• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA NILAI PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEDAGANG DALAM PENGGUNAAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI PASAR TRADISIONAL SE-KOTA MATARAM - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KORELASI ANTARA NILAI PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEDAGANG DALAM PENGGUNAAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI PASAR TRADISIONAL SE-KOTA MATARAM - Repository UNRAM"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

KORELASI ANTARA NILAI PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEDAGANG DALAM PENGGUNAAN BORAKS PADA TAHU DI PASAR

TRADISIONAL SE-KOTA MATARAM

Diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

OLEH:

Surya Meka Novita Sari H1A212058

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Karya Tulis Ilmiah : Korelasi antara Nilai Pengetahuan dengan Perilaku Pedagang dalam Penggunaan Boraks pada Tahu di Pasar Tradisional se-Kota Mataram

Nama Mahasiswa : Surya Meka Novita Sari

Nomor Mahasiswa : H1A 212 058

Fakultas : Kedokteran

Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Mataram, 28 Oktober 2015

Pembimbing Utama,

dr

. Arfi Syamsun , Sp.KF., M.Si.Med NIP. 1979010 8200312 1 002

Pembimbing Pendamping,

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Korelasi antara Nilai Pengetahuan dengan Perilaku Pedagang dalam Penggunaan Boraks pada Tahu di Pasar Tradisional se-Kota Mataram

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Surya Meka Novita Sari Nomor Mahasiswa : H1A 212 058

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 11 November 2015

Ketua,

dr

. Arfi Syamsun , Sp.KF., M.Si.Med NIP. 1979010 8200312 1 002

Anggota,

dr. Lina Nurbaiti, M.Kes NIP. 19820817 200812 2 002

Anggota,

dr. Rika Hastuti Setyorini, M.Kes NIP. 19840118200812 2 002

Mengetahui,

Dekan FK Universitas Mataram,

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, hidayah dan perlindungan-NYA, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram untuk memperoleh gelar sarjana strata 1. Karya tulis ini berjudul: Korelasi antara Nilai Pengetahuan dengan Perilaku Pedagang dalam Penggunaan Boraks pada Tahu di Pasar Tradisional se-Kota Mataram

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik dari dalam institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Mataram Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph.D yang telah memberikan izin dan dukungan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

2. dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran yang telah memberikan izin untuk penelitian ini.

(5)

4. dr. Lina Nurbaiti, M.Kes selaku pembimbing pendamping yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran dan memberikan banyak masukan serta saran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

5. dr. Rika Hastuti Setyorini, M. Kes selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji penulis.

6. Harta yang paling berharga ayahanda H. Imanto Rahadi, S. Pd dan ibunda Hj. Erni Rohanah, S. Pd yang senantiasa melimpahkan kasih sayang, doa dan segala dukungan moril maupun materil.

7. Saudara tersayang M. Dwi Meka Jaya Purnamandala, Rahimatul Fitria Mekacahyani, dan Catur Meka Ratna Jelita yang senantiasa memberikan motivasi, kasih sayang dan doa.

8. Sahabat terkasih Emalia Susanti, Hijriati Sholihah dan Nani Vidya Astuti yang telah memberikan doa, dukungan, nasihat, dan semangat tiada henti. Terimakasih karna selalu menghulurkan tangan dan selalu memberikan nasehat ketika penulis lupa dan khilaf.

9. Sahabat tercinta, saudara seperjuangan Siti Nuril Anwari Rohmatillah dan Sandra Yuliana Andini Putri yang telah memberikan masukan, bantuan, semangat yang tiada henti serta tempat keluh kesah selama pengerjaan KTI ini. Terimakasih atas kenangan tak terlupakan yang kita lalui selama pengerjaan KTI ini.

10.Akhwati al-mahbuubah Blue Classic (PPKh-KMMI Putri 12)

(6)

terlupakan yang kita alami bersama. Terimakasih atas semangat dan doanya demi kelancaran pengerjaan KTI ini.

11. Keluarga besar Muskulus 2012 FK UNRAM atas semangat dan kenangan yang tak terlupakan yang kita alami bersama selama menempuh pendidikan di FK UNRAM. Terima kasih telah memberikan banyak pelajaran berarti, teriring doa semoga kita semua sukses mencapai segala impian dan dapat menjadi orang yang berguna untuk diri dan lingkungan kita.

12. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kedokteran Universitas Mataram yang selalu membantu dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat.

13. Semua pedagang tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram yang telah bersedia menjadi responden penulis. Terimakasih atas kebesaran hati Bapak/Ibu untuk membantu penulis, semoga kita tetap menjadi sahabat di kemudian hari.

14. Keluarga besar FKM SanPres FK UNRAM. Terimakasih untuk dukungan dan doanya selama ini. Dimana kaki berpijak, islam tetap di pundak. Semoga kita bisa menjadi dokter muslim/muslimah yang bermanfaat bagi pondok pesanteren kita dan masyarakat.

15.Murobbiyah kami dr. Rifana Cholidah, M. Sc yang senantiasa menasehati dan membimbing kami untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

(7)

Terimakasih atas rasa kekeluargaan yang indah ini yang memotivasi penulis untuk menjadi muslimah yang hasanah. Semoga persaudaraan kita terjalin hingga ke Syurga.

17. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan KTI ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca yang memerlukannya.

Mataram, 28 Oktober 2015

(8)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Mataram, 28 Oktober 2015

(9)

ABSTRAK

KORELASI ANTARA NILAI PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEDAGANG DALAM PENGGUNAAN BORAKS PADA TAHU DI PASAR

TRADISIONAL SE- KOTA MATARAM Surya Meka Novita Sari, Arfi Syamsun, Lina Nurbaiti

Latar belakang: Tahu merupakan salah satu makanan yang biasanya ditambahkan boraks. Boraks merupakan bahan antiseptik yang digunakan pada kayu dan tekstil, serta berbahaya bagi tubuh apabila digunakan pada makanan. Saat ini sering ditemukan penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan. Tingginya penggunaan boraks pada makanan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang boraks. Produsen makanan menganggap penambahan boraks dapat membuat makanan menjadi lebih awet dan menarik. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan pengetahuan yang memadai tentang boraks dan bahayanya pada tubuh bila ditambahkan pada makanan.

Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar korelasi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan boraks pada tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancanggan

cross sectional. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 52 orang yang merupakan pedagang tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara terstruktur. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman’s.

Hasil: Hasil analisis bivariat Spearman’s menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,04) serta nilai r = 0,710 yang artinya terdapat korelasi yang bermakna dan kuat dengan arah korelasi positif (+). Didapatkan 44,23% responden berpengetahuan baik, 55,76% responden berpengetahuan sedang dan tidak ada yang berpengetahuan yang buruk. Adapun untuk tingkat perilaku responden, 82,69% berperilaku baik, 17,31% berperilaku sedang dan tidak ada yang berperilaku

(10)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND THE SELLER’S BEHAVIOR ABOUT THE USAGE OF BORAX IN TOFU IN TRADITIONAL MARKET,

MATARAM CITY

Surya Meka Novita Sari, Arfi Syamsun, Lina Nurbaiti

Background: Tofu is one of the most often food to be added with borax. Borax is an antiseptic often used in wood products or textile, yet dangerous for the body if added to the food. These days we often found borax as the additional food ingredients. The high number of borax use in the food may be cause by the lack of knowledge about this ingredient. The food producers assumed that the addition of borax can make the food last longer and more appealing. Thus, sufficient knowledge about borax and its effect on the body when added into the food is needed.

