk dan nyaman.

Dalam rangka untuk mencerminkan situasi kekeluargaan dalam melakukan pemeriksaan anak nakal, salah satu upaya yang dilakukan adalah menggunakan fasilitas yang dapat membuat anak nakal tersebut tidak merasa takut.

Selanjutnya, setiap pemeriksa Unit Reskrim dilengkapi sebuah komputer guna mendukung kegiatan pemeriksaan namun demikian, dalam pelaksanaannya terjadi beberapa kendala misalnya belum disediakannya anggaran untuk pemeriksaan anak sehingga kadang kalanya dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana anak, dalam rangka untuk menggali informasi dari anak, penyidik masih menggunakan uang pribadinya untuk kepentingan proses penyidikan.

c. Persiapan Pemeriksaan

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap tersangka anak, maka terdapat beberapa persiapan yang dilaksanakan oleh pemeriksa agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan sebaik-baiknya sesuai aturan yang telah ditentukan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yakni sebagai berikut:

1) Penunjukan petugas pemeriksa

Proses pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan anak sangat bersinggungan dengan masalah hak asasi manusia, yaitu adanya kerawanan-kerawanan berupa terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi tersangka dalam proses pemeriksaan. Agar pelaksanaan pemeriksaan tidak disalahgunakan oleh penyidik, maka penyidik dan penyidik pembantu harus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta perundang-undangan lainnya yang berkaitan dalam proses pemeriksaan tindak pidana anak. Hal ini diharapkan terjadi pemahaman akan hak dan kewajiban.

Proses pemeriksaan tersangka anak dari tahap penyidikan hanya dapat dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu atas perintah atasan penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) point g dan Pasal 8 ayat (1) dengan tetap memperhatikan dan berpedoman pada asas-asas yang diberlakukan dalam KUHAP. Wujud dari perintah tersebut dalam pelaksanaannya Kanit PPA Polres Sragen menerbitkan surat perintah penyidikan kepada penyidik/penyidik pembantu sehingga pelaksanaan penyidikan tersebut dipertanggungjawabkan kepada petugas yang telah ditunjuk sesuai dengan yang tercantum dalam surat perintah penyidikan yang merupakan satu tim untuk menyelesaikan perkara pidana yang dibebankan kepadanya.

2) Menentukan waktu dan tempat pemeriksaan

Dari hasil wawancara peneliti dengan Briptu Lisa Majid bahwa penentuan waktu pemeriksaan tergantung pemeriksanya sendiri, yang penting tidak berbenturan dengan panggilan lainnya yaitu disesuaikan dengan kepadatan jadwal rencana pemeriksaan. Sedangkan khususnya penanganan terhadap tindak pidana yang

(7)

dilakukan oleh anak-anak, sesuai kebijakan pimpinan harus segera diselesaikan karena mengingat pembatasan penahanan

Dalam hal anak nakal yang tertangkap tangan maka pemeriksaan awal dilakukan oleh anggota Tim Pemeriksa yang pada waktu tersebut sedang melaksanakan piket atau tugas jaga. Selanjutnya hasil pemeriksaan awal dilaporkan kepada Kasat Reskrim untuk mendapatkan petunjuk dan perintah penyidikan lebih lanjut dalam bentuk disposisi.

3) Mempelajari kasus pidananya

Sebelum petugas pemeriksa melakukan proses pemeriksaan terhadap tersangka maka terlebih dahulu mempelajari kasus tidak pidana yang terjadi, berdasarkan laporan kepolisian, BAP tempat kejadian perkara, laporan hasil penyelidikan dan keterangan lainnya yang terkait dengan identitas pelaku agar diperoleh suatu gambaran tentang tindak pidana yang terjadi atau posisi kasus tersebut. Hal ini juga berlaku terhadap kasus pidana yang dilakukan oleh anak-anak karena pada prinsipnya tata cara proses penyidikan sama dengan kasus lainya yang biasa dilaukan oleh orang dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian, berdasarkan laporan maupun pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana termasuk kasus pidana anak yang disampaikan oleh masyarakat kepada petugas kepolisian maka laporan maupun pengaduan tesebut akan dituangkan dalam bentuk format laporan kepolisian. Dimana laporan polisi ini merupakan salah satu dasar bagi penyidik untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan penyidikan.

Laporan Polisi tersebut berisikan tentang identitas pelapor, waktu dan tepat kejadian yang dilaporkan beserta uraian singkat kejadian, identitas tersangka (apabila diketahui), identitas saksi-saksi dan barang bukti, serta pasal pidana yang disangkakan.

