• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES ADSORBSI PADA PENDINGIN METANOL-KARBON AKTIF MENGGUNAKAN EVAPORATOR VERTIKAL 2,4 LITER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSES ADSORBSI PADA PENDINGIN METANOL-KARBON AKTIF MENGGUNAKAN EVAPORATOR VERTIKAL 2,4 LITER"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin

Diajukan oleh :

PURADITYA BAYU SUHADIYONO NIM : 095214047

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik degree

Mechanical Engineering Study Program Mechanical Engineering Department

by

PURADITYA BAYU SUHADIYONO Student Number : 095214047

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan dan gizi semakin meningkat. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan alat pendingin untuk menyimpan bahan pangan dan obat-obatan. Alat pendingin yang banyak tersedia di Indonesia menggunakan sistem kompresi uap yang membutuhkan energi listrik. Permasalahan muncul karena belum semua daerah di Indonesia tersedia jaringan listrik. Solusi yang muncul pun beragam, salah satunya adalah pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif. Pendingin ini hanya memerlukan energi panas dan tidak menggunakan energi listrik. Penelitian ini menggunakan metanol dan karbon aktif yang diproduksi oleh industri lokal. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif sederhana dan mengetahui temperatur pendinginan dan COP yang dapat dihasilkan. Tujuan yang lain adalah mengetahui kemampuan karbon aktif lokal sebagai adsorbent.

Alat penelitian terdiri dari generator (sekaligus sebagai adsorber) dan evaporator (sekaligus sebagai kondensor). Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat adalah stainless steel. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator (Tgen), temperatur evaporator (Teva), temperatur

lingkungan (Tlingk), tekanan sistem (P) dan waktu pencatatan data (t). Untuk

pengukuran suhu digunakan termokopel, untuk pengukuran tekanan digunakan manometer dan untuk pengukuran waktu digunakan stopwatch. Variabel yang divariasikan adalah jumlah metanol, kondisi awal keran katup penghubung, konstruksi tabung generator dan jumlah karbon aktif lalu diamati pengaruhnya terhadap temperatur pendinginan dan COP yang dihasilkan.

(7)

vii

Nama : Puraditya Bayu Suhadiyono

Nomor Mahasiswa : 095214047

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PROSES ADSORBSI PADA PENDINGIN METANOL-KARBON AKTIF MENGGUNAKAN EVAPORATOR VERTIKAL 2,4 LITER

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 15 Desember 2010

Yang menyatakan

(8)

viii

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa

semua usaha, karya dan doa yang telah penulis ciptakan adalah hanya untuk lebih

mengasihi-Nya.

Tugas Akhir merupakan sebagian persyaratan yang wajib ditempuh oleh

setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tugas Akhir ini juga dapat dikatakan

sebagai wujud pemahaman dari hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti

kegiatan perkuliahan selama di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai proses pendinginan pada

pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif yang menggunakan evaporator 2,4 liter.

Dalam Tugas Akhir ini, penulis berencana untuk meneliti unjuk kerja dari

pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif tersebut.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini juga melibatkan

banyak pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada :

1. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Ir. F.A. Rusdi Sambada, M.T., Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

(9)

ix pembuatan alat.

7. Papa, Mama, dan adik-adik penulis yaitu Baskoro, Bintang & Badra yang

memotivasi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Rekan sekelompok penulis yaitu Setiawan Hatmaji, Anang Tias Brigita dan

Bernadus David Wijaya, yang telah membantu dalam perancangan,

pembuatan, perbaikan alat dan pengambilan data.

Usaha yang penulis lakukan sudah semaksimal mungkin, namun penulis

menyadari bahwa kemampuan penulis terbatas termasuk dalam penyusunan Tugas

Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan

kesalahan yang terdapat dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Saran serta kritik

yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan

dikemudian hari.

Penulis berharap semoga Tugas Akhir yang telah penulis susun ini dapat

memberikan manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 15 Desember 2010

(10)

x

HALAMAN JUDUL ……….………. i

TITLE PAGE ...……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iv

PERNYATAAN……….. v

ABSTRAK ……….. vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ……….. x

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR TABEL ……….. xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 2

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 3

1.4 Manfaat Penelitian ………. 3

(11)

xi

2.2 Penelitian yang Pernah Dilakukan………...…………... 14

BAB III METODE 3.1 Skema Alat...16

3.2 Variabel yang Diukur...………... 20

3.3 Variabel yang Divariasikan ... 20

3.4 Langkah Penelitian ... 21

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Data...…….………... 25

4.2 Pembahasan…...………... 60

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...……...………... 67

5.2 Saran..……….……… 68

(12)

xii

Gambar 2.2 Karbon aktif tipe granulat...….... 8

Gambar 3.1 Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator

horizontal ...…...…. 16

Gambar 3.2 Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator

vertikal...……...… 17

Gambar 3.3 Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator

horizontal...… 18

Gambar 3.4 Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator

vertikal...… 19

Gambar 3.5 Rangkaian alat pemanas saat proses desorbsi... 22

Gambar 4.1 Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ... 40

Gambar 4.2 Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ... 40

Gambar 4.3 Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ... 41

(13)

xiii

Gambar 4.6 Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 4 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ... 42

Gambar 4.7 Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) proses adsorbsi

pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi jumlah metanol 100 ml, 200 ml, dan 300 ml ... 43

Gambar 4.8 Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) proses adsorbsi

pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi kondisi awal keran katup penghubung ditutup dan dibuka ... 44

Gambar 4.9 Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) proses adsorbsi

pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi tabung generator horizontal dan vertikal …..………. 44

Gambar 4.10 Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) proses adsorbsi

pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi jumlah karbon aktif 1 kg dan 4 kg ... 45

Gambar 4.11 Grafik perbandingan unjuk kerja dari semua variasi pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter ... 46

Gambar 4.12 Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) pendingin

adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter pada proses adsorbsi pertama, adsorbsi kedua, adsorbsi ketiga, desorbsi, dan adsorbsi keempat ... 58

Gambar 4.13 Grafik perbandingan tekanan sistem (P) pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter pada proses adsorbsi pertama, adsorbsi kedua, adsorbsi ketiga, desorbsi, dan adsorbsi keempat …... 59

(14)

xiv

variasi 1 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ...………. 25

Tabel 4.2 Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ...………. 26

Tabel 4.3 Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ...………. 31

Tabel 4.4 Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung dibuka ...……… 35

Tabel 4.5 Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ...………. 32

Tabel 4.6 Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 4 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup ...………. 36

Tabel 4.7 Data proses adsorbsi pertama pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup...………. 47

(15)

xv

Tabel 4.10 Data proses desorbsi pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup...………... 56

(16)