Objective:The objective of this study was to measure the correlation between knowledge and the usage of borax in tofu in traditional market, Mataram city.

Methode: This was an observational study using cross-sectional methode. The samples for this study were 52 tofu sellers in traditional market in Mataram city. Data was collected using a questionnaire and structured interview. Data were analyzed using bivariate analysis by Spearman’s correlation test.

Result: The result of Spearman’s bivariate analysis showed that p = 0.000 (p < 0.04) and r = 0.710 which means that there was a positive (+) strong correlation. There were 44.23% people with good knowledge, 55.76% respondents with moderate knowledge and none of the respondent had bad knowledge about borax. As for the behavior, 82.69% had good behavior, while 17.31% had moderate behavior and none with bad behavior.

Conclusion: There is a correlation between knowledge and the seller’s behavior about the usage of borax in tofu. The higher the knowledge about borax and its danger when used in food, the better the behavior of the sellers, to not add borax into the tofu.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Prakata ... iv

Pernyataan ... viii

Abstrak... ix

Abstract... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel... xv

Daftar Gambar... xvi

Daftar Lampiran... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 5

1.4.1 Bagi BPOM Provinsi NTB... 5

1.4.2 Bagi Pemerintah... 5

1.4.3 Bagi Masyarakat... 5

1.4.4 Bagi Peneliti... 5

(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan dan Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.1.1 Pangan... 6

2.1.2 Bahan Tambahan Pangan... 6

2.2 Boraks ... 7

2.2.1 Struktur Kimia Boraks... 7

2.2.2 Sifat dan Kegunaan Boraks... 8

2.2.3 Ciri-Ciri Makanan yang Mengandung Boraks... 9

2.2.4 Peraturan tentang Larangan Penggunaan Boraks... 9

2.3 Perilaku ... 10

2.3.1 Klasifikasi Perilaku... 11

2.3.2 Domain Perilaku... 11

2.4 Pengetahuan... 13

2.4.1 Tingkatan Pengetahuan dalam Domain Perilaku... 13

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan... 15

2.4.3 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku... 16

2.5 Tahu ... 16

2.5.1 Bahan Utama Pembuatan Tahu... 17

2.5.2 Alat dan Bahan yang diperlukan... 17

2.5.3 Proses Pembuatan Tahu... 17

2.5.4 Pengawetan Tahu... 19

2.6 Pasar ... 20

(13)

2.8 Kerangka Teori ... 24

2.9 Kerangka Konsep ... 25

2.10 Hipotesis ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 26

3.3.1 Populasi... 26

3.3.2 Sampel... 27

3.3.3 Besar Sampel... 28

3.4 Variabel Penelitian ... 28

3.5 Definisi Operasional ... 29

3.6 Instrumentasi Penelitian ... 30

3.6.1 Sumber Data... 30

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data... 30

3.6.3 Uji Validitas... 31

3.6.4 Uji Reabilitas... 31

3.7 Teknik Analisis Data ... 32

3.8 Jadwal Penelitian ... 32

3.9 Rancangan Penelitian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 34

(14)

4.1.2 Sumber Informasi Responden... 37

4.1.3 Deskripsi Tingkat Pengetahuan... 38

4.1.4 Deskripsi Tingkat perilaku... 39

4.1.5 Uji Normalitas Data ... 40

4.1.6 Uji Hipotesis... 40

4.2 Pembahasan... 41

4.2.1 Analisis Tingkat Pengetahuan Responden... 41

4.2.2 Analisis Tingkat Perilaku Responden ... 44

4.2.3 Korelasi antara Pengetahuan dengan Perilaku... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2 1. Matriks Orisinalitas Penelitian ... 21

Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Penelitian ... 33

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 35

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 35

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berjualan... 36

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan... 36

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Tahu... 36

Tabel 4.7 Riwayat Penyuluhan... 37

Tabel 4.8 Sumber Informasi... 37

Tabel 4.9 Informasi yang Didapatkan Responden... 38

Tabel 4.10 Tingkat Pengetahuan Responden... 39

(16)

DAFTAR GAMBAR

Ganbar 2.1 Struktur Kimia Boraks ... 7

Gambar 2.2 Kerangka Teori ... 24

Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 25

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Inform Consent ... 56

Lampiran 2 Kuesioner ... 57

Lampiran 3 Jawaban Responden... 63

Lampiran 4 Hasil Analisa Data ... 65

Lampiran 5 Data Pasar... 66

Lampiran 6 Ethical Clearence Penelitian... 68

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian ... 69

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan selain bahan baku utama yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau karakteristik pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (Permenkes, 1988). BTP dapat ditambahkan pada proses produksi, pengemasan, transportasi atau penyimpanan. Penggunaan BTP membuat makanan menjadi lebih menarik, lebih diminati konsumen, meningkatkan kualitas daya simpan, mempermudah preparasi makanan, serta mempertahankan nilai gizi (Adriani, 2012). Kebijakan keamanan pangan dan pembangunan gizi nasional menyebutkan bahwa gizi tercantum dalam kebijakan pangan nasional termasuk penggunaan BTP (Cahyadi, 2008).

(19)

Boraks yang yang terakumulasi dalam jumlah sedikit tidak dapat dilihat efek sampingnya secara langsung. Efek samping yang ditimbulkan oleh boraks akan terlihat apabila kadar boraks yang terakumulasi dalam darah sudah tinggi. Boraks dengan cepat diabsopsi dalam saluran cerna, kulit dan terhirup melalui hidung kemudian akan terakumulasi dalam hati, otak dan testis (Habsah, 2012). Adapun gejala yang dapat ditimbulkan adalah terganggunya motilitas usus, mulut kering, mual, muntah, kejang, kerusakan ginjal, kerusakan hati, depresi dan kematian (Alsuhendra, 2013).

Larangan penggunaan boraks sebagai BTP tercantum dalam Permenkes No. 722 tentang bahan tambahan pangan yang diperjelas dengan Permenkes No. 1168 tahun 1999 tentang larangan penggunaan boraks pada makanan. Selain itu, peraturan tentang larangan penggunaan boraks pada makanan tersebut diperkuat dengan UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan. Adapun Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang pangan, perlindungan dan keamanan pangan menegaskan bahwa diperlukan suatu upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan pencemaran biologis, kimia, maupun benda lain yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan.

(20)

pendidikan, sikap, lama berdagang, besar modal usaha, serta adanya pembinaan dan pengawasan pangan (Mujianto, 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiyatmi (2006), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktek pembuat makanan jajanan tradisional merupakan faktor risiko penggunaan boraks.

Penggunaan boraks pada dapat dipandang sebagai suatu perilaku. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, tradisi, tingkat ekonomi, kepercayaan, tingkat pendidikan dan sebagainya), faktor pemungkin (ketersediaan sarana dan prasarana), dan faktor penguat (sikap dan perilaku tokoh masyarakat, peraturan, undang-undang serta agama).

Tahu adalah salah satu makanan yang biasanya ditambahkan boraks (Sartono, 2001). Tahu merupakan jenis makanan dengan kandungan gizi tinggi, dalam 100 gram kedelai terdapat kandungan 40 gram protein, 20 gram lemak, 30 gram karbohidrat serta mengandung vitamin C, B1, B2, B3, B6, B12, asam folat,

mineral Ca, Fe, Mg, fosfat, K, Na, Zn, Cu, Mn, selenium, serat isoflavones, dan

(21)

dilakukan untuk membuat tahu menjadi lebih kenyal dan awet (Anonim, 2011). Para produsen menganggap penggunaan boraks untuk mengawetkan makanan dapat mengurangi tingkat kerusakan produk makanan sehingga akan memperpanjang umur penyimpanan (Sartono, 2001).

