• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN. Oleh: NUNIK LESTARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN. Oleh: NUNIK LESTARI"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG

UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN

Oleh:

NUNIK LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2011

Nunik Lestari

(3)

ABSTRACT

NUNIK LESTARI. Performance Test of Tamanu Oil for Pressure Stove Modification. Supervised by Y. ARIS PURWANTO and KUDRAT SUNANDAR.

Tamanu (Calophyllum inophyllum L.) has potential as a biofuel producer crop. Tamanu oil has a high viscosity compared with kerosene. Tamanu oil viscosity must be lowered to the equivalent of kerosene to be applied as a substitute for kerosene, especially in pressure stove. In pressure stove, preheating can reduce the viscosity of fuel to achieve the desired viscosity to be sprayed and burned well. Nowadays, pressure stoves generally are made for kerosene fuel. so that, the pressure stove needs to be modified by considering the preheating stage. Thus, the tamanu oil can be used in the modified pressure stove as a subtitute of kerosene. The objective of the study were (1) to simulate the temperature and viscosity change in relation to the length of heating oil pipeline, (2) to modify the heating oil pipeline based on the simulation result, and (3) to test the performance of modified heating oil pipeline. The simulation results show that the oil should be heated to 161.81 °C to obtain the viscosity of tamanu oil close to the viscosity of kerosene, which is using the heating pipe element along the 25 cm. The tamanu oil spraying diameter is 65.67 mm, and the spraying angle is 12.49o. While kerosene as a control has a spraying diameter of 66.75 mm, and the spraying angle is 12.69o. The increasing of spray diameter to temperature follows the equation d = 0.435T + 2.552, with determinant coefficient of 0.961. While the increasing of spray angle to temperature follows the equation θ = 0.082T + 0.51, with determinant coefficient of 0.961. The increase in diameter and angle of spray with increasing oil temperature, due to the increasing temperatures will further lower the viscosity value, surface tension, and density of tamanu oil. According to Ing et al. (2010), viscosity, surface tension, and density are three fluid properties that are influential in forming the droplet. This oil heating element can heat the tamanu oil until 168.5 oC and 164.7 °C for two different data retrieval conditions.

Keywords: tamanu oil, kerosene, heating, heat transfer, temperature, viscosity, spraying, droplet, pressure stove, modification

(4)

RINGKASAN

NUNIK LESTARI. Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO dan KUDRAT SUNANDAR.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Kementerian ESDM 2004). Melonjaknya harga BBM termasuk minyak tanah serta dampak buruk penggunaan kayu bakar terhadap degradasi lingkungan, menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan dapat tersedia dengan mudah (Yunita 2007).

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai penghasil bahan bakar alternatif berupa bahan bakar nabati (BBN) adalah tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Viskositas dan titik bakar yang tinggi membuat BBN minyak nyamplung memerlukan jenis kompor tertentu. Minyak nabati memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah. Pada kompor bertekanan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat nosel. Selain itu, pada waktu penyalaan awal minyak sulit terbakar karena viskositas yang tinggi (Reksowardojo 2008).

Kompor bertekanan yang ada di pasaran saat ini dibuat untuk bahan bakar minyak tanah. Sehingga untuk mengaplikasikan minyak nyamplung sebagai pengganti minyak tanah, maka viskositas minyak nyamplung harus diturunkan hingga mendekati viskositas minyak tanah. Viskositas menjadi hal yang penting dalam sistem kompor bertekanan. Jika viskositas tinggi, maka tahanan untuk mengalir juga akan tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena kualitas penyemprotan bahan bakar bergantung pada viskositas. Viskositas dipengaruhi oleh suhu. Pada kompor bertekanan, pemanasan awal dapat menurunkan viskositas bahan bakar. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan tahap pemanasan awal dalam modifikasi rancangan pada kompor bertekanan.

Tujuan penelitian ini adalah (1) menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, (2) melakukan modifikasi pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil pendugaan pemanasan minyak nyamplung, dan (3) melakukan uji fungsional dari pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi.

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. Identifikasi masalah menjelaskan target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian. Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah, menjadi elemen pemanas minyak nyamplung. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Panjang pipa yang akan dibentuk menjadi koil ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Koil pipa pemanas minyak ini dirancang untuk dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu tertentu dimana viskositas minyak pada suhu tersebut mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu 5 cP (Couper et al. 2005). Sumber pemanas adalah api hasil pembakaran minyak itu sendiri, sehingga proses pemanasannya

(5)

berkesinambungan. Minyak nyamplung yang digunakan adalah minyak yang telah mengalami proses degumming. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang digunakan pada perhitungan selain data sekunder, seperti pengujian densitas, mengetahui laju aliran massa, dan menentukan suhu awal minyak dalam tangki sebelum pembakaran. Selanjutnya menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak. Kemudian menguji profil penyemprotan minyak nyamplung. Uji penyemprotan dilakukan untuk mengetahui profil penyemprotan minyak nyamplung setelah dilakukan pemanasan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, 110, 130, dan 150 oC. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi diameter dan sudut penyemprotan. Kontrol yang digunakan adalah membandingkan dengan profil penyemprotan minyak tanah. Selanjutnya membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan. Kemudian melakukan uji fungsional dari pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi. Pada uji fungsional ini dilakukan validasi suhu minyak yang telah dipanaskan melalui koil pipa pemanas, yang kemudian keluar melalui nosel. Suhu minyak hasil validasi ini dibandingkan dengan suhu minyak hasil pendugaan. Tahap pengujian terakhir adalah uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengujian kompor bertekanan mengunakan bahan bakar lainnya yang diperoleh dari data sekunder.

Hasil pendugaan menunjukan bahwa untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung dari 50.4 cP, agar mendekati viskositas minyak tanah sebesar 5 cP (Couper et al. 2005), maka dibutuhkan pemanasan 990 oC di sepanjang pipa dengan menggunakan pipa berdiameter 0.25 inci sepanjang 25 cm. Selanjutnya, pipa ini dibentuk menjadi koil sebanyak 2 lilitan. Dalam penelitian ini tidak dilakukan validasi nilai viskositas minyak nyamplung yang telah terpanaskan melalui burner pipa koil pemanas minyak. Validasi hasil perhitungan pendugaan yang dilakukan hanya pada suhu minyak yang keluar dari nosel, dan juga dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah.

Diameter penyemprotan minyak nyaplung adalah 65.67 mm, dengan sudut penyemprotan 12.49o. Sedangkan diameter penyemprotan minyak tanah sebagai kontrol adalah 66.75 mm, dengan sudut penyemprotan 12.69o. Diameter dan sudut penyemprotan minyak nyampung sudah mendekati diameter dan sudut penyemprotan minyak tanah pada suhu 150 oC. Besarnya peningkatan diameter semprotan minyak nyamplung terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan d = 0.435T + 2.552, dengan koefisien determinan sebesar 0.961. Sementara besarnya peningkatan sudut semprotan terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan θ = 0.082T + 0.51, dengan koefisien determinan sebesar 0.961. Bertambahnya diameter dan sudut penyemprotan dengan meningkatnya suhu minyak disebabkan karena semakin meningkatnya suhu maka akan semakin menurunkan nilai viskositas, yang juga menyebabkan turunnya nilai tegangan permukaan dan densitas minyak. Menurut Ing et al. (2010), viskositas, tegangan

(6)

vi

permukaan, dan densitas adalah tiga sifat fluida yang berpengaruh dalam pembentukan droplet.

