• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MATERI PENGUKURAN DAN PENGGUNAAN ALAT UKUR PANJANG PADA SISWA SLB B (TUNARUNGU) KELAS D2 (SETARA KELAS 2 SD) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MATERI PENGUKURAN DAN PENGGUNAAN ALAT UKUR PANJANG PADA SISWA SLB B (TUNARUNGU) KELAS D2 (SETARA KELAS 2 SD) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana "

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MATERI PENGUKURAN DAN PENGGUNAAN ALAT UKUR PANJANG PADA SISWA SLB B (TUNARUNGU) KELAS D2 (SETARA KELAS 2 SD)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Caecilia Shinta Siwi Januarini NIM. 031414031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan tanganMu,

aku dapat menyelesaikan semuanya

Dalam rencanaMu,

Kau buat segalanya indah tepat pada waktunya

Sungguh, tak ada yang sesetia Engkau

Menemaniku dalam segala suasana

Menopangku dalam keraguanku

Hingga aku yakin pada kemampuanku

Dan percaya, cintaMu adalah kekuatanku

Skripsi ini ku persembahkan kepada: Jesus Christ dan Bunda Maria

Bapak, ibu dan adikku tersayang

Kekasihku Dony Istiawan

Almamater

(5)
(6)

ABSTRAK

Caecilia Shinta Siwi Januarini. 2007. Efektifitas Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika untuk Materi Pengukuran dan Penggunaan Alat Ukur Panjang pada Siswa SLB B (Tunarungu) Kelas D2 (Setara Kelas 2 SD). Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana keterlibatan siswa SLB B dan hasil yang dicapai siswa SLB B dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang? (2) Apakah penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang dapat meningkatkan minat siswa SLB B untuk mempelajari matematika? Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang dapat meningkatkan keterlibatan siswa SLB B dalam kegiatan pembelajaran matematika dan bagaimana hasil yang dicapai siswa SLB B dalam pembelajaran, serta untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang dengan menggunakan alat peraga dapat meningkatkan minat siswa SLB B. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi: (1) Guru, (2) Siswa, (3) Mahasiswa, khususnya mahasiswa pendidikan, (4) Penulis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mendeskripsikan kejadian dengan cara mengamati dan mengumpulkan data kualitatif, yaitu data dalam bentuk apa adanya atau data yang tidak mengalami kuantifikasi dan manipulasi. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara: (1) Mengamati tingkah laku dan respon siswa SLB B selama pembelajaran berlangsung. (2) Mengisi lembar observasi tentang kegiatan siswa, minat dan keterlibatan yang diisi oleh guru/pengamat. (3) Memberikan soal-soal yang berhubungan dengan pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang. (4) Wawancara dengan guru, dilakukan setelah pembelajaran berakhir.

Penelitian dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2007 sampai dengan awal Maret 2007. Subjek penelitian adalah tiga siswa SLB B kelas D2, SLB B YAAT Klaten tahun ajaran 2006/2007. Penulis mengadakan penelitian dengan alat peraga berupa: (1) Manik-manik, (2) Senar, (3) Meteran penjahit, (4) Penggaris, (5) Benda-benda yang ada di dalam kelas dan (6) Kartu bilangan. Alat peraga tersebut digunakan dalam melakukan kegiatan pembelajaran matematika untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang. Alat peraga digunakan untuk membantu proses abstraksi siswa dan agar siswa dapat membangun sendiri konsep tentang pengukuran.

Hasil penelitian berupa: (1) Peningkatan keterlibatan siswa SLB B dalam kegiatan pembelajaran matematika, (2) Peningkatan keberanian siswa dalam mengutarakan ide-idenya, (3) Kemauan siswa untuk bekerjasama dan

(7)

bersosialisasi dengan siswa lain, (4) Peningkatan hasil belajar siswa, (5) Siswa lebih cepat dalam memahami materi yang disampaikan, (6) Peningkatan minat siswa untuk belajar matematika, (7) Siswa semakin tertarik dengan kegiatan pembelajaran matematika, (8) Siswa tidak meninggalkan kelas. Penelitian ini mengindikasikan bahwa ada peningkatan keterlibatan, hasil belajar dan minat siswa SLB B dalam kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga. Secara umum, siswa menunjukkan peningkatan keterlibatan, hasil belajar dan minat dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: (1) Penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua kasus karena penelitian ini merupakan studi kasus. (2) Bagi pembaca yang ingin memperdalam penelitian ini, disarankan untuk mencari sekolahan yang mempunyai siswa dengan kehadiran yang tetap (masuk sekolah terus).

(8)

ABSTRACT

Caecilia Shinta Siwi Januarini. 2007. The Effectiveness of Teaching Aids Used in Learning Mathematics for The Measurement Material and The Use of Length Instrument for SLB B Students (Hard of Hearing) D2 Grade (Equal Second Grade in Elementary School). Study Program of Mathematics Education, Department of Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University: Yogyakarta

Research problem were formulated: (1) How SL B B students are involved and the result which is reached by them in learning mathematic using the teaching aids for the measurement material and the use of length instrument? (2) Could the teaching aids used for the measurement material and the use of length instrument increase the SLB B students interest to study mathematic? This research is intended to know how far the teaching aids in learning mathematic for length material and the use of length instrument is able to increase SLB B students involvement in learning mathematic and how the result is reached by SLB B students in learning it, and to know could the mathematic learning for the measurement material and the use of length instrument by using the teaching aids increase SLB B students interest. This research is benefit for: (1) The teachers, (2) The students, (3) Students of university, especially education students, (4) Writer.

This researcher uses descriptive qualitative method, in this research the researcher tries to describ the fact/phenomena by observing and collecting qualitative data, it is the real data/data which is not kuantifikasi and manipulation. Collecting data in this research by: (1) Observing SLB B students behaviour and respon during the learning process. (2) Completing the observation sheet about the students activities, interest and their involvement which is done by the teacher/observer. (3) Giving the questions related to the measurement and the use of length instrument. (4) Interviewing the teacher, done after the class activities end.

The research was performed by the end of February 2007 up to early of March 2007. The subject of this research were three students of SLB B in D2 grade, SLB B YAAT Klaten for the academic year of 2006/2007. The writer observes by using the teaching aids such as: (1) Bead, (2) Senar, (3) Tailor gauge, (4) Ruller, (5) The things in the class room and (6) Number card. They are used in mathematic learning process for the measurement material and the use of length instrument. They are used to help the process of students abstraction so that the students are able to develop the concept of measurement.

The result of the research are: (1) The increasing of SLB B students involvement in learning mathematics, (2) The increasing of students bravery in expressing their ideas, (3) The students wish to cooperate and have socialization with the others, (4) The increasing result of the students learn, (5) It is faster for the students to understand the material given, (6) The increasing of the students interest to learn mathematics, (7) The students prefer in learning mathematics, (8) The students do not leave the class. This research indicates there is the increasing of involvement, result of learning and SLB B students interest in mathematic

(9)

learning by using the teaching aids. Generally, the students show the increase of involvement, the result of learning and interest in mathematic learning by using the teaching aids.

Based on the result above, the researcher are able to give suggestion as follow: (1) This research is not able to be generalized for all cases since this research is case study. (2) For the readers who want to obtain deep this research, suggested to seek the shool having the fixed students attendance (enter the shool non-stoped).

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, kekuatan, cinta dan semua yang telah dianugerahkanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektifitas Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika untuk Materi Pengukuran dan Penggunaan Alat Ukur Panjang pada Siswa SLB B (Tunarungu) Kelas D2 (Setara Kelas 2 SD)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bp. Dr. Y. Marpaung, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan, semangat, dan dukungan dari awal perencanaan penelitian, saat penelitian sampai penyusunan skripsi ini selesai. 2. Bp. M. Andy Rudhito, S.Pd., M.Si dan Bp. Hongki Julie, S.Pd., M.Si, selaku

dosen penguji yang telah berkenan memberikan saran dan kritik yang membangun.