Beberapa penelitian sebelumnya didapatkan bahwa boraks masih digunakan sebagai BTP pada makanan. penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono (2009) menunjukkan hasil bahwa sampel dari wilayah Ambarawa positif mengandung boraks. Penelitian lain yang dilakukan oleh Payu (2014), menunjukkan hasil bahwa semua sampel mie basah yang dijual di Kota Manado positif mengandung boraks.

Survey yang dilakukan oleh BPOM pada makanan yang dijual di pasar menunjukkan 25 dari 82 sampel yang diuji positif mengandung rhodamin B, boraks, tidak memiliki izin edar dan sudah kadaluarsa (Badan POM, 2013). Data dari BPOM RI menyebutkan bahwa beberapa sampel makanan tersebut didapatkan di Mataram NTB. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang korelasi antara nilai pengetahuan dengan perilaku pedagang tahu dalam penggunaan boraks di pasar tradisional se-Kota Mataram.

1.2 Rumusan Masalah

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar korelasi antara nilai pengetahuan dengan perilaku pedagang dalam penggunaan boraks pada tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram.

1.4Manfaat

Penelitian yang dilaksanakan dalam rangka penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapakan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi BPOM Provinsi NTB dan Pemerintah Kota Mataram

Sebagai bahan rujukan untuk monitoring penggunaan boraks pada makanan serta monitoring sebaran informasi masyarakat tentang boraks.

b. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang boraks dan bahaya konsumsi makanan yang mengandung boraks.

c. Bagi Peneliti Lain

Sebagai salah satu referensi mahasiswa kesehatan dalam bidang penelitian tentang korelasi antara pengetahuan dan perilaku pedagang dengan penggunaan boraks pada makanan.

d. Bagi Peneliti

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pangan dan Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2004, pangan merupakan segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makaan atau minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses preparasi, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Alsuhendra, 2013).

2.1.2 Bahan Tambahan Pangan

Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes adalah bahan yang biasanya tidak digunakan dalam makanan sebagai makanan atau bukan komponen khas makanan, yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 tentang keamanan dan gizi pangan pada bab 1 pasal 1, BTP merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.

(24)

Sedangkan menurut Codex Alimentarus Commissions (1980), BTP merupakan bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan, yang bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan makanan lebih mudah dihidangkan serta mempermudah preparasi makanan.

2.2 Boraks

Pengertian boraks menurut kamus besar Bahasa Indonesia edisi tiga (3), boraks adalah bahan pemutih (antiseptik; zat yang membantu pelelehan zat padat) yang berupa hablur atau kristal berwarna kuning maupun serbuk yang berwarna coklat.

2.2.1 Struktur Kimia Boraks

(25)

Boraks adalah hidrat dari garam natrium tetraborat dekahidrat

(Na2B4O7.IOH2O). Boraks juga disebut dengan senyawa kimia turunan boron,

karena mengandung unsur logam boron (B). Persentase boron dalam boraks adalah 11,34%. Natrium tetraborat merupakan suatu garam natrium dari asam piborat (Na2B4O7) yang merupakan salah satu dari senyawa asam borat selain asam ortoborat dan asam metaborat yang masing-masing merupakan asam lemah (Winarno, 1994).

2.2.2 Sifat dan Kegunaan Boraks

Kelarutan borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium klorida (Winarno, 1994).

Boraks merupakan senyawa kimia berbentuk serbuk hablur kristal, transparan dengan granul putih yang tak berwarna, tidak berbau atau agak amis, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol. Adapun sifat lain dari boraks adalah memiliki pH 9,5; berat molekul 381,37; titik lebur dari bentuk kristal adalah 743oC, dan densitas 1,73 gr/cm3 (Alsuhendra, 2013).

Senyawa-senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia, yaitu jarak lebur sekitar 171oC, dapat larut dalam 8 bagian air dingin; 4 bagian air mendidih

dan 5 bagian gliserol 85%, tidak dapat larut dalam eter, kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida; asam sitrat atau asam tartat, dan mudah menguap dengan pemanasan (Sartono, 2001).

(26)

bakteri pembusuk (Yuliarti, 2007). Asam dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu asam alami yang pada umumnya adalah asam organik misalnya asam tartrat dan asam dari buah-buahan misalnya asam sitrat. Asam yang dihasilkan dari proses fermentasi misalnya asam laktat dan asam asetat. Asam-asam sintetik misalnya asam malat, asam fosfat dan asam adifat (Winarno, 1994).

Boraks atau yang sering disebut asam borat, natrium tetraborat atau sodium borat, merupakan pembersih, fungisida, herbasida dan insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk manusia (Yuliarti, 2007). Boraks dipakai sebagai pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa (Saksono, 2007).

2.2.3 Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Boraks

Makanan yang mengandung boraks akan memiliki tekstur yang kenyal dan tahan lama (Sumantri, 2010). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa senyawa asam borat yang terdapat pada lontong dan bakso dapat memberikan tekstur yang baik dan menarik (Cahyadi, 2008).

2.2.4 Peraturan tentang Larangan Penggunaan Boraks pada Makanan

Adapun peraturan-peraturan yang mendukung larangan penggunaan boraks pada makanan adalah:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

(27)

ketentuan pidana. Berdasarkan UU tersebut maka keseluruhan proses pengolahan pangan, terutama dalam proses produksi pangan dan penggunaan bahan tambahan pangan harus melalui mekanisme yang sesuai standar dan persyaratan serta mengetahui larangan dan sanksi pidana terkait. Sehingga tidak terjadi kerugian pada konsumen.

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa produsen selaku pengusaha yang memproduksi pangan bertanggung jawab untuk menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa konsumen memiliki kepastian hukum yang jelas apabila konsumen mengalami kerugian akibat ulah curang dari pelaku usaha. Sehingga konsumen dapat menuntut ganti atas kerugian yang ditimbulkan.

2.3 Perilaku

(28)

2.3.1 Klasifikasi Perilaku

Adapun klasifikasi dari perilaku individu dalam teori “S-O-R” atau

Stimulus Organisme Respons yang dikemukakan oleh Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) adalah:

a. Respondent respons(Reflexive)

Respondent respons merupakan suatu respons seseorang yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu atau eliciting stimulation. Contoh dari perilaku ini adalah makanan lezat akan menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya yang terang akan menyebabkan mata terpejam dan sebagainya. Selain itu, respondent respons juga mencakup suatu perilaku emosional seseorang, misalnya menangis ketika mendapat musibah, gembira ketika lulus ujian dan sebagainya.

b. Operant respons(Instrumental)

Operant respons merupakan suatu respons yang timbul dan berkembang yang diikuti oleh stimulus atau rangsangan tertentu (reinforcing stimulus), misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan atas pekerjaannya, maka petugas kesehatan tersebut akan mengerjakan pekerjaannya lebih baik lagi.