4) Menyusun daftar pertanyaan

Seperti halnya dengan proses pemeriksaan pada tersangka orang dewasa, pemeriksaan terhadap tersangka anak dalam proses penyidikan juga digunakan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan 7 (tujuh) kah yang meliputi:

a) Pertanyaan awal yaitu pertanyaan terutama yang menyangkut identitas tersangka dan saksi atau riwayat hidup tersangka.

b) Pertanyaan pokok yaitu pertanyaan yang mengarah pada jawaban unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan sehingga dapat menemukan keterlibatan atau tidaknya tersangka dalam kasus pidana tersebut.

c) Pertanyaan tambahan merupakan hasil pengembangan pertanyaan pokok, pertanyaan yang mengandung hal-hal yang meringankan atau meringankan serta latar belakang dan faktor-faktor yang mendorong dilakukannya tindak pidana.

5) Strategi dan taktik penyidikan

Taktik yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu unit reskrim pada saat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka anak, dengan cara mempelajari Laporan Polisi dan Berita Acara

(8)

Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara serta Berita Acara Pemeriksaan para saksi. Selain itu, untuk memperoleh keterangan yang diberikan oleh tersangka anak secarabenar selama proses pemeriksaan, maka taktik yang dilakukan oleh pemeriksa yaitu dengan cara membujuk secara baik-baik terhadap tersangka anak.

Dalam hal hasil pemeriksaan tersangka yang satu dengan yang lainnya atau tersangka anak maupun saksi maupun antar saksi ada pertentangan atau ketidak cocokan keterangan yang diberikan kepada pemeriksa, maka upaya yang dilakukan adalah dengan cara mempertemukan kedua belah pihak atau di konfrontasi38 baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Dimana tindakan tersebut dimaksudkan untuk mencari keseuaian diantara beberapa keterangan yang berasal dari tersangka maupun saksi dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan yang benar atau paling tidak mendekati faktanya.

2. Penangkapan

Dari hasil penelitian terhadap penangkapan yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu anak di Polres Sragen didapatkan suatu data bahwa dalam rangka penangkapan tersangka anak yang tidak tertangkap tangan maka penyidik/penyidik pembantu mempergunakan cara yakni:

1) Tidak menggunakan atribut kedinasan;

2) Menyertakan surat perintah penangkapan untuk diketahui oleh orang tua atau wali;

3) Diupayakan untuk melakukan suatu tindakan yang seolah-olah penyidik/penyidik pembantu melakukan suatu kunjungan atau silaturahmi ke keluarga tersangka.

4) Membawa anak tersebut ke kepolisian dengan menempatkan anak pada posisi tidak diapit atau diatara petugas kepolisian.

3. Penahanan

Dalam konteks penahanan ini, untuk tersangka anak di Polres Sragen, tersangka ditempatkan di rumah tahanan terpisah dengan para terpidana orang dewasa. Namun lebih daripada itu, penahanan yang dilakukan tersebut tentunya dilakukan dengan berbagai pertimbangan yakni:

1) Tersangka melakukan suatu jenis tindak pidana berat; 2) Tersangka tidak menyandang status sebagai seorang pelajar; 3) Lingkungan yang membentuk tersangka.

4. Gelar perkara

Dalam proses penyidikan tindak pidana, termasuk proses penyidikan tindak pidana anak, gelar perkara diperlukan dalam rangka:

1) Memastikan apakah proses suatu tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terhadap Juklak dan Juknis yang ada.

2) Menentukan apakah pasal pidana yang dipersangkakan kepada tersangka sudah benar dan memenuhi unsur pidana sebagaimana yang dipersangkakan kepadanya;

3) Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam proses penyidikan dan mencari jalan pemecahannya;

(9)

4) Untuk mengambil suatu kebijakan dan keputusan apakah perkara tersebut dapat dihentikan atau diteruskan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dari hasil pengamatan, terhadap kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak sampai saat ini berjalan dengan lancar karena sampai saat ini belum ada hambatan yang berarti mengenai penyelesaian berkas perara sampai ke Jaksa Penuntut Umum.

Di Indonesia, masalah kewenangan dan ketentuan mengenai ”Penyidikan” diatur di dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjadi dasar hukum pidana formil di Indonesia. Ketentuan mengenai aparat yang berwenang untuk melakukan penyidikan, selain diatur di dalam KUHAP, juga diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan lain di luar KUHAP.

Tindakan yang dapat dilakukan penyidik adalah penangkapan, penahanan, mengadakan pemeriksaan ditempat kejadian, melakukan penggeledahan, pemeriksaan tersangka dan interogasi, membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyitaan, penyimpanan perkara, melimpahan perkara. Penyidikan yang diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak harus dipandang sebagaimana layaknya status dan fungsi seorang penyidik menurut KUHAP. Penyidikan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan oleh penyidik anak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat yang ditunjuknya.