1 1.1LATAR BELAKANG

Sejak dahulu hingga sekarang, Indonesia dikenal dunia dengan sumber daya

alam dan sumber energi panas yang melimpah. Saat ini dapat dirasakan bahwa

kesejahteraan hidup dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan dan

gizi semakin meningkat. Pengetahuan akan hidup sehat dan pentingnya gizi

makanan yang dulu hanya dimiliki oleh masyarakat kota, kini telah disadari juga

oleh masyarakat desa atau di daerah yang terpencil. Hal ini menyebabkan

meningkatnya kebutuhan alat pendingin di desa atau di daerah terpencil untuk

menyimpan bahan pangan, obat-obatan, hasil panen, hasil perikanan maupun

keperluan yang lain yang membutuhkan pengawetan/penyimpanan. Alat

pendingin yang banyak tersedia di Indonesia menggunakan sistem kompresi uap

yang membutuhkan energi listrik. Permasalahan muncul karena belum semua

daerah di Indonesia tersedia jaringan listrik terutama di desa-desa dan daerah yang

terpencil.

Solusi yang muncul pun beragam, salah satunya adalah pendingin adsorbsi

metanol-karbon aktif. Pendingin ini hanya memerlukan energi panas untuk dapat

bekerja dan tidak menggunakan energi listrik. Energi panas dapat berasal dari

pembakaran kayu bakar, bahan bakar minyak dan gas bumi. Selain itu energi

panas dapat berasal dari panas bumi, panas surya, pembakaran biomassa,

(17)

Masyarakat pada umumnya menyukai desain alat yang sederhana, berfungsi

dengan baik dan mudah untuk dirawat. Industri menyukai desain alat yang

bahannya mudah didapat, desainnya mudah dibuat, dan hasilnya mudah diperbaiki

bila ada kerusakan. Desain alat pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif ini harus

sederhana, mudah dibuat, berfungsi, mudah diperbaiki dan mudah dirawat. Bahan

dari alat, metanol dan karbon aktif yang akan digunakan haruslah berasal dari

pasar lokal. Selain itu pembuatan alat pun dilakukan oleh industri lokal.

1.2RUMUSAN MASALAH

Indikator dari unjuk kerja suatu alat pendingin dapat diketahui dari

temperatur terendah yang dapai dicapai dan COP (Coefficent of Performance)

yang dihasilkan. Temperatur terendah yang dapat dicapai dan COP pendingin

adsorbsi metanol-karbon aktif tergantung pada jumlah metanol, jumlah karbon

aktif, kondisi awal keran katup penghubung, dan konstruksi tabung generator.

COP pendingin tergantung pada temperatur kerja evaporator dan generator.

Temperatur kerja generator ditentukan oleh kemampuan generator dalam

melakukan penyerapan uap metanol oleh karbon aktif (pada proses pendinginan).

Temperatur evaporator ditentukan oleh kemampuan evaporator dalam melakukan

penyerapan kalor dari lingkungan sekitar evaporator. Pada penelitian ini generator

juga berfungsi sebagai adsorber. Pada penelitian ini jumlah metanol, jumlah

karbon aktif, kondisi awal keran katup penghubung, dan konstruksi tabung

generator akan divariasikan lalu diamati bagaimana pengaruhnya terhadap

temperatur pendinginan dan COP yang dapat dihasilkan oleh pendingin adsorbsi

(18)

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

a. Membuat model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan

evaporator 2,4 liter yang sederhana dengan bahan yang ada di pasar lokal dan

teknologi yang didukung kemampuan industri lokal.

b. Mengetahui temperatur pendinginan dan COP yang dihasilkan oleh pendingin

adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator 2,4 liter.

c. Mengetahui kemampuan karbon aktif lokal sebagai adsorbent pendingin

adsorbsi metanol-karbon aktif.

1.4MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Menambah kepustakaan teknologi pendingin sistem adsorbsi terutama yang

tidak menggunakan energi listrik.

b. Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat

prototipe dan produk teknologi pendingin adsorbsi yang dapat diterima

(19)

4 2.1 DASAR TEORI

2.1.1 PENDINGIN ADSORBSI

Pendingin adsorbsi umumnya terdiri dari 4 (empat) komponen utama yaitu:

(1) adsorber, (2) generator, (3) kondensor, dan (4) evaporator. Adsorber berfungsi

sebagai penyerap refrijeran. Generator berfungsi sebagai pembebas refrijeran dari

adsorber. Kondensor berfungsi sebagai pengembun refrijeran. Evaporator

berfungsi sebagai penguap refrijeran. Refrijeran berfungsi sebagai penyerap panas

(kalor) dari evaporator ke adsorber.

Pada penelitian ini model pendingin adsorbsi yang dibuat hanya terdiri dari

dua komponen utama karena komponen adsorber dan generator disatukan

(selanjutnya disebut generator saja), dan komponen kondensor dan evaporator

disatukan (selanjutnya disebut evaporator saja).

Gambar 2.1. Siklus pendinginan adsorbsi Proses

Adsorbsi Menyerap uap ke dalam

adsorber sambil melepaskan kalor Generator

(20)

Siklus pendinginan adsorbsi terdiri dari proses adsorbsi (penyerapan)

refrijeran (metanol) kedalam adsorber (karbon aktif) dan proses desorbsi

(pelepasan) refrijeran dari adsorber. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Proses adsorbsi dan desorbsi terjadi pada adsorber (pada penelitian ini di dalam

generator). Pada proses desorbsi generator memerlukan energi panas dari sumber

panas. Energi panas dapat berasal dari pembakaran kayu, bahan bakar minyak dan

gas bumi, buangan proses industri, biomassa, biogas atau dari energi alam seperti

panas bumi dan energi panas surya. Pada penelitian ini, sumber energi panas yang

digunakan adalah pemanas listrik sehingga panas yang digunakan dapat diatur.

Proses yang terjadi jika menggunakan refrijeran metanol dan adsorber

karbon aktif adalah sebagai berikut: Evaporator yang berisi campuran uap dan

cairan metanol berada di dalam kotak pendingin. Di dalam kotak pendingin

tersebut diletakkan bahan-bahan yang akan didinginkan/diawetkan. Generator

berada di luar kotak pendingin dan berisi karbon aktif. Karbon aktif akan

menyerap uap metanol. Tekanan sistem pada awalnya tinggi karena banyak berisi

uap metanol. Ketika uap metanol terserap oleh karbon aktif maka tekanan sistem

akan turun sehingga menyebabkan cairan metanol menguap dan berubah menjadi

uap metanol. Cairan metanol membutuhkan kalor untuk menjadi uap metanol,

maka kalor tersebut diambil dari kalor di sekitar evaporator yaitu bahan-bahan di

kotak pendingin. Kalor yang dibawa oleh uap metanol ke adsorber akan

menyebabkan temperatur karbon aktif naik. Selanjutnya kalor tersebut akan

dilepaskan ke udara sekitar tabung generator. Proses penyerapan uap metanol oleh

(21)

karbon aktif menjadi jenuh (artinya karbon aktif tidak mampu menyerap uap

metanol lagi) atau uap metanol sudah habis terserap yang ditandai oleh tekanan

sistem yang rendah. Selanjutnya generator harus dipanasi dengan sumber panas.