3. Bp. Narjo dan Bp. Sugeng, karyawan sekretariat Pendidikan Matematika yang memberikan bantuan dan kemudahan dalam mengurus surat-surat penelitian. 4. Bp. Wardoyo, Kepala Sekolah SLB B YAAT yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SLB B YAAT dan memberikan bantuan selama penelitian.

(11)

5. Ibu Triningsih, selaku guru kelas D2 SLB B yang telah membantu penulis, memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama penelitian. 6. Bapakku (M. Sunarto), Ibuku (Ch. Eni. D.A), dan adikku (Leonardo Sony. A)

tersayang yang tak pernah henti memberikan kasih sayang, doa, perhatian, dan segala kebutuhan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kekasihku tercinta, Dony Istiawan yang dengan sabar dan tak pernah jenuh memberikan kekuatan cinta, kasih sayang, doa, semangat dan segala bantuan. 8. Liyox, Androx dan Upil, sahabat sejatiku. Terima kasih atas semuanya.

9. Si Berat (Androx, Gendut, Oneng dan Ba) and Jajax, terima kasih atas persahabatan yang indah dan penuh warna yang telah kalian hadirkan.

10.Nano, Anggey, Opang, Meta, Agung, Tanti, Widi dan Win yang selalu memberikan doa, semangat, bantuan dan keceriaan.

11.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2003. Terima kasih atas segala yang telah kalian berikan.

12.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pendidikan.

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Pembatasan Masalah ... 4

E. Pembatasan Istilah ... 5

1. Siswa SLB B ... ... 5

2. Pembelajaran matematika ... 5

3. Alat peraga pembelajaran matematika ... 5

(13)

4. Keterlibatan ... ... 5

5. Hasil yang dicapai siswa ... 5

6. Minat ... 6

7. Efektifitas... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Makna Belajar ... 7

B. Pengertian Matematika... 7

C. Alat Peraga ... 10

D. Tunarungu ... 11

1. Pengertian Anak Tunarungu ... 11

2. Klasifikasi dan Jenis Ketunarunguan ... 13

3. Penyebab Ketunarunguan ... 14

4. Karakteristik Anak Tunarungu ... 15

5. Pendidikan Anak Tunarungu ... 17

6. Komunikasi Bagi Anak Tunarungu ... 23

E. Hakekat Pengukuran... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27

A. Jenis Penelitian... 27

B. Subjek Penelitian... 27

C. Jenis Data ... 27

D. Metode Pengumpulan Data ... 28

1. Pengamatan ... ... 28

(14)

2. Wawancara ... 29

3. Dokumentasi ... ... 29

E. Keabsahan Data... 30

F. Instrumen Penelitian ... 30

1. Lembar Pengamatan ... 30

2. Lembar Wawancara ... ... 30

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

1. Tahap Persiapan ... 30

2. Rencana Kegiatan ... 31

3. Alat Peraga yang Digunakan... 32

4. Evaluasi Pembelajaran Siswa... 35

5. Rencana Pelaksanaan ... 36

H. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan ... 36

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN DAN HASIL OBSERVASI... 39

A. Pelaksanaan Penelitian ... 39

1. Observasi Sebelum Pembelajaran ... 40

2. Observasi Pada Waktu Pembelajaran ... 42

a. Pertemuan pertama... 42

b. Pembahasan pertemuan pertama... 49

c. Pertemuan kedua ... 50

d. Pembahasan pertemuan kedua ... 61

e. Pertemuan ketiga... 62

f. Pembahasan pertemuan ketiga ... 69

(15)

g. Pertemuan keempat... 70

h. Pembahasan pertemuan keempat ... 83

i. Pertemuan kelima ... 85

j. Pembahasan pertemuan kelima ... 116

k. Pembahasan secara keseluruhan ... 119

B. Hambatan yang Terjadi ... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

A. Kesimpulan ... 124

B. Saran... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN... 127

BIOGRAFI PENULIS ... 189

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar-gambar Pertemuan Pertama ... 127

Gambar 2. Gambar-gambar Pertemuam Kedua ... 128

Gambar 3. Gambar-gambar Pertemuan Ketiga... 129

Gambar 4. Gambar-gambar Pertemuan Keempat ... 130

Gambar 5. Gambar-gambar Pertemuam Kelima ... 131

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan telah melakukan penelitian di SLB B YAAT

Klaten ... 132

Lampiran 2. Rencana pembelajaran (untuk pertemuan pertama) ... 133

Lampiran 3. Rencana pembelajaran (untuk pertemuan kedua)... 135

Lampiran 4. Rencana pembelajaran (untuk pertemuan ketiga) ... 137

Lampiran 5. Rencana pembelajaran (untuk pertemuan keempat)... 139

Lampiran 6. Rencana pembelajaran (untuk pertemuan kelima) ... 141

Lampiran 7. Instrumen observasi aktivitas siswa di kelas (pada pertemuan pertama) ... 143

Lampiran 8. Instrumen observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan pertama) ... 144

Lampiran 9. Instrumen observasi minat siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan pertama) ... 145

Lampiran 10. Instrumen observasi aktivitas siswa di kelas (pada pertemuan kedua) ... 146

Lampiran 11. Instrumen observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan kedua) ... 147

Lampiran 12. Instrumen observasi minat siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan kedua) ... 148

Lampiran 13. Instrumen observasi aktivitas siswa di kelas (pada pertemuan ketiga) ... 149

(18)

Lampiran 14. Instrumen observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran

(pada pertemuan ketiga) ... 150

Lampiran 15. Instrumen observasi minat siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan ketiga) ... 151

Lampiran 16. Instrumen observasi aktivitas siswa di kelas (pada pertemuan keempat) ... 152

Lampiran 17. Instrumen observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan keempat) ... 153

Lampiran 18. Instrumen observasi minat siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan keempat) ... 154

Lampiran 19. Instrumen observasi aktivitas siswa di kelas (pada pertemuan kelima) ... 155

Lampiran 20. Instrumen observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan kelima) ... 156

Lampiran 21. Instrumen observasi minat siswa dalam pembelajaran (pada pertemuan kelima) ... 157

Lampiran 22. Transkrip wawancara... 158

Lampiran 23. Catatan kelas... 166

Lampiran 24. Data hasil belajar siswa ... 168

Lampiran 25. Lembar jawaban Wahyu... 169

Lampiran 26. Lembar jawaban Lia ... 170

Lampiran 27. Lembar jawaban Wahyu... 171

Lampiran 28. Lembar jawaban Lia ... 172

(19)

Lampiran 29. Lembar jawaban Vera... 173

Lampiran 30. Lembar jawaban Wahyu... 174

Lampiran 31. Lembar jawaban Lia ... 175

Lampiran 32. Lembar jawaban Vera... 176

Lampiran 33. Lembar jawaban Vera... 177

Lampiran 34. Lembar jawaban Vera... 178

Lampiran 35. Lembar jawaban Vera... 179

Lampiran 36. Lembar jawaban Lia ... 180

Lampiran 37. Lembar jawaban Vera... 181

Lampiran 38. Lembar jawaban Lia ... 182

Lampiran 39. Lembar jawaban tes formatif Vera ... 183

Lampiran 40. Lembar jawaban tes formatif Lia... 185

Lampiran 41. Lembar corat-coret Vera... 187

Lampiran 42. Lembar corat-coret Lia ... 188

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini, pembelajaran dengan menggunakan alat peraga sedang dilakukan di beberapa sekolah di Yogyakarta dan Klaten. Sekolah-sekolah di kota-kota itu mencoba untuk menggunakan pendekatan tersebut dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Diharapkan, penggunaan alat peraga ini dapat menarik minat siswa dalam belajar matematika, agar siswa semakin bersemangat untuk melaksanakan pembelajaran matematika yang selama ini dianggap sebagai momok oleh para siswa. Pembelajaran menggunakan alat peraga juga bertujuan untuk menciptakan model pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan melatih siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

Pada umumnya, sasaran dari metode-metode baru yang bermunculan akhir-akhir ini adalah sekolah formal. Seminar dan penyuluhan dilakukan untuk mengenalkan metode ini. Namun masyarakat kurang menyadari bahwa masih ada sekolah yang perlu mendapat perhatian, Sekolah Luar Biasa misalnya. Masyarakat kurang menyadari bahwa bukan hanya anak normal saja yang memerlukan pendidikan yang layak, tetapi anak yang mempunyai kelainan juga memerlukan pendidikan yang layak untuk kelangsungan hidup mereka, agar mereka dapat hidup mandiri, dan dapat berguna bagi masyarakat. Salah satu dari kelainan

(21)

tersebut adalah tunarungu. Anak tunarungu juga berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan sama seperti anak normal, termasuk pembelajaran dengan menggunakan metode-metode baru yang bermunculan akhir-akhir ini.