Penyidikan terhadap anak tersebut haruslah dalam suasana kekeluargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU RI No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa : Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.

Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan (Pasal 18 UU No. 11 Tahun 2012). Kentuan ini menghendaki bahwa pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik. Efektif dapat diartikan, bahwa pemeriksaannya tidak memakan waktu lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Simpatik maksudnya pada waktu pemeriksaan, penyidik bersikap sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka. Tujuannya adalah agar pemeriksan berjalan dengan lancar, karena seorang anak yang merasa takut sewaktu menghadapi penyidik, akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keterangan yang benar dan sejelas-jelasnya. Pada waktu pemeriksaan tersangka, penyidik tidak memakai pakaian seragam.

Ketentuan Pasal 18 ini, mencerminkan perlindungan hukum pada anak, apabila penyidik tidak melakukan pemeriksaan dalam suasana kekeluargaan, tidak ada sanksi hukum yang dapat dikenakan kepadanya. Dalam melakukan penyidikan anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya (Pasal 27 ayat 1 dan 2 UU No. 11 Tahun

(10)

2012). Laporan penelitian kemasyarakatan, dipergunakan oleh penyidik anak sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan penyidikan, mengingat bahwa anak nakal perlu mendapat perlakuan sebaik mungkin dan penelitian terhadap anak dilakukan secara seksama oleh peneliti kemasyarakatan (Bapas), agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar.

Pasal 27 ayat 1 UU No. 11 tahun 2012, menentukan bahwa dalam melakukan penyidikan anak nakal, penyidik dibantu pembimbing kemasyarakatan. Pasal 65 ayat 1 huruf b UU No. 11 Tahun 2012, menentukan bahwa pembimbing kemasyarakatan bertugas membantu memperlancar penyidikan dengan membuat laporan penelitian kemasyarakatan.

Proses penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan ( Pasal 19 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2012). Tindakan penyidik berupa penangkapan, penahanan, dan tindakan lain yang dilakukan mulai dari tahap penyelidikan hingga tahap penyidikan, wajib dilakukan secara rahasia.

Perkara anak dapat diajukan ke sidang pengadilan sesuai Pasal 20 UU No. 11 Tahun 2012 adalah perkara anak yang berumur 12 tahun dan belum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak. Namun Pasal 24 UU No.11 tahun 2012, masih memungkinkan dilakukan penyidikan anak yang berumur dibawah 12 tahun, namun berkas perkaranya tidak akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan di persidangan. Tujuan dilakukan penyidikan terhadap anak yang belum berumur 12 tahun yang diduga melakukan tindak pidana adalah untuk mengetahui bahwa anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana seorang diri atau ada orang lain yang terlibat atau anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang lain, dalam hal ini yang berumur 12 tahun keatas dan atau dengan orang dewasa.

Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Diversi di Tingkat Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen

Dalam suatu ketentuan dalam sistem peradilan pidana anak, peranan penegak hukum memegang peranan yang penting dalam menjaga citra hukum yang berlaku. Namun dalam hal pelaksanaan hukum sistem peradilan pidana, ternyata proses yang berlangsung adakalanya memiliki suatu pola pikir yang berbeda antara satu dengan yang lain baik itu menyangkut problematika yuridis maupun problematika praktis dalam pelaksanaan proses penyidikan anak tersangka tindak pidana. Adapun kendala-kendala yang dialami oleh penyidik dalam pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Polres Sragen adalah sebagai berikut: 1. Belum profesionalnya penyidik anak dalam melakukan penyidikan kepada anak

yang bermasalah dengan hukum

Faktor penegak hukum sangat mempengaruhi tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu dalam penyidikan tindak pidana dimana anak sebagai pelaku tindak pidana. Masyarakat sering mengeluh atas kinerja Polri dalam penanganan tindak pidana pada uunya dengan berbagai alasan, antara lain terlalu lamban/santai, tidak proaktif dalam menangani laporan yang dilaporkan

(11)

masyarakat hingga kepada kualitas personil Polri yang tidak baik dalam menangani perkara yang dilaporkan.

Dari hasil penelitian dan pengamatan tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana anak di Polres Sragen dapat dijelaskan bahwa dengan melihat kemampuan dan cara kerja penyidik/penyidik pembantu anak dalam setiap proses penyidikan tindak pidana anak bila dikaitkan dengan pendidikan yang beraneka ragam mereka peroleh serta dengan sarana, prasarana dan dana yang minimal, ditambah lagi dengan tidak dapat terpenuhinya persyaratan sebagai penyidik anak, maka penyidikan tindak pidana anak sebagaimana diharapkan masyarakat untuk bertindak profesional efektif, efisien, profesional dan modern belum dapat diwujdkan oleh penyidik/penyidik pembantu anak.