2.3.2 Domain Perilaku

(29)

a. Faktor internal (determinan internal), yaitu karakteristik individu yang bersifat bawaan atau genetik, seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

b. Faktor eksternal (determinan eksternal), yaitu karakteristik individu yang dipengaruhi oleh lingkungan, seperti lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Adapun Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) mengklasifikasikan perilaku manusia ke dalam 3 domain, yaitu a) kognitif, b) afektif, c) psikomotor. Teori ini kemudian berkembang dan dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan. Adapun modifikasi teori Bloom (Notoatmodjo, 2003) adalah:

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang didapatkan dari hasil pengindraan individu terhadap suatu objek tertentu melalui panca indranya. Pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku individu.

b. Sikap

(30)

c. Tindakan atau Praktik

Tindakan atau praktik merupakan tahap akhir dari suatu sikap individu. Untuk menjadi suatu tindakan, sikap individu harus didukung oleh faktor pendukung ataupun kondisi yang memungkinkan individu untuk bertindak, contohnya adanya fasilitas atau sarana prasarana, penyuluhan dan sebagainya.

2.4 Pengetahuan

Pengertian pengetahuan berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang berkenaan dengan hal. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan didapatkan seseorang dari panca indranya, yaitu melalui merasa, mendengar, meraba, dan mencium (Notoatmodjo, 2007).

2.4.1 Tingkatan Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang termasuk dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

(31)

2. Memahami (comprehension)

Memahami adalah suatu proses mengingat atau suatu kemampuan seseorang untuk menjelaskan, menyebutkan, dan menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang diketahui. Seseorang yang memahami sesuatu harus dapat menjelaskan, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan atau mengaplikasikan materi yang telah diketahui secara nyata atau riil, termasuk penggunaan dari suatu hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalamm situasi lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis menggambarkan kemampuan seseorang untuk menggambarkan, menjabarkan, dan membedakan suatu materi atau permasalahan. Kemampuan seseorang dalam menganalisis suatu hal dapat terlihat pada kemampuannya dalam membuat suatu bagan, membedakan, memisahkan dan memecahkan suatu masalah yang diberikan.

5. Sintesis (synthesis)

(32)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan gambaran kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek. Penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau terkait norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Berdasarkan Notoatmodjo (2007), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Usia

Semakin bertambah usia, maka proses perkembangan mental (psikologis) dan fisik seseorang akan berubah.

2. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka kemampuan seseorang tersebut untuk memperoleh, memahami, dan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pun semakin mudah.

3. Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan suatu pemahaman dan pengetahuan seseorang. Seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan buruk dari lingkungan dimana ia tinggal.

4. Minat

(33)

5. Informasi

Informasi sangat penting dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Adapun sumber informasi dapat berasal dari berbagai media, baik media elektronik dan media cetak.

6. Pengalaman

Pengalaman merupakan kejadian atau suatu hal yang pernah dialami oleh seseorang yang bersifat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi seseorang tersebut.

2.4.3 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan suatu perilaku individu. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa proses yang terjadi dalam diri seseorang sebelum seseorang tersebut mengadopsi suatu perilaku, yaitu:

a. Awareness, yaitu kesadaran seseorang terhadap stimulus. b. Interest, yaitu ketertarikan seseorang terhadap stimulus.

c. Evaluation, yaitu sikap individu dalam menimbang-nimbang manfaat dan kerugian dari stimulus tersebut.

d. Trial, yaitu tahap ketika seseorang mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, tahap ketika suatu perilaku telah dilakukan seseorang sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap tertentu.

2.5 Tahu

Tahu berasal dari bahasa china yaitu: tao-hu, teu-hu atau tokwa. Kata tao

(34)

disebut dengan wong-teu. Wong artinya kuning, hu atau kwa artinya rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Apabila digabungkan, dua kata ini akan memberikan arti kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi seperti bubur (Tasu’ah, 2007).

2.5.1 Bahan Utama Pembuatan Tahu

Bahan utama untuk membuat tahu adalah kacang kedelai (Widro, 2007). Pilihan utama adalah kacang kedelai putih, berbiji kasar, mulus dan tidak bercampur kerikil atau kotoran lain (Saidi, 2006). Bahan lainnya yaitu asam cuka dengan kadar 90% yang digunkan sebagai campuran sari kedelai, batu tahu yang digunakan sebagai penggumpal sari kedelai yang bersumberr dari batu gips atau sulfat kapur yang telah dibakar dan berbentuk tepung, selain itu dapat pula digunakan whey agar tahu tidak terlalu banyak mengandung air dan berbentuk seperti agar-agar, serta diperlukan air bersh untuk perendaman tahu (Tasu’ah, 2007).

2.5.2 Alat dan Bahan yang Diperlukan

Adapun alat-alat yang diperlukan adalah batu gilingan, bak air, ember plastik, wajan besar, tungku pembakaran, kain belacu, penyaringan, kotak cetakan, meja pengempa, dan ember kecil untuk penampungan air (Nurjanah, 2007).

2.5.3 Proses Pembuatan Tahu

Adapun proses pembuatan tahu (Tasu’ah, 2007) adalah sebagai berikut: a. Memilih kedelai

(35)

berwarna putih atau kuning, bersih, berbiji besar, kulitnya halus, bebas dari kerikil atau campuran lain.

b. Merendam kedelai

Kedelai yang sudah dipilih kemudian direndam dalam bak berisi air selama 6-7 jam agar cukup empuk untuk digiling.

c. Menggiling kedelai

Kedelai yang sudah cukup empuk tersebut dipindahkan kedalam tong kayu. Dengan menggunakan sendok besar, kedelai yang sudah direndam tersebut dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam alat penggilingan hingga semua kedelai tergiling halus dan menyerupai bubur. Bubur putih yang dihasilkan tersebut dialirkan menuju tong penampungan.

d. Perebusan bubur kedelai

Proses selajutnya adalah perebusan bubur kedelai. Untuk merebus bubur kedelai digunakan wajan dengan ukuran besar. Dalam proses ini, bubur kedelai perlu ditambahkan air agar konsistensinya tidak terlalu kental. Takaran untuk air adalah 1:1.

Pada saat merebus bubur kedelai, api tungku yang digunakan tidak boleh terlalu kecil, api harus dijaga tetap besar agar bubur kedelai cepat mendidih. Selama proses perebusan, bubur harus terus aduk agar busa bubur tidak tumpah. e. Menyaring bubur

(36)

hingga ampas tahu tidak mengandung sari tahu lagi. Pekerjaan penyaringan ini dilakukan berulang-ulang hingga bubur kedelai tersebut benar-benar halus.

f. Menimbulkan tahu

Air saringan yang tertampung dalam tong berwarna kekuning-kuningan yang nantinya akan menjadi tahu. Untuk membentuk tahu, air saringan ditambahkan dengan asam cuka. Pencampuran air saringan dengan asam cuka dengan perbandingan 1 botol cuka perbanding dengan 36 liter air saringan. Saat pencampuran harus diperhatikan apakah dalam air saringan sudah timbul gumpalan putih atau belum. Setelah mengendap, proses selanjutnya adalah mencetak tahu.

2.5.4 Pengawetan Tahu

Tahu yang disimpan begitu saja akan mudah basi dan rasanya menjadi asam (Nurjanah, 2007). Pedagang biasanya menyimpan dagangannya dalam kaleng atau ember yang diisi air bersih yang merupakan suatu cara tradisional untuk membuat tahu tahan lama, sekitar 1-2 hari (Tasu’ah, 2007). Adapun cara sederhana lain untuk mengawetkan tahu (Murniati, 2006) adalah:

a. Digoreng

Tahu dapat digoreng tanpa bumbu, atau sebelum digoreng direndam dalam air garam, atau setelah penggorengan direndam dalam air.

b. Direbus

(37)

2.6 Pasar

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia edisi tiga (3), pengertian pasar adalah tempat orang melakukan kegiatan jual-beli; kekuatan penawaran dan permintaan; tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang dan pembeli yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa.