(22)

pengembangan penggunaan alat peraga untuk membuat minat anak dalam belajar matematika semakin meningkat dan melatih anak untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

Dengan latar belakang seperti ini, penulis mencoba untuk melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga pada Sekolah Luar Biasa bagian B (SLB B). Metode ini diharapkan dapat meningkatkan minat siswa SLB B dalam mempelajari matematika dan siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan, tetapi aktif dalam pembelajaran, sehingga tidak kalah bersaing dengan siswa normal.

B. Rumusan Masalah

Penulis tertarik untuk merumuskan masalah-masalah yang terkait dalam bidang ini, yaitu:

1. Bagaimana keterlibatan siswa SLB B dan hasil yang dicapai siswa SLB B dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang? 2. Apakah penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui keterlibatan siswa SLB B dan hasil yang dicapai siswa SLB B dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang. 2. Mengetahui minat siswa SLB B dalam pembelajaran matematika

dengan menggunakan alat peraga untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang.

D. Pembatasan Masalah

(24)

E. Pembatasan Istilah 1.Siswa SLB B

Siswa SLB B adalah siswa sekolah dasar yang mengalami kelainan fisik yaitu tunarungu sehingga mereka mendapat pendidikan secara khusus.

2.Pembelajaran matematika

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar dalam bidang matematika.

3.Alat peraga pembelajaran matematika

Alat peraga matematika merupakan suatu media dalam pembelajaran matematika yang digunakan untuk membuat pembelajaran lebih menarik, untuk memotivasi siswa, membantu siswa dalam proses abstraksi dan melatih siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. 4.Keterlibatan

Keterlibatan dalam hal ini diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran selama penelitian berlangsung.

5.Hasil yang dicapai siswa

(25)

6.Minat

Minat adalah suatu kecenderungan yang agak menetap pada pada diri siswa untuk berprilaku tertentu terhadap suatu objek, yaitu siswa merasa tertarik untuk belajar matematika.

7.Efektifitas

Efektifitas adalah suatu keberhasilan yang diharapkan dalam suatu kegiatan. Jika semakin tinggi efektifitasnya maka semakin tinggi keberhasilan suatu kegiatan itu.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru SLB B

Guru dapat menemukan metode yang cocok untuk membuat pembelajaran matematika lebih menarik.

2. Bagi Universitas

Untuk menambah kepustakaan dan untuk acuan dalam penelitian sejenis; untuk melihat sisi lain dari dunia pendidikan yang selama ini belum tersentuh.

3. Bagi Mahasiswa

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Makna Belajar

Suharyo Sumowidagdo mengatakan bahwa belajar merupakan proses kontinu/berkesinambungan yang merupakan kombinasi antara : proses untuk menguasai sesuatu yang baru, menggunakan sesuatu yang sudah dikuasai, dan mengajarkan sesuatu yang sudah dikuasai pada orang lain. (Tips dan Makna Belajar Secara Umum , http://www.ppiuk.org/belajar.php?action=study&idarticle=83. Diakses pada 8 Oktober 2006).

Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor), serta nilai dan sikap (afektif).

B. Pengertian Matematika

Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika. Sedangkan sasaran penelaahan matematika itu sendiri sebagaimana kita tahu, tidaklah konkrit melainkan abstrak. Pengertian matematika sangat beragam tergantung pada siapa yang mengutarakan pengertian tersebut. Berikut ini adalah pengertian matematika menurut beberapa ahli.

(27)

Dienes (dalam Ruseffendi, 1988: 160) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.

(Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/40/Pembelajaran%20Matematika%20 Menurut%20Teori%20Belajar%20Konstruktivisme.htm. Diakses pada 8 Oktober 2006).

Bourne (dalam Romberg, 1992: 752) memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada knowing how, yaitu siswa dipandang sebagai mahluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang dianut oleh kaum absolutis, di mana siswa dipandang sebagai mahluk yang pasif dan dapat diisi informasi (Dewey dalam Romberg, 1992: 752).

(Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/40/Pembelajaran%20Matematika%20 Menurut%20Teori%20Belajar%20Konstruktivisme.htm. Diakses pada 8 Oktober 2006).

Ruseffendi (dalam Erman, 2001: 21) mengatakan bahwa matematika terbentuk dari hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.

(28)

yang logik. Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat.

Menurut Marpaung (dalam penelitian tindakan, 1995: 23), matematika adalah suatu ilmu yang objeknya bersifat abstrak, tidak dapat diamati dengan indera manusia. Objek-objeknya hanya ada dalam pikiran. Konsep-konsep matematika semuanya merupakan hasil rekayasa mental (mental construct) yang terjadi melalui proses abstraksi, generalisasi, idealisasi, deduksi, dan representasi objek matematika yang dapat diamati. Misalnya, kita tidak pernah melihat bilangan; yang dapat kita lihat adalah angka yang mempresentasikan secara simbolis bilangan itu.

Perkembangan inteligensi manusia oleh Piaget dibagi dalam tahapan-tahapan yang berjenjang sebagai berikut:

1. Tahap sensori-motor: pada umur 0-2 tahun; 2. Tahap pre-operasi: pada umur 2-7 tahun; 3. Tahap operasi konkrit: pada umur 8-11 tahun;

4. Tahap operasi formal: pada umur lebih dari 11 tahun.

(29)

konkrit; salah satu cara adalah dengan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.

C. Alat Peraga

Alat peraga merupakan alat bantu yang menjadi bagian integral dari keseluruhan kegiatan belajar mengajar yang ikut menentukan keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Alat peraga sangat berperan penting dalam pembelajaran karena dengan penggunaan alat peraga, siswa terbantu dalam proses abstraksi, selain itu alat peraga dapat menarik perhatian dan meningkatkan minat siswa untuk belajar.

Berikut ini adalah manfaat lain yang didapat dengan penggunaan alat peraga, yaitu: (Bab VI; Tim MKPBM)

1. Proses belajar mengajar termotivasi, baik murid maupun guru. Terutama murid, minatnya akan timbul. Ia akan senang, tertarik dan karena itu ia akan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika. 2. Konsep abstrak matematika disajikan dalam bentuk konkrit, karena itu

lebih mudah dipahami dan dimengerti dan dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang lebih rendah.

3. Hubungan antara konsep-konsep abstrak dengan benda-benda di alam sekitar akan lebih dapat dimengerti.

(30)

penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru bertambah banyak.

Bila kita akan membuat alat peraga, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: (Bab VI; Tim MKPBM)

1. Tahan lama (dibuat dari bahan yang cukup kuat). 2. Bentuk dan warna menarik.

3. Sederhana dan mudah diolah (tidak rumit).

4. Ukuran sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak.

5. Dapat disajikan (dalam bentuk riil, gambar atau diagram) konsep matematika.

6. Sesuai dengan konsep.

7. Dapat menunjukkan konsep matematika dengan jelas.

8. Peragaan itu supaya merupakan dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak. 9. Jika kita mengharapkan agar siswa belajar aktif, alat peraga itu supaya

dimanipulasi, yaitu dapat diraba, dipegang, dipindahkan, diotak-atik atau dipasang dan dicopot.

10.Bila mungkin dapat berfaedah lipat (banyak).

D. Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu

(31)

mampu mendengar suara. (Ortopedagogik Anak Tunarungu, 1995: 26) Secara umum, pengertian tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik secara sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks. (Ortopedagogik Anak Tunarungu, 1995: 27)

Dampak terhadap kehidupannya secara kompleks mengandung arti bahwa akibat ketunarunguan maka perkembangan anak menjadi terhambat, sehingga menghambat perkembangan kepribadian secara keseluruhan seperti perkembangan inteligensi, emosi, dan sosial.

Hal yang perlu diperhatikan akibat dari ketunarunguan adalah hambatan dalam berkomunikasi, sedangkan komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan bahwa anak tunarungu tidak dapat mendengar membuatnya mengalami kesulitan untuk memahami bahasa yang diucapkan oleh orang lain dan karena mereka tidak dapat mengerti bahasa secara lisan atau oral maka mereka tidak dapat bicara jika mereka tidak dilatih bicara.

(32)

mencoba memahami bahasa lisan atau oral. Selain melihat gerakan dan ekspresi wajah lawan bicaranya, mata anak tunarungu juga digunakan untuk membaca gerak bibir orang yang berbicara. Pada anak tunarungu pengamatan melalui mata sangat penting, yaitu untuk dapat memahami bahasa orang lain. Dengan alasan tersebut, anak tunarungu lebih banyak membutuhkan waktu untuk memahami bahasa orang lain dan untuk berbicara. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada masing-masing individu serta bantuan dari orang-orang di sekelilingnya.

2. Klasifikasi dan Jenis Ketunarunguan

Pada umumnya anak tunarungu dapat dibagi atas dua golongan atau kelompok besar, yaitu tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik dengan memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Orang kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu mendengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.

(33)

a. Tunarungu Hantaran (Konduksi)

Tunarungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah.

b. Tunarungu Syaraf (Sensorineural)

Tunarungu syaraf (sensorineural) adalah tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan (tidak berfungsinya) alat-alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus temporalis.

c. Tunarungu Campuran

Tunarungu campuran adalah tunarungu yang mempunyai kelainan pendengaran yang disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.

3. Penyebab Ketunarunguan

Secara umum faktor ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir (prenatal), ketika lahir (natal), dan sesudah lahir (post natal). Untuk lebih jelasnya, faktor-faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Ortopedagogik Anak Tunarungu, 1995: 33, 34)

a. Faktor dalam diri anak

(34)

1) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tuanya yang mengalami ketunarunguan.

2) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella).

3) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau Toxaminia.

b. Faktor luar diri anak

1) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. 2) Meningitis atau radang selaput otak.

3) Otitis Media (radang telinga bagian tengah).

4) Penyakit lain atau kecelakaan yang menyebabkan kerusakan alat pendengaran bagian tengah dan dalam.

4. Karakteristik Anak Tunarungu a. Karakteristik dalam segi inteligensi

(35)

b. Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Perkembangan bahasa dan bicara pada anak tunarungu memerlukan pembinaan secara intensif, sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan-kemampuan yang lain. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak lain yang mendengar dengan usia sama, maka perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal. (Ortopedagogik Anak Tunarungu, 1995: 36)

c. Karakteristik dalam segi psikologi, emosi dan sosial

Ketunarunguan dapat menyebabkan terasing dari pergaulan sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat di mana ia hidup. Keadaan ini menghambat perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaan. Akibat ketunarunguan dapat menimbulkan efek-efek negatif pada psikologi anak, seperti:

1) Egosentrisme yang melebihi anak normal.

(36)

4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan. 5) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

(Ortopedagogik Anak Tunarungu, 1995: 36) 5. Pendidikan Anak Tunarungu

Pendidikan bagi anak tunarungu menggunakan beberapa sistem pendidikan, yaitu:

a. Sistem pendidikan segregasi

Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari pendidikan anak normal. Pendidikan anak tunarungu melalui sistem pendidikan segregasi maksudnya adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dalam hal ini anak tunarungu diberikan layanan pendidikan khusus untuk anak luar biasa seperti Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).

Berikut ini adalah bentuk-bentuk sistem pendidikan segregasi:

1) Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tunarungu (SLB/B)

(37)

Dalam unit ini terdapat pengaturan jenjang kelas, yaitu: a) Tingkat persiapan dengan lama pendidikan 3 tahun

Tingkat persiapan pada SLB ini setaraf dengan taman kanak-kanak biasa. Pada tingkat persiapan, anak tunarungu lebih banyak menerima kegiatan berbahasa daripada pada taman kanak-kanak biasa. Pada tingkat ini latihan gerak irama juga sangat dipentingkan. Kegiatan lainnya hampir sama.

b) Tingkat dasar dengan lama pendidikan 8 tahun

Tingkat dasar merupakan lanjutan dari tingkat persiapan. Pada tingkat ini program pengajarannya hampir sama dengan program pengajaran pada SD biasa kecuali pelajaran menyanyi. Pada program pengajaran dewasa ini, ada mata pelajaran khas pada sekolah bagi anak tunarungu, yaitu membaca ujaran (speech reading) dan pelajaran artikulasi/berbicara.

(38)

bisa berintegrasi pada sekolah biasa dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat lanjutan/kejuruan.

c) Tingkat lanjutan/kejuruan dengan lama pendidikan 4 tahun Program pengajaran pada tingkat lanjutan/kejuruan lebih menekankan aspek praktek daripada teori, untuk mempersiapkan anak tunarungu hidup mandiri di masyarakat. Bidang pengajaran pada tingkat lanjutan/kejuruan ini meliputi berbagai keahlian yang diperlukan dalam kehidupan di masyarakat. Dalam hal ini penyelenggara sekolah dapat melakukan kerjasama dengan tenaga ahli atau dengan Balai Latihan Ketrampilan (BLK) setempat.

Sistem pengajaran di SLB/B ini lebih diarahkan kepada penggunaan sistem pengajaran individual, artinya sistem pengajaran ini didasarkan kepada adanya perbedaan dalam kemampuan belajarnya, taraf ketunarunguannya, kemampuan dalam berbahasa, dsb.

2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)

(39)

kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa dalam satu atap. SDLB tersebut didirikan di tempat-tempat yang tidak ada SLB dan jumlah anak dari masing-masing kelainan relatif kecil, sehingga tidak mungkin mendirikan sekolah luar biasa untuk setiap jenis kelainan. SDLB ini juga didirikan dalam rangka menuntaskan wajib belajar pada tingkat sekolah dasar.

Pada umumnya kegiatan belajar mengajar di SDLB sama seperti kegiatan belajar mengajar di SLB. Kegiatan belajar ini dapat dilakukan secara individu, kelompok, dan klasikal. Sedangkan sistem pengajarannya mengarah pada sistem pengajaran individual.

Bahasa yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di SDLB khususnya bagi anak tunarungu adalah bahasa oral (lisan), isyarat, tulisan, dan menggunakan sistem komunikasi total. Lama pendidikan pada SDLB adalah sama dengan lamanya pendidikan pada SLB konvensional, yaitu 8 tahun b. Sistem pendidikan integrasi/terpadu

(40)

Pada sistem ini, jumlah anak luar biasa dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah keseluruhan siswa. Selain itu, dalam satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal tersebut untuk menjaga beban guru tidak terlalu berat dibanding kalau guru kelas harus menangani anak dengan berbagai kelainan.

Tujuan dari sistem pendidikan ini adalah memberikan pendidikan yang memungkinkan anak tunarungu memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa yang pendengarannya normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.