Energi panas ini akan menaikkan temperatur karbon aktif yang berisi uap metanol.

Metanol mempunyai titik didih yang lebih rendah dibanding karbon aktif sehingga

uap metanol akan terlepas dari karbon aktif dan mengalir kembali ke evaporator.

Karena temperatur evaporator lebih rendah dari generator maka uap metanol akan

mengembun dan berubah menjadi cairan metanol di evaporator. Proses pelepasan

uap metanol dari karbon aktif ini disebut proses desorbsi. Pada saat proses

desorbsi, proses pendinginan tidak akan terjadi. Proses desorbsi ini tetap berlanjut

hingga uap metanol terlepas semua dari karbon aktif. Hal ini ditandai dengan

tekanan sistem yang naik ke tekanan semula. Proses adsorbsi dapat kembali

terjadi setelah temperatur karbon aktif turun ke temperatur semula. Oleh karena

proses pendinginan tidak berlangsung secara terus-menerus atau tidak kontinyu

maka proses pendinginannya disebut berlangsung secara intermitten.

Menurut Prasad (2006), Bila Tg adalah temperatur generator, Ta adalah

temperatur adsorber, Te adalah temperatur evaporator dan Tc adalah temperatur

kondenser maka COP adsorbsi dengan pendinginan kontinyu dituliskan dengan

(22)

Pada pendingin adsorbsi dengan pendinginan intermitten seperti pada

penelitian ini, komponen generator dan adsorber digabungkan menjadi satu

sehingga didapat persamaan:

a

g

T

T

=

(2)

Komponen kondenser dan evaporator digabungkan menjadi satu sehingga

(23)

2.1.1 KARBON AKTIF

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan

dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari karbon yang diperlakukan

dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas

permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m²/gram dan ini berhubungan

dengan struktur pori internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat

sebagai adsorber. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa

kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume

pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu

25-100% terhadap berat karbon aktif.

Gambar 2.2. Karbon aktif tipe granulat

Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang memiliki daya adsorpsi

tinggi dan banyak digunakan dalam industri obat-obatan, industri bahan makanan

yang berfungsi sebagai penghilang warna, untuk mengadsorpsi bahan-bahan

beracun dalam respirator. Daya serap dari karbon aktif umumnya bergantung

kepada jumlah senyawaan karbon yang berkisar antara 85% sampai 95% karbon

(24)

Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonasi yaitu proses

pembentukan bahan menjadi karbon (arang), kemudian diaktivasi dengan

menggunakan bahan kimia seperti ZnCl2 atau dengan menggunakan steam (uap

air). Proses pembuatan karbon aktif dapat dibagi dua cara yaitu:

a) Proses Kimia, yaitu bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu.

Selanjutnya diaktivasi pada temperatur 100°C. Karbon aktif yang dihasilkan,

dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pda temperatur 300°C. Melalui

proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian

dicampur dengan bahan-bahan kimia.

b) Proses Fisika, yaitu bahan baku terlebih dahulu dibuat menjadi karbon.

Selanjutnya karbon tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi

dengan cara pemanasan pada temperature 1000°C yang disertai pengaliran uap.

Bahan proses pembuatan karbon aktif terdiri dari tiga tahap yaitu :

a) Dehidrasi, yaitu proses penghilangan air. Bahan baku dipanaskan sampai

temperatur 170°C.

b) Karbonisasi, yaitu pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon.

Temperatur di atas 170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada

temperatur 275°C, dekomposisi menghasilkan tar, methanol dan hasil

samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600°C.

c) Aktivasi, yaitu dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan

(25)

memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau

mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga sehingga karbon

mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas

permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.

Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif ada

dua macam yaitu:

a. Aktivasi Kimia, yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktivator yang digunakan adalah

bahan-bahan kimia seperti : hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat,

klorida misalnya ZnCl2, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan asam-asam

anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4.

b. Aktivasi Fisika, yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan bantuan panas, uap, dan CO2. Biasanya arang dipanaskan dalam

dapur pada temperatur 800-900°C.

Penggunaan karbon aktif antara lain digunakan dalam proses pemurnian

gas, pengolahan LNG, desulfurisasi, sebagai katalisator, pengolahan pulp,

pengolahan pupuk, pemurnian dalam industri makanan dan minuman, pengolahan

limbah, dan pemurnian air pada industri perikanan. (Sumber

http://radensomad.blogspot.com/search/label/artikel%20ilmiah/ dan diakses pada

(26)

2.1.3 METANOL

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,

adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol

paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan,

mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang

khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan

pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol

industri.

Pada zaman dulu metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme

anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah

kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh

oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.

Saat ini, metanol dihasilkan dari metana yang diproses secara kimiawi.

Gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan komponen dari gas

alam. Terdapat tiga proses yang dipraktekkan secara komersial. Pada tekanan

sedang 1 hingga 2 MPa (10–20 atm) dan temperatur tinggi (sekitar 850 °C),

metana bereaksi dengan uap air (steam) dengan katalis nikel untuk menghasilkan

gas sintesis menurut reaksi kimia berikut:

(27)

Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming (SMR),

merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi batasan

dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan.

Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen

untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:

2 CH4 + O2→ 2 CO + 4 H2

Reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan

secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming. Ketika dua

proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut sebagai autothermal reforming.

Rasio CO and H2 dapat diatur dengan menggunakan reaksi perpindahan air-gas

(the water-gas shift reaction):

CO + H2O → CO2 + H2,

untuk menghasilkan stoikiometri yang sesuai dalam sintesis metanol.