(38)

2.7 Matriks Orisinalitas Penelitian

Tabel 2.1. Matriks Orisinalitas Penelitian

N

o Peneliti &Judul Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan denganPersamaan dan Penelitian Terdahulu - Pangan yang diuji

(39)
(40)

pengetahuan, sikap, dan praktek pembuat makanan jajanan merupakan faktor risiko untuk terjadinya pencemaran bahan toksik boraks dan pewarna makanan yang dijual di pasar-pasar Kota Semarang

analisa kandungan makanan

(41)

2.8 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah:

Gambar 2.2 Kerangka Teori berdasarkan Lawrence Green (1980) dan Notoatmodjo (2007) - Sikap dan perilaku

(42)

2.9 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep untuk penelitian ini adalah:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Variabel yang diteliti :

Variabel yang tidak diteliti :

2.9 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat korelasi antara nilai pengetahuan dengan perilaku pedagang dalam penggunaan Boraks pada makanan di pasar tradisional se-Kota Mataram.

Informasi Lingkung an

Minat Pengalama n Pendidika

n Usia

Tingkat pengetahuan pedagang tahu di pasar se-Kota Mataram

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini merupakan penelaahan korelasi antara dua variabel pada suatu situasi. Untuk mengetahui korelasi antara suatu variabel dengan variabel lain tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu subjek, kemudian diidentifikasi pula variabel yang lain yang ada pada objek yang sama kemudian dilihat apakah ada hubungan serta korelasi antara keduanya (Dahlan, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner serta melakukan wawancara terstruktur dengan responden, yaitu pedagang makanan di pasar tradisional se-Kota Mataram, yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pasar tradisional se-Kota Mataram. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(44)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pedagang tahu yang terdapat di pasar yang berada di Kota Mataram yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Sampel penelitian diambil dengan metode consecutive sampling (Dahlan, 2010). Pasar akan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu pasar besar dan pasar kecil berdasarkan omset pendapatan per tahun. Penentuan sampel pedagang yang ditentukan tiap pasar, tiap pasar besar akan diambil 5 sampel dan pasar kecil akan diambil 3 sampel.

Adapun sampel penelitian adalah pedagang tahu yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Kriteria Inklusi

a. Pedagang tahu yang berada di pasar tradisional se-Kota Mataram

b. Pedagang yang menjual tahu dengan karakteristik agak padat atau kenyal, tidak mudah hancur dan tahan lama

c. Pedagang yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan menandatangani

informed consent

2. Kriteria Ekslusi

a. Pedagang makanan selain tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram

b. Pedagang yang tidak menjual tahu dengan karakteristik tidak padat atau kenyal, mudah hancur dan tidak tahan lama

(45)

3.3.3 Besar Sampel

Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini (Dahlan, 2010) adalah :

n =

{

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna

Semua parameter (Zα, Zβ, r) pada rumus besar sampel korelatif ditentukan oleh peneliti. Oleh karena itu peneliti menetapkan nilai alfa sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64, kemudian nilai beta ditetapkan

sebesar 10%, maka Zβ = 1, 28. Korelasi minimal yang dianggap bermakna (r)

ditetapkan sebesar 0,4. Dengan demikian besar sampel yang digunakan adalah:

n =

{

a. Variabel independen penelitian ini adalah nilai pengetahuan

(46)

3.5 Definisi Operasional

Adapun pembatasan operasional penelitian dijelaskan melalui definisi operasional berikut:

a. Pengetahuan Pedagang

Merupakan segala informasi yang diketahui pedagang tahu mengenai boraks. Adapun pengetahuan pedagang mencakup definisi, bahaya bagi tubuh, peraturan tentang pelarangan penggunaan pada makanan, serta ciri-ciri makanan yang mengandung boraks. Hal ini akan diukur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan. Jawaban akan dikategorikan menjadi 3 skala, yaitu: sangat setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Pengetahuan pedagang akan disajikan dalam skala numerik.

b. Perilaku pedagang

Perilaku pedagang yang dimaksud adalah seberapa sering perilaku pedagang memproduksi atau menjual tahu yang ditambahkan dengan boraks. Hal ini akan diukur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 7 pertanyaan. Perilaku pedagang merupakan skala numerik yang diukur berdasarkan 3 skala, yaitu: sering, kadang-kadang dan tidak pernah.

c. Boraks

(47)

d. Pasar Tradisional

Merupakan tempat pedagang dan pembeli melakukan transaksi jual beli yang dibangun dan dikelola pemerintah maupun badan usaha termasuk kerja sama dengan tempat usaha berupa toko, kios, los yang dikelola oleh pedagang kecil, menengah, atau koperasi dengan usaha skala kecil. Adapun pasar tradisional yang menjadi lokasi penelitian adalah seluruh pasar yang terletak di Kota Mataram.

3.6 Instrumen Penelitian 3.6.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian yaitu data primer berupa kuesioner dan

wawancara terstruktur yang dilakukan secara langsung pada subjek penelitian

untuk menguatkan data yang diperoleh dan mendapatkan informasi tambahan.

Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang disusun oleh penulis

berdasarkan pada tinjauan pustaka mengenai variabel yang diteliti serta variabel

perancu dan telah dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner.

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pembagian kuesioner yang akan diisi oleh responden pedagang makanan disertai dengan wawancara singkat. Jawaban kuisioner yang telah diisi oleh responden ditabulasikan hasilnya dan setiap faktor pengetahuan dan perilaku dianalisis hingga diperoleh korelasi antara nilai pengetahuan dan perilaku pedagang dalam penggunaan boraks pada tahu.

Adapun kuesioner yang akan digunakan terbagi menjadi 5 bagian, yaitu: a. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

(48)

c. Kuesioner pengetahuan pedagang terhadap boraks d. Kuesioner terkait sumber informasi pedagang tahu

e. Kuesioner perilaku pedagang terhadap penggunaan boraks

3.6.3 Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui keakuratan suatu alat ukur. Pada penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah uji validitas kontruk interna

yang bertujuan untuk mengetahui apakah suatu item pertanyaan adalah pernyataan yang valid dan mewakili suatu parameter (Dahlan, 2010).

Uji validitas dilakukan dengan mengukur nilai korelasi antara item pertanyaan dengan nilai total tanpa mengikut sertakan pertanyaan tersebut. Mengukur validitas data dengan cara mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan pada sampel yang berjumlah 30 orang. Metode analisis yang digunakan adalah korelasi pearson. Pearson Product Moment Correlation Coefficient (r), dengan ketentuan :

a. Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid b. Jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid

3.6.4 Uji Reabilitas

(49)

a. Jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliable b. Jika nilai r Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisa bivariat untuk melihat apakah ada korelasi antara variabel dependen dengan variabel independen. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Korelasi Spearman’s karena melihat adanya korelasi antara variabel dependent

dan independent yang berskala numerik pada data yang tidak terdistribusi normal (Dahlan, 2010).