Hasil validasi menunjukkan bahwa pipa koil pemanas minyak termodifikasi mampu memanaskan minyak nyamplung sampai suhu 168.5 oC untuk pengukuran pada kondisi api kompor menyala, dan 164.7 oC untuk pengukuran sesaat setelah api kompor dipadamkan. Sementara suhu minyak hasil pendugaan adalah 161.81 oC. Secara keseluruhan, kompor bertekanan dengan elemen pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi ini telah dapat beroperasi dengan baik. Tetapi karena karakter minyak nyamplung yang mengandung banyak getah dan sulit untuk dihilangkan, maka terkadang masih terjadi penyumbatan gum pada nosel. Gum yang terkandung pada minyak nyamplung tidak hanya mengganggu stabilitas aliran minyak pada proses pembakaran, tetapi juga dapat menyebabkan pengerakan pada dinding dalam pipa dan penyumbatan pada nosel. Setelah pemakaian berulang-ulang, gum pada minyak nyamplung menyisakan kerak yang menempel pada permukaan dalam pipa dan menyebabkan terjadinya penyempitan diameter pipa. Untuk mengurangi pengerakan dan penyumbatan di dalam burner

ini maka sebaiknya pemadaman api dilakukan dengan cara membuang tekanan pada tangki bahan bakar terlebih dahulu hingga tekanannya setara dengan tekanan udara ambien. Sehingga minyak turun kembali menuju tangki bahan bakar dan dapat menghindari terperangkapnya minyak pada pipa koil pemanas minyak yang menyebabkan pengerakan ketika minyak dan burner telah dalam kondisi dingin. Disarankan juga untuk membersihkan pipa koil pemanas minyak sebelum menyalakan kompor.

Hasil uji coba pembakaran menunjukan bahwa untuk memanaskan 1 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung memerlukan waktu selama 16.516 menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar sebesar 0.327 liter/jam. Sedangkan menurut hasil penelitian Reksowardojo et al. (2005), untuk memanaskan 0.6 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan berbahan bakar minyak tanah memerlukan waktu selama 6 menit, minyak jarak pagar selama 7 menit, dan minyak sawit selama 9 menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah sebesar 0.408 liter/jam, minyak jarak pagar sebesar 0.336 liter/jam, dan minyak sawit sebesar 0.414 liter/jam.

Kata kunci: minyak nyamplung, pemanasan, pindah panas, viskositas, penyemprotan, atomisasi, droplet, kompor bertekanan, modifikasi

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan

Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(8)

UJI KARAKTERISTIK MINYAK NYAMPLUNG

UNTUK MODIFIKASI KOMPOR BERTEKANAN

NUNIK LESTARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(9)
(10)

Judul Tesis : Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan

Nama : Nunik Lestari

NRP : F151090041

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Kudrat Sunandar, MT Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

PRAKATA

Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan, melimpahkan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul “Uji Karakteristik Minyak Nyamplung untuk Modifikasi Kompor Bertekanan”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Kudrat Sunandar, MT selaku komisi pembimbing atas segala pengorbanan waktu, kesabaran, pengetahuan, pemikiran dan jerih payahnya dalam memberikan bimbingan selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si atas kesediaannya untuk menjadi penguji luar komisi. Kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkup Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Ucapan terima kasih setulus hati juga penulis sampaikan atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan tesis ini kepada:

1. Bapak M. Nur Barlian dan Ibu Syurni, serta Mimi Luvinta, Yan Eko Sasih, dan Yustian Adhinata selaku orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah mendidik, memberikan kasih sayang, doa, dan dukungannya sehingga membuat semuanya menjadi mungkin.

2. Acho Samsuar, terima kasih atas semua kasih sayang, perhatian, masukan, dan bantuannya.

3. Mada Hunter Pardede dan Des Taubing, atas bantuan dan masukan yang telah diberikan selama proses penelitian.

4. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan (TMP) 2009, Sulastri Panggabean, Adian Rindang, Furqon, Miftahuddin, Fikri Al-Haq Fachryana, Agus Ghautsun Niam, M. Tahir Sapsal, Syafriandi, Husen Asbanu, Dedy Eko Rahmanto, dan M. Atta Bary, atas kebersamaan, kekeluargaan, dan dukungannya selama ini.

5. Teman-teman Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL) 2009, Nazif Ichwan, Fadli Irsyad, dan Adrionita, atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

6. Bulkis Leonhart dan Ellis Nurjuliasti Ningsih atas kebersamaan, keceriaan, bantuan dan dukungannya selama “menderita” di Perwira 51.

7. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Sebagai penutup, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Bogor, Desember 2011

(12)

RIWAYATHIDUP

Nunik Lestari dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 12 Mei 1985, sebagai putri keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak M. Nur Barlian dan Ibu Syurni. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Ashy Shihab Kotabumi pada tahun 1990 dan TK Bhayangkara Kotabumi pada tahun 1991, pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Kotabumi pada tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 4 Kotabumi pada tahun 2000, Sekolah Menengah Umum di SMUN 2 Kotabumi pada tahun 2003, dan pendidikan Strata 1 di Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2007. Selanjutnya sejak Agustus 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program magister pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan S2 pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan IPB, penulis pernah mendapatkan kesempatan mengikuti program Winter Course dan International Symposium on Asian Consortium for Sustainable Agriculture di Universitas Ibaraki, Jepang. Penulis juga pernah mengemban tugas sebagai bendahara umum pada Forum Mahasiswa Pascasarjana Keteknikan Pertanian (FORMATETA) IPB. Sebagian dari hasil penelitian pada tesis ini juga pernah penulis sampaikan pada Seminar Nasional Perteta di Universitas Jember pada tanggal 21-22 Juli 2011 dengan judul “Uji Karakteristik Minyak Nyamplung sebagai Bahan Bakar Nabati secara Langsung”.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Masalah ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) ... 7

Karakteristik Minyak Nyamplung ... 9

Kompor Bertekanan ... 11

Atomisasi (Pengabutan) Cairan ... 13

Reaksi Pembakaran ... 14 Pembakaran Semprot ... 16 Pindah Panas ... 19 Konduksi ... 19 Konveksi ... 22 Radiasi... 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

Alat dan Bahan Penelitian ... 25

Prosedur Penelitian ... 25

Identifikasi Masalah ... 26

Penelitian Pendahuluan ... 27

Menghitung Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak ... 29

Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung ... 34

Modifikasi Desain Pipa Koil Pemanas Minyak ... 36

Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi ... 39

Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi ... 39

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap

Panjang Pipa Pemanas Minyak ... 41

Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung ... 43

Modifikasi Desain Pipa Koil Pemanas Minyak ... 50

Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi ... 54

Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 65

Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sifat fisika dan kimia minyak nyamplung ... Error! Bookmark not defined.