Karbon monoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua

untuk menghasilkan metanol. Saat ini, katalis yang umum digunakan adalah

campuran tembaga, seng oksida, dan alumina, yang pertama kali digunakan oleh

ICI di tahun 1966. Pada 5–10 MPa (50–100 atm) dan 250 °C, campuran tersebut

dapat mengkatalisis produksi metanol dari karbon monoksida dan hidrogen

dengan selektifitas yang tinggi:

(28)

Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana

menghasilkan 3 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida, sedangkan

sintesis metanol hanya memerlukan 2 mol hidrogen untuk setiap mol karbon

monoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen ini adalah dengan

menginjeksikan karbon dioksida ke dalam reaktor sintesis metanol, dimana ia

akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut:

CO2 + 3 H2→ CH3OH + H2O

Walaupun gas alam merupakan bahan yang paling ekonomis dan umum

digunakan untuk menghasilkan metanol, namun bahan baku lain juga dapat

digunakan. Ketika tidak terdapat gas alam, produk petroleum ringan juga dapat

digunakan. Di Afrika Selatan, sebuah perusahaan (Sasol) menghasilkan metanol

dengan menggunakan gas sintesis dari batu bara.

Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon

dioksida dan air adalah sebagai berikut:

2 CH3OH + 3 O2→ 2 CO2 + 4 H2O

Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, harus

berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api

yang tak terlihat.

Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam,

dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol

(29)

kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap beberapa

logam, termasuk aluminium. Metanol, merupakan asam lemah, menyerang lapisan

oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi:

6 CH3OH + Al2O3→ 2 Al(OCH3)3 + 3 H2O

Ketika diproduksi dari kayu atau bahan oganik lainnya, metanol organik

tersebut merupakan bahan bakar terbarui yang dapat menggantikan hidrokarbon.

Namun mobil modern pun masih tidak bisa menggunakan BA100 (100%

bioalkohol) sebagai bahan bakar tanpa modifikasi.

Metanol juga digunakan sebagai solven dan sebagai antifreeze, dan fluida

pencuci kaca depan mobil. Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan

pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi

formaldehyde, dan dari sana menjadi berbagai macam produk seperti plastik,

plywood, cat, peledak, dan tekstil. (Sumber http://www.wikipedia.com dan

diakses pada tanggal 2 Desember 2010)

2.2 PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

Beberapa penelitian pendingin adsorpsi menggunakan zeolit-air dengan

energi surya yang pernah dilakukan diantaranya oleh Hinotani (1983)

mendapatkan bahwa harga COP sistem pendingin adsorpsi surya menggunakan

zeolit-air akan mendekati konstan pada temperatur pemanasan 160OC atau lebih.

Grenier (1983) melakukan eksperimen sistem pendingin adsorpsi surya

menggunakan zeolit-air dan mendapatkan harga COP sebesar 0,12. Pons (1986)

(30)

Zepei (1987) melakukan pengetesan pada sistem pendingin adsorpsi surya

menggunakan zeolit-air dengan kolektor plat datar dan kondensor berpendingin

udara mendapatkan COP yang rendah sebesar 0,054 modifikasi yang dilakukan

dengan memvakumkan sistem dan penggunaan reflektor datar tidak banyak

menaikkan harga COP. Kreussler (1999) melakukan penelitian dan hasilnya

adalah dengan pemanasan 150O C didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ

per kilogram zeolit. Sebuah penyimpan dengan volume 125 L dapat didinginkan

menggunakan kolektor seluas 3 m2. Ramos (2003) mendapatkan COP sebesar

0,25 dengan menggunakan kolektor parabola secara terpisah dari sistem pendingin

sehingga setiap kali diperlukan proses pemvakuman. Sistem yang dipakai Ramos

tidak menggunakan kondensor, Ramos juga mendapatkan kapasitas adsorpsi

zeolit mencapai optimal dengan pemanasan tabung zeolit sebesar 250OC.

Penelitian-penelitian tersebut menggunakan zeolit yang diproduksi di Jerman,

(31)

16 3.1 PERALATAN PENELITIAN

Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif yang dibuat meliputi

beberapa bagian yang bisa dirangkai menjadi satu. Bagian-bagian dari model

pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif diilustrasikan dalam Gambar 3.1 dan

Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator

horizontal.

1

2

(32)

Gambar 3.2. Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator

vertikal.

Keterangan gambar:

1. Tabung generator.

2. Keran untuk saluran memasukkan dan mengeluarkan karbon aktif.

3. Keran katup penghubung.

4. Manometer.

5. Tabung evaporator.

1

2

(33)

6. Keran untuk saluran memasukkan metanol.

7. Saluran untuk menampung metanol yang akan dimasukkan ke alat. Bagian ini

bisa diganti dengan pentil (nipple) saat alat akan divakum.

Gambar 3.3. Ukuran model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator horizontal.

Model pendingin dibuat dari bahan stainless steel jenis 304. Bahan stainless

steel ini dipilih karena tidak bereaksi dengan metanol dan karbon aktif. Jenis 304

dipilih karena yang banyak terdapat di pasar lokal Yogyakarta. Manometer dan

semua keran yang digunakan pada model pendingin juga berbahan stainless steel

dikarenakan alasan yang sama. Model pendingin dibuat dengan pengerjaan las

(34)

Gambar 3.4. Ukuran model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator vertikal.

Karbon aktif yang digunakan adalah karbon aktif yang berasal dari

tempurung kelapa dan berbentuk granulat atau pelet. Biasanya karbon aktif jenis

ini digunakan oleh masyarakat sebagai penjernih air. Karbon aktif ini dibeli di

toko kimia di daerah Yogyakarta. Metanol yang digunakan adalah metanol yang

biasa digunakan masyarakat dan industri sebagai pelarut. Metanol ini dibeli di

(35)

yang digunakan dalam penelitian ini dipilih yang banyak terdapat di toko kimia

lokal dan biasa digunakan oleh masyarakat.

3.2 VARIABEL YANG DIUKUR

Beberapa variabel yang akan diukur dan dicatat dalam penelitian ini antara

lain:

1. Temperatur generator (Tgen).

2. Temperatur evaporator (Teva).

3. Temperatur lingkungan sekitar (Tlingk).

4. Tekanan sistem alat (P).

5. Waktu pencatatan data (t).

Pengukuran temperatur menggunakan termokopel, pengukuran tekanan

menggunakan manometer dan pengukuran waktu digunakan stopwatch.

3.3 VARIABEL YANG DIVARIASIKAN

Beberapa variabel yang divariasikan dalam penelitian ini antara lain:

1. Jumlah metanol

Metanol yang digunakan sebagai refrijeran divariasikan sejumlah 100 ml, 200

ml dan 300 ml.

2. Kondisi awal katup penghubung

Kondisi awal katup penghubung sebelum proses adsorbsi divariasikan dibuka

dan ditutup.

(36)

Kontruksi tabung generator yang digunakan pada pendingin divariasikan

tabung horizontal kapasitas 1 kg dan tabung vertikal kapasitas 16 kg.