3.8 Jadwal Penelitian

Tabel 3.1. Rencana Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Maret April Mei Juni Juli Agt Sep Okt

1 Penyusunan

proposal dan kuesioner

2 Persiapan

penelitian dan pembuatan

ethical clearance

3 Pengambila

data

4 Analisa data

(50)

3.9 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian digambarkan dengan skema dibawah ini:

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian Penyusunan Proposal Penelitian

dan Pengajuan Ethical Clearance

Observasi Obyek Penelitian (Pengamatan jumlah sampel dan distribusi pedagang)

Pembuatan Kuesioner dan uji validitas dan reabilitas

kuisioner

Pelaksanaan Penelitian

Pembagian Kuesioner Disertai Wawancara Terstruktur

Input Data

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL

Kota mataram merupakan salah satu kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat. Terdapat 17 pasar tradisional di Kota mataram. Penelitian ini dilakukan di seluruh pasar tradisional se-Kota Mataram. Adapun pasar-pasar tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu pasar besar dan pasar kecil. Adapun pasar besar yaitu pasar Mandalika, pasar Kebon Roek, pasar Cakra, pasar Dasan Agung, dan pasar Pagesangan. Sedangkan pasar-pasar kecil adalah pasar Abian Tubuh, pasar Pagutan, pasar Perumnas Kekalik, pasar Ampenan, pasar Rembiga, pasar Sindu, pasar Sayang-Sayang, pasar Karang Sukun, pasar Karang Medain, pasar Karang lelede, pasar karang Seraya dan pasar Cemara. Pembagian pasar tersebut berdasarkan omset pendapatan pasar berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perdagangan Kota Mataram. Adapun data tersebut dapat dilihat pada lampiran 6.

(52)

4.1.1 Gambaran Umum Responden

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Presentase (%)

Laki-laki 15 28,84

Perempuan 37 51,92

Berdasarkan tabel 4.1 diatas terdapat jumlah pedagang tahu yang diteliti adalah 52 pedagang. Adapun berdasarkaan jenis kelamin, jumlah pedagang tahu yang laki-laki adalah 28,84 % pedagang dan perempuan 51,92% pedagang.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Rentang usia (tahun) Frekuensi (orang) Presentase (%)

<20 1 1,92

Berdasarkan tabel 4.2 diatas didapatkan distribusi pedagang tahu menurut usia. Adapun pedagang tahu yang berusia <20 tahun adalah 1,92%, usia 21-30 adalah 19,2%, usia 31-40 adalah 25%, usia 41-50 adalah 30,7%, usia 51-60 adalah 15,3% dan usia >60 tahun adalah 7,69%.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan terakhir Frekuensi (orang) Presentase (%)

Tidak sekolah 19 36,53

Tidak tamat SD 4 7,69

Tamat SD 7 13,46

Tamat SMP 14 26,92

Tamat SMA 11 21,15

Perguruan tinggi 0 0

(53)

berjumlah 26,92%, tamat SMA berjumlah 21,15% dan tidak ada pedagang yang tamat perguruan tinggi.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berjualan Tahu

Lama berjualan tahu

Berdasarkan tabel 4.4 diatas terdapat 17,30% pedagang yang berjualan <1 tahun, 17,30% pedagang yang berjualan 1-10 tahun, 42,30% pedagang yang berjualan 1-20 tahun, dan 26,92% pedagang yang berjualan >20 tahun.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Berjualan

Pendapatan berjualan tahu per hari (Rp)

Frekuensi (orang) Presentase (%)

<10.000 5 9,61

10.000 – 50.000 27 51,92

51.000 – 100.000 10 19,23

>100.000 10 19,23

Berdasarkan tabel 4.5 diatas terdapat distribusi dari pendapatan pedagang tahu per hari. Adapun pedagang tahu yang memiliki pendapatan <10.000 per hari adalah 9,61%, 10.000-50.000 adalah 51,92%, serta pendapatan pedagang 51.000-100.000 dan >51.000-100.000 adalah 19,23%.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Tahu

Distribusi tahu Frekuensi (orang) Presentase (%)

(54)

50%, tahu gerisak adalah 11,53%, tahu buatan lain yaitu tahu dari pelambek dan ampenan adalah 3,84%, serta terdapat pedagang tahu yang memproduksi tahu sendiri adalah 15,38%.

4.1.2 Sumber Informasi Responden Tabel 4.7. Riwayat Penyuluhan

Riwayat diberikan penyuluhan Frekuensi Presentase

Pernah 25 48,07

Tidak 27 51,92

Berdasarkan tabel 4.7 tersebut diketahui riwayat pemberian penyuluhan pada pedagang. Adapaun pedagang yang pernah diberikan penyuluhan berjumlah 48,07%, dan belum pernah diberikan penyuluhan berjumlah 51,92%.

Tabel 4.8. Sumber Informasi

Sumber informasi Frekuensi Presentase (%)

TV 51 57,95

Radio 5 5,68

Koran 4 4,54

Pamflet 0 0

Petugas BPOM 17 19,31

Tetangga 2 2,27

Dinas Kesehatan 6 6,81

LSM 1 1,13

Mahasiswa Kesehatan 2 2,27

(55)

Tabel 4.9 Informasi Yang Didapatkan Responden

Informasi yang didapatkan responden

Frekuensi (orang) Presentase (%)

Bahaya penggunaan boraks pada makanan

39 53,42

Jenis BTP 8 10,95

Cara produksi tahu 4 5,47

Cara mengawetkan tahu 1 1,36

Takaran BTP 1 1,36

Larangan penggunaan boraks 3 4,10

Ciri-ciri tahu mengandung boraks

17 23,28

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa 53,42% responden mendapatkan informasi tentang bahaya penggunaan boraks pada makanan, 10,95% tentang jenis-jenis BTP, 5,47% tentang cara produksi tahu, 1,36% tentang cara mengawetkan tahu dan takaran BTP yang tepat, 4,10% tentang larangan penggunaan boraks dan 23,28% tentang ciri-ciri tahu yang mengandung boraks.

4.1.4 Deskripsi Tingkat Pengetahuan

Data tentang skor variabel pengetahuan diumpulkan dengan metode kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan. Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden, maka pengetahuan dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni pengetahuan baik, sedang dan buruk. Adapun kategori tingkat pengetahuan ditentukan berdasarkan kategori Sturges, yaitu nilai tertinggi dan nilai terendah untuk menentukan rasio tingkat pengetahuan.

Adapun kelas/tingkatan pengetahuan adalah: Pengetahuan baik : 32,67 - 42

(56)

Tabel 4.10. Kategori Tingkat Pengetahuan Responden

No. Kategori Pengetahuan Jumlah %

1. Baik 23 44,23

2. Sedang 29 55,76

3. Buruk 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya pengetahuan terhadap BTP dan boraks di pasar tradisional se-Kota Mataram sudah cukup baik, terlihat dari hasil penelitian dimana dari 52 orang sebagian besar yaitu 23 orang (44,23%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap BTP dan boraks, 29 orang (55,76%) memiliki pengetahuan sedang dan tidak ada yang memiliki pengetahuan buruk.

4.1.5 Deskripsi Tingkat Perilaku

Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden, maka perilaku dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni pengetahuan baik, sedang dan buruk. Adapun kategori tingkat perilaku ditentukan berdasarkan kategori Sturges, yaitu nilai tertinggi dan nilai terendah untuk menentukan rasio tingkat perilaku pedagang.

Adapun kelas/tingkatan perilaku adalah: Perilaku baik : 17 - 21

(57)

Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11. Kategori Tingkat Perilaku Responden

No. Kategori Pengetahuan Jumlah %

1. Baik 43 82,69

2. Sedang 9 17,31

3. Buruk 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya perilaku terhadap penggunaan boraks pada tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram pada umumnya termasuk dalam kategori baik, , terlihat dari hasil penelitian dimana dari 52 orang sebagian besar yaitu 43 orang (82,31%) memiliki perilaku yang baik dan tidak ada yang memiliki pengetahuan buruk.