Dalam melaksanakan kegiatan belajar, anak tunarungu dibantu dengan alat khusus. Berikut ini adalah alat bantu khusus yang dinilai sangat menunjang dalam proses belajar mengajar bagi anak tunarungu. a. Hearing aids

Hearing aids merupakan alat bantu dengar bagi anak tunarungu. Alat dengar ini biasanya diselipkan di belakang telinga, dipakai pada saku kemeja, atau yang dipasang pada bingkai kacamata. Dengan menggunakan alat bantu dengar ini, anak tunarungu dapat berlatih mendengar, baik secara individu maupun secara kelompok.

b. Mesin tulis bertelepon

(41)

yang terketik menjadi tanda-tanda elektronik yang diterjemahkan secara tertulis.

c. Mikrokomputer

Mikrokomputer merupakan alat bantu khusus yang dapat memberikan informasi secara visual. Alat bantu ini sangat membantu bagi anak tunarungu yang mengalami kelainan pendengaran berat. Untuk dapat menggunakan alat ini, anak tunarungu tersebut harus dapat membaca atau paling tidak mampu menginterpretasikan simbol-simbol yang digunakan.

d. Audiovisual

Alat bantu audiovisual dapat berupa film, video-tapes, dan TV. Penggunaan audiovisual tersebut sangat bermanfaat bagi anak tunarungu, karena mereka dapat memperhatikan sesuatu yang ditampilkan sekalipun dalam kemampuan mendengar yang terbatas.

e. Tape recorder

Tepe recorder sangat berguna untuk mengontrol hasil ucapan yang telah direkam, sehingga kita dapat mengikuti perkembangan bahasa lisan anak tunarungu dari hari ke hari.

f. Spatel

(42)

posisi lidah anak tunarungu, sehingga mereka dapat bicara dengan benar.

g. Cermin

Cermin dapat digunakan sebagai alat bantu bagi anak tunarungu dalam belajar mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yang baik.

6. Komunikasi Bagi Anak Tunarungu

Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk dapat menguasai bahasa yang digunakan sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Manusia untuk menguasai bahasa harus melalui proses, artinya sebelum manusia menguasai bahasa, manusia harus mendengar terlebih dahulu bahasa yang diucapkan orang lain.

Anak normal dalam menguasai bahasa tidak begitu mengalami masalah karena mereka mendengar, tapi untuk anak tunarungu perlu bimbingan secara khusus. Berikut ini adalah cara untuk berkomunikasi dengan anak tunarungu:

a. Metode oral

(43)

orang mendengar. Dalam metode ini, anak berbicara dengan menggerakkan mulutnya.

b. Membaca ujaran

Membaca ujaran disebut juga membaca bibir. Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara. c. Bahasa isyarat atau ejaan jari

Bahasa isyarat atau ejaan jari adalah komunikasi dengan menggunakan tangan dan jari sebagai alat untuk berkomunikasi. d. Komunikasi total

Komunikasi total adalah komunikasi dengan melakukan semua cara komunikasi. Dengan kata lain, anak menggunakan metode oral, membaca ujaran, dan menggunakan bahasa jari.

E. Hakekat Pengukuran

(44)

dipelajari karena banyak aspek kehidupan yang berhubungan dengan pengukuran. Misalnya: dalam ilmu kedokteran, pengukuran digunakan untuk mengetahui tinggi suhu badan; pengukuran juga digunakan bagi para penjahit baju, yaitu untuk mengetahui panjang kain yang diperlukan untuk dibuat baju.

Materi pengukuran yang dipelajari, khususnya pengukuran panjang, memiliki kaitan dengan konsep/materi yang lain, kaitan ini sering disebut jalinan (Inter-twinement). Kaitan pengukuran panjang dengan konsep/materi lain antara lain dengan materi: bilangan dan geometri. Kaitan pengukuran panjang dengan bilangan adalah dalam pengukuran panjang digunakan beberapa sub materi yang ada dalam materi bilangan, yaitu: membilang loncat, penjumlahan, pengurangan, meletakkan bilangan, lebih besar dari, lebih kecil dari, kurang dari, dan lebih dari. Sedangkan kaitan pengukuran panjang dengan geometri adalah pengukuran merupakan dasar untuk mempelajari geometri, karena dalam mempelajari geometri dilakukan banyak pengukuran; misalnya: pengukuran panjang suatu persegi, pengukuran keliling persegi panjang dan sebagainya.

(45)

maupun bagian dari tubuh manusia seperti misalnya jengkal, hasta ataupun kaki, sampai dengan pengukuran dengan menggunakan peralatan yang canggih. Pengukuran yang dilakukan dengan masing-masing alat ukur akan selalu memiliki tingkat keakuratan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mendeskripsikan kejadian dengan cara mengamati dan mengumpulkan data kualitatif, yaitu data dalam bentuk apa adanya atau data yang tidak mengalami kuantifikasi dan manipulasi.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 3 siswa SLB B kelas D2 di SLB B YAAT pada jenjang SDLB yang beralamatkan di Bendogantungan, Sumber Rejo, Klaten Selatan, Klaten, tahun ajaran 2006/2007. Kelas D2 terdiri dari 6 siswa dengan umur dan kemampuan inteligensi yang berbeda. Peneliti menggunakan subjek yang mempunyai umur dan kemampuan inteligensi yang setara. Subjek pada penelitian ini dipilih sendiri oleh peneliti dengan mengkonsultasikan dahulu dengan guru kelas.

C. Jenis Data

Peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian selama penelitian berlangsung. Data primer diperoleh peneliti dengan melakukan

(47)

pengamatan dan wawancara. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti. Data sekunder berupa keterangan dari guru mengenai proses belajar siswa dan hasil belajar siswa. Data tersebut merupakan data sekunder karena data tersebut merupakan data yang dibuat oleh guru dan peneliti tidak secara langsung mengumpulkan data tersebut dari siswa.

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. Pengamatan

Pengamatan adalah kegiatan mengumpulkan data dengan cara mengamati kegiatan suatu subjek kemudian membuat dokumentasi kecil mengenai data tersebut.

(48)

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) pihak yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Moleong, 1989: 148).

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menulis garis besar pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar dan respon siswa terhadap pembelajaran.

Wawancara ini dilakukan dengan guru yang mengampu subjek penelitian dan dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, kesulitan yang dialami siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran. Wawancara dilakukan sesudah pembelajaran. Wawancara dengan siswa dibantu oleh guru.

3. Dokumentasi

(49)

E. Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data, peneliti menggunakan tehnik triangulasi. Tehnik triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 1989: 195). Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Lembar Pengamatan

Lembar pengamatan ini berfungsi untuk mencatat hal-hal yang dilakukan siswa selama penelitian berlangsung.

2. Lembar Wawancara

Lembar wawancara berupa garis besar pertanyaan dan pertanyaan akan berkembang sesuai dengan jawaban dari informan.

G. Prosedur Pelaksanan Penelitian 1. Tahap Persiapan

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan, yaitu:

(50)

b. Berdiskusi dengan kepala sekolah mengenai siswa yang akan menjadi subjek penelitian dan materi untuk penelitian.

c. Mencari dan menyiapkan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian.

d. Melakukan diskusi dengan guru kelas mengenai pembagian tugas dan penggunaan alat peraga.

e. Menyiapkan kelengkapan surat-surat penelitian dan beberapa instrumen pengumpul data.

f. Mempelajari karakteristik siswa SLB B dan mempelajari bahasa jari.

2. Rencana Kegiatan

Dalam penelitian ini, peneliti dibantu dengan guru kelas melakukan kegiatan belajar mengajar. Guru kelas membantu peneliti dalam berkomunikasi dengan siswa dan dalam menafsirkan jawaban (ide-ide) siswa, karena peneliti dihadapkan pada kendala komunikasi dengan siswa SLB B. Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara lain:

a. Berhubungan dengan kegiatan pembelajaran: 1) Membuat rencana pembelajaran.

2) Mempraktekkan alat peraga.

3) Membuat alat peraga lebih menarik dengan melakukan variasi teknisnya.

(51)

b. Untuk mengetahui keefektifan alat peraga dalam pembelajaran: 1) Mengamati tingkah laku siswa selama pembelajaran

berlangsung.

2) Mengamati respon dan reaksi siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Alat Peraga yang Digunakan a. Alat peraga

Peneliti menggunakan beberapa alat peraga dalam melakukan pembelajaran, yaitu:

1) Manik-manik 2) Senar

3) Meteran penjahit 4) Penggaris

5) Benda-benda yang ada di dalam kelas 6) Kartu bilangan

b. Cara kerja

Cara kerja dari alat peraga dalam pembelajaran matematika untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang adalah sebagai berikut:

1) Tahap 1 (Meronce)

(52)

manik-manik warna putih dan 25 butir manik-manik warna merah).