4. Jumlah karbon aktif

Karbon aktif yang digunakan sebagai adsorber divariasikan sejumlah 1 kg dan

4 kg.

3.4 LANGKAH PENELITIAN

Penelitian diawali dengan penyiapan model pendingin adsorbsi seperti pada

Gambar 3.1 atau Gambar 3.2. Kontruksi tabung generator yang digunakan

disesuaikan dengan variasi. Proses yang pertama kali diamati adalah proses

adsorbsi (pendinginan) dan langkah kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Tabung generator diisi dengan karbon aktif dalam jumlah tertentu. Jumlah

karbon aktif yang akan dimasukkan disesuaikan dengan variasi.

2. Model dipasang termokopel pada beberapa titik yang akan diukur

temperaturnya.

3. Model divakumkan menggunakan pompa vakum.

4. Keran katup penghubung dikondisikan awalnya seperti yang telah

ditentukan (dibuka/ditutup). Kondisi awal keran katup penghubung

disesuaikan dengan variasi.

5. Tabung evaporator diisi dengan metanol dalam jumlah tertentu. Jumlah

(37)

6. Pengambilan data dilakukan dengan memvariasikan konstruksi tabung

generator, jumlah karbon aktif, jumlah metanol dan kondisi awal keran

penghubung.

7. Pengambilan data dilakukan tiap menit dengan mencatat perubahan

temperatur di setiap titik yang telah dipasang termokopel.

8. Data yang dicatat adalah temperatur generator (Tgen), temperatur

evaporator (Teva), temperatur lingkungan (Tlingk), tekanan sistem alat (P)

dan waktu pencatatan data (t).

Proses kedua yang diamati adalah proses desorbsi dan langkah kerjanya

adalah sebagai berikut:

1. Persiapan alat pemanas yaitu sebuah kompor listrik (electric stove) daya

300 W , dua buah pemanas air (water heater) daya 1000 W, dan sebuah

bejana berisi air. Semua alat pemanas dirangkai hingga seperti Gambar

3.3.

Gambar 3.5. Rangkaian alat pemanas saat proses desorbsi.

Keterangan gambar:

1. Bejana berisi air.

1

2

(38)

2. Pemanas air listrik (water heater) daya 1000 W.

3. Kompor listrik (electric stove) daya 300 W.

2. Tabung generator direndam dalam air di dalam bejana. Tabung evaporator

direndam dalam air di dalam ember yang lain.

3. Model dipasang termokopel pada beberapa titik yang akan diukur

temperaturnya.

4. Alat pemanas dinyalakan hingga air mendidih. Pemanasan dilakukan

hingga tekanan sistem mencapai yang direncanakan.

5. Pengambilan data dilakukan tiap menit dengan mencatat perubahan

temperatur di setiap titik yang telah dipasang termokopel dan perubahan

tekanan yang terukur oleh manometer.

6. Data yang dicatat adalah temperatur generator (Tgen), temperatur

evaporator (Teva), temperatur lingkungan (Tlingk), tekanan sistem alat (P)

dan waktu pencatatan data (t).

Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan pada

parameter-parameter yang diperlukan dengan menggunakan persamaan (1).

Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat grafik hubungan :

1. Hubungan temperatur di bagian-bagian yang dicatat perubahannya dengan

waktu pencatatan data untuk semua variasi jumlah metanol, jumlah karbon

aktif, konstruksi tabung generator dan kondisi awal keran katup

(39)

2. Hubungan tekanan sistem alat dengan temperatur evaporator untuk semua

variasi jumlah metanol, jumlah karbon aktif, konstruksi tabung generator

dan kondisi awal keran katup penghubung.

3. Hubungan unjuk kerja alat dengan waktu pencatatan data untuk semua

variasi jumlah metanol, jumlah karbon aktif, konstruksi tabung generator

(40)

25

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 DATA

Penelitian ini dimulai dengan pencatatan data ketika proses desorbsi

berlangsung. Data-data hasil pencatatan selama penelitian proses adsorbsi dari

pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan beberapa variasi tersaji dalam

Tabel 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6.

Tabel 4.1. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(41)

Tabel 4.1. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

Waktu

Tabel 4.2. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(42)

Tabel 4.2. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(43)

Tabel 4.2. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(44)

Tabel 4.2. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(45)

Tabel 4.2. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(46)

Tabel 4.3. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(47)

Tabel 4.3. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(48)

Tabel 4.3. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(49)

Tabel 4.3. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(50)

Tabel 4.3. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

Waktu

Tabel 4.4. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung dibuka.

(51)

Tabel 4.4. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung dibuka. (Lanjutan)

Waktu

Tabel 4.5. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(52)

Tabel 4.5. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

Waktu

Tabel 4.6. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 4 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(53)

Tabel 4.6. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 4 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

(54)

Tabel 4.6. Data pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 4 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (Lanjutan)

Waktu

(55)

Data Tabel 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 diolah menjadi perbandingan

temperatur yang diukur dan tekanan proses adsorbsi dengan waktu yang disajikan

dalam bentuk grafik, yaitu:

Gambar 4.1. Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(56)

Gambar 4.3. Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 300 ml metanol, tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(57)

Gambar 4.5. Grafik perbandingan T-P-t pada pendingin adsorbsi-evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi 1 kg karbon aktif, 200 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(58)

Perbandingan temperatur evaporator pada Gambar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5

dan 4.6 diolah lebih lanjut menjadi grafik perbandingan temperatur evaporator

(Teva) dari berbagai variasi yang tersaji dalam Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) pada proses

adsorbsi pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi jumlah metanol 100 ml, 200 ml, dan 300 ml.

Berdasarkan pengambilan data dengan variasi jumlah metanol 100 ml, 200

ml, dan 300 ml temperatur evaporator (Teva) terendah adalah 19°C yaitu saat

menggunakan variasi jumlah metanol 100 ml dan 200 ml. Hal ini dapat dilihat

pada Gambar 4.7. Namun variasi jumlah metanol 200 ml lebih lama

mempertahankan suhu terendah daripada variasi jumlah metanol 100 ml. Oleh

sebab itu pengambilan data dengan variasi selanjutnya hanya menggunakan

jumlah metanol 200 ml.

Berdasarkan pengambilan data dengan variasi kondisi awal keran katup

penghubung ditutup dan dibuka, temperatur evaporator (Teva) terendah adalah

19°C. Kedua variasi mampu mencapai temperatur 19°C namun saat menggunakan

variasi kondisi awal keran katup penghubung ditutup, temperatur terendahnya

lebih lama waktunya dan cenderung lebih stabil. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 4.8. Oleh sebab itu pengambilan data dengan variasi selanjutnya hanya

(59)

Gambar 4.8. Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) pada proses

adsorbsi pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi kondisi awal keran katup penghubung ditutup dan dibuka.