2 Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak jarak pagar dan sawit ... Error! Bookmark not defined.

3 Nilai konduktivitas panas beberapa bahan pada suhu ruang .. Error! Bookmark not defined.

4 Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam pipa ... Error! Bookmark not defined.

5 Data sekunder penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu

(Wahyudi 2010) dan hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan ... 43

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia ... 7

2 Gambar pohon, kayu, bunga, daun, buah dan biji nyamplung ... 8

3 Penampang melintang buah nyamplung ... 9

4 Minyak nyamplung dan biodiesel nyamplung ... 10

5 Kompor bertekanan ... 12

6 Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ... 13

7 Sistem pembakaran semprot ... 17

8 Tipe-tipe sistem injektor ... 18

9 Proses pembakaran semprot ... 19

10 Mekanisme perpindahan panas konduksi dalam fase yang berbeda dari suatu zat ... 20

11 Kisaran konduktivitas termal dari berbagai bahan pada suhu ruang ... 21

12 Diagram alir prosedur penelitian... 26

13 Alur pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor bertekanan ... 29

14 Perpindahan panas yang terjadi dari pipa ke minyak ... 30

15 Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar ... 35

16 Modifikasi pipa koil pemanas minyak ... 37

17 Diagram alir proses perancangan ... 38

18 Skema pengujian efisiensi pembakaran ... 40

19 Grafik pendugaan penurunan nilai viskositas terhadap suhu ... 41

20 Grafik pendugaan penurunan viskositas terhadap panjang pipa pemanas ... 41

21 Viskositas dinamik beberapa jenis asam lemak ... 42

22 Perbandingan profil penyemprotan (a) minyak nyamplung pada suhu 150 oC, dan (b) minyak tanah pada suhu ruang ... 44

23 Grafik hubungan diameter semprotan minyak nyamplung ... 45

24 Grafik hubungan sudut semprotan minyak nyamplung ... 45

25 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan viskositas ... 46

26 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan densitas ... 47

27 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan tegangan permukaan ... 47

(18)

28 Grafik penurunan nilai (a) viskositas, dan (b) densitas minyak kelapa ... 48

29 Grafik penurunan nilai viskositas terhadap suhu pada biodiesel ... 48

30 Grafik penurunan tegangan permukaan beberapa jenis minyak terhadap peningkatan suhu ... 49

31 Hasil penyemprotan minyak nabati canola murni dan perbesaran gambar droplet pada tekanan injeksi yang berbeda (Ti = 700 K, t = 0.5 ms) ... 50

32 Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ... 51

33 Hasil rancangan elemen pipa koil pemanas minyak ... 52

34 Elemen pipa koil pemanas minyak (a) setelah dipasang pada kompor bertekanan, (b) kompor lengkap dengan dudukan alat masak ... 53

35 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel saat api menyala ... 55

36 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel sesaat setelah api padam ... 55

37 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel ... 56

38 Waktu tunda penyalaan untuk droplet metanol dalam udara panas (hubungan temperatur gas dan ukuran diameter droplet) ... 57

39 Penyumbatan oleh gum pada nosel ... 58

40 Pembakaran campuran LPG dan udara dengan penambahan 20% CO2 ... 62

41 Perbandingan kecepatan pembakaran antara campuran LPG dan udara tanpa CO2 dan dengan CO2 ... 62

42 Grafik peningkatan suhu tiap titik pengukuran pada uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi ... 63

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu

(penelitian pendahuluan) ... Error! Bookmark not defined.

2 Hasil pengukuran suhu awal minyak dalam tangki sebelum proses

pembakaran (penelitian pendahuluan) ... Error! Bookmark not defined.

3 Perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas ... Error! Bookmark not defined.

4 Data pengujian profil penyemprotan minyak nyamplung ... Error! Bookmark not defined.

5 Data pengujian profil penyemprotan minyak tanah ... Error! Bookmark not defined.

6 Data rata-rata pengujian profil penyemprotan minyak nyamplung ... Error! Bookmark not defined.

7 Data rata-rata pengujian profil penyemprotan minyak tanah... Error! Bookmark not defined.

8 Validasi suhu minyak pada nosel dengan kondisi api menyala ... Error! Bookmark not defined.

9 Validasi suhu minyak pada nosel dengan kondisi api padam ... Error! Bookmark not defined.

10 Hasil pengukuran suhu pada uji coba pembakaran kompor

bertekanan termodifikasi ... Error! Bookmark not defined.

11 Gambar teknik burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ... Error! Bookmark not defined.

12 Gambar teknik burner kompor bertekanan setelah modifikasi ... Error! Bookmark not defined.

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan bakar minyak dari bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar dibandingkan sumber energi lain. Minyak tanah merupakan salah satu sumber energi yang banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan, sedangkan di pedesaan sebagian besar bahan bakar yang digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah minyak tanah dan biomassa terutama kayu bakar. Mengingat pentingnya peranan minyak tanah, maka minyak tanah dimasukan ke dalam kelompok sembilan bahan kebutuhan pokok. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Kementerian ESDM 2004).

Minyak tanah umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga untuk memasak dan penerangan, terutama di daerah yang belum tersedia listrik (Nuryanti 2007). Minyak tanah juga banyak digunakan sebagai bahan bakar pada industri dan pedagang-pedagang makanan. Kelangkaan minyak tanah sering terjadi beberapa tahun terakhir ini yang menyebabkan melonjaknya harga minyak tanah. Kondisi ini tentu saja mengganggu kelangsungan usaha bagi para pedagang dan industri kecil. Sedangkan bagi masyarakat pedesaan yang jauh dari sumber energi harus mempertimbangkan energi alternatif jika minyak tanah tidak lagi dapat mencapai daerah tempat mereka tinggal.

Melonjaknya harga BBM termasuk minyak tanah serta dampak buruk penggunaan kayu bakar terhadap degradasi lingkungan, menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan dapat tersedia dengan mudah. Salah satu bahan bakar alternatif untuk dapat digunakan adalah minyak nabati yang bahan bakunya tersedia secara lokal, mudah didapat dan terbarukan (Yunita 2007).

Indonesia sendiri mempunyai sumber energi terbarukan yang melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil. Kontribusi energi terbarukan terhadap total penggunaan energi masih dibawah 10 % (Sumiarso 2011). Kebijakan-kebijakan Pemerintah dalam

(21)

bentuk Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005 mengenai penghematan penggunaan energi, Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 mengenai penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel), serta Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional, menyatakan tahun 2025 ditargetkan untuk mengoptimalkan bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5%. Sejalan dengan kondisi itu pemerintah menargetkan ada 2000 desa mandiri energi sampai tahun 2010. Mandiri energi berarti 60 persen kebutuhan energinya dipenuhi dari sumber setempat terutama dari energi terbarukan (Dirjen PMD 2008).

Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang berasal dari tanaman. Penelitian mengenai bahan bakar nabati ini sudah mulai berkembang. Banyak tanaman yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati setelah melalui serangkaian proses, salah satunya adalah tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku bahan bakar nabati adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, yaitu mencapai 74%. Dalam pemanfaatannya, tanaman nyamplung tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan karena biji yang bersifat toksik, bagian kulit biji mengandung LC50 (Median Lethal Concentration) sebesar 39.31 ppm, dan daging biji sebesar 154.8 ppm (Santi 2009). Beberapa keunggulan ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain adalah tanaman tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan, tanaman relatif mudah dibudidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixed-forest), cocok di daerah beriklim kering, dan produktivitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman penghasil bahan bakar nabati lainnya (jarak pagar 5 ton/ha, sawit 17 ton/ha, dan nyamplung 20 ton/ha) (Bustomi 2008). Pada saat ini penelitian tentang pemakaian bahan bakar nabati sebagai pengganti minyak tanah sudah mulai dikembangkan, bahkan sudah mulai dikomersialisasikan. Namun demikian, oleh karena viskositas dan titik bakarnya yang tinggi maka penggunaan bahan bakar nabati memerlukan jenis kompor tertentu (Puslitbun 2007). Minyak nabati memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah. Pada kompor sumbu akan mengakibatkan mengerasnya sumbu kompor yang akan menghambat kapilaritas minyak

(22)

3

selanjutnya, sedangkan pada kompor bertekanan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat lubang nosel (Reksowardojo 2008). Selain itu, pada waktu penyalaan awal minyak sulit terbakar karena viskositas yang tinggi sehingga sulit untuk terjadi pengabutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kompor yang mampu mengadaptasi sifat-sifat minyak tersebut terutama pada viskositasnya, sehingga perlu dipertimbangkan tahap pemanasan awal dalam modifikasi rancangan pada kompor bertekanan.

Selama ini kompor bertekanan yang ada di pasaran dibuat dan digunakan untuk bahan bakar minyak tanah. Sehingga untuk mengaplikasikan minyak nyamplung sebagai pengganti minyak tanah, maka viskositas minyak nyamplung harus diturunkan hingga setara dengan minyak tanah. Viskositas menjadi hal yang penting dalam sistem kompor bertekanan. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena kualitas penyemprotan bahan bakar sangat bergantung pada viskositas. Viskositas juga dipengaruhi oleh suhu. Pada kompor bertekanan, pemanasan awal dapat menurunkan viskositas bahan bakar hingga tercapai viskositas yang diinginkan agar minyak dapat terkabutkan dan terbakar dengan baik.

Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor. Pertama, menggunakan secara langsung minyak nabati yang memiliki karakter hampir sama dengan minyak tanah, atau melakukan karakterisasi minyak sehingga sesuai dengan kebutuhan kompor, dan kedua, melakukan modifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut (Puslitbun 2007). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dititikberatkan untuk melihat kemampuan minyak nyamplung sebagai bahan bakar pada kompor bertekanan melalui pengujian hubungan antara viskositas, temperatur dan desain pemanas terhadap kualitas penyemprotan minyak. Dengan demikian maka dapat dilakukan modifikasi pada kompor bertekanan yang sesuai dengan hasil uji karakteristik bahan bakar nabati tersebut.

Perumusan Masalah

Minyak tanah digunakan oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia, pedagang-pedagang makanan, dan industri. Kelangkaan minyak tanah yang terjadi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan harga minyak tanah melonjak tinggi

(23)

namun sulit untuk diperoleh. Bagi pedagang-pedagang makanan dan industri kecil hal ini tentu saja mengganggu kelangsungan usaha mereka. Sedangkan bagi masyarakat pedesaan yang daerahnya sulit terjangkau, bahan bakar minyak tanah sudah menjadi sejarah bagi mereka.

Untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan di atas, maka bahan bakar nabati sebagai pengganti BBM menjadi salah satu solusi yang tidak dapat ditunda lagi. Hal ini didukung dengan potensi Indonesia sebagai negara agraris, dimana potensi sumber daya alamnya sangat berlimpah dan beraneka ragam. Nyamplung merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar nabati. Minyak nyamplung berpotensi sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah pada kompor bertekanan, namun dalam pengaplikasiannya masih harus diteliti mengenai kemungkinan tidak sempurnanya proses penyemprotan minyak sebagai akibat tingginya angka kekentalan minyak tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang saling terkait meliputi identifikasi masalah untuk menjelaskan secara garis besar target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian ini, penelitian pendahuluan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada perhitungan pendugaan selain data sekunder, menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak.

2. Membuat modifikasi burner pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung. 3. Melakukan uji fungsional dari burner pipa koil pemanas minyak hasil

(24)

5

Manfaat Penelitian

Secara khusus, hasil akhir dari penelitian ini adalah desain kompor bertekanan termodifikasi yang dapat digunakan dengan bahan bakar 100% minyak nyamplung. Secara umum, pemanfaatan minyak nyamplung sebagai pengganti minyak tanah diharapkan dapat menyokong industri kecil, pedagang, dan rumah tangga pedesaan yang jauh dari sumber energi fosil dengan memanfaatkan potensi alam untuk menghasilkan minyak nyamplung sebagai sumber bahan bakar alternatif. Pemanfaatan minyak nyamplung juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga pedesaan yang dapat berdampak buruk terhadap kelestarian hutan dan lingkungan.

Ruang Lingkup Masalah

Pada penelitian ini akan dikaji potensi minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah pada kompor bertekanan. Pengujian yang akan dilakukan meliputi penelitian pendahuluan, menghitung pendugaan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak berdasarkan hasil simulasi dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji efisiensi pembakaran kompor bertekanan termodifikasi.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada simulasi selain data sekunder. Analisis teknik pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas bahan, dan panjang pipa pemanas minyak dilakukan untuk mendapatkan panjang pipa optimal yang akan dibuat sebagai kumparan pemanas minyak untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga setara dengan minyak tanah, dalam kondisi minyak mengalir sambil dipanaskan. Kemudian melakukan uji penyemprotan awal untuk mengetahui profil penyemprotan minyak nyamplung setelah dilakukan pemanasan. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi diameter dan sudut penyemprotan. Kontrol yang digunakan adalah membandingkan dengan karakteristik penyemprotan minyak tanah. Selanjutnya adalah pembuatan modifikasi kompor

(25)

bertekanan, yaitu modifikasi kumparan pipa pemanas minyak. Uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi dilakukan untuk melakukan validasi suhu hasil pemanasan dan mengetahui sifat mampu bakar minyak nyamplung. Pada pengujian ini akan diukur suhu minyak nyamplung yang baru saja keluar dari nosel. Sedangkan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi dilakukan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk mendidihkan air sebanyak volume tertentu.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)

Tanaman nyamplung dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini mempunyai nama yang berbeda di setiap daerah, seperti bintangor di Malaysia, hitaullo di Maluku, nyamplung di Jawa, bintangur di Sumatera, poon di India dan di Inggris dikenal dengan nama alexandrian laurel, tamanu, pannay tree, serta sweet scented calophyllum (Dweek et al. 2002). Sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009)

Taksonomi tanaman nyamplung (Gambar 2) menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Guttiferales Suku : Guttiferae Marga : Calophyllum

(27)

Gambar 2 Gambar pohon, kayu, bunga, daun, buah dan biji nyamplung (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009)

Tanaman nyamplung biasa tumbuh liar di sepanjang tepian pantai, tetapi tanaman ini dapat juga tumbuh pada tempat dengan ketinggian 100 sampai 350 mdpl. Di Jawa tanaman nyamplung tumbuh liar di hutan yang menjorok ke pantai, tinggi tanaman dapat mencapai 20 m dan mempunyai diameter batang 1.50 m dengan batang yang sangat pendek, bercabang rendah dekat permukaan tanah, dan tumbuh berkelompok (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). Kayunya agak ringan hingga sedang dan lembut, tetapi agak halus, berurat kusut, hingga tidak dapat dibelah. Kayu nyamplung mempunyai dua warna, yakni kelabu atau semu kuning, dan merah bata mempunyai urat yang lebih halus dan seratnya juga lebih lurus (Heyne 1987).