− Siswa diminta untuk meronce (menyusun) manik-manik yang telah dibagi dengan menggunakan senar, yang disusun sebanyak 50 butir manik-manik.

Kegiatan ini bertujuan agar siswa lebih cepat dalam menghitung dan menghitung loncat serta untuk melihat kemampuan siswa dalam menemukan pola dan membangun konsep awal dalam pengukuran.

2) Tahap 2 (Mengukur benda)

− Siswa diminta untuk mengukur lingkar kepala teman, lingkar pergelangan tangan teman atau panjang tangan teman dengan menggunakan hasil roncean mereka, kemudian siswa diminta untuk mengutarakan ide mereka, menuliskan cara dan hasil pengukuran mereka.

(53)

Kegiatan ini dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa dalam melakukan pengukuran. Dengan kegiatan ini diharapkan siswa menemukan konsep pengukuran.

3) Tahap 3 (Membandingkan ukuran panjang benda)

− Setelah melakukan pengukuran, siswa diminta untuk membandingkan ukuran benda yang telah mereka ukur (misalnya: membandingkan ukuran lingkar kepala teman yang satu dengan yang lain).

Dengan kegiatan ini dapat dilihat kemampuan siswa dalam membandingkan ukuran benda.

4) Tahap 4 (Meletakkan bilangan)

− Siswa diminta untuk meletakkan kartu bilangan pada roncean manik-manik yang telah disiapkan oleh peneliti.

− Siswa diminta untuk membandingkan bilangan yang lebih besar atau lebih kecil daripada bilangan yang lain.

Dari kegiatan ini dapat dilihat apakah siswa telah menguasai konsep atau belum (kemampuan siswa dalam melakukan pengukuran). Selain itu, dapat dilihat kemampuan siswa membandingkan besar bilangan.

5) Tahap 5 (Alat ukur baku)

(54)

roncean yang satu dengan roncean yang lain mempunyai ukuran yang berbeda).

− Memperlihatkan kepada siswa macam-macam alat ukur baku (misalnya: meteran penjahit, penggaris).

− Siswa diminta untuk mengukur panjang atau tinggi benda-benda yang ada di dalam kelas dengan menggunakan meteran penjahit atau penggaris.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan siswa pada pengukuran dengan menggunakan alat ukur baku dan satuan pengukuran yang baku. Selain itu, dengan kegiatan ini dapat dilihat kemampuan siswa menaksir panjang atau tinggi benda. 4. Evaluasi Pembelajaran Siswa

(55)

5. Rencana Pelaksanaan

a. Pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan minimal 1 bulan dengan pertimbangan bahwa alat peraga sudah digunakan dalam pembelajaran matematika pada siswa SLB B, tetapi masih sangat sederhana dan belum bervariasi.

b. Peneliti akan melakukan penelitian kurang lebih sebanyak 12 jam pelajaran.

c. Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti akan dibantu oleh guru kelas dalam melaksankan pembelajaran.

d. Pada observasi sebelum penelitian, peneliti mempunyai kesimpulan sementara bahwa pembelajaran matematika pada siswa SLB B sudah menggunakan alat peraga tetapi alat yang digunakan masih sangat sederhana dan kurang efektif.

H. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

(56)

Ukuran efektifitas alat peraga didapat dengan melihat minat, keterlibatan dan hasil yang dicapai siswa SLB B dalam pembelajaran. Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang pada siswa SLB B ini efektif bila dalam pembelajaran, semua siswa terlibat dan mau melakukan kegiatan yang ada dalam pembelajaran; siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran; dan pemahaman serta hasil yang dicapai siswa meningkat.

Untuk mengukur ketercapaian indikator/ukuran efektifitas, peneliti melakukan pengamatan terhadap minat, keterlibatan dan hasil yang dicapai siswa. Data mengenai keterlibatan siswa dan minat siswa terhadap pembelajaran diperoleh dengan cara mengamati tingkah laku dan respon siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan memperhatikan indikator keberhasilan siswa sebagai berikut:

1. Data mengenai keterlibatan siswa terhadap pembelajaran Indikator keberhasilan siswa:

− Siswa mau melakukan kegiatan yang ada dalam pembelajaran.

− Siswa aktif dalam menjawab pertanyaan, mengeluarkan gagasan, dan bertanya untuk hal yang belum diketahui.

2. Data mengenai minat siswa terhadap pembelajaran Indikator keberhasilan siswa:

− Siswa tertarik pada penjelasan peneliti.

(57)

− Siswa berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan dalam pembelajaran.

− Siswa bersemangat, merasa senang dan tidak mau diganggu.

− Siswa tidak meninggalkan kelas pada waktu pembelajaran.

− Perubahan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, yang tadinya kurang bersemangat menjadi sangat bersemangat.

− Perubahan sikap siswa dari yang tadinya mau mengutarakan ide setelah diminta guru menjadi berani untuk mengutarakan ide tanpa diminta oleh guru.

Data mengenai hasil yang dicapai siswa (yang bersifat kuantitatif) didapat dengan melihat skor siswa dalam mengerjakan latihan soal dan mengerjakan pekerjaan rumah serta dengan mengamati tingkah laku siswa selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan data mengenai hasil belajar siswa yang bersifat kualitatif didapat dengan melihat indikator keberhasilan siswa.

(58)

BAB IV

PELAKSANAAN PENELITIAN DAN HASIL OBSERVASI

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SLB B YAAT, Bendogantungan , Sumber Rejo, Klaten Selatan, Klaten pada tanggal 26 Februari 2007 sampai tanggal 12 Maret 2007. Subjek pada penelitian ini adalah 3 siswa SLB B kelas D2. SLB B YAAT merupakan sekolahan yang didirikan oleh Yayasan Asuhan Anak-anak Tuna. Sekolah ini berbentuk unit pendidikan, artinya penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu sekolah dengan seorang kepala sekolah. Jenjang sekolah dari tingkat persiapan, SD, SLTP, sampai SMA terdapat di sekolahan ini. SD di sekolahan ini terdiri dari 8 kelas, yaitu mulai dari kelas satu atau sering disebut dengan D1 sampai kelas delapan atau D8.

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai fasilitator yang menyediakan alat peraga dalam pembelajaran. Selain itu, peneliti juga membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dan sebagai pengamat. Peneliti mengambil materi pengukuran dan penggunaan alat ukur panjang. Hal ini dirasa tepat karena selain materi ini mempunyai alat peraga yang beragam, materi ini juga sebagai dasar bagi siswa SLB B untuk belajar menjahit, yang merupakan salah satu keterampilan yang akan mereka dapat setelah jenjang dasar (SD) berakhir. Penelitian dilaksanakan

(59)

sebanyak 5 kali pertemuan, yang pada pertemuan kelima langsung dilanjutkan dengan tes formatif. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan lembar pengamatan, wawancara dan merekam pembelajaran dengan video-recorder.

1. Observasi Sebelum Pembelajaran

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan observasi dalam pembelajaran sebanyak dua kali. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui model pembelajaran yang dipakai oleh SLB B dalam melakukan pembelajaran dan untuk mengetahui karakteristik siswa SLB B, sehingga peneliti dapat mengambil tindakan yang tepat untuk merancang model pembelajaran yang sesuai untuk siswa SLB B dengan menggunakan alat peraga. Selain itu, observasi berfungsi untuk mengakrabkan diri dengan siswa SLB B karena mereka sulit bersosialisasi.

(60)

tapi masih sebatas untuk menunjukkan pada siswa benda yang dimaksud dalam pembelajaran. Pada dasarnya siswa SLB B menyukai pelajaran matematika dibandingkan pelajaran lain. Untuk ketiga siswa yang dijadikan subjek dalam penelitian, rata-rata mempunyai umur dan kemampuan yang sama. Dari hasil observasi, peneliti mengetahui karakteristik masing-masing siswa, antara lain:

Lia, adalah siswa yang bersemangat dan antusias dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Dia selalu ingin mengutarakan idenya meskipun tidak diminta oleh guru. Kemampuannya dalam memahami materi lebih rendah dibandingkan dengan dua siswa yang lain. Tetapi dia merupakan siswa yang selalu ingin tahu dan banyak bertanya.