Gambar 4.9. Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) pada proses

adsorbsi pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi tabung generator horizontal dan vertikal.

Berdasarkan pengambilan data dengan variasi tabung generator horizontal

dan vertikal, temperatur evaporator (Teva) terendah adalah 17°C yaitu saat

menggunakan variasi tabung generator vertikal. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

4.9. Oleh sebab itu pengambilan data dengan variasi selanjutnya hanya

(60)

Gambar 4.10. Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) pada proses

adsorbsi pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter dengan variasi jumlah karbon aktif 1 kg dan 4 kg.

Berdasarkan pengambilan data dengan variasi jumlah karbon aktif 1 kg

dan 4 kg, temperatur evaporator (Teva) terendah adalah 9°C yaitu saat

menggunakan variasi jumlah karbon aktif 4 kg. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

4.10. Temperatur 9°C ini adalah temperatur paling rendah dari semua variasi yang

telah dilakukan.

Berdasarkan pengambilan data dengan semua variasi, COP yang tertinggi

adalah 0,971 yaitu saat menggunakan variasi jumlah karbon aktif 4 kg. Hal ini

(61)

Gambar 4.11. Grafik perbandingan COP dari semua variasi pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter.

Keterangan grafik:

t : Waktu pengambilan data ( menit )

Tgen : Temperatur di generator ( oC )

Teva : Temperatur di evaporator ( oC )

Tlingk : Temperatur lingkungan sekitar ( oC )

P : Tekanan pada sistem alat ( bar )

COP : COP rata-rata

Berikut ini adalah data-data hasil pencatatan selama penelitian proses

adsorbsi-desorbsi-adsorbsi dari pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif yang

telah dilakukan. Pada pengambilan data kali ini menggunakan tabung evaporator

kapasitas 0,6 L. Adapun pada proses desorbsi, tabung generator direndam dalam

panci besar yang berisi air panas. Pemanasan didapatkan dengan menggunakan

sebuah kompor listrik 300W yang diletakkan dibawah panci besar dan dua buah

water heater 1000W yang dicelup di permukaan air. Selain itu agar terjadi proses

(62)

Tabel 4.7. Data proses adsorbsi pertama pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(63)

Tabel 4.7. Data proses adsorbsi pertama pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (lanjutan)

(64)

Tabel 4.7. Data proses adsorbsi pertama pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (lanjutan)

Waktu

• Pengambilan data dihentikan pada menit ke-90 karena temperatur evaporator telah mulai naik dan stabil.

(65)

Tabel 4.8. Data proses adsorbsi kedua pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(66)

Tabel 4.8. Data proses adsorbsi kedua pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (lanjutan)

(67)

Tabel 4.8. Data proses adsorbsi kedua pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (lanjutan)

(68)

Tabel 4.8. Data proses adsorbsi kedua pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (lanjutan)

Waktu

• Pengambilan data dihentikan pada menit ke-120 karena temperatur evaporator telah mulai naik dan stabil.

• Keran katup penghubung langsung ditutup ketika pengambilan data dihentikan.

(69)

Tabel 4.9. Data proses adsorbsi ketiga pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

(70)

Tabel 4.9. Data proses adsorbsi ketiga pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup. (lanjutan)

Waktu

• Pengambilan data dihentikan pada menit ke-60 karena temperatur evaporator telah mulai naik dan stabil.

(71)

Tabel 4.10. Data proses desorbsi pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

Waktu

• Pengambilan data dihentikan pada menit ke-120 karena tekanan sistem telah melebihi tekanan awal sistem dan waktunya sama dengan waktu terlama dari proses adsorbsi.

• Keran katup penghubung langsung ditutup ketika pengambilan data dihentikan.

(72)

Tabel 4.11. Data proses adsorbsi keempat pada pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan menggunakan tabung evaporator vertikal kapasitas 0,6 L, 4 kg karbon aktif, 100 ml metanol, tabung generator vertikal kapasitas 16 kg dan kondisi awal keran katup penghubung ditutup.

Waktu

(73)

• Keran katup penghubung langsung ditutup ketika pengambilan data dihentikan.

Keterangan Tabel:

Waktu : Waktu pengambilan data ( menit )

Tgen : Temperatur di generator ( oC )

Teva : Temperatur di evaporator ( oC )

Tlingk : Temperatur lingkungan sekitar ( oC )

Tair panas : Temperatur air panas sekitar generator ( oC )

Tair biasa : Temperatur air biasa sekitar evaporator ( oC )

Tekanan : Tekanan pada sistem alat ( bar )

Berdasarkan data-data tersebut maka dapat diperoleh perbandingan antara

temperatur dan tekanan dengan waktu yang disajikan dalam Gambar 4.12 dan

Gambar 4.13.

Gambar 4.12. Grafik perbandingan temperatur evaporator (Teva) pada proses

(74)

Gambar 4.13. Grafik perbandingan tekanan sistem (P) pada proses adsorbsi pertama, adsorbsi kedua, adsorbsi ketiga, desorbsi, dan adsorbsi keempat.

Keterangan gambar:

t : Waktu pengambilan data ( menit )

Teva Ads (I) : Temperatur evaporator pada proses adsorbsi pertama (oC)

Teva Ads (II) : Temperatur evaporator pada proses adsorbsi kedua (oC)

Teva Ads (III) : Temperatur evaporator pada proses adsorbsi ketiga (oC)

Teva Des : Temperatur evaporator pada proses desorbsi (oC)

Teva Ads (IV) : Temperatur evaporator pada proses adsorbsi keempat (oC)

PAds (I) : Tekanan sistem pada proses adsorbsi pertama (oC)

PAds (II) : Tekanan sistem pada proses adsorbsi kedua (oC)

PAds (III) : Tekanan sistem pada proses adsorbsi ketiga (oC)

PDes : Tekanan sistem pada proses desorbsi (oC)

(75)

4.2 PEMBAHASAN

Dari data yang berhasil didapat menunjukkan proses pendinginan (adsorbsi)

telah berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya temperatur evaporator

(Teva) pada setiap proses adsorbsi. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini

adalah dengan memvariasikan jumlah metanol, kondisi awal keran katup

penghubung, konstruksi tabung generator dan jumlah karbon aktif.

Pendinginan intermitten dengan menggunakan siklus adsorbsi berlangsung

dalam beberapa proses yaitu:

1. Proses adsorbsi yaitu proses penyerapan metanol oleh adsorber (karbon aktif).

Saat proses absorbsi berlangsung, kalor di sekitar evaporator akan terserap.