4.1.6 Uji Normalitas Data

Pengujian normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji

Kolmogrov-Smirnov dan dalam uji ini, variabel dikatakan berdistribusi normal jika nilai probabilitas/sig >0,05. Adapun hasil dari uji normalitas data diperoleh nilai Kolmogrov-Smirnov pengetahuan 1,178 dan perilaku 1,896 dengan sigifikansi pengetahuan 0,125 dan perilaku 0,002. Hasil signifikansi tersebut salah satunya memiliki nilai kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal.

4.1.7 Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan uji analisa bivariat dengan analisa

Spearman’s untuk menentukan korelasi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pedagang tahu dalam penggunaan boraks. Berdasarkan hasil analisa

(58)

korelasi antara pengetahuan dengan perilaku pedagang dalam penggunaan boraks dengan arah korelasi positif. Adapun kekuatan korelasi dari kedua variabel adalah 0,710 yang berarti memiliki korelasi yang kuat.

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Analisis Tingkat Pengetahuan Responden

Berdasarkan data hasil penelitian, hasil pengukuran yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden didapatkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan sedang hingga baik dan tidak ada yang memiliki pengetahuan buruk. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Tingkat pengetahuan responden yang sudah baik ini sangat berbeda tingkat pendidikan responden tersebut. Sebagian besar dari responden tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan Notoatmodjo (2007), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tersebut. Apabila seseorang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka seseorang tersebut akan lebih mudah untuk memperoleh, memahami serta menerapkan informasi yang didapatkan. Dalam penelitian penulis, hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang.

(59)

memperoleh suatu informasi. Dalam penelitian ini, sebagian besar responden berada dalam rentang usia yang matang sehingga memungkinkan responden untuk memperoleh lebih banyak informasi tentang boraks.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Habsah (2012). Dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori sedang. Dalam penelitian ini, sebagian besar responden (55%) memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA) dan sangat sedikit responden (5%) yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam mempengaruhi pengetahuan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah memahami suatu informasi yang diberikan, sehingga akan memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Selain tingkat pendidikan, usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tua usia seseorang maka pengalaman dan waktu yang dimiliki oleh seseorang tersebut untuk memperoleh informasi akan lebih banyak, sehingga tingkat pengetahuannya pun semakin tinggi.

(60)

Oleh karena itu, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Rendahnya tingkat pengetahuan responden pada penelitian ini sangat berbeda dengan hasil yang didapatkan pada penelitian penulis, meskipun pada penelitian ini tingkat pendidikan dan usia hampir sama dengan penelitian tersebut. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, yaitu informasi dan sumber informasi.

(61)

merupakan media yang sangat informatif, murah dan mudah didapatkan, sehingga responden dapat lebih cepat memperoleh informasi.

Hasil wawancara penulis menunjukkan bahwa hampir sebagian dari responden pernah mendapatkan penyuluhan tentang bahaya boraks dan zat berbahaya lain dalam makanan. Penyuluhan tersebut sebagian besar diadakan oleh BPOM Provinsi NTB dan dinas kesehatan Kota Mataram kepada produsen tahu. Salah satu pasar yang terletak di Kecamatan Mataram bahkan melakukan penyuluhan dan memberikan informasi tentang larangan penggunaan boraks dan bahan terlarang lainnya serta bahayanya pada tubuh secara rutin kepada seluruh pedagang dan pembeli di pasar tersebut. Sebagian besar responden mengatakan telah memperoleh informasi tentang bahaya dan larangan penggunaan boraks pada makanan serta ciri-ciri dari tahu yang mengandung boraks. Informasi yang didapatkan tersebut menyebabkan responden mengetahui secara umum tentang bahaya dan ciri-ciri tahu yang mengandung boraks. Hal tersebut yang menyebabkan tingkat pengetahuan responden pada penelitian penulis menjadi lebih baik.

4.2.2 Analisis Perilaku Responden

(62)

seseorang. Setelah memiliki pengetahuan tentang suatu hal tertentu, seseorang akan dapat menerapkan pengetahuan tersebut dalam perilaku mereka. Kaitannya dengan penelitian ini adalah apabila responden memiliki pengetahuan yang baik tentang boraks dan bahayanya bila digunakan pada tahu maka responden tidak akan menggunakan boraks pada saat pembuatan maupun pengawetan tahu yang mereka jual. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang maka semakin baik pula perilaku seseorang tersebut.

(63)

habis dalam 1 hari. Sebagian besar responden mengolah kembali makanan sisa tersebut untuk dapat dijual keesokan harinya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan responden cenderung menggunakan boraks.

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor , yaitu faktor predisposisi dalam hal ini terkait dengan usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan pedagang; faktor pendukung yaitu sarana prasarana yang mendukung terjadinya suatu perilaku. Dalam hal ini, sarana prasarana tersebut adalah sumber informasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh BPOM dan Dinas Kesehatan; serta faktor penguat, dalam hal ini termasuk petugas kesehatan yang melakukan razia bahan makanan. Faktor-faktor tersebut dapat membentuk suatu perilaku yang baik, sehingga seseorang takut untuk menggunakan boraks ataupun bahan tambahan pangan terlarang lain pada makanan mereka.

Dalam kaitannya dengan perilaku pedagang tahu, ketiga faktor ini sangat mempengaruhi perilaku dari pedagang tahu. Adanya sumber informasi tentang bahaya boraks pada makanan yang mudah didapatkan oleh pedagang, penyuluhan yang dilakukan oleh BPOM, Dinas Kesehatan Kota Mataram, mahasiswa kesehatan, serta sharing informasi antar produsen tahu, serta dilakukannya pengawasan keamanan yang dilakukan oleh petugas BPOM membentuk sebuah perilaku positif yaitu tidak menggunakan boraks pada saat pembuatan atau pengawetan tahu dan tidak menjual tahu yang mengandung boraks.

(64)

mereka jual. Sebagian responden mengaku menjual tahu yang memiliki karakteristik yang agak padat maupun kenyal atau sedikit lunak. Perbedaan dari karakteristik tahu tersebut bukan mengindikasikan adanya penggunaan boraks pada tahu yang mereka jual. Hasil wawancara dengan responden didapatkan bahwa perbedaan karakteristik tersebut disebabkan oleh perbedaan konsentrasi air garam dalam tahu serta metode pengawetan tahu responden.

Tingginya kadar air dan garam pada tahu sangat mempengaruhi karakteristik dari tahu tersebut. Tahu yang memiliki kadar air garam yang tinggi akan memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga tekstur tahu menjadi lebih kenyal dan lunak, sedangkan tahu dengan kadar air garam yang sedikit akan memiliki kadar air yang lebih sedikit sehingga memiliki tekstur yang agak keras. Selain dipengaruhi oleh kadar air garam dalam tahu, tekstur tahu juga dipengaruhi oleh proses pengawetan tahu dengan cara direbus atau dihangatkan kembali. Hasil wawancara didapatkan informasi bahwa sebagian besar responden mengawetkan tahu dengan cara dihangatkan atau direbus kembali. Pengawetan tahu dengan cara direbus atau dihangatkan kembali membuat konsistensi tahu menjadi lebih keras dan padat. Salah seorang responden dengan initial pak S yang berjualan di salah satu pasar di Kecamatan Mataram mengatakan bahwa keras atau kenyalnya tahu tergantung pada banyaknya air garam yang digunakan serta seberapa sering dilakukan perebusan ulang pada tahu.