Vera, siswa yang rajin dan mudah dalam memahami materi ini adalah siswa pemalu. Dia tidak akan mau mengutarakan idenya jika tidak diminta oleh guru. Sosialisasi Vera dengan orang lain agak kurang.

Wahyu, siswa yang paling minim kosakata bahasanya sehingga sangat sulit untuk melakukan komunikasi verbal dengan dia. Tapi siswa ini mudah dalam memahami materi yang diberikan dan mau mengutarakan idenya tanpa diminta oleh guru.

Dalam melakukan pembelajaran dengan siswa SLB B ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:

(61)

b. Bahasa yang digunakan dalam pembelajaran adalah bahasa yang sederhana, konkrit dan sudah dipahami oleh siswa.

c. Sebisa mungkin meminimalkan pemakaian abjad jari, agar siswa berusaha untuk bicara dengan suara.

2. Observasi Pada Waktu Pembelajaran

Peneliti menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran ini, peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membuat siswa aktif melakukan pembelajaran. Model pembelajaran ini sebelumnya belum pernah digunakan oleh guru SLB B dalam melaksanakan pembelajaran. Berikut ini adalah uraian kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung:

a. Pertemuan pertama

Kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: meronce manik, mengukur anggota tubuh dengan menggunakan manik dan membandingkan panjang/besar benda yang satu dengan yang lain. Berikut ini adalah kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama:

G: Guru P: Peneliti L: Lia W: Wahyu V: Vera H: Hebda A: Agung S: Semua siswa Meronce Manik

P : Selamat pagi anak-anak! S : Selamat pagi bu!

(62)

S : Ya! (Berdoa beberapa menit)

P : Hari ini kita akan belajar mengukur. Belajar apa? S : Mengukur.

P : Coba lihat apa yang ibu bawa? (Lia dan Wahyu memperhatikan dengan baik).

P : Ada yang tahu ini namanya apa? (Lia dan Wahyu menggeleng).

P : Ini namanya manik! Apa? L + W : Manik.

P : Berkata apa? L + W : Manik.

P : Manik bisa buat apa?

L : Kalung. (Sambil memperagakan memakai kalung). P : Kalung, apa lagi?

L : Gelang.

P : Gelang, apa lagi? Wahyu? (Wahyu tersenyum sambil menggeleng).

P : Yang dipakai ibu guru. (Sambil memperagakan membawa tas).

L + W : Tas.

(63)

L : Buat kalung.

P : Ya, seperti membuat kalung.

(Lia dan Wahyu mulai meronce manik yang diberikan, demikian

juga dengan dua siswa yang tidak menjadi subjek penelitian yaitu

Agung dan Hebda. Mulanya mereka semua meronce manik

dengan pola satu-satu, tapi kemudian Lia bertanya pada peneliti).

L : Bu, harus seperti ini? (Sambil menunjukkan ronceannya). P : Tidak harus seperti itu, boleh yang lain.

L : Ooo...(Kemudian Lia merubah ronceannya menjadi pola lima-lima). (Wahyu melihat Lia kemudian ikut merubah

ronceannya menjadi pola lima-lima, sementara Hebda dan

Agung meronce dengan pola satu-satu).

P : Sudah? S : Sudah.

P : Sekarang dihitung, ada berapa manik-manik? Hebda? H : Satu, dua, ... , lima puluh. Lima puluh.

P : Lima puluh.

P : Sekarang punya Lia. Berapa manik Ya?

L : Lima, sepuluh, lima belas, ..., lima puluh. Lima puluh. Sama.

P : Lima puluh. Sama ya? Perhatikan menghitung Lia dengan menghitung Hebda, lama mana?

(64)

P : Cepat mana? L + W : Lia.

P : Jadi menghitungnya mudah mana? L + W : Lia.

P : Punya Lia berapa-berapa? L + W : Lima-lima.

P : Mudah mana? L + W : Lima-lima. Komentar:

Pada pertemuan pertama ini, siswa sudah terlihat semangat dan senang. Keterlibatan dan keaktifan siswa juga terlihat dengan adanya beberapa siswa yang berani bertanya pada peneliti. Siswa merasa tidak canggung karena pada waktu observasi sebelum pembelajaran, peneliti berusaha untuk mengakrabkan diri dengan siswa. Ada beberapa hal yang menarik dalam kegiatan ini, dalam menghitung banyaknya manik yang mereka buat, meskipun Wahyu dan Lia sama-sama meronce dengan pola lima-lima, tetapi cara mereka dalam menghitung jumlah manik berbeda. Lia menghitung banyaknya manik dengan pola lima-lima, sedangkan Wahyu menghitung banyaknya manik dengan dihitung satu-satu (meskipun roncean manik sudah dalam pola lima-lima).

Mengukur Anggota Tubuh

(65)

temanmu ada berapa manik?

(Semua siswa saling mengukur pergelangan tangan dengan

roncean manik yang telah mereka buat. Guru membantu peneliti

dalam melakukan pembelajaran karena peneliti mengambil

dokumentasi).

G : Sini, hasilnya ditulis di sini. (Sambil menulis di papan tulis).

Guru menulis:

Lia Hebda Agung Wahyu

Pergelangan tangan ... ... ... ...

G : Pergelangan tangan Lia berapa? L : Dua puluh.

G : Dua puluh. Hebda? H : Sepuluh.

G : Agung? L : Enam belas. G : Yo, Wahyu? W : Dua puluh.

(Sementara guru menulis di papan tulis, peneliti mengambil alih

pembelajaran).

Guru menulis:

Lia Hebda Agung Wahyu

(66)

P : Sekarang ukur panjang lengan tangan temanmu.

(Semua siswa saling mengukur panjang lengan tangan temannya).

G : Berapa panjang lengan tangan Lia? L : Enam puluh.

G : Hebda? Piro Da? (Maksudnya: Hebda? Berapa Da?). L : Lima puluh.

G : Lima puluh, Agung? W : Empat puluh dua. G : Wahyu?

W : Enam puluh dua. L : Bu Shinta.

P : O ya, sini ukur panjang lengan tangan bu Shinta. (Lia mengukur panjang lengan tangan peneliti).

G : Berapa Lia? L : Tujuh puluh.

G : Sini ditulis sini, piye le ngetung? (Maksudnya: Sini ditulis sini, bagaimana cara menghitungnya?).

(Lia maju, menulis jawaban di papan tulis).

Jawaban Lia: 50 _20_+

(67)

Komentar:

Semua siswa disibukkan dengan kegiatan dalam pembelajaran sehingga tidak ada siswa yang main keluar kelas seperti yang terjadi pada waktu observasi. Siswa sepertinya sangat tertarik dengan alat peraga yang digunakan.

Membandingkan Panjang/Besar Benda

G : Lihat, pergelangan tangan Lia dengan Hebda lebih apa? L + W : Besar.

G : Lebih besar. Pergelangan tangan Lia lebih besar dari pada Hebda. (Sambil menulis di papan tulis).

Guru menulis:

Pergelangan tangan Lia lebih besar daripada pergelangan tangan

Hebda.

G : Lia dengan Wahyu? L + W : Sama.

G : Pergelangan tangan Lia dengan Wahyu sama. (Sambil menulis di papan tulis).

Guru menulis:

Pergelangan tangan Lia sama dengan pergelangan tangan

Wahyu.

G : Hebda dengan Agung? L + W : Lebih kecil.