Proses penyerapan kalor ini akan menyebabkan temperatur evaporator turun.

2. Proses desorbsi yaitu proses pelepasan uap metanol dari adsorber (karbon aktif)

saat generator dipanaskan.

3. Proses kondensasi yaitu proses pendinginan dan pengembunan uap

metanol yang terdesorbsi menjadi metanol cair. Metanol cair yang dihasilkan

ditampung di evaporator.

Pada penelitian ini dilakukan variasi jumlah metanol yang dimasukkan ke

sistem alat pendingin absorbsi sebagai refrijeran. Jumlah metanol yang

divariasikan sejumlah 100 ml, 200 ml, dan 300 ml. Dari ketiga macam variasi ini

ketika proses adsorbsi dilakukan, didapat hasil temperatur evaporator yang

(76)

Gambar 4.7. Dari data ini dapat diketahui bahwa jumlah metanol berpengaruh

terhadap temperatur evaporator pada saat proses adsorbsi. Jika jumlah metanol

terlalu sedikit maka proses pendinginan di evaporator hanya berlangsung secara

singkat. Singkatnya proses pendinginan disebabkan karena metanol telah habis

diserap oleh karbon aktif. Jika jumlah metanol terlalu banyak maka proses

pendinginan di evaporator sedikit terhambat. Terhambatnya proses pendinginan

ini disebabkan volume metanol terlalu besar sehingga kalor latent yang dimiliki

juga semakin besar pula. Bila kalor latent semakin besar maka semakin besar pula

jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan metanol di dalam evaporator.

Bila jumlah kalor di sekitar evaporator masih kurang maka metanol tidak akan

menguap dan diserap oleh karbon aktif sehingga proses pendinginan tidak terjadi.

Hasil dari penelitian dengan ketiga variasi ini adalah jumlah metanol yang terbaik

sejumlah 200 ml. Variasi ini mampu mempertahankan temperatur terendah 19°C

hingga akhir batas pencatatan waktu yaitu 150 menit.

Variasi lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah variasi kondisi awal

keran katup penghubung dari alat pendingin absorbsi. Kondisi awal keran katup

penghubung yang divariasikan adalah dibuka dan ditutup. Dari kedua variasi ini

ketika proses adsorbsi dilakukan, didapatkan hasil temperatur terendah evaporator

yang dihasilkan sama yaitu sebesar 19 °C namun kemampuan mempertahankan

temperatur terendah tersebutlah yang berbeda. Hal ini dapat dicermati pada

Gambar 4.8. Variasi kondisi awal keran katup penghubung ditutup lebih lama

mempertahankan temperatur terendah daripada variasi kondisi awal keran katup

(77)

lalu metanol dimasukkan ke sistem alat pendingin maka uap metanol langsung

terserap oleh karbon aktif di generator. Artinya kalor yang terserap untuk

menguapkan metanol adalah kalor yang berada di sekitar saluran penghubung dan

sedikit yang di sekitar evaporator. Jadi ketika akan menyerap kalor di sekitar

evaporator, jumlah metanol tinggal sedikit. Sebaliknya jika kondisi awal keran

katup penghubung ditutup, metanol yang masuk ke sistem alat akan tertampung

dahulu di evaporator. Setelah keran katup penghubung dibuka maka kalor di

sekitar evaporator akan banyak terserap (dan hal ini sesuai dengan direncanakan

yaitu evaporator menyerap kalor dari sekitar evaporator saja).

Variasi lain yang dilakukan adalah variasi tabung generator yang

dirangkaikan pada alat pendingin adsorbsi. Tabung generator yang divariasikan

adalah tabung generator horizontal kapasitas 1 kg dan tabung generator vertikal

kapasitas 16 kg. Setelah dilakukan proses absorbsi dengan kedua variasi ini

dihasilkan temperatur pendinginan yang berbeda. Hal ini dapat dicermati pada

Gambar 4.9. Variasi tabung generator vertikal kapasitas 16 kg menghasilkan

temperatur terendah evaporator yang lebih rendah daripada variasi tabung

generator horizontal kapasitas 1 kg. Hal ini disebabkan karena variasi tabung

generator vertikal kapasitas 16 kg menghasilkan luas penampang karbon aktif

yang lebih luas daripada variasi tabung generator horizontal kapasitas 1 kg.

Dengan luasnya penampang karbon aktif ini maka debit uap metanol yang

terserap oleh karbon aktif akan semakin tinggi. Semakin tinggi debit uap metanol

(78)

Pada penelitian ini variasi yang lain adalah variasi jumlah karbon aktif yang

digunakan sebagai adsorber dalam sistem alat pendingin adsorbsi. Variasi yang

dilakukan adalah menvariasikan jumlah karbon aktif sebanyak 1 kg dan 4 kg. Dan

hasil penelitian dari dua variasi ini adalah jumlah karbon aktif berpengaruh sekali

terhadap temperatur terendah pendinginan oleh evaporator. Hal ini dapat

dicermati pada Gambar 4.10. Semakin banyak karbon aktif (adsorber) yang ada di

alat pendingin adsorbsi maka semakin tinggi debit uap metanol (refrijeran) yang

terserap. Semakin tinggi debit uap metanol yang terserap karbon aktif maka

semakin banyak kalor dari sekitar evaporator yang terserap. Semakin banyak kalor

yang terserap maka menyebabkan temperatur evaporator semakin rendah. Hal ini

dibuktikan dengan temperatur evaporator mencapai temperatur 9°C.

COP alat pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif pada penelitian ini

dihitung menggunakan persamaan (1). COP tertinggi yang dihasilkan dalam

penelitian ini adalah 0,971 pada variasi 200 ml metanol, kondisi awal katup

penghubung ditutup, tabung generator vertikal dan 1 kg karbon aktif. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 4.11.

Walaupun temperatur evaporator mencapai temperatur 9°C namun

temperatur ini masih dianggap tidak layak untuk menjadi alat pendingin.

Standarnya alat pendingin harus dapat mencapai temperatur pendinginan 0°-5°C.

Hal ini disebabkan karena jenis karbon aktif yang digunakan sebagai absorber

memiliki daya serap terhadap metanol yang rendah. Jenis karbon aktif yang

(79)

pasar lokal. Rupanya kualitas karbon aktif lokal tergolong rendah dan belum bisa

menyamai kualitas karbon aktif yang ada di luar Indonesia.

Gambar 4.14. Bagan penelitian proses tiga tahap: adsorbsi-desorbsi-adsorbsi.

Penelitian selanjutnya adalah proses tiga tahap: adsorbsi-desorbsi-adsorbsi.