Penyidik/penyidik pembantu anak yang melakukan penyidikan tindak pidana anak maupun ketentuan perundang-undangan di bidang anak. Karena sanpai saat ini belum pernah ada pendidikan kejuruan dibidang anak maupun pemberian pengetahuan hukum acara pidana anak sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Pendidikan kejuruan yang diberikan kepada penyidik/penyidik pembantu khususnya dibidang anak diharapkan dapat diterapkan oleh penyidik anak dalam melakukan penyidikan anak secara baik dan benar tanpa ada lagi pelanggaran terhadap anak. Dengan demikian, pendidikan kejuruan khusus anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penyidik/penyidik pembantu pidana anak dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana anak.

Jumlah penyidik/penyidik pembantu anak juga turut mempengaruhi tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu dalam penyidikan tindak pidana anak. Dengan jumlah penyidik/penyidik pembantu yang cukup diharapkan dapat memberikan pelayanan, pengayoman dan perlindungan terhadap masyarakat dengan cepat dan baik sebagaimana yang diharapkan masyarakat.

Pemberian motivasi kepada penyidik/penyidik pembantu anak turut mempengaruhi tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu tersebut dalam penyidikan tindak pidana anak. Pemberian motivasi kerja kepada para penyidik/penyidik pembantu banyak ditentukan oleh peranan pimpinan. Dalam hal memberi motivasi, seorang pemimpin tidak hanya semata-mata memacu dan memberikan semangat semata tetapi dari sisi lain juga harus diperhatikan tentang kebutuhan dan kehidupan pribadi para personilnya. Hal ini merupakan suatu terobosan agar, permasalahan yang ada pada diri penyidik/penyidik pembantu tidak larut dalam penyidikan tindak pidana anak.

Faktor mental penyidik/penyidik pembantu juga ikut mempengaruhi tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu anak dalam proses penyidikan tindak pidana anak. Mental penyidik/penyidik pembantu anak yang tangguh memegang peranan penting dalam proses penyidikan tindak pidana anak. Meskipun faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya dapat diatasi tanpa didukung dengan mental yang tangguh terdapat kecenderungan akan terjadi tindakan-tindakan atau perilaku yang menyimpang. Hal ini dapat diyakini karena seorang penyidik/penyidik pembantu bukanlah benda mati yang hidup yang setiap hari dapat berubah dan terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang dihadapinya, khususnya dalam pemenuhan kebutuhannya.

(12)

2. Terbatasnya anggaran serta kurangnya sarana dan prasarana

Penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi berbagai sarana dan fasilitas berupa penyediaan fasilitas-fasilitas untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Fasilitas yang disediakan antara lain berupa peraturan perundang-undangan, petunjuk lapangan, petunjuk teknis maupun peralatan dan perlengkapan (alat komunikasi, alat khusus, kendaraan bermotor) dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan jumlah anggaran organisasi dan personil meskipun dengan jumlah yang terbatas.

Sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum, tanpa adanya sarana dan fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum secara aktual menyelaraskan peran yang seharusnya dengan peran aktual. Bermanfaatnya fasilitas yang telah tersedia senantiasa tergantung pada pemakaiannya, apabila pemakai tidak memberikan fasilitas maka akan mungkin terjadi hambatan dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian yakni keperluan atau kebutuhan yang bertitik tolak pada segi individual dan adanya kekurangan-kekurangan yang bertolak pada segi sistemnya. Suatu organisasi tanpa didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana penyidikan yang memadai maka pelaksanaannya tidak akan berjalan dengan baik. Demikian pula dengan jumlah dan kondisi serta fasilitas yang ada.