(68)

(Karena bel tanda istirahat sudah berbunyi, peneliti dan guru

mengakhiri pembelajaran sampai pada materi ini).

b. Pembahasan pertemuan pertama

Pada pertemuan pertama ini, satu siswa yang menjadi subjek penelitian tidak masuk, sehingga hanya ada dua siswa yang menjadi subjek penelitian, yaitu: Wahyu dan Lia. Dua siswa yang lain (Agung dan Hebda) tidak menjadi subjek dalam penelitian, tetapi mereka ikut dalam pembelajaran. Peneliti melihat adanya minat dari kedua siswa yang menjadi subjek penelitian untuk melakukan pembelajaran. Kedua siswa tertarik untuk melakukan pembelajaran. Mereka tertarik dengan alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran, karena sebelumnya mereka belum pernah menggunakan alat peraga seperti yang digunakan peneliti. Mereka melakukan kegiatan dengan senang, bersemangat, bahkan wajah mereka terlihat ceria. Pada dasarnya siswa SLB B memang lebih senang pada pelajaran matematika dibandingkan pelajaran lain karena pelajaran matematika menggunakan bahasa yang minim. Meskipun demikian, guru dan peneliti selalu menambahkan kosakata baru pada waktu pelajaran matematika. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa SLB B.

(69)

menggunakan seni meronce dalam pembelajaran matematika, dan hasilnya siswa lebih tertarik dengan pembelajaran seperti yang disajikan peneliti daripada pembelajaran yang menggunakan metode ceramah.

Pembelajaran matematika pada pertemuan pertama ini berjalan dengan baik, siswa serius melakukan kegiatan yang ada dalam pembelajaran dan tidak ada siswa yang meninggalkan kelas. Semua siswa terlibat dalam pembelajaran. Guru mengatakan bahwa dengan alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran ini, selain materi yang disampaikan akan mudah dipahami siswa, siswa juga belajar untuk bekerjasama dengan siswa lainnya sehingga siswa belajar untuk bersosialisasi, dan ini sangat menguntungkan karena sebelumnya siswa SLB B sangat sulit untuk diajak bersosialisasi.

c. Pertemuan kedua

Pembelajaran pada pertemuan kedua ini terdiri dari beberapa tahap, antara lain: mengukur panjang benda dan meletakkan kartu bilangan. Berikut ini adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada pertemuan kedua:

G: Guru P: Peneliti L: Lia W: Wahyu V: Vera H: Hebda A: Agung S: Semua siswa Mengukur Panjang Benda

(70)

S : Pagi bu Shinta.

P : Mari kita berdoa dulu... Berdoa mulai... Selesai. P : Hari ini kita akan mengukur panjang benda. Berapa

panjang pensilmu? Berapa?

(Lia mengangguk-angguk, kemudian mulai mengukur panjang

pensil menggunakan roncean manik-manik yang telah dia buat).

G : Pensil berapa? Diukur. Pensilnya berapa? Diukur. (Sambil memperagakan cara mengukur benda). Nah begitu...

G : Panjang pensil...

L : (Lia menghitung kemudian mengutarakan hasilnya). “Sembilan belas” (Berbicara dengan nada keras tetapi kurang jelas).

P : Tulis dibukumu! (Peneliti berbicara pada Lia).

(Guru menuliskan kalimat “Panjang pensil Lia adalah” di papan

tulis. Hal ini dilakukan guru karena anak-anak masih kesulitan

dalam kosakata dan menulis kalimat. Lia menulis hasil

pengukuran di bukunya).

G : Panjang pensil Wahyu berapa?

W : Dua puluh tiga. (Menjawab dengan ragu-ragu). P : Berapa, Yu? Panjang pensilmu berapa?

(Peneliti mengulangi pertanyaan guru, mendekati Wahyu dan

(71)

Komentar:

Anak-anak terlihat gembira, senang dan ceria melakukan pembelajaran. Mereka sangat serius dan aktif melakukan kegiatan yang ada dalam pembelajaran sampai-sampai waktu peneliti meminta untuk mengukur pensil, mereka tidak hanya mengukur pensil mereka sendiri, tetapi juga penasaran untuk mengukur pensil teman-teman yang lain. Peneliti dan guru melakukan pembelajaran secara bersama-sama.

G : Sekarang panjang buku. Panjang buku berapa? Berapa panjang buku?

(Lia dan Wahyu langsung mengukur panjang buku mereka, tak

lama kemudian Lia mengutarakan hasil pengukurannya).

L : Bu, ibu, empat puluh tiga. (Berbicara dengan kurang jelas).

G : Berapa Lia? L : Empat puluh tiga.

(Wahyu bertanya pada Lia, kemudian mereka berdiskusi).

G : Wahyu, berapa?

W : Empat puluh satu. (Sambil memperagakan memakai abjad jari, kemudian mengukur lagi dan menghitung hasil

pengukuran).

(72)

kesulitan untuk menghitung. Lalu tertawa dan

memperagakan kata pusing sambil tersenyum).

G : Berapa? Ngitung ngono we kok pusing... (Maksudnya: Berapa? Menghitung begitu saja kok pusing...).

(Wahyu menghitung lagi, sementara Lia mengukur lebar

bukunya).

L : Bu, dua puluh delapan. Dua puluh delapan.

(Lia mengutarakan hasil pengukuran lebar bukunya.

Wahyu masih bingung).

(Karena Wahyu masih kelihatan bingung, maka guru mendekati

dia dan membantu Wahyu dalam menghitung hasil

pengukurannya. Setelah itu, ibu guru membantu kedua siswa yang

lain (Agung dan Hebda) untuk mengukur dan menghitung,

sementara Lia dan Wahyu mengukur benda-benda lain dan

berdiskusi mengenai hasil pengukuran).

G : Berapa lebar bukumu?

L : Bu, aku dua puluh delapan. Dua puluh delapan. G : Berapa? Lia dua puluh delapan. Wahyu piro?

(Maksudnya: Berapa? Lia dua puluh delapan. Wahyu

berapa?).

(Wahyu mengukur kembali lebar bukunya kemudian

mengutarakan hasil pengukurannya).

(73)

P : Hitungnya gimana? Berapa? (Sambil memperagakan kata menghitung).

W : Lima, sepuluh, limabelas, duapuluh, dua lima, dua delapan. Dua puluh delapan.

(Wahyu menghitung roncean manik yang menunjukkan lebar

bukunya dengan pola lima-lima, kemudian tersenyum).

Komentar:

Sebenarnya Wahyu memiliki kemampuan inteligensi yang bagus, namun karena dia jarang masuk maka kosakata yang dimilikinya sangat minim dan ini sangat menghambat dia dalam melakukan pembelajaran. Pada pertemuan kedua ini, Wahyu menghitung banyaknya manik yang menyatakan lebar bukunya dengan pola lima-lima.

Meletakkan Kartu Bilangan

G : Panjang pensilmu tadi berapa? L : Sembilan belas.

P : Lia sini, maju kedepan.

L : Kedepan? (Kemudian maju kedepan).

G : Sebentar...Panjang pensil, mana tadi panjang pensil? Apa tadi yang diukur?

L : Pensil. (Sambil mengambil pensil yang dia ukur). G : Ooo...tau...

Gambar

Gambar 1.    Gambar-gambar Pertemuan Pertama .......................................       127
Gambar :
Gambar : Km
gambar benda yang ada dalam soal).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat system core bisnis tsb perusahaan jamu akan lebih effisien sama dengan perusahaan farmasi menggunakan bahan baku impor dan hanya mengolah formulasinya ( tidak

Sistem yang akan dibangun ini merupakan sistem yang dapat memprediksikan anggota yang termasuk dalam kelas macet berdasarkan atribut umur, status,

masalah pokok pada Kantor Camat Ilir Barat II Palembang yaitu, “Bagaimana membuat Rancang Bangun Website Informasi Kependudukan pada Kantor Camat Ilir Barat

Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan bekatul, kadar serat pada tempe dengan penambah- an bekatul semakin tinggi, sehingga tempe yang dihasilkan kaya akan serat

Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Ilmu Komputer. Universitas

Tulang anggota gerak bawah (kaki) berhubungan dengan tulang gelang panggul. Tiap jari 3 ruas, kecuali ibu jari yang hanya 2 ruas. Adapun fungsi dari tulang yaitu: Menggambarkan

Propaganda Amerika Serikat Terhadap Korea Utara Melalui Film The Interview.. 1.2

Tiga ratus enam puluh drajat artinya satu lingkaran penuh// Bila fotografer pada umumnya memajang karyanya di dalam bingkai datar/ sosok lelaki Jauhari lain//