Penelitian ini ingin mengetahui apakah setelah proses desorbsi, proses adsorbsi

dapat berlangsung kembali sama dengan proses adsorbsi pertama kali. Proses

adsorbsi tahap pertama diakhiri sampai proses pendinginan tidak dapat terjadi

lagi. Oleh karena itu wajar apabila pengambilan datanya berlangsung hingga

berkali-kali. Selanjutnya dilakukan proses desorbsi, yang diakhiri sampai tekanan

sistem sama atau melebihi tekanan awal proses adsorbsi. Selanjutnya dilakukan

proses adsorbsi tahap kedua, dimana hasilnya akan dibandingkan dengan proses

adsorbsi tahap pertama. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar 4.14.

Hasil penelitian ini adalah proses adsorbsi tahap pertama berlangsung

dengan baik, artinya proses adsorbsi dapat terjadi. Proses adsorbsi tahap pertama

dilakukan sebanyak tiga kali hingga proses pendinginan tidak terjadi lagi. Pada Adsorbsi

tahap kedua Adsorbsi

tahap pertama Desorbsi

(80)

data yang termasuk proses adsorbsi tahap pertama adalah proses adsorbsi pertama,

kedua dan ketiga. Proses desorbsi juga berlangsung dengan baik, artinya tekanan

sistem melebihi tekanan sistem pertama kali saat proses adsorbsi terjadi. Proses

desorbsi yang dilakukan cukup hanya sekali saja karena telah memenuhi syarat.

Proses adsorbsi tahap kedua berlangsung dengan baik, artinya proses adsorbsi

dapat terjadi namun hasilnya lebih buruk jika dibandingkan dengan proses

adsorbsi tahap pertama. Hal ini dapat dicermati pada Gambar 4.12. Pada data yang

termasuk proses adsorbsi tahap dua adalah proses adsorbsi keempat. Karena

buruknya hasil perbandingan maka dapat disimpulkan bahwa proses pendinginan

intermitten tidak dapat terjadi.

Ada beberapa kemungkinan sebab yang dapat terjadi sehingga proses

pendinginan intermitten tidak dapat terjadi. Kemungkinan pertama adalah jarak

antara tabung generator dan evaporator terlalu jauh sehingga uap metanol tidak

dapat mengalir dan mengembun di evaporator. Itulah sebabnya pada proses

desorbsi, tekanan sistem tinggi. Hal ini dapat dicermati pada Gambar 4.13. Namun

apabila jarak tabung generator dan evaporator terlalu dekat maka saat tabung

generator dipanasi, sebagian panas akan mengalir ke tabung evaporator.

Sedangkan tabung evaporator haruslah memiliki temperatur yang rendah agar uap

metanol dapat mengembun. Kemungkinan kedua adalah kurangnya panas yang

digunakan untuk proses desorbsi. Temperatur air panas yang digunakan untuk

memanasi tabung generator sekitar 90°C, bila lebih dari itu maka tentu saja air

tersebut akan mulai menguap karena pemanasan dilakukan di lingkungan terbuka.

(81)

generator ke dalam karbon aktif. Baik bahan stainless steel maupun karbon aktif

memiliki sifat daya hantar panas yang tergolong rendah. Sehingga temperatur di

luar tabung generator tentu tidak sama dengan di dalam karbon aktif. Apabila

membuat model dengan pemanas didalam tabung generator maka model menjadi

rumit dan bertolak belakang dengan tujuan awal yaitu membuat model yang

sederhana.

(82)

67 5.1 KESIMPULAN

Dari penelitian tentang pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif yang

dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

a. Penelitian ini berhasil membuat sebuah model pendingin adsorbsi

metanol-karbon aktif sederhana yang dapat bekerja tanpa energi listrik dan berasal dari

bahan dari pasar lokal serta dibuat dengan kemampuan industri lokal.

b. Temperatur evaporator terendah yang bisa dihasilkan dari pendingin adsorbsi

metanol-karbon aktif menggunakan evaporator vertikal 2,4 liter adalah 9oC.

Temperatur ini dicapai saat menggunakan variasi jumlah metanol 200 ml,

kondisi awal keran katup penghubung ditutup, menggunakan tabung generator

vertikal kapasitas 16 kg dan jumlah karbon aktif sebanyak 4 kg.

c. COP rata-rata terbaik yang dihasilkan dari pendingin adsorbsi metanol-karbon

aktif menggunakan evaporator 2,4 liter adalah 0,971. COP rata-rata ini

dihasilkan saat menggunakan variasi jumlah metanol 200 ml, kondisi awal

keran katup penghubung ditutup, menggunakan tabung generator vertikal

kapasitas 16 kg dan jumlah karbon aktif sebanyak 1 kg.

d. Karbon aktif lokal tidak cocok untuk menjadi adsorber pada pendingin

(83)

5.2 SARAN

Penelitian tentang pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif menggunakan

evaporator vertikal 2,4 liter yang ini telah dilakukan. Demi perkembangan

teknologi pendingin adsorbsi, penulis dapat memberikan beberapa saran, antara

lain:

a. Bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang siklus pendingin adsorbsi

metanol-karbon aktif. Penelitian pendingin adsorbsi ini dapat diperbandingkan

dengan menggunakan konstruksi evaporator lain seperti evaporator yang

bervolume lebih kecil.

b. Selain itu penelitian ini dapat pula diperbandingkan dengan jenis karbon aktif

yang lain seperti karbon aktif yang berupa serbuk atau karbon aktif yang

Gambar

Gambar 2.1. Siklus pendinginan adsorbsi
Gambar 2.2. Karbon aktif tipe granulat
Gambar 3.1. Model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan generator
Gambar 3.3. Ukuran model pendingin adsorbsi metanol-karbon aktif dengan  generator horizontal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedokteran Gigi Universitas Sriwijaya Palemba ng”.Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang, khususnya di wilayah Universitas Sriwijaya Palembang.Tujuan penelitian

Lembaga pendidikan nonformal ini sudah memiliki komponen pembelajaran, mulai dari perangkat pembelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), materi ajar dan

Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian Ijin tertentu yang khusus disediakan atau

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan model problem based learning berbantuan

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rumah susun sederhana sewa dengan pendekatan arsitektur bioklimatik merupakan gedung bertingkat yang dibangun

1) Pada dasarnya seluruh sumber daya manusia di dalam organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan kota Manado dapat melaksanakan seluruh program-program yang telah

Camat adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja Kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian kewenangan

ngon sifeut” ( Hukum dengan adat seperti hubungan zat dengan sifatnya). Maknanya adalah zat dengan sifat adalah suatu yang berbeda, dapat didentifikasi tetapi tidak dapat