Bentuk daun majemuk menyirip ganjil dengan bentuk helai daun lanset (lanceolatus), bentuk pangkal daun meruncing dengan panjang 10-12 cm, lebar 2.5-3 cm dan tepi daun rata. Tanaman ini mempunyai bunga majemuk tidak terbatas (inflorescentia centripetala) dengan bunga mekar dari bawah ke atas sehingga berbentuk tandan dengan tangkai bunga tumbuh dari ujung batang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009).

(28)

9

Buah nyamplung (Gambar 3) berwarna hijau, berbentuk bulat, kulit buah tipis dan akan mengelupas ketika mulai mengering. Inti biji yang mengandung minyak, berbentuk bulat mancung berwarna kuning, dilindungi tempurung keras mirip tempurung kelapa (Heyne 1987) dan memiliki garis tengah antara 2 sampai 4 cm termasuk lapisan pulp yang tipis (3 sampai 5 mm), cangkang, dan sebuah biji. Buah yang telah dewasa berwarna kuning atau merah kecoklatan dan berkerut (Little et al. 1989). Kulit biji yang sudah tua mudah dikupas, daging buah yang tua/kering dapat dikempa dan akan mengandung air 3.3% dan minyak nabati 71.4% yang saat ini dapat digunakan sebagai biodiesel dengan rendemen 50% (1 liter: 2 kg biji kering), berat 1 kg buah kering setara dengan 2,400 biji (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2009). Biji-biji dapat dikumpulkan dari pohonnya dengan cara memetik buah atau memotong cabang dengan alat pemotong, tetapi umumnya lebih praktis dengan cara mengumpulkannya setelah buah jatuh ke kepermukaan tanah (Little et al. 1989).

Gambar 3 Penampang melintang buah nyamplung (http://en.wikipedia.org 2010)

Karakteristik Minyak Nyamplung

Minyak nyamplung (Gambar 4) tersusun atas minyak dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang berantai karbon panjang, dengan kandungan utama berupa asam oleat 37.57%, asam linoleat 26.33%, dan asam stearat 19.96%, selebihnya berupa asam miristat, asam palmitat, asam linolenat, asam arachidat, dan asam erukat (Balitbang Kehutanan 2008).

Kernel Pulp Skin

(29)

Gambar 4 Minyak nyamplung dan biodiesel nyamplung (Kementrian Kehutanan Republik Indonesia 2009)

Minyak nyamplung diperoleh melalui tahapan proses: (1) pengupasan biji dari kulit yang keras, (2) perajangan hingga menjadi irisan tipis, (3) pengeringan dengan panas matahari selama dua hari, (4) penumpukan, (5) pengukusan, (6) pengepresan atau ekstraksi dengan pelarut organik, (7) degumming, pemisahan getah dengan asam fosfat 1%. Karakteristik minyak nyamplung sebelum dan sesudah degumming dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat fisika dan kimia minyak nyamplung

Karakteristik Sebelum degumming (crude oil)

Sesudah degumming

(refined oil)

Kadar air 0.25% 0.41%

Densitas pada suhu 20oC 0.944 g/ml 0.940 g/ml

Viskositas pada suhu 40oC 56.7 cP 53.4 cP

Bilangan asam 59.94 mg KOH/g 54.18 mg KOH/g

Kadar asam lemak bebas 29.53% 27.21%

Bilangan penyabunan 198.1 mg KOH/g 194.7 mg KOH/g

Bilangan iod 86.42 mg/g 85.04 mg/g

Indeks refraksi 1.447 1.478

Penampakan/warna

Hijau gelap dan kental dengan bau

menyengat

Kuning kemerahan dan kental Sumber: Balitbang Kehutanan (2008)

Minyak nyamplung hasil degumming dengan proses sederhana berupa netralisasi dengan NaOH dapat menjadi biokerosen, sebagai alternatif pengganti minyak tanah yang sangat bermanfaat untuk masyarakat pedesaan (ESDM 2009). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2009) menyatakan bahwa minyak nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan dengan

(30)

11

minyak tanah, yang mana 1 ml minyak nyamplung memiliki pembakaran 11.8 menit, sedangkan 1 ml minyak tanah memiliki pembakaran 5.6 menit. Minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar maupun sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Tabel 2 berikut menunjukkan bahwa minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar maupun sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku biodiesel.

Tabel 2 Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak jarak pagar dan sawit

Komponen Minyak nyamplung Minyak jarak pagar Minyak sawit Asam miristat (C14) 0.09 % - 0.70 % Asam palmitat (C16) 14.60 % 11.90 % 39.20 % Asam stearat (C18) 19.96 % 5.20 % 4.60 % Asam oleat (C18 : 1) 37.57 % 29.90 % 41.40 % Asam linoleat (C18 : 2) 26.33 % 46.10 % 10.50 % Asam Linolenat (C18 : 3) 0.27 % 4.70 % 0.30 % Asam arachidat (C20) 0.94 % - - Asam erukat (C20 : 1) 0.72 % - -

Sumber: Balitbang Kehutanan (2008)

Kompor Bertekanan

Kompor bertekanan atau pressure stove berbahan bakar minyak tanah telah dikenal dan dipergunakan secara luas sebagai alat untuk memasak dikalangan masyarakat di Indonesia, terutama pada pedagang keliling dengan nama kompor semawar atau kompor brander. Disain kompor minyak tanah yang mempergunakan pembakaran dengan prinsip tekanan ditampilkan pada Gambar 5. Secara umum, kompor bertekanan menghasilkan power output dan efisiensi pembakaran yang lebih tinggi, sehingga bahan bakar yang digunakan lebih kecil untuk tiap satuan berat bahan yang dimasak (Wichert et al. 1987). Prinsip kerja kompor bertekanan adalah mengubah bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas atau uap dan membakarnya dengan oksigen sehingga menyala dan menghasilkan energi panas (Sudradjat 2006). Kompor bertekanan memiliki beberapa bagian (Sudradjat 2006), yaitu:

(31)

a. Nosel

Berfungsi sebagai lubang pengeluaran bahan bakar sehingga terjadi proses pembakaran bahan bakar oleh udara (oksigen).

b. Saluran penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel

Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel, dimana selama proses penyaluran bahan bakar ikut terpanaskan oleh proses pemanasan awal.

c. Mangkuk

Berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pemanasan awal sehingga dapat memanasi bahan bakar agar viskositasnya menurun maka proses pembakaran akan menjadi lebih mudah.

d. Penyangga kompor

Berfungsi untuk menjaga posisi kompor bertekanan agar stabil.