(65)

menolak untuk menggunakan pengawet buatan pada tahu yang mereka jual. Pernyataan tersebut mempertegas bahwa perilaku pedagang tahu di pasar tradisional se-Kota Mataram sudah baik dan tidak ada pedagang tahu yang menggunakan boraks meskipun karakteristik tahu yang dijual oleh masing-masing pedagang tahu berbeda.

4.2.3 Korelasi antara Pengetahuan dan Perilaku

Berdasarkan hasil analisis korelatif didapatkkan hasil yang bermakna. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji korelasi Spearman’s yaitu nilai P = 0.000 antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan boraks pada tahu dan kekuatan korelasi yang kuat R = 0.710 dengan arah korelasi yang positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan pedagang tahu tentang boraks maka semakin baik pula perilaku pedagang tersebut sehingga pedagang tersebut tidak menambahkan boraks pada tahu mereka.

(66)

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sugiyatmi, Sri (2006) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan pembuat jajanan tentang boraks dengan terjadinya pencemaran bahan toksik boraks. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa semakin tinggi pengetahuan responden maka tingkat pencemaran bahan toksik boraks semakin rendah. Sebaliknya apabila semakin rendah pengetahuan responden maka semakin tinggi tingkat pencemaran bahan toksik boraks. Adanya kesamaan hasil penelitian ini disebabkan oleh keterkaitan antara pengetahuan dengan perilaku. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Dalam Notoatmodjo (2007) dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah tingkat pengetahuan seseorang tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik pula perilaku seseorang tersebut.

(67)

membuat seseorang untuk tidak melakukan perilaku yang buruk selain dari tingkat pengetahuannya. Salah satu dari faktor pendukung atau kondisi pendukung tersebut adalah disediakannya pamflet-pamflet yang mudah dipahami oleh masyarakat, penyuluhan pada penjual makanan maupun konsumen, serta adanya pengawasan ketat yang dilakukan secara rutin oleh BPOM, dinas kesehatan, maupun pemerintah setempat.

Pembentukan suatu perilaku seseorang memang bersifat multifaktorial. Namun salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Hasil penelitian penulis, menunjukkan bahwa seseorang memiliki pengetahuan tentang boraks, maka seseorang tersebut tidak akan menggunakan boraks pada tahu yang mereka jual. Adapun adanya faktor-faktor selain dari pengetahuan pedagang, merupakan faktor-faktor yang dapat mendukung dan memperkuat suatu perilaku tersebut sehingga perilaku seseorang akan semakin sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku pedagang tahu dengan arah korelasi yang positif, artinya semakin baik pengetahuan pedagang maka semakin baik pula perilaku pedagang tersebut.

5.2 Saran

Saran yang diberikan pada akhir penelitian ini adalah sebagai berikut: 5.2.1 Bagi BPOM Dan Dinas Kesehatan Kota Mataram

Perlu dilakukan penyuluhan dan pemeriksaan secara berkala terhadap boraks serta BTP berbahaya lain tidak hanya pada produsen tahu, namun juga pada pedagang dan konsumen.

5.2.3 Bagi Masyarakat

Kepada masyarakat khususnya konsumen tahu, perlu lebih teliti saat membeli tahu 5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

(69)
(70)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwirasastra, A. (1992). Keracunan: Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya. Penerbit Angkasa: Bandung, pp. 87-89

Adriani, M. & Bambang W. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada Media Grup: Jakarta, pp. 291-297

Alsuhendra & Ridawanti. (2013). Bahan Toksik dalam Makanan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung

Anita, S. & Jose, C. (2012). Aspek Lingkungan Sosial dan Potensi Munculnya Perilaku Penambahan Boraks dalam Proses Produksi Bakso Daging Sapi di Kota Pekanbaru. Journal of Environmental Science, Vol. 2 (4);1-11 Anonim. (2011). “Kenali Tahu Berbahaya”. Liputan 6 News (Juni): Magelang,

[online], Available at http://www.liputan6.com/news/read/338870/kenali-tahu-berbahaya (Akses: 1 Oktober, 2015)

Badan POM. (2013). “Serentak Menjaga Keamanan dan Mutu Pangan Selama Ramadhan”. Warta POM, Vol. 11 (Juli-Agustus); pp: 1-6

Cahyadi, W. (2008). Analisis dan Apek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara: Jakarta

Dahlan, S. (2010). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Salemba Medika: Jakarta

Dahlan, M. (2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. Salemba Medika: Jakarta

Fansuri, H., Rahmatus S., Dalyla., dkk. (2012). Pengetahuan Pedagang, Orang Tua, dan Pihak Sekolah terhadap penambahan Zat Berbahaya pada Jajanan Anak di sekolah Dasar Negeri 05 Indralaya Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya: Palembang, (Abstrak), Available at https://www.scribd.com/doc/171675189/Makalah-Pencemaran-Makanan (Akses: 1 Juni, 2015)

(71)

Setiadi, H. (nd). Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pedagang Bakso terhadap Boraks Disekitar Wilayah Wirobjan Yogyakarta. (Abstrak),

https://www.scribd.com/doc/119054609/4227-5927-1-PB (Akses: 1 Juni, 2015)

Haq, M. N. (2014). Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 (Abstrak), Available at

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/

MISYKA%20NADZIRATUL%20HAQ%20-%20fkik.pdf (Akses: 15 Maret, 2015)

Harianto, B., Tinton D. P. & Lavitri A. S. (2007). 20 Peluang Bisnis Makanan. PT AgroMedia Pustaka: Jakarta, pp. 1- 4

Mujianto, B., Anny VP., Sri W., dkk. (2005). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Boraks pada Bakso di Kecamatan Pondok Gede-Bekasi.

Buletin Penelitian kesehatan, Vol. 33 (4);152-161, Available at http:// ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/218 (Akses: 16 Maret, 2015)

Murniati, E. (2006). Si Mungil Kedelai Seribu Manfaat. Penerbit SIC: Surabaya Murti, B. (2011). Validitas dan Reabilitas Pengukuran, Matrikulasi Program Studi

Doktral Fakultas Kedoteran UNS, Fakultas Kedokteran UNS: Solo, Available at: http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Buku/murti_06.pdf. (Akses: 16 Maret, 2015)

Notoatmodjo, S. (2003). Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT RINEKA CIPTA: Jakarta, pp. 118-145

Notoatmodjo, S. (2005). Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta, pp. 43-64

Notoadmodjo, S. ( 2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2007). Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta: Jakarta, pp. 106-162

Gambar

Tabel 2.1. Matriks Orisinalitas Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Teori berdasarkan Lawrence Green (1980) dan
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Rencana Pelaksanaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner kepada pedagang daging ayam untuk mengetahui higiene perorangan,

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Pasar Tradisional Kota Medan yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden yang tinggi dapat mencegah

Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa sangat penting dilakukan penelitian uji fisik dan uji laboratorium kandungan formalin dalam ikan asin yang beredar di pasar

Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut adalah sebanyak 10 sampel saus cabai mengandung Rhodamin B dan 15 sampel saus yang mengandung zat kimia diperbolehkan dalam makanan

722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

10 Pada tahun 2013, Habibah melakukan penelitian terhadap ikan asin di 11 pasar tradisional kota Semarang, dari 41 sampel yang diuji kandungan formalinnya ada 9