Kondisi sarana dan fasilitas yang diberikan oleh dinas pada saat ini sangat terbatas atau kurang memadai kalaupun ada kondisinya sudah tidak layak. Hal inilah yang turut membuat penyidikan anak akan semakin lama dan dikhawatirkan akan dapat membuat mental anak sendiri menjadi turun. Dalam penyidikan suatu tindak pidana sangat diperlukan dana dan anggaran penyidikan. Hal ini tidak menutup kemungkinan terhadap penyidikan tindak pidana anak karena tanpa adanya dana maka akan sulit ditentukan apakah penyidikan tersebut akan selesai dengan cepat dan tuntas. Selain itu, tanpa adanya dana dan anggaran akan membuka peluang bagi penyidik/penyidik pembantu melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari aturan-aturan hukum yang seharusnya ditegakkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa : 1) Pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen dilakukan dengan langkah awal melakukan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Dalam hal penyidik telah melakukan tugas penyidikan maka penyidik wajib memberitahukan kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri dengan berita acara. Setelah semua selesai diperiksa oleh penyidik maka dilakukan pemberkasan perkara atau berkas perkara, yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan ke kejaksaan dimana terjadinya tindak Pidana/locus delicty, apabila sudah benar kemudian diberi stempel Polri dan apabila belum lengkap maka akan dikembalikan untuk diperbaiki. 2) Kendala-kendala dalam pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Polres Sragen adalah : Belum profesionalnya penyidik anak dalam melakukan penyidikan kepada anak yang bermasalah dengan hukum,

(13)

sehingga penanganan proses penyidikan anak tidak efektif dan efisien, hal tersebut dikarenakan penyidik/penyidik pembantu anak di Polres Sragen selama ini kurang memperoleh pendidikan dan pelatihan kejuruan dalam bidang penyidikan anak. Terbatasnya anggaran serta kurangnya sarana dan prasarana, hal tersebut ditunjukkan dengan sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh penyidik anak di Polres Sragen sangat terbatas atau kurang memadai kalaupun ada kondisinya sudah tidak layak, sehingga proses penyidikan membutuhkan waktu yang lama karena terbatasnya anggaran, sarana dan fasilitas penunjang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, 2007, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta.

Adam Jamrozik. 2001. Social Policy in the Post – Welfare State Australian on Th Treshold of the 21st Century. Adelaide: Pearson Education Australia.

A.Syamsudin Meliala dan E.Sumaryono, 1985, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologis dan Hukum, Yogyakarta, Liberty.

Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Hadi Supeno. 2010. Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Harkristuti Harkrisnowo. 1993. Hak-Hak Anak dalam Lembaga Pemasyarakatan. dalam Sutoyo, Johannes. (Ed.). Anak dan Kejahatan. Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia.

Ginsberg Leon H, 1998, Careers In Social Work Needham Heights, Boston: Allyn and Bacon.

Kartini Kartono, 1992, Pathologi Sosial( 2), Kenakalan Remaja, Rajawali Pers, Jakarta.

Lela B Costin, 1992, The Child and The Court, New York, McGraw-Hill Book Company.

Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta.

Mohammad Kemal Dermawan. 2007. Analisis Situasi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia. Jakarta: Unicef dan Pusat Kajian Kriminologi FISIP UI.

(14)

M. Yahya Harahap. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.

Moch. Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung: Refika Aditama.

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung.

Pramono, 2006, Kendala Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Dalam Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan Pemberian Rekomendasi dalam Kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Jakarta: Tesis Ilmu Kriminologi FISIP-UI.

R. Soesilo, 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi Penegak Hukum. Cet.ke-1. Bandung: Karya Nusantara Bandung.

Romli Atmasasmita, 1983, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Armico, Bandung.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sri Mamudji, 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Shanty Dellyana, 1988, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta. Sudarsono, 1991, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta.

Unicef RI, 2004, Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Manual Pelatihan untuk POLISI. Jakarta.

Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama Bandung.

Yablonski, L. 2000. Juvenile Deliquency into the 21 st Century, Belmont, California: Wadsworth/Thomson Learning.

Zastrow, Charles. 2004. Introduction To Social Work And Social Welfare. (8th Ed.), Belmont, California: Brooks/Cole-Thomson Learning.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam lingkungan sekolah, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga

Ubah data Data golongan yang akan dirubah di dalam database, klik simpan maka Data pada server Database akan berubah. Data golongan yang akan dirubah di dalam database,

Kepala Seksi Bina Satuan Linmas atau Kepala Seksi Bina Potensi Masyarakat membuat nota dinas dan konsep surat pemberitahuan Pembinaan dan Pemberdayaan Satuan Linmas atau

Beberapa tahun kemudian Desa Parakan mendapat bantuan dari pihak PERKIMSIH (Dinas Permukiman Bersih) berupa pembangunan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) setelah

Proses akuisisi dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 model, yaitu: akuisisi secara langsung pada mesin peladen file-sharing dan akuisisi secara langsung melalui

Peserta didik yang belum mencapai ketuntasan mengulang kembali materi yang sudah dipelajari sesuai dengan yang belum dipahami, peserta didik mengerjakan soal-soal latihan

Dalam Gambar 4.13 Form Registrasi Kamar, terdapat 5 bagian yaitu bagian paling atas / header yang menunjukkan fungsi aplikasi yang berjalan saat ini (registrasi kamar),