Gambar 5 Kompor bertekanan

Bahan bakar yang digunakan pada kompor bertekanan adalah bahan bakar berfasa cair, yaitu minyak tanah. Pada pembakaran dengan bahan bakar berfasa cair, diperlukan suatu usaha untuk memperbesar luas permukaan kontak antara udara dengan bahan bakar. Hal ini sesuai dengan Hukum Ficks yang menyatakan bahwa laju perpindahan massa oksigen ke dalam molekul bahan bakar dipengaruhi oleh luas bidang kontak dan gradien konsentrasinya.

Efisiensi pembakaran langsung dipengaruhi oleh proses pencampuran antara udara dan bahan bakar. Proses ini dapat berlangsung pada ruang pembakaran atau terpisah dari ruang pembakaran, sebelum dilakukan pembakaran. Pada umumnya

(32)

13

sistem yang digunakan untuk memperbesar luas permukaan kontak bahan bakar adalah dengan sistim pembakaran semprot atau spray combustion, seperti pada sistem pembakaran mesin diesel, tungku pembakaran industri dan salah satunya adalah kompor bertekanan.

Atomisasi (Pengabutan) Cairan

Proses pembuatan butiran cairan didalam fase gas disebut dengan atomisasi. Proses atomisasi dimulai dengan mendorong cairan melalui sebuah nosel. Energi potensial cairan (diukur sebagai tekanan cairan untuk nosel hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk nosel pneumatik) dengan bantuan geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran (droplet), atau partikel cairan.

Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar butiran ini tergantungan pada jenis nosel dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan kondisi operasi.

Menurut Graco (1995), ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari

droplet. Diantara faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti viskositas, tegangan permukaan, dan kerapatan seperti digambarkan pada Gambar 6.

(33)

a. Viskositas

Viskositas fluida memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butiran droplet

seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ketika atomisasi terjadi.

b. Tegangan permukaan

Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi.

c. Densitas

Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar.

Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama pada kecepatan tinggi. Pengabutan kebanyakan digunakan untuk keperluan-keperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular (bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan (pengecatan dan lain-lain).

Reaksi Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia eksotermik yang disertai timbulnya kalor, nyala/cahaya, asap dan gas dari bahan yang terbakar, atau pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran ”lean” (miskin). Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau

(34)

15

Perbandingan jumlah udara dengan jumlah bahan bakar disebut dengan Air-Fuel Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa ataupun volume yang dinyatakan dengan persamaan (1) sebagai berikut.

... (1)

Besarnya AFR dapat diketahui dari uji coba reaksi pembakaran yang benar-benar terjadi. Nilai ini disebut AFR aktual. Sedangkan AFR lainnya adalah AFR stokiometrik, yang merupakan AFR diperoleh dari persamaan reaksi pembakaran. Kebalikan dari nilai AFR adalah Fuel Air Ratio (FAR), yaitu perbandingan jumlah bahan bakar dengan jumlah udara. Dari perbandingan nilai AFR tersebut dapat diketahui nilai Rasio Ekuivalen (ϕ):

... (2)

Dimana jika nilai rasio ekuivalen tersebut:

ϕ > 1 : terdapat kelebihan bahan bakar dan campuran disebut campuran kaya bahan bakar (fuel-rich mixture)

ϕ < 1 : terdapat kelebihan udara dan campuran disebut campuran miskin bahan

bakar (fuel-lean mixture)

ϕ = 1 : merupakan campuran stokiometri.

Untuk dapat mengetahui nilai AFR, maka harus dihitung jumlah keseimbangan atom C, H, dan O dalam suatu reaksi pembakaran. Adapun rumus umum reaksi pembakaran yang menggunakan udara kering adalah:

( ) ... (3) Reaksi pembakaran diatas adalah reaksi pembakaran sempurna (stokiometrik), dimana semua hidrogen dan karbon di dalam bahan bakar teroksidasi seluruhnya menjadi H2O dan CO2. Udara yang digunakan dalam reaksi pembakaran mengandung 0.79 kmol nitrogen dan 0.21 kmol oksigen.

Proses reaksi pembakaran dapat terjadi dalam dua cara, yaitu premixed dan

non-premixed. Api premixed terjadi ketika bahan bakar dan udara sudah dicampur terlebih dahulu sebelum terjadi reaksi pembakaran. Contoh dari api jenis ini adalah pada busur nyala api las dan pada motor pembakaran dalam. Sedangkan

(35)

api non-premixed adalah api yang berasal dari bahan bakar dengan mengambil udara secara difusi dari lingkungan sekitarnya.

Pada api non-premixed, besarnya laju pembakaran dihitung dari laju suplai bahan bakar. Pada bahan bakar padat dan cair, laju tersebut berarti laju suplai material volatile dari permukaan bahan bakar. Sehingga besarnya laju pembakaran ( ̇) adalah:

̇ ̇ ̇ g/m2.s ... (4) dimana:

̇ = heat flux berasal dari api (kW/m2)

̇ = heat flux yang hilang ke permukaan bahan bakar (kW/m2)

LV = panas yang diperlukan untuk menghasilkan material volatile (kJ/g), dimana untuk bahan bakar cair sama dengan nilai panas penguapannya.

Bahan bakar dapat terbakar dan mengalami reaksi pembakaran hanya dalam kondisi gas. Oleh karena itu, bahan bakar yang berada dalam bentuk zat awal selain gas (padat dan cair) harus mengalami perubahan bentuk menjadi gas sebelum dapat terbakar. Untuk bahan bakar cair, proses tersebut dapat dilakukan dengan cara menguapkannya saja. Sedangkan bagi hampir semua bahan bakar padat, perlu dilakukan dekomposisi secara kimiawi yang disebut pirolisis untuk menghasilkan produk yang berat molekulnya cukup ringan sehingga dapat menguap dan terbakar.

Pembakaran Semprot

Pembakaran semprot terjadi dengan berbagai cara, berdasarkan aplikasi, konfigurasi, dan strukturnya. Kenneth (1986) membagi sistem pembakaran semprot menjadi 5 sistem seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Sistem pembakaran pada kompor minyak bertekanan dapat didekati dengan pembakaran semprot (spray combustion), yang termasuk dalam sistem pembakaran pada tungku industri (industrial furnace). Pada sistem pembakaran kompor minyak agak sedikit berbeda, dalam kasus ini sistem pembakaran terbagi dalam dua bagian utama, yaitu primary zone, dimana bahan bakar diinjeksi ke dalam aliran udara untuk membentuk campuran reaktan yang hampir stoikiometri dalam aliran dua

(36)

17

fasa dan secondary zone, dimana pembakaran secara lengkap berlangsung. Sistem pembakaran ini dikategorikan sebagai diffusion flame.

Gambar 7 Sistem pembakaran semprot (Kenneth 1986)

Kinerja dari sistem pembakaran semprot sangat dipengaruhi oleh disain injektor. Suatu injektor dapat dievaluasi berdasarkan distribusi ukuran butiran (drop size, droplet) yang dihasilkan, sudut penyemprotan, dan sifat dari bentuk semprotannya. Namun demikian kondisi aliran dan sifat dari bahan bakar juga mempengaruhi bentuk semprotan tersebut. Tipe-tipe sistem injektor dapat dilihat pada Gambar 8. Injektor dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pressure-atomizing injector, dimana hanya bahan bakar cair yang melewati injektor dan atomisasi diperoleh dengan baik karena adanya penurunan tekanan, dan twin-fluid injector, dimana atomisasi bahan bakar cair terjadi karena adanya aliran udara melalui injektor dengan laju yang tinggi (Faeth 1986, diacu dalam Kenneth 1986).

(37)

Gambar 8 Tipe-tipe sistem injektor (Kenneth 1986)

Untuk kompor minyak bertekanan, jenis injektor yang dipakai adalah jenis yang pertama, yaitu pressure-atomizing injector dengan bentuk hollow cone. Dalam kasus kompor, bahan bakar cair ditekan didalam tangki minyak melalui pemompaan oleh pompa tangan dan dialirkan melalui injektor, akibat penurunan tekanan yang tiba-tiba, cairan minyak berubah menjadi fasa gas. Cairan mengalami evaporasi dalam vaporizer dan dipancarkan melalui nosel kedalam

burner head dimana jet bercampur dengan udara ambien. Pada saat meninggalkan

burner head menuju celah campuran bahan bakar-udara terbakar dalam premixed flame. Besarnya tenaga yang diperlukan diatur dengan katup regulator pengatur aliran bahan bakar.

Minyak diinjeksi kedalam ruang bakar dan pecah secara pneumatik atau mekanik kedalam sprayer menjadi bentuk butir halus. Penguapan minyak terjadi pada permukaan droplet akibat proses absorbsi panas dari nyala (flame). Difusi udara kedalam droplet dihasilkan dalam penyalaan gas uap disekeliling droplet

yang dikenal sebagai droplet burning atau pada sekumpulan droplet yang dikenal sebagai cloud burning sehingga memanaskan droplet dan melepaskan uap mampu

(38)

19

bakar tambahan. Suatu daerah nyala atau flame zone terbentuk dimana gas yang bersifat volatil bercampur dengan udara yang disuplai melalui pembakar. Penguapan droplet dan pembakaran lengkap dari gas harus terjadi sebelum penyerapan panas dari nyala dan pendingin berkelanjutan. Secara sederhana proses pembakaran semprot dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9 Proses pembakaran semprot (Sonnichsen 2004)

Pindah Panas

Perpindahan panas (heat transfer) dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu antara daerah-daerah tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Semua cara perpindahan panas memerlukan adanya perbedaan suhu, dan semua cara perpindahan panas berlangsung dari media bersuhu tinggi ke media yang bersuhu lebih rendah (Cengel 2003).

Konduksi

Menurut Cengel (2003), konduksi dapat terjadi dalam padatan, cairan, atau gas. Dalam gas dan cairan, konduksi disebabkan oleh tabrakan dan difusi dari molekul selama gerak acak mereka. Sedangkan dalam padatan, hal ini terjadi karena kombinasi dari getaran molekul dalam kisi dan transportasi energi oleh elektron bebas seperti dijelaskan oleh Gambar 10.

(39)

Gambar 10 Mekanisme perpindahan panas konduksi dalam fase yang berbeda dari suatu zat (Cengel 2003)

Laju aliran panas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu awal antara kedua benda, dan konduktivitas panas dari kedua benda tersebut. Konduktivitas panas adalah tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang dimiliki suatu benda. Setiap benda memiliki konduktivitas yang berbeda. Logam mempunyai konduktivitas panas yang tinggi bila dibandingkan dengan benda lainnya (Syaiful 2009).

Menurut Holman et al. (1995), perpindahan panas konduksi didasari oleh Hukum Fourier yang dapat dinyatakan dengan persamaan (5) sebagai berikut.

... (5) dimana:

q = laju aliran panas (Watt)

k = konduktivitas panas bahan (W/m°C) A = luas permukaan pindah panas (m2)

dT/dx = gradien suhu ke arah perpindahan panas (°C)

Nilai konduktivitas panas menunjukkan tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang dimiliki suatu benda. Bila nilai konduktivitas panas besar, bahan tersebut semakin mudah dilewati oleh panas. Nilai konduktivitas panas juga dipengaruhi oleh suhu. Setiap benda memiliki konduktivitas yang

(40)

21

berbeda. Logam mempunyai konduktivitas panas yang tinggi bila dibandingkan dengan benda lainnya. Beberapa nilai konduktivitas panas ditampilkan pada Gambar 11 dan Tabel 3.

Gambar 11 Kisaran konduktivitas termal dari berbagai bahan pada suhu ruang (Cengel 2003)

Tabel 3 Nilai konduktivitas panas beberapa bahan pada suhu ruang

Bahan k (W/m oC) Berlian 2300 Perak 429 Tembaga 401 Emas 317 Aliminium 237 Besi 80.2 Raksa (cair) 8.54 Kaca 0.78 Bata 0.72 Air 0.613 Kayu (oak) 0.17 Helium 0.152 Udara 0.026 Sumber: Cengel (2003)

(41)

Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan massa atau molekul zat yang dipanaskan. Umumnya konveksi hanya terjadi pada zat cair ataupun gas (fluida) (Kamil 1983). Menurut Holman et al. (1995), besarnya laju aliran panas konveksi dapat dihitung dengan persamaan pendinginan Newton sebagai berikut.

( ) ... (6)

dimana:

q = laju aliran panas (Watt)

h = koefisien pindah panas konveksi (W/m°C) A = luas penampang perpindahan panas (m2)

Tw – Tf = perbedaan suhu antara suhu permukaan yang dipanasi dengan suhu fluida di lokasi yang ditentukan (°C).

Menurut Holman et al. (1995), perpindahan panas konveksi menurut cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara, yaitu konveksi bebas atau alami dan konveksi paksa. Pada konveksi bebas pergerakan fluida terjadi karena perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan pada konveksi paksa fluida bergerak karena adanya pengaruh dari luar dari suatu alat seperti pompa atau kipas.

Bilangan Reynold digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan jenis aliran turbulen atau laminer. Aliran yang mempunyai bilangan Reynold kurang dari 2000 merupakan aliran laminer, sedangkan aliran dengan bilangan Reynold antara 2000 dan 4000 merupakan aliran transisi (peralihan dari aliran laminer ke aliran turbulen), dan aliran dengan bilangan Reynold lebih dari 4000 dikatakan sebagai aliran turbulen penuh (Nevers 2005).

Radiasi

Berbeda dengan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi, dimana perpindahan panas terjadi melalui suatu perantara, perpindahan panas secara radiasi sama sekali tidak memerlukan zat perantara. Sifat-sifat perpindahan panas secara radiasi sama dengan sifat-sifat gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh

(42)

23

adalah perpindahan panas dari matahari ke bumi (Holman et al. 1995). Besarnya laju aliran panas radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan dinyatakan dengan persamaan berikut:

... (7)

dimana:

Q = laju aliran panas (Watt)

A = luas penampang perpindahan panas (m2) σ = angka tetapan Stefan-Boltzman (5.67 x 10-8

W/m2K4) T = suhu permukaan yang bersangkutan (oC)

= angka emisi permukaan yang meradiasikan panas dan merupakan ukuran kemampuan meradiasikan energi panas.

(43)
(44)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta-IPB; dan Bengkel Ibrahim, Bandung.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor bertekanan,

thermocouple tipe K, pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, air pressure gauge, thermostat, heater, stopwatch, kamera digital, meteran, peralatan perbengkelan, pompa udara manual yang dilengkapi dengan air pressure gauge, dan gelas ukur.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak nyamplung, minyak tanah (sebagai kontrol), air, kertas millimeter blok, besi plat, dan besi pipa jenis mild steel.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang saling terkait. Identifikasi masalah menjelaskan secara garis besar target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian ini, penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada simulasi selain data sekunder, menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Diagram alir proses penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 12.

(45)

Gambar 12 Diagram alir prosedur penelitian

Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah, menjadi elemen pemanas minyak nyamplung. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Panjang

Membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak

Uji fungsional pipa koil pemanas minyak

Tidak

Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi

Selesai Ya

Evaluasi dan analisis data Uji profil penyemprotan

minyak nyamplung

Menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak

Mulai

Identifikasi masalah

Penelitian pendahuluan dan pengumpulan data-data sekunder

(46)

27

pipa yang akan dibentuk menjadi koil ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Koil pipa pemanas minyak ini dirancang untuk dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu tertentu dimana viskositas minyak pada suhu tersebut mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu 5 cP (Couper et al. 2005). Sumber pemanas adalah api hasil pembakaran minyak itu sendiri, sehingga proses pemanasannya berkesinambungan. Penurunan viskositas bertujuan agar minyak nyamplung mempunyai karakteristik penyemprotan yang mirip dengan minyak tanah, sehingga diharapkan kualitas pembakarannya pun dapat mendekati kualitas pembakaran minyak tanah.

Minyak nyamplung yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian dengan penambahan asam fosfat dan air. Penambahan asam fosfat dan air ini bertujuan untuk memisahkan gum yang ada pada minyak (degumming). Hasil dari degumming akan memperlihatkan perbedaan yang sangat jelas dari minyak asalnya, yaitu berwarna lebih jernih.

Penelitian Pendahuluan

Dalam penelitian pendahuluan ini dilakukan pengujian densitas minyak nyamplung pada beberapa tingkat suhu, mengukur laju aliran massa minyak nyamplung, dan menentukan kenaikan suhu minyak dalam tangki pada tahap pemanasan awal sebelum dilakukan pembakaran. Data-data dari penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai data pendukung untuk melakukan perhitungan pendugaan selain data-data sekunder dari penelitian terdahulu.

a. Pengukuran densitas

Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan alat piknometer 9.2 ml, neraca digital, thermocouple tipe K, pencatat suhu jenis hybrid recorder

Yokogawa, gelas ukur, dan heater.

Sampel minyak yang akan diukur densitasnya dimasukkan ke dalam cawan

heater sebanyak 500 ml. Kemudian minyak dipanaskan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, dan 110 oC. Setelah minyak mencapai suhu yang diinginkan, kemudian minyak dimasukkan ke dalam piknometer 9.2 ml dan setelah itu sampel

(47)

ditimbang. Massa hasil pengukuran dikurangi dengan massa piknometer kosong. Densitas minyak nyamplung dihitung dengan persamaan (8) sebagai berikut.

... (8)

dimana:

ρ = densitas (kg/l)

m = massa minyak nyamplung (kg) v = volume minyak nyamplung (l)

b. Laju aliran massa

Laju aliran massa didapat dari pengukuran konsumsi bahan bakar pada kompor yang sama dengan kompor yang akan dimodifikasi. Pengukuran laju aliran massa dilakukan dengan menggunakan kompor bertekanan, koil pemanas minyak sebelum modifikasi, dan gelas ukur. Besar diameter pipa dan nosel pada koil pemanas minyak sebelum modifikasi ini juga akan dijadikan acuan diameter pipa dan nosel koil pemanas minyak yang akan dimodifikasi.

Laju aliran massa diukur dengan cara memasukan minyak nyamplung sebanyak 800 ml ke dalam tangki kompor bertekanan. Kemudian tangki diberi tekanan sebesar 2 bar. Setelah itu kompor dinyalakan selama 40 menit. Setelah 40 menit pembakaran, kompor dimatikan dan volume bahan bakar yang tersisa diukur kembali. Laju aliran massa dihitung dengan persamaan (9) sebagai berikut.

̇ ( ) ... (9) dimana:

̇ = laju aliran massa (kg/s) t = waktu selama pembakaran (s) ρ = densitas (kg/l)

v1 – v2 = selisih antara volume minyak awal dan sisa pembakaran (l)

c. Menentukan suhu awal minyak dalam tangki sebelum pembakaran

Suhu minyak di dalam tangki akan meningkat pada saat pemanasan awal. Pemanasan awal dilakukan selama 10 menit sebelum saluran bahan bakar dibuka dan kemudian minyak terbakar sempurna. Suhu setelah 10 menit pemanasan awal

Gambar

Gambar 1 Peta sebaran indikatif tegakan alam nyamplung di Indonesia  (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009)
Gambar 2 Gambar pohon, kayu, bunga, daun, buah dan biji nyamplung  (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009)
Tabel 2  Perbandingan komposisi asam lemak minyak nyamplung dengan minyak   jarak pagar dan sawit
Gambar 7 Sistem pembakaran semprot (Kenneth 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

A nyugat-magyarországi Habsburg-fennhatóság alatt i területeket létrehozó fegyver- szüneti és békeegyezmények tulajdonképp igazi zálogbirtokokat legfeljebb Fraknó és

Dengan demikian dalam pembinaan dan pengembangan karakter yang terdapat dalam Serat Wulangreh dengan cara mengontrol diri dengan laku tatasusila seperti di atas,

PT Matrastama Maestro Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dalam bisnis kasur pegas dengan nama Revor. Data penjualan Revor tahun 2009- 2012 menunjukkan

Penetapan kebijakan harga yang terjangkau dari kemampuan yang dimiliki konsumen serta tingkat harga yang sesuai dengan kualitas dan manfaat barang atau jasa yang

Pendidik dalam pembelajar untuk orang dewasa yang berpengalaman, mereka akan, membangun ke dalam desain pengalaman belajar mereka penyediaan bagi peserta didik untuk merencanakan

Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi pengalaman dan jam terbang pekerja tersebut, sehingga pekerja akan mampu lebih memahami tentang bagaimana

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah menyediakan informasi sebagaimana pentingnya pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap

Grafik step respon hasil simulasi untuk sistem pengendalian kcc epatan putaran motor diesel high speed dengan menggunakan kontro l er logika fuzzy kctika motor dilakukan